Luk. 14:15-24; Mat. 22:1-14
Vik. Lukman Sabtiyadi
Salah satu perumpamaan yang jarang dikhotbahkan dalam Kebaktian Minggu yaitu tentang perumpamaan Kerajaan Allah. Menariknya, Kristus menggunakan perumpamaan perjamuan untuk menggambarkan Kerajaan Allah. Maka kita bisa melihat di sini ketika Tuhan menggunakan perumpamaan perjamuan, ada ciri khas dari Kerajaan Allah yang diekspresikan secara mirip di dalam perjamuan.
Sebelum saya masuk lebih lanjut, saya sedikit memberikan penjelasan lebih dahulu yaitu tentang apa yang disebut sebagai perumpamaan. Perumpamaan apa artinya? Perumpamaan sinonimnya metafor, kiasan. Kalau di dalam istilah Yunaninya, perumpamaan itu sesuatu yang ditaruh berdampingan dengan sesuatu yang ditunjuk oleh perumpamaan itu. Seperti kapal yang berdampingan, jadi ada misalnya kapal A lalu ada sebelahnya kapal B ada berdampingan, persis. Jadi sesuatu yang mirip, berdampingan kepada sesuatu yang ditunjuk dari perumpamaan itu. Dengan demikian perumpamaan itu pasti menunjuk pada kebenaran yang sesungguhnya. Seorang sastrawan Sapardi Djoko Damono menjelaskan perumpamaan itu “bilang begini maksudnya begitu.”
Perumpamaan memang tidak menunjuk pada perumpamaan itu pada dirinya sendiri. Perumpamaan menunjuk pada yang lain. Maka tidak heran pasti ada sifat alegoris di dalam memahami perumpamaan. Kita sama sekali tidak anti dengan tafsiran alegoris. Kita anti dengan tafsiran alegoris yang anakronistik, tafsiran alegoris yang tidak kontekstual di dalam perumpamaan, kiasan, atau pepatah itu. Misalnya di dalam perumpamaan perjamuan yang kita baca harus lebih dahulu mempelajari konteks perjamuan itu. Perjamuan di dalam konteks kehidupan Tuhan Yesus. Jadi nggak mungkin kita membayangkan waktu perjamuan kita sekarang atau perjamuan kebudayaan Yogyakarta, Batak, Papua, atau Dayak. Kita langsung campurkan itu bahwa waktu Tuhan Yesus itu perjamuan langsung kita tafsirkannya di dalam perjamuan yang di dalam kebudayaan yang lain. Itu alegoris yang anakronistik, melompat dari konteks yang seharusnya. Jadi kita harus terlebih dahulu melihat bagaimana konteks dari perjamuan konteks Tuhan Yesus, kehidupan masyarakat di mana Tuhan Yesus hadir saat itu, dan bagaimana Dia memakai perjamuan sebagai perumpamaan untuk memberitakan tentang Kerajaan Allah.
Perumpamaan memang sulit dipahami karena itu nggak heran perumpamaan itu bisa disalahmengerti. Tapi unik Tuhan menggunakan perumpamaan. Mengapa Tuhan menggunakan perumpamaan? Tuhan bukan hanya menggunakan kalimat-kalimat langsung, afirmatif, misalnya, “Tuhan adalah ini, Aku adalah ini.” Tapi Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan. Perumpamaan memang dimaksudkan Tuhan Yesus untuk menyingkapkan kebenaran lebih mendalam dan menyembunyikannya sekaligus. Jadi perumpamaan memang dipakai Tuhan Yesus dengan tujuan menyingkapkan dan menyembunyikan (Markus 4:11-12), “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun.” Perumpamaan memang sengaja disampaikan untuk menyingkapkan kebenaran sekaligus menyembunyikannya. Dan ketika kita yang belum dicerahkan oleh Roh Kudus membaca perumpamaan itu kita lihat pasti biasa. Bahkan waktu zaman Tuhan Yesus yang hadir langsung, Tuhan Yesus yang mengajar, itu pun banyak yang salah mengerti. Bahkan murid-murid Tuhan Yesus pun susah mengertinya. Karena itu banyak sekali teolog mengatakan kalau kita memahami bahasa-bahasa puisi, peribahasa amsal atau Mazmur, puisi atau kata-kata hikmat, nubuatan dari nabi-nabi, termasuk perumpamaan Tuhan Yesus itu adalah sulit sekali. Jadi nggak semudah seperti yang kita tangkap.
Kadang-kadang sayangnya perumpamaan ini hanya seperti seolah disampaikan kepada anak-anak Sekolah Minggu, kalau orang dewasa dipandang gampang mengerti perjamuan. Tidak sesederhana itu. Kalau Roh Kudus tidak menyingkapkan kita akan kebenaran, pasti kita nggak akan mengerti. Tapi itu terus disampaikan? Mengapa? Karena ada juga penyingkapan kebenaran yang unik di dalamnya. Kalau kita menyampaikan kebenaran secara afirmatif, maka kebenaran itu sempit sekali, dan sisi-sisinya itu tidak limpah disampaikan. Kebenaran itu kompleks. Oleh karena itu nggak mungkin hanya bisa disampaikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan afirmatif. Misalnya Allah Tritunggal adalah, “satu Allah tapi tiga pribadi,” itu nggak selesai di situ.
Karena kebenaran itu memang kompleks maka Tuhan Yesus sendiri menyampaikan kebenaran dengan beragam bentuk. Sang Allah yang berhikmat itu, siapa bisa menandingi hikmatNya di antara kita semua? Nggak ada, nggak akan pernah ada. Ada yang bentuknya cerita, sejarah, puisi, kata-kata hikmat, pepatah, bahkan surat. Dan itu unik sekali karena kita nggak bisa menafisrkan secara sama. Maka salah satu perumpamaan yang unik di sini adalah perumpamaan perjamuan.
Begitu banyak sebenarnya kita bahas tetapi saya hanya membahas dua poin saja hari ini. Apa ciri khas dari Kerajaan Allah yang digambarkan Tuhan Yesus melalui perumpamaan perjamuan? Di dalam menyampaikan perumpamaan tentu yang lebih ditonjolkan adalah kesamaannya daripada perbedaannya. Maka kalau kita membaca tadi dua perumpamaan tentang perjamuan, itu secara rinci theologinya berbeda. Tapi ada kesamaan-kesamaan yang bisa kita renungkan. Di dalam perjamuan ada dua hal yang jelas sekali nampak yang kita baca dari tadi dua perumpamaan tadi.
Pertama yaitu undangan. Perjamuan digambarkan di dalam perumpamaan baik di Matius dan Lukas yaitu undangan. Dan ini umum sekali bahwa kita memahami ketika seseorang atau satu keluarga atau satu lembaga mengadakan perjamuan pasti ada undangannya. Undangan adalah sesuatu yang memang diberikan untuk orang yang lain. Apalagi khususnya ini perjamuan kawin, yang datang ke perjamuan kawin tentu yang diundang. Kalau yang datang tidak diundang itu bukan tamu yang benar. Mengapa sih orang itu memberikan undangan ketika mengadakan perjamuan? Karena tujuan dari undangan itu adalah supaya orang yang diundang itu mengalami sukacita dan merayakan sesuatu hal yang bisa dinikmati bersama dengan orang yang mengadakan perjamuan itu. Tujuan diundang itu berbagi sukacita dan kelimpahan berkat. Tujuan undangan itu nggak sama dengan surat panggilan. Kalau undangan itu kita terhormat, kalau surat panggilan kita tertuduh. Kalau tiba-tiba dapat surat panggilan dari KPK, pada saudara Lukman. Wah semua orang sudah was-was. Tapi kalau dapat undangan itu terhormat. Kita merasa senang. Mengapa? Karena kita diberikan kesempatan berbagian sukacita yang sama dengan orang yang mengundang itu.
Undangan itu diberikan kepada beragam orang. Kekristenan itu bukan hanya satu jenis orang, satu macam pikiran, satu macam karakter, bukan. Tapi memang diberikan kepada beragam orang. Undangan Tuhan bukan hanya diberikan pada suku tertentu, bangsa tertentu saja tetapi ragam suku bangsa dan ragam individu. Undangan Tuhan berikan bukan hanya kepada orang-orang yang fisiknya bagus saja tetapi juga orang-orang yang cacat, yang miskin, yang terbelakang, yang marginal, yang orang pinggiran. Undangan itu disampaikan beragam banyak orang, dan inilah Kerajaan Allah. Kerajaan Allah bukan hanya mengundang semacam orang yang rasional, misalnya. Ini kecenderungan kelemahan kita bahwa orang yang nggak rasional itu kayak nggak layak masuk GRII. Orang yang masuk GRII itu harus benar-benar rasional. Kalau orangnya yang emosional, sebaiknya jangan ke GRII nanti sakit hati terus. Jadi kalau ke GRII itu bawa otaknya, tinggalkan hatinya. Sebaliknya kalau gereja yang lain bawa hatinya, tinggal otaknya. Itu salah. GRII nggak pernah sekedar mengajarkan seperti itu. Dan yang lebih penting lagi Alkitab tidak pernah mengajarkan seperti itu.
Alkitab mengundang beragam orang. Nggak ada diskriminasi. Tapi bukan keragaman yang akhirnya menuju kekacauan lalu akhirnya semuanya, “Oh kalau kayak gitu Pak Lukman, saya undang semuanya saja.” Diundang bahkan ke agama yang lain. Ya nggak salah, nggak apa-apa undang saja, tapi ya tidak dipaksa. Kalau memang datang, siap komitmen untuk hadir di dalamnya, ya nggak masalah. Tapi kalau sudah datang untuk membawa kekacauan, ya itu jadi masalah. Mengapa? Karena ketika orang beragam itu masuk di dalam undangan perjamuan itu, dia harus bersatu, mereka harus bersatu. Nggak mungkin di dalam perjamuan itu orang diundang datang untuk kemudian berlaku seenaknya, sembarangan. Buktinya apa? Buktinya di dalam perumpamaan perjamuan ada pendatang ke pesta perjamuan nggak siap baju pestanya, yang mengundang bilang, “Mengapa engkau nggak siap?” Langsung menyuruh hamba-hambanya pakaikan baju pesta. Bahkan yang masih nyeleneh itu dihukum atau dikeluarkan. Jadi ada unsur apa? Ada kesiapan untuk komitmen bersatu bersama.
Kerajaan Allah adalah kesatuan di dalam keragaman. Keragaman pola pikir, keragaman latar belakang, perbedaan itu biasa, nggak harus semuanya sama. Yang paling penting bukan kesamaan tapi keragaman dalam kesatuan. Di dalam Korintus digambarkan tubuh Kristus itu yang seperti tubuh ini, ada tangan, ada mata. Tangan ya memang tangan ahlinya nggak mungkin protes. Kalau mata protes, “Tangan kok nggak bisa melihat?” Misalnya nanti kesenggol sini, nggak bisa. Ada keragaman di dalam kesatuan. Itulah Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah orang-orang beragam, dengan cara pandang beragam, dengan latar belakang beragam, lalu masuk disatukan dalam Kerajaan Allah. Tentu nggak mudah, harus ada lebih dulu komitmen, visi, pembaharuan dari Roh Kudus, talenta yang Tuhan tanamkan di setiap kita. Tentu nggak mudah untuk menyatukan itu, harus ada dorongan yang lebih lagi. Dari siapa? Bukan hanya dari kita, pasti dari Allah Roh Kudus. Allah Roh Kudus yang akan menyatukan kita.
Selain itu, undangan itu sifatnya kejutan. Nggak ada undangan yang sifatnya, ya bisa juga sih diantisipasi ya, tapi selalu ada kenapa sih senang ya kita dapat undangan ulang tahun, itu selalu ada kejutannya. Ada kejutan, ada sesuatu yang mengejutkan kita untuk kita memang kita harus memutuskan akhirnya, “Ah ada kejutan, ada undangan, ini saya siap datang atau nggak?” Kita harus memutuskan untuk datang atau tidak. Ada begitu banyak di dalam perumpamaan itu banyak yang nggak siap. Mengapa? Karena memang undangannya itu kejutan. Injil itu kejutan. Ketika Injil disampaikan kepada kita, nggak ada orang yang mungkin siap menerima Injil. Tetapi kita harus memutuskan mengikuti Injil atau menolak Injil, menerima Injil, menerima Kristus, atau menolak Kristus.
Yang terakhir, undangan itu ada unsur relasional. Undangan itu bukan sifatnya legal. Ini penting karena seringkali ketika kita memahami keselamatan di dalam Kristus, seringkali hanya unsur hukumnya yang kita lihat. Tapi Tuhan Yesus mengatakan Kerajaan Allah itu seperti perumpamaan perjamuan. Mengapa? Karena bukan hanya urusan hukum. Agama selalu berurusan dengan hukum. Allah menghukum manusia berdosa. Kita pun sering begitu. Kita dikhotbahkan tentang dosa, lalu saya harus minta ampun sama Tuhan, lalu saya harus datang kepada Kristus, percaya kepada Kristus, Kristus itu menggenapi, menuntaskan hukum Allah itu, menggenapi hukum Taurat itu sehingga saya di dalam Kristus itu soal hukum itu sudah selesai. Ada istilah yang kita kenal justification by faith atau justification through faith. Justification itu juga tentang hukum, tentang legal. Mengapa istilah justification itu berkembang? Ya memang karena latar belakang John Calvin dengan Martin Luther dan beberapa theolog itu memang mempelajari hukum. Alkitab menyatakan juga demikian namun ada unsur yang lain yaitu relasional. Kerajaan Allah sebagai perjamuan itu bukan hanya soal hukum tapi tentang relasi, “Saya dekat nggak dengan Tuhan, saya kenal nggak dengan Kristus, dan lebih lagi daripada itu, Kristus kenal tidak dengan saya?” Bukan hanya tentang saya kenal Kristus tapi Kristus kenal dengan saya.
Ketika Tuhan Allah itu membuat perjanjian dengan Abraham disebut kovenan itu perjanjian mengerikan. Ada hewan-hewan itu dibelah lalu Tuhan itu lewat di tengah-tengahnya. Itu mau menunjukkan bahwa siapapun yang melanggar perjanjian ini akan mati seperti hewan-hewan itu. Itu mengerikan sekali. Sama, kalau siapa yang tidak percaya Kristus, berarti di luar Kristus itu artinya apa? Artinya memperoleh hukuman Allah, api neraka. Itu benar sekali. Tapi jangan lupa ketika Tuhan Allah mengikat perjanjian dengan Abraham, Abraham itu dikatakan Alkitab adalah sahabat Allah. Dia bukan mengikat perjanjian hanya sekedar dengan musuh, tapi dengan sahabat.
Ada lelucon kalau orang Yahudi suatu kali meninggal lalu sampai di pintu surga, Kemudian ada Tuhan Yesus tanya: “Mengapa engkau dapat masuk ke surga?” Jawab orang Yahudi apa? Pasti kita tahu ya jawab orang Yahudi, “Saya bukan pencuri, bukan berzinah, dan bukan melakukan yang Tuhan larang tapi menaati perintah-Nya.” Lalu Tuhan Yesus bilang, “Oh nggak, kamu berdosa. Hati kamu nggak mencintai Aku.” Lalu ada orang China sampai di pintu surga. Tuhan Yesus tanya “Kenapa kamu bisa masuk Kerajaan Sorga? Kenapa saya harus membolehkan kamu masuk Kerajaan Sorga?” Orang China itu, “Saya punya orang dalam, Pak.” Itu bercandaan, tapi saya piker ada poinnya. Kenapa bisa masuk Kerajaan Sorga? Karena kita punya orang dalam loh Saudara. Siapa? Kristus sendiri, “Karena saya kenal Engkau dan lebih penting karena Engkau kenal saya.”
Kadang-kadang kita kalau kayak gini berpikir jadi pada titik, “Wah berarti kasihan ya yang nggak dikenal Tuhan.” Nah ini unsur yang terakhir dalam undangan yaitu otoritas Tuhan, otoritas yang mengundang. Undangan itu diberikan kepada siapa? Itu otoritas yang punya undangan. Undangan diberikan kepada siapa? Bukan terserah pada yang diundang, tapi terserah kepada yang mengundang dan itu otoritasnya. Otoritas Allah artinya hak Allah. Kita yang nggak diundang ya jangan baper dan tidak bisa gugat secara hukum karena sifatnya bukan legal tapi relasional. Tuhan katakan Aku mengasihi Yakub dan membenci Esau, mengapa engkau marah? Itu hak-Ku. Yang tidak diundang, tidak bisa gugat dan yang diundang tidak bisa sombang karena itu anugerah. Dia memberikan anugerah bukan karena engkau layak tapi karena Aku ingin engkau berbagian dengan sukacita-Ku. Itulah undangan yang sifatnya anugerah, kasih karunia. Semua kita bersalah, semua kita adalah orang berdosa, semua kita nggak boleh masuk perjamuan Kerajaan Allah. Tapi Dia mengundang, orang-orang yang memang diberi-Nya anugerah dan itu kasih karunia.
Kedua, perjamuan limpah dengan makanan dan minuman. Saya kurang terlalu memperhatikan hal kedua ini. Ttapi sekarang saya baru ngeh ketika menemukan ini kembali. Saya seringkali mengatakan kepada pemuda “Kalau kita orang Kristen itu makan, yang penting itu makan dengan siapa bukan makan apa. Itu yang penting.” Tapi saya koreksi itu saya salah. Makan dengan siapa itu poin yang pertama. Tapi ternyata yang kedua juga penting, makan apa juga penting. Perjamuan menyajikan kelimpahan makanan minuman yang dapat memuaskan kelaparan dan kehausan kita. Memuaskan segala selera kita. Dalam konteks Palestina atau Israel itu biasanya mereka makan besar itu dua kali, makan siang dengan makan malam. Makan pagi itu nggak dianggap sebagai makan atau nggak dianggap sebagai perjamuan. Itu karena sarapan, makan kecil aja. Tapi kalau menurut beberapa telusuran sejarah kemungkinan besar perjamuan yang seringkali diadakan itu adalah waktu makan malam. Dan hampir mirip dengan perjamuan-perjamuan sekarang yaitu bagaimana secara indrawi itu kita dipuaskan. Ada pakaian-pakaian yang indah, pasti nyanyian-nyanyian rakyat, dan makanan minuman yang enak. Ingat perkawinan di Kana ada anggur yang enak itu bahkan diakhir disiapkan itu biasanya begitu biasanya di akhirlah itu diberikan anggur yang enak itu. Jadi secara indrawi dipuaskan sepenuhnya. Perut kenyang, mata kita puas, telinga kita puas ya, secara indrawi itu dipuaskan dan Tuhan Yesus menggambarkan Kerajaan Allah seperti itu.
Sebelum saya masuk lebih lanjut ya saya mau kasih supaya kita ingin berhati-hati ya untuk memahami ini. Apa yang dimaksudkan secara indrawi itu dipuaskan jangan sampai kita memahaminya seperti hedonisme atau materialisme. Hedonisme itu artinya kenikmatan itu ditinggikan dan menjadi puncak kebahagiaan. Kalau materialisme itu materi itu dituhankan. Alkitab mengajarkan Kerajaan Allah itu bukan hedonisme dan materialisme.
Tapi Kerajaan Allah juga bukan anti kenikmatan dan anti materi. Kerajaan Allah Alkitab mengajarkan kita itu melihatnya seperti yang saya pikir gambaran yang bagus disampaikan C. S. Lewis di dalam salah satu bukunya. C. S. Lewis menggambarkan mereka itu, mereka yaitu segala kenikmatan, segala materi yang kita bisa nikmati di dalam hidup kita, yang bisa kita miliki di dalam hidup kita itu adalah aroma bunga dari bunga yang belum kita temukan, gema nada dari lagu yang belum kita dengar, berita dari kota yang belum kita kunjungi. Maksudnya apa? Maksudnya itu mengantar kita kepada keindahan yang lebih besar dari pada benda atau hal itu pada dirinya sendiri. Ketika kita makan, nikmat. Salah nggak? Nggak salah. Tapi jangan berhenti di situ. Makan, nikmat kita ingat pasti makanan sorga nanti lebih enak lagi. Nggak bisa makanan berhenti pada kenikmatannya sendiri atau uang itu pada dirinya sendiri. Itu mengantar kita kepada bunga yang belum kita temukan, kepada lagu yang belum kita dengar, kepada kota yang belum kita kunjungi ya. Ada kelimpahan makanan minuman di dalam Kerajaan Allah.
Ini berlawanan dengan kekosongan dunia. Kita seringkali berpikir makna kita atau hidup kita lebih berarti kalau kita bisa memiliki sesuatu materi tertentu atau mengalami kenikmatan tertentu, nggak. Bagaimanapun kita akan mengalami kekosongan, dunia berdosa itu hanya memberikan kita kesia-siaan. Itu seperti minum air laut yang terus haus. Dunia berdosa itu hanya menyajikan kekosongan. Kita ingin dipuaskan tapi akhirnya terus haus lagi, haus lagi. Ada banyak tokoh-tokoh di Alkitab saja yang kita belum lihat tokohnya, di Alkitab saja ada begitu banyak tokoh yang memaparkan demikian. Misalnya Salomo sudah punya istrinya banyak, punya pengetahuan dan hikmat yang luar biasa, punya kekayaan dan kekuatan militer luar biasa. Tapi di akhir hidupnya Salomo menulis Pengkhotbah bahwa semua sia-sia kalau semuanya itu tidak di dalam Tuhan. Dan tokoh-tokoh lain lagi di dalam Alkitab misalnya Zakheus, perempuan Samaria. Zakheus punya banyak hal, punya harta, dihormati paling tidak dihormati oleh orang Romawi walaupun masyarakat Yahudi mungkin merendahkan dia tapi dia kosong. Buktinya apa dia kosong? Waktu Kristus datang, dia kejar dan ingin ketemu Kristus sampai naik pohon ya saking ingin ketemu Yesus. Karena dia lihat masih kurang dan ingin sukacita sejati dalam Kristus. Lalu yang terakhir, perempuan Samaria yang mempunyai banyak laki-lakinya. Waktu dia ketemu Tuhan Yesus maka dia ingin air yang membuatnya tidak akan haus lagi.
Dunia yang berdosa hanya memberikan kita air yang kosong dan air yang asin sehingga kita minum itu haus terus haus dan nggak mempunyai makna yang sejati. Ini dikontraskan dengan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu apa? Yaitu kelimpahan makanan dan minuman ya. Apa yang bisa kita renungkan di sini ya tentang kelimpahan makanan minuman ini? Yaitu Kerajaan Allah itu bukan hanya sifatnya legal seperti tadi yang pertama, tapi juga experiential. Kerajaan Allah itu bukan hanya sifatnya hukum tapi juga bisa dihayati dan dialami secara riil. Kita diselamatkan lalu nanti dimuliakan itu bukan menjadi pribadi-pribadi yang mempunyai kesadaran rasional tanpa tubuh. Nggak. Kerajaan Allah itu bisa dialami, bisa disentuh, bisa dicicip, bisa dilihat, itu Kerajaan Allah. Kerajaan Allah tentang kelimpahan makanan itu menyatakan apa? Menyatakan materi itu penting. Kita diselamatkan oleh kemudian dimuliakan nanti oleh tubuh Kristus bukan roh saja.
Seringkali di agama-agama lain dan kekristenan yang ekstrim, “Wah kita langsung kalau kerajaan itu semuanya roh.” Nggak. Kita bukan kerajaan roh ya nantinya, bukan. Kerajaan Allah itu adalah tubuh yang dimuliakan. Kita bisa mencicipi kehadiran Kerajaan Allah. Kita bisa menikmati Kerajaan Allah itu dan itu sifatnya materialis, riil. Itu bukan hanya nanti, tapi sekarang juga. Mazmur 34:9, “Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!” Mazmur katakan kecaplah dan lihatlah. Poinnya adalah itu real secara indrawi itu nyata, secara mata kita bisa lihat dengan jelas keselamatan bukan hanya di awang-awang abstrak, bukan. Kekristenan bukan isi teoritis tapi real, konkrit.
Firman itu nggak pernah konsep dari awal. Buktinya apa? Dari Kejadian 1 Allah berfirman berhenti di situ jadilah terang, materi jadi nggak? Jadi. Waktu Allah berfirman langsung penggenapannya materi yaitu terang. Dari awal firman itu nggak pernah teoritis. Modernisme, memisahkan antara yang teoritis dengan yang konkrit, yang abstrak dengan aplikasinya. Kekristenan Alkitab itu kaya theologi itu wah di atas tapi pelaksanaannya susah. Itu salah. Alkitab nggak pernah mengajarkan itu. Kita lihat lagi ayat ini dikutip lagi di Perjanjian Baru di dalam 1 Petrus 2:3, “Jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan.” Kebaikan Allah itu dalam hidup kita itu real.
Kalau kita misalnya kita bilang, “Oh Kak Lukman tapi kan itu nggak sekarang, itu nanti. Itu nanti kalau untuk Kerajaan Allah.” Nggak. Gambaran yang indah misalnya disampaikan oleh Isaac Watts, yang mungkin jarang sekali kita perhatikan, dan saya pun nggak terlalu perhatikan ini. Isaac Watts di dalam bait ke-3 dari lagu Berjalan ke Sion, “Seb’lum kami tuju kota Sion itu, beribu padang yang permai, beribu padang yang permai. Yang kami mau lalu, yang kami mau lalu,” terjemahan Indonesianya seperti itu ya, kita sulit sebelum kami sampai kota Sion ini di mana ya, nggak mengerti ya. Tapi kalau inggrisnya, begini ya, “The hill of Zion yields a thousand sacred sweets, before we reach the heavenly fields, or walk the golden streets.” Artinya? Sebelum kita sampai ke kota Sion itu, kita melihat pandangan yang indah dan menikmati hal-hal yang indah. Isaac Watts menyebutnya sacred sweets, manisan sakral atau keindahan-keindahan sorgawi bahkan sebelum kita sampai kota Allah. Kekristenan itu bukan hanya tentang nanti sampai di akhir ya, yang not yet, tapi juga already, yang sekarang. Kekristenan, itu bukan hanya tentang roh saja, konseptual saja, bukan, tapi juga yang jasmani, yang materi.
Kalau kita hanya orang Kristen urusannya hidup kekal nanti, lalu kita nggak melihat keselamatan sekarang, itu problem, itu bukan kekristenan. Ketika kita bisa merenungkan kebaikan Allah apa yang bisa saya nikmati? Nggak salah. Ketika kita makan, “Tuhan terima kasih makanan ini, enak banget Tuhan,” itu nggak salah. Tapi kalau ada makanan tapi nggak enak gimana? “Ya, Tuhan ini, masih lebih enak daripada nggak ada.” Nggak salah melihat keindahan. Kita pergi ke pantai, lihat pantai, terbit nya matahari, terbenam nya matahari, kita naik ke gunung, kita lihat keindahan alam, kita lihat keindahan fashion, pakaian teman-teman kita yang datang, bagus, kita puji pakaiannya, “Ini bagus sekali, rapi,” it’s OK. Itu ekspresi kita menikmati Kerajaan Allah, sejauh di dalam kebenaran.
Kerajaan Allah adalah tentang pembaruan materiil. Sorga itu bukan di sana, sorga itu di sini. Langit dan bumi yang baru nanti, yang dalam kondisi yang sempurna nya, di bumi yang kita injak ini. Maka Tuhan Yesus mau mengatakan perjamuan ini ada kelimpahan makan, maksudnya apa? Saya akan menebus yang jasmani dan rohani. Saya akan menebus nya. Kalau kita merenungkan begini ya, Saudara-saudara sekalian, maka agama Kristen itu bisa dibilang agama yang paling materialis. Agama paling materialis itu maksudnya seperti apa? Agama yang tidak sama sekali meniadakan hal-hal materi di dalam kehidupan kekristenan. Contohnya apa? Perjamuan Kudus adalah replika perjamuan Kerajaan Allah. Kalau seni, itu replika atau copy dari lukisan, itu hampir mirip, tapi bukan yang sejati. Hampir mirip, tapi bukan yang sejati. Di dalam Perjamuan Kudus, kita menghayati Kerajaan Allah secara penuh, karena kita dilibatkan secara penuh di dalam nya. Kita bisa mengecap anggur, menelan roti itu, ada aroma nya dari anggur itu, itu kan, ada yang bisa kita lihat, ada yang bisa kita pegang, ini secara indrawi semua masuk. Siapa menciptakan kemampuan kita merasa, melihat, meraba? Tuhan. Tuhan sendiri sebenarnya ingin menciptakan kita demikian, Tuhan nggak pernah menciptakan kita dengan anti materi, nggak pernah. Perjamuan Kudus menggambarkan replika dari Kerajaan Allah itu seperti apa.
Nah kita bisa merenungkan di dalam Perjamuan Kudus itu, bagaimana kita melihat gambaran Kerajaan Allah. Yang pertama di dalam Perjamuan Kudus itu Perjamuan Kudus itu adalah ritual yang membumi, ritual yang jasmaniah, ritual yang kita bisa raba, kita bisa pegang, kita bisa lihat, demikian juga Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu bukan bayang-bayang, bukan fantasi, bukan roh saja. Tapi memang bisa kita sentuh, bisa kita pegang. Dan seperti itulah nanti nya Kerajaan Allah yang akan datang. Tapi beda nya kalau kita perjamuan terbatas kecil di sini, tapi nanti nya kita akan perjamuan Anak Domba Allah, perjamuan di mana Kristus datang, dan kita bersatu dengan semua umat Tuhan di sepanjang sejarah, menikmati perjamuan itu. Kerajaan Allah itu bukan anti materi, bumi dihanguskan, bukan, tapi tentang bumi itu ditransformasi dan dipulihkan. Jasmani itu ada, tubuh itu nyata, kita bisa mengecap, meraba, melihat semua perubahannya. Demikian dinyatakan perjamuan kudus sebagai ritual yang membumi.
Lalu kedua, perjamuan kudus menyatakan tentang pengharapan eskatologis kita. Maka kalau kita Perjamuan Kudus, itu sebenarnya bukan perjamuan di tempat, di sini saja. Perjamuan Kudus yang kita jalankan itu seperti perjamuan on the way, perjamuan yang terus dalam perjalanan. Menuju apa Saudara-saudara? Menuju perjamuan Kerajaan Allah, menuju puncak sejarah. Dan apa yang terjadi di dalam puncak sejarah? Bukan penghakiman. Nah ini sering kan kali kita lihat kan, “oh kalau di akhir nanti Tuhan Yesus datang sebagai hakim.” Benar, nggak salah, tapi akhir zaman itu bukan berhenti di penghakiman. Akhir zaman memuncak di Perjamuan Anak Domba Allah. Wahyu 19:9, “Lalu ia berkata kepadaku: “Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba.” Katanya lagi kepadaku: “Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Allah.”
Puncak sejarah bukan penghakiman Allah. Puncak sejarah perjamuan kawin Anak Domba. Sebelumnya, penghakiman dulu, sesudah dihakimi, lalu sejarah itu masih berlanjut, langit dan bumi yang baru, perjamuan Kawin Anak Domba. Kadang-kadang kita hanya menekankan, kalau akhir ketemu Tuhan, saya takut dihakimi. Saya kira itu masih terlalu sempit. Pertanyaannya, kita diundang nggak ke dalam Perjamuan Kudus? Di dalam Wahyu 19 dikatakan berbahagialah orang yang diundang ke perjamuan kawin, penghakiman itu nggak perlu undangan, semua dihakimi. Tapi yang dijamu itu yang diundang. Kerajaan Allah itu adalah seperti perjamuan, puncak sejarah itu perjamuan kawin anak domba Allah.
Hal ketiga kita mengadakan perjamuan di sini, miniature (blueprint) dari Kerajaan Sorga. Maka saya sendiri kalau merenung, kalau kita ikut Perjamuan Kudus sembarangan itu keterlaluan. Harus sungguh-sungguh. Saya setiap kali, Saudara-saudara sekalian, sekedar sharing, setiap kali Perjamuan Kudus, itu hampir setiap kali, selalu terharu. Mengapa Tuhan saya bisa diundang seperti ini? Saya nggak layak, saya penuh dosa, saya sering mengecewakan Tuhan, saya sering gagal. Saya pasti dihakimi. Tapi mengapa saya diundang? Karena ada anugerah Allah. Kasih karunia Allah, Dia mengundang untuk mengecap, melihat, menghayati keselamatan dari Allah itu secara riil dalam hidup kita, sekarang (already) dan nanti (not yet).
Dan terakhir Saudara sekalian, terakhir saya mau sharing satu lukisan ya. Ini lukisan “Supper at Emmaus” oleh Carvaggio. Ia seorang pelukis di dalam zaman baroque (1600-1750), sesudah reformasi. Ketika kita lihat lukisan ini, kita langsung tahu pusat dari lukisan ini siapa dan yang minor mana. Karena ada permainan terang dan gelap di dalam lukisan. Yang paling terang itu Kristus dan di posisi tengah. Lalu yang lain gelap. Tapi sebenarnya kalau di dalam lukisan aslinya itu agak lebih gelap.
Selain itu, kita bisa lihat juga gambaran Kristus di situ begitu realistis. Kekristenan itu bukan idealis tetapi realis. Kekristenan idealis itu seperti kekristenan Abad Pertengahan. Lukisan Abad Pertengahan menggambarkan bayi Tuhan Yesus itu mukanya kayak orang tua, lalu Maria pun digambarkan tua sekali, keduanya tidak realitis atau tidak mirip bayi dan ibu umumnya. Zaman sesudah reformasi itu para pelukis ingin lukisannya lebih mirip dengan yang ada di bumi.
Mengapa dilukisan tersebut Tuhan Yesus digambarkan muda? Tuhan Yesus nggak seperti gambaran umum. Ada yang tafsiran yang mengatakan bahwa ini menggambarkan Tuhan Yesus yang sudah bangkit. Kalau Tuhan Yesus sudah bangkit, itu dia memang dengan tubuh kemuliaan. Tafsiran ini nggak sepenuhnya salah, walaupun juga nggak mutlak benar. Tapi ada theolog-theolog memahami demikian, bahwa kalau kita nanti dibangkitkan, kita nanti akan tubuh yang baru yaitu tubuh yang terbaik kita, jadi bukan tubuh kita yang penuh jerawat atau yang bungkuk atau kekurangan lainnya. Tapi ada juga pandangan yang sebaliknya bahwa kita yang dibangkitkan itu justru adalah tubuh terbaik kita ketika kita melayani Tuhan. Misal, kalau martir dengan puncak dia melayani Tuhan itu bagaimana, jadi itu ada bekas-bekas stigmatanya.
Nah apa yang saya mau ajak renungkan di sini ya, Saudara-saudara sekalian, ini saya mau ajak di sini renungkan salah satu teologi, Kristologis ya, di dalam Injil, baik itu Lukas, Matius, Markus, Yohanes, yaitu, kemuliaan Kristus yang terselubung, ya, kemuliaan Kristus yang terselebung. Nggak semua orang bisa lihat kemuliaan Kristus. Kristus berinkanasi, orang nggak bisa lihat, nggak bisa kenal Kristus ini Tuhan atau sesuatu yang berbeda dibanding mereka. Nggak semua, perlu kasih karunia, perlu anugerah untuk memahami itu, perlu anugerah untuk kagum kepada Kristus yang hadir sebagai anak tukang kayu itu, perlu anugerah untuk kagum kepada Yesus yang kadang-kadang kalau diminta, ada permintaan pelayanan, tapi Tuhan Yesus lebih memilih pergi ya, misalnya, perlu anugerah kasih karunia untuk mengenal Kristus yang adalah sang Juruselamat, tapi kemudian mengatakan kata-kata yang seolah sepertinya tidak sopan di dalam pertemuannya dengan beberapa orang tertentu, ya memang perlu anugerah untuk percaya kepada Kristus.
Tapi yang menarik di sini, ya, kemuliaan Kristus itu terselubung dan perlu anugerah untuk kita memahami atau kagum, dan percaya kepada kemuliaan Kristus itu. Tapi yang menarik adalah kemuliaan Kristus itu justru tersingkap di dalam perjamuan. Kita buka Lukas 24:30. Sebelumnya kita sudah tahu cerita ini, di Emaus lalu Tuhan Yesus menjelaskan tentang Taurat, tentang semuanya di dalam perjalanan itu, sampai pada suatu ketika, orang-orang yang bersama Yesus itu, itu kemudian mengajak makan Tuhan Yesus. Dalam Lukas 24:27, “Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.” Lalu ayat 28, nggak terjadi apa-apa, sudah dijelaskan firman Tuhan, mereka biasa aja. Tapi menarik ayat 30-31 “Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka.” Kemuliaan Kristus di waktu Dia bangkit, itu bukan dinyatakan di dalam lecture-nya Dia, melainkan ketika Dia memecah-mecah roti, melalui perjamuan. Perjamuan itu ritual yang melibatkan kita secara penuh, yang menggugah kita, sehingga kehadiran Kerajaan Allah itu nyata di tengah-tengah kita.
Dan Bapak, Ibu, Saudara sekalian, perhatikan ayat-ayat yang lain di dalam Lukas 24:42-43, lalu Yohanes 21:9-12, Tuhan Yesus bangkit bukan hanya buka pelajaran firman, bukan. Apa yang Tuhan Yesus lakukan sesudah bangkit? Makan bersama-sama dengan murid. Kenapa? Karena Kerajaan Allah itu seperti perjamuan. Perjamuan Kudus adalah replika gambaran Kerajaan Allah itu seperti apa. Ketika kita mengadakan Perjamuan Kudus, kita menghadirkan Kerajaan Allah itu secara riil, kita menghayati nya dengan secara penuh, di dalam indrawi kita, bukan hanya konseptual, tapi kita kecap, kita raba, kita lihat, bahkan kita telan. Kerajaan Allah itu hadir di dalam keseharian, makan minum itu tindakan sehari-hari. Kerajaan Allah itu real, bukan hanya di gereja (gedung dan organisasi), bahkan di luar dalam keseharian. Perjamuan Kudus adalah replika Kerajaan Allah yang menyatakan kehadiran Kerajaan Allah, yang on the way terus kepada perjamuan kawin anak domba, sampai suatu ketika kita akan semua diundang semua di dalam perjamuan anak domba itu. Akhir sejarah adalah perjamuan anak domba, di mana Dia akan menanti kita, Dia akan mengatakan, “Masuklah di dalam perjamuan-Ku,” masuklah, dan kita bisa menikmati, mengucap, melihat sukacita yang begitu limpah di dalam Kerajaan Allah. Dan Dia sekarang sedang menunggu kita, Dia menanti perkawinan anak domba itu tiba. Dia menanti kita dapat menikmati sukacita secara penuh, bukan hanya saat ini, tapi yang nanti secara limpah.
Kiranya Saudara sekalian, ketika kita kembali merenungkan ini kita diingatkan betapa tidak layaknya kita masuk ke perjamuan ini, dan betapa besarnya anugerah Kristus di dalam kepada kita, sehingga kita menjadi orang-orang yang diundang, orang-orang yang terhormat, bukan tertuduh, orang yang terhormat di dalam Kristus, ketika Dia datang kepada kita, langit dan bumi itu, Sorga itu turun ke sini, dan langit dan bumi dibarui, kita adakan pesta pernikahan, pesta perjamuan, di mana Kristus bertahta, dan kita bersukacita luar biasa menikmati makanan dengan lidah yang sudah Tuhan ciptakan ini, menikmati minuman dengan kecapan yang Tuhan, rasa yang Tuhan bisa berikan, indrawi yang Tuhan berikan kepada kita, menikmati segala kelihatan yang indah, dan, kekaguman yang luar biasa akan kemuliaan Kristus. Mari kita berdoa.
Bapa kami di Sorga, kami bersyukur Tuhan untuk kesempatan kami diberikan, kami kembali merenungkan akan kebenaran Firman Tuhan, kiranya Engkau yang tolong kami Tuhan untuk menghayati Kerajaan Allah secara penuh di dalam kehidupan kami, yaitu di mana digambarkan sebagai perjamuan, dan di mana kami boleh mempunyai nara sumber itu dekat dengan Engkau, kenal Engkau dan Engkau kenal kami Tuhan. Kami di dalam Engkau, dan Engkau di dalam kami. Dan ajar kami Tuhan, ketika kami melakukan Perjamuan Kudus, kami sungguh-sungguh menghayati perjamuan itu, karena kami dapat kembali melihat, kami melihat suatu kali nanti di akhir sejarah, puncak sejarah, yaitu perjamuan kawin anak domba, di mana kami melihat kemuliaan Kristus yang terpancar secara penuh, dan kami dapat menikmati segala kelimpahan makanan, minuman, yang Tuhan berikan sehingga dahaga kami dipuaskan, jiwa kami dikenyangkan, tubuh yang sudah dimuliakan juga dipuaskan akan kepuasan sejati di dalam Kristus. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.