Hukum Kerajaan Allah, 22 Mei 2022

Yak 2:8-13

Vik. Nathanael Marvin

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ada seorang Inggris yang lahir kurang lebih 200 tahun yang lalu, dia dipakai Tuhan untuk menyatakan kasih dan keadilan kepada banyak orang, khususnya kepada masyarakat yang dianggap hina, khususnya kepada masyarakat yang dianggap marjinal, orang-orang yang dianggap sebelah mata saja, orang-orang yang dianggap tidak berharga, namanya adalah hamba Tuhan atau pendeta bernama William Booth. Kita tahu bahwa William Booth itu adalah pendiri dari gerakan dan gereja Bala Keselamatan atau Salvation Army. Pelayanannya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dibentuk dari latar belakang hidupnya yang sulit, dia memiliki latar belakang kehidupan ekonomi yang susah. Pada masa remajanya, dia itu sudah masuk di sekolahan yang bagus, tetapi karena masalah ekonomi dia harus tidak melanjutkan sekolah lagi di masa remajanya. Dia harus meninggalkan bangku sekolah dan akhirnya bagaimana? Untuk melanjutkan hidup dia harus bekerja, dia bekerja sejak remaja. Bukan hanya itu, di usia remajanya ayahnya meninggal dunia dan itu memperburuk lagi masalah ekonominya. Sudah kehidupan ekonominya sulit, malah ayahnya sendiri meninggal di usia remaja. Di sanalah ketika dia mengalami kemiskinan, di sanalah ketika dia mengalami perasaan putus asa, hopeless, keadaan yang tidak berpengharapan, di situ dia mulai memikirkan tentang hidup dan mati seseorang. Ketika dia ada di titik terbawah kehidupannya, dia mulai memikirkan kehidupan lebih fokus lagi, dan dia mulai memikirkan tentang kematian pun lebih perhatian lagi. Dia memikirkan kehidupan dan matinya itu bagaimana. Dan di usianya sekitar umur 15 tahun, di usia remajanya, dia bersyukur Tuhan pakai seorang Kristen yang lainnya untuk menjangkau William Booth di masa remajanya. Orang Kristen itu membimbing, memberitakan firman, mengajak William Booth untuk pergi ke gereja, mengajak William Booth untuk berdoa kepada Tuhan. Dan akhirnya, William Booth yang masih remaja itu mengalami pertumbuhan rohani yang besar di masa remajanya.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di Inggris itu 200-an tahun yang lalu, itu ada jenjang yang begitu menjadi jurang yang besar antara orang kaya dan miskin. Dan itupun mungkin terjadi ya diantara sekitar kita, di negara-negara sekitar kita, atau pun di Indonesia sendiri. Ada jurang yang besar antara orang yang miskin dan yang kaya. Dan akhirnya William Booth melihat jenjang yang besar itu ya, William Booth mulai kabarkan injil kepada orang-orang miskin dan dia menjadi hatinya itu sangat terharu, sangat mengasihi orang-orang yang miskin. Puji Tuhan, Tuhan memimpin kehidupannya, dia mulai belajar sekolah Alkitab, ada seseorang yang membiayai dia. “Kamu kalau mau berkhotbah, kamu kalau mau melayani Tuhan lebih sungguh -sungguh lagi di masa mudanya, kamu bisa sekolah Alkitab.” Dan akhirnya dia menjadi pengkhotbah yang keliling ke gereja-gereja lain. Di satu gereja dia menetap, berkhotbah di sana, kemudian ketika selesai tugasnya di satu gereja tersebut, dia pindah lagi, sampai akhirnya dia sudah menikah dan memiliki isteri yang bernama Catherine.

Bersyukur ya, Catherine ini sangat mendukung pelayanan William Booth, dan mereka punya kepribadian atau karakter itu yang sangat berbeda. William Booth ini dibentuk dari latar belakang yang miskin, yang keras, yang sulit, dia tahu apa itu kesulitan hidup di jalanan ya, hidup berkekurangan dia tahu, sehingga itu membentuk karakternya tuh menjadi lebih keras, lebih galak, lebih tegas, lebih emosional. Sedangkan Catherine ini, istrinya itu sangat lembut sekali, perempuan yang sangat lembut, yang sangat mengasihi, tenang, dan lain-lain. Dan di dalam pelayanan mereka, antara suami isteri ini, mereka fokus di dalam pelayanan di dalam gereja, mereka semakin memfokuskan diri mereka, pelayanan mereka itu kepada orang-orang miskin dan orang-orang terlantar. Kenapa? Karena William Booth itu punya karakter atau karakter khotbahnya atau ciri khas khotbahnya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dia selalu mencela orang-orang Kristen yang tidak peduli kepada kemiskinan. Kalau ada jemaatnya yang tidak peduli kepada orang miskin yang lainnya diantara jemaatnya dia selalu ngomel, kurang lebih kayak begitu ya.

Nah Tuhan bangkitkan seorang pengkhotbah yang selalu memikirkan soal kemiskinan, harus fokus ke dalam problem hal ini di dalam satu gereja. Menurut saya, ketika saya pikirkan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini seperti pendeta Stephen Tong ya. Pendeta Stephen Tong kan memikirkan tentang Kekristenan dan dia tuh sangat terbeban di dalam Kekristenan yang melenceng. Satu gerakan Kristen itu ke arah yang Karismatik yang liar, yang ingin untuk mencari kekayaan atau teologi kemakmuran seperti itu ya, dan akhirnya orang dibawa kepada pemahaman bahwa dunia materi ini sangat-sangat penting. Kemudian arah Kekristenan juga ke arah yang liberal dimana semua itu logika, yang penting baik tapi tidak sesuai Alkitab tidak apa-apa. Alkitab ini dapat diterjemahkan dengan bebas; hal-hal supranatural, hal-hal seperti keajaiban itu di dalam Alkitab tidak usah dipercayai tidak apa-apa, tidak ada mukjizat mengubah air menjadi anggur, tidak ada mukjizat 5 roti dan 2 ikan menjadi ribuan makanan, tidak ada semuanya. Kekristenan di dalam posisi demikian, satu ke arah entertainment, satu ke arah logika dan logika. Dan akhirnya pendeta Stephen Tong khotbahnya selalu mencela 2 arus Kekristenan ini, sama seperti William Booth, dia selalu mencela orang yang tidak memperhatikan orang yang miskin, dia selalu mencela orang-orang yang hidup tanpa memperhatikan orang-orang marjinal, orang-orang yatim piatu, orang-orang miskin, para janda yang kesulitan yang membutuhkan pertolongan itu diabaikan begitu saja. Setiap khotbahnya selalu ada hal-hal yang mencela orang-orang yang tidak peduli terhadap sesamanya. Maka ada juga, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di tempat dia melayani jemaat juga jengkel, “khotbahnya itu terus ya.” Wah emosi, merasa ditegur dan akhirnya juga menolak pelayanan William Booth.

Tetapi William Booth terus bersama isterinya melayani dan melayani, sehingga seiring berjalannya waktu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, mereka itu sampai berani ke tempat-tempat kumuh bahkan rawan kriminalitas, mereka layani orang di sana dan akhirnya semakin banyak orang juga mengikuti pelayanan mereka, dan hal itu membuat mereka itu harus membuat ibadah yang tetap, ibadah yang tetap berarti harus buat gereja. Jadi gereja itu bukan diinisiasi oleh William Booth dan isterinya tetapi oleh desakan kebutuhan orang-orang yang berkumpul, karena butuh, karena banyak orang yang mengikuti, setuju atau sepaham dengan pemahaman atau visi yang Tuhan berikan kepada William Booth maka mereka harus beribadah tetap. Mereka tidak didorong-dorong, “Ayo buat gereja, ayo merintis gereja,” bukan, tetapi karena mereka melihat pelayanan dari hamba Tuhan ini kemudian akhirnya mereka berusaha untuk memiliki ibadah yang tetap, rutin. Itu ada kekompakan di antara jemaat, satu visi, satu usaha, satu kesatuan untuk melayani Tuhan.

Dan ciri khas dari gerakan dan gereja Bala Keselamatan ini dibentuk menurut model tentara Inggris yang memiliki seragam dan juga tanda kepangkatan di baju mereka ya, ada jabatan-jabatan. Mereka menunjukkan bahwa mereka itu adalah pasukan militer yang siap memerangi kuasa kegelapan di bumi. Jadi mereka mengidentifikasikan bahwa diri mereka itu harus sebagai prajurit yang membela kelemahan orang-orang yang membutuhkan pertolongan, membela keadilan, dan juga secara rohani mereka itu dipersepsikan sebagai tentara, sebagai tentara yang berperang melawan kuasa kegelapan di bumi ini. Sampai mereka punya lambang yaitu bendera ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini lambang yang unik di dalam gereja, yaitu bendera pasukan itu ditetapkan berwarna merah, biru, dan kuning. Ya, kalau ada slide-nya bisa diperlihatkan. Merah itu melambangkan darah Tuhan, biru melambangkan kesucian, dan kuning melambangkan api Roh Kudus. Jadi merah itu melambangkan darah Yesus yang berkorban bagi orang-orang yang berdosa. Biru itu melambangkan kesucian hidup. Kita harus hidup suci setelah diselamatkan, setelah menerima darah Kristus, hidup kita disucikan. Dan kemudian kuning ya, kuning melambangkan api Roh Kudus yang ada terus di dalam kehidupan mereka. Jadi salah satu ciri khas dari gereja mereka adalah Gereja Bala Keselamatan, yaitu memiliki semangat ini. Ingat darah Kristus, ingat hidup suci, dan ingat semangat dari Roh Kudus, api Roh Kudus.

Tahun 1912, William Booth kembali ke pangkuan Bapa di Surga dengan sukacita, dia meninggalkan bumi ini dan dia melayani selama puluhan tahun. Dia dipanggil Tuhan umur 83 tahun. Dan waktu dia meninggal, Bapak Ibu Saudara sekalian, Gerakan Bala Keselamatan dan gerejanya itu sudah tersebar di seluruh dunia dengan misi yang terutama adalah misi di bidang sosial, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Pelayanan Booth ya, William Booth ini sangat diberkati dan menjadi monumentallah di dalam sejarah kekristenan, di dalam kurang lebih 200 tahun ini, yaitu menjadi teladan bagaimana mereka memperhatikan orangorang yang berkekurangan, baik di dalam gereja ataupun panti-panti asuhan, panti jompo yang didirikan, khususnya di Indonesia. Kita tahu juga ya, banyak Gereja Bala Keselamatan di Indonesia.

Nah, pertanyaannya adalah, apa sih yang menggerakkan William Booth melayani begitu banyak orang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Terutama melayani orang-orang miskin dan terlantar, apa yang menggerakkannya? Ya, itu adalah kasih kepada sesama. Kasihnya kepada sesama menggerakkannya untuk bisa berkontribusi, melayani orang-orang yang sedang kesulitan. Bukan hanya itu, mereka pun mengabarkan Injil kepada orang-orang yang marjinal dan terlantar. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu kita pikirkan tentang kasih kepada sesama, sebenarnya kasih yang sejati itu tidak terlepas dengan keadilan. Kasih yang sejati selalu disertai keadilan. Demikian, keadilan yang sejati itu pasti ada belas kasihan. Ini nggak mungkin bisa dipisahkan, nggak mungkin bisa dilepaskan. Kalau hanya sebatas kasih saja, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tanpa adil, nanti kita akan menjadi orang yang mengasihi tapi menoleransi dosa, karena tidak ada keadilannya. Tapi kalau kita hanya menjadi orang adil dan adil, maka kita akan menjalankan hukum tanpa belas kasihan. Itu bukan hal yang diinginkan oleh Tuhan. Yang diinginkan Tuhan adalah waktu kita menjalankan kasih, itu dengan takaran yang tepat, dengan keadilan yang pas. Maka kita ingin menolong orang itu, bukan orang yang menipu. Kita ingin menolong, berbagi kasih itu bukan kepada orang yang tidak butuh, melainkan kepada orang yang butuh.

Di masa-masa kehidupan kita, mungkin ada saatnya kita diminta tolong oleh orang yang mengaku dia miskin. Tetapi begitu kita tolong Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ternyata dia hanya memanfaatkan kita, sudah pinjam uang tidak balikin. Itu kita tidak adil. Okelah kita mengasihi di dalam keterbatasan kita, kita sadar oke, ya udah karena kita mungkin punya uang cukup, kita ingin mengasihi dia, sampai kita lupa untuk berhati-hati, kita langsung aja kasih : “Tuh oke, bulan depan harus bayar ya pinjamanmu.” Tapi begitu bulan depan nggak bayar dan bulan-bulan selanjutnya, nggak bayar lagi. Oh, berarti kita salah menolong orang mungkin ya. Kita kurang hati-hati, kita kurang bijaksana bisa juga, karena deal-deal-annya adalah kita pinjamkan. Beda halnya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dengan orang yang, ada orang yang meminjam uang kepada kita, kita memang nggak kenal, kita terus hati-hati dan tidak terlalu percaya kepada orang tersebut. Akhirnya, tapi kita harus menjalankan kasih, kita ingin mengasihi. Dia pinjam berapa rupiah, akhirnya kita nggak usah sesuai dengan permintaan dia, nggak usah sesuai meminjamkan uang kepadanya, tetapi ya udah kita kasih serela kita. Mungkin dia pinjamnya itu berapa besar nilainya, tapi kita kasih saja, “nih kasih”, nilainya lebih sedikit daripada peminjamannya, bisa juga. Ya, kita perlu bijaksana dalam menolong orang yang katanya dalam kesulitan tapi tidak bertanggung jawab. Katanya meminta uang dan pasti akan bayar, pasti akan lunasi, tapi akhirnya tidak melunasi.

Nah, ini sulit ya. Waktu kita mau jalankan kasih, ingat ada unsur keadilannya. Kita harus menjalankan, mendidik dia untuk jalankan hukum. Dia harus ditegur juga kalau memang dia salah. Kita harus berani menegur, ini susah-susah gampang. Tapi waktu kita jalankan keadilan juga, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita menghakimi orang. Kita sudah berbuat apa untuk orang itu, sampai kita berani hakimi? Sudah kita kasihi dulu belum? Atau kita hanya sebatas menghakimi, menghakimi, menghakimi. Kita nggak pernah mendoakan. Yesus katakan: “Kasihilah musuhmu, berdoalah bagi yang menganiaya kamu.” Kita hanya bisa menghakimi : “Salah ini, ya kamu salah.”, sampai yang benarpun kita nggak akui. Nah, itu berarti kita sudah membenci dia. Salah itu. Yesus katakan : “Kasihilah, doakanlah orang yang kamu benci.” Ini sangat sulit sekali lagi. Ya, orang yang kita benci sangat mudah kita berikan hukuman dan keadilan. Sudah sangat mudah kita hakimi, tetapi yang sulit adalah kita kasihi. Nah, ini kita harus perlu seimbang, nah kita butuh anugerah Tuhan ya.

Reformed itu juga menyatakan keadilan kebenaran. Kasihnya di mana? Injilinya ya. Teologi Reformed Injili menekankan kasih dan keadilan Tuhan. Tetapi sebenarnya kalau kita pahami Reformednya sendiri, orang yang berteologi Reformed itu seharusnya juga penuh kasih ya, bukan hanya tahu ini benar, ini salah, doktrin ini salah, doktrin ini benar. Bukan hanya sebatas itu, tapi di dalam menyatakan kebenaran, di situ ada kasihnya juga. Tetapi di zaman sekarang, kenapa akhirnya gereja kita disebutnya Reformed tambah Injili? Padahal harusnya orang Reformed itu penuh kasih dan mengabarkan Injil? Karena sekali lagi, ini kan Pdt. Stephen Tong mendefinisikan orang-orang Reformed di Amerika itu tidak mau lagi semakin gencar mengabarkan Injil, maka Pak Tong tidak lagi menjadi gereja Reformed tapi ditambah Injili. Padahal orang yang Injili seharusnya Reformed, orang yang Reformed harusnya Injili, harusnya kayak gitu. Tapi karena sekali lagi kita itu mudah untuk fragmented ya, kita itu suka menekankan satu hal, lupa menekankan hal yang lain. Padahal dua-duanya itu harus kita tekankan, sehingga kadang-kadang kita perlu diingatkan salah satunya. Kadang-kadang juga kita perlu mengerti secara seimbang penekanan -penekanan yang ada.

Nah, Bapak Ibu Saudara sekalian, kita lihat waktu Yesus datang ke dalam dunia ini, Dia menyatakan misi yang paling besar yang Dia harus kerjakan di atas kayu salib itu ngapain ? Dia menyatakan kasih dan keadilan Tuhan yang paling penuh ketika Yesus berkorban di atas kayu salib. Yesus mati di atas kayu salib, itu Dia menerima keadilan Tuhan. Tetapi Yesus mati di atas kayu salib demi kita, itu karena Yesus mengasihi kita dengan luar biasa besar. Kehidupan Yesus tidak berat sebelah. Kehidupan Yesus penuh kasih sekaligus penuh keadilan dan kebenaran. Yesus seimbang hidupnya. Yesus tidak seperti orang Farisi yang menekankan keadilan, kebenaran, keadilan, kebenaran. Yesus juga bukan seperti nabi-nabi palsu yang menekankan kasih pasti terjadi dalam hidupmu, jawaban doa pasti terkabul, kamu pasti akan diberkati, diberkati, dan diberkati, kamu pasti akan menang perang, kamu pasti akan mendapatkan kesejahteraan. Bukan! Yesus katakan, kasih dan keadilan. Yesus memberikan kasih kepada orang yang mengalami sulit, ketidakadilan yang terjadi. Tetapi Yesus juga menyatakan keadilan kepada orang yang terlalu nyaman hidupnya, supaya diingatkan. Supaya mereka diingatkan akan kasih dan keadilan.

Di dalam Yakobus 2:8 ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Yakobus menjelaskan bahwa bila kita menjalankan hukum yang utama, yaitu yang sudah tertulis di Kitab Suci, Yakobus merujuk atau menunjuk kepada Perjanjian Lama. Mereka, di dalam penulis-penulis Perjanjian Baru, mereka itu waktu ngomong “Kitab Suci” itu merujuk ke Perjanjian Lama, yaitu yang mengatakan bahwa “Kasihilah sesamamu manusia”. Ini adalah hukum yang utama. Kalau kamu mengasihi sesamamu manusia berarti kamu sedang berbuat baik. Itu Yakobus definisikan demikian. Mengasihi sesama manusia itu berarti perbuatan baik.

Hukum yang utama pada ayat ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dapat diterjemahkan sebagai royal law. Itu lebih tepat. Maksudnya royal law itu apa? Yaitu hukum kerajaan. Bukan hukum yang utama gitu ya, tetapi lebih ke arah hukum kerajaan. Nah ini mengacu kepada kerajaan mana? Maksud Yakobus itu kerajaan siapa? Yaitu adalah Kerajaan Allah. Hukum Kerajaan Allah adalah hukum yang terutama yang harus dijalankan semua manusia di dalam bumi ini. Dan hukum Kerajaan Allah itu akan kekal selama-lamanya, di mana kita akan terus mengasihi sesama manusia, sesama kita, dan juga mengasihi Allah.

Hukum Kerajaan Allah adalah hukum yang terutama di atas semua hukum-hukum pemerintahan yang ada di bumi ini. Yakobus menekankan bahwa setiap orang Kristen, kita ini punya tugas atau hak istimewa untuk menggenapi hukum kerajaan, menjalankan hukum Kerajaan Allah, karena apa? Karena kita sudah diadopsi menjadi anak-anak Allah, kita sudah masuk ke dalam Kerajaan Bapa Sorgawi. Kita sudah menjadi anak-anak Allah, kita sudah menjadi bagian warga Kerajaan Allah, maka warga Kerajaan Allah bertanggung jawab untuk menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam Kerajaan Allah tersebut, yaitu apa? Hukum kasih. Ya ini unik. Hukum tambah kasih, ini berarti kasih dan keadilan. Namanya hukum kok. Itu ada aturan, ada kejelasan, ada penilaian benar dan salah. Ada penilaian baik dan buruk. Itu hukum. Itu keadilan ya. Maka ini adalah wujud iman orang Kristen, yaitu adalah menjalankan hukum kerajaan atau hukum kasih ini.

Pertama-tama, sebagai orang Kristen kita perlu mengerti hukum Allah itu apa. Kita sangat ingat, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di dalam Keluaran 20, Alkitab mengajarkan tentang 10 hukum Allah. Sepuluh hukum Taurat. Sepuluh hukum yang harus kita jalankan sebagai orang Kristen. Waktu kita jalankan, kita melakukan kasih juga. Jalankan hukum berarti jalankan kasih. Jalankan kasih berarti kita jalankan hukum juga, aturan-aturan yang dibuat oleh Tuhan. Maka yang perlu pertama-tama kita lakukan dalam hati kita adalah kita suka, kita cinta kepada hukum Taurat. Kita mencintai firman Tuhan itu bagaikan emas, bagaikan madu. Kita cinta itu sampai kita ingin terus melakukannya. Sudah melakukan, ingin tambah lagi, “Saya bisa lakukan apa di dalam firman Tuhan yang saya terima?” Begitu sudah jalankan firman, baca lagi, kita lakukan lagi, baca lagi, kita lakukan lagi, sampai kita betul-betul memiliki hati yang baik – good heart. Good heart adalah sikap orang Kristen ketika mendengarkan firman Tuhan, menyimpannya dalam hati, merenungkannya, mem-filter-nya, kemudian dia mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Itu adalah orang yang memiliki hati yang baik ketika berelasi dengan firman Tuhan. Menaati Allah.

Waktu kita jalankan hukum kerajaan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini kita posisinya adalah bicara kita itu warga, kita ini prajurit, terhadap raja. Prajurit terhadap raja kita taat. Apa yang menyenangkan raja kita lakukan, demi kepuasan raja. Hukum ini harus ditaati agar kita berkenan pada raja kita, dan kehidupan kita itu seperti Raja kita, yaitu Yesus Kristus. Semakin kita menaati hukum Allah, semakin kita serupa dengan Yesus Kristus. Lalu Yakobus jelaskan hukum kerajaan itu adalah bicara soal kasih kepada sesama. Ini sesuai dengan apa yang Yesus Kristus ajarkan, yaitu Yesus mengajarkan tentang hukum yang terutama, mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Mari kita baca bersama -sama Matius 22:39-40. Yesus mengajarkan hukum yang terutama ya. Kita baca bersama-sama Matius 22:39-40. “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”

Saya akan bacakan hukum yang terutama, yang pertama di ayat 37. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.” Di kesimpulan dari hukum mengasihi Allah dan juga hukum mengasihi sesama itu adalah kegenapan dari hukum Taurat. Jadi bicara kasih dan hukum itu tidak bisa kita lepaskan. Memang penekanannya kita bisa berikan. Saat ini kita itu sedang menjalankan kasih. Tetapi kita perlu menyertakan juga keadilan. Kita juga bisa memberi penekanan saat ini saya sedang menjalankan keadilan, hukum. Tetapi, yang menyertai keadilan dan hukum itu adalah kasih. Didorong dengan kasih. Lalu ketika seorang ibu memukul anaknya, itu menunjukkan dia sedang menghukum. Keadilan. Tetapi seorang ibu yang memukul anaknya tapi air matanya keluar, itu menunjukkan keadilan yang disertai kasih. Dia sedih juga. Anaknya juga mungkin tahu ya, ibunya menangis juga, sedih juga, karena mengasihi anaknya. Mengasihi sesama adalah perbuatan baik, dan perbuatan baik itu adalah kita belajar mengasihi sesama kita manusia.

Bapak, Ibu, Saudara-saudara sekalian, konsep perbuatan baik adalah konsep yang sangat penting dan sangat umum sebenarnya. Kita sebagai orang Kristen harus nggak berbuat baik? Harus. Tetapi ada yang menyertainya, yaitu apa? Karena kasih Allah. Harus perbuatan baik itu bicara soal hukum. Harus kok. Semua orang harus berbuat baik. Tetapi bagi orang Kristen, ada kasih yang menyertai hukum tersebut. Yaitu apa? Kasih Allah yang begitu besar karena Allah sudah menebus kita, Allah sudah memberikan kita jaminan keselamatan maka kita berbuat baik. Kita berbuat baik bukan karena mencari keselamatan. Kita berbuat baik bukan karena supaya bisa masuk Sorga. Bukan. Karena kita sudah dikasihi oleh Allah, kita jalankan hukum. Tetapi konsep perbuatan baik bagi orang yang belum dikasihi Allah adalah dia berbuat baik karena saya mampu mengasihi sesama dan untuk mengasihi diri sendiri. Kasihnya itu seputar diri sendiri, bukan untuk sesama sebenarnya, bukan untuk Tuhan sebenarnya. Dia berkutat di dalam kasih kepada diri sendiri saja. Dia motivasinya kasih kepada diri. Dan kasih yang hanya kepada diri, itu adalah kasih yang egois, yang bukan kasih dari Allah sendiri. Kasih Allah itu 3 arah, Bapak Ibu Saudara sekalian, kasih Allah itu punya 3 arah, yaitu kasih kepada Allah, kasih kepada sesama, baru kasih kepada diri. Tetapi semua orang yang belum mengenal kasih Allah, dia punya kasih juga, tapi hanya kepada diri saja. Sedangkan hukum yang terutama menolong orang berbuat kasih kepada Allah dan sesama. Nah ini adalah privilege, ini adalah keindahan orang Kristen. Kita berbuat baik itu kepada Raja di Sorga. Kita berbuat baik itu bukan karena kita ada maunya. Kita berbuat baik karena kita mengucap syukur atas kebaikan Tuhan.

Efesus 2:8-10 mengatakan bahwa, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: maka jangan ada orang yang memegahkan diri.”

