Surat Kepada Jemaat di Efesus, 3 Juli 2022

Why. 2:1-7

Pdt. Handi Gunawan

Satu bagian yang mengingatkan kepada kita, bukan saja kepada gereja Efesus, tetapi juga kepada kita sebagai gereja Tuhan di tempat ini, khususnya di GRII Jogja. Bagaimana kita boleh belajar apa yang baik, yang kita bisa lihat di dalam gereja Efesus, dan apa juga yang buruk yang terjadi di sana. Dan kiranya kita boleh mengaplikasikannya di dalam kehidupan kita. Cukup menarik bahwa surat kepada 7 jemaat di Kitab Wahyu ini kita bisa lihat strukturnya secara garis besar itu sama, begitu ya. Nanti kita lihat misalnya dari Efesus, nanti ada Smirna, ada Filadelfia, dan yang lainnya, secara struktur itu mirip.

Nah kita boleh lihat yang pertama adalah perintah untuk menulis surat, “tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus tentang ini.” Perintah untuk menulis surat. Selanjutnya dilanjutkan dengan penjelasan tentang Kristus. Kristus di dalam bagian ini dijelaskan di ayat yang pertama, “Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu.” Jadi definisi, atau penjelasan tentang Kristus. Menariknya penjelasan tentang Kristusnya juga lain-lain gitu ya, dan penjelasannya nanti ada hubungannya dengan peran Kristus di dalam gereja atau di dalam jemaat mereka masing-masing. Selanjutnya kita boleh lihat bukan saja ada perintah untuk menulis surat, bukan saja penjelasan tentang Kristus, tapi juga ada pengenalan Kristus akan apa yang terjadi di dalam gereja, begitu ya. Ada pengenalan akan Kristus apa yang terjadi di dalam gereja. Dan pengenalan akan Kristus ini diwujudkan dengan dua hal, yaitu yang pertama pujian kepada hal yang baik, yang kedua adalah teguran kepada hal yang buruk. Karena Kristus mengenal gereja-Nya ada yang baik, ada yang buruk di dalamnya. Nanti kita bisa menyaksikan bahwa di berbagai gereja di 7 jemaat ini ternyata ada juga yang jelek semua, tapi ada juga yang banyak sekali bagusnya. Nah itu yang kita boleh sama-sama saksikan. Kalau di jemaat Efesus ada mix, gitu ya, ada yang bagusnya dan ada juga yang jeleknya.

Setelah itu struktur surat selanjutnya adalah bukan saja apa yang baik yang dipuji Kristus, tapi juga apa yang buruk yang ditegur oleh Kristus, tapi juga ada panggilan untuk mendengarkan apa yang Kristus katakan. Dan khususnya juga panggilan untuk bertobat dari kesalahan-kesalahan mereka. Dan terakhir, setiap suratnya, ditutup dengan janji akan kehidupan bagi mereka yang menang. Nah janjinya itu semuanya berkaitan dengan hidup yang kekal, tetapi penjelasannya bisa sangat berlainan. Nah kalau di dalam jemaat Efesus ini, di ayatnya yang ke-7, kita bisa lihat, janji tentang kehidupan yang kekal, “Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah.” Nah ini adalah janji kehidupan yang kekal. Jadi pembahasannya akan selalu seperti itu strukturnya, baik dari surat Efesus maupun juga di dalam surat yang lain.

Kita coba mulai dari pembahasan yang pertama, dari ayat yang pertama, ”Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu.” Nah tidak terlalu mengherankan ketika suratnya pertama kali itu disampaikan kepada malaikat jemaat di Efesus karena Efesus adalah dari 7 jemaat itu adalah yang paling besar, kotanya yang paling besar, kotanya yang paling megah. Kita bisa mengenal bahwa Efesus itu di dalam kerajaan Romawi salah satu kota yang terpandang. Nah kita bisa lihat penduduknya sekitar 250.000 jiwa pada masa itu. Kalau dibandingkan masa sekarang ya nggak terlalu kaget gitu ya, nggak terlalu, “Wah 250.000 orang sedikit lah ya dibandingkan dengan kota Jogja yang jutaan, begitu, apalagi dibandingkan dengan kota Jakarta yang lebih dari 10 juta. Wah nggak ada apa-apanya.” Tapi di masa itu, 2000 tahun yang lalu, ini jumlah yang sangat besar. Kita kalau tidak salah, kalau melihat data, kira-kira tahun 1900 saja penduduk dunia secara total baru sampai 1 milyar. Memang perkembangannya sampai masa sekarang itu cepat karena ya pasti eksponensial ya pergerakannya, 1 orang menikah anaknya bisa 3, anaknya bisa 4, pasti akan lebih cepat lagi. Tapi pada waktu itu salah satu yang terbesar di kerajaan Romawi adalah kota Efesus ini.

Selain kotanya besar, kotanya juga terkenal sebagai pusat berbagai macam hal. Yang pertama adalah pusat ekonomi karena di sana ada pelabuhan yang terkenal dan juga banyak jalan utama dari provinsi-provinsi di dalam kerajaan Romawi itu akan berpusat, akan melewati Efesus. Sama seperti Jogja mungkin ya, banyak dari jalan-jalan di sekitarnya, kota-kota sekitarnya yang lebih kecil akan bermuara ke Jogja, demikian juga Efesus. Nah di sisi yang lain, bukan saja pusat ekonomi tapi juga pusat seni. Di Efesus ada teater yang demikian besar yang bisa mencakau kira-kira mencakup 25.000 orang. Jadi benar di sana juga adalah pusat seni yang sangat penting. Di sisi yang lain, yang ketiga adalah juga pusat dari ibadah. Efesus bukan saja pusat ekonomi, bukan saja pusat seni, tetapi juga pusat ibadah karena di Efesus banyak sekali kuil-kuil yang ada, baik kuil penyembahan kepada kaisar Romawi, maupun juga kuil yang paling terkenal pada masanya adalah kuil dewi Diana atau Artemis, dewi kesuburan yang sangat terkenal pada waktu itu.

