Menjinakkan Lidah (3), 12 Februari 2023

Menjinakkan Lidah (3)

Yak. 3:9-12

Vik. Nathanael Marvin

 

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, pada hari ini kita akan melanjutkan kembali pembahasan dari Yakobus tentang menjinakkan lidah. Ini adalah khotbah yang ketiga di dalam tema “Menjinakkan Lidah” dan bagian yang kita bahas pada hari ini adalah bagian yang terakhir dari Yakobus dalam nasehatnya untuk menjinakkan lidah, dalam nasehatnya untuk mengendalikan lidah dari kita yang berdosa ini. Bagian selanjutnya nanti, di dalam minggu yang akan datang, kita akan fokus bagaimana kita mengevaluasi hati kita dan bagaimana menerima bijaksana dari Tuhan. Dan ketika kita bicara soal menjinakkan lidah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, sebenarnya itu menjinakkan hati kita. Karena apa yang keluar dari lidah itu adalah apa yang seharusnya keluar dari hati kita, kecuali orang tersebut memiliki dosa kemunafikan. Normalnya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, seseorang itu hatinya buruk, kata-katanya buruk. Normalnya, hatinya baik, berkata-kata baik juga. Tetapi untuk orang munafik, hatinya berbeda dengan perkataannya.

Nah, Bapak, Ibu, Saudara-saudara sekalian, kita coba renungkan ya, anggap ada yang sudah mendengarkan khotbah pembahasan menjinakkan lidah itu setelah 2 kali ya, yaitu mungkin bulan November atau September atau Oktober ya. Kita sudah mendengarkan khotbah 2 kali tentang menjinakkan lidah, pertanyaannya adalah, apakah kita sudah bisa menjinakkan lidah kita? Setelah kita membaca firman Tuhan dalam Yakobus tentang menjinakkan lidah, sudahkah kita menaklukkan lidah tersebut? Kita sudah membaca firman Tuhan dari Kejadian sampai Wahyu, sudahkah kita bisa hidup kudus, hidup berkenan di hadapan Tuhan? Ternyata, jawabannya itu sangat sulit sekali. Ya, sangat sulit sekali, maka kita perlu doakan. Seperti tadi, di dalam doa syafaat, kita perlu doakan, kita mau untuk hidup lebih kudus. Kita nggak mungkin dalam dunia ini itu tidak berdosa sama sekali, tetapi yang mungkin untuk kita lakukan sebagai pengikut Kristus adalah hidup lebih baik, hidup lebih kudus, hidup lebih tidak melakukan banyak dosa. Itu yang bisa kita lakukan dalam kehidupan kita. Kita belum tentu bisa melakukannya, apa yang sudah kita dengar, tetapi kita bisa untuk punya niat untuk melakukan firman Tuhan yang sudah kita dengar. Kita kadang-kadang bisa berhasil, kadang-kadang bisa gagal juga. Itu pergumulan manusia dalam menaati firman Tuhan. Kadang kita bisa taat, kadang kita bisa tidak taat, tetapi Tuhan sudah menyediakan jalan dan kemampuan kepada kita untuk taat kepada firman-Nya melalui pertolongan Roh Kudus dari Tuhan sendiri dan juga niat yang besar dari jiwa kita yang memiliki kehendak bebas yang Tuhan berikan.

Jika kita mengerti 2 prinsip ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, anugerah Tuhan yang begitu besar dalam hidup kita dan juga niat kita yang besar untuk menaati firman Tuhan untuk bisa menjinakkan lidah kita, yang berarti adalah menjinakkan hati kita, maka kita bisa melakukannya. Dengan mengerti apa? Anugerah Tuhan, pertolongan dari Roh Kudus dan juga niat kita yang begitu besar, yang begitu keras untuk melakukan firman Tuhan. Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Menaati firman Tuhan butuh 2 hal, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Yaitu apa? Anugerah Tuhan yang limpah dan niat hati kita yang kuat. Tuhan pasti menginginkan kita taat pada firman-Nya seperti orang tua ingin agar anak-anaknya itu hidup dengan baik, dengan bijaksana, diberkati Tuhan. Tuhan juga mau kok memberkati kita sebagai anak-anak Tuhan. Yang tidak mau diberkati Tuhan itu adalah kita sendiri. Kita yang malas untuk mengikuti pimpinan Tuhan.

Kitab Amsal, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, mengatakan “Hidup dan mati dikuasai oleh lidah.” Life and death in the power of tongue. Hidup dan mati manusia itu di dalam lidah kita. Kita harus pikirkan. Ketika kita bicara soal lidah, itu mengacu ke hati kita. Hidup dan mati kita, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu di dalam kuasa hati kita sendiri. Seolah-olah Tuhan memberikan kehendak bebas yang begitu besar bahwa “Hidup mati kamu itu di tangan kamu sendiri!” Meskipun kita tahu, di dalam doktrin kedaulatan Allah, hidup mati kita di tangan Tuhan. Tetapi Tuhan, ketika memberikan kehendak bebas-Nya yang begitu besar kepada kita, pengamsal mengatakan, ”Hidup dan mati kamu di atas lidahmu sendiri. Di kuasa lidahmu sendiri, di dalam hatimu sendiri. Siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya.” Pengamsal, orang yang bijaksana ini menulis suatu kalimat yang bijaksana dan mengatakan bahwa lidah itu penentu kehidupan dan kematian seseorang. Bagaimana mungkin bisa demikian? Hanya karena lidah saja itu bisa menentukan kematian orang lain, dan juga kehidupan orang lain? Hanya dengan kata-kata kita, ternyata bisa menentukan hidup dan mati kita. Bagaimana mungkin? Nanti akan kita bahas contoh-contohnya, kenapa lidah itu begitu powerful di dalam kehidupan manusia.

Kita akan menanggung apa yang diucapkan lidah kita. Itu prinsip kebenaran Alkitab. Kita akan mempertanggungjawabkan apa yang menjadi isi dari seluruh hati kita. Itu keadilan Tuhan. Apa yang kita tabur, itu yang kita tuai. Apa yang kita tuai, itulah yang kita tabur. Ini menentukan ya kehidupan. Ini prinsip hukum dari Tuhan sendiri. Entah itu segala yang baik, entah itu segala yang buruk, hidup mati kita itu ditentukan oleh lidah. Kenapa bisa demikian? Karena apa yang keluar dari lidah kita, itulah cerminan hati kita sendiri. Maka dari itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ketika kita merenungkan bagaimana kita menjinakkan lidah kita, sebenarnya kita itu sedang berusaha mengontrol hati kita di hadapan Tuhan seperti apa. Dan buah Roh Kudus itu mengatakan salah satu rasa dari buah Roh Kudus adalah pengendalian diri. Orang yang bisa mengendalikan hatinya, dia akan bisa mengendalikan lidahnya juga. Maka dari itu, kita harus pilih terus menggunakan lidah kita ini untuk kemuliaan Tuhan, bukan untuk perbuatan dosa.

Nah, uniknya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, semakin kita pilih dengan bijaksana, semakin kita memilih perkataan kita dengan baik, sebenarnya kita akan menaklukkan hati kita juga. Kalau kita berusaha mengekang lidah kita, mengeluarkan kata-kata yang baik, bijaksana, itu sebenarnya kita berusaha mengendalikan isi hati kita juga. Itulah yang menjadi ciri hati kita yang terdalam, yaitu apa yang keluar dari perkataan kita. Mari kita lihat Lukas 6:43-45. Kita akan baca bersama-sama, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Luk 6:43-45. Mari kita dengan keras membuka suara. Kita membaca perkataan Tuhan Yesus Kristus ini dalam Lukas 6:43-45, “Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur. Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.” Kata-kata orang menyingkapkan kondisi hatinya seperti apa. Kata-kata yang kasar, hatinya kasar. Kata-kata yang lembut berarti hatinya itu lembut. Kata-kata yang baik berarti muncul dari hati yang baik. Kata-kata yang kotor berarti hatinya juga kotor. Kata-kata yang bijaksana timbul dari hati yang bijaksana. Ini adalah rumusan umum. Tuhan kasih fiman-Nya itu begitu limpah, begitu indah.

Bagaimana supaya tahu, bagaimana bisa kenal orang? Ngobrol dengan orang tersebut. OK, kita memang sebagai manusia hanya melihat yang fenomena, apa yang kita dengar. Itu nggak masalah. Memang seperti itu firman Tuhan. Tetapi ketika kita mengenal orang lebih dalam, barulah kita lebih mengerti lagi isi hatinya sedalam apa, apakah ada dosa kemunafikan atau tidak. Tetapi biasanya demikian, kecuali orang-orang yang munafik. Makanya, Tuhan Yesus itu benci sekali terhadap dosa munafik. Benci sekali kepada orang-orang yang munafik. Hatinya baik, tetapi kata-katanya bisa berdosa. Itu tidak mungkin ya. Tetapi yang biasa terjadi adalah hatinya buruk, tetapi kata-katanya bisa begitu baik. Kalau hatinya baik,tapi perkataannya itu melakukan dosa itu namanya dia jatuh ke dalam perkataan, perbuatan dosa. Tetapi kalau hatinya memang buruk, kasar, tapi di depannya terus kemudian untuk mendapatkan tujuan tertentu, untuk mencari kepentingan sendiri, dia bisa baik-baik, bisa wah, ramah sekali, tetapi ada niat buruk itu hatinya, itu kita katakan sebagai kemunafikan. Tuhan keras sekali kepada orang-orang munafik. Lebih baik jujurlah di depan. Lebih baik mencontoh tradisi budaya Batak misalnya ya, atau budaya yang keras tapi jujur. Tapi kadang bahaya juga ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau terlalu jujur juga, berarti dia tidak menyangkal diri kan ya. Wah, hatinya lagi kasar, ngomong kasar ke semua orang. Wah, hatinya lagi baik, tiba-tiba baik sama semua orang, gitu ya. Itu terlalu tidak bisa mengendalikan diri juga.

Nah, yang dibutuhkan oleh hati manusia itu apa? Bijaksana, yang penting tepat melakukannya. Waktu Tuhan Yesus menegur orang munafik, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu dianggap orang itu kasar. “Hai, keturunan ular beludak! Hai, orang munafik!” Itu kasar sekali. Bagi orang, kasar. Bagi Tuhan, itu adalah tepat. Baik juga. Memang orang munafik harus ditegur kok dosa-dosanya. Yesus katakan, “Tidak ada pohon yang baik menghasilkan buah yang tidak baik. Demikianlah sebaliknya. Setiap pohon dikenal dari buahnya.” Di situlah kita bisa mengerti bahwa kekristenan kita itu dilihat dari apa sih? Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kekristenan kita itu dilihat dari mana? Sama seperti metafora yang digambarkan oleh Yesus Kristus, kekristenan kita itu dilihat dari perkataan maupun perbuatan kita. Itulah hasil dari hati kita. Hati kita itu ibarat pohonnya. Perkataan dan perbuatan kita itu ibarat buahnya. Bagaimana kekristenan dinilai? Dari perkataan maupun perbuatannya. Bagaimana kita dapat menyaksikan Kristus hidup dalam hidup kita? Dari buah-buah pertobatan yang terlihat di dalam kehidupan kita. Dari perbuatan kita yang meneladani kehidupan Yesus Kristus.

Yesus melanjutkan, “Dari semak duri, orang tidak dapat memetik buah ara dan dari duri-duri tidak dapat memetik buah anggur.” Orang yang baik itu punya perbendaharaannya baiknya lebih banyak. Jadi, ibarat Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya, ibarat Gudang, hati kita itu gudang. Kemudian di dalamnya itu ada produk-produk yang baik yang begitu banyak. Nah, ketika produk itu semakin banyak, semakin penuh gudang tersebut. Harus ada yang dikeluarkan produk tersebut dari gudang tersebut. Kalau nggak, kepenuhan kan. Dan yang keluar itu adalah barang-barang yang mayoritas. Maka, waktu kita simpan produk-produk yang buruk, yang keluar itu mana? Ya kebanyakan yang buruk juga. Jadi yang keluar dari perkataan kita itu lebih sedikit daripada yang di dalam hati kita. Ketika hati kita penuh dengan perbuatan baik, baru kita bisa mengeluarkan kata-kata yang baik, tetapi itu sedikit. Yang lebih banyak di hati kita. Nah, demikian juga ketika orang bisa mengeluarkan kata-kata yang jahat, kata-kata yang kotor, Bapak, Ibu,Saudara sekalian, hatinya itu sebenarnya kebanyakan itu kotor kok. Bukan hal yang baik. Nah, di situlah kita bisa lihat, apa yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya. Sudah kepenuhan. Karena sudah kepenuhan dosa, dia keluarkan dosa. Kepenuhan perbuatan baik dari Kristus, kita melakukan perbuatan baik yang diberikan oleh Yesus Kristus.

Nah, di sinilah kita bisa menilai diri kita sendiri, mengevaluasi hati kita sendiri, kalau jangan-jangan seringkali kita mengatakan atau berbuat hal jahat, hati kita itu penuh kejahatan. Kita harus bertobat. Kalau kita keseringan punya kebiasaan yang baik, misalkan ya. Puji Tuhan, punya kebiasaan yang baik, sering bisa berkata-kata yang baik, sering menghormati yang lain, mengasihi musuh kita, itu harus kita bersyukur kepada Tuhan dan tetap rendah hati. Jangan jadi sombong. Ketika kita merasa diri kita sudah baik, akhirnya ada kesombongan. Hati kita penuh dengan kesombongan dan itu bisa merubah seluruh kebaikan kita menjadi kesombongan juga. Kita harus rendah hati. Hidup kita itu betul ditentukan oleh hati kita. Kehidupan, kematian seseorang itu ditentukan hati kita itu bagus nggak ya.

Yakobus 3:9, mari kita baca. Yak 3:9-10. Kita akan membahas bagian ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Saya akan membacakan untuk kita semua Yak 3:9-10. “Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah.” Lalu, di ayat 10, “dari mulut yang satu-” atau mulut yang sama ya maksudnya itu “-keluar berkat-” blessing, “-dan kutuk.” cursing. Jadi, dari mulut yang satu itu, dari hati yang satu itu bisa muncul 2 hal yang saling bertentangan. Bisa muncul berkat, bisa muncul kutuk. Sebenarnya, kalimat Yakobus ini sangat sederhana sekali untuk kita bisa mengerti. Yaitu kesimpulannya adalah Yakobus sedang menjelaskan tentang 2 fungsi lidah yang berbeda satu dengan yang lainnya, tetapi saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Kalau tidak A, maka B. Kalau tidak B, maka A. Hidup kekristenan pun demikian. Kalau kita lihat dari perspektif Tuhan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita itu dilihat oleh Tuhan itu sebatas hidup yang taat atau tidak taat Tuhan. Ya, pada saat tertentu kita mungkin rasanya biasa-biasa saja, ”Saya nggak tahu bahkan, saya itu sedang taat Tuhan atau tidak taat Tuhan.” Tetapi di mata Tuhan itu kita itu satu tetapi melakukan 2 hal ini. Kalau tidak A, maka B. Kalau bukan tidak taat kepada Tuhan, berarti kita sedang menaati Tuhan. Kalau kita sedang menaati Tuhan, berarti kita sedang bukannya tidak taat sama Tuhan. Ya demikian ya, kekristenan itu bicara soal bertumbuh atau tidak bertumbuh. Tidak ada yang mengatakan, “Ah, saya sedang stagnan. Saya sedang stagnan atau diam di tempat.” Sebenarnya, stagnan atau diam di tempat berarti sedang tidak bertumbuh. Kan diam di tempat. Sedangkan waktu terus berjalan, bergulir, tapi kita diam di tempat. Berarti kita sedang tidak bertumbuh. Nah, di sinilah kita ya melihat kerohanian kita. Kita harus belajar terus ya, menilai kerohanian kita di hadapan Tuhan itu seperti apa.

Yakobus menjelaskan 2 fungsi lidah yang berbeda dan saling bertentangan. Ini adalah fakta kemampuan manusia dalam berkata-kata. Memuji Tuhan, atau menghina Tuhan. Mengagungkan Tuhan atau mencela Tuhan. Ini adalah 2 jalan lidah. Ini adalah 2 jalan hati kita. Bagi manusia, hanya ada 2 pilihan berkata-kata; kata-kata yang memuji nama Tuhan, atau kata-kata yang menghina atau mencela nama Tuhan. Yakobus juga sudah menjelaskan sebelumnya, lidah itu bisa seperti racun ataupun seperti madu. Racun yang mematikan, madu yang menghidupkan.

Satu contoh pengaruh fungsi lidah yang digunakan dengan baik adalah kisah ini ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Ini kisah umum yaitu perkataan Socrates yang menggugah. Socrates adalah seorang filsuf Yunani yang terhebat dalam sejarah dunia Barat. Dia suka berkeliling di sekitar kota Atena dan dia suka terlibat dalam dialog dengan sesama warganya dengan fokus apa? Mencari kebenaran. Jadi, waktu ngobrol, Socrates itu ingin menemukan kebenaran yang baru. Dan juga bagaimana Socrates itu menemukan kebenaran? Caranya adalah dengan bertanya. Nah, ini adalah metode belajar yang paling efektif ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Ada yang mengatakan bahwa, “Sebelum saya ditanya, saya pikir saya tahu. Ketika sudah ditanya, ternyata saya tahu saya tidak tahu.” Ambil contoh, bagaimana untuk bisa menangkap pesan dari khotbah ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Tanya, khotbahnya tentang apa? O, menjinakkan lidah. O, menjinakkan lidah itu apa? Maksudnya apa? Bagaimana caranya? Kenapa harus begitu? Dan lain-lain. Tanya. Tanya, kita akan menemukan kebenaran sendiri. Kalau kita cuma diam, statis, begitu ya. Diam, nggak mikir, nggak bertanya ke Tuhan, “Tuhan, saya ingin mendapatkan pesan Tuhan apa pada hari Minggu ini?” Ya nggak dapat.

Ada satu contoh ya dari Pdt. Anton itu, orang ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ketika lari, lari bawa mutiara, kalau dia lari sekencang mungkin, mutiaranya dibawa kayak gini. Ketika dia lari sekencang mungkin, dia nggak akan dapat apa-apa. Tapi kalau dia bawa mutiara, terus dia tenang, berhenti sejenak, terus tanya, “Bagaimana supaya mutiara ini tetap ada di tangan saya?” Dia justru mendapatkan banyak harta, kelimpahan. Demikian kita tanya, “Apa sih khotbah hari ini? Ngomong apa sih sama saya? Tuhan itu mau menyatakan kehendak Tuhan apa dalam hidup saya? Ngomong, Tuhan! Ngomong!” Nah, itu penting ya. Socrates, dia mengajar murid-muridnya bahwa, “Hidup yang tidak diuji, tidak layak dijalani.” Wah, ini sebenarnya mirip perkataan Tuhan sendiri. Waktu Tuhan melihat Adam dan Hawa sudah diciptakan, Tuhan sengaja kasih pohon pengetahuan baik dan jahat. Ini sama seperti Socrates berkata, “Hidup yang tidak diuji, tidak layak dijalani.” Adam dan Hawa sudah hidup, betul. Tapi hidup Adam dan Hawa kalau tidak diuji oleh pohon pengetahuan baik dan jahat, oleh perintah Tuhan, maka tidak layak dijalani. Maka ada ujian.

Orang Atena melihat Socrates sebagai ancaman, terutama para pemuda di Atena. Socrates itu memperoleh cukup banyak pengikut diantara para pemuda karena apa? Dia suka bertanya, mengembangkan pemuda. Ayo, kritis! Mikir! Mumpung masih muda. Jangan tidur-tiduran terus, jangan main game terus, jangan tidak aktif, gitu ya. Nah, Socrates itu akhirnya banyak pemuda senang sama Socrates karena Socrates mempertanyakan segalanya. Bahkan yang paling menggoncang Atena adalah Socrates mempertanyakan otoritas Atena. Wah, ini zaman reformasi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya. Martin Luther, John Calvin itu mempertanyakan otoritas gereja Katolik pada waktu itu. Benar nggak gereja Katolik ini di atas seluruh kebenaran? Ternyata tidak, kan? Otoritas tertinggi itu Alkitab. Gereja itu otoritas di bawah Alkitab, di bawah Tuhan. Nah, ini ya. Akhirnya Socrates mempertanyakan otoritas Atena dan ya tentu ya, Atena itu nggak suka. Pemerintah kota itu akhirnya memerintahkan untuk menangkap Socrates, mengadili Socrates karena dianggap merusak para pemuda Atena. Bukan saja itu, tuduhannya adalah bukan saja merusak pemuda Atena, tetapi juga mengajak orang-orang di Atena itu tidak mempercayai dewa-dewa. Ya jelas ya. Socrates mempertanyakan dewa ini benar nggak ada? Kok dewa ini lemah atau bertentangan 1 dengan yang lainnya ya? Dan akhirnya, Socrates juga dituduh sebagai orang yang menciptakan dewa-dewa yang baru.

Nah, satu kalimat penting dari Socrates, “Hidup yang tidak diuji, tidak layak dijalani” ini ditangkap oleh pemuda Atena dengan luar biasa. Bukan saja itu, setelah Socrates diperintahkan untuk ditangkap dan diadili, Socrates itu memberikan sebuah pidato. Mengumpulkan para pemuda, misalkan ya. Ayo! kayak kebaktian gitu ya. Persekutuan. Kemudian dia berikan pidatonya. Judulnya adalah “The Apology” atau permintaan maaf. Pemuda Atena bingung ya. Wah, maksudnya Socrates minta maaf ke pemerintahan Atena maksudnya? Maksudnya Socrates berubah keyakinan setelah ingin ditangkap dan diadili oleh orang-orang Atena? Tapi pidato tersebut menjelaskan hal yang unik justru. Socrates menulis pidatonya dalam “The Apology”, permintaan maaf itu, ternyata isinya adalah pertahanan Socrates terhadap tuduhan dari orang-orang pemerintahan Atena. Alih-alih menangis dan memohon belas kasihan dari pemimpin Atena, Socrates terima tuduhan itu dan berupaya untuk membujuk hakim membebaskannya dengan alasan-alasan yang dia miliki atas tindakannya. Mirip Martin Luther. Martin Luther dihakimi, diadili, dia terima tuduhannya. Dan dia juga dengan rendah hati mengatakan, “Aku tidak bisa untuk mengambil kembali pendapatku tentang Alkitab.” Socrates juga sama, “Aku tidak bisa. Maaf, pemerintah Atena. Aku tidak akan menyangkali imanku.” Socrates tetap menjelaskan pendapatnya. Dan dia katakan bahwa menemukan dan mengajarkan kebenaran adalah panggilannya dari para dewa untuk mencari pengetahuan. Dan caranya Socrates untuk menemukan kebenaran adalah dengan pertanyaan-pertanyaan yang dia ajukan. Bila Socrates tidak memenuhi panggilannya, justru itu adalah penistaan. “Saya kalau tidak terus berjuang mencari kebenaran, itu adalah penistaan. Maka, maaf pemerintah Atena, saya harus terus jalankan keyakinan saya ini. Saya akan terus menjalankan kebenaran. Saya akan terus menemukan kebenaran. Saya akan terus mempertanyakan segala sesuatu demi mendapatkan kebenaran.” Dan Socrates dihukum mati. Divonis mati. Tetapi Socrates tidak mau mati di tangan pemerintah Atena. Dia meminum racun.

Integritas itu muncul dari perkataannya Socrates. Dia kalau sudah punya keyakinan, ya dia tekun jalani keyakinannya kalau memang itu baik dan benar. Kalau keyakinannya salah, keyakinannya merugikan banyak orang, ya sudah berhenti dari keyakinannya. Apa yang dilakukan Socrates itu baik kok untuk orang-orang di Atena. Dia pertahankan imannya sampai hari kematiannya. Kisah Socrates ini menjadi inspirasi bagi banyak orang. Sampai sekarang, masih banyak orang mempelajari filosofi hidup Socrates. Nah, ini adalah salah 1 contoh kata-kata yang membangun dan menginspirasi kehidupan banyak orang. Ya, saya tidak ambil contoh dari Alkitab, bukan berarti saya merendahkan Alkitab. Alkitab itu paling bagus. Dan kalau kita lihat ya, searching google, kata-kata yang menggugah itu apa? Salah satunya adalah “Khotbah di bukit Yesus Kristus.” Khotbah di bukit Yesus Kristus adalah suatu kata-kata yang paling powerful menggugah banyak orang, dan memang itu dikhotbahkan kepada ribuan orang. Yang “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena dia akan dihibur. Berbahagialah orang yang menderita karena melakukan kebenaran, karena dia akan memperoleh upah. Berbahagialah orang yang haus, miskin rohaninya. Sadar dia miskin rohani, karena di akan mendapatkan kelepasan.” Wah, itu perkataan Yesus luar biasa, menginspirasi banyak orang.

Tetapi Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ada satu contoh juga yang sangat menyedihkan sekali. Sangat miris sekali. Tentang perkataan juga. Ada kasus, di mana dengan perkataan justru membuat seseorang remaja perempuan asal Kanada, dia bunuh diri dengan gantung diri. Mungkin dari Bapak, Ibu, Saudara sekalian sudah tahu juga ceritanya ya. Kurang lebih 1 dekade yang lalu, 10 tahun yang lalu, pemudi remaja ini bernama Amanda Todd. Amanda Todd seorang remaja perempuan Kanada yang baik, yang cantik, yang biasa lah. Akan tetapi keputusannya yang salah. Ketika dia online bersama dengan pemuda-pemuda laki-laki, ngobrol, terus ada webcam-nya di komputernya, terus dia jatuh hati lah kepada pemuda yang kata-katanya itu manis, memuji perempuan ini. “Wah, kamu cantik sekali! Perfect sekali. Tidak ada yang secantik kamu di seluruh Kanada ini.” Misalkan begitu ya. Ya, perempuan remaja ya senang ya, ada laki-laki yang memuji dia terus, mendambakan dia terus sampai setelah beberapa kali ngobrol di video online tersebut, di webcam itu, si laki-laki ini ternyata berusia 35 tahun, dan dia berkata-kata itu dengan niat jahat. Munafik memang. Dan umur 35 tahun itu, dia mengatakan, “Ayo, tunjukkan payudaramu sekali saja.” Akhirnya ditunjukkanlah payudara si Amanda Todd ini, kemudian direkam, difoto, dan kemudian disebarkan ke media online. Akhirnya 1 keputusan Amanda Todd membawanya kepada depresi, kekhawatiran berlebih, dan bunuh diri. Pada waktu itu, dia berumur 12 tahun. Pada waktu itu, dia baru masuk SMP. Umur 12 tahun lah, di mana dia harusnya menikmati masa remaja, malah menjadi mimpi buruk yang tidak berkesudahan selama 3 tahun kehidupannya. Karena apa? Dia diperas. Dia disebarkan fotonya itu yang tidak senonoh itu. Disebarkan ke sekolahnya, ke orang tuanya. Mimpi buruknya berlangsung selama 3 tahun dan akhirnya, “Yak, aku akan bunuh diri!” Dia gantung diri di rumahnya dan umur 15 tahun mati. Karena apa? Karena laki-laki umur 35 tahun. Karena penjahat. Karena kata-kata ya. Itu dikatakan sebagai cyber bullying. Ya, cyber bullying.

Lelaki ini jahat sekali sama perempuan. Padahal ya, anak ini termasuk anak yang dalam keluarga baik-baik. Bukan anak yang sebatang kara sendiri. Bukan! Dia punya teman. Dia punya orang tua yang baik. Tapi kebaikan orang tuanya pun tidak bisa menyelesaikan masalah kekhawatiran dari anaknya sendiri. Teman-teman Amanda pun tidak pernah bisa menolong dia. Jadi, dia merasa sendirian. Di sekolah duduk sendirian, di rumah sendirian. Padahal, sudah 3 tahun ditolong oleh orang tuanya, oleh psikiater, oleh obat-obatan, oleh teman-temannya. Tapi stress karena lidah yang jahat itu menjadi berat sekali. Bukan saja ancaman dari laki-laki itu secara online, tetapi juga ketika dia di sekolah itu dimusuhi oleh banyak orang. Bahkan teman-teman laki-lakinya pernah berkumpul melecehkan secara fisik kepada perempuan ini, mengucilkan dia. Dia sudah pindah sekolah berkali-kali, tetapi dia tetap di-bully. Dan akhirnya dia bunuh diri kurang lebih 10 tahun yang lalu. Wah, ini kejadian sangat viral sekali ya 10 tahun yang lalu. Dan akhirnya ditangkaplah penjahat tersebut. Dan kemudian, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu terjadi ketika ada orang yang terkena kasus bullying atau perundungan itu, dan dia yang bunuh diri.

Tetapi ketika saya baca berita, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini ada juga yang miris. Siswa SMK di Palembang tusuk teman hingga tewas usai di-bully bau badan. Dia tusuk dada kiri temannya di sekolah, lalu kabur. Jadi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bukan hanya orang yang di-bully yang mati, seperti Amanda itu, tetapi juga orang yang mem-bully bisa mati. Orang yang mem-bully bisa mati karena yang di-bully itu menusukkan pisau kepada temannya. Itulah kenapa kita tahu, firman Tuhan itu begitu benar. “Hidup dan mati dikuasai oleh lidah. Siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya sendiri.” Betapa kita harus berhati-hati dalam berkata-kata. Kata-kata itu dapat menghidupkan seseorang. Yang lagi letih lesu berbeban berat, kata-kata itu bisa menghibur dan menguatkan. Tetapi, kata-kata juga bisa memberi dampak yang buruk kepada orang yang sedang baik-baik saja. Lagi sehat, lagi enak, tenang hatinya, tiba-tiba ada kata-kata yang buruk. Itu bisa membuat orang itu down sekali.

Di akhir ayat 10, Yakobus katakan, “Hai saudara-saudariku. Hal ini tidak boleh demikian terjadi.” Nggak boleh lidah itu bisa sembarangan itu digunakan itu nggak boleh. Kata yang digunakan dalam bahasa aslinya lebih tegas ya. Dia katakan di dalam bahasa aslinya kan, ”Tidak boleh terjadi sama sekali, tidak seharusnya terjadi, ini tidak patut terjadi kalau ada orang itu ngomong sembarangan.” Dia ngomong bisa memuji Tuhan satu sisi, terus kemudian mencela Tuhan. Apa-apaan itu? Satu hari memuji Tuhan, besoknya mencela Tuhan. Itu membuat kebencian juga kepada orang-orang di sekitarnya. Nggak jelas! Yakobus katakan: lidah ini betul-betul hati-hati, punya 2 fungsi. Dan kalau berfungsi bersama-sama itu berarti munafik. Dia tidak bisa mengendalikan hatinya dan lidahnya. Maka Yakobus katakan, nggak boleh terjadi nih: memuji Tuhan – mencela Tuhan, memuji Tuhan – mencela Tuhan, apa sih maksudnya? Hari ini memuji Tuhan, besok mencela Tuhan. Untuk apa sih hidup? Tuhan juga bisa benci ya, Tuhan bisa marah kepada orang-orang yang sembarangan dalam hidupnya.

Jika hati kita sudah diperbaharui dalam Yesus Kristus, Bapak Ibu Saudara sekalian, waktu kita mengatakan hal-hal yang buruk, hal-hal yang jahat, kita harus minta ampun kepada Tuhan. Minta ampun, bertobat, dan coba kata-kata yang baik itu harus dikatakan. Kita ingat bahwa apa yang keluar dari lidah itu berasal dari hati, maka hati yang baik memperkatakan yang baik, dan hati yang buruk juga memperkatakan yang buruk. Berarti skenarionya, kita buat skenario, bila hati kita baik tapi perkataannya buruk itu kenapa? Tadi saya sudah jelaskan di awal, itu berarti dia sedang jatuh ke dalam dosa. Tapi, kalau dia sebenarnya hatinya baik nih, tapi sengaja nih ngomong yang jahat, menjahatin orang, berarti dia sudah bebal, dia nggak mau berubah sesuai dengan apa yang sudah dia tahu. Tahu yang baik, tapi lakukan yang jahat. Wah ini aneh juga. Ini kita bisa katakan munafik, tapi sulit juga. Tetapi yang lebih tepat dikatakan adalah, kalau dia tahu yang baik tapi dia lakukan yang jahat, itu berarti dia bebal. Kalau dia hatinya jahat tapi lakukan yang baik, itu munafik kan ya. Tapi kalau dia hatinya baik, sudah tahu yang baik tapi sengaja lakukan yang jahat, itu berarti jahat, itu berarti bebal.

Bila kita sembarangan menggunakan lidah, sembarangan memuji Tuhan, sembarangan menghina Tuhan dan menghina orang lain, itu berarti kita inkonsisten di dalam kehidupan kita, ada standar yang berbeda yang kita terapkan dalam hidup kita masing-masing dan kepada orang lain. Itu tidak jelas, hatinya itu tidak jelas mau ke mana. Karena untuk standar yang normal, dia tidak lakukan, yaitu apa? Seperti yang Yesus katakan, “Perbendaharaan hati yang baik keluar kata-kata/perbuatan yang baik. Perbendaharaan hati yang buruk, dia mengeluarkan yang buruk juga.” Itu yang normal. Tapi kalau sembarangan, itu tidak patut terjadi. Itu kita nggak bisa kenal orang ini seperti apa. Baik buruk, baik buruk, baik buruk, mau apa? Gitu ya. Sulit. Sulit berelasi dengan orang yang berubah-rubah seperti inkonsisten dalam kehidupannya. Dan juga hati-hati terhadap dosa kemunafikan, itu banyak tipu muslihatnya, dan banyak sekali jebakan-jebakan yang kita bisa dapatkan ya di dalam kehidupan atau dosa orang yang munafik.

Nah kata munafik sendiri berarti bersuara meng-klaim sesuatu tetapi tindakannya tidak sesuai dengan klaimnya. Sudah jelas ya. Jadi mengklaimnya, orang mengklaim sesuatu itu biasanya yang baik kan ya, yang bagus, yang indah, itu dia klaim, “Saya orang Kristen.” Tapi tindakannya membenci sesamanya, atau tidak sungguh-sungguh hidup sebagai orang Kristen, berarti dia munafik. Tindakannya tidak sesuai dengan klaimnya. Ini seperti layaknya orang yang acting lah. Kalau acting kan semua jadi bagus, hiperbola, sesuai dengan perannya kan ya. Tetapi hatinya tidak demikian. Kata-kata beda dengan isi hatinya. Nah Bapak Ibu Saudara sekalian, dosa ini tidak secara tiba-tiba atau kebetulan Yakobus menegur kepada para pendengarnya pada waktu itu. Yakobus menyatakan tentang dosa lidah ini karena apa? Karena background dari bangsa Israel itu memang sebenarnya mereka itu seringkali lemah terhadap kemunafikan dan juga terhadap dosa lidah. Kalau kita lihat dosa bangsa Israel, Bapak Ibu Saudara sekalian, Yes. 6:5 nabi Yesaya sendiri mengatakan seperti ini, “Celakalah aku, aku binasa sebab aku ini seorang yang najis bibir. Dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir. Namun mataku telah melihat sang Raja, yakni Tuhan semesta alam.”

Nabi menyadari dosanya juga adalah dosa perkataan. Dosa perkataan lho. Dosa perkataan itu sulit sekali. Nabi Yesaya hidup dalam bangsa yang najis bibir, maksudnya dosa perkataan bukan sebatas kata-kata yang jahat. Tetapi kata-kata yang berbeda dengan isi hatinya, munafik itu. Yesaya juga suka kok beribadah, tapi hatinya tuh tidak mencintai Tuhan. Yesaya suka kok mempersembahkan korban, tapi dia juga sadar kadang-kadang ini cuma sebatas perbuatan saja tapi hati tidak sungguh-sungguh berkorban untuk Tuhan, mempersembahkan korban untuk Tuhan. Maka waktu Yesaya dapat panggilan untuk memberitakan firman, dia itu nggak layak. Karena dia munafik, dia tidak bisa mengontrol hatinya yang berkata-kata kasar atau berdosa seperti itu ya. Ini juga bangsa Israel ini suka menyembah berhala lain, tidak setia dalam perkataan maupun beribadah dengan sungguh-sungguh kepada Allah – itu mereka nggak setia, itu bangsa Israel. Maka bangsa Israel itu tegar tengkuk sebutannya, karena apa? Sudah dikasih anugerah, sudah dikasih firman, tapi sembah dewa-dewa bangsa lain. Sudah OK sembah Tuhan lagi, balik lagi. Kan itu kan kaya gitu ya? Di dalam, apalagi di dalam kisah Hakim-hakim, sembah Tuhan … begitu hakimnya nggak ada, nyembah berhala. Ada hakim, sembah Tuhan, nggak ada hakim, nyembah berhala. Maunya apa sih hidup ini? Imannya ditentukan oleh orang. Imannya ditentukan bukan oleh firman Tuhan. Nah ini, Israel itu terjebak dalam dosa kemunafikan.

Yesaya 29:13 menuliskan bahwa, “Dan Tuhan telah berfirman: “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan” Jadi Bapak Ibu Saudara sekalian, orang Israel itu rajin beribadah, rajin memuji Tuhan, nyanyi lagu Hymne, tetapi hatinya itu menghina Tuhan. Hatinya mengatakan Tuhan nggak Maha Kuasa, hatinya mengatakan Tuhan itu apa sih, Tuhan itu nggak ada dalam hidup saya. Kenapa, kalau begitu kenapa ke bait Allah? Ya memang harus begini, karena orang Israel. Masa orang Israel nggak ke bait Allah? Masa orang Israel nggak persembahan korban? Wah Tuhan tuh emosi banget.

Bapak Ibu Saudara sekalian, kalau kita ke gereja kalau sebatas itu saja: saya orang Kristen, agama di KTP saya Kristen, ya udahlah ke gereja. Wah Tuhan bisa marah. Tuhan itu bisa sangat cemburu kepada kita yang sudah Tuhan kasihi dengan begitu luar biasa. Matius 23:33, Yesus berkata, ”Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?” Dosa munafik itu ya, licik hatinya dan tidak sungguh-sungguh dalam hati maupun perbuatannya itu, layaknya itu masuk ke neraka. Itu ditekankan ya. Meskipun kita tahu, Bapak Ibu Saudara sekalian, setiap dosa itu, satu dosa saja sudah membuat kita layak masuk ke neraka. Tetapi Yesus tekankan, ini dosa yang mirip dengan iblis, para penghuni neraka seharusnya ya, yaitu adalah munafik. Sudah jangan munafik!

Bapak Ibu Saudara sekalian, sebagai anak-anak Allah ya, kita dipanggil untuk mengerjakan kekudusan. Sekali lagi ya, sebagai anak-anak Allah, kita sudah ditebus oleh darah Kristus, kita dipanggil untuk mengerjakan keselamatan yang Tuhan berikan. Maka dari itu, Bapak Ibu Saudara sekalian, kita harus yakin dulu, kita harus evaluasi hati kita dulu. Sudahkah ada Yesus Kristus di hati kita? Sebelum ada Yesus Kristus dalam hati kita, hati-hati untuk kita melakukan berbagai perbuatan baik dan pelayanan. Bukan berarti tidak boleh lakukan ya, tetapi selalu ada waktu untuk merenungkan hati kita. Untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan, “Tuhan, aku tuh sungguh-sungguh sudah percaya Yesus belum ya? Tuhan, aku tuh sungguh-sungguh sudah menerima jaminan kekal di Sorga atau belum ya? Tuhan, aku sudah sungguh-sungguh merasakan kasih-Mu, belum ya? Atau Yesus itu hanya sebatas simbol, kasih Tuhan itu sebatas istilah doang ya?” Maka mari kita sama-sama bertanya kepada Tuhan Yesus ya, “Tuhan Yesus, apakah aku ini sudah sungguh-sungguh menjadi anak Tuhan, atau belum?” Karena itu yang paling awal yang perlu kita miliki sebagai orang Kristen: hati di mana Yesus Kristus tinggal, di mana Yesus Kristus menjadi Raja kita, di mana Yesus Kristus itu betul-betul ada dalam hati kita. Dan kita tahu Yesus itu ada; bukan sebatas orang lain katakan Yesus ada, bukan sebatas kita mengira-ngira saja, “Oh ada, ada Yesuslah pasti.” Tapi kita harus yakin, kita yakin sekali bahwa Yesus tuh hidup dalam hidup kita. Maka dari itu, setelah kita sadar Yesus hidup dalam hidup kita, kita otomatis kok untuk berbuat baik itu. Otomatis kok untuk melakukan kasih itu, tidak usah harus disuruh-suruh, tidak usah harus dipaksa-paksa. Itu otomatis, Yesus ada dalam hatiku kok!

Tapi kalau kita belum ada Yesus dalam hati kita, kita tanya, “Yesus itu betul nggak Tuhan? Kalau memang betul Tuhan, nyatakanlah kepadaku. Dan kalau memang Tuhan mau menyatakan kepadaku, berilah aku keyakinan. Berilah aku iman untuk boleh sungguh-sungguh percaya kepada Kristus.” Jangan sampai kita menilai iman kita dari perbuatan kita, “Oh saya sudah nggak ada kesulitan untuk ibadah Minggu, berarti saya orang Kristen. Nggak ada kesulitan untuk baca Alkitab, berarti saya sudah dalam Kristus. Nggak ada kesulitan saya untuk berdoa kepada Tuhan dengan tekun, berarti saya sudah mengenal Yesus.” – itu adalah penilaian yang salah. Orang di luar Kristus ibadah juga rajin kok, nggak seminggu sekali, mungkin seminggu 3x. Orang yang di luar Kristus, doa pun rajin kok, puasa 40 hari kok. Adakah orang Kristen puasa 40 hari, Bapak Ibu Saudara sekalian?

Saya baru-baru ini ketemu ya orang LPMI, mereka ketika memulai pelayanannya, ternyata mereka ada program untuk berpuasa 40 hari. Yesus puasa 40 hari. Terus kemudian orang-orang LPMI itu berpuasa 40 hari mulai dari Februari sampai Maret ini. Jadi ketika ketemu, terus saya suguhkan kue, suguhkan teh, mereka menolak. Menolaknya nggak sombong ya, nggak sombong, “Saya lagi puasa,” gitu ya, “wis, jangan goda saya!” Bukan! “Duh maaf, ini kami ada program dari LPMI,” dia staff LPMI ya, “ini lagi puasa untuk memulai pelayanan menjangkau mahasiswa di kampus-kampus.” Mereka puasa, minum nggakpapa, tapi puasa hanya makan 1 hari 1x. Wah itu puji Tuhan ya. Saya puasa 40 hari juga, seinget saya nggak pernah ya. Kalau dalam 1 tahun puasa 50x pernah. Tapi kalau berurutan, itu bisa kurus saya ya, jadi nanti Bapak Ibu Saudara sekalian menganggap saya sakit, begitu ya. 40 hari bayangin, makan 1 hari 1x saja. Demi apa? Demi pelayanan, demi doa. Tapi orang non-Kristen kaya gitu kok. Orang non-Kristen sehari 5x berdoa.

Saya waktu pulang ke Bandung, Bapak Ibu Saudara sekalian, di Jawa Barat kan orang-orang Sunda, orang-orang Islamnya ketat, keras. Jadi pada waktu saya ketemu teman lama, makan di satu restoran, saya kemudian ke toilet. Di sebelah toilet ada tempat ibadah orang Islam, maksudnya tempat doa lah ya. Bayangin di sebelah toilet, ada tempat berdoa, restoran umum. Waktu saya lewat, saya lihat mungkin ada 15 orang laki-laki di sana, lagi doa. Lho ini kan lagi makan di restoran, tapi masih ingat berdoa, masih ingat berdoa lho ya. Kita waktu di restoran, ingatnya apa? Makan. Ayo makan sampai kenyang, minum paling enak. Doa? Malu.

Maka, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, saya anjurkan, meskipun ini tidak hal yang baku. Kalau doa di restoran bersama-sama, doa bersama. Mereka aja nggak malu kok masuk ke ruang doa, doa bersama-sama. Kita kok malu ya, “Ayo doa bersama ya…” akhirnya, “Doa masing-masing ya, doa masing-masing, buru-buru udah lapar nih.” Kita kesatuan komunitasnya di mana? Doa bersama pun susah. Memang tidak selalu ya. Ini bukan menjadi peraturan yang harus doa bersama, bukan. Tapi ini sebagai contoh kita bersaksi untuk Kristus itu seperti apa.

Kalau kita menilai iman berdasarkan perbuatan, orang non-Kristen lebih bagus, lebih ketat, lebih rajin baca buku, lebih rajin beribadah. Hamba Tuhannya potong rambut. Kalau kita jaga rambut ya? Wah jaga rambut nih, pendeta harus ganteng, fashion. Itu pake potong rambut, pake jubah miskin demi melayani, menjadi teladan. Apa kita tuh apa sih? Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita tuh orang Kristen yang seperti apa? Bukan berarti kita harus seperti itu. Kita juga memperhatikan fashion itu karena apa? Menikmati anugerah Tuhan. Kalau mereka justru lebih ke arah menyiksa diri kan ya, menderita. Tapi ada satu contoh di mana mereka tuh bisa menyangkal diri. Kalau orang di luar Kristus, ini memalukan sekali, Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya, kalau orang di luar Kristus bisa menyangkal diri, memikul salib, kita orang Kristen bagaimana? Sekali lagi ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kekristenan itu bukan bicara soal kewajiban saja, tapi harus ada respon atas anugerah Allah yang melimpah. Jadi saya katakan, kalau Yesus ada dalam hatimu, otomatis kamu mau memberitakan Injil, otomatis mau memikirkan dulu, ikut pelatihan pekabaran Injil, nggak? Otomatis mau memikirkan: ikut paduan suara, nggak? Otomatis memikirkan: ikut melayani nggak di Sekolah Minggu? Itu normal. Itu nggak usah dipaksa-paksa. Yang dipaksa-paksa itu adalah anak-anak. Nggak ngerti. Kita yang sudah dewasa kalau mengerti anugerah Tuhan yang begitu besar itu sudah otomatis.

Makanya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita itu harus hati-hati untuk bisa berelasi dengan seseorang, terutama mengajak orang di dalam pelayanan. Di dalam pelayanan nggak usah memaksa orang. Pelayanan itu bentuknya undangan. Itu di depannya. Tetapi ketika seseorang itu sudah mulai mengerti, sudah lebih dewasa, itu adalah perintah Tuhan. Mengabarkan Injil itu adalah perintah Tuhan, tetapi mengabarkan Injil juga adalah undangan dari Tuhan. Maka dari itu kalau kita ada sisi undangan, kita bisa tolak. Bisa tolak, namanya undangan kok masa kita harus datang. Nggak! Bisa tolak. Hanya saja, kalau itu undangannya dari Tuhan dan itu panggilan Tuhan secara khusus dalam hidup kita, kita bisa tolak? Bisa! Tapi itu adalah dosa. Itu menyakiti hati Tuhan dan itu juga tidak baik untuk hati kita. Maka kita perlu menggumulkan ya. Sudah percaya Kristus? Sudah, OK puji Tuhan. Sekarang mari kita mengendalikan hati kita, sekarang kita belajar menjinakkan lidah kita, belajar memasukkan perbendaharaan yang baik dalam hati kita supaya apa yang keluar itu otomatis kebanyakan yang baik bukan yang buruk. Yang buruk pasti ada. Hamba Tuhan pasti ada perkataan dan perbuatan yang buruk, tapi minimal itu sedikit lah. Nggak banyak-banyak. Kalau banyak-banyak juga wah, kasihan ya. Susah juga ya.

1 Yoh. 4:20 di situ dikatakan, “Jikalau seorang berkata: ”Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” Bapak, Ibu, Saudara sekalian, apakah Bapak, Ibu mengasihi Tuhan? coba kita pikirkan apakah kita mengasihi Tuhan? Yohanes mengatakan ada cirinya, ada tandanya, yaitu kamu mengasihi sesama kamu manusia nggak? Kadang-kadang saya lihat juga ada orang tertentu itu sangat standar ganda. Dia katakan saya mengasihi Tuhan, tetapi saya mengasihi sebagian saudara saya yang saya anggap baik saja. Kalau yang nggak baik saya marah-marahin, kalau nggak baik saya cuekin, saya seneni terus kalau saya anggap yang nggak baik. Bapak, Ibu, Saudara itu setengah mengasihi saudaranya. Itu juga berarti setengah mengasihi Allah. Kalau kita mengatakan kita mengatakan Allah, iya, maka wujud nyatanya adalah kita mengasihi semua, siapa pun; orang tua, anak kecil, musuh kita, teman kita, yang tidak kita kenal, orang Kristen maupun non-Kristen, kita kasihi. Ramah minimal. Bukan berarti kita itu nggak ramah dalam hati kita kalau kita berjuang untuk ramah. Karena apa? Karena orang bagaimana pun melihat yang fenomena. Alkitab sendiri mengatakan bahwa manusia itu melihat apa yang kelihatan, Tuhan melihat apa yang di hati. Kalau hati kita baik tapi kelihatan kita itu jutek, marah, galak, orang anggapnya apa? Ya galak, marah! OK Tuhan anggapnya dia baik karena Tuhan lihat hati, tapi dia selalu pembawaannya itu dingin, kaku, senyum aja berat. Itu orang anggapnya apa? Ya nggak suka senyum. Cemberut terus, hatinya cemberut ya? Padahal hatinya baik lho.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bukan berarti kita pakai topeng terus tapi kita belajar menyangkal diri. Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa investasi yang paling murah adalah senyuman. Itu investasi yang paling murah. Meskipun kita pakai masker. Saya baru baca juga berita sekarang orang lebih suka pakai masker karena lebih cantik kelihatannya. Bagian-bagian yang buruk itu ditutupi jadi lebih cantik. Karena orang langsung melihat matanya. Tapi kan kita melihat orang itu nggak bisa matanya doang, tapi keseluruhannya. Dan itu melihat keseluruhan muka itu bisa karena terbiasa. Kalau kita lihat terbiasa ya sudah, kita akan menerima. Tapi kalau kita biasanya melihat pakai masker terus, begitu buka masker kita shock, “Siapa dia? Saya baru kenal ini orang ini.” Karena baru lihat.

Nah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita itu manusia lemah kok, kita menilai orang itu dari yang terlihat. Nah kalau kita nggak bisa menunjukkan yang baik di dalam hal yang kelihatan bagaimana orang bisa menilai hati kita? Orang langsung mundur dulu, orang langsung tolak kita dulu. Sudahlah, kita belajar untuk menggunakan anugerah umum Tuhan untuk bersikap ramah, bersikap baik, menghormati orang. Itu sudah bisa dilakukan oleh orang-orang non-Kristen kok, orang-orang Kristen harusnya lebih lagi. Belajar! Hamba Tuhan juga belajar. Susah. Susah untuk sesuai dengan yang Tuhan mau. Tuhan Yesus bukan berarti selalu senyum ke semua orang ya. Nggak! Tuhan Yesus juga kalau orangnya memang harus ditegur, Tuhan Yesus itu bisa muka marah, muka sedih, muka kecewa. Tidak harus kita senyum melulu. Memang tidak harus. Tetapi itu adalah sesuatu kesan yang baik yang diterima oleh orang.

Maka dari itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian di akhir khotbah tentang menjinakkan lidah ini, saya mengundang kita semua untuk belajarlah hidup yang berintegritas. Apa yang di dalam hati keluarin, tapi dengan sikap yang hormat. Kalau hati kita jengkel ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian sama orang, keluarin. Jangan dipendam. Keluarin ke orang yang tepat. Apakah nanti jadinya gosip? “Saya cerita sama orang, orang itu banyak negatifnya.” Bapak, Ibu, Saudara sekalian, supaya gosip itu tidak menjadi gosip, itu biasanya ya, netralisirnya yang saya tahu adalah caranya adalah dengan mendoakan. Saya sudah pernah jelaskan juga, John Calvin itu tidak anti membicarakan hal-hal sensitif waktu rapat. Nggak apa-apa. Misalkan John Calvin dengan aktifis gitu ya; si aktifis ini nggak suka sama John Calvin. Ngomong. Ngomong, beresin, terus John Calvin katakan kalau sudah ngomong, ditutup dengan doa. Itu yang paling bagus. Jadi bukan berarti kita harus diam ya, ketika ada ketidakadilan itu diam, “Sudah saya orang yang silent is golden!” Diam, diam, diam. Nggak bisa! Ada ketidakadilan, ngomong! Ngomong ke orang yang tepat.

Kita mau curhat aja ke teman kita, ke sahabat kita, atau ke pasangan kita nggak masalah. Keluarin, doain, beres. Mungkin bukan kita yang harus meng-konfrontasi ketidakadilan. Mungkin Tuhan sendiri bisa kok meng-konfrontasi ketidakadilan yang terjadi. Nggak masalah. Tapi sikap kita harus ya, belajar berintegritas. “Intergritas adalah harmoni yang konsisten dari iman dan perilaku. Sebaliknya lawan integritas adalah kemunafikan.” Ini perkataan seseorang ya. Jadi integritas itu adalah harmoni yang konsisten antara iman dan perilaku. Itu hidup yang berintegritas. Lawan dari integritas adalah kemunafikan. Integritas memiliki karakter moral yang tidak ternoda baik di depan umum maupun ketika tidak ada orang lain di sekitarnya. Oh ini bagus sekali! Kalau kita punya kerinduan, “Tuhan saya mau punya kehidupan yang berintegritas.” Wah Tuhan sangat senang sekali, Tuhan akan menolong kita supaya kita hidup berintegritas.

Terkahir, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Yakobus 3:11-12, ini sebatas ayat yang menguatkan saja dari argumen supaya kita itu hidup lurus, hidup jujur, dan hidup berintegritas. Jangan sampai munafik dan jangan sampai kita tidak bisa mengendalikan lidah kita. Yakobus 3:11-12, “Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama? Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar.” Fakta ciptaan Tuhan saja tidak bisa semengerikan manusia yang berdosa. Kalau sumber mata airnya itu air asin ya asin. Sumber air tawar, air tawar. Pohon ara menghasilkan buah ara. Pohon zaitun menghasilkan buah zaitun. Pohon anggur menghasilkan buah anggur. Kenapa manusia hatinya baik kok keluarnya jahat? Dipandang jahat. Kenapa manusia bisa hatinya jahat, keluarnya baik? Itulah kuasa dosa. Mengerikan! Ciptaan aja nggak bisa nipu kok. Ciptaan itu anugerah umum Tuhan yang jujur, berintegritas. Itu ciptaan Tuhan, alam. Tapi manusia ini sulit, banyak kemunafikan, banyak ketidak-integritasan.

Lagu “Change My Heart, Oh God” Bapak, Ibu, Saudara sekalian, adalah sebuah lagu permohonan supaya Tuhan mengubahkan hati seseorang itu menjadi hati yang berintegritas. Biasanya orang membuat lagu pujian Tuhan itu di kantor ya, di meja belajar, di rumah, atau di pantai yang tenang. Biasanya kan gitu. Mau buat lagu ni, ayo ke kantor yang tenang. Tetapi tidak untuk lagu “Change My Heart, Oh God”. Ini ditulis di dalam mobil. Di mobil pada waktu macet di jalan California Selatan. Tidak jauh dari Disneyland. Suatu hari, Eddie Espinosa sedang nyetir mobilnya dan dia berdoa sewaktu menyetir mobil, “I wanted to get closer to God but there were things in my life that were displeasing to God.” “Aku mau dekat dengan Tuhan tetapi ada beberapa hal dalam kehidupan saya itu yang tidak menyenangkan Tuhan.” Lalu dia berkata dengan Tuhan dengan keras di mobilnya, waktu macet-macet itu dia mengatakan, “God do something. Do something to me. I need You to change my heart. I need You. I need You God to change my heart. Do something to me.” Dia nggak bisa apa-apa, ada dosa, ada hal yang tidak menyenangkan. Tapi aku ingin dekat sama Tuhan. Di tengah macet dia berkata, “Aku mulai menyanyikan sebuah pujian yang aku tidak ketahui. Ini hampir seperti didikte oleh orang. Ini membuatku sungguh terpesona.” Wah lagu yang bagus ya, “Change my heart, oh God. Make it ever true.” Kita mau berubah hati kita, siapa yang bisa? Do something oh Lord. Tuhan lah yang bisa mengubah hati kita. Tidak bisa kita ubah. Ubah hati orang lain apa lagi. Ubah hati kita saja susah. Mengubah hati orang lain bagaimana. Kita cuma bisa berdoa. Ketika dia merasa ada pujian tersebut dia menggapai secarik kertas berwarna kuning dan dia berhenti di lampu lalu lintas dan dia mulai menulis secepat mungkin, “Change My Heart, Oh God”. Dia mencoba untuk mengingat nada di pikirannya sampai di tempat kerja. Dan malam hari itu dia mengajarkan lagu yang dia buat di pertemuan kelompok belajar Alkitab yang diadakan di rumahnya. Seorang anggota kelompok tersebut memberitahu pendetanya bahwa Eddie telah menulis sebuah lagu, dan dengan cepat mengatakan bahwa judulnya adalah “Change My Heart, Oh God”.

Mari Bapak, Ibu, Saudara sekalian kita minta kepada Tuhan supaya Tuhan ubah hati kita supaya semakin kudus, semakin berintegritas. Itu permohonan pertama. Yang kedua kita ikuti nasehat dari rasul Paulus, jadi saudara-saudaraku sekalian mari kita memikirkan hal-hal yang baik, hal-hal yang kudus, hal-hal yang indah, hal-hal yang sedap didengar, hal-hal yang patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu maka hidup kita pun akan menjadi kudus, semakin indah di hadapan Tuhan maupun di hadapan sesama. Seseorang berkata kita harus menjadi orang yang sama secara pribadi dan di depan umum. Kita harus menjadi orang yang sama di kamar kita, maupun di depan umum. Hanya pandangan dunia Kristen yang memberi kita dasar untuk integritas semacam ini. Orang Kristen itu di mana-mana itu sama. Di mana-mana itu dia menjalankan firman Tuhan. Di mana-mana itu dia tetap hormat kepada Tuhan. Tidak hanya di gereja saja, di rumah, di mana-mana. Maka dari itu kita mohon anugerah Tuhan agar Tuhan menolong kita supaya kita bisa mengendalikan hati kita karena kita tahu hidup dan mati kita itu dikuasai oleh lidah. Hidup dan mati kita itu dikuasai oleh diri kita. Tetapi juga kita harus ingat, hidup dan mati kita itu dikuasai oleh Tuhan yang berdaulat atas hidup kita. Mari kita sama-sama berdoa.

Bapa kami yang ada di Surga, kami bersyukur Tuhan, Tuhan selalu memberikan kami firman Tuhan dalam hidup kami. Dan pada kesempatan di dalam ibadah Minggu ini kami mengucap syukur Tuhan untuk Firman Tuhan yang Tuhan berikan kepada kami, supaya kami boleh mengevaluasi hati kami di hadapan Tuhan. Kami juga mohon supaya kami bisa sungguh-sungguh menyadari hidup Kristus dalam hidup kami itu nyata dan juga Yesus Kristus begitu mengasihi kami. Ajar kami Tuhan supaya kami terus beriman kepada Yesus Kristus. Ajar kami Tuhan untuk semakin mencintai Firman Tuhan. Ajar kami juga Tuhan untuk mencintai hukum-hukum Tuhan. Sebab hukum-hukum Tuhan itu baik adanya untuk kehidupan kami semua. Terpujilah Engkau Tuhan, kiranya nama Tuhan boleh ditinggikan di dalam seluruh kehidupan kami. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup kami sudah berdoa. Amin. (HSI)