Perbedaan Orang Kristen dan Orang Dunia, 23 April 2023

Perbedaan Orang Kristen dan Orang Dunia

Pdt. Sucipto Subeno

Luk. 17:7-10

 

Hari ini saya bergumul untuk kita memikirkan 1 tema yang bagi saya sangat penting di tengah-tengah kehidupan kita dan juga ada kaitan dengan tema SPIK yang akan datang, yaitu saya mengajak kita membaca Lukas 17:7-10. Pembicaraan Tuhan Yesus di dalam Lukas pasal yang ke-17 berbicara dengan begitu seriusnya untuk membawa kita dan khususnya para rasul untuk mengerti bagaimana perbedaan, ini yang saya rasa penting, perbedaan menjadi seorang Kristen dan seorang yang melayani Tuhan dengan orang-orang yang ada di dunia. Nah Saudara, seringkali hal yang paling menyedihkan adalah ketika kita menjadi orang Kristen hidup kita sama. Kenapa? Bukan karena hidupnya sama, tetapi karena cara pikirnya yang sama. Artinya, anda dan saya menjadi orang Kristen, tetapi cara pikirnya tetap cara pikir sekuler atau cara pikir duniawi. Atau saya lebih tegas lagi mengatakan bahwa ketika kita menjadi orang Kristen, cara pikir kita tetap adalah cara pikir dosa yang dipengaruhi, diracuni oleh dosa kebudayaan.

Mari kita bersama-sama membuka Lukas 17:7-10. Cuma 4 ayat, jadi saya mengajak kita membaca bersama-sama, tetapi saya ingin ya, konteksnya seluruh bagian ini, tetapi saya ingin memberi tekanan kepada ayat yang ke-10, hingga di situ kita melihat apa yang menjadi tekanan daripada Tuhan Yesus. Kita membaca Lukas 17:7-10. Kita baca bersama-sama, “Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tema yang sangat penting ini Tuhan katakan kepada para rasul-Nya sendiri. Tuhan Yesus berkata kepada para rasul-Nya, Dia mengatakan, “Hai, kalian! Coba pikirkan baik-baik. Apakah ada tuan yang ketika mengajak hambanya atau budaknya.” Saudara, istilah hamba, saya nggak terlalu suka pakai karena istilah hamba sudah mengalami distorsi arti. Kalau kita kadang-kadang ngomong “hamba Tuhan”. Saudara ngomong “hamba Tuhan” itu kepalanya naik begini. Kalau kita ngomong “budak” itu lebih telak begitu ya. Maka saya lebih suka pakai kata “budak”.  Menurut anda, kata “hamba” dan “budak” sama nggak ya? Halo, sama nggak? Sama atau beda? Sama ya. Hah, beda? Ada yang ngomong beda, saya dengar. Wah, perlu bertobat itu! Saudara, kata yang dipakai di Alkitab adalah doulos. Doulos juga adalah hamba, doulos juga adalah budak. Tapi orang suka-suka ingin mengatakan kalau istilah “hamba” jadi naik ke atas, kalau istilah “budak” rasanya baru asli budak, maka saya lebih suka pakai istilah yang asli, budak, begitu ya. Jadi, kepala kita langsung sadar apa yang Tuhan Yesus inginkan untuk kita mengerti konsep budak.

Nah Saudara, kalau kita mempelajari dunia kita, salah satu racun yang paling besar adalah kita pada hari ini anti budak. Ini adalah satu konsep yang sangat-sangat berbahaya karena Alkitab kita dari ujung Kejadian sampai Wahyu bicara tentang budak. Bicara tentang bagaimana orang Kristen menjadi budak dan kita adalah budak. Kita adalah doulos di hadapan Tuhan. Maka kalau kita nggak punya pengertian “budak”, di situlah masalah paling besar di mana kita di saat-saat sekarang menjadi orang yang mau menjadi tuan. Akibat format ini, relasi kita dengan sesama dan relasi kita dengan Allah menjadi rusak. Kita menjadi orang-orang yang kemudian berani menuntut. Kita menjadi orang yang berani minta. Kita menjadi orang yang berani menuntut terima kasih, menuntut orang menghargai, menuntut kesamaan dan ini adalah kecelakaan paling besar. Dunia kita ribut dengan hak asasi. Saya berkali-kali mengatakan, celaka kalau anda memikirkan hak asasi! Itu kecelakaan dan racun daripada budaya, racun daripada dunia kita yang paling mengerikan.

Tuhan mengatakan, ketika kita ribut hak, hak itu bukan hak kita. Tidak ada manusia punya hak. Hak asasi adalah milik Tuhan. Alkitab mengatakan, “Hak itu milik-Ku, bukan milikmu.” Kenapa? ketika anda berbicara tentang hak, saat itulah anda akan mengejar atau menghancurkan hak orang lain. Whoever, siapa pun yang memperjuangkan hak akan melindas hak orang lain ataupun siapa pun yang lain. Betul kalimat ini? If you fight for your rights, then you will override others’ rights. Ini kunci penting. Maka di dalam kekristenan, Tuhan tidak mengajar kita untuk mengejar hak, Tuhan mengajar kita untuk mengejar tanggung jawab. Saya tertarik dengan 1 buku yang di halaman pertamanya mengatakan kerusakan dunia dimulai dengan perubahan 1 kata. Dalam bahasa Inggrisnya menarik. From responsibility to right. Whoever fights for responsibility, they will maintain everybody’s rights. Siapa pun yang memperjuangkan tanggung jawab asasi, maka dia akan memelihara hak siapa pun juga. Seorang di dalam keluarga, jika ayah memperjuangkan hak ayah, istri dan anak-anak celaka. Kalau istri perjuangkan hak istri, suami dengan anak-anak celaka. Kalau anak bilang hak anak, orang tua celaka. Selalu akan terjadi keributan. Maka ketika setiap orang ribut hak, hak, hak, siapa pun pecah. Kalau pemerintah ribut hak pemerintah, rakyat ribut hak rakyat, boss ribut hak boss, pegawai ribut hak pegawai, hancur semuanya. Ini prinsip penting dalam semua tatanan masyarakat.

Alkitab mengajarkan, you should fight for your responsibility. Silahkan suami, ayah berjuang mengejar tanggung jawabnya sebagai suami, sebagai ayah. Silahkan istri, ibu berjuang untuk tanggung jawabnya sebagai istri, sebagai ibu. Silahkan anak-anak berjuang untuk tanggung jawabnya sebagai anak, maka seluruh keluarga akan menjadi indah, menjadi harmonis. Di gereja kalau pendeta ribut hak pendeta, pengurus ribut hak pengurus, jemaat ribut hak jemaat, saya ingin tahu nanti gerejanya jadi seperti apa. Saudara, ini adalah satu masalah besar. Tapi pertanyaannya, kenapa bisa begitu?

Saudara, kalau Saudara perhatikan di tengah-tengah budaya kita, kita harus menyadari ada 2 pole format dasar kultur. Saudara kalau perhatikan di seluruh sejarah dunia kita, tidak ada satu agama besar muncul di Barat. Seluruh agama besar apa pun, anda mau bicara agama dari paling kuno sampai paling modern, adanya di Timur. Pertanyaan saya, kenapa kok di Timur? Dan setelah agama yang Timur ini lari ke Barat, rusak agama ini. Ini menjadi masalah yang sangat-sangat mengerikan. Jadi kalau Saudara memperhatikan, budaya itu mempunyai unsur dan punya format yang sangat perlu kita perhatikan. Kita ada di budaya Timur. Kita ada di budaya Jawa. Kita ada di wilayah Timur. Kita berada dengan format Timur, maka agama subur di wilayah Timur. Pertanyaannya, kenapa kok bisa begitu? Kenapa di Barat tidak bisa?

Saudara, kalau Saudara perhatikan, orang-orang Timur sangat menghargai ordo, hubungan atas bawah. Jadi kalau Saudara mempelajari di dalam dunia Timur, Saudara tidak diajar, dari sejak kecil Saudara tidak akan diajar untuk berani panggil nama kakekmu dengan namanya. Betul ya? Di sini siapa berani panggil kakeknya namanya? “Sutjipto!” Panggil kakeknya begitu, main panggil namanya. “Hei, To! To! To!” Saudara langsung digantung ramai-ramai itu sudah. Kurang ajar! Berani panggil kakek dipanggil kalau istilah orang Jawa dijambal gitu ya, artinya memanggil namanya. Jangankan kakek, bapakmu aja lu gituin, mati lu! Saudara, itu nggak ada ceritanya. Kenapa? Karena di dalam budaya Timur, kita biasa diajar untuk mengerti ordo. Siapa lebih tua, siapa lebih generasi atas, kita harus hormat kepadanya. Yang di bawah harus taat kepada yang lebih tua. Maka format ordo ini mengajarkan kepada kita bagaimana kita takluk kepada yang ada di atas kita. Semua pegawai, kalau Saudara tahu pegawai harusnya ya, pegawai-pegawai daripada kesultanan, kesunanan, itu seluruhnya 100% taat abis. Istilahnya kalau mau dipotong leher pun, dia serahkan lehernya. Kenapa? Karena ini ketaatan. Ordo. Ada Bapak Sultan yang mempunyai kuasa ordo terbesar, maka harus taat. Semua bawahan taat abis. Ini adalah format ordo.

Nah Saudara, ketika Saudara mulai mempelajari relasi ini, Saudara baru menyadari agama itu mempunyai struktur ordo. Tetapi ketika Saudara mulai pindah ke Barat, Saudara nggak ketemu lagi format ini. Saudara akan bisa panggil orang dengan namanya. Ketika saya memanggil seorang yang sudah umurnya kira-kira waktu itu saya masih kira-kira baru 30-an, dia sudah 70-an, saya panggil Mister ini. Mister, Saudara. Mister itu kira-kira seperti Oom. Oom lah kira-kira ya. Mister ini, saya sebut. Dia langsung lihat, “Why’d you call me like that?” Kenapa kau panggil saya kayak gitu? “Just call my name!” Hah! Kalau kamu akrab sama saya, panggil saja namanya. Saya umur 30, dia umur 75 kalau nggak salah atau 76 begitu, Saudara. Panggil ”John!” Wuih, saya langsung hati saya rasa nggak enak banget. Tapi bagi mereka, ya itu namanya. Itu baru dekat. Kalau nggak penggil nama, nggak dekat. Padahal itu cocok jadi engkong.

Saudara, nah, ketika kita belajar seperti itu, jangan kaget. Kemudian, sama Tuhan Yesus juga jangan, “Jesus! Jesus! Hi, Jesus! Jesus! Jesus! Jesus my friend! Jesus! Jesus!” Saudara, akhirnya kita tanpa sadar format menghormati Tuhan Allah pemilik alam semesta hilang. Perasaan itu hilang. Celakanya, budaya Barat ini dibawa balik ke dalam budaya Timur. Lalu ikut-ikutan. Yang Timur ikut-ikut gaya Barat. Maka di tengah-tengah dunia kita, this is the problem. Ini masalah yang kita kenal sebagai racun dosa. Saya hari ini ingin mengajak kita kembali kepada apa yang Tuhan Yesus ingin.

Saudara pada zaman itu, di antara sekian banyak bangsa di alam semesta, salah satu bangsa yang paling ingin naik, salah satu bangsa yang paling sombong, salah satu bangsa yang paling menekankan kehebatan diri itu adalah bangsa Yahudi. Orang Israel. Sampai hari ini mereka selalu bangga dengan diri mereka. Mereka selalu bangga dengan keberadaan mereka. Mereka selalu merasa, “I’m a special person!” Saya itu orang istimewa. Saya punya status istimewa. Saya punya posisi istimewa dan seterusnya. Bahkan ketika Tuhan Yesus ngomong sama mereka, kalau Saudara perhatikan diskusi di Yohanes pasal 8 mulai dari ayat 30 sampai terakhir, Saudara akan tahu bagaimana pergumulan, debat Tuhan Yesus bicara sama orang-orang Yahudi ini tadi. Orang-orang Yahudi bukan sembarangan. Orang-orang Yahudi yang tadi katanya mau percaya kepada Tuhan Yesus. “Guru, saya percaya kepada-Mu!” Yesus nggak percaya sama mereka. Kita juga seringkali bilang, “Yesus, aku percaya kepada-Mu!” Pikir Tuhan Yesus percaya sama kita punya percaya? Ntar dulu. Lalu Tuhan Yesus bilang, “Kamu percaya sama Saya? Kalau kamu percaya sama Saya, kau dengar setiap perkataan Saya. Kenapa? Karena perkataan Saya itu kebenaran.  Kalau kau dengar perkataan Saya, perkataan Saya itu akan membebaskan kamu.” “My word is the truth. And the truth will set you free.” Firman-Ku adalah kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.

Saudara, kalimat ini very logic. Kalau engkau mengakui percaya kepada Kristus, bukankah apa pun yang Kristus katakan, kita harus percaya? Ini namanya penaklukan diri. Kalau saya bicara sama istri saya, “Istriku, saya percaya kepadamu.” Begitu saya ngomong “Saya percaya kepadamu”, maka apa pun yang dia katakan, saya harus dengar dan saya harus taat. Setuju kalimat saya? Saya percaya sama istri saya. Terus istri saya bilang, “Tjip, itu lho kalau kamu mau makan bakso, bakso di seberang itu enak.” Terus saya bilang sama dia, “Enggak, bakso seberang nggak enak!”  Dia langsung tanya, “Jadi, kamu percaya saya kagak?” Katanya tadi percaya? Saya ngomong apa pun dibantah. Kalau saya ngomong dibantah, berarti kamu tidak percaya. Saudara, kita gampang sekali ngomong, “Oh, saya percaya kepadamu.” Giliran dia ngomong, kita bantah semua. Nggak cocok, nggak pas, nggak apa! Saudara, yang namanya percaya itu adalah sebuah submissive condition. Yang namanya percaya itu anda takluk abis. Yang namanya percaya nggak membutuhkan persetujuan. Istri saya kalau bilang itu bakso enak, ndak tanya persetujuan. Lu percaya dan lu jalan. Begitu Saudara. Kita seringkali bilang, “Lho, gue bisa percaya asal gue bisa setuju. Lu jelasin dulu.” Saya bilang, percaya tidak butuh persetujuan. Percaya is percaya. Mau percaya nggak butuh persetujuan. Lu taat. Itu namanya ordo. Kenapa? Karena di situ apa yang kita sedang bicarakan. Itulah posisi yang Tuhan Yesus minta.

Hei, perhatiin. Kalau ada seorang budak. Si tuan itu pulang. Apakah si tuan itu mengatakan, “Aduh, lu capai-capai sama gua ya kerja. Yuk, kita makan sama-sama!” Kita seringkali kepengen kayak gitu. Tuhan bilang, “Sorry, nggak! Lu ikat bajumu, layani saya makan dulu. Lu mau lapar, mau capek, urusanmu. Lu layani gua makan! Setelah saya makan kenyang, habis, selesai, baru kamu boleh makan sukamu.” Artinya, silahkan engkau taat layani Aku dulu. Nggak ada hak asasimu. Nggak ada! Itu namanya hamba. Itu namanya budak. Lalu, ada urusan kedua. Apakah si tuan harus terima kasih sama si budak yang sudah setengah mati seharian kerja? Zaman dahulu, orang Yahudi kalau kerja 12 jam, Saudara. Dari jam 06.00 sampai jam 18.00. kita kalau 8 jam saja sudah ngomel-ngomel. Saya ketawa berkali-kali sama anak-anak muda. Saya bilang, “Lu kerja 8 jam nggak usah ngomel. Nggak usah ngomong bahkan. Malu!” Semua eksekutif kerja 12 jam. Minimum. Anda kalau kerja di bawah 12 jam nggak layak ngomong kerja. Nggak layak sama sekali. Semua orang-orang yang penting di dalam dunia kerja itu kerja semua di atas 12 jam. Termasuk saya juga 12 jam ke atas. Saya nggak akan biarkan hidup saya kerja di bawah 12 jam. Ini merupakan satu prinsip penting bagaimana kita mengejar apa yang harus kita kejar.

Saudara, setelah 12 jam sudah pulang, bukannya makan. Itu jam makan biasanya. Sudah jam 18.00 sore, pulang, harusnya makan. Nggak! Lu kerja buat gua, gua yang makan, kamu layani!” Saudara, setelah itu kan kita ngarepin, ya udah, udah layani habis-habisan. Terima kasih dong ya. Tuhan Yesus bilang perlu terima kasih? Alkitab bilang perlu terima kasih? Tidak. So, jangan pernah ngarepin orang mesti terima kasih sama anda. Never! Kita seringkali ngomong,Gitu aja? Nggak terima kasih!” Saya langsung pikir, ini Kristen apa bukan? Brengsek kamu! Nggak ngerti apa yang Kristus ajar. Kristen nggak ngajar kita berterima kasih. Nggak usah terima kasih sama kamu. Saya kalau kerja apa-apa, saya nggak mengharapkan orang lain harus terima kasih sama saya. Ya anyway, kalau saya minta tolong orang, saya terima kasih sama dia. Tetapi saya tidak pernah berharap kalau ada orang lain, saya kerja buat dia, terus dia mesti terima kasih sama saya. Dia nggak terima kasih, saya juga diemin. Kenapa? Nggak ada hak. Namanya juga hamba. Yang namanya hamba ndak perlu ada hak apa pun, even diterimakasihin pun nggak perlu.

Saudara, kalau kita bisa men-setting hidup kayak begini, hidup anda baru Kristen. Coba bongkar seluruh format yang Saudara selama ini pikir. Saudara pikirin berapa banyak racun yang kau sudah terima di dalam sekolahmu? Berapa banyak tekanan-tekanan daripada apa yang namanya aktualisasi diri versi Maslow, versi daripada Jung, versi daripada siapa pun juga, yang hari ini mau menunjukkan “I am so happy! I am so proud!” Bangga saya. Saya eksis. Saya bilang, eksis? No, you are not exist. Nggak usah bangga-bangga lu eksis. Mana eksis? Di sebelah mana eksis? Baru begitu bisa bilang eksis. Saudara, di dunia kita, sedemikian kita digeber terus untuk mau menunjukkan ke-selfie-an kita. Kita ditunjukkan untuk bagaimana kita mengeksiskan diri. Tuhan bilang, “Rupamu! Lu siapa? Udah pakai gaya!” gitu ya Saudara. Maka ketika kita sadar bagaimana kita menjadi budak, hidup kita akan belajar menempatkan diri secara tepat di dalam satu format iman. Ini adalah titik pertama yang kita harus bongkar dari seluruh cara pikir dunia kita, dari racun budaya yang begitu besar meracuni kita. Maka di dalam kehidupan kita, kita perlu mengerti. Tuhan sudah mengatakan, “Ingat ya, lu orang Yahudi suka bangga-bangga. Aku mau murid-murid-Ku ndak punya sikap kayak gitu.” Why? Because you are my servant. You are my slave. Kamu adalah budak!

Maka hari ini, ya waktu kita tadi sudah cukup panjang di depan, jadi nggak bisa pakai waktu banyak hari ini. Tapi saya ingin bersama-sama dengan anda pikirkan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di ayat yang ke-10. Mari kita baca sekali lagi ayat yang ke-10. Ini adalah apa yang Tuhan Yesus minta kepada para rasul. Kalau para rasul saja standarnya kayak begini, saya mengharapkan anda dan saya lebih tahu diri. Kita nggak lebih hebat dari para rasul. Mari kita baca sama-sama. “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba (atau budak-budak) yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Saudara, saya memberikan tone kepada ayat yang ke-10 ini. Kalimat ayat 10 dimulai dengan “Demikian juga kamu.” Artinya, Tuhan Yesus setelah pakai ilustrasi di ayat 7-9, terus kemudian apa yang dikatakan itu diterapkan kepada para murid. “Demikian juga kamu.” Kalau kamu tidak bisa pikir seperti itu, kau akan celaka.

Saudara, di dalam bagian ini, ada 2 pemisahan yang langsung terjadi. Kita bisa melihat ketika murid-murid Tuhan Yesus yang ada 12 orang begitu berhadapan dengan ayat ini, langsung mereka terpecah 2. 11 orang dan 1. Nah, ini juga sama sebagai gambaran dengan Perjanjian Lama ketika orang Israel mau masuk ke tanah Kanaan, maka ada 12 pengintai yang dikirim. Setelah 12 pengintai dikirim, balik pecah 2. 10 dengan 2. Yang 10 langsung mengatakan, “Tidak bisa! Kami bakal celaka. Kita semua bakal rusak. Coba lihat ini bahaya, begini, begini, begini, begini.” Kenapa? Buat mereka, diri mereka yang utama. Tapi yang 2 yaitu Yosua dan Kaleb mengatakan “Tidak, tidak begitu. Kenapa? Karena kita sedang mengikuti apa yang Tuhan perintahkan. Dan ketika kami masuk, apa yang Tuhan ceritakan tepat. Kita lihat persis seperti yang dibilang Tuhan. Berarti, itu yang harus kita kerjakan.” Saudara, kalau di dalam PL, 10 yang rusak, 2 yang benar. Di PB terbalik. 11 yang benar, 1 yang rusak. 11 murid langsung bilang “Yes, aku adalah seorang hamba.”

Saudara, pada saat-saat paling kritis, Petrus sempat goyah. Tuhan sudah kasih peringatan, “Ingat ya. Nanti waktu bahaya tiba, kamu akan menyangkal saya.” Petrus masih dengan sombongnya mengatakan, “Nggak! Biar orang lain begitu. Saya enggak!” Akhirnya, betul kejadian. 3x dia menyangkal, lalu ayam berkokok 2x. Begitu ayam berkokok 2x, Tuhan Yesus dari atas tempat persidangan nengok pada Petrus. Petrus langsung menangis. Dia tahu, apa yang dikatakan oleh Tuhannya benar. Dia sudah ribut dengan dirinya. Dia sudah takut membela dirinya. Mana semangat hamba itu tadi? Mana semangat budak yang harus taat absolut itu tadi? Maka dia bertobat, dia menangis, bertobat. Dan akhirnya Petrus kembali. Tapi ada 1 yang tidak. Siapa dia? Dia adalah Yudas. Yudas mendengar kalimat Tuhan Yesus, abai. “Ya, lu ngomong apa terserah. Lu suruh gua jadi budak, No! Aku punya skenario. Aku punya caraku. Suruh menurut sama kamu? No way! Nurut sama kamu apanya? Gua celaka nanti! Gua nggak bisa untung.” Maka, Yudas mempunyai caranya yang menurut Yudas itu sangat pandai, sangat bijaksana, sangat canggih. “Nanti saya akan membuat semua setting seperti yang Tuhan mau. Yaitu nanti Tuhan naik menjadi raja besar, mengalahkan pemerintah Romawi, dan aku yang dorong. Nanti aku akan menikmati karena aku suka uangnya, maka aku akan menjadi kaya raya. Aku dapat kanan kiri.” Saudara, Yudas pikir dia begitu pintar. Kita semua tahu ujungnya Yudas seperti apa. Saudara, kenapa Yudas hancur? Jawabannya cuma satu, karena dia gagal untuk menjadi budak. Dia gagal dengan semangat budak. Dia pikir, dia cukup menjadi counsellor, menjadi tuan yang punya aturan, yang punya hak.

Saudara, waktu saya dilatih di dalam dunia management, saya punya latar belakang management dunia, ketika saya mulai masuk ke GRII dan menjadi Kristen, saya mulai mengalami kacau, mulai mengalami berbagai kondisi. Tapi saya melihat di dalam kekristenan, banyak sekali yang masih pakai cara dunia. Maka saya ketawa aja. Yah, sama saja kok. Di kekristenan, siapa yang pamer? Saudara, perhatikan di dalam hampir semua gereja, hampir semua tempat kekristenan, kalau habis bikin acara, dipejeng, Saudara-saudara. “Kita bersama-sama melihat acara ini sukses. Kenapa Saudara-saudara? Karena di belakang ini ada orang-orang yang sudah bekerja. Kita akan mengundang bapak ini, ketua panitia!” Pok, pok, pok, pok! “Bapak ini, ketua seksi acara!” Pok, pok, pok, pok! Saudara, itu di hampir semua tempat terjadi. Waktu saya dulu di beberapa gereja, saya menemukan hal seperti itu. Jangan pernah ngarepin ya, di GRII kaya gitu ya. Apalagi di GRII Jogja, saya harap nggak usah sajalah. Nanti kalau Saudara sudah selesai SPIK, sampai habis SPIK-nya, SPIK-nya jalan dengan bagus, anda sampai terakhir nggak tahu ketua panitianya siapa. Anda nggak pernah tahu ketua seksi acaranya siapa. Nggak pernah publish. Even diterima kasihi. Saudara, ini adalah satu cara yang Pak Tong pegang. Bagaimana apply Lukas 17. Kalau nggak cocok, nggak usah jadi Kristen! Kristen itu menuntut apa yang Tuhan Yesus katakan. Kita menjalankan apa yang Yesus minta karena inilah cara terbaik untuk bagaimana anda dan saya hidup. Di situlah kita menempatkan diri seperti yang seharusnya, bagaimana saya menjadi seorang hamba. Hamba adalah seseorang yang memiliki kerendahan hati. Hamba adalah seseorang yang tahu diri. Socrates berkali-kali teriak kalimat ini. Gnothi Seauton. Lu belajar apa pun, rasa pintar, stop! Hal yang paling penting bukan lu rasa pintar. Hal yang paling penting adalah tahu diri. Kata “tahu diri” ini konsep yang perlu dievaluasi definisinya. Gnothi Seauton. Know yourself. Kenallah dirimu. Tahu dirimu siapa. Tahu bagaimana memposisikan dirimu. Cuma, dunia kita nggak tahu posisi diri di sebelah mana? Di hadapan siapa? Tuhan mengatakan, “Di hadapan Saya.” Bagaimana anda dan saya menempatkan diri di hadapan Kristus Tuhan, pemilik hidup saya. Dia adalah Juru Selamat saya. Seberapa kita hidup menjalankan panggilan ini?

Maka di dalam ayat yang ke-10 ini saya mengajak kita melihat 3 kata penting, Saudara. Selain tadi kita sudah bicara “hamba” ya. Dikatakan di sana, setelah kamu menyelesaikan semua tugasmu, hendaklah kamu ber-statement, berpernyataan. Ini bukan diminta orang lain, kita yang mesti bikin pernyataan. Saya mengatakan. Apa yang saya katakan? “Kami adalah hamba-hamba atau budak-budak yang tidak berguna. Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Mari kita sama-sama mengikrarkan kalimat ini. Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna. Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan. Saya harap kalimat ini bukan kalimat yang cuma muncul di mulut kita. Ada 3 kata penting di sini. Yang pertama adalah we are unworthy slaves. Kita adalah hamba-hamba yang tidak berguna. Saudara, kata ini adalah kata yang sangat penting. Kita siapa? Kita adalah orang yang nggak ada harganya. Kita siapa? Kita sampah. Kita siapa? Kita nggak ada arti apa-apa. Saudara, apalagi di dunia abad 21, salah satu aspek yang begitu luar biasa mengerikan adalah manusia tambah lama tambah menegakkan kesombongan diri. Manusia tambah lama tambah menuntut semua orang untuk menghargai diri. Semua media sosial tugasnya untuk apa? Mempromosi diri kita supaya kita semua kelihatan eksis. Supaya semua orang menghargai kita. Paling takut kalau kita kemudian dapat dislike. Halo, siapa di sini yang sedih kalau instagramnya dislike, dislike, dislike. Bukan like ya, dislike. Awas ya, kalau sampai sedih! Berarti anda bakal ke neraka. Saya nggak main-main. Itu adalah cara kita melihat diri kita. Kalau kita tidak bisa dihina orang, anda sudah menghina diri anda sendiri.

Tema yang sangat besar pada zaman ini adalah di-bully. Kenapa? Karena kita nggak suka di-bully. Saudara, pertanyaannya, kalau anda di-bully, yang salah yang ngebully atau yang di-bully? Nggak berani jawab? Sudah tahu kalau bau-bau tanah. Bau neraka. Kalau saya datang sama orang, saya bilang, “Eh, lu gendut.” Terus dia marah. Dia gendut nggak? Kalau dia langsing kayak biting, saya datangi dia, “Eh, lu gendut!” Dia paling ngelihatin saya.” Kelilipan kali ya? Perlu ke optik, matanya perlu diganti kali ya?” Betul ya? Jadi kalau saya bilang “Lu gendut!” Terus dia marah, dia gendut nggak? Gendut nggak? Ngaku! Terus kalau dia benar gendut, terus saya bilang gendut, marah. Kenapa marah? Kan saya bilang asli. Lu gendut, gua bilang gendut. Nggak usah marah toh. Fakta. Kita marah karena kita nggak terima kalau kita gendut. Setuju kalimat saya? Sudah gendut, nggak terima gendut. Dikatain gendut, marah lagi. Ini gendeng! Kenapa? Karena kita mau jadi orang lain.

Nah, kalau Saudara belajar teori ini, nanti Saudara akan belajar ngerinya teori yang namanya Mimesis dari Rene Girard. Dia ulas habis gilanya manusia karena tidak bisa terima diri. Kenapa nggak bisa terima diri? Karena mau jadi orang hebat, padahal diri sendiri nggak cukup hebat. Kalau orang bilang, “Tjipto, lu goblok!” Saya akan bilang, “Terima kasih, ya betul.” Kenapa? Memang aku goblok.  Saya nggak akan marah. Kenapa? That is a fact. Selama itu fakta, ndak usah marah. Tapi kalau nggak fakta, saya cuma tanya, “Lha, kamu kok bisa ngomong kayak gitu ya?” Nggak salah dia.Oh, Tjipto! Lu pintar sekali.” Hah? Lu kenal gua kagak? Lu pernah kenal yang namanya Aristotle kagak? Lu pernah tahu yang namanya Stephen Tong kagak? Kalau lu tahu Aristotle, tahu Stephen Tong, Tjipto dibilang pintar, ntar dulu. Lu kelilipan apa? Saudara, kalau engkau tahu yang namanya Aristotle itu dalam tempo 30 tahun, 40 tahun, dia mati umur 54. Sepanjang hidup dia tulis 1,000 buku. Andaikata, umur 14, masih remaja, sudah mulai menulis buku, dia punya 40 tahun dari umur 14 sampai 54 tadi. 40 tahun dia tulis buku. 40 tahun bisa menulis 1,000 buku maka setahun menulis berapa buku? 25 buku. Kalau setahun bisa menulis 25 buku, sebulan menulis berapa? 2 buku. Anda menulis berapa buku sebulan? 10 tahun nggak tentu satu, betul kan? Dan bukunya Aristotle bukan buku kacangan. Buku Aristotle sekali ditulis sampai sekarang 2,400 tahun masih dibaca orang, masih jadi pegangan, masih jadi studi doktor. Kenapa? Karena bahannya terlalu berat dan terlalu bagus, terlalu luar biasa ilmunya itu. Saudara, semua teori-teori Aristotle sampai hari ini masih dipakai. Nah Saudara kalau ngarepin orang kaya begini, terus anda mau bilang anda pintar, saya apa nggak tersenyum? Kasihan, kelilipan kali ya, lu rasa pintar. Sudahlah, ngakulah kalau memang goblok, mau diapain. Tapi kalau dikatain goblok kenapa marah? Halo? Siapa di sini yang pintar, coba, pengen tahu. Nggak usah bangga Saudara kalau sudah bodoh, bodoh aja.

Di tengah-tengah kita terlalu sombong manusia. Manusia wants to show, “I am something!” Tuhan bilang, “You are nothing.” Kita siapa? Nggak ada apa-apanya. Mari kita sadar, sesadar-sadarnya. Ketika engkau sudah tahu diri, Engkau tahu bagaimana hidup, engkau tahu bagaimana menjalankan tugas, bagaimana menjalankan apa yang kau kerjakan. kenapa? Orang yang tahu bahwa saya terbatas, dia adalah orang yang kemudian bisa mulai taat. Orang yang tahu dia goblok, dia mulai mau belajar, dia mau mulai nurut.

Calvin mengatakan bahwa Tuhan sengaja memberikan penderitaan kepada manusia supaya manusia sadar kalau dia nggak bisa apa-apa segala hal. Banyak hal dalam hidup kita, kita harus ngaku. Saya justru sangat bersyukur pandemi kemarin. Itu menyadarkan semua orang bahwa lu itu bukan siapa-siapa. Musuh lu itu bukan barang gede, musuh lu barang kecil yang nggak kelihatan. Tapi mati. Waktu terjadi pandemi, saya cuma bilang, “Tuhan, apa yang Engkau mau ajarkan.” Satu hal yang Tuhan ajarkan, “Kamu bukan siapa-siapa. Ilmu lu, semua yang lu punya, nggak mampu bikin apa-apa.” Lu kaya, sekaya apa pun, berapa banyak orang kaya satu-satu tumbang mati waktu pandemi kemarin? Sangat banyak orang super kaya, sangat-sangat kaya mati. Yang meninggal di pandemi bukan orang miskin, Saudara, yang pengemis-pengemis hidup di atas sampah malah aman. Mereka kebal sudah. Virus macam apa pun lewat kata dia, “Nggak menang sama gua” gitu ya. Saudara, kekuatan mereka lebih kuat. Nah ini sekarang pada pakai masker semua, ketakutan setengah mati.

Tuhan mengajar kita untuk “enough” berhadapan dengan dunia ini. Lu kaya, kaya bagaimana pun juga lewat. Kamu punya tentara, kamu punya kekuatan militer, kamu punya senjata sehebat apa pun mati. Kemarin jenderal berapa mati, berapa banyak pejabat mati Saudara. Lu punya kuasa, nggak bisa apa-apa. Musuh lu apa? Gede? Kaga. Musuh lu kecil kaga kelihatan. Dilihat pakai mata aja kita nggak lihat. Tapi mati, jangan salah. Kamu pintar sampai professor, sampai doktor, bahkan doktor dokter, artinya sudah dokter masih doktor lagi. Ilmunya mentok di dunia medis. Terus mati, Saudara. Oh, lebih dari 20 yang mati Saudara. Saya sangat sedih di tengah-tengah pandemi kemarin salah satu korban besar itu dokter, banyak dokter. Dan bukan dokter, Sp., Sp., Sp., orang yang sudah spesialis berapa professor mati. Berapa doktor dokter mati. Tuhan cuma mau tunjukkin, “Katanya medis hebat. Mati ya mati lah, bisa apa kamu?” Saudara mari kita tahu diri. Ketika kita tahu diri, kita tahu bagaimana dengan rendah hati menempatkan diri kita di hadapan Tuhan. Nggak usah sok tahu, nggak usah sok pintar. Alkitab cuma mengatakan, “You are unworthy servant” Kamu itu cuma hamba-hamba, budak-budak yang tidak berguna. Sampah lu.

Wah Saudara, kita kalau hari ini kita dibilang, “Sampah lu!” Mungkin rasa itu pem-bully-an paling besar Saudara. Realita kok pem-bully-an, lu aja nggak tahu diri. Lho kenapa? Kita betul-betul sampah, nggak ada apa-apa. Kok bisa? Ya kamu kalau bukan Tuhan Yesus yang datang selamatkan kamu, kamu siapa? Kamu pecundang, kamu cuma bergerak menuju ke neraka tok. Nggak ada yang lain. Nggak ada satu manusia hebat bisa ke surga! Kaga ada. Kaga ada manusia beragama apa pun bisa masuk ke surga. Kaga ada. Semua cuma satu hal, lu nanti habis, sampah kok, masuknya neraka, tong sampah sana tempat. Saudara, itu fakta.

Maka ketika manusia mau sombong, dia sebenarnya nggak ada tempat untuk sombong. Kata pertama yang harus kita sadari, dari pertama dulu saya adalah orang yang berpikir saya begini tapi setelah saya mulai sadar, Tuhan bilang, “Nggak. Lu nggak ada apa-apanya sama sekali.” Saya mulai menyadari, “Ya, I am nothing.” Kenapa? Setiap hal ketika saya mulai ada di gerakan reformed, satu hal yang saya pelajari adalah saya bukan siapa-siapa. Ketika saya mulai melayani, Pak Tong bentur saya dengan keras sekali. Otak manajemen yang tadinya hebat, pikir semua strategi, pikir semua, sama Pak Tong dihabisin sama sekali. Sampai habis. Tugasin ke Surabaya, kasih kerjaan yang nggak masuk akal sama sekali. Saya bilang sama Pak Tong, “Mana bisa saya kerjakan.” “Gua nggak mau tahu. Tuhan pimpin seperti itu. jalankan!” Gimana caranya? Nggak ngerti. Mau nangis, mau ribut, mau apa, nggak tahu mau ngapain. Satu-satunya cara cuma berlutut. Akhirnya gimana? Jadi semua. Bukan cuma jadi, surplus besar. Sukses besar. Mencapai rekor terbesar. Terus bisa bangga? Nggak bisa, kenapa? Semua apapun nggak ada satu pun yang bisa dikerjain. Semua anugerah.

Waktu pertama saya diutus ke gereja Surabaya, jemaat cuma 100, nggak sampai 120. Itu 2x kebaktian. Sedikit sekali. Terus Pak Tong bilang, “Saya mau KKR besar, di atas 5,000 orang. Jadi nggak ada tempat itu Surabaya. Satu-satunya tempat pakai Tambaksari, stadium utama.” Saya bilang, “Pak Tong, nggak bisa.” “Bisa! Kalau nggak lu cari mana tempat 5,000 orang.” Nggak ada. Ya sudah pakai Tambak Sari. Gimana susun anggaran 600 juta. Saya bilang waktu anggaran 600 juta zaman itu Saudara, itu berarti seluruh persembahannya GRII di Surabaya sepanjang 1 tahun penuh tanpa kita makan. Itu 600 juta. Karena waktu itu kira-kira cuma 50 juta-an sebulan pendapatan semua untuk gereja. Jadi kalau 600 juta anggaran itu kita nggak makan, semua gereja nggak keluarin duit sama sekali, 600 juta dihabisin untuk KKR. “Pak Tong, ini anggaran 600 juta, uangnya dari mana?” “Saya nggak tahu” kata Pak Tong. “Lalu?” “Cari!” “Cari? Gimana carinya?” “Nggak tahu” Pak Tong cuma gitu aja, “Nggak tahu” Pak Tong, ini waktu kita susun panitia Pak Tong, kita butuh kira-kira sekitar 600 orang. Butuh kira-kira sekitar 200 sampai 300 paduan suara. Mau pakai lapangan Tambaksari, kalau yang nyanyi 50 orang, Saudara nggak kelihatan apa-apa, 50 orang di tengah-tengah lapangan segitu gede. Jadi musti minimum harus 200-300 baru kelihatan. Terus di bawah butuh usher kalau ada 6,000, 5,000, sampai 8,000, butuh usher juga kira-kira 200. Butuh security 100. Butuh semua. Orangnya dari mana? Pak Tong juga balik lagi, “Nggak tahu”. Seluruh jemaat 120 andaikata semua jemaat 100% melayani dari mulai tua sampai anak-anak melayani semua tetap nggak cukup. “Nggak tahu”. Mau nangis, mau apa, tapi akhirnya semua jadi. Uang lebih dari 700 juta. Anggaran ditekan sampai kira-kira di bawah 500 juta yang keluar karena kita hemat. Paduan suara bisa 1,000 orang. Nggak tahu itu dari mana itu orang datang. Nyanyi 1,000 orang. Jemaat datang kira-kira hampir 8,000.

Saudara, itu semua terjadi, mau bilang apa? Di mana mau sombong? Jawaban cuma satu, kamu itu bukan siapa-siapa. Tahu yang main siapa? Yang jalan siapa? Yang bisa bikin begini siapa? Kamu hebat? Nggak ada! Kamu dari pertama kamu sudah tahu, kamu nggak bisa apa-apa. Saudara, setelah itu saya mulai belajar satu hal, “You are unworthy” “Kamu nggak ada siapa-siapa”. Setelah selesai semua nggak usah bangga. Nggak ada poinnya sama sekali. Nggak ada secuil apapun yang bisa kau ambil. Kenapa? Nggak ada harganya, kau bukan siapa-siapa.

Saudara, ketika kita mulai belajar, ketika kita tahu kita nggak sanggup, saat itulah kita mulai takluk di hadapan Tuhan. Selama anda punya kerjaan, otak anda masih bisa jalan, otak anda masih bisa atur semua, anda masih bisa mampu, anda nggak butuh Tuhan. Anda merasa “gua bisa kerjain”. Nanti kalau sudah menang, “Gua punya jasa”. Saudara, ini kecelakaan terbesar manusia. Kapan kita bisa takluk sama Tuhan? Kapan kita bisa beriman kalau kita semua rasa kita mampu kerjakan dan kita hanya kerjakan yang kita mampu kerjakan. Tuhan selalu tuntut kita kerjakan yang kita nggak mampu kerjakan. Kenapa? Karena kamu memang bukan siapa-siapa. Kamu cuma hamba. Tugas hamba adalah kerja. Itu tok. Titik. Taat.

Saudara, kedua yang penting di dalam bagian ini, kata di dalam bahasa Indonesia menggunakan kata “only”. Kami “hanya” melakukan. Kata kami “hanya” melakukan. Bahasa Inggris, saya pakai dari versi ESV, we have “only” done. Saya “hanya” melakukan. Artinya apa? Di tengah-tengah kehidupan kita, begitu kita sudah mulai sadar kita nggak siapa-siapa, pertanyaan berikut, saya musti kerjakan siapa punya kerjaan? Saya musti takluk sama siapa? Di sini agama main. Iman adalah penaklukkan diri kepada Tuhan. Cuma pertanyaannya bukan penaklukkan diri kepada Tuhan, tuhannya siapa? Itu yang menjadi masalah. Saudara pada zaman ini, kita diajar untuk tidak fokus kepada satu. Ketika menjelang abad 21, Alvin Toffler memberikan kita sign, seorang futurolog pada zaman itu. Zaman sekarang sudah dibuang, sudah nggak ada isinya lagi. Tapi waktu itu dia memberikan signing kepada kita, “Ingat ya, memasuki abad 21, kamu akan masuk ke dalam putaran pusaran yang sangat cepat. Dan kamu tidak bisa mengikuti. Manusia akan terseok-seok di dalam sejarah.” Ini dia sudah ngomong. Ketika kita masuk ke abad 21, betul dunia kita tambah lama tambah cepat. Hari ini pergerakan kita tambah lama tambah cepat. Anda itu tambah lama tambah digerakkan dengan kecepatan tinggi. Perubahan demi perubahan itu sudah bukan sifatnya lokal. Perubahan itu di dalam teori dari revolusi industri, disebut sebagai disrupsi. Disrupsi itu merombak seluruh tatanan hidup, merombak seluruh style kebudayaan, merombak seluruh cara pikir. Itu sesuatu yang begitu mengerikan, dan ini bergerak terus cepatnya luar biasa.

Saudara orang yang punya toko, hari ini pasti ngenes. Sebentar lagi toko habis semua. Orang pelan-pelan nanti akan lari ke online. Kantor pos hari ini sudah nggak ada kerjaan, betul ya? Siapa di sini kirim kartu? Dulu setiap kali Idul Fitri gini, nggak tahu berapa ratus kartu, berapa puluh kartu kirim. Nanti kalau sudah Natal kirim lagi berapa ratus kartu. Betul kan ya? Sekarang mana ada kartu? Semua pakai e-brochure, e-card, e-, e-, e-. Termasuk kita hari ini sampai nggak cetak brosur. Semua kirim pakai email, whatsapp. Dulu anda semua ngantongin uang cash, hari ini semua cashless. Saya nggak tahu kalau HP-mu ketinggalan nanti apa yang terjadi.

Saudara, ini perubahan besar! Cuma segini? Nggak! Dalam tempo 10 tahun, 15 tahun lagi, berubahnya drastis sekali. Di tengah-tengah disrupsi seperti ini, manusia, apalagi anak-anak muda kita, khususnya after pandemi, kita menjadi gagal fokus. Pikiran kita bergerak terus, berubah terus, lari ke mana-mana. Alkitab mengatakan kalau sudah kaya gitu, kamu nggak punya pegangan. Ketika manusia sudah masuk ke dalam sebuah pusaran, itu siap untuk tenggelam. Orang kalau sudah ditaruh di air, dan kena pusaran, dia kena gelombang, dan nggak bisa mengatasi itu, dia nggak tahu gimana ngatasi semua pusaran, dia hanyut di dalamnya, matilah dia. Dan ini yang iblis sedang kerjakan. Nggak tahu berapa banyak anda sadar.

Saya on the way daripada disertasi saya di bidang ini. Dan saya background juga dulu studinya IT, saya sangat banyak berkecimpung di dunia IT juga, sehingga saya mulai ngeri sekali melihat pergerakan ini. Berapa banyak anak-anak muda kita rusak, berapa banyak? Sampai saya merasa ngeri. Bagaimana anak-anak muda kita dihancurkan kehidupannya, dirusak habis-habisan. Anak-anak dari kecil sudah kenal iPad, kenal segala macam game, games online, pornografi, segala macam mereka sudah terpapar sebelum SMP. SD pun sudah mengalami semua, mereka sudah kenal. Jangan pikir ya, anda punya anak manis-manis. Ntar dulu! Anda nggak tahu apa yang terjadi. Kecuali anakmu betul-betul imun terhadap dunia gadget. Selama anak-anakmu mulai terakses dengan yang namanya internet, berarti siap mati lah anak itu. Ini merupakan satu hal yang mengerikan. harusnya internet hanya bisa di akses 18 tahun ke atas, yang sudah dewasa. Sebetulnya 18 tahun nggak jadi jaminan sudah dewasa, tapi yang pikirannya sangat dewasa. Kalau nggak, habis! Dunia kita mengerikan Saudara. Kenapa? Iblis memutar fokus.

Kalau Saudara pergi ke dunia Barat, hampir semua nggak ada yang fokus sama Tuhan. KTP boleh Kristen, hidup tidak fokus sama Tuhan. Kita di dunia Indonesia masih lebih lumayan karena kita masih ditekan untuk ada ketuhanan yang maha Esa. Tapi jangan pernah pikir orang Kristen pun fokusnya sama Tuhan. Tidak! Kita mungkin fokusnya sama uang, mungkin kita fokus sama diri kita, mungkin kita fokus sama lingkungan, mungkin kita fokus sama gadget, mungkin kita fokus kepada semua aspek yang lain tapi tidak fokus kepada Tuhan. Alkitab cuma meminta satu, pinggirkan semua, only one. What? Only doing God’s will. Hanya menjalankan apa yang Tuhan tugaskan. Saudara, apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu.

Sekali lagi, kalau kita nggak punya ketaatan, kita nggak pernah bisa mengerti menjalankan tugas. Yang kita mau adalah menjalankan apa yang saya mau. Dulu saya paling suntuk, paling marah kalau saya ditugaskan. Kenapa? Seringkali ditugaskan, ditugaskan, tidak sesuai dengan apa yang saya inginkan. Saya maunya, “Saya punya beban di sini.” Pak Tong paling marah kalau ngomong beban. Beban itu kamu suka atau nggak suka? Jangan bilang beban kalau anda suka. Kalau anda bilang saya punya beban yang Tuhan berikan, itu berarti sesuatu yang anda kerjakan yang anda sendiri nggak suka. Itu baru namanya beban. Kalau yang anda suka, itu bukan beban, itu keinginan tapi pakai kalimat palsu. Di dalam kekristenan kita seringkali pakai kalimat palsu. Beban itu satu burden, satu hal yang kita tidak suka ditaruh di pundak kita.

Apa yang saya kerjakan hari ini, dua bagian besar yang saya kerjakan hari ini, dua-duanya saya sangat tidak suka. Termasuk berdiri di mimbar ini. Ketika Tuhan suruh saya kerjakan, rasa hati mau tolak. Tapi Tuhan bilang, “Itu yang saya perintahkan kau kerjakan. Saya perintah kamu kerjakan, nggak usah lawan.” Taat jalankan. Saudara, kita nggak suka kalau diperintah “Kerjakan!” Saudara ini juga culture yang sangat unik dalam gereja Reformed. Di dalam GRII nggak ada, “Eh kamu mau ya jadi ikut bagian seksi acara kebaktian Minggu yang ngurus. Mau nggak?” Saudara kalau masih modal kaya gituan bertobat ya, hari ini berhenti di GRII. Pak Tong tidak membiasakan hal ini, saya juga tidak membiasakan hal ini. Kami semua kalau, misal seperti tadi SPIK. Kita mau mengadakan SPIK Antropologi 3, terus cuma beberapa orang pikirin. Pak Tong bilang, “OK. Hari ini saya tetapkan GRII Karawaci pegang ya.” Berani bilang nggak? Nggak ada pilihan Saudara, GRII Karawaci pegang. “Pak Tobing, anda ya, jadi ketua.” Selesai. Tidak ada pertanyaan. Tidak ada tawar menawar. Lu tugas, jalankan. Saudara itu cara kita. Saya harap itu mulai jalan di sini ya. Nggak usah nawar, “Jangan saya!” Rupamu jangan saya, mati.

Alkitab tidak mengajarkan “jangan saya”. Yang namanya tugas bukan “jangan saya”. Kalau itu sudah ditunjuk, jalankan. Kenapa? Itu kepercayaan. Ini prinsip penting. saya dulu di dalam dunia manajemen, saya punya anak buah. Ketika saya ada job, saya pikirkan job ini saya mau serahkan ke siapa. Di antara sekian banyak kepala bagian, saya pikir, siapa yang kira-kira pas. Makin berat job itu, makin berat pekerjaan itu, saya makin serius mikir. Karena ini nggak boleh gagal. Jadi saya pilih dari kepala bagian yang saya punya siapa yang akan saya serahin ini. Waktu saya sudah pikirkan, saya sudah lihat dia punya performance, saya mulai melihat, saya mulai pilih seorang, “Tolong ya untuk proyek ini kamu yang pegang.” Terus dia bilang, “Lho, Pak, kok saya Pak?” Saya cuma bilang, “Maksudmu apa?”, “Jangan saya Pak!”, “OK, done, bukan kamu. Mulai hari ini, saya cabut semua kerjaanmu. Mulai hari ini kamu boleh duduk manis. Silahkan nggak usah kerja apa-apa. Semua pekerjaanmu saya ambil. Saya ambil alih.” Itu cara saya. Saya takeover semua. “Saya jangan kuatir, saya nggak pecat kamu. Kamu silahkan duduk, saya bayar penuh tapi nggak usah kerja apa-apa. Tiap hari silahkan datang ke kantor, lu duduk. Saya nggak kasih kerjaan kamu.” Dia kaget. Mulai tanya, “Bos kenapa begini?”, “Ya itu resiko lu dikasih kerjaan lu nggak mau. Selesai. Ngapain gua percaya sama lu? Tau nggak sebagai pimpinan, ketika saya tunjuk kamu, itu saya punya kepercayaan untuk kamu kerjakan. Kau menghina kepercayaanku? Selesai. Nggak usah percaya lagi. Gua nggak bisa percaya sama kamu, so nggak ada kerjaan yang akan kamu kerjakan. Saya ambil. Saya bayar, jangan kuatir, gua nggak pecat lu. Gua bayar penuh. Gajimu tak kasih, silahkan tiap hari duduk di kantor main-main. Lu mau main game, mau ngapain silahkan. Nggak ada kerjaan buat kamu. Duduk.”

Itu cara saya. Kenapa? Dia menghina kepercayaan yang saya berikan kepadanya. Saudara jangan main-main sama kepercayaan yang Tuhan kasih. Tuhan kasih kepercayaan, kau tolak? Berarti kau menghina. Kenapa? Terlalu arogan, kita sombong sekali, “Gua mau kerjaan yang enak. Gua mau kerjaan yang suka.” Tuhan bilang, “Siapa lu? Kita terlalu rusak, otak kita sudah terlalu keracunan sama budaya dunia kita, otak kita sudah keracunan sama ateisme, kita sudah keracunan sama self ke-otoritasan diri kita. Kita nggak bisa terima ketaatan.

Saya nggak pernah tolak kalau Pak Tong bilang, “Ini kerjakan ini.” Saya jalan. Saudara jujur, saya belakangan tambah lama, tambah lama, tambah stress. Kenapa? Beratnya tugas itu sedemikan banyak. Saya waktu di Surabaya mulai dengan 1 gereja. Terus kemudian disuruh kembangkan toko buku. Saya pegang Momentum. Itu bagian saya. Kebetulan saya punya tugas Momentum dan gereja 1, Tuhan tambahkan 1 gereja lagi di Surabaya. Tuhan tambahkan lagi 1 gereja. Akhirnya di Surabaya tok saya harus handling 4 gereja, di Andhika sebagai pusat, di Kertajaya yang kedua, yang ketiga di Sidoarjo, dan yang terakhir di Citra. 4. Lalu loncat, GRII Denpasar. 5 gereja tambah Momentum. Menjelang saya ke sini, kira-kira 10 tahun, Tuhan kasih saya tugas berat sekali, kerjakan sekolah Logos. Kepala saya sudah begitu sulit. Terus Pak Tong mutasi saya ke Jakarta. Begitu saya di mutasi ke Jakarta saya sudah, “Aduh gua sudah tua, jadi baguslah saya lepas dari semua tugas, saya di Jakarta cuma pegang 1, yaitu pegang Bintaro. Plus 1 PR masih sisa di Denpasar. Ya sudahlah, Denpasar nggak lama lagi bisa gede, bisa dewasa, saya bisa lepas. OK pegang 2.” Saya happy ke Jakarta, merasa sedikit beban lolos. Rasa lebih lega. Saudara, tapi itu cuma berjalan sesaat. Baru belum setahun, terus mulai Kupang mulai. Sekarang saya tambah lagi 3 gereja di 3 pulau di 3 kota. Bintaro, Denpasar, Kupang. Bintaro, Denpasar, Kupang sampai hari ini. Terus tambah lagi, “Pak, STTRII butuh untuk kepala prodi.” Kepala admisi waktu itu. Saya mulai masuk di dalam STTRII. Setelah STTRII, SPRI bilang, “Pak, kita kurang dosen. Bapak ngajar ya. Kan Bapak pintar bidang manajemen, Bapak ngajar bidang kepemimpinan manajemen entrepreneur.” Terakhir, “Pak, jadi Sekum Sinode ya” Sekretaris Umum Sinode. Kepala saya sudah mau pecah. Lalu kemudian, “Eh, ini STTRII perlu, Pak, doktor nya diproses ya Pak.” Tapi di GRII nggak ada cuti lho pak buat doktor. Ya jalan terus. Sambil pelayanan penuh sambil doktor juga penuh. Saudara, orang lain kalau ngerjain doktor selesai semua, berhenti. Saya ngerjakan semua pelayanan plus program doktor. Suntuk kepala saya kerjain disertasi. Terus terakhir, tahun ini, Pak Tong bilang, “Tjipto, Momentum nggak bisa lepas. Lu pegang lagi Momentum.” Loh, setiap tahun tambah 1, tambah 1. Saya bilang, “Pak Tong, saya tambah lama tambah tua lho.”

Saudara, kalau Tuhan berikan seperti itu, so what, mau bilang nggak? Alkitab berkata apa yang Tuhan inginkan, kerjakan. Dan setelah kau selesaikan semua, nggak usah bangga, nggak ada apapun. Kamu cuma berhak ngomong kamu just unworthy servant. Aku hanya melakukan apa yang memang harus aku lakukan. Itu sikap budak. Budak nggak pernah ada dikasih tugas berani bilang nggak. Nggak, mati langsung lehernya potong. Setiap budak diperintah apapun harus jalan. Itu namanya budak. Budak itu nggak punya hak tolak, budak itu nggak punya hak libur, budak itu nggak punya hak apapun, bahkan budak itu nggak punya hak hidup. Maka kalau ini ada dalam diri kita, we can do so many. Kita itu bisa mengerjakan pekerjaan besar yang Tuhan mau, tapi mata itu fokus cuma satu. Dunia boleh gerak ke mana saja, mata cuma fokusnya satu, “Tuhan, apa Engkau bebankan, apa Engkau tugaskan, aku taat. Aku taat.”

Saudara, kita hari ini kita nggak tahu hidupnya taat sama siapa. Apa yang anda kerjakan selama hidup? Pertanyaannya yang anda kerjain itu nanti nilainya di mana? Anda berhasilkah memasang nilai di surga? Anda kerjakan apa yang Tuhan ingin anda kerjakan atau nggak? Kalau nggak, anda habisin hidup ini buat apa? Waktu anda itu jalan terus. Anda nggak akan balik lagi ke masa lampau. Nggak! Kita tambah lama tambah tua. Waktu ini lewat. Pertanyaannya, yang kita lewati ini ngerjain kerjaan siapa? Kita mengerjakan pekerjaan Tuhan atau kita mengerjakan pekerjaan setan? Ini pertanyaan serius, beranikah anda meyakini apa yang anda sedang kerjakan itu bukan yang anda mau tapi yang Tuhan minta engkau kerjakan itu yang anda kerjakan? Kalau ini betul, maka fokus anda kepada Tuhan. Ini yang harusnya kita miliki.

Kiranya bagian yang kedua ini betul-betul nyangkut. Dunia kita terus distract. Tarik sana, tarik sini. Ini hebat, ono hebat. Kita matanya ngelihat ke sana, ke sini. Saya hari ini nggak mau pusing dengan semua. Silahkan semua hebat, gua nggak ngerjain semua itu. Tuhan suruh saya kerjain apa, itu yang saya kerjakan. Kenapa? Cuma itu yang menjamin saya sukses sampai akhir. Hidup saya bernilai jika saya bisa sampai terakhir. Saya bisa di hadapan Tuhan saya bilang, “Tuhan, sudah genap. Apa yang Kau tugaskan, ku selesaikan.” Ini yang Tuhan inginkan. Ini yang Kristus kerjakan sebagai contoh. Ini yang Paulus nyatakan waktu dia habis dengan seluruh waktu hidupnya, dia mengatakan, “Aku sekarang sudah sampai di garis akhir. Aku sudah menyelesaikan pertandingan dengan baik. Darahku mulai tercurah, tapi mahkota Tuhan siap diberikan kepadaku.”

Saudara, sampai kapan kita bisa keluarkan statement ini? Atau nanti waktu kau mau mati, kau baru tahu sepanjang hidup, sekian puluh tahun engkau nggak mengerjakan apa-apa yang Tuhan minta. Seluruh hidupmu sia-sia habis. Mari pikir ulang, what are you doing? Apa yang kita kerjakan? Kerjakan yang Tuhan mau? Atau yang kita mau? Mari belajar seperti Kristus. Kristus hidup nggak panjang. Tapi sepanjang dari mulai lahir sampai mati, nggak ada secuil yang Dia kerjain yang luar. Semua yang Dia kerjakan hanya apa yang harus Aku lakukan. Hanya apa yang harus Aku lakukan. Only, the only one. Hanya. Bahasa Yunani nya, bahasa aslinya, ayat ini nggak ada “hanya” tapi dijepit dengan 2 kata, akhirnya terjemahannya musti pakai “hanya”. Artinya kerjakan, kerjakan yang itu. Itu. Itu. Diulang 2x berarti cuma itu tok, nggak yang lain. Artinya sepanjang hidup, hidup itu cuma punya satu jalur, genapkan semua, semua bukan satu kerjaan, semua kerjaan yang harus aku lakukan. Finished.

Terakhir adalah kata “harus”. This is our duty. Saudara, saya tertarik. Bahasa Indonesianya hilang, cuma pakai kata “kamu harus lakukan apa yang harus kami lakukan”. Tapi bahasa aslinya mengatakan itulah mandat atau tanggung jawab yang harus aku kerjakan. Kembali ke tema yang di depan, seberapa anda sadar bekerja itu adalah menggenapkan tanggung jawab yang Tuhan berikan. Bekerja bukan mengejar ambisi. Bekerja itu bukan mencari goal untuk diri kita. Apa pun goal yang anda tetapkan, itu fake. Sukses itu harus berdasarkan mandat. Kalau saya punya pembantu, lalu pembantu itu saya bilang, “Bi, tolong ke pasar beliin saya pisang. Saya lagi kepingin pisang. Cari ya Bi ya pisang Ambon yang bagus. Kalau ada pisang raja, kalau nggak ada pisang Ambon. Beliin satu sisir.” Terus si Bibi pergi ke pasar, pulang dia bawa semangka. Terus tambah, “Pak, pisang itu nggak bagus. Saya pikir waktu di jalan tadi, saya rasa Bapak nggak perlu makan pisang Pak. Semangkanya lagi bagus Pak. Menurut saya, semangka ini lebih baik. Kenapa? Karena ini yang saya pikir sukses, yang terbaik buat bapak itu semangka.” Kira-kira kalau saya punya pembantu kaya gini bakal saya hargai atau saya pecat? Halo? Dihargai atau dipecat? “Hebat ya lu. Lu lebih tau gua, lu lebih tau makanan gua apa. Lu lebih ngerti yang gua pengen? Hebat kali lu. Keluar!”

Saudara, kita seringkali pikir kaya gitu. Kita pikir Tuhan, lu ngikut sama gua. Sukses itu siapa? Sukses itu yang saya tetapkan. Apa itu sukses? Sukses adalah seperti seorang anak SD yang memikirkan bagaimana menjadi sukses sebagai anak SD. Maka saya pikir kalau sukses sebagai anak SD, saya akan membuat soal ujian SD. Siapa yang membikin? Ya tentu saya bikin dong, saya mau ujian. Lalu setelah saya bikin soalnya, siapa yang mengerjakan? Saya kerjakan sendiri. Setelah saya kerjakan sendiri, siapa yang periksa? Saya periksa sendiri. Lalu yang menentukan sukses siapa? Saya sendiri. Karena saya mau tahu sukses nggak sukses. Kalau saya sukses, saya akan senyum-senyum. Kalau saya nggak sukses, saya nangis. Saudara kalau menurut anda, anak SD kaya begini pintar atau gila? Halo? Gila! Nggak ada sukses ditetapkan oleh diri. Halo? Sukses ditetapkan oleh diri sendiri atau ditetapkan oleh otoritas?

Kalau anda kerja di perusahaan, bos perintahkan “Ini ya. Tolong kamu kerjakan ini.” Terus saya bilang, “Nggak Pak. Saya mau kerjakan yang saya mau. Menurut saya sukses hidup saya bukan tergantung Bapak!” Kira-kira anda jadi pegawai nggak? Kenapa? Sukses nggak tergantung anda, nggak tergantung anda tugasin apa, tergantung saya maunya gimana. Halo? Anda sukses? Atau anda bakal hancur? Hari ini terlalu banyak orang bilang, “Sukses menurut saya.” Gendeng. Gitu aja kok ga bisa mikir, otak goblok banget. Saudara, sukses tidak pernah ditetapkan oleh self-determination Saudara. Self-determination success is a fake success. Sukses yang ditetapkan oleh diri kita sendiri adalah kesuksesan palsu dan itu yang iblis mainkan. Supaya apa? Arah kita nyeleweng. Tuhan mengajarkan the true success is according to authority. Kalau Tuhan kasih tugas apa kau kerjakan, Tuhan yang menilai sukses atau nggak. Kalau kamu SD, kamu mau lulus, kepala sekolah atau gurumu kasih kamu soal ujian, lalu kamu kerjakan. Dia yang menentukan kamu lulus atau nggak lulus. Bukan kamu! Kalau kamu dikerjaan, bos mu yang menentukan kamu sukses atau nggak sukses. Kalau kamu di rumah, kamu akan ditentukan oleh tuanmu, siapa yang sukses atau nggak sukses. Seluruh kehidupan kita sukses nggak pernah ditetapkan oleh diri kita sendiri. Celakalah kalau kita merasa kita bisa mengatur diri kita lalu menetapkan sukses menurut kita sendiri. Itu kebodohan yang paling bodoh yang terjadi di alam semesta. Kenapa bisa terjadi? Karena manusia kehilangan Tuhan.

We are the slave of God. Kita adalah budak Allah. Apa yang kita kerjakan, Tuhan akan menilai kau sukses atau nggak. Seluruh kau pikir kau sukses, Tuhan bilang nggak sukses. Seluruh pikir engkau gagal, Tuhan bilang kau sukses, finished. Sukses hidup kita bukan tergantung kita. Mari bereskan, terlalu banyak racun budaya yang sudah masuk ke kepala kita melalui sekolah, melalui media sosial, melalui berbagai sarana. Kembalilah ke Alkitab. Kembalilah ke ayat yang kita cuma baca 4 ayat ini tadi. Jelas Tuhan Yesus minta apa untuk anda dan saya kerjakan. Mari kita berdoa.

Berkati ya Tuhan apa yang kami boleh pikirkan hari ini. Kami sekali lagi menyadari terlalu banyak racun dosa, racun budaya, racun tradisi, racun sejarah yang sudah merusak pikiran kami. Kami sekali lagi rindu Tuhan tolonglah bawa kami kembali kepada kebenaran, bawa kami mengerti isi hati-Mu, bawa kami kepada ketaatan akan perintah-Mu. Sehingga hidup kami tidak menjadi hidup yang dibuang sia-sia. Terima kasih Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus, Tuhan kami, pemilik hidup kami, kami pertaruhkan diri kami dan doa ini. Amin. (HSI)