Nah kalau kita mau bandingkan, kira-kira sebesar apa kuil Artemis pada waktu itu menurut kesaksian sejarah, kira-kira besarnya itu 4 kali Parthenon di Athena. Kalau kita lihat, sering ya, kalau foto Athena, kota Athena, biasanya ada Parthenon, kuil Athena itu yang masih kita bisa lihat bentuk secara luarnya. Nah Efesus ini ada Dewi Artemis yang besarnya 4 kali lipat dari itu. Jadi kita bisa bayangkan gedenya seperti apa. Dan tidak aneh tentunya akhirnya masuk juga ke dalam salah satu dari keajaiban dunia pada masa itu. Kuil yang demikian besar, kuil yang demikian menonjol pada masanya. Nah ini yang kita boleh lihat sama-sama.

Dari kurang lebih latar belakang kota Efesus seperti ini makanya kita tau, nggak terlalu aneh kalau memang pertama kali suratnya ditujukan kepada Efesus, karena kota yang paling besar, kota yang paling signifikan. Kekristenan masuk ke Efesus itu melalui pelayanan rasul Paulus dan juga kita boleh melihat nanti selanjutnya ada Awkila ada Priskila dan juga Timotius, dan rasul Yohanes juga memulai pelayanannya di sana, dan meneruskan pelayananya di sana. Itu yang kita boleh lihat sama-sama di dalam bagian ini.

Saya lanjutkan, di ayat yang pertama kembali, “Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus”. Nah ini adalah satu hal yang cukup bingung biasanya kita melihatnya, ”Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus”. Nah seperti apa malaikat jemaat di Efesus itu maksudnya? Nah pengertiannya banyak hal. Yang pertama misalnya bahwa setiap gereja itu ada malaikat yang memperhatikan, ada yang pengertian seperti ini. Tapi ada juga pengertian-pengertian yang lain, yang membahas tentang malaikat jemaat di Efesus. Nah di dalam bagian ini kita boleh lihat, ”Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu.” Untuk lebih mengerti apa artinya 7 bintang, apa artinya 7 jemaat, kita bisa buka 1 bagian Firman Tuhan dari Wahyu 1, kita coba lihat Wahyu 1:20, seperti apa ya, ijinkan saya untuk membacanya untuk kita bersama, Wahyu 1:20, “Dan rahasia ketujuh bintang yang telah kaulihat pada tangan kanan-Ku dan ketujuh kaki dian emas itu: ketujuh bintang itu ialah malaikat ketujuh jemaat dan ketujuh kaki dian itu ialah ketujuh jemaat.” Nah di sini Kristus memegang ketujuh bintang, dan berjalan di antara ketujuh kaki dian. Ada seorang penafsir yang mengatakan ini lebih melambangkan gereja itu secara rohani daripada secara jasmani, gereja itu secara rohani dan juga jasmani.

Kadang-kadang kita lupa sebagai orang percaya, gereja itu kita pikir gedungnya, gereja itu kita pikir orang-orang yang ada di dalamnya, kita melihat wujudnya, mungkin tiap minggu bahkan kita hitung berapa jumlah jemaat yang hadir. Dan kita terus mencoba jemaat itu terus semakin banyak hadir bersekutu bersama-sama dengan kita. Satu hal yang tidak salah tentunya, ya tidak salah, tapi kadang-kadang yang kita lupa adalah gereja itu pada dasarnya keberadaan gereja itu sifatnya spiritual. Dan ini yang kadang-kadang kita miss gitu ya, sehingga yang kita tekankan adalah metrik-metrik atau satuan-satuan pengukur yang sifatnya itu geologis, yang sifatnya itu fisik gitu. Lupa bahwa gereja itu keberadaannya adalah spiritual. Kita nggak pernah mikir, “Wah kasih itu gimana nih kalau kasihnya di gereja nggak ada lagi? Wah gimana nih, kok di gereja itu banyak senggol sana-sini? Banyak sikut-sikutan sana-sini. Gimana sih kalau gereja itu akhirnya tidak meng-Injil lagi? Gimana sih gereja itu tidak ada kerinduan untuk belajar Firman?” Hal-hal seperti ini kadang-kadang kita nggak hitung, kita hitungnya lebih yang ke arah fisik, fisik, fisik, jumlah jemaat, jumlah jemaat, jumlah jemaat, pelayanan, pelayanan, pelayanan gitu ya, tapi identitas gereja yang sifatnya spiritual, itu yang seringkali kita miss gitu ya.

Itu mungkin bisa menjadi satu perenungan di dalam diri kita pribadi, “Sudahkah gereja saya, baik di GRII Jogjakarta ataupun nanti ada yang di Singapore, Makasar, saya sendiri di Gading Serpong dan BSD, menekankan hal yang sisi ini bukan saja menekankan fisiknya, bukan saja menekankan gedungnya, tapi menekankan sisi spiritual dari keberadaan gereja.” Karena nanti kita boleh lihat sama-sama, gerejanya boleh demikian bagus, gerejanya bisa demikian megah, gerejanya bisa demikian giat, tetapi tidak ada esensi spiritual kehidupan yang sungguh sebagai gereja Tuhan di sana itu Tuhan sangat tidak suka, bahkan Tuhan demikian menegur keras gereja, khususnya, jemaat di Efesus yang keadaannya demikian. Bangunan itu satu hal, jemaat banyak itu satu hal, tapi gereja yang hidup, gereja yang sejati, itu adalah hal yang lain. Dan kiranya kita boleh mementingkan apa yang Tuhan anggap penting bukan kita mengejar hal-hal yang kita anggap penting tapi Tuhan tidak anggap penting. Itu yang kita boleh lihat sama-sama esensi keberadaan gereja itu sifatnya spiritual. Itu yang harusnya kita pentingkan, itu yang harusnya menonjol di dalam kehidupan kita di dalam gereja kita. Itu yang kita boleh lihat sama-sama di dalam bagian ini.

Selanjutnya yang kita boleh renungkan di dalam bagian ini adalah “Kristus berjalan di antara tujuh kaki dian”, ketujuh gereja, Kristus berjalan di antara ketujuh gereja tersebut. Nah dari sini kita bisa mendapatkan satu penghiburan yang besar bahwa Kristus itu tidak pernah jauh dari gereja-Nya, Kristus itu senantiasa hadir di tengah gerejaNya, Kristus itu senantiasa berjalan-jalan di tengah gereja-Nya. Kadang-kadang kita wah, mungkin yang di Jogja ya, tadi saya sempat dengar khotbah pak Dawis pertama ada pembukaan sedikit tentang sharing pembangunan di GRII Jogja ya, wah sudah ada penundaan 5 tahun, berapa tahun gitu ya karena penghalangan dari pemerintah, dan seterusnya, wah pergumulan yang demikian susah. Mungkin kadang-kadang di tengah pergumulan yang dihadapi seperti itu, “Wah ini Tuhan ke mana?” Gitu ya. “Tuhan peduli nggak sama gereja-Nya? Tuhan meninggalkan gereja-Nya atau terus hadir di tengah gereja-Nya?” Dan kiranya kita boleh lihat sama-sama dari ayat yang pertama saja, bahwa Kristus ternyata tidak pernah meninggalkan gereja-Nya. Kristus senantiasa hadir di tengah gereja-Nya meskipun kita boleh lihat sama-sama nanti bahwa jemaat Efesus juga bukan jemaat yang wah hore-hore semuanya gitu ya, semuanya sejahtera, semuanya penuh damai, semuanya penuh segala yang baik. Nggak! Di sana penuh dengan penganiayaan, di sana penuh dengan kesulitan tapi Kristus hadir di tengah gereja-Nya.

Kadang-kadang kalau kita bandingkan dengan rekan-rekan dari kharismatik, kehadiran Tuhan itu senantiasa dicontohkan dengan kehadiran tidak adanya penyakit begitu ya, ekonomi sangat baik, dan juga segala macam hal-hal yang sangat baik secara duniawi. Tetapi kita boleh lihat sama-sama ternyata Tuhan hadir dalam gereja-Nya tidak bisa diukur dengan hal-hal yang seperti itu. Tuhan hadir dalam gereja-Nya, Tuhan memberkati gereja-Nya itu satu hal, bisa Tuhan memberikan keuangan yang baik di tengah gereja-Nya, bisa itu tanda kehadiran Tuhan. Tapi tanda kehadiran Tuhan tidak dibelenggu hanya dengan hal-hal seperti itu. Tanda kehadiran Tuhan juga ditunjukkan Dia tetap hadir meskipun di tengah segala penganiayaan, di tengah segala kesulitan yang ada. Jadi jangan berkecil hati ketika kita, atau gereja kita, atau kehidupan kita secara pribadi sebagai umat Tuhan penuh dengan berbagai macam pergumulan. Itu tidak selalu menandakan Tuhan absen. Tuhan itu senantiasa hadir di tengah jemaat-Nya, di tengah gereja-Nya. Ini yang memberikan kekuatan bagi kita di tengah segala pergumulan yang kita alami sebagai orang percaya atau sebagai gereja, Tuhan itu senantiasa hadir di tengah-tengah kita.

Menariknya kehadiran Tuhan itu tidak semata-mata akan berdampak positif, kehadiran Tuhan itu juga bisa ada kaya dua mata gitu ya. Di satu sisi wah berarti Tuhan juga memperhatikan, melindungi, merawat gereja-Nya, itu satu sisi. Tapi di sisi yang lain, Tuhan juga menegur gereja-Nya, Tuhan juga ada ketidakpuasan terhadap gereja-Nya, Tuhan juga marah terhadap gereja-Nya. Itu yang jangan kita lupa ya, kehadiran Tuhan itu bisa memiliki dua dampak. Nah di sisi yang lain, kita juga jadi gentar sebagai gereja Tuhan, nggak bisa malas-malas nih, di satu sisi saya bersyukur Tuhan senantiasa hadir di dalam gereja-Nya. Iya! Tapi di sisi yang lain juga kehadiran Tuhan membuat saya juga harus hidup seperti apa. Kehadiran Tuhan juga membawa saya harus menjadi kesaksian yang seperti apa. Itu juga yang senantiasa kita sama-sama ingat, sama-sama renungkan. Jangan minta Tuhan hadir, Tuhan hadir, sertai saya, iya. Tapi kita lupa saya harus bertindak seperti apa kalau Tuhan hadir.

Salah satu kitab yang paling membosankan di dalam seluruh Alkitab mungkin, kalau kita baca Alkitab selama dari Kejadian sampai Wahyu biasanya stuck-nya di mana? Mentok nya di mana? Imamat lah ya biasanya ya. Wah ini gimana ini, cuma kaya persembahan-persembahan isinya, dan segala macam gitu ya. Nah mungkin bagi kita itu kitab yang paling membosankan, yang paling nggak ada gunanya tapi kalau kita sebagai orang Israel pada jaman itu, bukankah ini kitab yang paling utama yang harusnya dipegang baik-baik? Betul? Kenapa kitab Imamat ditulis? Salah satunya adalah karena ketika Tuhan hadir di tengah gerejaNya, Tuhan hadir di tengah umat Allah, di situ tidak bisa umat-Nya itu bermain-main. Ada hal-hal yang harus dipenuhi, ada cara hidup yang harus dijalani ketika Allah hadir di tengah umat-Nya. Dan kitab Imamat itu menjelaskan dengan sangat gamblang seperti inilah umat Allah harus hidup di tengah kehadiran Allah yang diam di dalam Kemah Suci, yang diam di tengah umat-Nya.

Kalau di Perjanjian Lama seperti itu, bukankah kita di Perjanjian Baru juga harusnya menyadari hal yang sama, kalau Tuhan hadir di tengah-tengah GRII Jogjakarta pada khususnya, kira-kira bukan saja kita mengingat Tuhan akan menyertai kita, tapi juga di sisi yang lain kita juga jadi ingat saya harus hidup di hadapan Tuhan itu seperti apa. Ini yang senantiasa kiranya kita boleh ingat, kita boleh pegang, dan kita boleh jalankan di dalam kehidupan kita. Di satu sisi memberikan penghiburan, di satu sisi memberikan kegentaran, kesungguhan bagaimana kita harus menjalani kehidupan kita sebagai orang percaya. Itu yang boleh kita lihat di dalam bagian ini.

Saya lanjutkan di ayat yang kedua, “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah.” Ayat selanjutnya, saya coba loncat di ayat 6, “Tetapi ini yang ada padamu, yaitu engkau membenci segala perbuatan pengikut-pengikut Nikolaus, yang juga Kubenci.” Nah ciri jemaat Efesus adalah ternyata jemaat yang demikian giat, jemaat yang sangat mengerti ajaran-ajaran iman Kristen dengan sungguh. Kalau dihubungkan mungkin ini mirip GRII gitu ya, yang sangat menekankan ajaran seturut dengan kebenaran Firman Tuhan, back to the Bible, memegang doktrin yang sangat kuat. Nah mirip dengan gereja Efesus, sampai ketika ada rasul yang palsu, pengajar-pengajar sesat datang, orang jemaat di Efesus bisa mengidentifikasi, “wah ini sesat, ini kacau, ini nggak bisa diterima!” Begitu ya.

Nah salah satu contohnya adalah pengajar dari Nikolaus begitu, mereka mengajarkan bagaimana orang Kristen bisa kok hidup bercampur baur, atau dengan cara sinkretis, dengan cara menggabungkan diri dengan apa yang dihidupi oleh orang-orang Efesus secara kebanyakan. Nah tadi kita sudah ingat di Efesus ada kuil Diana, ada kuil Artemis yang sarat dengan penyembahannya itu pelacuran bakti, begitu ya. Sarat dengan makanan yang dipersembahkan kepada berhala. Nah para pengikuti Nikolaus ini mengajarkan orang Kristen itu bisa dengan mencampurkan kehidupan mereka sebagai orang Kristen dengan hal-hal yang dihidupi oleh jemaat di Efesus dengan segala macam imoralitas yang mereka lakukan.

Coba kita buka sama-sama satu bagian Firman Tuhan, Wahyu 2:14-15, ini kepada jemaat Pergamus, ada kata Nikolaus yang sama, jadi dari sini kita bisa belajar kurang lebih apa yang diajarkan oleh pengikut Nikolaus, Wahyu 2:14-15, sama-sama ya kita baca bagian ini, “Tetapi Aku mempunyai beberapa keberatan terhadap engkau: di antaramu ada beberapa orang yang menganut ajaran Bileam, yang memberi nasihat kepada Balak untuk menyesatkan orang Israel, supaya mereka makan persembahan berhala dan berbuat zinah. Demikian juga ada padamu orang-orang yang berpegang kepada ajaran pengikut Nikolaus.” Jadi kemungkinan besar ajaran ini mencoba men-sinkretisme antara iman Kristen dengan apa yang dihidupi oleh orang Efesus pada waktu itu, yaitu makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala ataupun juga berbuat zinah dalam bentuk pelacuran bakti yang dikerjakan di tengah-tengah kota Efesus begitu ya.

Nah ini yang harus sama-sama kita boleh lihat bahwa gereja itu dipanggil untuk menjadi berbeda dengan dunia. Gereja itu tidak bisa mix seperti ini. Gereja itu tidak bisa sinkretisme. Salah satu pelajaran yang saya boleh dapatkan di Gunung Kidul, mungkin orang Jawa itu terkenal dengan mixing seperti ini ya, antara kejawen misalnya dengan kekristenan begitu, meskipun saya belum belajar secara detail, tapi hal-hal seperti ini itu ada. Salah satunya misalnya larung laut untuk Nyai Roro Kidul, kadang-kadang bahkan pendetanya menjadi pemimpin dari larung laut itu begitu. Nah mixing-mixing yang seperti ini yang kalau kita lihat, “ya nggak apa-apa lah ya, karena ini kebersamaan. Ini OK-OK saja untuk semuanya daripada nanti kita jadi semakin berpisah, semakin terkotak-kotak, semakin terpolarisasi, ya sudah lah kita boleh mixing-mixing sedikit dengan budaya sekitar.” Tapi kita boleh belajar sama-sama, Tuhan Yesus sangat suka dengan jemaat Efesus yang bisa benar-benar membedakan antara yang benar dengan yang salah dan bisa menolak pandangan-pandangan yang salah. Kiranya kita juga boleh melihat bahwa ini yang Tuhan sukai dan kita benar-benar bisa belajar Firman Tuhan dengan baik sehingga memang bisa membedakan mana ajaran benar dan ajaran yang salah dan teguh berpegang pada ajaran yang benar. Ini yang boleh kita sama-sama perhatikan di dalam kehidupan kita sebagai orang percaya.

Di tengah segala kebagusannya, mereka menderita bagi Tuhan, mereka memegang ajaran dengan ketat, mereka bisa membedakan ajaran yang salah dengan yang palsu, dan bisa mengusir ajaran yang salah, tapi gereja Efesus ternyata tidak sempurna. Gereja Efesus kekurangan satu hal yang mendasar di dalam kehidupan gereja, yaitu kita bisa lihat di ayat yang ke-4, Wahyu 2:4, saya bacakan untuk kita bersama, “Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula.” Ini yang menjadi kegagalan dari jemaat Efesus, meninggalkan kasih yang semula. Tapi apa kira-kira pengertian dari meninggalkan kasih yang semula? Paling tidak ada 3 pengertian. Yang pertama, meninggalakan kasih semula itu kepada Allah. Kita meninggalkan kasih yang sesungguhnya kepada Allah. Kita boleh menyaksikan di sepanjang sejarah kehidupan orang Israel, hal seperti ini yang sangat menonjol, bagaimana mereka setelah masuk ke tanah Kanaan, mereka beribadah kepada allah-allah yang lain. Kasihnya kepada Allah mulai berkurang. Mereka mulai mencampurkan ibadah kepada Allah dengan ibadah yang juga kepada dewa-dewa dari bangsa-bangsa lain. Kasih kepada Allah yang berkurang. Tapi sepertinya, hal seperti ini tidak terjadi di tengah jemaat Efesus, karena jemaat Efesus berpegang teguh kepada kebenaran Firman Tuhan. Benar-benar sungguh-sungguh berbakti kepada Allahnya.

Jadi, kemungkinan adalah yang ke-2. Kasih yang hilang itu kasih seperti apa? Kasih kepada sesama. Nah, ini salah seorang penafsir yang lain mengatakan demikian, “Kenapa ya, kok kasih kepada sesama itu bisa hilang?” Nah, salah satu kemungkinannya adalah karena terlalu menekankan doktrin, terlalu bisa wah, mencium ini sesat, ini nggak, ini sesat, ini nggak, begitu yah. Terlalu perhatikan pengajaran benar atau salah. Akhirnya itu kacamatanya menjadi kacamata curigaan begitu ya. Wah, ngelihat si ini, nah jangan-jangan ini pengajar palsu ini yang datang ke gereja ya. Lihat jemaat baru datang dari depan, wah ini gaya-gayanya kayak kharismatik ini, gitu ya, mungkin ya. Wah, kita mulai kode-kodean satu dengan yang lainnya, sehingga akhirnya efeknya kita nggak bisa menjadi satu kesatuan. Kita nggak bisa bersekutu karena gimana, karena belum apa-apa udah curigaan begitu ya. Si ini mungkin salah, si itu mungkin salah. Wah, kacau kalau kayak begini. Melihat jemaat bukan sebagai 1 bagian dari tubuh Kristus, bukan sama-sama sebagai domba Allah, bukan sama-sama orang yang dipersatukan di dalam tubuh Krisus, tapi dengan kacamata yang curiga. Nah, hal yang demikian saya percaya bukan 1 hal yang langka di dalam gereja Tuhan.

Banyak sekali sekat-sekat yang kita buat sendiri. Nah, ini sukunya bukan Jawa. Ya udah, bukan saudara saya. Ini sukunya bukan Chinese, bukan saudara saya. Ini sukunya bukan yang lain, itu juga bukan saudara saya, mungkin ya. Sekat-sekat yang seperti ini yang seringkali kita buat, selain sekat-sekat juga secara doktrinal yang kita buat. Wah, ini kelompok yang kelas 2, ini kemungkinan juga salah begitu ya. Dan akhirnya yang terjadi, kasih kepada sesama itu luntur. Kasih kepada sesama itu hilang. Persekutuan itu tidak ada. Nah, kalau persekutuan tidak ada, kesatuan tidak ada, wah susah gereja itu bisa berkembang ya. Karena kita akan repot di dalam dan tidak ada perkembangan yang bisa signifikan menjangkau keluar. Itu yang kita boleh lihat sama -sama. Pengertian yang pertama, kemungkinan kasih kepada Allah yang luntur. Kemungkinan yang kedua, kasih kepada sesama yang luntur. Itu yang kita boleh lihat sama-sama.

Ada satu penafsir, namanya Robert Mounce, dia berkata, “Setiap kebaikan membawa bersamanya benih kehancurannya sendiri.” Setiap kebaikan membawa bersamanya benih kehancurannya sendiri kalau tidak hati-hati. Kita ketat terhadap doktrin, akhirnya? Ya mulai tadi, memisah-misahkan antara yang dokrinnya benar, doktrinnya salah, atau yang masih belajar begitu ya, kita pisah-pisahkan dan akhirnya tidak ada persekutuan di dalam gerejanya. Nah, itu yang kita boleh lihat sama-sama. Hati-hati bahwa setiap kemajuan kalau tidak seimbang, kalau tidak diperhatikan baik-baik, mungkin bukan kemajuan yang baik akhirnya. Kemajuan yang bahkan menghancurkan gereja itu sendiri. Membawa gereja itu kehilangan makna yang sesungguhnya, identitas yang sesungguhnya sebagai umat Allah.

Pengertian yang pertama, kemungkinan kasih kepada Allah yang luntur. Kemungkinan yang kedua, kasih kepada sesama yang luntur. Tapi ada kemungkinan yang ketiga. Ini saya ambil dari seorang penafsir yang terbaik dari kitab Wahyu, yaitu G. K. Beale. Dia berkata, “Kemungkinan besar kehilangan kasih yang mula-mula adalah kehilangan semangat sebagai saksi.” kehilangan semangat sebagai saksi. Coba kita buka 1 bagian dari Firman Tuhan dari Wahyu 11:3-4, “Dan Aku akan memberi tugas kepada dua saksi-Ku, supaya mereka bernubuat sambil berkabung, seribu dua ratus enam puluh hari lamanya. Mereka adalah kedua pohon zaitun dan kedua kaki dian yang berdiri di hadapan Tuhan semesta alam.” Nah, khususnya yang saya mau tekankan adalah “kedua kaki dian”. Ini ada hubungannya dengan menjadi saksi, betul ya. Karena di ayat ketiga, “Aku akan memberi tugas kepada dua saksi-Ku.” Nah, 2 saksi-Ku sama dengan 2 pohon zaitun, sama dengan 2 kaki dian. Nah, berarti erat hubungannya antara kaki dian itu dengan bersaksi. Gereja itu tidak bisa dipisahkan dengan menjadi kesaksian. Bukankah Tuhan Yesus juga mengatakan, “Kamu itu terang dunia.” Terang dunia nggak dimasukin ke dalam keranjang. Terang dunia itu di atas kaki dian yang menyala dengan terang, gitu ya.

Nah, itu yang jadi kesalahan dari jemaat di Efesus. Mereka lupa peran mereka sebagai saksi. Mungkin terlalu fokus ke dalam, terlalu memperhatikan ke dalam, menjaga dari pencemaran yang ada, akhirnya lupa harus menjadi kesaksian ke luar, gitu ya. Nah, saya pernah mendengar di salah satu cabang, “Yuk, mari sama-sama kita fokus ke dalam. Coba bina persatuan. Coba bina persekutuan. Coba benar-benar tegakkan pengajaran yang bagus di dalam.” bagus nggak seperti ini? Jawabannya bagus. Tapi, jangan lupa kalau kita sampai miss peran kita sebagai kesaksian di tengah dunia. Pelayanan itu bukan saja ke dalam, tetapi pelayanan juga ke luar. Dan ketika kita miss pelayanan yang keluar, kita miss bagian yang penting, panggilan yang penting dari gereja Tuhan. Bukankah gereja Tuhan dipanggil untuk boleh menjadi saksi dari Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke ujung Bumi. Itu yang kita boleh lihat sama-sama di dalam bagian ini.

Menarik ya, kita bisa mengerti kehilangan kasih yang semula itu di dalam beberapa bagian seperti ini. Dan kiranya kita boleh aware, lebih waspada lagi bahwa ada kemungkinan-kemungkinan yang kita tidak sadari bahwa kita sudah tererosi sedemikian deras, sedemikian keras iman kita. Sudah nggak tahu kemana, begitu ya. Jemaat di Efesus nggak pernah sadar bahwa kasihnya sudah hilang. Kasih yang mula-mula sudah nggak ada lagi. Dan mungkin itu juga yang terjadi di dalam kehidupan kita sebagai orang percaya. Kita lihat, oh masih tiap Minggu ke gereja, tiap Minggu bahkan memegang doktrin yang sangat kuat, tetapi akhirnya kehilangan kasih yang semula. Nggak mau menjadi kesaksian yang sungguh di tengah dunia.

Pendeta Michael Densmore sering ngomong seperti ini, “Kita seringkali menjadi gereja Reformed kurang Injili” begitu ya. Gereja Reformed sih iya, tapi penginjilan sih enggak, begitu ya. Kita paling pergi KKR Regional, tapi itu penginjilan dikerjakan bukan kepada non-Kristen, tapi kepada orang percaya lainnya. Mari sama-sama kita boleh ingat bahwa peran gereja Tuhan, salah satu yang paling penting adalah menjadi kesaksian untuk menjadi terang ke tengah orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Puji Tuhan, pelayanan ke Gunung Kidul, salah satu bagian yang kita boleh kerjakan dan tadi sudah disampaikan oleh Vik. Lukman di sini juga banyak ya, ada di Klaten dan di tempat-tempat yang lain yang boleh sama-sama dikerjakan. Kiranya Tuhan yang terus bawa kita untuk senantiasa menjadi kesaksian. Jangan sampai luntur peran ini. Jangan sampai terlalu fokus ke dalam. Apalagi ini GRII Jogja sama seperti kami juga di Gading Serpong, sama juga dengan di Makassar, mungkin ya, dan juga di cabang-cabang yang lain sedang banyak proyek pembangunan, begitu ya. Kalau banyak proyek pembangunan itu kadang-kadang, wah, seluruh waktunya disita untuk itu. Baik rapatnya, baik keuangan, baik juga tenaga, pemikiran, kadang-kadang fokusnya ke sana. Lupa menjadi kesaksian yang sungguh. Nah, itu yang kita sama-sama boleh ingat, boleh waspada, jangan sampai jatuh kepada hal yang seperti itu.

Nah, kita boleh lihat ini saya namakan “erosi iman” ya. Erosi iman. Perlahan-lahan, perlahan-lahan, nggak sadar iman itu sudah hanyut nggak tahu ke mana. Perlahan-lahan iman kita itu sudah jauh dari apa yang Tuhan inginkan. Masih ada tanda-tanda kehidupan? Ada. Masih ada hal-hal yang baik? Ada. Tetapi sudah sangat jauh dari identitas yang sesungguhnya yang Tuhan inginkan bagi gereja-Nya. Saya merenungkan hal seperti ini khususnya di dalam pelayanan ke Gunung Kidul. Di pelayanan Gunung Kidul banyak orang-orang yang sudah percaya kepada Tuhan sejak sangat lama. Tapi banyak juga yang mulai beralih dari imannya kepada Kristus dengan yang lain. Dengan iming-iming keuangan misalnya, dengan iming-iming kehidupan yang lebih baik, dan seterusnya. Itu yang kita boleh sama-sama perhatikan. Erosi iman mungkin saja sudah terjadi di dalam kehidupan kita tapi kita tidak sadar. Mari kita minta Tuhan, “Tuhan, bukakan kepada saya. Tuhan, tegur saya ketika kehidupan iman saya sudah tererosi demikian besar dan saya tidak pernah sadar akan hal itu. Dan bawa saya kembali kepada kasih yang mula-mula. Bawa saya kembali kepada identitas yang sesungguhnya sebagai umat Allah. Jangan biarkan saya terus terhanyut dan bahkan nanti hilang sebagai gereja Tuhan.” Itu yang kiranya kita boleh sama-sama miliki di dalam kehidupan kita sebagai orang percaya. Hati-hati, erosi mulai terjadi. Bangunan sih kelihatan masih bangunan tapi sudah mulai luntur fondasinya, sudah mulai kacau di dalamnya, sudah tidak sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki lagi. Hati-hati dengan semuanya itu. Kiranya Tuhan yang memelihara kehidupan gereja-Nya.

Hal yang lain yang kita boleh lihat, bahwa erosi iman itu terjadi karena berbagai hal, tentunya. Kita bisa belajar dari Efesus kira-kira kenapa erosi iman itu terjadi. Yang pertama, ada kemungkinan karena masalah waktu. Masalah waktu. Awal-awal semangat banget kasih kepada Tuhan, kasih kepada sesama, dan menjadi kesaksian-Nya, apalagi ketika Rasul Paulus masih hidup di sana, Timotius masih melayani, Rasul Yohanes masih melayani, wah pasti berkobar-kobar dengan sangat. Sama seperti kita, Pdt. Stephen Tong masih ada, wah, kita apinya kayak apa begitu. Tapi, nanti kalau Pdt. Stephen Tong nggak ada, wah, mungkin nanti kita segera meredup. Hati-hati akan bagian ini. Waktu itu bisa mengerosi iman kita. Bukan saja waktu itu bisa menumbuhkan iman kita, tetapi juga merusak iman kita. Mungkin juga membawa keburukan di dalam kehidupan iman kita. Hati-hati, kehidupan iman di tengah dunia ini selalu namanya peperangan rohani. Tidak stagnan, tidak konstan, tapi kalau tidak diperhatikan baikbaik semuanya itu akan menurun.

Nggak ada bangunan, didiamkan saja tambah bagus. Nggak ada taman didiamkan saja tambah bagus. Semuanya tambah rusak. Termasuk juga iman. Didiamkan saja itu kalau nggak diperhatikan baik-baik, nggak dirawat baik-baik itu akan hancur, akan rusak. Ini jemaat Efesus sudah demikian semangat saja masih tetap mengalami erosi iman. Masih ada kekurangan di dalam imannya. Ada yang sudah terbawa dari natur gereja yang sejati, sudah mulai bergeser. Apalagi kita, kalau yang nggak benar-benar hati-hati. Bukan erosi lagi, sudah kehancuran iman mungkin ya, bukan erosi lagi. Bukan sedikit-sedikit lagi lunturnya, tapi benar-benar sudah nggak ada warna gereja lagi. Hati-hati akan hal ini. Mari sama-sama kita berhati-hati akan kemurnian iman. Minta Tuhan bukakan, minta Tuhan sadarkan, minta Tuhan dukung terus, boleh terus sejati di dalam iman kita kepada Tuhan. Bukan menurun tapi terus bertumbuh.

Yang kedua, yang mungkin membuat erosi iman itu terjadi adalah lingkungan misalnya. Penderitaan rekan-rekan di Gunung Kidul misalnya. Imannya mulai bergeser. Kenapa? Salah satunya karena misalnya susah dapat keuangan. Susah dapat kehidupan. Penuh dengan berbagai tantangan. Akhirnya mulai bergeser. Itu bisa juga. Demikian juga di dalam kehidupan gereja. Kehidupan gereja di zaman sekarang. Ada pengaruh-pengaruh lingkungan yang membuat kita jadi tergeser. Dan yang ketiga, mungkin ada peran dari setan melalui nabi palsu, melalui hal-hal yang lain yang mulai menyerang gereja yang akhirnya membuat iman kita juga mulai beralih.

Nah, ada hal yang cukup menarik kepada jemaat di Efesus. Yang menjadi masalah itu bukan setan, bukan lingkungan, tapi yang menjadi masalah adalah musuhnya itu diri sendiri. Mereka kehilangan kasih yang mula -mula, baik entah kepada Tuhan, kepada sesama, atau menjadi kesaksian. Hati-hati, musuh itu bukan selalu yang di luar. Bisa juga yang di dalam. Bisa juga diri kita menjadi penghambat terbesar dari kemajuan iman kita sebagai orang percaya dan penghambat yang paling besar dari kemajuan gereja. Di zaman sekarang, kita akan sangat susah menemukan gereja itu yang dianiaya. Betul? Ada sih beberapa, misalnya bom bunuh diri di depan. Ada juga yang misalnya mengalami kesusahan mungkin di Padang atau di daerah yang lain, begitu ya. Tapi secara umum, kita menyaksikan gereja itu sangat susah mendapatkan aniaya di zaman sekarang. Ya kan, ya?

Tapi yang membuat gereja hancur kebanyakan itu apa? Perpecahan di dalam mungkin ya, salah satunya. Yang menyebabkan gereja hancur zaman sekarang itu adalah perpecahan di dalam. Entah karena majelis satu dengan yang lainnya. Entah karena hamba Tuhan satu dengan yang lainnya. Entah karena alasan ekonomi dan yang lainnya. Satu dengan yang lainnya, gereja akhirnya hancur. Hati-hati akan hal itu. Gereja Efesus hancur, rusak karena apa? Karena di dalam. Karena gerejanya sendiri. Karena jemaatnya sendiri. Bukan karena serangan dari luar. Penderitaan dari luar? Masih bisa ditahan. Guru sesat dari luar? Bisa diketahui, bahkan bisa diusir. Tetapi, kehilangan kasih yang semula, baik kepada Tuhan, sesama, maupun juga kegiatan dalam menginjili itu hilang sendiri di dalam kehidupan jemaat entah karena berbagai macam hal yang terjadi di dalamnya.

Mari sama-sama kita boleh introspeksi diri, boleh mawas diri, dan boleh bertumbuh terus sebagai gereja Tuhan. Puji Tuhan, di tengah segala kesusahan yang dialami, segala kehancuran, segala kelemahan yang dijalani di gereja Efesus, tapi Tuhan masih membukakan pintu pertobatan. Kita boleh melihat di ayat yang ke-5. “Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat.” Panggilan untuk bertobat. Puji Tuhan kita punya Allah yang demikian. Yang bukan saja mendirikan gereja-Nya, tapi juga yang mau memurnikan gereja-Nya. Ada panggilan untuk bertobat. Ada kemampuan untuk bertobat yang Tuhan berikan. Ada dorongan untuk bertobat yang Tuhan berikan. Puji Tuhan, kita punya Allah yang memberikan kesempatan demi kesempatan. Dan kiranya kita boleh memanfaatkan setiap kesempatan yang Tuhan sudah berikan.

Kalau Tuhan mulai menegur kita dalam 1 hal, Tuhan menegur kita dalam hal yang lain, kita kiranya bersyukur kepada Tuhan yang masih mengingatkan kita, yang masih mengingatkan gereja-Nya. Dan dari situ kita boleh ambil dengan tangan terbuka segala macam kesempatan untuk kita boleh bertobat, untuk kita tidak terbawa akan erosi selanjutnya, untuk kita benar-benar sungguh boleh dipanggil menjadi gereja Tuhan dan hidup sebagai gereja Tuhan. Itu yang kita boleh lihat sama-sama di dalam bagian ini.

Kalau tidak bertobat akan diambil kaki dian. Dalam arti gereja itu akan berhenti menjadi gereja. Ternyata Tuhan Yesus bukan saja yang empunya kaki dian, bukan saja yang menjaga kaki dian, dan berjalan bersama-sama di tengah kaki dian, tapi juga Kristus adalah yang bisa mencabut kaki dian itu dari tempatnya. Nah, ini membuat kita takut. Membuat kita gentar. Membuat kita hati-hati. Karena tidak selamanya Tuhan Yesus itu membiarkan gereja itu hidup atau berjalan dengan cara yang tidak baik. Ada kalanya Tuhan mencabut kaki dian itu dari tempatnya. Satu istilah yang seringkali dipakai Pdt. Stephen Tong ya, bagaimana kaki dian dipindahkan dari Eropa, mungkin ke Indonesia. Tapi jangan lupa, kalau kita tidak setia, mungkin nggak kaki dian yang ada di Indonesia juga dipindahkan ke tempat yang lain? Sangat mungkin.

Mari sama-sama kita boleh mawas diri, boleh memperhatikan itu semua, dan boleh sungguh-sungguh minta Tuhan yang memampukan kita menjadi gereja Tuhan yang sejati. Dicabut kaki diannya, berhenti menjadi gereja karena kehilangan kasih yang semula, karena kehilangan identitas sebagai gereja-Nya. Wajar kalau akhirnya gereja Efesus berhenti menjadi gereja. Gereja apa yang kehilangan kasih kepada Tuhan? Gereja apa yang tidak ada kasih kepada sesama? Gereja apa yang tidak giat mengabarkan Injil? Itu namanya bisa disebut gereja? Wajar kan kalau gerejanya akhirnya tidak ada lagi? Karena memang esensinya sudah tidak ada. Karena memang di dalamnya sudah tidak ada sama sekali kehidupan sebagai gereja Tuhan.

Mari sama-sama kita boleh sadar akan hal ini, boleh lebih lagi takut dan gentar dalam menjalani kehidupan sebagai orang percaya, dalam menjalani kehidupan bergereja. Jangan sampai kita terbawa, tererosi satu babak demi satu babak dan akhirnya berhenti menjadi gereja dan akhirnya Tuhan menghancurkan gereja tersebut, memindahkan kaki dian itu ke yang lain. Mari sama-sama kita boleh minta Tuhan membawa kita benar-benar sungguh bertobat dari kelemahan-kelemahan kita, dari keberdosaan-keberdosaan kita, dari kekurangan-kekurangan kita. Minta Tuhan yang memampukan kita juga untuk boleh bertobat dengan sungguh. Mengingat apa yang salah, sadar apa yang salah, berbalik kembali kepada apa yang benar, dan hidup di dalam jalan kebenaran. Itu yang kita boleh lihat sama-sama.

Dan terakhir, 1 bagian Firman Tuhan dari Wahyu 2:7, ayat yang terakhir saya bacakan untuk kita bersama. “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah.” Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar. Karena semua orang diberi telinga, tetapi tidak semua orang bisa mendengar dan bisa mengerti. Hanya orang-orang yang Tuhan karuniakan boleh mendengar dan mengerti. Kiranya orang-orang yang demikian boleh bertobat dari kesalahannya, boleh benar-benar menjadi gereja Tuhan yang sejati. Saya rindu Tuhan memberikan kepada kita semua yang mendengarkan hari ini, termasuk juga saya, telinga yang bukan saja mendengar, tapi juga boleh mengerti apa yang dikatakan Tuhan dan boleh berespon sebagaimana seharusnya sebagai gereja Tuhan, sebagai umat Tuhan, hidup benar-benar takut akan Tuhan. Hidup benar-benar sungguh. Hidup benar-benar tidak mengalami erosi iman, tapi boleh mengalami justru pertumbuhan iman yang ada. Ini yang kita boleh lihat sama-sama.

Dan kepada orang yang setia sampai pada akhirnya, kepada orang tersebut akan dikaruniakan pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah. Kita yang setia sampai kepada kesudahannya, orang-orang tersebutlah yang akan mendapatkan kehidupan yang kekal. Mari sama-sama, kiranya kita boleh sebagai gereja Tuhan, benar-benar sungguh hidup sebagai gereja Tuhan. Jangan sampai tererosi iman kita. Jangan sampai tererosi identitas kita sebagai umat Allah. Jangan sampai kehilangan kasih kita yang mula-mula. Benar-benar teguh di dalam doktrin? Iya. Benar-benar teguh di dalam kasih kepada Tuhan? Iya. Benar-benar teguh di dalam kasih kepada sesama? Iya. Benar-benar teguh di dalam mengabarkan Injil? Juga iya. Dan kiranya suatu saat nanti, kita boleh sama-sama tinggal bersama Tuhan sepanjang masa. Menikmati segala kehidupan yang kekal yang Tuhan sudah percayakan kepada kita. Kiranya Tuhan yang memulai gereja-Nya, Tuhan juga yang menjaga, menopang, mengoreksi, menegur gereja-Nya, dan terus memurnikan gerejaNya sampai akhirnya ketika Kristus datang yang kedua kalinya. Mari sama-sama kita tundukkan kepala, kita masuk ke dalam doa.

Bapa, kiranya Engkau yang berkenan beranugerah senantiasa menegur kami sebagai gereja-Mu. Di tengah ketidaksadaran kami akan erosi-erosi iman, erosi-erosi dari identitas kami sebagai gereja-Mu yang tergeser sedikit demi sedikit sehingga sangat jauh dari apa yang Tuhan inginkan. Kiranya Engkau yang berbelaskasihan menyadarkan kami. Engkau yang berbelaskasihan membawa kami kembali. Engkau yang memberikan kami kesempatan. Engkau yang memberikan kami kemampuan untuk terus hidup sebagai gereja-Mu. Untuk terus hidup berfungsi sebagai gereja-Mu. Pimpin dan sertai GRII Jogja di tempat ini dan juga kami, baik di BSD, Gading Serpong, Singapore, Makassar, dan yang lainnya untuk benar-benar sungguh hidup sebagai gereja-Mu. Untuk boleh waspada akan kekurangan-kekurangan yang sudah mulai muncul dan hadir di dalam kehidupan kami sebagai gereja. Pimpin dan sertai. Kiranya gereja yang sejati boleh berdiri. Gereja yang sejati boleh bergerak. Gereja yang sejati boleh nyata terangnya di tengah dunia ini. Dalam nama Tuhan Yesus kami telah berdoa dan bersyukur. Amin. (HSI)

 

Transkrip Khotbah ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah.