Hakekat Iman (2), 19 Juni 2022

Yak. 2:18-20

Vik. Nathanael Marvin

Bagian sebelumnya kita sudah membahas bahwa setiap manusia yang diciptakan oleh Tuhan memiliki kemampuan untuk beriman, ya, untuk percaya kepada sesuatu. Dan ketika manusia jatuh ke dalam dosa manusia memang sudah tercemar akan dosa, sudah melawan Allah, sudah terhilang dari relasi dengan Allah sendiri. Tetapi bukan berarti manusia kehilangan kemampuan untuk percaya. Manusia tetap memiliki kemampuan untuk bisa percaya meski pun dia berdosa. Hanya saja, percayanya itu, imannya itu kepada objek yang salah, kepada bukan Allah, kepada kesalahan, kepada kesesatan, kepada dosa. Itulah iman orang yang sudah jatuh ke dalam dosa. Dan untuk bisa memiliki iman yang benar di hadapan Tuhan, iman yang sejati itu, satu-satunya kuncinya adalah di dalam Pribadi Yesus Kristus yang memberikan iman dan Roh Kudus juga yang melahirbarukan kita untuk bisa memiliki kerohanian yang hidup, bukan kerohanian yang berdosa. Manusia yang berdosa itu pada umumnya punya iman tetapi iman yang palsu, iman yang salah, bukan iman yang sejati.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, 300-an tahun yang lalu Tuhan membangkitkan seorang yang beriman, seorang hamba Tuhan asal Inggris yang bernama George Whitefield. George Whitefield dia adalah seorang tokoh kebangunan rohani Kristen asal Inggris, dan dia menjadi salah satu pengkhotbah yang sangat terkenal bukan karena dia itu hebat atau ganteng, atau luar biasa punya kemampuan yang banyak seperti itu, bukan, tetapi karena dia sungguh-sungguh di dalam khotbahnya mencurahkan seluruh iman yang dia miliki di dalam khotbah nya. Dia senantiasa melayani Tuhan dan dia punya sifat yaitu workaholic, atau suka berkerja, tetapi dia arahkan kesukaannya bekerja itu kepada Kerajaan Allah. Dia bekerja terus, dia senang ketika mempersiapkan khotbah, dia senang ketika berkhotbah dan melayani di dalam gereja Tuhan. Dan dia juga menjadi salah satu pendiri dari gerakan Methodist dan gerakan kaum-kaum Injili.

Gerakan Methodist dan Injili sebenarnya bukan didirikan oleh John Wesley dan Charles Wesley, ini Wesley bersaudara saja, bukan, tetapi ada George Whitefield juga. Sebenarnya apa sih Methodist itu? Apa sih gerakan Injili atau pun gerakan Methodist itu? Nah mereka membuat istilah ini yang artinya adalah bagaimana memiliki metode. Namanya saja Methodist, berarti orang yang fokus pada metode-metode, cara-cara untuk apa? Yaitu bagaimana mereka menjalankan iman. Iman itu bukan saja kita terima, kita percaya, tetapi dijalankan dengan metode-metode yang mereka pikirkan ini bagus sebagai wujud perbuatan nyata dari iman kepada Yesus Kristus. Kalau memang beriman ada cara yang dilakukan, ada perbuatan yang dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka membuat gerakan Methodist atau gerakan Injili.

Kaum Injili maupun kaum Methodist ini sangat terkenal dengan mempraktekkan Firman Tuhan yang sudah mereka terima, yang sudah mereka baca, yang sudah mereka percaya, mereka berusaha melakukannya dengan sekuat tenaga, mereka berusaha menyatakan iman yang sudah mereka miliki dengan tekun. Dan bukan saja itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang-orang yang termasuk gerakan Methodist atau pun Injili, mereka itu terkenal dengan khotbah yang berapi-api serta khotbah yang ingin menggerakkan jemaat untuk bisa datang kepada Tuhan dan untuk bisa melakukan Firman Tuhan. Menggerakkan jemaat itu datang kepada Kristus dan mengabarkan Injil Kristus. Itu adalah para pengkhotbah Injili, para pengkhotbah Methodist.

George Whitefield ini terkenal sebagai seorang pengkhotbah yang jarang sekali tidak mencucurkan air mata. Dia adalah seorang pengkhotbah yang sering kali emosional, menangis. Bahkan di tengah-tengah khotbah dia sering kali berhenti karena memikirkan bahwa manusia itu binasa di dalam neraka. Kalau kita bisa lihat binatang disembelih, kita bisa rasa sakit, sedih, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Kalau kita melihat di jalan mungkin ada kucing yang tergilas, atau tikus yang tergilas, kalau kucing kita rasa kasihan ya, atau anjing rasa kasihan juga, kalau tikus mungkin bersyukur ya, “Wah meninggal!” Digiles di jalan. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau kita rasa ada kesedihan ketika lihat binatang saja mati, bagaimana kita melihat orang yang mati, bukan saja mati dalam dunia ini, melainkan mati di dalam kebinasaan neraka. Itu yang membuat hati George Whitefield ini ketika berkhotbah itu sering kali mencucurkan air mata. Sampai dia menangis di tengah-tengah khotbahnya dan sangat sulit untuk melanjutkan khotbahnya sampai jemaat menunggu. Menunggu, dia nangis tersedu-sedu, dan dia mencurahkan seluruh imannya itu di dalam khotbahnya. Ini bagus sekali ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian.

Pekerjaan khotbah sebenarnya pekerjaan yang berasal dari iman seseorang. Dia bisa mengatakan sesuatu dengan pasti, dengan yakin dan menyampaikan kepada sesama, pendengarnya, supaya pendengarnya itu mengerti dan mengikuti apa kata-kata sang pengkhotbahnya. Tanpa iman khotah itu menjadi khotbah yang salah ya, hanya sebatas pengetahuan, informasi. Hanya sebatas bahan saja, tidak akan bisa berkhotbah dengan baik kalau tanpa iman. Whitefield sungguh mengerti kasih Kristus yang besar, sehingga waktu dia berkhotbah itu dia penuh semangat, penuh dengan api, penuh dengan iman karena kasih Allah yang begitu besar, dan juga dia sangat emosional, sangat sedih, ketika memikirkan orang yang diciptakan Tuhan, orang yang hidup, orang yang baik apalagi, tetapi tidak mengenal Yesus Kristus dan akhirnya harus binasa di dalam hukuman neraka. Dia sangat sedih sekali.

Akhirnya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, karena sering menangis dalam khotbahnya ada jemaat yang menegur Whitefield, “Kenapa sih pak Pendeta kamu itu sering nangis di dalam khotbah sehingga kami harus nunggu?” Ditegur. Kemudian Whitefiled membalas, maksudnya, menjawab teguran dari jemaat itu, dia katakan seperti ini, “Kau salahkan aku menangis, tetapi bagaimana aku bisa tahan, bagaimana aku bisa tidak menangis, kalau kau sendiri tidak menangis bagi jiwamu yang ada di tepi kebinasaan kekal?” Bagaimana Whitefield tidak menangis, “Kalau aku melihat bahwa jiwamu itu baik-baik saja meski pun sebenarnya akan masuk ke dalam neraka? Kamu tidak sedih, kamu tidak menyesal, kamu tidak takut neraka? Padahal kamu sendiri tidak sungguh-sungguh mengenal siapakah Tuhan.”

Banyak orang itu hidup biasa-biasa saja Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang Kristen, orang non-Kristen nggak peduli nanti kekekalan itu masuk mana. Nggak peduli betapa ngerinya neraka, nggak peduli betapa indahnya Surga, dan akhirnya yang penting hidup senang-senang di bumi yang sebenarnya hanya singkat saja kita hidup di bumi ini, 70-80 tahun saja. Tetapi bicara soal kekekalan itu selama-lamanya. Dan Whitefield ketika memikirkan kebinasaan kekal, neraka yang kekal, sakitnya terus menerus, penderitaannya terus menerus, ketakutannya terus menerus, bagaimana sih tidak menangis? Kalau kita mengalami kegelapan yang sangat terus menerus, kesedihan yang terus menerus, rasa sakit yang terus menerus, mana mungkin sih Whitefield bisa tidak menangis? Whitefield kadang-kadang demikian.

Whitefield adalah salah satu pengkhotbah yang penuh iman dan dia sungguh-sungguh mengerti kengerian akan neraka. Dan pada waktu penahbisan pendeta, dia menyatakan imannya kembali, yaitu penyerahan dirinya yang kedua kali kepada Tuhan. Dia mengatakan satu kalimat Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dia katakan, “my heart was melt down and I offered my whole spirit, soul and body to the service of God sanctuary.” “Hati saya itu luluh, meleleh, dan saya mempersembahkan seluruh roh, jiwa, tubuh saya untuk pelayanan tempat kudus Tuhan.” Itu waktu dia ditahbiskan sebagai pendeta. Tentu seseorang yang ingin menjadi hamba Tuhan sudah mempersembahkan hidupnya bagi Tuhan sekali. Dan dia terus harus mempertahankan sikap persembahan itu, ibadah persembahan itu kepada Tuhan setiap hari, supaya dia bisa setia. Tetapi di dalam penahbisan pendetanya, Whitefield mengatakan kalimat tersebut, dia beriman kepada Tuhan dan mempersembahkan sekali lagi kepada Tuhan dengan yakin bahwa seluruh hidupku ini hanyalah untuk gereja, hanyalah untuk pekerjaan Tuhan. itu adalah suatu hal yang komitmen yang dia terus lakukan sampai dia menjadi workaholic, dia suka bekerja dan akhirnya melupakan kesehatannya. Whitefield itu hanya berumur 55 tahun saja, sangat muda ya. Whitefield 55 tahun, John Calvin 54 tahun, Marthin Luther juga sekitar 60-an tahun, mereka muda-muda semua karena justru bukan karena malesmalesan tapi mau bekerja bagi Tuhan dengan luar biasa melayani Tuhan.

Pernah suatu kali Whitefield itu berkhotbah dengan suara keras dan lantang dan terdengar oleh 30 ribu orang di satu tempat lapangan terbuka. Dia khotbah dengan keras sekali dan semua bisa terdengar dan dia sungguh-sungguh menyatakan imannya. Di penghujung akhir kehidupannya, dia itu sering sakit-sakitan, sering sakit asma atau pun juga kaya sesak nafas, dan dia menjadi workaholic, betul, dan ada orang-orang di sekitarnya yang memberi tahu dia, “Ayo istirahat lah. Jangan bekerja begadang, mempersiapkan khotbah. Jangan melayani ke satu tempat, tempat yang lain, terus keliling sampai badanmu itu sakit.” Tapi Whitefield mengatakan, “Lebih baik aku mati karena kelelahan daripada aku mati karena karat.” Lebih baik mati karena lelah daripada mati karena ngarat, mengarat, hanya menjadi karat yang diam begitu saja lalu mati, lebih baik aku kerja sampai aku mati. Itu karena dia memang workaholic Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya, dia sungguh-sungguh mau memuliakan nama Tuhan.

Dan dia akhirnya meninggal waktu dia selesai khotbah, dia kemudian istirahat di kamarnya, dan dia seperti sakit asma, tetapi juga ada yang mengatakan itu seperti serangan jantung. Jadi dia ketika istirahat dia mati setelah khotbah yang terakhir, dan dia khotbah yang terakhir itu di dalam Firman Tuhan 2 Korintus 13:5, mari kita baca bersama-sama, dia mengkhotbahkan ayat ini ya, mari kita baca sama-sama dengan buka suara, 2 Kor. 13:5, “Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji.” Itulah yang dia khotbahkan sebelum dia meninggal, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yaitu bicara soal iman. “Ujilah dirimu sendiri sebenarnya kamu itu punya iman yang tegap nggak, atau iman kamu itu tidur atau iman kamu itu malas, atau rasa percayamu itu tidak kamu kembangkan semakin besar kepada Tuhan?” Diuji. Whitefield ingin kita semua ya sebagai orang Kristen, waktu dia berkhotbah, dia ingin supaya orang Kristen itu menguji imannya, sungguh-sungguh nggak? Sudah punya iman yang sejati atau belum? Iman yang sesuai dengan pertobatan atau belum? Kalau belum, kembangkanlah, ujilah dirimu sendiri, tanya dirimu sendiri apakah kamu sungguh-sungguh percaya Yesus Kristus atau tidak? Apakah Yesus Kristus itu ada di dalam hatimu atau tidak. Nah kamu uji sendiri.

Waktu kita merenungkan kehidupan George Whitefield ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita bisa bertanya, apakah George Whitefield ini punya iman yang sejati atau tidak kalau berdasarkan lihat buah-buah pertobatannya? Kita dapat dengan mudah mengatakan bahwa George Whitefield ini punya iman yang sejati, iya. Kalau ditanya lagi, apakah Whitefield ini adalah seorang Kristen yang sungguh-sungguh? Mungkin dengan mudah juga kita mengatakan, “Ya, iya lah, dia pendeta, dia khotbah, dia sungguh-sungguh percaya kepada Kristus dan memberitakan Injil Kristus.” Kita dapat dengan mudah juga mengatakan, “Iya, betul dia orang Kristen. Iya betul dia punya iman yang sejati di dalam Tuhan.” Karena apa? Karena kita melihat buahnya. Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik. Itu pasti.

Di dalam sejarah kehidupannya, meski pun dia workaholic ya, dia sampai mengabaikan kesehatannya, itu adalah salah satu kelemahannya, tetapi kita lihat secara keseluruhan hidupnya yang dia terus menerus lakukan bukanlah dosa tetapi pelayanan kepada Allah. Maka kita bisa sebutkan bahwa Whitefield ini adalah orang Kristen. Mana mungkin sih orang yang melakukan perbuatan begitu banyak, baik, bagi Tuhan itu bukan orang Kristen?

Sekarang kita pelajari Yakobus 2:18, di situ dikatakan, “Tetapi mungkin ada orang berkata: ”Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan”, aku akan menjawab dia: ”Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatanperbuatanku.”” Kita bisa bertanya apakah kita dapat mengatakan George Whitefield ini adalah orang yang hanya diselamatkan oleh iman, dan hidup karena iman saja sehingga George Whitefield ini tidak perlu menunjukkan perbuatannya? Apakah kita bisa katakan demikian? Whitefield ini punya iman yang sejati, dia itu diselamatkan hanya karena iman, tapi kita katakan, “Nggak usah lah Whitefield ini khotbah, nggak usah lah dia mempersembahkan hidup bagi Tuhan!” Apakah kita bisa katakan demikian? Jawabannya adalah tidak.

Whitefield ini adalah orang yang beriman, betul. Dia menyatakan dirinya, imannya, percayanya, doktrinnya, bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat tanpa Yesus Kristus orang akan binasa, dan orang Kristen harusnya percaya kasih Allah, dan dia percaya semua orang perlu Injil, dan kehendak Tuhan itu harus dilaksanakan di dalam kehidupan semua manusia, tetapi kalau cuma ngomong begitu saja, apakah kita bisa katakan dia itu orang yang beriman? Dan ketika kita melihat perbuatan Whitefield, anggap dia tidak melakukan apa pun, dia hanya ngomong kebenaran saja, apakah kita sebut Whitefield itu orang yang beriman? Tentu tidak! Orang itu bisa mengatakan hal yang benar itu bisa, orang itu bisa mengajarkan doktrin yang benar itu bisa, tetapi itu tidak menentukan imannya, apakah sungguh-sungguh dia beriman atau tidak. Yang menentukan dia beriman sungguh-sungguh atau tidak adalah lewat perbuatannya. Ini Yakobus tekankan demikian. Jangan pisahkan, “Kamu punya iman, ya bagus. Kamu doktrinnya bagus, ajarannya benar, aku punya perbuatanperbuatan dipisah saja.” Orang yang melakukan perbuatan belum tentu dia memiliki iman, dan juga orang yang beriman itu tidak perlu melakukan perbuatan. Bukan demikian ya. Apakah karena punya iman yang demikian maka tidak perlu ada perbuatannya? Justru harus melakukan buah pertobatan

Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu kita melihat ada seseorang yang mengajarkan kebenaran, kebenaran, kebenaran, itu tidak menentukan bahwa dia itu adalah orang yang sungguh-sungguh beriman kepada Tuhan. Itu cuma kata-kata. Itu cuma ajaran. Yang bisa melihat bahwa orang itu sungguh-sungguh beriman atau tidak lewat apa? Perbuatannya, Yakobus katakan demikian. Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian kalau kita melihat ya, kualifikasi dari Penatua, anggap ya Penatua atau Pemimpin-pemimpin dalam gereja, kalau di dalam gereja Reformed kita kenal Pemimpin-pemimpin gereja itu adalah Penatua-penatua. Ya Penatua ini dibagi 2, Penatua pendeta atau Penatua awam. Kemudian juga ada Vikaris, Vikaris itu di bawahnya Penatua, atau sama dengan Diaken. Diaken ini seperti pengurus ya, Diaken ini bisa laki-laki. Itu laki-laki Diaken, Diakones itu perempuan. Kalau Penatua ini hanya laki-laki saja.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kenapa ada klasifikasi ini? Kalau kita lihat di dalam Surat 1 Timotius, yang ditulis Paulus kepada Timotius, kualifikasinya itu bicara semua hal bicara budaya yang umum, anugerah umum semua itu harus apa? Tidak bercacat, bukan pemabuk, bukan pemarah, harus pendamai, cakap mengajar orang, salah satunya ya. Tetapi banyak kali itu sifatnya apa? Menilai Penatua atau orang yang cocok jadi Penatua atau Diaken berdarkan apa? Perbuatannya. Salah satunya juga adalah cakap mengajar, berarti doktrinnya itu jelas. Itu penting juga doktrin, itu masuk ke dalam kualifikasi siapakah Penatua atau Diaken.

Tetapi yang disebutkan Rasul Paulus itu lebih banyak apanya? Kelakuannya. Doktrinnya ya tentu, harus, itu asumsi dasar. Namanya di gereja, pemimpinnya harus orang Kristen dong, masak bukan orang Kristen memimpin gereja? Tetapi kita lihat bahwa Yakobus itu menekankan, betul, kita mau mengenal orang itu lewat apa sih? Perbuatannya, bukan sekedar ajarannya. Ajarannya juga penting, kita bisa kenal orang ajarannya betul atau salah itu juga kita nilai ya, itu juga karena berdasarkan imannya juga, maka dia mengajarkan demikian. Tetapi banyak orang juga ya mengajarkan hal-hal yang benar justru perbuatannya tidak ada yang benar. Maka ini yang ditegur oleh Yakobus. Siapa sih yang mengajarkan hal-hal yang benar? Orang Farisi, ahli Taurat itu ngajarin semua kok, hal-hal Perjanjian Lama, mereka itu sudah hafal semua Firman Tuhan. Semua Firman Tuhan yang diajarkan ahli Taurat dan orang Farisi, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh melakukan Firman tersebut. Andai saja orang Farisi dan ahli Taurat itu mau melakukan Firman Tuhan, mereka akan seperti orang yang mau datang kepada Yesus Kristus. Mereka akan bisa bertobat, mereka akan bisa sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus andai mereka itu mau. Tetapi karena mereka mengeraskan hati, “Yang penting saya pintar, yang penting saya bisa mengajar, dan saya nggak mau lakukan apa yang saya ketahui. Saya tidak mau melakukan apa yang saya pelajari.” Sehingga mereka menjadi tersesat, perbuatannya melenceng.

Seseorang tidak bisa menunjukkan imannya tanpa perbuatannya. Ini maksud dari Yakobus. Kalau hanya sebatas pernyataan, statement, pengajaran, teori yang dinyatakan, kalau tidak ada perbuatannya, itu bukanlah iman yang sejati. Menunjukkan iman tanpa perbuatan adalah perbuatan yang sia-sia. Itu maksud Yakobus di dalam ayat ini. “Kamu menunjukkan iman, menunjukkan iman, kamu cuma ngomong iman, iman saja, nggak ada perbuatannya, kamu bukan orang yang beriman.” Ahli Taurat, orang Farisi punya pengetahuan hukum Taurat, mereka punya iman kepada Perjanjian Lama, mereka punya Firman, tetapi kelakuan mereka tidak mau melakukan apa? Kasih. Mereka tidak mau melakukan keadilan, mereka tidak mau melakukan kesetiaan. 3 aspek ini yang seharunsya dilakukan oleh setiap orang, yaitu apa? Mengasihi, menjalankan keadilan, dan juga setia kepada Allah. Maka kalau tidak lakukan ini itu hanyalah iman yang kosong.

Yakobus menantang para pembaca suratnya bahwa coba tunjukkan iman tanpa perbuatan, memangnya bisa? Tunjukkan iman tanpa perbuatan memangnya bisa? Nggak bisa, nihil! Yakobus melanjutkan dengan keyakinan penuh bahwa, “Aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku. Aku akan tunjukkan imanku.” Wah, Yakobus ini sangat-sangat berani. Memang Yakobus adalah salah satu pemimpin gereja di Yerusalem, dia berani memperlihatkan imannya lewat apa? Perbuatan-perbuatannya. Yakobus mengabarkan Injil, Yakobus berbuat kasih, berbuat keadilan, berbuat kesetiaan, Yakobus mengabarkan Yesus Kristus yang adalah Juruselamat, dia lakukan semuanya itu. Itu dari imannya ditunjukkan dalam perbuatannya.

Dari ayat ini kita bisa belajar bahwa iman yang terpisah dari perbuatan bukanlah iman yang sejati. Iman percaya, atau pemahaman akan kebenaran, tapi tidak mau dilakukan itu bukanlah pemahaman yang benar akan kebenaran, bukan rasa percaya yang benar akan kebenaran. Iman yang nyata dalam perbuatan itulah baru iman yang sejati. Ada perbuatannya.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian waktu kita mengerti ya, kita beriman bahwa setiap orang Kristen harus mengingat dan menguduskan hari Sabat. Itu semua kita tau, ya, itu semua kita tau. Tetapi waktu kita lakukan, ya, belum tentu kita sungguh-sungguh melakukan apa yang kita tau tersebut. Belum tentu waktu kita datang beribadah kepada Tuhan itu dengan berdasarkan, “Aku mau melakukan Firman Tuhan itu.” Bisa jadi perbuatan kita pun dari motivasi-motivasi yang salah. Tetapi di sini kita bisa belajar bahwa perbuatan itu adalah salah satu bentuk iman dan perbuatan itu tidak terpisah dari iman. Maka iman itu harus sejati dulu baru munculkan perbuatan secara otomatis. Yakobus melawan ajaran yang salah tentang iman yaitu bahwa iman itu boleh pisah dengan perbuatan. Ini ajaran yang salah. Iman itu tidak perlu perbuatan, rasa percaya itu tidak perlu dinyatakan dengan perbuatan, nggak usah. Ajaran ini menyatakan pemisahan antara iman dan perbuatan dan akhirnya mengindikasikan ada 2 cara datang kepada Allah, yaitu dengan iman saja atau juga dengan perbuatan saja itu bisa menyenangkan Allah. Hanya bicara soal hal yang benar saja itu menyenangkan Tuhan, sudah, cukup. Hanya mengajar yang benar saja, mengajar Alkitab saja itu sudah cukup, tidak perlu lakukan Alkitab. Itu salah! Atau hanya dengan perbuatan saja, ya udah, perbuatan, perbuatan, perbuatan saja, tapi tidak ada pengertian atau percaya yang benar kepada Tuhan. Maka dari sini Yakobus mengatakan mustahil punya iman tanpa perbuatan. Perbuatan-perbuatan itu didasari oleh iman yang seharusnya.

Lalu kita lihat ayat 19, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Yak. 2:19, “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja?” Engkau percaya hanya ada satu Allah saja, Yakobus puji ya, “Itu baik!” Tetapi Yakobus juga menegur, menyindir pembacanya atau komunitas Kristen pada waktu itu, dia katakan, “Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” Kalau kamu bangga kamu punya iman kepada Allah yang Esa, itu baik, itu harus dipuji, tapi apa bedanya sih sama setan yang beriman? Setan pun punya iman ya, setan pun punya iman bahwa Allah itu Esa. Bukan saja itu, “Setan yang beriman kepada Allah yang satu itu, setan itu gemetar, takut sekali sama Tuhan, sedangkan kamu, percaya Allah itu Esa, tapi nggak pernah takut sama sekali sama Tuhan. Kamu itu lebih rendah daripada setan. Kamu itu lebih setan daripada setan.” Wah Yakobus tegas sekali ya, menegur dengan keras sekali kepada pembacanya. Yakobus mengajak komunitas Kristen itu berpikir, jangan puas kalau cuma mengenal Allah yang Esa saja ya.

Nasihat Yakobus di sini itu bicara soal jangan berpuas kalau punya iman yang satu itu, hanya sebatas percaya Allah itu Esa. Jangan puas kalau punya doktrin yang kamu miliki, cuma satu itu, masih banyak doktrin-doktrin atau iman-iman yang harus kita pelajari, masih sangat banyak. Jangan cepat berpuas diri untuk bisa mengerti sesuatu. Karena mengerti sesuatu saja tidak cukup, butuh tindakan. Semua orang tau ada Tuhan kok, semua orang tau ada Tuhan, tetapi tidak berespons dengan tepat kepada Tuhan yang Esa itu. Tetapi setan, setan percaya ada satu Tuhan kok, setan itu diciptakan Tuhan, setan itu dihukum Tuhan kok, setan itu punya iman juga. Dan setan berespons dengan tepat, yaitu dia takut sama Tuhan. Bukan hormat, tapi takut yang ingin pergi dari Tuhan, benci sama Tuhan, takut yang ngeri, gitu ya. Setan lebih, mungkin bisa dikatakan, lebih benar, lebih baik daripada orang berdosa yang kacau baik doktrin maupun perbuatannya.

Yakobus masuk ke pemahaman tentang Allah dari agama Yahudi, ya, agama Yudaisme itu percaya bahwa Allah itu Yahwe saja, Allah itu satu saja, Bapa, saja ya. Bahkan mereka nggak kenal Bapa juga ya, Allah itu hanya satu Esa. Ini adalah sebuah, “Shema Yisrael”, ya mereka selalu punya suatu tradisi bagaimana mereka itu mengatakan “Shema Yisrael” yaitu “Dengarkanlah bangsa Israel bahwa Allah itu Esa! Kasihilah Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan kasihi sesamamu manusia!” Ini adalah doa yang dibawakan oleh orang-orang Yahudi baik pagi maupun malam. Mereka itu fokus kepada Allah yang Esa, Allah yang satu. Mereka begitu bangga. Tetapi sayangnya Allah yang satu itu, setan pun percaya. Setan pun percaya Allah itu satu kok.

Apa pentingnya memahami percaya bahwa Allah itu Esa? Sebenarnya ini sangat penting sekali ya kalau kita pelajari agama-agama yang menyatakan bahwa Allah itu satu saja, Esa saja. Allah itu hanya ada satu-satunya di Bumi, nggak ada dewa-dewa lain, nggak ada ilah-ilah lain. Itu penting sekali. Ini berarti kalau kita mempercayai dan memahami bahwa Allah itu Esa, kita punya iman kepada Allah itu Esa, yang satu itu, berarti Allah itu Pribadi yang sangat-sangat penting karena Dia hanya ada satu. Tidak ada yang lain, Dia itu sangat berharga, Dia itu layak dikenal, layak dikasihi, layak dipuji dan disembah karena Dia adalah Allah yang satu. Allah pencipta, Allah pemelihara dan inilah yang terus mendorong orang mau kenal Tuhan yang satu itu, Allah yang satu itu. Inilah yang mendorong orang juga mencurahkan seluruh sumber dayanya untuk bisa mengenal Pribadi yang terpenting dan Pribadi yang sempurna itu. Ini karena apa? Pemahaman Allah itu hanya ada satu.

Lalu yang kedua kita bisa lihat juga kalau kita memahami Allah itu hanya ada satu, itu berarti tidak ada yang setara dengan Dia dan semua makhluk ciptaan tidak ada yang sama dengan Dia. Hanya ada satu dan Dia itu paling tinggi, nggak ada yang bisa menyamai Dia, nggak ada yang setara dengan Dia. Dia itu layak untuk dikenal, dikasihi. Makhluk ciptaan lain tidak ada yang bisa lakukan apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah karena Allah itu satu, beda dengan kita.

Lalu yang ketiga kalau kita memahami pemahaman Allah yang satu atau doktrin Allah yang satu dan juga iman kepada Allah yang satu, maka kita bisa berelasi dengan Allah itu secara ekslusif. Satu kok, satu-satunya. Sama seperti sepasang kekasih, menikah, menjadikan pasangan mereka itu sebagai suami atau istri mereka, itu hanya ada satu saja. Maka relasinya itu eksklusif. Karena hanya ada satu saja. Dan kita bisa mengasihi dengan luar biasa penting secara intim, secara dekat. Karena itu memahami Allah yang satu.

Sebaliknya, kalau kita memahami bahwa Allah itu tidak satu, berarti ada ilah-ilah. Kita sebutnya ilah-ilah atau dewa-dewa, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, maka ilah-ilah itu bukan menjadi pribadi yang terpenting. Ada banyak ilah kok. Dewa-dewa yang lain itu jumlahnya ratusan, bahkan ratusan ribu. Banyak, kita lupa namanya juga ya. Kita nggak kenal semuanya. Itu berarti menjadi pribadi yang tidak terpenting. Karena banyak ilah. Mungkin ada 1 ilah, 1 paling powerful, tetapi manusia tetap bisa berpaling kepada ilah-ilah yang lain, dewa-dewa yang lain, dan dewa-dewa itu menjadi pilihan saja untuk bisa disembah. Karena apa? Karena banyak kok dewanya. Tidak ada yang terpenting lah, sulit ya. Tidak ada relasi yang eksklusif jadinya juga, karena apa? Tidak perlu terlalu setia kepada 1 ilah. Sulit untuk bisa setia kepada banyak pilihan kan. Sulit sekali, sehingga manusia tidak akan bisa setia kepada ilah tertentu, 1 saja karena banyak yang harus disembah.

Lalu yang selanjutnya, kalau tidak percaya bahwa Allah itu Esa, berdasarkan Firman Tuhan di sini, yaitu berarti manusia itu sama, bahkan lebih rendah daripada setan. Karena setan pun percaya Allah itu satu, Allah itu Esa, dan setan gemetar di hadapan Allah. Bapak, Ibu,Saudara sekalian, kapan sih kita gemetar? Jarang ya? Jarang ya kita gemetar, mungkin kita melihat binatang yang menjijikkan baru kita gemetar atau takut ya waktu mungkin mau kecelakaan yah dan lain-lain. Kita jarang sekali gemetar ya. Atau mungkin waktu kedinginan ya. Tetapi, waktu kita lihat di sini setan gemetar kepada Allah. Waktu berhadapan dengan Allah itu setan gemetar.

Kita datang hari Minggu, kapan sih moment kita sungguh-sungguh datang kepada Allah? Hari Minggu kan ya, kita merayakan hari Sabat, merayakan kebangkitan Kristus, kita menyatakan suka cita kita karena undangan Tuhan kita terima. Tuhan itu mengundang kita. “Barangsiapa yang letih lesu dan berbeban berat, datang kepada Yesus Kristus.” Kita datang di hari Minggu, Tuhan liburkan 1 hari. Tuhan contohkan dalam creation, di dalam penciptaan itu Tuhan contohkan bahwa Tuhan pun istirahat di hari ke tujuh. Supaya apa? Supaya Tuhan mengundang kita datang kepadaNya, supaya kita istirahat juga. Nah, apa sih? Waktu kita datang kepada Tuhan, apakah kita rasanya biasa saja? Sebenarnya, harusnya rasanya beda. Di hari Minggu itu ada perasaan yang beda yang muncul di hati kita. Karena apa? Ada yang mengundang kita dan kita datang karena undangan Dia. Yaitu siapa? Allah. Waktu datang itu kita datang kepada Allah, utamanya ya, bukan datang kepada gereja, umat Tuhan, bukan ya. Kita itu sedang menyembah Allah. Penontonnya Allah. Kita itu sedang beribadah kepada Allah. Tuhan itu seperti orang yang nonton konser ya. Orang yang nonton konser Tuhan itu sendirian, terus kita yang pemainnya di tengah. Di tengah ruangan konser tersebut. Dan itu ada perasaan gentar. Pemain konser, pemain ensemble itu pasti gentar ya, mem-perform sesuatu. Paduan suara ya, itu juga gentar. Itu ada latihan-latihannya.

Demikian juga sebenarnya waktu kita datang ibadah kepada Tuhan, itu tuh harus ada latihan, ada persiapan yang matang. Minimal doalah ya sebelum ibadah itu di rumah gitu sendirian, doa. Supaya apa? Supaya kita bisa memiliki hati yang takut akan Tuhan, dan kita merasakan hadirat Tuhan sampai kalau perlu kita tuh gemetar. Bukan gemetar karena takut seperti iblis takut tetapi gemetar karena kasih dan pengampunannya begitu besar. Kita boleh datang ke rumah Tuhan, kita boleh bertemu dengan Allah. Ada suka cita yang besar. Kalau tidak ada suka cita yang besar, latih. Latih. “Saya suka cita hari ini.” Kenapa? Sebutkan alasan-alasannya. Kita temukan jawaban-jawabannya. “Kenapa saya harus ke gereja? Kenapa saya harus bersuka cita? Kenapa saya harus punya perasaan yang gemetar waktu datang kepada Allah.”

Iblis punya alasan. Iblis punya alasan gemetar, yaitu takut. Karena takut dihukum Tuhan. Takut dimarahi Tuhan karena berdosa terus kok, iblis. Kita pun sama, kita pun lakukan dosa. Kita digoda oleh iblis. Harusnya ada perasaan takut dan gentar waktu datang kepada Allah. Nah, di sini Yakobus membandingkan manusia dengan setan. Jarang sekali Firman Tuhan itu bandingkan manusia dengan setan. Jarang sekali. Dan Yakobus menyatakan suatu hal yang mengagetkan, bahwa Yakobus mengerti bahwa setan itu punya konsep kebenarannya sendiri, setan itu punya iman yang salah ya, maksudnya dia punya iman, betul. Tapi imannya salah. Yaitu apa? Setan itu tahu kok, Allah itu Esa. Dan dia bisa berespon dengan tepat. Dia punya konsep kebenaran yang umum. Setan tahu kok siapa Tuhan. Waktu setan mencobai Yesus Kristus, setan juga tahu kok ini Yesus Kristus anak Allah. Setan itu banyak tahu. Dan sayangnya orang Kristen malah tidak tahu. Ini kan bahaya sekali. Bahaya sekali. Kita itu lebih setan kalau kita tidak mengenal Allah Tritunggal. Kita lebih setan dari setan. Kita lebih menjadi musuh Allah daripada setan sendiri.

Ketika saya merenungkan bagian ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, saya bertanya ya, apa sih kelebihan-kelebihan setan? Bukan berarti kita sekarang mengenal setan ya judulnya. Bukan ya, kita tetap mengenal Allah. Kita mau fokus memuliakan, menikmati Allah. Tetapi dalam bagian ini, Yakobus pun memikirkan tentang setan. Salah satu point-nya adalah setan itu percaya Allah itu satu dan dia gemetar. Ada 7 kelebihan setan setidaknya ya yang kita bisa renungkan. Yang pertama, setan itu kalau kita lihat penciptaan, setan itu memang diijinkan Tuhan untuk bisa mengambil rupa hewan. Hewannya juga adalah hewan yang terbaik dan termenarik. Kenapa? Karena setan sedang menggoda manusia. Ular itu binatang yang menarik. Sangat menarik di zaman awal penciptaan. Jadi, setan ini punya kemampuan untuk ambil rupa hewan. Ini di zaman dulu ya. Nah, ini seperti siluman. Siluman itu bisa berubah-ubah, kayak gitu ya. Dan siluman ini di KBBI, Bapak, Ibu,Saudara sekalian, ada definisi yang lain yaitu “biaya siluman”. Biaya yang tidak resmi, entah muncul dari mana, nggak ada bon-nya, ada biayalah kayak gitu, harus bayar kurang lebih kayak gitu ya. Nah, ini siluman ya.

Tetapi kita lihat waktu iblis juga, bisa saja dia serupa dengan manusia. Ya, iblis juga bisa punya kemampuan itu, berubah, iblis itu roh tetapi serupa, seperti manusia. Bukan manusia ya. Bukan manusia tetapi seperti manusia. Bisa juga. Baik rupa hewan dan manusia itu ya, kurang lebih tidak menyentuh secara fisik manusia. Baik iblis ketika berubah ya. Waktu iblis ketemu Hawa dan Adam di Taman Eden, ular itu kan nggak melilit Hawa kelihatannya, nggak pegang-pegang Hawa, nggak secara fisik. Meskipun iblis itu punya kemampuan untuk berubah ya, berubah rupa tapi dia tidak menyentuh fisik manusia. Tetapi intinya, waktu kita melihat kelebihan atau kemampuan iblis ini atau setan ini, kita bisa mengenal bahwa prinsip kenapa setan berubah wujud, yaitu adalah untuk menggoda manusia jatuh ke dalam dosa. Setan menakut-nakuti kita dengan wujud seperti manusia, arwah-arwah gentayangan. Supaya apa? Supaya kita jatuh ke dalam dosa.

Iblis, waktu pertama kali dia mengambil rupa hewan , yaitu ular yang dia pilih. Ular itu pasti menarik dan ada kakinya ya, dan itu suatu seperti naga ya. Berarti sangat indah lah sehingga Hawa pun tidak takut. Jadi, hewan ular zaman dulu itu bukan hewan yang menakutkan seperti sekarang ya. Tapi sangat menarik, ingin dilihat, bahkan ingin dipegang. Dan waktu iblis berubah menjadi ular itu tujuannya apa? Supaya Hawa itu tertarik sama omongannya. Tidak menjijikkan. Ular itu tidak menjijikkan waktu si iblis itu berubah menjadi ular. Tidak menjijikkan, tetapi menarik hati sampai akhirnya Hawa ngobrol dengan setan. Ngobrol-lah Hawa dengan setan dan dicobai dan ini adalah suatu perbuatan yang tidak boleh. Ya, ngobrol dengan setan tidak boleh. Ya, berkomunikasi dengan setan itu perbuatan dosa. Ini nggak boleh. Karena apa? Setan itu waktu diajak bicara pasti tipu muslihat yang muncul. Pasti bukan kebenaran.

Nah,ini salah satu kelebihan setan ya. Dia bisa diberikan kemampuan oleh Tuhan, ya. Binatang mungkin sudah nggak berubah-ubah ya. Sekarang kan nggak ada binatang ajaib seperti itu. Sekarang itu lebih banyak arwah-arwah. Berubah iblis menjadi serupa dengan wujud manusia dan menakut-nakuti kita, sehingga pembicaraan itu terus ke setan ya. Itu kita sudah jatuh ke dalam dosa.

Nah kemudian yang kedua, arti kata “setan” sendiri adalah lawan atau musuh ya. Jadi, ini adalah musuh yang paling kuat dari Allah. Allah itu terus bertentangan dengan iblis atau setan. Setan ini penipu. Allah itu menyatakan kebenaran. Pemfitnah, menipu. Ini adalah efek yang sangat besar sekali, parah sekali, Bapak,Ibu, Saudara sekalian, kalau kita melakukan fitnahan atau penipuan. Ada orang-orang yang difitnah sehingga nggak bisa kerja lagi, nggak bisa pelayanan lagi. Karena apa? Difitnah. Nggak bisa menghasilkan uang lagi. Karena apa? Ditipu. Bahkan bunuh diri. Karena apa? Tipuan, fitnahan. Bunuh diri. Itu efeknya besar sekali dan setan itu melakukan demikian. Dia sebagai musuh Allah, dia kerjaannya adalah menipu, memfitnah ya sampai orang mati, celaka, dan berbuat dosa.

Lalu, kelebihan setan juga adalah yang ketiga, dia adalah penggoda yang handal. Dia persuasif sekali agar manusia itu itu melakukan dosa dengan rela berdasarkan keinginannya sendiri. Ini perlu juga sebenarnya ya, kalau setan bisa persuasif kepada manusia berdosa, kenapa kita nggak bisa persuasif kepada sesama untuk datang melakukan kebenaran? Allah juga sering kali kan mempersuasi, mengajak orang itu datang kepada Allah. Ini sama-sama. Allah itu mengajak orang melakukan kebenaran, setan itu mengajak orang melakukan dosa. Kita digoda terus ya. Allah mendorong kita, memerintahkan kita. Iblis menggoda kita. Dan akhirnya kita melakukan dosa dengan rela.

Yang keempat, di dalam 1 Petrus 5:8 di situ dikatakan bahwa iblis itu seperti singa yang mengaum yang senantiasa mencari mangsanya. Berarti, iblis itu rajin bekerja. Meskipun dia tahu bahwa tidak mungkin dia bisa mengalahkan Allah, tetapi dia menggunakan kemampuan yang sementara masih diberikan Allah ini untuk bisa bekerja menggoda manusia melakukan dosa dan membiarkan manusia itu melakukan dosa juga. Jadi, iblis itu tahu kok, kekuatannya pasti kalah dari Allah tapi dia nggak pernah berhenti bekerja. Selama dia masih diizinkan bekerja di Bumi ini, iblis akan terus bekerja. Meskipun hasilnya juga pasti tahu dia kalah, pasti dihukum Allah, tapi dia terus lakukan pekerjaan selama hari masih siang. Itu iblis.

Yang kelima, kelebihannya adalah iblis itu punya kekompakan ya. Kita tahu bahwa setan pun ada organisasinya kok. Kalau kita nggak bisa memimpin organisasi dengan baik dan benar, khususnya di dalam gereja atau di dalam suatu pelayanan, kita lebih parah dari setan. Setan itu punya pemimpin, dan bawahannya nurut sama pemimpinnya ya, penghulu setan. Ada anak buah setan juga, mereka bisa bekerja sama dengan baik. Dan ada seorang teolog membedakan tugas dari pemimpin setan dan juga anak buah setan, yaitu tugas primer maupun tugas sekunder. Tugas primer dari pemimpin setan adalah membuat manusia itu secara halus melakukan dosa, bahkan dia sampai tidak sadar melakukan dosa, manusia tersebut. Caranya halus sekali. Ini tugas primer yang hanya bisa dilakukan oleh pemimpin -pemimpin setan dan tugasnya itu secara halus, elegan, yaitu yang dilakukan oleh setan pertama kali mencobai Adam dan Hawa. Halus sekali, dengan ngobrol dulu, dengan pakaian yang menarik, rupa yang menarik setan menjadi ular, bicaranya sopan, baik, tenang, nggak maksa lho. Setan itu nggak maksa Hawa untuk makan. Setan itu menggoda saja. Dengan befriend, menjadi teman bagi Adam dan Hawa. Ajaib. Setan itu luar biasa baik. Itu dilakukan oleh pemimpin setan sampai Adam dan Hawa tidak sadar mereka melakukan dosa. Dan akhirnya, mereka mengambil keputusan untuk “Ya udah, perkataan setan ini layak dipercaya.”

Tetapi, kalau tugas-tugas sekunder dari setan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini adalah roh-roh jahat ya. Anak-anak buah setan itu bicara soal apa? Merasuk orang sampai tertawa, teriak-teriak nggak jelas gitu ya. Wah, guling-guling di lantai. Mungkin juga orang itu dirasuk sampai dia bisa supranatural terbang atau punya kekuatan yang besar. Itu setan-setan kroco. Setan-setan anak buah. Itu malah membuat orang semakin dekat dengan Tuhan. Itu bodohnya juga ya, anak buah setan itu. Dia caranya barbar. Nakut-nakutin orang, mencelakakan, kayak gitu ya. Tetapi setan yang pemimpin itu adalah menggoda kita dengan cara yang halus, sampai kita itu tidak sadar bahwa kita tersesat. Ternyata kita itu punya pemahaman yang salah. Ternyata kita membawa orang itu kepada dosa.

Yudas ini tersesat oleh pemimpin setan juga sampai Yudas akhirnya menyerahkan Yesus Kristus. Padahal Yudas juga sebelumnya itu juga mengabarkan Injil. Yudas juga melakukan mujizat. Yudas juga diutus berdua-dua. Yudas juga bijaksana mengatur keuangan Yesus Kristus selama kurang lebih 3 tahun. Yudas itu pintar keuangan. Yudas itu rajin menginjili. Yudas itu dekat-dekat dengan Yesus Kristus terus. Tapi dia tidak sadar bahwa dia itu dipakai setan untuk mengkhianati Yesus Kristus. Ini sudah ya cara yang halus. Kita bisa katakan bahwa yang dilakukan pemimpin setan adalah seperti melakukan dengan cara benang yang halus. Ya, menggerakkan orang itu seperti benang yang halus. Tetapi kalau setan-setan yang anak buah itu dengan kayu yang keras. Wah, sangat jelas gitu.

Dan kelebihan keenam, memang setan bisa merasuk seseorang ya. Berarti, setan itu melakukan hal supranatural di dalam diri seseorang di luar kehendak orang tersebut. Ya memang bisa ada kemampuan. Masalahnya, seizin Tuhan atau nggak. Dan yang ketujuh, yang mengagetkan adalah setan punya hikmat. Tapi bukan hikmat Tuhan, bukan hikmat Kristus, tapi hikmat yang berdosa, sinful wisdom, sinful intelligence ya. Setan punya semuanya. Setan itu pintar kok. Setan itu bisa menggunakan seluruh kemampuannya bukan untuk memuliakan Tuhan, tetapi untuk memuliakan dirinya dan membuat orang itu berdosa terus-menerus. Kalau setan tidak punya hikmat, sudah sejak kapan dia resign jadi setan ya kalau dia nggak punya hikmat. Dia nyerah jadi setan itu. Udahlah pasrah. Tapi karena dia punya hikmat, hikmat yang berdosa, dia terus kerja. Dia terus menggoda kita untuk melakukan dosa. Kalau kita lihat, merenungkan 7 kelebihan setan ini saja, sudah kita angkat tangan deh. Kita nggak mungkin bisa taat kepada Tuhan dengan usaha sendiri, itu nggak mungkin. Kita bisa jadi setan lebih dari setan sendiri kok, sebagai manusia yang berdosa itu.

Kita lanjut ayat 20, “Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong?” atau useless. Di sini Yakobus menegur ya. Manusia yang bebal. Manusia yang bebal itu berarti manusia yang menolak kebenaran. Manusia yang menolak Firman Tuhan. Nggak mau terima Firman Tuhan, nggak mau melakukan Firman Tuhan. Mungkin dia terima ya satu ajaran yang benar, tapi dia tidak mau melakukan dalam kehidupan sehari-hari. Itu adalah orang yang bebal, mengeraskan hati.

Manusia yang bebal seringkali punya 1 ciri, yaitu adalah hidupnya itu inkonsisten. Ini adalah salah satu ciri yang kelihatan dari manusia yang bebal, yaitu dia itu punya 2 standard atau double standard. Dia itu standard-nya nggak 1, tapi 2. Yang menguntungkan bagi dia, dia standard-nya itu, yang tidak menguntungkan dihindari. Dia punya ketidakkonsistenan di dalam hidupnya. Dia kata-kata ada, tapi kelakuannya nggak muncul. Kelakuannya muncul, tetapi hatinya tidak demikian. Itu inkonsisten. Antara iman dan perbuatan itu tidak berjalan beriringan. Dan itu bukan dilakukan oleh orang bukan Kristen. Itu dilakukan oleh orang Kristen.

Ambil contoh, orang Kristen itu adalah Nabi Yunus. Orang pilihan Tuhan yang dipakai Tuhan untuk melayani sebagai nabi. Di dalam Yunus 1:9 kita bisa melihat kebebalan hati Yunus dan inkonsistensi dari Yunus. Yunus itu di dalam Yunus 1:9 dijelaskan, saya akan bacakan Yunus 1:9, “Sahutnya kepada mereka -” sahut Yunus ya, “- Aku seorang Ibrani; aku takut akan TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan.” Ini imannya Yunus. Ini adalah doktrinnya Yunus. Imannya. Dia mengatakan demikian kan ya. Tapi dari sini, kita bisa belajar bahwa meski pun teologinya benar, dia pengetahuannya benar, tapi justru di dalam kondisi yang krisis, dia tidak melakukan apa yang dia percayai atau apa yang dia ketahui. Justru kita lihat awak kapal. Nah sekarang kita lihat awak kapalnya yang bersama-sama dengan Yunus di kapal tersebut, di perahu tersebut. Awak kapal itu ketika melihat ada badai yang besar itu mereka menjadi takut, kemudian masing-masing berteriak kepada allahnya, dan mereka membuang ke dalam laut segala muatan kapal itu untuk meringankannya supaya tidak tenggelam. Tetapi Yunus itu turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan tidur di situ. Sekarang ada badai besar. Orang Kristen adalah orang yang harus mempertahankan hidup, persevering life. Itu orang Kristen. Pertahankan hidup. Itu orang Kristen.

Sekarang di satu kapal, ada awak-awak yang politeisme, Yunus monoteisme. Yunus percaya Allah itu satu, Allah itu Esa, Allah Israel, Allah orang Ibrani, ya. Dan awak-awak kapal ini politeisme, percaya pada dewa-dewa yang begitu banyak. Dewa laut, mereka percaya, dewa daratan, mereka percaya. Lalu, ada di 1 kapal itu sama-sama ada krisis. Yang 1 pemahamannya salah, politeisme, awak kapal. Yang 1 pemahamannya benar, Allah pencipta langit dan Bumi. Tapi, ini uniknya ya, ketika badai menyerang mereka, mereka yang politeisme berdoa lebih kencang. Bukan hanya berdoa, mereka melakukan 1 tindakan, buang barang barang ke luar supaya perahu itu tidak tenggelam ketika menghadapi badai. Tetapi, yang katanya punya iman yang benar, takut akan Tuhan, tahulah Allah itu Esa, pencipta langit dan Bumi, lautan, turun, santai, “Udahlah, mau mati saja saya. Nggak papa tenggelam, nggak papa di badai.” Tidur. Orang lagi sibuk-sibuknya mau mati. Yang politeisme berdoa kenceng-kenceng, yang monoteisme yang sungguh-sungguh punya pengetahuan yang benar malah tidak berdoa sama sekali. Tidur! Mana sih yang benar? Mana sih yang sungguh-sungguh punya perbuatan yan benar, gitu ya.

Kita kadang-kadang nggak ngerti, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Nah, ini kita bisa melihat bahwa Yunus itu bebal. Intinya Yunus itu bebal. Inkonsisten dengan imannya sendiri. Bukan berarti iman politeisme itu benar ya. Mereka juga salah, tapi ada kelakuan yang benar. Mereka mau mempertahankan hidup. Meskipun ok lah, motivasi-motivasinya salah, imannya salah. Tapi, setidaknya secara fenomena itu melakukan yang benar. Sedangkan Yunus yang katanya punya doktrin yang benar, malah secara fenomena itu salah ya. Nggak berdoa sama sekali. Ini menunjukkan Yunus itu bebal. Dan untuk orang bebal, Yakobus menantang dan memanggil semua orang bebal, Yakobus memberikan tantangan iman, sebuah calling kepada para pembacanya, yaitu “Maukah mengakui bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? Sekarang orang bebal, dengarkan ini. Maukah kamu mengakui sekarang kalau kamu punya iman, katanya kamu beriman tapi kamu tidak punya perbuatan, imanmu itu kosong!” Wah, Yakobus calling seperti ini ya kepada komunitas orang Kristen pada waktu itu. “Sadari, kamu itu punya iman yang sia-sia. Iman yang kosong, nggak ada perbuatan!” Ngomong aja banyak, “Aku takut Tuhan. Aku orang Reformed. Aku orang Kristen. Aku beribadah. Aku berdoa.” nggak lakukan sungguh-sungguh apa yang kamu imani. Ini adalah perbuatan yang sia-sia.

Iman yang sejati adalah iman yang disertai perbuatan baik. Ini kadang-kadang kita memang membingungkan ya. Antara iman dan perbuatan itu beda tipis. Iman yang sejati, perbuatannya harusnya sejati, baik. Iman yang palsu harusnya nggak ada perbuatan. Tetapi manusia itu sangat kompleks. Manusia sangat bisa inkonsisten di dalam kehidupannya sendiri. Iman yang sejati, iman kepada Yesus Kristus dan disertai perbuatan baik juga kepada Kristus dan kepada sesama.

Seorang tokoh bernama John Leith memberikan suatu kutipan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. John Leith mengatakan bahwa “The faith of a people is written in theological books, structured in organizations, and expressed in worship. It is also embodied in style and manner of life. In fact, style of life always betrays basic theological and ethical conviction.” Nah kita bisa melihat di slide ya suatu kutipan ini. Cukup bagus, kompleks ya. Dikatakan bahwa, iman suatu orang atau masyarakat itu merupakan iman yang dituangkan dalam buku-buku teologi. Ya, itu para teolog, tugas para teolog itu ya seringkali menulis. Dia mengerti Firman Tuhan, dia buat commentary. Commentary tentang Firman Tuhan. Penjelasan. Nah, itu iman juga. Bekerja sesuatu, buat buku kok. Itu kan perbuatan ya. Namanya buat buku, buat tulisan, atau buat khotbah juga. Itu adalah suatu pekerjaan baik, dan itu muncul. Seseorang yang beriman bisa memunculkan imannya di dalam buku teologi.

Kemudian, iman itu bukan saja di dalam buku tetapi structure atau terstruktur distrukturkan dalam bentuk-bentuk di dalam organisasi. Organisasinya jelas. Organisasi itu bentuk iman juga ya. Iman yang baik. Dan juga diekspresikan di dalam ibadah atau penyembahan. Nah, itu iman. Iman yang sejati yang baik itu ada wujud nyatanya. Buku, organisasi, ibadah, dia klasifikasikan dalam 3 hal ini saja. Kemudian bukan saja itu, secara umum, dia katakan iman juga itu dinyatakan, diwujudkan dalam gaya dan cara hidup. Iman ini secara otomatis harusnya muncul di dalam gaya dan cara hidup. Nah, itu adalah iman yang sebenarnya ya. Iman yang arti iman itu demikian.

Kemudian dia jelaskan bahwa ternyata memang kehidupan di dalam dunia ini mendorong kita untuk selalu inkonsisten. Itulah yang akhirnya kita suka sulit mengerti, “Apakah saya itu hidup yang sudah beriman atau belum?” Atau bagaimana kaitan antara iman dan perbuatan. Dia katakan, kenyataanya gaya hiduplah yang senantiasa mengkhianati keyakinan-keyakinan dasar teologia dan etika. Jadi, gaya hidup kita-lah yang sebenarnya menyatakan bahwa kita itu menyangkali iman kita. Karena gaya hidup di dunia ini senantiasa membawa kita untuk menyangkali iman kita. Nah, itulah tarik-menariknya antara iman yang sejati atau pun iman yang palsu ya. Iman yang sejati ingin menyatakan perbuatan dengan baik, tetapi iman yang palsu itu terus menarik untuk bisa inkonsisten dengan iman yang sejati.

Nah ini adalah soal iman, Bapak,Ibu,Saudara sekalian, kiranya kita boleh sungguh-sungguh memiliki kehidupan yang beriman. Jadi kita perlu proses, memang. Untuk bisa melakukan sesuatu itu perlu proses. Kita tidak serta-merta mudah untuk menghakimi atau mengadili sesama, apakah dia orang beriman atau tidak, tetapi kita mendorong orang itu untuk melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai dengan iman yang diberikan Yesus Kristus sendiri. Jika pikir kita sudah beriman tapi belum ada perbuatan yang nyata, yang tepat, jangan pikir kita sudah beriman sungguh-sungguh. Kita memang diselamatkan hanya iman di dalam Yesus Kristus, tetapi iman dalam Yesus Kristus ini juga mendorong kita untuk melakukan perbuatan baik. Perbuatan baik kepada Kristus mau pun sesama.

Kiranya kita boleh terus bergantung kepada Firman Tuhan, karena Firman Kristuslah yang menimbulkan iman. Dan ketika kita sudah dapatkan iman dari Firman Tuhan tersebut, kita perlu kuasa dari Roh Kudus untuk bisa melakukannya. Roh Kudus sudah pasti memberikan kemampuan atau menyediakan kekuatan supaya kita lakukan Firman Tuhan. Pertanyaannya adalah kita mau atau tidak. Kita mau nggak melakukan Firman Tuhan. Kita sudah beriman terhadap suatu pengajaran, suatu kebenaran. Nah, kita bisa praktek-kan nggak di dalam kehidupan kita sehari-hari. Nah, salah satu wujud, Bapak,Ibu, Saudara sekalian, kita dipermudah untuk mempraktekkan iman adalah gereja Tuhan ini ya. Gereja Tuhan ini sebagai perkumpulan yang memudahkan kita untuk melakukan Firman Tuhan secara pasti, secara tepat, karena kita di dalam komunitas yang sama, di dalam komunitas yang berdasarkan komunitas Yesus Kristus. Kita sama-sama mengikut Yesus. Nah, disinilah kita saling tolong-menolong untuk bisa melakukan Firman Tuhan, menyatakan iman kita, dan juga memproses iman kita menjadi dewasa, sampai kita bisa sungguh-sungguh menghasilkan buah-buah pertobatan. Nah, kiranya kita boleh terus setia untuk memperbaharui iman kita, mempelajari Firman Tuhan, dan juga terus melakukan kebaikan kepada sesama. Mari kita sama-sama berdoa.

Bapa kami yang di Surga, pagi hari ini Tuhan, kami datang kembali kepada-Mu. Kami mau sungguh-sungguh menyadari keberadaan kami di hadapan Tuhan. Kami adalah manusia yang lemah dan kami senantiasa membutuhkan bimbingan Tuhan untuk bisa mengerti iman kami dan juga mempraktekkan iman kami di dalam kehidupan kami sehari-hari. Berikanlah kami Tuhan, iman yang sejati, dan jauhkan kami dari segala kebebalan hidup. Kami tidak mau menjadi manusia yang bebal, tetapi kami mau menjadi manusia yang sungguh-sungguh takut akan Tuhan. Yang menjalankan Firman Tuhan, yang memiliki iman yang sejati di dalam Yesus Kristus. Kami mohon anugerah-Mu Tuhan, supaya kami boleh bertumbuh di dalam iman, tambahkan-lah iman kami,Tuhan, rasa percaya kami kepada Tuhan. Dan kiranya kami boleh juga mengerti apa yang harus kami lakukan setelah kami menerima iman dari Tuhan sendiri. Pimpinlah hidup kami Tuhan. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kami yang hidup. Kami sudah berdoa dan mengucap syukur. Amin. (HSI)

 

Transkrip Khotbah ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah.