Sering kali hal yang terpenting justru adalah hal yang terlupakan. Itulah fakta yang juga terjadi kepada sikap orang Kristen terhadap Alkitab. Kitab Wahyu adalah kitab yang orang Kristen sering kali tidak sentuh dengan berbagai alasan: tidak jelas, tidak praktis, beritanya penghukuman yang tidak enak didengar, bahkan hingga alasan bahwa Calvin sendiri tidak menuliscommentary tentang Kitab Wahyu.
Namun di pihak lain, ada euforia yang salah di spektrum satunya yang begitu suka mengaduk-aduk isi berita Kitab Wahyu untuk disesuaikan dengan kemauan sendiri tanpa hermeneutika yang bertanggung jawab. Golongan yang ini suka membahas tema-tema yang “spektakuler” seperti angka 666, naga, monster, dan lain-lain, hanya demi kuriositaspribadi.
Begitu sayangnya pesan theologis tema-tema penting Kitab Wahyu menjadi termarginalkan atau diselewengkan di kalangan gereja sekarang ini. Seperti seseorang yang tidak akan berhenti membaca sebuah buku untuk mendapatkan kesimpulan yang klimaks di bagian penutup buku itu, orang Kristen juga tidak seharusnya stop dan menolak membaca Kitab Wahyu. Karena Kitab Wahyu sebagai kitab penutup dari Alkitab bukan hanya merupakan klimaks namun juga sebenarnya revisit kepada apa yang seharusnya terjadi di kisah awal dalam Kitab Kejadian. Salah satu tema yang sangat penting yang akan kita bahas bersama adalah langit dan bumi baru di Kitab Wahyu 21:1-4. Hanya 4 ayat yang pendek di penghujung akhir kitab Wahyu namun signifikansi dari momen yang dibahas 4 ayat ini tidak bisa lagi lebih ditekankan. Pentingnya momen ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Bukan hanya Kitab Wahyu tetapi juga seluruh Alkitab menunjuk kepada momen ini… setiap momen dari akhir zaman, dari teguran kepada 7 jemaat hingga kehancuran Babilon hingga penghakiman terakhir, tujuan akhir adalah langit dan bumi baru. Ini terutama berkaitan dengan surat kepada 7 jemaat di mana banyak dari janji- janji kepada mereka yang setia digenapi di dalam langit dan bumi baru.
Kita semua mempunyai a sense of excitement yang tinggi dalam event-event yang baru, seperti: merayakan Tahun Baru, merayakan bayi yang baru lahir, pindah ke rumah baru, ataupun mendapatkan iPad baru. Namun tentang langit dan bumi baru walaupun sangat penting, tidak semua orang Kristen dengan serta-merta antusias menantikan kedatangannya. Mungkin satu hari dalam satu tahun di mana kebanyakan orang secara keseluruhan di seluruh dunia tidak mau tidur malam itu adalah Malam Tahun Baru. Biasanya 364 hari yang lain jam 9 atau jam 10 kebanyakan orang sudah tidur, tapi khusus malam itu, Malam Tahun Baru, banyak yang menunggu detik-detik pergantian tahun. Ketika 10 detik menjelang angka dua belas malam, semua orang menghitung mundur secara serentak. Ada suasana yang begitu hidup, begitu gegap gempita diiringi oleh tiupan trompet ataupun suara ledakan petasan. Semua orang berharap di tahun yang baru akan lebih baik dibanding tahun sebelumnya, walaupun tahun demi tahun harapan ini tidak terpenuhi. Nanti suatu hari ketika momen langit dan bumi baru itu tiba, tidak ada gegap gempita apa pun yang akan melebihi pujian-pujian dan seluruh orkestra malaikat yang menyambut kedatangan umat Tuhan masuk ke kota Yerusalem baru.
Ketika kita mempunyai pengertian yang alkitabiah dan menyeluruh tentang pengertian langit dan bumi baru, setidaknya ada tiga konsekuensi bagi orang Kristen:
– Menanti dengan spirit baru
– Menanti dengan berkarya
– Menanti dengan hidup suci
Menanti dengan spirit baru
Penyingkapan Kitab Wahyu kepada Rasul Yohanes adalah untuk disampaikan kepada jemaat mula-mula di 7 gereja di Asia Kecil. Kondisi jemaat pada saat itu seperti yang kita bisa baca di pasal kedua dan ketiga sangatlah beragam. Ada yang sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan berat, ada yang kompromi iman, melupakan kasih mula-mula bahkan mati rohani. Kehadiran Kitab Wahyu mempunyai dua tujuan bagi jemaat mula-mula yaitu untuk menghiburkan mereka yang tertindas dan dianiaya sekaligus membangunkan dan mendorong mereka yang tertidur (comforts the discomforted and unsettles the comfortable).
Bagi mereka yang tertindas, berita bahwa kejahatan dan setan suatu saat akan dilenyapkan dan umat Tuhan akan mendapatkan kebahagiaan kekal merupakan suatu oasis di tengah-tengah padang gurun penderitaan. Bagi mereka yang tertidur rohani akan disentak dengan teguran yang keras supaya mereka tidak menjadi bersama- sama dengan kaum yang tertolak yang dicampakkan ke lautan api kekal. Kebanyakan kita mungkin di dalam situasi dan konteks yang lebih mirip dengan kelompok yang kedua karena kita tidak mengalami penganiayaan yang kejam, ditindas dengan luar biasa. Kebanyakan kita cukup menikmati hidup dengan nyaman dan tenang. Namun justru itu kita harus lebih berhati-hati untuk jangan sampai terlena seperti 5 dari 7 jemaat yang ditegur Tuhan. C.S. Lewis pernah memberikan ilustrasi tentang seorang anak yang mau terus melanjutkan main lumpur di halaman rumahnya dan tidak mengindahkan orang tuanya yang ingin membawanya berlibur ke pantai yang indah. Kita mungkin sekali mirip seperti si anak kecil tersebut.
Di dalam pasal 21 dan 22, Kitab Wahyu tidak sekadar memberitahukan destinasi, namun dengan berbagai gambaran-gambaran melukiskan keindahan destinasi Yerusalem baru yang akan dituju. Kota yang terbuat dari emas, dasarnya dari batu-batu berharga, ada sungai air kehidupan, dan lain-lain. Bagi orang Korea Utara yang tertindas, Korea Selatan merupakan kota Yerusalem baru mereka. Banyak orang yang ditembak ketika mereka diam-diam berusaha melintasi batas pemisah antara kedua Korea (Korean Demilitarized Zone). Namun akhirnya ada masa kedua negara tersebut mengizinkan beberapa rakyatnya boleh pindah. Ada seorang wanita yang pindah dari Korea Utara ke Korea Selatan diwawancarai, apakah yang dia paling senang pindah ke Korea Selatan: apakah kebebasannya, makanannya, dan sebagainya. Dia menjawab, “Semua itu baik, tetapi yang paling saya syukuri adalah bisa kembali bersatu dengan suamiku setelah belasan tahun terpisahkan secara paksa, itu melebihi semuanya.” Demikian juga nanti di Yerusalem baru, kita tidak hanya menikmati segala kemuliaan langit dan bumi baru yang berbeda dari dunia yang jatuh ini; kenikmatan yang terbesar yang disediakan di dalam Yerusalem baru adalah kehadiran Sang Pemberi Berkat – Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat- Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka (21:3). Hidup di tengah-tengah kenyamanan dunia ini bisa membuat kita apatis atau acuh tak acuh tentang kedatangan Kristus kedua kali. Bapa-bapa pahlawan iman sebelum kita, mereka merindukan tanah air yang lebih baik, yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.(Ibr. 11:16). Mari kita menanti dengan suatu spirit yang baru: spirit yang terus merindukan kedatangan Kristus.
Menanti dengan berkarya
Banyak orang salah mengerti sorga sebagai tempat yang serba putih dan terang dan orang-orang di dalamnya tidak melakukan apa-apa kecuali bermain harpa memuji Tuhan. Itulah gambaran karikatural yang sering ditampilkan oleh film-film Hollywood tentang sorga dan celakanya banyak orang Kristen secara sadar ataupun tidak sadar terpengaruh oleh gambaran kacau tersebut.
Di sini sorga digambarkan sebagai langit dan bumi baru serta Yerusalem baru sebagai pusatnya. Yerusalem baru sebagai kota. Kota dalam zaman saat itu memberikan gambaran tentang keamanan dan perlindungan di mana rakyat masuk berlindung di dalam kota dalam masa perang. Atau nuansa keadilan karena kerap kali suatu perkara pengadilan diputuskan di pintu gerbang kota. Sehingga gambaran Yerusalem baru sebagai kota mempunyai nuansa aktivitas dan dinamika dari kegiatan-kegiatan manusia.
Tentang langit dan bumi baru sebenarnya ada dua pandangan besar: annihiliation (penghancuran) atau transformasi. Annihiliation berpendapat bahwa dunia yang sekarang ini akan dihancurkan sehingga nanti ada langit dan bumi baru. Pandangan ini lebih banyak dipegang oleh kaum Lutheran sedangkan pandangan transformasi dipegang kebanyakan kaum Injili, dan Reformed lebih kepada transformasi total dari dunia yang sekarang. Sehingga ada kontinuitasnya dari dunia ini.
Karena apa yang kita kerjakan di sini mempunyai eternal significance, paham transformasi memberikan kita keyakinan dan penghiburan bahwa apa yang kita kerjakan, apa yang menjadi karya kita dalam dunia ini tidak sia-sia. Kita tidak tahu bagaimana persisnya nanti tentang apa yang akanmenjadi aktivitas kita di Yerusalem baru. Pasti ada point of discontinuity dari apa yang kita kerjakan sekarang ini, namun ada point of continuityjuga dari apa yang kita kerjakan sekarang. Jadi di langit dan bumi baru kita akan terus berkarya, mari kita sambil menanti terus berkarya; berkarya sebaik mungkin.
Menanti dengan hidup suci
Di ayat kedua dikatakan: “Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.” Yang tinggal di dalam Yerusalem yang baru itu hanyalah orang-orang yang sudah dikuduskan menjadi mempelai Kristus. Oleh karena itu setiap kita yang menantikan untuk suatu saat tinggal di langit dan bumi baru kita menanti dengan hidup suci. Setiap pengantin wanita mempersiapkan dirinya sebaik mungkin dan berdandan secantik mungkin dalam hari pernikahannya. Tidak mungkin seorang pengantin wanita yang sudah mengenakan gaun pengantinnya yang putih bersih jalan dengan sembarangan di kubangan lumpur atau bahkan berguling-guling dalam lumpur sehingga menodai gaun pengantinnya yang putih bersih itu.
Kita jemaat Tuhan dikatakan sebagai mempelai Kristus. Seorang mempelai dituntut untuk hidup kudus hingga hari pernikahannya. Kita menanti dengan hidup kudus. Keinginan untuk hidup kudus itu berasal dari dalam hati yang ingin menyenangkan sang kekasih jiwa, bukan karena terpaksa. Hidup kudus menjaga integritas iman terbukti bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan bagi jemaat awal hingga beberapa dari gereja mula-mula harus menderita demi mempertahankan iman. Pada zaman dan konteks kita, kesulitan menjaga iman hidup kudus itu bukanlah dalam hal melawan tentara Romawi atau melawan desakan dari para penyembah berhala- berhala. Tantangan gaya hidup materialisme, rasionalisme, dan individualisme yang anti- Tuhan yang mewarnai worldview hidup zaman ini memang tidak kasat mata tetapi bukan berarti tantangan yang lebih mudah. Kadang musuh yang tidak terlihat merupakan musuh yang lebih berbahaya dan lebih menakutkan karena tidak kita sadari.
Tetapi bagi mereka yang menang (to those who conquer), Tuhan menjanjikan bahwa “Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (21:4). Di dalam langit dan bumi baru, kita semua lebih dari pemenang! Mari kita menantikan kehadirannya dengan spirit yang baru, dengan berkarya, dan dengan hidup suci.