Paulus Menguatkan Hati Saudara-saudara
Pdt. Dawis Waiman
Kis. 20:1-17
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita berbicara mengenai pasal 20 dari Kisah Para Rasul, ini ada sedikit berbeda dari pasal-pasal sebelumnya. Kalau Bapak, Ibu baca di dalam pasal-pasal sebelumnya, biasanya fokus yang diangkat oleh Lukas itu adalah berkenaan dengan pelayanan yang Paulus tujukan untuk orang-orang yang belum mendengarkan Injil Yesus Kristus. Jadi, lebih kepada pelayanan penginjilan yang Paulus lakukan dari kota yang satu ke kota yang lain. Tetapi permasalahan yang dialami di dalam penginjilan itu penolakan yang dialami di dalam penginjilan yang Paulus kerjakan tersebut. Saya ada kutip satu orang yang baik, saya lupa namanya siapa, tetapi dia berkata seperti ini, “Pada waktu kita berbicara mengenai kehidupan kesaksian dari orang Kristen-” dia bilang “-maka kita sebagai orang Kristen tentunya tidak mengharapkan adanya permasalahan, adanya penganiayaan di dalam kehidupan kita. Tetapi di sisi lain, orang Kristen adalah orang yang menantikan penganiayaan di dalam kehidupan dia.” Ini adalah satu kalimat yang sangat benar sekali. Kita dipanggil oleh Tuhan bukan untuk hidup di dalam satu kehidupan yang mencari-cari masalah dan mencari-cari penderitaan seperti itu, tetapi orang Kristen yang dipanggil sebagai terang untuk menerangi dunia ini yang gelap ini, maka tidak mungkin tidak ada masalah kalau dia hidup untuk menyatakan terang, kecuali kalau dia tidak menyatakan terang di dalam kehidupannya. Itu sebabnya, penulis ini mengatakan kalau kita adalah orang Kristen, kita satu sisi ingin menghindarkan diri dari penderitaan atau penganiayaan dalam kehidupan kita. Tapi di sisi lain, kita juga menantikan penganiayaan di dalam kehidupan kita.
Saya bilang, ini adalah satu hal yang benar adalah karena pada waktu kita membaca Matius pasal yang ke-5, maka salah satu ciri dari anak Tuhan yang penting itu adalah kita turut menderita seperti halnya Kristus yang menderita. Kita turut ditolak, sama seperti halnya Kristus yang ditolak dalam hidup kita. Nah, itu yang terjadi di dalam kehidupan rasul Paulus. Pada waktu dia pergi memberitakan Injil, bukan hanya ada jiwa-jiwa yang dimenangkan bagi Tuhan, tetapi juga ada penolakan demi penolakan yang dialami oleh Paulus di dalam pelayanan yang ia kerjakan. Dan itu berarti ia melayani. Itu berarti, dia tidak berkompromi terhadap kebenaran firman Tuhan di dalam pelayanan yang ia kerjakan. Bapak, Ibu boleh lihat juga di dalam kehidupan Petrus, Yakobus, dan rasul-rasul yang lain termasuk Yohanes. Penolakan itu pasti ada di dalam pelayanan yang mereka kerjakan. Kalau Bapak, Ibu teruskan kemudian kepada tokoh-tokoh penting, misalnya kita bisa membaca biografi dari pengkhotbah-pengkhotbah besar yang ada di dalam dunia ini paska dari para rasul, Bapak, Ibu pasti pernah melihat dan selalu akan membaca ada bagian di mana ia mengalami depresi dalam hidup dia. Karena apa? Pelayanannya ditolak. Ada orang-orang yang menentang karena dia tidak kompromi terhadap kebenaran dari firman Tuhan dalam kehidupan dia.
Jadi, pada waktu kita baca dari pasal yang sebelumnya sampai pasal yang ke-19, kita melihat bagaimana gereja boleh berkembang. Tuhan memimpin perkembangan itu. Tuhan memberkati perkembangan itu. Dan tidak ada satu kuasa pun yang bisa menghambat perkembangan dari gereja Tuhan, walaupun ada penganiayaan yang dialami, penolakan, dan bahkan satu upaya untuk menghasut orang melawan para rasul di dalam pelayanan pengabaran Injil yang mereka kerjakan. Tetapi pada waktu kita masuk ke dalam pasal ke-20, penekanannya agak sedikit berbeda. Dan penekanannya adalah bukan lagi ditujukan kepada orang-orang yang ada di luar daripada kekristenan atau pelayanan penginjilan yang dilakukan oleh Paulus, walaupun di dalam bagian ini, ada hal-hal yang tentunya Paulus juga dicatat tapi tidak secara eksplisit seperti itu untuk melayani penginjilan karena dia pergi dari kota ini dan kota itu. Tetapi di dalam Kisah Para Rasul 20 ini secara khusus Paulus menujukan perkataannya, pengajarannya, atau perhatiannya kepada gereja Tuhan. Atau pada waktu kita berbicara tentang gereja, gereja itu bukan berbicara tentang gedungnya atau tempatnya, tetapi Paulus menujukan perhatian dia untuk orang-orang Kristen atau orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Makanya, Bapak, Ibu bisa melihat ia banyak sekali berbicara tentang penguatan yang dia lakukan kepada orang-orang yang menjadi jemaat Tuhan atau orang-orang Kristen dan bahkan sampai ketika kalau Bapak, Ibu baca di dalam ayat 17, 18, dan seterusnya, ia tetap kembali memanggil penatua Efesus untuk bisa berbicara kepada mereka supaya mereka boleh dikuatkan di dalam pelayanan yang mereka kerjakan.
Nah, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita berbicara mengenai hal ini, Paulus waktu berjalan untuk pergi menginjili di dalam setiap misinya, dia tidak pernah melupakan tiap orang Kristen yang pernah dia injili. Dia tetap kembali kepada mereka. Dia melayani, menguatkan mereka, bahkan sampai perjalanan misi ketiganya, dia tetap memperhatikan mereka. Ini berbicara mengenai apa? Saya percaya, ini berbicara mengenai satu hati dari Paulus yang sungguh-sungguh mengasihi gereja-Nya. Sekali lagi, gereja bukan berbicara tentang denominasi, tetapi gereja berbicara tentang setiap pribadi dari orang-orang Kristen yang ia layani dan ia menangkan bagi Kristus di dalam kehidupan pelayanannya.
Jadi, itu Bapak, Ibu bisa lihat di dalam ayat-ayat dari ayat 1 sampai 30-an di dalam pasal 20 ini. Tapi karena kita baca sampai ayat 17 saja, maka kita akan perhatikan dari ayat 1 sampai 17 ya. Apa yang menjadi hal yang diperhatikan Paulus di sini? Dan mengapa ini menjadi sesuatu yang penting untuk kita perhatikan di dalam Kisah Para Rasul ini? Ada 1 ayat yang Paulus pernah katakan, misalnya kalau Bapak, Ibu lihat di dalam 1 Korintus 11:1, maka di situ dikatakan oleh Paulus bahwa engkau harus meneladani aku, seperti halnya aku meneladani Kristus. 1 Kor. 11:1, ini bukan hanya 1 kali Paulus berkata seperti ini ya. 1 Kor 11:1, kita baca bersama-sama, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.” Jadi, pada waktu Paulus menjalani kehidupannya, Paulus menuntut orang-orang yang dia layani untuk hidup seperti diri dia. Maksudnya apa, hidup seperti diri dia? Apakah meniru karakter Paulus? Apakah meniru segala sesuatu yang dikerjakan oleh Paulus? Apakah meniru hal-hal yang termasuk karakter buruk dari Paulus itu? Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam ayat yang pertama tadi dikatakan, jadilah pengikut aku, seperti halnya aku menjadi pengikut Kristus, itu menjadi hal yang sangat penting sekali.
Seorang yang menjadi pemimpin dari gereja Tuhan, seorang yang menjadi seorang pengurus dari gereja, atau seorang penatua dari gereja harus memperhatikan hidup dia. Apakah hidup dia sungguh-sungguh meneladani Kristus atau tidak? Kalau dia memiliki hidup yang sungguh-sungguh meneladani Kristus, dia punya otoritas, punya hak untuk menuntut jemaat untuk hidup seperti diri dia meneladani Yesus Kristus. Nah, ketika Bapak, Ibu, Saudara menentang dia, karena apa yang dia katakan mungkin, apa yang dia tegur di dalam kehidupan kita, apa yang dia mungkin contohkan dan mungkin kita tidak suka akan hal itu, Bapak, Ibu, Saudara bukan menentang hamba Tuhan itu atau pemimpin dari gereja itu, tetapi kita sedang menentang Tuhan di dalam kehidupan kita.
Ada satu hal yang saya sangat gentar sekali, pada waktu kita berbicara tentang apa yang disampaikan di dalam mimbar Tuhan, lalu dikaitkan dengan apa yang menjadi teladan hidup yang diberikan oleh para pemimpin dari gereja, kadang-kadang kita akan jatuh ke dalam satu pemikiran seperti ini, “Dia ngomongnya saja benar. Dia ngomongnya saja bagus, tetapi kehidupannya sama sekali tidak menjadi teladan bagi jemaat Tuhan. Lalu bagaimana? Dengarkan dia saja sulit untuk mendengarkan dia. Apakah saya harus mendengarkan dia?” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, prinsip dari Yesus Kristus sendiri adalah pada waktu seseorang membicarakan firman, walaupun hidup dia tidak sesuai atau tidak sepadan dengan firman, dan saya percaya setiap orang pasti ada kekurangannya dan dia terus harus diproses untuk seperti firman yang dikatakan. Tapi pada waktu kita melihat ada satu kehidupan yang tidak sesuai dengan firman Tuhan, apa yang harus kita lakukan? Menolak? Atau kita kemudian berkata, “Ngapain mengikuti pengajaran dia? Dia sendiri tidak menghidupi pengajaran itu.” Tetapi Yesus pernah berkata 1 hal, pada waktu engkau bertemu dengan seorang pemimpin Farisi yang mengajarkan firman, tapi hidup di dalam kemunafikan, maka Yesus berkata, ikutilah yang diajarkan kalau itu adalah firman Tuhan dan jangan teladani hidup yang dilakukan oleh pemimpin itu. Dan ini adalah hal yang sangat serius sekali. Berarti pada waktu seseorang itu mendengar firman Tuhan, atau mendengar pengajaran yang diberikan oleh pemimpin dari gereja Tuhan atau seorang pendeta seperti itu, Bapak, Ibu jangan membangun satu kerangka terlebih dahulu yang membuat Bapak, Ibu sudah antipati terlebih dahulu dengan orang tersebut. Tetapi Bapak, Ibu harus melihat apakah yang dikatakan dan diajarkan itu adalah kebenaran firman Tuhan atau bukan? Karena kalau kita melihat pada kerangka dari kehidupan orang itu dan menjadikan itu sebagai sesuatu kerangka yang membuat kita pasti menolak dia, menutup telinga kita untuk mendengar dia, maka yang rugi itu bukan pendetanya, tapi yang rugi adalah diri kita karena dengan begitu, kita menghalangi Tuhan untuk berbicara kepada diri kita. Karena begitu kita sudah tanpa sadar menyeleksi bagian mana yang merupakan firman Tuhan, mana yang harus saya dengar, mana yang harus saya ikuti di dalam kehidupan saya bukan berdasarkan apa yang diajarkan itu setia dengan Kitab Suci atau tidak, tetapi siapa yang berbicara. Dan itu bisa merugikan kita dan itu tidak mendewasakan iman kita pada waktu itu.
Jadi pada waktu Paulus berbicara kepada Korintus, waktu kita membaca Kisah Rasul pasal 20 ini, saya mau bicara apa? Saya mau berkata seperti ini. Kisah 20 itu adalah satu kisah di mana Paulus menunjukkan hidup dia di dalam satu kehidupan yang betul-betul meneladani firman Tuhan, meneladani prinsip atau menghidupi prinsip yang dia ajarkan kepada jemaat Tuhan, dan dengan begitu, dia juga menuntut jemaat Tuhan untuk menaati apa yang dia ajarkan dan melakukan apa yang menjadi contoh yang Paulus lakukan di dalam kehidupan dia. Kalau kita baca, sepertinya ini adalah satu cerita biasa. Paulus sebagai orang yang mengalami penganiayaan. Gereja di Efesus ditolak sebelumnya seperti itu. Lalu setelah itu Paulus kemudian setelah penolakan itu atau huru-hara yang diakibatkan oleh orang-orang yang menolak Paulus itu kemudian mereda, dia memanggil orang-orang dari Efesus kembali. Dia berbicara dengan mereka. Wajar nggak? Wajar sekali kan? Kalau jemaat ada di dalam pergumulan atau tekanan, penganiayaan, sebagai seorang hamba Tuhan, kita perlu untuk menguatkan jemaat itu.
Tetapi setelah itu, apa yang dilakukan oleh Paulus? Kalau kita baca lagi, selanjutnya adalah dia kemudian tinggal 3 bulan di Yunani, lalu setelah itu dia pergi berlayar ke tempat yang lain. Lalu ketika dia mendengar ada seorang Yahudi yang ingin membunuh dia, dia mengurungkan niatnya untuk berlayar, lalu dia pergi ke Makedonia. Pergi, memutuskan untuk menuju kepada Siria, bukan melalui lautan tetapi justru melalui Makedonia kembali dia memutar jalannya kembali. Dan pada waktu itu ada orang-orang Kristen yang lain yang menyertai Paulus di dalam perjalanan dia. Maksudnya apa ya? Oh, sepertinya kalau misalnya kita mengadakan KKR Regional seperti itu. Atau ketika misalnya saya ada satu pelayanan tertentu. Saya mengajak jemaat untuk pergi melayani dengan saya seperti itu. Apakah ini maksudnya seperti itu? Pada waktu Paulus ada kendala seperti itu, ya sudahlah, dia cari jalan yang lain, cuma untuk supaya tetap bisa pergi menuju kepada tujuannya dan pada waktu dia pergi, dia tidak seorang diri. Ada orang-orang yang menyertai dia di dalam pelayanan itu.
Kita kalau sekilas membaca hal ini, maka kita mungkin bisa berkata ya, ini hanya catatan perjalanan Paulus. Tidak ada sesuatu yang menarik yang kita bisa pelajari dari bagian ini. Tidak ada sesuatu prinsip yang kita bisa teladani di dalam kehidupan dari Rasul Paulus ini. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita bandingkan dengan Roma pasal 12, maka kita akan melihat apa yang dinyatakan Paulus di dalam bagian ini, itu adalah persis sebagai satu gaya hidup yang sesuai dengan apa yang Paulus ajarkan di dalam Roma pasal 12. Roma 12:4-21, “Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita. Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan! Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”
Ini adalah satu pengajaran praktikal dari seorang rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Tetapi di balik dari pengajaran yang diberikan itu, misalnya, hendaklah kamu hidup sebagai orang yang mengasihi dan tidak pura-pura di dalam kasih itu. Hendaklah kamu menggunakan karuniamu untuk melakukan pelayanan. Apakah itu melayani, apakah itu mengajar, apakah itu menasehati dan yang lain-lainnya. Pada waktu dia berkata bahwa janganlah kerajinanmu menjadi kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan seperti itu dan seterusnya. Maka itu adalah satu cerminan pengajaran yang kita bisa lihat di dalam Kisah Rasul pasal 20. Misalnya ambil contoh yang pertama adalah ketika kita baca di dalam Kisah Rasul pasal 20:1-2, ”Setelah reda keributan itu, Paulus memanggil murid-murid dan menguatkan hati mereka. Dan sesudah minta diri, ia berangkat ke Makedonia. Ia menjelajah daerah itu dan dengan banyak nasihat menguatkan hati saudara-saudara di situ. Lalu tibalah ia di tanah Yunani.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, dalam hal ini Paulus menjadikan dirinya sebagai seorang yang seperti apa? Pada waktu dia melihat jemaat di Efesus mengalami penolakan, ingin dicelakakan oleh orang yang tidak mengenal Tuhan. Dia melihat jemaat Efesus pasti punya kegentaran, kekhawatiran dalam hidup mereka. Apalagi mereka yang baru percaya, mungkin mereka akan mengalami satu ketakutan dan berpikir resiko untuk mengikuti Kristus itu terlalu besar karena ada konsekuensi yang harus dibayar atau harga yang harus dibayar dari orang-orang yang mengikut Yesus Kristus. Maka Paulus kemudian memanggil mereka, lalu kemudian menasehati mereka, menguatkan mereka untuk hidup di dalam iman Kristen. Saya mau tanya, ini sikap seperti apa? Kalau kita pakai bahasa Roma pasal 12:9, itu menunjukkan satu sikap hati yang mengasihi. “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.” Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menyatakan cinta kasih itu dan tidak berpura-pura? Ayat yang ke-10 dikatakan, “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.” Ada perhatian yang ditujukan Paulus kepada jemaat yang ada di dalam pergumulan yang mereka alami.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya lihat kalau kita baca dari Injil Yohanes, kita baca dari surat-surat yang Rasul Yohanes tulis, baik itu 1 Yohanes, 2 Yohanes, dan 3 Yohanes, dan bahkan kalau kita melihat dari pengajaran dari Yesus Kristus sendiri, maka mereka menekankan satu hal yang penting dari kehidupan orang Kristen yaitu orang Kristen ditandai bukan dari kesalehan ibadah mereka saja. Orang Kristen ditandai bukan dari kerajinan mereka untuk berbakti kepada Tuhan, berdoa seperti itu atau melakukan sedekah dan satu kehidupan yang menolong orang lain dalam hidup mereka atau ritual keagamaan seperti itu. Tetapi orang Kristen ditandai dengan satu karakter yang sangat menonjol sekali yaitu karakter kasih. Apa yang membedakan kita dari semua orang yang lain dalam dunia ini? Ya kasih. Tapi orang-orang dunia juga memiliki kasih. Betul, mereka memiliki kasih, tetapi Alkitab juga katakan ada kasih yang pasti berbeda dari orang Kristen dengan orang-orang yang lain di dalam dunia ini yaitu dalam hal kalau orang dunia mengasihi, mengasihi orang yang mengasihi diri mereka. Tapi kalau orang Kristen adalah orang yang mengasihi orang yang bahkan tidak mengasihi diri mereka. Jadi ada perbedaan kualitas di situ.
Ya saya bukan ngomong, “Oh kalau begitu orang yang mengasihi kita tidak perlu dikasihi karena dia sudah mengasihi kita.” Bukan! Kita tetap normal kayak gitu. Bahwa ada orang yang baik sama kita ya tentu kita baik sama orang itu. Tetapi bagaimana kalau orang itu tidak baik dengan diri kita? Alkitab tetap berkata kita harus baik dengan orang itu. Karena apa? Karena Tuhan Yesus sudah menebus kita, di dalam surat Roma, pada waktu kita masih berdosa. Tuhan Yesus sudah mati bagi kita pada waktu kita menolak diri Dia. Karena itu, pada waktu kita sudah diselamatkan di dalam Yesus Kristus, maka satu hal yang penting untuk kita perhatikan adalah Yesus berkata, “Hendaklah engkau mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihimu.” Bukan lagi dalam pengertian engkau mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, tetapi hendaklah engkau mengasihi sesama manusia seperti Aku mengasihi dirimu.
Jadi pada waktu kita berbicara tentang kehidupan Kristen, bagaimana kita menyatakan satu kehidupan yang mengasihi? Perhatikan siapa yang menjadi saudara seiman kita. Perhatikan apa yang menjadi kesulitan dan pergumulan yang mereka alami di dalam kehidupan mereka. Lalu, kuatkan mereka kalau kita memiliki karunia untuk menasehati dan menguatkan, bukan membiarkan mereka. Pada waktu mereka masuk dalam dosa, bukan hanya membiarkan mereka lalu melihat itu adalah urusan mereka pribadi. Tapi bawa mereka kembali kepada Tuhan. Itu adalah satu sikap hati yang mengasihi dari orang-orang yang merupakan saudara seiman kita. Paulus adalah orang seperti ini. Dia adalah orang yang mengasihi mereka dan dia senantiasa menasehati mereka dan menguatkan mereka di dalam kehidupan iman mereka.
Hal kedua yang kita juga bisa lihat dari orang yang hidup mengasihi yang ditandai dengan ciri apa? Ternyata kasih itu bukan hanya sesuatu yang dikatakan saja. Bukan sesuatu yang berupa nasehat saja seperti itu atau pengajaran yang diberikan, tetapi kasih itu juga perlu ada suatu tindakan kasih. Dan tindakan kasih ini ditandai dengan Paulus yang pergi bersama-sama dengan Sopater anak Pirus dari Berea dan Aristarkhus dan Sekundus dari Tesalonika dan Gayus dari Derbe dan Trofimus. Lalu mereka berangkat bersama-sama. Pentingnya apa di dalam hal ini? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita melihat kepada Kisah Rasul pasal 20 ini, maka kita boleh bandingkan dengan Kisah Rasul 19:21. Di dalam Kisah Rasul 19:21 itu dikatakan, “Kemudian dari pada semuanya itu Paulus bermaksud pergi ke Yerusalem melalui Makedonia dan Akhaya. Katanya: “Sesudah berkunjung ke situ aku harus melihat Roma juga.” Jadi, di situ ada satu determinasi yang Paulus sudah tetapkan yaitu rencana dia untuk pergi ke Yerusalem melalui Makedonia. Baru setelah dari Yerusalem pergi ke Roma. Kenapa dia harus pergi ke Yerusalem melalui Makedonia. Kalau Saudara baca dari Surat Korintus, Saudara baca, mungkin, dari Surat Tesalonika, maka Saudara akan menemukan satu hal, Paulus pergi ke Makedonia, dan juga termasuk Filipi, dengan tujuan untuk mengumpulkan dana, mengumpulkan uang. Misalnya kalau Saudara baca di dalam 1 Kor. 16:1, “Tentang pengumpulan uang bagi orang-orang kudus, hendaklah kamu berbuat sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang kuberikan kepada Jemaat-jemaat di Galatia. Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing – sesuai dengan apa yang kamu peroleh – menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang.” Jadi sebelumnya Paulus sudah menginstruksikan kepada jemaat di Korintus untuk mereka menyisihkan uang. Untuk apa? Untuk digunakan membantu orang-orang Kristen yang ada di Yerusalem, yang ada di dalam kondisi yang sulit pada waktu itu. Dan itu berarti surat Korintus kemungkinan ditulis pada waktu perjalanan Paulus yang ke-3 ini. Itu pada kira-kira pasal yang ke-20 ini. Jadi Paulus menulis surat ke sana, Paulus memberitahukan mereka mengumpulkan uang.
Lalu setelah itu apa yang dia lakukan? Dia kemudian pergi ke gereja itu, lalu membawa uang itu bersama-sama dengan diri dia untuk pergi ke Yerusalem. Dan orang-orang yang menyertai Paulus ini siapa? Mereka adalah orang-orang yang menjadi perwakilan dari gereja-gereja yang memberikan persembahannya untuk mendukung jemaat yang ada di Yerusalem. Jadi Paulus bukan seorang yang meminta jemaat untuk mengumpulkan dana, yaitu untuk mendukung diri dia sendiri, kebutuhan dia, tetapi justru Paulus adalah seseorang yang meminta jemaat mengumpulkan dana untuk mendukung kehidupan dari jemaat yang lain yang ada di dalam kekurangan. Dan untuk supaya tidak terjadi satu pemahaman yang salah atau satu praduga atau sesuatu yang membuat orang salah sangka kepada Paulus, terhadap penggunaan uang itu maka di dalam jemaat itu ada perwakilan yang diutus untuk menyertai Paulus menyerahkan uang itu kepada jemaat yang ada di Yerusalem.
Jadi pada waktu kita berbicara tentang cinta kasih, apa yang menjadi dasar kita berkata kita mengasihi orang lain, saudara seiman kita? Pertama adalah Saudara punya afeksi tidak kepada mereka? Saudara punya perhatian tidak kepada saudara-saudara kita itu? Saudara mengerti tidak apa yang menjadi pergumulan yang mereka alami di dalam kehidupan mereka? Pada waktu mereka bersukacita, Saudara bersukacita tidak? Pada waktu mereka berdukacita, Saudara berdukacita tidak di dalam kehidupan Saudara? Tetapi yang kedua adalah Saudara bukan hanya bicara, “Oh, saya turut berprihatin terhadap apa yang engkau alami. Saya turut berduka terhadap apa yang menjadi pengalaman dukacita yang Saudara alami.” Tetapi Paulus mengajarkan orang yang mengasihi juga turut harus bisa membantu orang yang ada di dalam kekurangan atau turut memberi mereka bantuan.
Dan menariknya Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu Paulus berbicara tentang memberi bantuan, Paulus bukan bicara mengenai orang yang kaya tetapi orang yang dalam kekurangan. Kita buka kembali Roma 12:13. Kalau kita bacanya cepat, mungkin kita bisa ngomong, “Bantulah orang-orang yang dalam kekurangan. Usahakanlah dirimu untuk selalu memberi tumpangan!” Tapi kalau Bapak, Ibu baca lebih teliti, yang dikatakan adalah “Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus”. Artinya apa? Tidak ada alasan untuk tidak memberi bantuan. Kita sering kali berpikir yang bisa membantu orang lain itu orang yang kaya, orang yang berlebih. Benar sih, nggak salah. Mungkin dia bisa memberi lebih banyak untuk menolong orang lain. Tetapi hal itu tidak membuat orang yang memiliki ekonomi yang lebih rendah boleh beralasan untuk tidak membantu karena saya sendiri untuk kebutuhan sehari-hari mengalami kekurangan atau sulit atau pas-pasan. Tapi Paulus berkata justru pada waktu engkau membantu, bantu di dalam kekurangan. Semua kita pasti bisa menolong orang lain. Berapa pun bisa kita sisihkan. Yang penting adalah mungkin kita perlu penyangkalan diri di dalam menolong orang lain. Itu yang kedua ya, kita perlu memperhatikan kehidupan dari saudara seiman kita yang lain yang ada di dalam kekurangan.
Yang ketiga adalah pada waktu kita berbicara tentang cinta kasih, Bapak, Ibu bisa perhatikan juga, ada hal yang selalu ditekankan di dalam gereja dan termasuk juga di dalam pelayanan dari rasul Paulus. Yaitu apa? Pengajaran. Pengajaran firman itu menjadi unsur yang sangat penting sekali di dalam setiap pelayanan para rasul dan juga penekanan para rasul kepada setiap pemimpin dari gereja Tuhan. Jadi semua para pemimpin gereja dia tidak boleh hanya melayani dengan memberikan orang-orang lain yang kekurangan dana. Bukan cuma mengkoordinasi dari jemaat Tuhan untuk pengumpulan dana, lalu menolong orang-orang yang miskin. Bukan hanya penggembalaan, datang ke rumah untuk memperhatikan, mendoakan pergumulan dari jemaat Tuhan. Tetapi seorang hamba Tuhan harus memikirkan pengetahuan iman daripada jemaat Tuhan, pengetahuan firman dari setiap jemaat Tuhan.
Karena itu kalau Bapak, Ibu perhatikan, walaupun di sini ada satu peristiwa yang sangat luar biasa sekali yang dilakukan oleh Paulus, yaitu dia membangkitkan Eutikhus yang mati itu, tapi sebenarnya penekannya bukan pada Paulus membangkitkan Eutikhus yang mati tetapi penekanannya adalah pada bagaimana Paulus menggunakan waktu yang ada itu untuk mengajarkan firman kepada orang-orang yang ada di Efesus itu. Makanya kalau Bapak, Ibu perhatikan ya, di dalam ayat yang ke-7, “Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam. Di ruang atas, di mana kami berkumpul, dinyalakan banyak lampu. Seorang muda bernama Eutikhus duduk di jendela. Karena Paulus amat lama berbicara, orang muda itu tidak dapat menahan kantuknya. Akhirnya ia tertidur lelap dan jatuh dari tingkat ketiga ke bawah. Ketika ia diangkat orang, ia sudah mati. Tetapi Paulus turun ke bawah. Ia merebahkan diri ke atas orang muda itu, mendekapnya, dan berkata: ”Jangan ribut, sebab ia masih hidup.” Setelah kembali di ruang atas, Paulus memecah-mecahkan roti lalu makan; habis makan masih lama lagi ia berbicara, sampai fajar menyingsing.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kenapa Paulus berbicara begitu lama? Tentunya ada faktor di mana dia tahu dia kemungkinan besar tidak bertemu lagi dengan jemaat di Efesus. Karena kalau Saudara baca di dalam ayat 21 pasal 19, dia harus pergi ke Yerusalem. Lalu kalau Saudara baca lagi di dalam pasal berikutnya nanti maka Saudara akan melihat Paulus akan ditangkap di Yerusalem lalu dia disidangkan di Yerusalem. Kemudian dia naik banding, setelah itu dia kemudian dibawa ke Roma. Nggak pernah kembali lagi ke Efesus.
Jadi pada waktu kita berbicara kenapa Paulus berbicara begitu panjang lebar sekali? Karena mungkin dia merasa dia tidak punya waktu lagi untuk berbicara kepada jemaat di Efesus. Tetapi di sisi lain kita juga bisa ngomong kenapa Paulus betul-betul memperjuangkan untuk berbicara dari malam sampai kepada pagi? Kalau kita bicara hari pertama minggu itu, itu berarti pergantian hari di mana orang-orang Yahudi itu memiliki satu pemahaman kalau hari yang baru itu bukan dimulai dari jam 12 tengah malam. Tetapi hari yang baru itu dimulai dari pukul 6 sore. Jadi kalau hari ini adalah hari Sabtu, yaitu hari Sabatnya orang Yahudi, begitu hari Sabtu itu masuk ke dalam pukul 6 sore, maka itu sudah menjadi hari pertama minggu itu, yaitu hari Minggu. Dan pada waktu itu mereka berkumpul.
Jadi pada waktu jemaat Efesus itu datang, atau penatua Efesus itu datang dan berkumpul dengan Paulus itu adalah di malam hari. Nah Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kenapa nggak tunggu pagi hari? Mungkin kita bisa ngomong besok paginya Paulus mau jalan, seperti itu. Tetapi Bapak, Ibu juga berkata seperti ini ya, jemaat Efesus itu adalah satu jemaat yang sangat mementingkan sekali firman Tuhan dan ibadah kepada Tuhan. Mereka adalah jemaat yang sebenarnya hari Minggu adalah bukan hari libur. Tetapi hari Minggu itu adalah hari kerja mereka. Kalau kita saat ini hidup kerja dari Senin sampai Sabtu, Minggu libur. Minggu bisa libur menjadi hari nasional, bahkan hari internasional, itu adalah karena pengaruh kekristenan. Tetapi pada zaman dahulu, Minggu tidak libur. Dan bagi orang Yahudi sendiri, hari libur itu adalah hari Sabat, yaitu hari Sabtu. Sehingga pada waktu mereka hidup sebagai orang Kristen, setelah mereka bertobat daripada kehidupan lama mereka, lalu mereka kemudian beralih dari agama Yahudi menjadi orang Kristen, seperti itu, maka pada hari Sabtu mungkin mereka libur karena tuntutan untuk libur. Atau mungkin mereka sudah mulai bisa kerja, tapi karena orang-orang Yahudi itu adalah orang yang sangat menjiwai kehidupan mereka sehingga sulit sekali untuk mengubah sesuatu yang sudah terbentuk dari kecil, ada kemungkinan mereka Sabtu libur tapi Minggu kerja.
Dan pada waktu mereka masuk ke dalam hari Minggu, pertanyaannya kapan mereka memulai ibadah mereka dan pertemuan mereka? Ya di malam itu. Jadi satu harian sudah kerja, malamnya masih siapkan waktu harus ibadah dan berkumpul bersama dengan orang Kristen yang lain. Dan itu sebabnya Paulus bisa berkumpul di situ dan bicara dengan orang-orang Kristen ini. Dan pada waktu Paulus berbicara, waktunya nggak kira-kira. 2 jam nggak cukup. Sampai fajar menyingsing. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini artinya apa? Memang di dalam momen itu ada peristiwa mujizat yang dilakukan oleh Paulus. Tetapi saya juga melihat ada unsur yang lebih penting. Mujizat nya penting tidak? Kita bisa katakan penting, tetapi yang lebih penting adalah Paulus mengajar, dan mujizat menjadi satu sarana untuk meneguhkan pengajaran yang Paulus berikan kepada jemaat.
Kalau kita kan kadang kali fokusnya, “Wah Paulus luar biasa ya bisa membangkitkan orang mati seperti halnya Petrus. Dia punya kuasa rasuli.” Tapi sebenarnya adalah, kalau kita setia dengan penafsiran Alkitab dan tulisan dari Paulus, dia akan katakan mujizat adalah tanda untuk membawa orang kepada Kristus atau untuk mengkonfirmasi pelayanan dari para Rasul. Jadi mungkin Bapak, Ibu bisa bayangkan kaya gini, ketika Paulus datang, orang-orang ada yang percaya kepada Paulus. Tapi mungkin ada orang-orang yang skeptik juga terhadap perkataan yang Paulus katakan tentang Injil Tuhan. Ada orang yang mungkin juga agak meragukan. Tapi pada waktu terjadinya mujizat itu, orang yang ini benar-benar mati ya yang dibangkitkan oleh Paulus, kira-kira jemaat bagaimana? Jemaat pasti akan berkata, “Iya ya, apa yang dikatakannya benar ya. Ini rasul Tuhan. Dia adalah orang yang betul-betul disertai oleh Tuhan.” Dan itu akan semakin meneguhkan iman dari jemaat Tuhan yang berkumpul pada waktu itu.
Jadi, sekali lagi, pada waktu kita berbicara tentang cinta kasih, Saudara jangan berpikir cinta kasih itu hanya berkaitan dengan perbuatan. Tapi kalau Saudara tidak pernah mendidik yang benar, Saudara tidak pernah mendapatkan kebenaran dalam hidup kita, pengenalan tentang Tuhan yang benar dalam kehidupan kita, nggak ada gunanya. Saudara bisa menjadi orang yang begitu baik sekali di dalam perbuatan, tapi kalau Saudara nggak mengenal Tuhan yang benar, nggak ada gunanya. Saya suka kutip Yohanes 17:3, Yesus berkata hidup yang kekal itu adalah mengenal Bapa dan mengenal Yesus yang diutus oleh Bapa. Jadi kalau kita hidup di dalam dosa maka itu berarti kita tidak ada di dalam kasih karunia. Dan itu membuat tanggung jawab dari pemimpin dari gereja itu adalah harus mengajarkan firman. Kalau Bapak, Ibu mencari gereja yang benar, Bapak, Ibu harus mencari gereja yang sungguh-sungguh mementingkan firman. Itu bukan sesuatu yang bisa dikompromikan.
Kemarin di dalam SPIK, bersyukur ada 94 orang yang hadir di dalam SPIK. Lalu di dalam SPIK itu ada kalimat dari Pdt. Edward ya dan juga dikonfirmasi oleh Pdt. Ivan Kristiono. Ketika Pdt. Edward berbicara tentang pengalamannya bersama teman Yahudinya yang suka menghina, atau sangat “extreme” menurut diri dia. Pdt. Edward berkata seperti ini, saya pakai parafrase aja ya. Ketika Sabat belanja, dia kaget, orang Yahudi itu. Seharusnya kan Minggu menjadi Sabat-nya orang Kristen, kenapa orang Kristen bisa tetap belanja, melakukan pekerjaan? Itu tidak boleh. Karena begitu kita melakukan pelanggaran itu kita sama dengan kita melawan Tuhan. Dan kata yang muncul berikutnya adalah, “Kamu setan ya!” Karena setan itu penentang dari Tuhan atau penentang dari perkataan Tuhan. Pada waktu dia pulang, setelah lulus kuliahnya, Pdt. Edward bilang, “Silahkan kembali dan menjadi berkat dengan ilmu yang sudah engkau dapati.” Dia balik ngomong, “Kamu setan ya!” Karena seharusnya umat Tuhan tidak boleh menggunakan ilmu dari dunia dengan segala pemikirannya langsung masuk ke dalam kehidupan dari umat Tuhan, tetapi harus dipelajari ulang dan dilihat dari perspektif Alkitab.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kita seringkali berpikir seperti ini ya, pada waktu kita menaati Tuhan, kegagalan sedikit itu nggak masalah. Ketidaktahuan sedikit itu nggak apa-apa. Walaupun sebenarnya realitanya banyak ya kegagalan kita. Tapi kita berpikir bahwa nggak apa-apa lah hidup sebagai orang Kristen yang ada sedikit komprominya, yang ada sedikit hal-hal yang kita tidak setia dalam kehidupan kita, tapi yang penting kan yang lain saya setia, saya bagus di dalam menaati perintah Tuhan, saya menaati perkataan Tuhan. Jadi saya anak Tuhan yang baik. Pdt. Edward pada waktu itu berkata “Kamu setan!” Karena pada waktu Petrus diperhadapkan dengan Yesus Kristus, yang sedikit menyimpang, bukan sedikit ya, itu banyak ya, menyimpang di dalam pemahamannya tentang Mesias, dia tahu Yesus Mesias tetapi dia menolak Mesias harus menderita dan mati. Maka pada waktu itu Yesus berkata, “Engkau setan!”
Dan pada waktu itu Pdt. Ivan ngomong sebenarnya penyimpangan kita itu bukan sedikit tetapi banyak. Saya setuju itu karena kita hidup di dalam masyarakat yang sudah dalam dosa. Dari kecil kita dididik dengan pemahaman yang tidak Alkitabiah. Orang tua kita yang membesarkan kita, walaupun mereka adalah orang Kristen yang baik, belum tentu mereka mendidik kita dengan pemikiran Alkitabiah di dalam kehidupan kita. Banyak konsep-konsep dunia yang masuk di dalam hidup kita. Karena itu penyimpangan kita pasti banyak. Kalau kita tidak menuntut firman, yang terjadi adalah kita pasti banyak melakukan hal yang tidak sesuai dengan kebenaran Tuhan dan tidak berkenan di hadapan Tuhan. Masih bisa ngomong hidup kita hidup Kristen yang baik?
Saya pernah kutip Harry Blamires bilang bahwa permasalahan orang Kristen itu adalah bukan dia tidak melakukan ritual keagamaan. Jalan. Tetapi permasalahannya adalah kita tidak lagi memiliki pemikiran Kristen. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, penting tidak mengajar? Kalau kita mengasihi, jangan cuma pikir perbuatan. Mengasihi harus bicara, memberitahu yang benar kepada saudara seiman kita. Walaupun ada resiko. Dan resikonya kadang besar sekali. Tetapi itu menjadi hal yang penting dalam hidup kita. Waktu kita nggak banyak, saya bahas satu poin lagi saja.
Hal yang ke-4 adalah pada waktu kita hidup sebagai orang Kristen yang mengasihi, apa yang harus menjadi dasar selain daripada kasih atau perhatian, kemudian perbuatan untuk menolong mereka, lalu pengajaran yang kita harus sampaikan kepada mereka? Yang ke-4 itu adalah waktu yang kita berikan untuk saudara seiman kita. Dan itu dicatat di dalam Roma 12:13, tapi bagian yang kedua. Bagian pertama, “Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus”. Lalu bagian kedua, “dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, artinya apa? Kita sebagai orang Kristen, mungkin kita jangan spesifik, “Oh memberi tumpangan itu khusus tumpangan” tetapi kita sebagai orang Kristen itu harus memberi diri kita, menyiapkan diri kita untuk orang lain yang membutuhkan. Kita harus membuka diri kita kepada saudara seiman kita yang mungkin dalam pergumulan, mungkin membutuhkan pelayanan kita, mungkin membutuhkan penguatan kita dan pertolongan kita. Kadang-kadang kita, mungkin kaya gini juga ya, kita kadang-kadang nggak sadar kaya gini, kita kalau misalnya Bapak, Ibu dalam waktu yang sempit, lalu ada 2 atau 3 orang datang kepada kita. Lalu minta waktu kita. Satu orang yang dekat sama kita, yang satu sedang, yang satunya nggak dekat sama kita. Bapak, Ibu kalau ada pilihan untuk memberikan waktu, Bapak, Ibu pilih yang mana? 3-3nya diusahakan? Atau cuma 1 saja? Yaitu siapa? Yang dekat? Kecondongan kita yang dekat. Yang nggak dekat bagaimana? Mungkin dia lebih butuh daripada yang dekat.
Jadi kita perlu memberikan waktu dan kita punya cara pikir juga mungkin harus berubah. Dan di bagian ini dilihat di mana? Yaitu pada waktu, ada yang menafsirkan kaya gini ya, pada waktu Paulus itu menemani orang-orang ini berjalan, satu sisi memang dia adalah orang-orang yang mendampingi untuk membawa persembahan itu. Tetapi di sisi lain juga ada yang menafsirkan, menariknya adalah, kelihatannya Paulus ingin meluangkan waktu lebih banyak dengan mereka, sehingga dia walaupun harus menempuh perjalanan kaki, dia tetap menempuh perjalanan kaki bersama dengan orang-orang ini supaya bisa bicara lebih banyak dengan mereka tentang pergumulan, atau pelayanan yang dialami. Seperti itu ya. jadi ada availability, ada satu penyediaan waktu yang kita berikan kepada orang-orang yang kita kasihi.
Kadang ada orang ngomong, “Saya nggak punya quantity time tapi saya punya quality time.” Kayanya benar. Tapi saya sendiri akhirnya ketika mempertimbangkan, saya mikir kaya gini, orang yang mementingkan sesuatu pasti menyediakan waktunya. Nggak mungkin tidak. Misalnya yang sehari-hari kita alami, kita punya hobi. Kita suka kan hobi itu? Kita anggap penting hobi itu. Demi hobi Bapak, Ibu siapkan waktu berapa banyak? Dalam satu hari pasti nggak jalankan hobi itu? Pasti jalankan. Kalau dihitung-hitung ya, lalu saya bandingkan lagi, kerjaan penting nggak? Keluarga penting nggak? Istri penting nggak? Anak-anak penting nggak? Dengan hobi dan perkerjaan mohon tanya, waktu paling banyak di mana? Mungkin pekerjaan. Kedua? Hobi. Ketiga? Keluarga. Mohon tanya, keluarga penting nggak? Lebih penting keluarga atau hobi atau pekerjaan? Kita mungkin bisa rasionalisasi, “Ya saya kan lakukan pekerjaan untuk keluarga. Kalau hobi kan saya butuh refreshing.” Tapi kita makan waktu jauh lebih besar daripada keluarga atau untuk Tuhan.
Saya kira kita perlu pikir ulang, betul nggak kita punya sikap kita, kelakuan kita, penyediaan waktu yang kita berikan itu menyatakan kalau itu penting atau tidak penting. Jangan cuma beralasan saya nggak punya waktu tapi saya bisa memberikan quality time saya untuk sesuatu yang saya anggap penting. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, banyak hal yang quality time saja tidak cukup, perlu quantity time. Kiranya Tuhan boleh memberkati kita ya. Apalagi kalau kita berbicara tentang Tuhan, berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk bergaul dengan Tuhan? Untuk merenungkan firman, baca firman, berdoa di hadapan Tuhan, mengenal Dia lebih jauh, melayani? Itu semua, saya percaya, kita harus pikirkan baik-baik. Dan termasuk persekutuan kita bersama dengan Tuhan, sudahkan kita memiliki hidup yang menyatakan cinta kasih Tuhan?
Bapa di Surga kami bersyukur untuk kasih-Mu bagi kami, untuk kebenaran firman yang boleh kami terima kembali dalam kehidupan kami, untuk satu peringatan dan mungkin satu pengajaran untuk kembali menguji apakah kami memiliki cinta kasih yang sesungguhnya dalam kehidupan kami atau tidak. Tolong pimpin setiap kami ya Tuhan, sehingga hidup kami boleh sungguh-sungguh menyatakan kasih Kristus. Dan ketika kami melihat ada orang yang betul-betul bisa menjadi teladan dalam kehidupan kami dalam mengasihi Kristus, kami bukan menghina dan bukan mencandakan keberadaan dirinya tapi justru kami meneladani hidupnya dan menuntut diri kami untuk juga boleh menjadi teladan dalam kehidupan kami bagi orang lain untuk mengikut Kristus. Saat ini kami akan menghampiri meja perjamuan kudus, kami mohon kiranya Engkau boleh memberkati, Engkau boleh menguduskan kami, Engkau boleh melayakkan kami untuk menerima cawan perjamuan dan roti perjamuan pada pagi hari ini. Kami rindu ya Bapa, biarlah ketika kami menerima roti dan cawan perjamuan ini, kami boleh makin diteguhkan di dalam iman kami kepada Kristus, kami boleh makin dinyatakan sebagai anak Tuhan, dan kami boleh makin hidup di dalam kesucian karena Kristus telah mati bagi dosa kami untuk kami hidup di dalam kekudusan. Kami serahkan setiap pribadi kami, khususnya anak-anakMu yang telah mempersiapkan diri pada pagi hari ini untuk menerima perjamuan kudus, kiranya Engkau boleh layakkan kami, Engkau boleh kuduskan kami, dan Engkau boleh makin teguhkan iman dan pengharapan kami di dalam Kristus Yesus. Kami berdoa hanya di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Amin. (HSI)