Selanjutnya, selanjutnya ya… selanjutnya bicara soal pengudusan hidup.

(10) “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Yesus Kristus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup dalam pekerjaan baik.”

Melakukan pekerjaan baik itu adalah lifestyle orang Kristen. Kita mau melakukan sesuatu karena ingin berbuat baik kepada sesama. Kita mau melakukan hal lain, misalkan anggap ibadah, Bapak Ibu Saudara sekalian, biasanya waktu kita datang ibadah, kita bicara soal berbuat baik kepada diri saja dan kepada Tuhan. Tetapi sebenarnya, waktu kita datang ibadah, kita tuh berbuat baik kepada sesama. Khususnya orang yang melayani, Bapak Ibu Saudara sekalian, orang yang melayani, itu melayani Tuhan yang utama, tetapi melayani sesama juga. Kita datang, Bapak Ibu Saudara sekalian, ke ibadah, ke gereja, kita hadir saja, bertatap muka dengan orang, kita saling melayani. Kita saling menyatakan kehadiran Tuhan. Kita manusia, gambar dan rupa Allah, tanpa perlu ngomong apapun, kita sudah berbagi diri kepada mereka. Kita sudah berelasi dengan mereka. Itu adalah kehadiran kita. Bicara soal kehadiran saja, itu bicara soal kasih juga. Ketika kita hadir saja, mungkin kita nggak berbuat baik, mungkin kita nggak melakukan hal yang kelihatan. Tapi kita hadir saja, itu berarti kita mau dikenal oleh orang, mau dilihat orang – itu pun sebenarnya perbuatan yang baik kepada sesama.

2 Tim 3: 16-17, di situ juga dikatakan bahwa, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Kesimpulannya, kesimpulannya lagi, selalu kesimpulannya setelah berkat Tuhan datang adalah: (17) “Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”

Bicara soal kita mengenal Allah, bicara kita soal diselamatkan Allah, bicara soal keselamatan, bicara soal firman yang diilhamkan oleh Allah, ujung-ujungnya mendorong kita untuk apa? Berbuat baik kepada sesama. Berbuat baik kepada Allah, menyembah Allah, mengasihi sesama kita manusia – ini adalah tujuan, salah satu tujuan kita hidup di dalam Tuhan dan kita mengenal Tuhan dan mengenal firmanNya, yaitu nanti kita bisa berbuat baik. Untuk siapa? Untuk Allah dan untuk sesama dan juga untuk diri kita sendiri.

Ayat 9, kita lanjutkan, di dalam Yakobus 2:9 dikatakan, “Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran.” Di sini Yakobus menjelaskan soal hukum, soal perintah, soal aturan, soal hal yang tidak boleh dilakukan oleh manusia adalah memandang muka. Yakobus sedang menegur, Yakobus sedang menegur komunitas yang menjadi pembaca surat Yakobus bahwa kalau kamu memandang muka, kamu itu telah memandang muka, kamu itu sedang berbuat dosa, kamu ini menjadi pelanggaran hukum. Ada terjadi pelanggaran hukum. Yakobus jelaskan bahwa, perbuatan tidak baik, ataupun perbuatan dosa adalah waktu seseorang itu memandang muka; memihak kepada sebagian orang berdasarkan keuntungan dirinya sendiri. Dalam kasus ini favoritisme, memandang muka kepada orang yang kaya. Orang yang kaya begitu dihormati, orang yang miskin dihina-hina, tidak disapa, disingkirkan. Itu berbuat dosa. Dan Yakobus menegur dosa yang terjadi dalam komunitas tersebut, komunitas orang Kristen, bahwa, “Kamu tuh salah, nggak boleh! Kalau kamu memandang muka, berarti kamu berbuat dosa. Dan kalau kamu berbuat dosa, berarti kamu tidak berbuat baik. Nggak boleh!” Adanya hukum menunjukkan bahwa jika manusia melanggarnya, maka manusia itu tidak berbuat baik. Adanya hukum kalau manusia melanggarnya, berarti manusia itu tidak berbuat kasih. Kita tidak mengasihi Allah, tidak mengasihi sesama, bahkan kita tidak mengasihi diri kita sendiri ketika kita apa? Melanggar hukum. Ketika komunitas Yakobus ini, penerima suratnya itu ngapain? Memandang muka, pilih-pilih orang. Kalau orang yang jabatannya tinggi, wah dihargai, menjilat orang. Tapi kalau orang yang jabatannya rendah, ditindas, “Siapa sih kamu? Lulus sekolah aja nggak, dapat gelar aja nggak ada.” – kita bisa hina lho kaya gitu, padahal salah itu. Semua orang itu berharga kok, semua orang itu pada dasarnya berharga. Semua harta, semua gelar itu hanya tambahan saja, bonus saja ya. Tapi bukan menjadi fokus kita kenapa kita menghormati orang tersebut. Kita menghormati orang tersebut karena Tuhan, bukan karena tambahan-tambahan yang ada di dalamnya. Ketika sudah masuk hidup kekekalan, semua itu tidak ada kok. Kekayaan tidak ada, gelar tidak ada, yang ada adalah pribadi kita dengan Tuhan, berhadapan dengan Tuhan. Orang yang suka memihak, suka memecah-mecah kelompok, Bapak Ibu Saudara sekalian ya, itu adalah pelanggar hukum – law breaker, kepada Tuhan dan kepada sesama. Pemberontak Allah. Itu adalah wujud tidak mengasihi Allah, dan itu adalah wujud tidak sempurna di dalam kasih.

Bapak Ibu Saudara sekalian, waktu kita ingat kisah Yusuf dengan godaan dari istri dari Potifar, itu kita bisa lihat ada hubungan antara hukum dengan pemberi hukum. Dia memegang hukum, Yusuf ini memegang hukum, ‘Oke, firman Tuhan, moralitas mengatakan: Jangan berzinah!’ Dan akhirnya dia mau bekerja sebaik mungkin di rumahnya Potifar, untuk bisa bekerja bagi Potifar. Dan Yusuf katakan bahwa Potifar itu sudah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaan Yusuf. Dia katakan kepada istri Potifar, yang menggoda Yusuf untuk tidur dengan Yusuf, berzinah dengan Yusuf. Dia katakan kepada istri Potifar yang sedang menggodanya itu, dia katakan bahwa, “Suamimu, ingat suamimu!”

Jadi Yusuf itu waktu menegur ya, Bapak Ibu Saudara sekalian, menegur istri Potifar yang sedang menggodanya, yang akan melakukan dosa, dia nyatakan hukum. Hukum dulu, menyatakan teguran dulu. Karena kasusnya itu, istri Potifar ini harus dihukum dulu, harus dikasih tahu dulu yang benar. Dan cara Yusuf menegur istri Potifar adalah dengan mengatakan, “Suamimu. Ingat kamu itu istri dari seorang suami. Kamu ini punya Potifar. Kamu ini punya suami, ngapain dekat-dekat dengan aku? Ngapain kamu menggoda aku untuk tidur denganmu?”

Yusuf ini menegur ya, menegur istri Potifar dengan cara, “Potifar sudah menyerahkan segala miliknya itu kepada kekuasaanku. Bahkan di rumah ini, tidak ada yang lebih besar kuasanya dariku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari engkau. Aku ini punya kuasa atas seluruh rumah Potifar, seluruh pegawai, seluruh perabotan, seluruh, seluruh ruangan yang ada di rumah ini, tapi aku tidak punya kuasa atas kamu, istri Potifar.” Dan kemudian, Bapak Ibu Saudara sekalian, “Engkau itu istrinya ya…” terus Yusuf itu mengatakan, “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini,” kejahatan yang besar ini satu hal, “bagaimana mungkin aku melakukan pelanggaran akan hukum? Kejahatan dosa ini.” Hukum Taurat maupun hukum moral, hukum sosial pada waktu itu: meniduri istri orang itu perzinahan, dosa. Dan yang kedua, Yusuf katakan, “Berbuat dosa terhadap Allah.”

Jadi waktu Yusuf digoda oleh istri Potifar, dia sebutkan tentang hukum dan pemberi hukum. Tentang hukum yang akan dilanggar oleh Yusuf dan juga istri Potifar. Tetapi sekali lagi, “aku berdosa kepada Allah, Pemberi Hukum.” Jadi, dosa pada hukum tertentu itu berarti kita sedang melawan pribadi yang memberikan hukum tersebut. Perbuatan dosa menjadikan kita seorang pelanggar hukum, dan juga kita menjadikan seseorang yang melawan Allah.

Selanjutnya ayat 10, Bapak,Ibu,Saudara sekalian, Yakobus 2:10 di situ dikatakan, “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah kepada seluruhnya.” Ayat 11, “Sebab Ia yang mengatakan: “Jangan berzinah”, Ia mengatakan juga: “Jangan membunuh”. Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga.” Nah, ini bicara soal apa? Ini bicara soal kesatuan dari hukum. Hukum itu ada 2 jenis, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yaitu hukum secara keseluruhan dan juga hukum yang satu per satu butir dipisahkan dari hukum yang utama itu. Secara keseluruhan satu benda tetapi ada point -point-nya. Nah, waktu melanggar 1 point, berarti melanggar hukum yang besar itu. Semua hukum kita langgar. Nah, ini bicara soal unity of law, kesatuan hukum. Seringkali kita hanya fokus kepada sebutir hukum yang ada, butir hukum itu ada, kita fokus tertentu, tapi mengabaikan hukum yang lain. Tapi, kita rasa kita sudah mentaati seluruh hukum. Nah, ini adalah kegagalan kita dalam berpikir atau menilai hidup kita. “Saya sudah jalankan hari Sabat, saya sudah saat teduh, saya sudah baik.” Tapi lupa untuk menolong sesama. Sama saja, kita itu berdosa. Maka, orang yang terlalu fokus kepada butir-butir hukum, mereka akan rasakan self-righteous, mengatakan diri “Sudah benar kok, saya nggak ada lemahnya kok. Orang lain lebih berdosa daripada saya.” Karena dia hanya fokus kepada butiran hukum itu. Ibarat hukum itu ibarat bentuk virus, virus itu kan ada lingkaran, terus ada bundaran-bundaran, butir-butirnya. Nah, kalau kita sudah langgar hukum satu butir, itu sudah langgar keseluruhannya. Jangan dipisah-pisah. Jangan pikir kita tidak berdosa membunuh, berarti kita lebih baik daripada orang yang sudah berdosa membunuh. Tidak! Sama saja, kita pelanggar hukum karena kita sudah lakukan dosa yang lain. Jangan pikir karena kita tidak berzinah, berarti kita lebih baik dari orang lain. Tidak! Kita juga melakukan dosa yang bukan perzinahan mungkin, atau kita melakukan dosa perzinahan dalam hati. Nah, ini membuat kita nggak akan jadi orang yang sombong kalau kita sadar unity of law, kesatuan hukum. Kita sudah melanggar 1 butir hukum, kita sebenarnya melanggar keseluruhan hukum karena hukum itu 1 kesatuan.

Berzinah atau pun membunuh, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu bicara apa sih? Hukum yang utama itu apa? Itu bicara, kita tidak mengasihi Allah, kita tidak mengasihi sesama, kita tidak mengasihi diri kita sendiri. Maka, waktu kita membunuh sesama itu bentuk kita melanggar hukum yang utama, yang keseluruhan itu adalah hukum kasih. Jangan pikir kita lebih baik dari orang lain ya, kita banyak dosa juga. Kita melanggar hukum yang sama. Karena kita melanggar hukum yang sama, maka kita layak untuk masuk ke neraka semuanya. Apakah hanya orang yang melakukan dosa tidak percaya kepada Tuhan baru dia masuk ke neraka? Tidak. Semua orang yang sudah berdosa apa pun itu, sekecil apa pun, bentuk apa pun, butir apa pun, itu semua layak masuk ke neraka. Karena apa? Melanggar keseluruhan hukum.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Tuhan Yesus pernah mengajarkan sesuatu kepada para murid-Nya dan orang banyak. Yang pertama, Dia bicara soal ahli Taurat dan orang Farisi. Dia katakan bahwa ahli Taurat dan orang Farisi ini sudah menduduki kursi Musa. Kursi Musa ini menyatakan apa? Kursi bicara soal hukum. Musa itu memberikan 10 hukum, menjadi pengantara Allah memberikan hukum-Nya kepada bangsa Israel. Maka ketika ahli Taurat, namanya saja ahli hukum kok ya, kemudian Farisi, ahli mengajar, mengajar Taurat, mengajar Perjanjian Lama itu sudah menduduki kursi Musa. Mereka itu ahli, mereka itu hafal Perjanjian Lama, mereka meneliti seluruh hukum Taurat, dia sudah menduduki kursi Musa. Yesus katakan, “Lakukanlah dan ikutilah segala sesuatu yang mereka ajarkan, tetapi jangan turuti perbuatan-perbuatan mereka. Karena mereka tidak lakukan apa yang mereka ajarkan.” Ini berarti, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang Farisi, ahli Taurat ini belum lahir baru, belum bisa mempraktekkan Firman yang sudah diterima oleh mereka. Mereka belum melihat keselamatan di dalam Yesus Kristus. Berarti, Yesus sedang mengajarkan bahwa orang Kristen bisa belajar dari orang non-Kristen. Orang Kristen bisa belajar dari orang Farisi yang belajar kebenaran Firman Tuhan. Apalagi orang Farisi, orang Yahudi yang menerima Firman Tuhan, bisa belajar dari orang yang tidak tahu Firman, tapi sudah belajar Firman Tuhan, tapi belum lahir baru. Berarti orang Kristen dapat belajar dari orang non-Kristen. Tetapi, Yesus katakan, “Boleh pelajari ajaran-ajarannya, boleh ketahui pandangan-pandangannya, yang tidak boleh adalah melakukan apa yang mereka lakukan. Karena yang mereka lakukan itu tidak sesuai dengan apa yang mereka ajarkan.” Berarti, ahli Taurat dan orang Farisi tidak memberikan teladan hidup.

Maka, waktu kita katakan, “Kamu itu seperti orang Farisi, kamu itu seperti ahli Taurat.” Itu berarti dia ngajarin kebenaran, tapi dia tidak memberikan teladan. Itulah yang disebut orang Farisi dan ahli Taurat. Banyak omong, nggak ada perbuatannya mana? Tindakannya mana? Kasihnya mana? Keadilannya mana? Nah, ini sulit sekali ya, sulit sekali bagi banyak pengajar. Makanya di dalam kitab Yakobus juga katakan bahwa, “Jangan banyak orang yang ingin menjadi guru.” Karena kalau jadi guru, berarti kamu dihakimi. Kamu sudah ngomong ya, sudah ngomong nih, lakukan nggak? Terus, yang di bawah itu pendengarnya menghakimi, “Oh, kamu orang Farisi! Kamu ahli Taurat ternyata.” Kan tidak lakukan. Oh, mengerikan ya, sebagai guru itu pekerjaan yang sulit karena bisa membuat orang itu terjatuh, bisa membuat orang itu benci kepada dirinya juga ya, dan lain-lain.

Nah disini, dalam konteks ini, Yesus itu mengajarkan bahwa, “Ayo kita belajar hukum Taurat Musa.” Kalau orang Farisi dan ahli Taurat bicara soal Perjanjian Lama, mengajarkan Firman Tuhan dalam hukum Taurat, kita lakukan. Kita belajar hukum Taurat dari mereka nggak papa. Tapi sayangnya, mereka itu tidak punya motivasi kasih di dalam mempelajari Firman Tuhan. Itu kelemahan dari orang Farisi dan ahli Taurat. Sehingga Yesus setelah mengajarkan hal tersebut, point pertama, yang kedua adalah Yesus mengecam, menegur. Menegur orang Farisi dan ahli Taurat dengan katakan, “Hai, kamu orang-orang munafik! Perpuluhan kamu berikan, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan.” Yaitu apa? Keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan. Keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan ini bicara soal royal law, bicara soal hukum kerajaan. Hukum kerajaan itu ada apa? Keadilan. Hukum kerajaan itu ada apa? Belas kasihan. Yesus tambahkan, hukum kerajaan itu ada bicara soal kesetiaan, ketekunan untuk bisa melakukan hukum maupun kasih. Untuk bisa menjalankan kasih maupun keadilan itu butuh kesetiaan, setia dengan seimbang dengan pemahaman yang komprehensif, bijaksana ya, itu penting. Yang satu harus dilakukan, dan yang lain jangan diabaikan. Yesus tegur orang Farisi.

Teguran Yesus Kristus pun, sebenarnya ini teguran yang penuh keadilan sekaligus penuh kasih. Yesus bisa melihat sisi positif dari orang Farisi dan ahli Taurat. Yesus tidak hanya memandang negatif, “Udah jangan ikuti! Nggak usah dekat-dekat dengan dia!” Tapi Yesus katakan, “Kamu bisa pelajari ajaran dia. Nggak papa terima. Tapi hati-hati dengan kelakuannya.” Dan Yesus tegur orang Farisi, “Kamu ini orang-orang munafik! Perpuluhan kamu berikan, tapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan.” Keadilan, belas kasih, dan kesetiaan. Ahli Taurat dan orang Farisi terlalu fokus hanya kepada Taurat saja, dan lupa kasih akan Tuhan. Mereka jalankan terus kewajiban seluruh hukum. “Saya sudah ngapain saja?” diingat, dicatat, sampai mereka mendefinisikan atau menafsirkan 10 hukum Taurat itu di dalam 613 butir, point, ya harus ngapain saja. Jadi, bentuk dari hukum itu, mereka itu fokus kepada 10 hukum Taurat. Bagi mereka ini adalah hukum yang utama, yang secara keseluruhan bentuknya adalah hukum Taurat, butirnya itu ada 613. Ini berbeda dengan hukum kasih orang Kristen. Hukum kasih orang Kristen adalah hukum kasih, kasih kepada Allah, sesama, dan diri kita sendiri, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Terus, butirnya baru 10 hukum Taurat, dan banyak lagi perbuatan baik yang lainnya. Ini beda, beda cara pandang terhadap hukum. Orang Farisi itu hukum dan hukum, tetapi orang Kristen kasih dan hukum. Ini mengerikan ya. Akhirnya mereka terjebak dalam Taurat, Taurat, Taurat. Salah sedikit, “Kamu berdosa!” begitu ya. Tapi nggak ada menolong dia. Nggak ada ngasih tahu, nggak berbelas kasihan kepada dia, nggak ada mengasihi orang tersebut. Ya bagaimana ya. Susah sekali ya. Tidak ada yang mau datang terus kepada hakim, kan. Ada Bapak,Ibu,Saudara sekalian suka ke persidangan, ke Pengadilan Negeri? “Saya pengen deh seminggu sekali datang ke Pengadilan Negeri, ketemu sama hakim, gitu ya. Supaya saya dihakimi terus. Salah apa salah apa.” Nggak ada Bapak,Ibu,Saudara sekalian, yang suka kaya begitu. Orang itu datang kepada Bapa dulu. Bapa yang penuh kasih. Bapa yang penuh kasih, Bapa itu juga akan menegur dengan kasih.

Nah itu ya, kekristenan itu tidak boleh lepas dari aspek Taurat dan Injil. Dua-duanya itu harus ada. Taurat bicara soal hukum, Injil bicara soal kasih. Taurat dan Injil adalah esensi di dalam kekristenan. Tanpa Taurat, kita akan hidup sembarangan dan bebas. Tanpa Injil, maka kita hidup maka akan menjadi kaku, tidak ada pengampunan, adanya penghakiman semata. Nah, ini kita perlu perhatikan. Apakah hidup kita hanya berdasarkan Taurat, Taurat, Taurat saja? Lupa Injil. Atau kita bicara soal Injil, Injil, Injil saja, dan lupa Tauratnya? Padahal, balik lagi konsep ini selalu akan berulang. Orang yang menjalankan hukum Taurat dengan benar pasti ada Injilnya. Sedangkan orang yang menjalankan Injil dengan benar pasti ada Tauratnya. Karena kita terlalu lemah, kita suka pisahkan, pisahkan, pisahkan, pisahkan sehingga kita harus diingatkan. Kalau kita terlalu jauh kepada Taurat, kita perlu Injil. Kalau kita terlalu jauh kepada Injil, lupa Taurat, kita perlu Taurat. Kita perlu seimbang dua-duanya. Jangan lepaskan salah satunya. Dan waktu kita teliti Taurat yang sejati, di dalamnya ada Injil. Dan waktu kita teliti Injil yang sejati, di situnya juga ada hukum. Tidak terpisah-pisah seperti itu ya.

Maka, kalau kita lihat, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di dalam kisah penciptaan itu ada 2 kovenan. Pertama-tama, Tuhan kasih kovenan Taurat. Yaitu kovenan apa? Kovenan kerja. “Adam, kalau kamu makan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat, kamu akan dihukum, kamu akan mati. Tapi kalau kamu taat, kamu akan diberkati.” Ini bicara soal hukum. Kovenan kerja. Kamu kerja, diberkati. Kamu taat, selamat. Kamu tidak taat, tidak kerja, akan rugi, akan binasa. Setelah akhirnya Adam dan Hawa gagal, tidak percaya kepada Tuhan, melakukan dosa, Tuhan kasih kovenan yang lain, yaitu apa? Injil. Tuhan kasih kovenan anugerah, “Aku akan mengadakan permusuhan dengan Iblis dan kamu ini menjadi umat-Ku.” Kovenan anugerah bicara Tuhan kasih keselamatan, kita menjadi umat-Nya. Kovenan kerja bicara soal hukum, kovenan anugerah bicara soal kasih. Kekristenan kita akan terus ya. Ada fungsi Taurat, fungsi Injil yang akan terus kita alami. Inilah unity of the law. Taurat dan Injil tidak boleh dipisahkan.

Ayat 12, “Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang.” Ini unik ya. hukum itu biasanya sepertinya mengikat, tapi disini paradoks, justru kita dihakimi oleh hukum yang memerdekakan. Apa itu hukum yang memerdekakan? Apa itu law of freedom? Itu adalah Taurat dan Injil. Hukum Taurat dan hukum kasih. Itu adalah hukum yang memerdekakan kita. Di dalam ayat 12 ini, Yakobus menasehati kita untuk berhati-hati di dalam kehidupan. Bahkan ekstrim sekali, Yakobus ini menasehati kita itu berlaku dengan hati -hati, berbicara dengan hati-hati seperti seorang terdakwa. Seperti seorang yang dihakimi oleh hakim. Itu orang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau dihakimi di persidangan, wah itu hati-hati. Dia salah sedikit saja bisa dihakimi, dia salah ngomong saja, wah pengacara itu bisa membuat penipuan ya, kasus-kasus story-nya sendiri ya. Jaksa penuntut juga bisa memakai argumennya untuk menyalahkan dia. Itu sulit sekali. Tapi di sini Yakobus katakan, kita bertindak, berlaku, berkata-kata seperti di persidangan. Susah ya. “Wah, saya lakukan ini nanti orang mikir apa? Wah, saya lakukan ini saya jadi batu sandungan nggak? Saya lakukan ini salah nggak ya?“ Wah, dihakimi. Seperti ada ketakutan yang besar. Ini gambarkan suasana pengadilan. Ini penekanan dari Yakobus juga waktu di dalam mempraktekkan Firman Tuhan.

Waktu kita memikirkan pengadilan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di situ ada beberapa aspek ya. Pertama, di pengadilan itu nggak bisa ha-ha hi-hi. Ya, bercanda-bercanda nggak bisa kan ya ketawa-ketawa, harus serius. Serius, serius, serius. Dalam sense tertentu, dalam saat tertentu, aspek tertentu, ibadah kita juga kan serius. Serius karena apa? Tuhan lho, hadir, Allah yang melebihi hakim. Tapi ingat juga, Allah juga adalah Bapa yang mengasihi. Jadi kita akan melihat, waktu kita datang ke gereja, ke rumah Tuhan, menjalankan hari Sabat, Tuhan memperkenalkan diri sebagai Allah Hakim, mau pun Allah sebagai Bapa, Allah Bapa. Tetapi ingat, Allah mengidentifikasikan diri-Nya sebagai Allah Bapa, Allah yang penuh kasih. Jadi kita datang ke rumah Tuhan itu selalu dipenuhi kasih, tetapi ada keadilannya juga. Ada keadilannya bagaimana? Kita harus bersikap hormat. Masa ada yang makan waktu ibadah? Masa ada yang main HP, chat WA, lihat WA, Instagram. Itu kan nggak hormat kan ya. Masa ada yang, kalau di ibadah Pak Tong, harusnya ibadah, Tuhan juga, di ibadah Tuhan, kalau ada yang jalan-jalan pas ibadah, pas khotbah, ditegur misalkan. Pak Tong selalu nasehati, kalau ada yang jalan-jalan pas ibadah, buang semua dulu, sebelum ibadah dibuang semua. Itu Pak Tong ya. Pengkhotbah juga gitu kan, pengkhotbah ini, kalau saya tahan apa yang ada di dalam diri saya, bisa nggak khotbah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau nggak tahan. Tapi kan pengkhotbah tahan, tahan, tahan. Berarti kan sebelum ibadah harus buang kotoran dulu, buang air dulu di toilet. Itu menunjukkan apa? Hakim. Berlaku seperti kita dihakimi, berkata-kata seperti kita dihakimi. Serius, tapi ada perlu kasih juga. Kadang-kadang Pak Tong juga nggak tegur juga kok kalau yang jalan-jalan pas ibadah. Ya, sudah lihat tapi kadang-kadang dibiarin lah. Sudah, mungkin lagi fokus dalam khotbah, ya sudah-lah ya. Tapi kadang-kadang dia tegur juga. Pas lagi dengar khotbah, ada yang jalan-jalan kayak gitu, tegur saja. Kadang-kadang itu menunjukkan keadilan. Di satu sisi juga kasih.

Nah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau kita lihat di pengadilan itu ada bukti-bukti, ada penilaian, ada argumen, pokoknya itu semua serius ya. Dalam seluruh surat Yakobus ini, Yakobus menekankan perbuatan dan perkataan. Dan orang yang beriman itu perbuatannya harus benar dan harus baik. Iman tanpa perbuatan itu mati. Dan di sini, Yakobus memberikan prinsip agar kita menjalani kehidupan itu dengan penuh pertimbangan. Sulit sekali. Apalagi waktu banyak orang, kita melakukan apa, konteks tertentu bisa dianggap salah, dihakimi orang ya, dan lain-lain. Kita betul-betul menjaga kehidupan kita. Kita takut orang lain jadi terjatuh, atau berpikiran buruk, negatif, kita tidak ingin menjadi batu sandungan. Istilah lainnya, Yakobus menekankan harus hidup suci, harus hidup kudus. Allah itu kudus. Kalau kita berhadapan dengan Allah yang kudus, kita serius kok, nggak akan bercanda-bercanda gitu ya. Nggak akan santai, nyaman, terlalu santai hidupnya ya. Kita itu harus hidup tanpa cela. Itu yang Yakobus dorong kepada pembacanya. Perasaan takut salah, perasaan gentar muncul kepada orang yang dihakimi. Wah, padahal benar lho.

Waktu sekolah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, saya waktu SD ingat sekali ya kisah SD. Ada guru yang bertanya, ”Siapa yang membuka jendela ruangan ini?” Wah, semua pada takut. Padahal saya nggak buka, tapi saya gelagatnya itu kaya saya yang buka ya. karena apa ya? Karena seolah-olah saya yang dihakimi. Takut. Dan ini gelagatnya saya, akhirnya gurunya kesannya seperti menuduh saya. Tapi nggak ya. Tapi orang yang dihakimi itu rasanya nggak tenang, kaya gitu ya. Nggak tenang, ada ketakutan salah. Nah, bersyukur Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Yakobus menambahkan waktu kita dihakimi itu, kita dihakimi bukan oleh hukum-hukum saja, tapi hukum yang memerdekakan. Hukum yang membebaskan. Hukum yang ada kasihnya. Hukum yang ada toleransinya. Hukum yang ada Injilnya. Hukum yang membebaskan sehingga kita bisa hidup bebas di dalam Firman Tuhan. Seperti ikan hidup di kolam, dia bebas. Karena ada aturan apa? Ada aturan wadah yang tidak bisa kebocoran dan juga ada airnya. Air yang bersih supaya ikan itu bisa hidup. Tapi kalau ikan itu tanpa hukum, dia hidup di daratan bebas kan mau di air mau di daratan. Dia justru kalau di daratan nggak ada hukumnya, hukum ikan itu, maka ikan itu akan mati. Justru harus di hukum yang membebaskan baru kita bisa hidup dengan leluasa. Demikian kita harus hidup dalam Firman Tuhan, baru kita bebas di dalam Firman Tuhan, kita leluasa. Di luar Firman Tuhan, kita tidak bisa apa-apa. Di luar Kristus, kita akan mati.

Ayat 13, ayat terakhir, “Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman.” Ini adalah ayat yang sulit, sulit untuk kita mengerti. Maksud Yakobus apa? Kenapa Yakobus itu menjejerkan belas kasihan dan penghakiman? Kenapa ya? Bahkan dikatakan oleh Yakobus di kalimat terakhir, “Belas kasihan menang atas penghakiman.” Apakah belas kasihan dan penghakiman ini terpisah? Apakah belas kasihan dan penghakiman ini menjadi kompetisi? Ya bersaing sehingga harus ada menang dan kalah. Kenapa Yakobus itu menjelaskan hal ini? “Belas kasihan menang atas penghakiman.” Maksudnya apa? Kita pelajari kalimat yang pertama dulu. “Penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tak berbelas kasihan.” Mari kita buka Injil Matius 7:2 kita akan lebih mudah mengerti ketika kita baca ayat ini. Mat. 7:2 kita baca bersama-sama. “Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” Ini bicara soal tabur tuai. Ya, kalimat yang pertama ini dalam ayat yang ke-13 itu bicara soal tabur tuai. Bicara soal apa? Bicara soal, kalau kamu melakukan penghakiman yang ini, kamu pun akan dihakimi seperti demikian. Kalau kamu melakukan penghakiman yang tanpa belas kasihan, itu juga berlaku atas orang yang tak berbelas kasihan. Ada juga penghakiman yang tak berbelas kasihan, yang kita alami. Ini unik ya. Sulit sekali ya. Kita menghakimi orang dengan tak berbelas kasihan, ada satu waktu juga kita dihakimi orang dengan tak berbelas kasihan. Ini hukum tabur tuai.

Alkitab tidak mengajarkan kita menghakimi sembarangan tanpa belas kasihan, tetapi Alkitab mengajarkan kita menghakimi dengan adil. Yang namanya adil itu ada kasih, yang namanya kasih itu ada adil ya. Jadi, kita bisa belajar belas kasihan itu bisa ada unsur keadilannya, dan penghakiman juga harus ada unsur kasihnya. Nah, orang yang punya belas kasihan itu dan keadilan yang sejati itu adalah orang yang beriman. Orang yang hanya belas kasihan tanpa keadilan itu kurang beriman. Orang yang menghakimi tanpa belas kasihan itu juga kurang beriman. Orang yang beriman adalah jalankan 2 hal ini, belas kasih dan adil. Di sini kita bisa mengerti bahwa penghakiman orang Kristen itu harus ada belas kasihannya. Jangan sebatas salah apa, dapat konsekuensi. Dipukul, mana pelukannya? Dipeluk, kalau salah mana pukulannya? Nggak bisa ya. Kalau dipeluk terus, dipeluk terus, dipeluk terus, berdosa besar. Kalau dipukul terus, dipukul terus, dipukul terus, jadi keras, berdosa besar juga. itu manusia ya, kita lemah memang. Di sini kita bisa mengerti bahwa harus ada aspek-aspek yang lain. Kita lihat aspek-aspek yang lain waktu kita menghakimi seseorang. Sekarang ambil contoh saja ya. Ambil contoh dosa membunuh. Terus kita mau menghakimi dengan belas kasihan, dengan adil, caranya bagaimana? Kita ada dosa membunuh ya. Dua orang melakukan dosa yang sama, dosa membunuh. Mereka salah terhadap hukum “Jangan membunuh”. Dua-duanya salah. Kalau kita mau sebatas adil saja, ya sudah hukum. Hukuman pembunuhan apa sih? Ya udah, langsung laksanakan. Tetapi kalau mau adil, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita lihat motivasinya. Kita kenal orangnya seperti apa. Kita tahu track record-nya seperti apa. Kemudian kita cari tahu apakah pembunuhannya, ya sederhanalah kita pisahkan apakah sengaja atau tidak disengaja. Oh, ternyata ketika diteliti, ternyata ini satu sengaja, satu tidak disengaja. Nah, baru kita bisa memberikan penghakiman dengan kasih, dengan adil. Karena kita cari tahu, “Kenapa kamu membunuh?” Sengaja, tidak sengaja, direncanakan, tidak direncanakan, itu beda penghakimannya. Kalau kita sebatas hanya, “Ah, membunuh! Ah kamu narapidana masuk penjara!” Sudah, nggak peduli. Itu adalah penghakiman yang nggak jelas ya. itu penghakiman yang tidak adil.

Di Amerika, Bapak, Ibu, Saudara, ada seorang hakim yang penuh belas kasihan. Dia terkenal di Amerika. Namanya Frank Caprio. Dia bertugas sebagai hakim ketua di pengadilan negeri Kota Providence, Amerika Serikat. Unik ya, nama kotanya itu Providence, pemeliharaan Tuhan, kurang lebih gitu ya. Sama seperti kota yang bagus di Indonesia, namanya Kota Kudus, itu adalah kota yang suci. Tapi ada Kota Malang, itu kotanya malang. Nah, ini adalah Kota Providence. Sampai ada acara televisi yang membuat penghakiman dia yang penuh belas kasihan itu dengan judul ‘Caught in Providence’ Ditangkap di Kota Providence, dan dihakimi dengan providence of God, kurang lebih kaya gitu. Dihakimi dengan adil dan kasih. Nah, ini Frank Caprio terkenal, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bahkan menjadi masuk televisi, hakim ketua ini. Khususnya penayangan di film atau di Youtube itu bicara soal persidangan di lalu lintas, persidangan kasus lalu lintas. Apakah kecepetan, speeding terlalu cepat kendaraannya, atau ya melanggar lampu lalu lintas. Dan beberapa hal yang saya pelajari ketika menonton penghakimannya Frank Caprio, dia itu bertugas sebagai hakim tapi pendekatannya sebagai Bapa. Dia hakim, semua orang tahu dia hakim ketua yang menentukan vonisnya apa, tapi dia pendekatannya sebagai Bapa. Ini unik ya. Ini hal yang kita pelajari bagus sekali. Dia banyak tanya. Dia hakim itu banyak tanya, dengan tulus meminta bahkan terdakwa itu cerita, “Kenapa sih kamu begitu?” kemudian ditayangkan di CCTV. “Kamu mau lihat kesalahan kamu apa?” Diperlihatkan. Terus kemudian si terdakwa itu melihat, dilingkari videonya bahwa dia melakukan kesalahan, mobilnya itu atau motornya ya. Tetapi, uniknya Caprio ini terus berusaha mengenal background terdakwa tersebut. Bahkan, kalau ada keluarga yang menonton sidang tersebut, penghakiman tersebut, terus diminta berdiri. Jadi dia menghormati keluarga daripada si terdakwa tersebut. Diminta berdiri, bahkan disuruh maju ke depan juga untuk ditanya-tanya, diwawancara. Terus, kalau ada seorang anak kecil, anak dari terdakwa itu, dia suka panggil, “Ayo, ke sidang, ke mimbar!” kurang lebih kaya gitu ya. Ke sidang, ke mimbar itu terus ditanya, si Frank Caprio bilang bahwa kamu, anak kecil itu yah, bisa jawab guilty or not guilty. Bisa katakan salah atau tidak salah. “Sekarang saya tanya, papamu begini, begini,begini, dan begini. Jawaban kamu apa?” “Guilty!” Wah, pada ketawa semua ya di persidangan. Anaknya sendiri bilang papanya salah. Nggak ada toleransinya, karena itu anak-anak. Anak-anak itu kalau salah ya salah, kalau benar ya benar. Tapi, orang yang dewasa, hakim ketua ini pengalaman sekali ya, sudah berapa kasus dia tangani. Papanya salah, betul, tapi track record-nya ini hanya baru terjadi satu kali. Lagian pelanggarannya cuma terobos lampu merah sedikit saja. Terus kecepatannya lebih sedikit saja. Udahlah, the case is dismissed. Berarti dikatakan apa? Not guilty. Anak kecil bilang guilty, tapi si Frank Caprio, hakim ketua itu bilang not guilty, udah beres kasusnya. Cuma dinasehati, “Hati-hati ya, jangan sampai seperti itu lagi. Jangan kamu melanggar lalu lintas lagi.” Sudah kasus ini beres. Nggak usah ada denda, nggak usah ada hukuman, pulang.

Nah, Bapak,Ibu,Saudara sekalian, orang yang dewasa itu bisa demikian. Bisa menjalankan hukuman, bisa menjalankan kasih. Dan di antara menjalankan kasih itu ada keadilan, waktu menjalankan hukum, di situ ada kasihnya. Nah, ini unik ya, dia hakim yang berpengalaman dan dia jadi terkenal ya. di Youtube, di Amerika itu, di Kota Providence yang sedikit. Kota itu populasinya paling 200.000 orang. Mereka itu sangat menghormati hakim yang penuh belas kasihan ini. Ini adalah cara kita menghakimi. Cara menghakimi itu bukan tahu salahnya apa saja, tapi tahu kenapa, tahu pribadinya, kenal dia, mau dengar ceritanya, perhatikan gelagatnya dengan baik, jujur atau bohong, memberikan penghakiman yang seimbang.

Kalimat kedua, “Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman.” Nah, ini jangan salah kita mengerti bahwa belas kasihan itu terpisah dari penghakiman, dan seolah-olah Yakobus itu menekankan belas kasihan saja, melupakan penghakiman, bukan. Tetapi belas kasihan itu justru selaras dengan keadilan dan hukum. Peribahasa bahasa Inggris itu lebih tepat kita bisa mengerti tentang ayat ini, yaitu apa? Mercy crows over judgement. Belas kasihan memenuhi penghakiman itu maksudnya ayat ini. Belas kasihan itu dinyatakan ketika ada penghakiman. Penghakiman itu lebih agung, lebih mulia, ketika ada belas kasihan. Penghakiman itu akan disertai belas kasihan, itu yang baik. Mari kita buka Alkitab kita, Zakaria 7: 9, ini menekankan dua aspek ini. Zak. 7: 9 kita baca bersama-sama, “Beginilah firman TUHAN semesta alam: Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing!” Firman Tuhan sendiri sudah bilang bahwa laksanakanlah hukum dengan ketat. Kerjakan dengan sebaik mungkin, semaksimal mungkin kita bisa taat Tuhan seperti apa. Tapi jangan lupa jalankan kesetiaan dan kasih sayang kepada sesama kita juga dengan maksimal. Inilah yang kita bisa lihat, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Kasih dan anugerah itu selalu ada dalam kehidupan kita. Waktu Tuhan pilih bangsa Israel sebagai umat pilihan-Nya, tapi di dalam bangsa Israel sendiri ada orang yang bukan umat pilihan, ada orang yang menyembah berhala. Tetapi waktu Tuhan tidak pilih bangsa Moab, Tuhan tidak katakan bangsa Moab ini umat pilihan Tuhan. Tapi Tuhan pilih Rut untuk jadi nenek moyang Yesus Kristus. Bukankah itu menjalankan hukum dan kasih? Waktu bangsa Israel menjadi umat pilihan, tidak semuanya adil, tidak semuanya setia kepada Tuhan. Tuhan hukum. Di situ kita bisa melihat ya jejak-jejak kasih dan keadilan Tuhan. Apa yang kita bisa lakukan, mari kita nyatakan belas kasihan dan keadilan kepada sesama manusia. Minta kepada Tuhan supaya saya bisa jalankan kasih sekaligus keadilan. Bisa jalankan keadilan sekaligus kasih. Kita mau melakukan perbuatan baik. Dan kiranya perbuatan baik yang penuh kasih itu menjadi gaya hidup kita masing-masing.

Saya tutup dengan satu ilustrasi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Ada seorang petani yang memiliki baling-baling cuaca. Balingbaling cuaca itu yang ada di atas rumah atau di atas tiang, yang ada tanda panah Utara, Selatan, terus biasanya ada gambar ayam atau burung yang muter-muter. Nah, itu adalah tanda baling-baling cuaca. Jadi, petani ini melihat cuaca dari baling-baling tersebut apakah takutnya hujan atau tidak. Dan yang uniknya ada di panah itu ya, di tanda panah itu ada kata-kata ‘God is love’. Seorang pejalan kaki masuk ke pintu gerbang dan bertanya kepada petani itu, “Maksudnya apa? Kok di tanda baling-baling cuaca itu ada ‘God is love’. Maksudnya apa?” Terus dia mulai menghakimi. “Apakah maksud kamu adalah kasih Tuhan dapat berubah? Dapat berubah-rubah terus gitu ya. berubah-rubah seperti angin yang berbelok-belok ditiup angin? Terus jawaban petani itu, “Oh, tidak! Justru tidak demikian. Kasih Allah itu tidak berubah-rubah. Maksud saya adalah, kemana pun angin bertiup, God is love.” Ke mana pun angin bertiup, mau ke Utara, Selatan, Timur, Barat, Tuhan itu tetap mengasihi kita. Tetapi, saya tambahkan ya dari kisah ini, bukan hanya Tuhan mengasihi kita, tetapi juga Tuhan adil. Apa pun segala konteksnya, Yesus sudah memberikan teladan bahwa hidupnya itu menjalankan kasih dan keadilan. Kemana pun situasi dan kondisi yang kita ada, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ingat Tuhan itu tetap mengasihi kita dan Tuhan juga adalah Allah yang adil yang terus menyertai kehidupan kita. Kita ingat dalam segala kondisi apapun, God is love, God is justice. Mari kita berdoa bersama-sama.

Bapa kami yang di Surga, kami bersyukur Tuhan, pada pagi hari ini boleh kembali mendengarkan Firman Tuhan. Ajar kami Tuhan, hidup di dalam kasih Tuhan. Ajar kami Tuhan untuk bisa menjalankan keadilan Tuhan juga. Berikan kami bijaksana untuk bisa membedakan keduanya dan juga menyatukan keduanya. Kiranya Tuhan berikan kami kekuatan dari Yesus Kristus sendiri, supaya kami bisa meneladani apa yang Yesus Kristus sudah kerjakan di dalam kehidupan di Bumi ini. Peliharalah iman kami, Tuhan. Ajarlah kami terus senanti-asa memikirkan perbuatan baik dan juga melakukan perbuatan baik. Baik kepada Allah, baik kepada sesama kami manusia, maupun kepada diri kami sendiri. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kami yang hidup kami sudah berdoa. Amin.

 

Transkrip Khotbah ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah.