Doktrin & Praktek yang Benar (2)
Vik. Nathanael Marvin
Yak. 4:6-10
Pada hari ini kita akan merenungkan kembali bagaimana tema tentang doktrin atau ajaran yang Alkitab nyatakan, atau firman Tuhan yang Tuhan berikan pada kita, dan juga bagaimana kita mempraktekkan firman Tuhan dalam kehidupan kita. Itu adalah suatu kebenaran, itu adalah suatu panduan bagaimana kita hidup dalam bumi ini, yaitu firman Tuhan. Di pertemuan sebelumnya, Bapak Ibu Saudara sekalian, waktu kita membahas perikop atau ayat sebelum ini, kita sudah belajar bahwa every doctrine is practical – setiap ajaran, setiap kebenaran, itu sebenarnya praktis atau ada tindakannya, ada prakteknya. Ya, entah itu kita mengakuinya, entah itu kita mempercayainya, entah itu kita itu menyatakan: Ini benar! Itu pun adalah sebuah praktek kebenaran sebuah ajaran. Dan kita sudah juga belajar John MacArthur mengatakan bahwa, dan faktanya tidak ada yang lebih praktis daripada doktrin yang sehat. Semakin sehat, semakin jelas doktrinnya, semakin jelas juga apa sih yang kita bisa lakukan untuk kemuliaan nama Tuhan. Kalau kita masih bingung, apa yang harus kita lakukan, berarti mungkin, kemungkinan besar kita tidak mengerti apa yang kita terima dari Alkitab, ajaran yang benar itu seperti apa. Bila kita mengetahui doktrin seperti ini, maka orang yang bijaksana ini tidak akan anti pada doktrin-doktrin yang diajarkan Alkitab. Justru, kita akan senantiasa mempelajari doktrin atau ajaran firman Tuhan karena memang tugas kita di dalam bumi ini adalah melakukan firman Tuhan, menyembah Tuhan. Nah itulah arti: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepada-mu.” Kita betul-betul mau rindu ya untuk melakukan firman Tuhan, kita belajar kebenaran Alkitab, dan semuanya itu akan ditambahkan kepadamu, yaitu apa? Ajarannya dan juga prakteknya.
Bapak Ibu Saudara sekalian, sebagai orang Kristen, kita bukan hanya punya tugas untuk mendengar firman Tuhan, tetapi juga menaati firman Tuhan yang kita sudah dengar. Itu yang Alkitab, kitab Yakobus, tekankan. Setelah kita mendengar, kita belajar melakukan. Dan itulah artinya kita betul-betul mendengar firman Tuhan, yaitu ketika kita belajar untuk melakukan firman Tuhan yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Dan kita juga harus sadar bahwa ketika kita bisa melakukan firman Tuhan, itu pun karena Roh Kudus yang menguatkan kita, memampukan kita, menolong kita untuk bisa melakukan firman Tuhan. Itulah yang membuat kita tidak menjadi orang yang sombong. Karena kita tahu bahwa kita melakukan firman Tuhan bukan karena usaha kita saja melainkan pertolongan dari Allah sendiri yang memampukan kita untuk melakukan firman Tuhan. Dan kita juga sadar bahwa, yang melakukan firman Tuhan itu siapa? Apakah Roh Kudus? Bukan, kita juga. Itu yang membuat kita itu bangga, itu yang membuat kita bersyukur Tuhan mau memakai kita untuk melakukan firman Tuhan. Nah dua hal ini perlu kita pelajari, imani secara seimbang. Waktu kita mengerjakan keselamatan kita, waktu kita melakukan firman Tuhan, itu karena usaha kita, betul – karena kita yang melakukan. Tetapi, kita bisa melakukan karena pertolongan atau anugrah Tuhan sendiri yang membuat kita jadi tidak sombong. Bukan hanya mencari firman Tuhan, tapi juga menerapkan firman Tuhan itu dalam kehidupan kita sehari-hari.
Waktu kita merenungkan tentang bagaimana sih orang Kristen menaati firman Tuhan? Apa sih arti menaati firman Tuhan, Bapak Ibu Saudara sekalian? Menaati firman Tuhan berarti apa? Saya itu melayani Yesus Kristus. Jadi ketika kita katakan, “Saya sudah lakukan kok: Jangan membunuh!” Tapi kalau “Jangan membunuh”-nya untuk diri kita, supaya kita tidak dibunuh, supaya kita aman, supaya kita baik-baik nggak masuk penjara, apakah itu betul-betul menaati firman Tuhan? Bukan. Itu menaati firman Tuhan untuk kepentingan diri saya sendiri. Itu berbeda dengan definisi saya menaati firman Tuhan karena saya mau melayani Yesus Kristus, mau menyenangkan Yesus Kristus. Itu beda meskipun mirip ya, sama-sama melakukan: “Jangan membunuh!” tapi tujuan akhirnya berbeda. Yang satu tujuannya egois. Yang satu tujuannya untuk Tuhan, untuk kemuliaan Tuhan. Bukan berarti kita nggak boleh demi kepentingan diri kita. Boleh kita lakukan, tapi kita harus mengerti bahwa kita sudah mengenal siapakah Yesus Kristus. Jadi apapun yang kita lakukan, itu adalah karena dasar iman kita kepada Yesus Kristus: Saya melayani Yesus Kristus. Saya melayani Yesus Kristus – itu berarti saya menaati firman Tuhan. Dan saya melayani Yesus Kristus, berarti saya tidak melayani Yesus untuk kepentingan diri saya sendiri. Saya bukan melayani Yesus Kristus untuk supaya saya untung, dapat pujian, dapat kenyamanan? Tidak. Tapi saya melayani Kristus karena Yesus sudah terlebih dahulu melayani saya. Yesus sudah terlebih dahulu mengasihi, bahkan mati di atas kayu salib bagi saya, maka saya mau melayani Yesus Kristus. Maka saya mau mau menaati firman Tuhan, itu adalah motivasi yang utama di dalam kita menaati firman Tuhan.
Apalagi kalau kita pikirkan bahwa kita ini adalah hambanya Yesus Kristus. Kita ini adalah, semuanya adalah, servant of God – hamba Tuhan. Bukan pengkhotbah atau Hamba Tuhan yang “hamba Tuhan” ya. Tetapi kita semua itu servant of God. Orang yang dipanggil jadi hamba Tuhan, ya itu istilah di Indonesia ya: Hamba Tuhan itu adalah pendeta, pastor, seorang yang diberikan jabatan untuk memberitakan firman Tuhan, panggilan khusus dari Tuhan. Itu baru pastor. Tapi kita semua adalah hambanya Tuhan. Waktu kita merenungkan bahwa diri kita adalah hamba Tuhan maka kewajiban kita apa? Taat tuannya. Kita ini budak, kita ini hamba, harus taat kepada tuannya. Dan waktu kita taat kepada tuan, itu bukan sebuah hal yang bisa dibesar-besarkan. Bukan. Itu adalah hal yang wajar, hal yang biasa, sehari-hari. Waktu kita taat firman Tuhan, itu biasa, karena kita ini adalah budaknya Tuhan, hambanya Tuhan. Waktu kita sungguh-sungguh mengerti, Bapak Ibu Saudara sekalian, wah kita itu hambanya Tuhan, waktu kita berbuat baik, melayani Tuhan – itu kewajiban kita ternyata. Dan siapa yang untung? Bapak Ibu Saudara sekalian, waktu kita melayani Tuhan, menaati firman Tuhan, kalau kita pikir, ternyata kita sendiri yang untung karena kita menjalankan tugas kita sebagai identitas kita sendiri yaitu hamba, budaknya dari tuan kita. Tuan kita disenangkan, tuan kita dimuliakan melalui sikap hidup kita yang taat kepada kehendak maupun perintah tuan kita.
Lalu kita berpikir bagaimana dong? Apakah kita semua ini melakukannya sebatas kewajiban saja? Lalu dimanakah kebanggaan kita atau upah kita? Nah ini yang kita renungkan ya Bapak Ibu Saudara sekalian, waktu kita berpikir melayani Tuhan atau menaati firman Tuhan, itu tuh sebuah kewajiban yang harusnya nggak dipuji orang, atau sebuah pengorbanan yang kita bisa memuji orang tersebut. Sebatas manusia ya kita puji, “Wah orang itu hebat ya melayani Tuhan, setia… dll.” Bagaimana Alkitab menyatakannya? Nah Alkitab menyatakan kewajiban ya, bukan pengorbanan.
David Living Stone, seorang missionaris yang pergi ke Afrika, dia adalah pelaku firman Tuhan yang setia, dia pernah berkata. Nah kita lihat slide-nya. Dia pernah berkata, “Saya tidak pernah berkorban, dan kita seharusnya tidak berbicara soal pengorbanan kita ketika kita mengingat pengorbanan yang begitu besar yang Yesus lakukan dengan meninggalkan takhta Bapa-Nya di atas demi memberikan diri-Nya bagi kita.” Ini David Livingstone adalah seorang missionaris, dan seorang missionaris ini adalah seorang yang giat untuk melakukan firman Tuhan terutama Amanat Agung ya, menjalankan perintah Tuhan untuk mengabarkan Injil. Nah David Livingstone pernah mengatakan hal demikian bahwa, “Saya tidak pernah berkorban apapun untuk Tuhan, sama sekali.” Ya, saya tidak pernah berkorban. Padahal kita lihat dia berkorban. Dia pergi dari kampung halamannya, tempat yang nyaman, pergi ke Afrika. Bukankah itu pengorbanan? Bukankah itu hal yang berbeda dengan orang-orang Kristen yang lainnya?
Ketika saya ngobrol dengan salah satu mahasiswa kedokteran di Solo, Bapak Ibu Saudara sekalian, dia cukup aktif di PMK lah, cukup aktif juga bergereja di GRII Solo. Kemudian dia pernah sharing bahwa beberapa waktu dia sedang bergumul, dia mau bergumul tentang sebuah pelayanan ya, pelayanan di Papua, untuk menjadi dokter. Di klinik kecil lah. Nah dia bergumul, takutnya nanti ada peperangan ya, ada resiko kematian. Tinggal di sana 3 bulan kurang lebih. Itu berkerja sama dengan satu Yayasan lah, Lembaga Kristen gitu, yang merekrut dokter-dokter untuk melayani di sana. Jadi memang misinya bukan untuk Kesehatan saja, tetapi memang untuk mengabarkan Injil. Mahasiswa lho, masih muda, masih kurang lebih umur 22. Di situ kita lihat, wah ada mahasiswa umur 22, laki-laki, kedokteran, mau diutus ke Papua. Nah ini saya nggak tahu ya, dia sudah gumulkannya bagaimana? Kalau di sana wah, kita bisa katakan, “Wah itu baik ya, dia mau mengabarkan Injil, meskipun dia seorang dokter, ditempatkan di klinik yang kecil. Terus, coba mengabarkan Injil di sana, menjadi kurang lebih misionaris kecil lah, seperti itu ya, di Papua.” Kita bisa katakan: dia berkorban. Dia nggak harus kok, dia mahasiswa kedokteran. Dia harusnya ke mana? Ke klinik. Kalau bisa cari rumah sakit yang besar, rumah sakit yang besar. Tapi kenapa dia mau diutus? Andai dia diutus, mau pergi ke sana ya. Nah kita bisa lihat secara manusiawi, itu berkorban. Nah ini pandangan kita. Sebagai manusia itu kita berkorban untuk Tuhan. Tetapi di pandangan Tuhan, ya itu memang kewajiban. Bukan Tuhan berarti tidak menghargai usaha kita menaati firman Tuhan. Tapi itu tugas kamu memang demikian. Tetapi Tuhan juga memberikan penghargaan yang lebih kepada orang yang memang giat untuk menaati firman Tuhan dengan anugerah yang Tuhan sudah berikan.
Kemudian seorang missionaris yang lain yaitu, Charles Thomas Studd berkata, di slide ya, “Jika Tuhan Yesus Kristus menjadi manusia dan mati untuk saya, tidak ada pengorbanan yang terlalu besar yang saya lakukan bagi Dia.” Jadi kita bisa pandang ya, waktu menaati firman Tuhan itu, itu kewajiban atau pengorbanan. OK? Tapi kalau kita memandang itu semua pengorbanan, kita hati-hati ada godaan untuk memuji diri, menyombongkan diri. Tapi kalau itu kewajiban, ya sudah, memang tugas saya demikian kok. Nah dia katakan, “Jika Tuhan Yesus Kristus menjadi manusia dan mati untuk saya, tidak ada pengorbanan yang terlalu besar yang saya lakukan bagi Dia.” Bagi David Livingstone, tidak ada namanya pengorbanan, dia mau tekankan: menaati firman Tuhan itu kewajiban! Tapi bagi Charles Thomas Studd ini mengatakan, ada pengorbanan, nggak masalah, tapi pengorbanan itu tidak ada yang terlalu besar bagi Yesus Kristus. Tetap dua-duanya menunjukkan apa? Memberikan pesan apa? Kamu waktu sudah melakukan firman Tuhan, rendah hati, jangan sombong. Kita bisa melakukan firman Tuhan karena Tuhan juga memberikan kesempatan dan Roh Kudus menolong kita.
Rasul Paulus pun demikian mengatakan, “Memberitakan Injil adalah kewajiban, keharusan. Dan upah bagi pemberita Injil adalah ketika ia bisa memberitakan Injil.” Keharusan itu adalah upah. Keharusan itu sendiri adalah upah, kewajiban kita sebagai hamba yang menaati tuan kita adalah upah juga. Bersyukur kok masih bisa dijadikan hamba Tuhan, bersyukur kita bisa dekat dengan Tuan kita. Itu adalah upah sendiri, kita nggak perlu cari-cari. Yang penting sesudah taat firman, Tuhan kasih apa ke saya? Sesudah persembahan, Tuhan beri apa ke saya? Sesudah baik-baik beribadah, perpuluhan, saya sudah setia melayani Tuhan, ‘Tuhan tolong berkati saya yang nyaman-nyaman.’ Akhirnya kita menolak keburukan penderitaan dari Tuhan. Padahal Tuhan bisa kok berikan penderitaan maupun keburukan di dalam hidup kita, izinkan lah ya. Karena itu namanya Allah yang berdaulat. Allah yang berdaulat, bukan berarti Dia harus memberikan nyaman, nyaman, nyaman. Bukan! Allah yang berdaulat boleh memberikan kenyamanan, tapi juga boleh mengizinkan penderitaan itu ada demi kita. Dua-duanya demi kemuliaan Tuhan, dan demi pertumbuhan iman kita. Itu tujuan Tuhan menyediakan, atau mengizinkan, atau membiarkan segala sesuatu terjadi dalam kehidupan kita, demi kemuliaan Tuhan dan demi pertumbuhan iman kita kepada Yesus Kristus.
Nah pada bagian pembahasan firman Tuhan hari ini, sebelumnya Yakobus sudah mengingatkan bahwa kita tidak boleh bersahabat dengan dunia, dengan keinginan daging. Dan kita harus jauhi keduniawian, dan kita dekati Allah. Kita ini cenderungnya dekat dengan dosa, maka kita harus menyangkal diri, mengikut Yesus, memikul salib setiap hari. Kita jangan setuju kepada dosa, jangan setuju kepada pengajaran dunia yang bertentangan dengan firman Allah. Lalu orang Kristen dimampukan oleh Roh Kudus untuk mengalahkan hawa nafsu. Maka setelah kita menerima firman Tuhan, kita perlu melakukannya. Coba ya, saya mau melakukan firman Tuhan yang saya sudah terima hari ini. Ya seringkali saya juga bergumul waktu Bible Reading, baca, ya baca, baca selesa. Lupa bergumul, lupa saya harus lakukan apa dari firman yang saya sudah baca. Demikian juga seperti itu ya Bapak Ibu Saudara sekalian, kenapa kita makan pagi, makan siang, makan malam? Supaya kita bisa beraktivitas kan ya. Demikian, kenapa kita makan rohani? Roti hidup, firman Tuhan? Kita makan untuk apa? Ada tujuannya untuk apa? Yaitu apa? Melakukan firman Tuhan. Meskipun kita harus sadar, waktu kita bisa baca firman Tuhan, Alkitab sendiri, itu melakukan firman. Tapi Tuhan itu tuntutannya lebih dari itu. Bukan cuma dengar, bukan cuma baca, setelah itu juga melakukan firman Tuhan yang sudah kita dengar, yang sudah kita baca. Itu ya, Tuhan ingin kita terus bertumbuh, ingin terus selalu mengerjakan firman Tuhan.
Sekarang kita lihat Yak. 4:6, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di sini dikatakan, “Tetapi kasih karunia,” – anugerah ya – “yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu.” He gives more grace. Bahasa inggrisnya lebih unik, lebih indah; Tuhan itu memberi lebih banyak anugerah. Kita tahu ya konsep anugerah itu beda dengan pemberian, beda dengan hadiah. Anugerah itu kita bisa cari keunikannya di dalam pribadi dan pekerjaan. Sama seperti kita belajar doktrin Kristus kan, kita belajar Pribadi Kristus seperti apa, karya atau pekerjaan Kristus itu seperti apa. Demikian dengan mengerti definisi anugerah, anugerah itu kita bisa mengerti secara pribadi. Maksudnya pribadi apa? Pribadi yang menerima tidak layak. Lalu pekerjaannya bagaimana? Orang itu tidak bekerja apapun untuk mendapatkan anugerah atau pemberian itu. Jadi anugerah namanya apa? Pemberian kepada orang yang nggak layak menerimanya dan kita usahanya itu 0. Nggak usaha apa-apa, diberikan.
Ilustrasi yang extreme, ilustrasi yang sangat menjelaskan betapa besar anugerah itu adalah, saya pernah kasih contoh di mana saya lupa, yaitu ketika kita lihat, anggap ya, waktu di bulan-bulan yang lalu Ferdy Sambo sudah divonis hukuman mati. Saya belum update juga, sudah ditembak atau belum; sudah dihukum mati atau belum. Tapi, Ferdy Sambo itu dapat anugerah. Nah anugerahnya seperti apa? Yaitu dia dibebaskan dari hukuman mati, keluarganya dari Yosua itu mengampuni Ferdy Sambo yang sudah membunuh, menembak Yosua itu. Dan kemudian bukan saja itu, boleh bebas, pulang ke rumah, ke keluarganya. Terus disangoni 100 juta, “100 juta nih buat kamu!” Itu namanya apa? Bagi polisi, bagi hakim itu namanya tidak adil. Ya kan, itu sederhananya memang tidak adil, betul. Tapi dari satu sisi juga, itu kepada yang tidak layak dan tanpa usaha dia dia menerimanya. Kita bisa pahami dari perspektif ini. Kalau kita menerima anugerah keselamatan dalam Yesus Kristus, kita nggak layak, usaha kita 0. Itu keselamatan! Tetapi kita ingat, itu tetap adil. Karena apa? Yesus yang menggantikannya. Dan Yesus mampu menggantikan hukuman dosa kita. Nah kalau Ferdy Sambo dibegitukan, ya tidak adil. Meskipun ada unsur penjelasan tentang anugerah ya. Bisa saja. Tetapi kita lihat keselamatan dalam Kristus itu anugerah tetapi juga adil seadil-adilnya karena Yesus yang mati untuk kita yang begitu berdosa dan hina ini. Itu anugerah ya.
Lalu Allah mengatakan, “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” Terjemahan yang lebih jelas adalah Allah itu menentang, melawan orang yang sombong. Supaya apa? Supaya rendah hati. Bukan Allah itu benci ya. Benci sama orang, pukul. Menentang orang yang sombong, rendahkan. Nggak! Tujuan Tuhan adalah menentang itu supaya dia itu rendah hati, supaya lebih baik hidupnya. Kemudian di sini ayat kuncinya dari Yakobus itu adalah “Tuhan itu mengasihani” atau “gives grace”. Tuhan itu senang memberikan anugerah, yang tidak layak, di mana usaha kita 0 juga, kepada orang yang rendah hati. Bukan karena kerendahan hati orang Tuhan memberikan anugerah, tapi Tuhan senang kalau memang orang itu rendah hati, ya sudah. Tuhan lebih senang untuk menyatakan lebih banyak anugerahnya.
Maka dari itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian dari ayat ini kita bisa mengatakan bahwa hidup kita bukan seperti yang dikatakan rasul Paulus di dalam Kitab Roma yaitu “from faith to faith”, tapi hidup kita yang khususnya orang yang mau belajar rendah hati itu adalah “from grace to grace” juga. Bukan from faith to faith saja, tetapi from grace to grace. Kita adalah orang yang sudah menerima anugerah terbesar dari Tuhan Yesus, kita juga belajar menyatakan anugerah yang terbesar juga kepada sesama kita. Dengan apa? Penginjilan, dengan memberikan kasih kepada orang yang tidak layak, dengan memberikan anugerah kepada orang yang tidak harus usaha. Sekalipun orang itu jahat kita tetap baik. Bukankah itu perintah Yesus Kristus, mengasihi musuh kita? Dengan demikian kita berbuat baik kita menaruh bara api di atas kepalanya. Supaya dia bertobat, sadar atas kejahatan-kejahatan yang dia sudah lakukan. Hidup kita bukan saja dari iman kepada iman tetapi juga dari anugerah kepada anugerah. Begitu besar anugerah-Nya. Kalau kita masih bisa nafas hari ini, menghirup nafas itu pun anugerah Tuhan. Kita memang layak hidup? Kita sudah berdosa harusnya mati kok. Dan orang yang berdosa mati, masuk neraka ya sudah, memang harusnya begitu. Adil kan ya.
Maka dari itu kita perlu belajar untuk “mendapatkan anugerah Tuhan”. Anugerah itu tidak dapat dari usaha kita, tapi kita mau terus mendekat sampai kita mendapat anugerah Tuhan. Caranya apa? Rendah hati. Kita nggak bisa dapat anugerah Tuhan karena anugerah Tuhan itu diberikan kepada yang tidak layak dan orang itu nggak berusaha apa-apa. Tapi yang kita bisa usahakan adalah kita mendekati anugerah itu, kita kejar anugerah itu. Anugerah itu begitu indah, begitu baik, begitu mulia, kenapa kita nggak kejar anugerah tersebut? Dengan cara apa? Salah satu, waktu kita belajar rendah hati adalah taat firman Tuhan. Taat firman Tuhan itu rendah hati karena kita tahu otoritas kita adalah di dalam Tuhan. Tunduk kepada otoritas yang ada di atas kita, yaitu Tuhan sendiri. Kemudian kita menempatkan, memprioritaskan Yesus di tempat pertama, tempat utama dalam hidup kita. Itulah kerendahan hati; taat firman, sadar kita ciptaan, Tuhan pencipta kita, terus menempatkan Yesus yang utama di hati kita. Itu adalah kerendahan hati. Maka dari itu semakin kita rendah hati, sebenarnya Tuhan mengasihani, atau gives grace. Memberikan banyak anugerah kepada orang yang rendah hati.
Orang yang rendah hati, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, seperti pohon yang tumbuh di pinggir sungai, di mana dekat anugerah itu, dekat air tersebut. Yang membuat air bisa diserap oleh pohon, bisa diterima oleh pohon adalah anugerah Tuhan. Tapi orang yang rendah hati itu dekat-dekat dengan sumber air itu. Kemudian akarnya menyerap air, itu pertolongan Tuhan juga, dan kemudian pohon tersebut, tumbuhan tersebut bertumbuh, bertumbuh semakin lebat, berdaun, beranting dan bahkan sampai berbuah. Itu orang yang rendah hati. Itu orang yang sungguh-sungguh diberikan banyak anugerah, dibelas kasihani oleh Tuhan. Buahnya beratus-ratus kali lipat karena anugerah Tuhan dan juga karena dia berusaha mendekati anugerah Tuhan, berusaha untuk hidup rendah hati. Tetapi beda dengan orang yang sombong Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang yang sombong itu mengatakan, anggap dia pohon ya, dia pohon, dia tidak perlu sumber aliran air. Dan Tuhan juga menentangnya. Nggak ada air yang dia bisa terima. Lama kelamaan pohon tersebut, tumbuhan tersebut akan menjadi kering, layu, dan akhirnya tidak dipandang orang. Itulah kenapa, Alkitab katakan, orang yang sombong itu akan jatuh, orang yang rendah hati justru akan ditinggikan, dipermuliakan.
Tulisan Yakobus ini sama dengan tulisan pengamsal yang mengatakan, “Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun mencemooh, tetapi orang yang rendah hati dikasihani-Nya.” Amsal 3:34. Pencemooh itu adalah salah satu ciri orang yang sombong. Mencemooh orang, menghina, menjelekkan, menganggap rendah orang lain. Uniknya Allah yang tulus, yang baik memperlakukan pencemooh itu dengan cemoohannya. Jangan pikir Allah itu selalu mengasihi, selalu rendah hati, Tuhan juga bisa mencemooh. Jangan pikir Allah itu selalu baik ya, tetapi Allah juga bisa mencemooh. Maksudnya mencemooh apa? Ya menyindir, mengejek. Kamu mengejek orang lain ya, saling mengejek, Tuhan ejek balik. Itu ya bahaya sekali kalau Tuhan sudah mengejek kita, berarti sudah menentang kita. Tuhan kita Tuhan yang bisa menyindir kita kalau kita betul-betul sombong. Tetapi balik lagi kalau orang pencemooh menyindir, sombong terhadap orang lain, mengejek orang lain, itu karena dia benci kepada orang tersebut. Tetapi Tuhan waktu mencemooh, sama, perilakunya itu kayak ngejek kita, nyindir kita, marahin kita. Sama. Tetapi tujuan Tuhan adalah supaya kita rendah hati. Jadi tujuan Tuhan itu baik meskipun ada kalanya Tuhan itu kejam ya. Kayanya Tuhan itu kejam, kok bisa memperlakukan orang seperti ini. Tetapi itu ada tujuannya, bagi kemuliaan Tuhan dan juga pertumbuhan iman kita.
Kita lihat seorang teolog lagi mengatakan tentang kerendahan hati ya, “Kerendahan hati adalah dasar dari semua kebajikan lain. Karenanya dalam jiwa di mana kebajikan ini tidak ada, tidak ada kebajikan lain kecuali itu hanya penampilan belaka.” Virtue yang utama adalah belajar rendah hati. Ini menjadi dasar dari perbuatan baik yang lainnya. Kalau perbuatan baik kita beramal, berpuasa, berdoa, baca firman, tapi tidak ada kerendahan hatinya, itu jadi tercemar semuanya. Jadi buruk juga. Meskipun itu tindakan yang baik ya. Kita akui itu baik; berpuasa, berdoa, baca Alkitab, mendengar khotbah, itu baik. Tapi kalau tidak didasari kerendahan hati, hati yang mau taat Tuhan, hati yang tunduk pada otoritas Tuhan, hati yang menempatkan Kristus yang utama, perbuatan baik itu menjadi tercemar. Jadi kotor juga, jadi buruk juga. Maka ini pentingnya kita rendah hati.
Lalu ayat 7, 8, 9, 10 di dalam Yakobus ini dijelaskan inilah praktik-praktik bagaimana kamu rendah hati. Paulus memberi kunci bagaimana orang Kristen harus hidup, yaitu rendah hati, jangan sombong. Dan bagaimana untuk bisa rendah hati? Lakukan ini. Di ayat 7 kita lihat, yaitu apa? Submit yourself to God. Tunduk pada Allah. Ayo tunduk, belajar tunduk, belajar rendah hati. Ini adalah sikap yang rendah hati. Bukan saja tunduk kepada Allah, tetapi juga berani melawan iblis. Melawan itu nggak bisa tunduk. Nanduk itu baru melawan ya. Harus nanduk, berani. Tapi beraninya kepada siapa? Bukan berani kepada orang, bukan lawan orang, bertengkar dengan orang. Bukan! Tetapi lawan iblis. Lawan iblis, godaan iblis kita berani hadapi dengan kepala yang tegap. Tetapi kepada Tuhan, kita tunduk, kita nggak berani melawan Tuhan. Beraninya lawan iblis. Maka sang iblis akan lari dari padamu. Bertahan dengan apa, berperang dengan apa, melawan dengan apa? Perlengkapan senjata Allah. Kita ingat lagi ketopong keselamatan, baju zirah keadilan, ikat pinggang kebenaran, pedang roh yang adalah firman Tuhan, perisai iman, tali kasut yang kerelaan memberitakan Injil, dan juga jangan lupa untuk bersenantiasa berdoa. Itu adalah perlengkapan senjata Allah untuk melawan si iblis. Iblis adalah malaikat yang sudah jatuh ke dalam dosa, karena apa? Kesombongan, karena iri hati, karena benci. Dan orang yang memiliki hikmat sorgawi tidak mungkin melakukan hal-hal yang seperti iblis. Sebab apa yang dimiliki iblis adalah hikmat duniawi yang fokus kepada diri bukan fokus kepada Tuhan.
Sekarang kita lihat untuk bisa melawan iblis salah satu kuncinya adalah di ayat 8, yaitu apa? “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!” Nah mendekat kepada Allah itu bagaimana Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Tuhan sudah Maha hadir kok, kita dekat-dekat sama Tuhan itu maksudnya apa? Makanya di dalam Alkitab kita bisa melihat bahwa Tuhan itu menyatakan kehadiran-Nya lebih khusus. Nah ini yang kita cari. Maksudnya mendekat kepada Tuhan adalah bukan Tuhan itu Maha hadir, ya kita sudah dekat dengan Tuhan, bukan. Tapi ada kehadiran-kehadiran khusus yang Tuhan nyatakan kepada kita. Kehadiran-Nya di mana? Yaitu di dalam teologi, para hamba Tuhan, para orang Kristen memikirkan di mana kah Allah menyatakan diri-Nya secara khusus? Ya itu yang namanya sarana-sarana anugerah. Ya kita tahu ya sarana-sarana anugerah itu apa? Yaitu firman Tuhan, doa, dan sakramen. Itu ada 3 hal. 3 sarana anugerah disimpulkan oleh para teolog yaitu firman Tuhan, kita mendekat kepada Allah. Doa, kita mendekat kepada Allah. Waktu kita jalankan sakramen, kita mendekat kepada Allah; baik sakramen baptis maupun sakramen perjamuan kudus. Baptis cuma 1x, selesai. Tugas kita selesai. Tapi setelah baptis, kita lakukan secara rutin atau lebih sering, yaitu perjamuan kudus, bagaimana kita menerima karunia rohani dari Tuhan di dalam perjamuan kudus yang kita lakukan. Nah itu adalah sarana-sarana anugerah. Nah orang yang rendah hati akan terus mencari 3 sarana anugerah ini. Dia pengen terus dengar firman, dia pengen terus berdoa, dia pengen terus ikut sakramen dengan sungguh-sungguh. Itu adalah wujud kita mencari atau mendekat kepada Sang sumber anugerah.
Bukan saja itu, Tuhan sudah menyediakannya, Tuhan juga mengatakan sucikanlah tangan kita, hindari perbuatan jahat, layani Tuhan. Kita lakukan ketaatan dan ketika kita melakukan sesuatu, kita harus sadar ini itu untuk Tuhan. Maka hidup kita itu adalah pelayanan seutuhnya kepada Tuhan. Bukan saja di gereja itu namanya pelayanan, tetapi seluruh hidup kita. Kita gereja soalnya. Aku gereja. Bapak, Ibu, Saudara sekalian gereja juga. Dan kita gereja Tuhan harus melayani Yesus Kristus karena kepala gereja adalah Tuhan. Waktu kita di rumah kita gereja. Kita dapat kekuatan dari komunitas, anggap itu keluarga yang seiman. Bersyukur kalau kita semuanya anggota keluarga Kristen itu gereja juga. Gereja keluarga. Kalau di sini, gereja publik atau umum; kita berkumpul-kumpul sebagai saudara seiman, sebagai anak-anak Allah secara umum. Kita gereja, kita melayani Tuhan di dalam setiap kehidupan kita.
Mari kita lihat Kol. 3:23-24, inilah kita menyucikan tangan kita. Cara kita menyucikan tangan kita itu juga ada di Kol. 3:23-24. Mari kita sama-sama baca, “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” Apapun yang kita perbuat seperti untuk Tuhan. Bukan berarti kita lakukan ini itu betul-betul kepada Tuhan, kayak gitu ya. Karena manusia, kita harus perlakukan sebagai manusia bukan sebagai Tuhan. Tapi waktu kita lakukan mengasihi sesama manusia itu tuh kayak kita melakukan seseriusnya itu seperti kepada Tuhan. Menghormati manusia seperti kita menghormati Tuhan. Melayani manusia, melayani sesama seperti kita melayani Tuhan. Kata “seperti” ini penting. Penting supaya kita semakin bertumbuh, bukan ala kadarnya. Ya sudah, untuk orang ini ya sudah. Untuk orang ini seperti itu. Untuk orang yang lain seperti itu. Lupa seperti untuk Tuhan itu seperti apa. Maka waktu orang Kristen melakukan firman Tuhan seperti untuk Tuhan kepada sesama kita, wah itu efeknya powerful. Karena orang lain di luar sana mengasihi atau berbuat baik kepada manusia ya seperti kepada manusia yang lain. Tetapi waktu kita berbuat baik, beda! Karena kita lakukan seperti untuk Tuhan.
Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian, saya juga baru tadi ya, tadi ketemu tukang parker, bukan di sini, kita berbuat baik ya. kasih uang. Parkir mobil biasa Rp. 3.000,- ya, tapi kadang ya sudahlah Rp. 4.000,- nggak apa-apa, Rp. 5.000,- nggak apa-apa. Saya lebih. Kasih lebih dari standar pada umumnya. Memang ini bisa merusak harga pasar ya. Tapi ya sudahlah, orang Kristen lagi mau berbuat baik. Tinggi sedikit, tapi di bawahnya uang itu ada harta rohani, yaitu traktat; tulisan kabar Injil tentang Yesus Kristus. Jadi saya berikan ini uangnya, uang parkir, “Ini pak. Terus ini Pak, ada tulisan dibaca-baca ya.”, “Iya. Terima kasih.” Kayak gitu ya responsnya, bagus, senang. Nggak tahu dibaca atau nggak, atau dibuang. Tapi setidaknya kita melakukan sesuatu seperti untuk Tuhan itu ada bedanya. Kita nggak mengasihi seperti sesama manusia. Kalau sesama manusia, ya sudah, kasih uang, upahmu kan. Ya sudah kasih. Lalu tahu kita orang baik, orang berkecukupan, orang yang terlalu boros misalkan ya, wah kasih uang parkir, misalkan Rp. 5.000,-. Sudah. Itu orang non-Kristen pun mungkin lebih lho. Kasih uang parkir Rp. 5.000,-. Entah saya rusak harga pasar atau nggak, saya berbuat baik. Itu cuek juga. tapi orang Kristen bagaimana dalam pemberian kepada tukang parkir, kita bisa menyatakan seperti untuk Tuhan. Bisa kadang-kadang kita menambah sesuatu, makanan misalkan kalau kebanyakan. Makasih ajalah, kayak gitu ya. Kita yang tambahkan traktat itu sangat bagus ya. Karena kita lakukan untuk Tuhan. Katanya disuruh penginjilan kepada setiap orang. Kenapa kita nggak coba kabarkan Injil demikian? Atau boleh juga kalau berani, ini belum saya coba latih dengan kebiasaan ya, ”Tuhan Yesus memberkati.” Wah, itu unik juga ya. Ada yang pernah ngomong ke tukang parkir, “Tuhan Yesus memberkati, Pak.” Wah, luar biasa! Saya kadang-kadang pernah ya waktu menginap di satu hotel saya kasih tip. “Dear cleaning service, ini ada berkat Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.” Kasih tip, taruh di kamar hotel, simpan di sana. Ya, yang mbersihin dapat. Oh, ada pesan. Setidaknya dia baca. “Dear cleaning service.” Itu adalah satu hal yang coba terus kita pakai untuk memuliakan Tuhan.
Terus dikatakan oleh Yakobus, jangan mendua hati. Orang yang mendua hati maksudnya adalah punya 2 tuan. Nah, waktu kita berhadapan dengan Kristus, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yang benar adalah kita menuhankan Yesus Kristus satu-satunya. Tapi kalau ada mamon itu berarti kita salah memperlakukan Yesus Kristus. Maka Yesus Kristus katakan, “Kamu tidak bisa menyembah Allah sekaligus mamon.” Kalau menyembah Allah atau Yesus Kristus sekaligus mamon, tetap kamu salah. Bukan setengah benar. Salah. Kalau punya Yesus tambah mamon tambah berhala lain, salah. Itu sinkretisme namanya. Makanya ada yang extreme ya. Teolog-teolog extreme adalah, “Kamu sesat! Kalau kamu sembah Yesus, tapi sembah uang juga, sesat. Itu salah. Yang benar adalah sembah Yesus satu-satunya.” Itu benar, itu sesuai Alkitab. Itu kalau teolog keras ya. Tapi kalau teolog yang bijaksana, yang tahulah untuk bisa nego-nego relasi, “Ya betul. Ya, kamu menyembah Yesus itu benar. Tapi kamu punya berhala yang lain. Kamu singkirkan berhala itu. Nggak boleh kayak gitu.” Ya, langsung kasih nasehat kayak gitu ya. Tidak menghakimi.
Nah, tetapi kebenarannya adalah kalau kita taat Yesus, benar, Yesusnya benar. Tapi tambah berhalanya ini jadi salah, jadi campur kok. Ya, orang Kristen bukan Allah plus yang lain. Bukan! Yesus plus yang lain. Bukan! Atau Yesusnya dikurangi. Bukan juga! Kita itu orang Kristen menyembah Yesus yang apa yang Alkitab jelaskan. Maka Yakobus katakan, “Jangan mendua hati.” Kalau kamu menyembah Yesus dan menyembah mamon, itu sebenarnya apa kalau mau extreme-nya? Kamu sembah berhala! Yang Yesus katakan adalah, kamu percaya Yesus, kamu percaya berhala. Kamu sembah berhala, bukan Yesus Kristus. Sampai extreme-nya kayak gitu. Jangan! Sembah Yesus, sembah berhala. Ngapain? itu sembah berhala! Maka Alkitab itu betul-betul clear ya. Jangan mendua hati. Jangan double standard. Jangan punya 2 hati yang bercabang. Sembah Yesus, sembah Yesus, tapi sembah berhala juga. Nggak, nggak bisa! Itu kamu bukan sembah Yesus! Kamu sembah berhala. Kalau kamu sembah dua-duanya, sinkretisme. Kalau itu extreme-nya ya. Ketatnya. Tetapi itu yang Tuhan Yesus inginkan kok. Memang kita hatinya 1. Integrity of heart itu 1 untuk Yesus, bukan untuk yang lain. Kesatuan hati, integritas hati itu adalah untuk Yesus, bukan untuk yang lain. Inilah bagaimana mengikut Yesus itu begitu sulit.
Banyak orang Kristen akhirnya kompromi, kompromi, kompromi ya. Karena banyak orang Kristen itu suka Yesus, tapi suka musik yang lain. Suka Yesus, tapi suka filsafat yang lain. Suka Yesus, tapi suka perilaku yang lain. Suka Yesus tapi suka yang lain-lain semua. Akhirnya, sudahlah kompromi supaya orang yang suka Yesus dan suka yang lain itu bisa masuk ke gereja. Wah, itu bahaya. Yesus katakan, ikut Yesus. Syarat mengikut Yesus, sangkal dirimu sendiri. Nggak ada sedikitpun keegoisan di dalam dirimu, kesukaan dirimu untuk bisa melebihi Yesus Kristus. Memikul salib, kerjakan firman Tuhan. Dan yang terakhir apa? Mengikut Yesus satu-satunya, bukan mengikut Yesus plus plus yang lain. Saya masih suka yang ini. Saya masukkan yang saya suka ke gereja, misalkan. Ke rumah Tuhan. Enggak! Nah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini adalah suatu nasehat yang begitu keras, begitu indah dari Yakobus.
Dan kemudian kita lanjutkan ayat 9. Yakobus 4:9. “Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah; hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita.” Di firman Tuhan, kita dengan jelas melihat bahwa bukan hanya nasehat Rasul Paulus. Nah, ini kadang-kadang ya kita melihat Rasul Paulus sama Yakobus itu kayak kontradiksi kan. Keselamatan hanya karena iman. Kalau Yakobus, keselamatan itu harus ada perbuatannya. Padahal bukan begitu ya. Maksudnya adalah kamu selamat, ya usahakan untuk tunjukkan imanmu, ada perbuatannya. Tapi kadang-kadang menjadi miskomunikasi. Paulus juga katakan, keselamatan hanya karena iman, bukan berarti tidak ada perbuatan yang mengerjakan keselamatan itu. Jadi, Paulus dan Yakobus ini sama-sama kok. Sinkron. Cuma beda pembawaannya.
Kemudian Rasul Paulus katakan apa? “Bersukacitalah senantiasa.” Senantiasa itu betul. Detik demi detik kita ada sukacita dari Yesus Kristus. Tetapi Yakobus di sini dikatakan, “Berdukacitalah. Merataplah.” Bukan saja itu, 66 kitab kita dalam Alkitab ini ada kitab apa? Ratapan. Wah, bagaimana kita katanya suruh sukacita, tapi ada juga Ratapan? Yakobus katakan, “Merataplah. Berdukacita.” Waktu berdukacita, berdukacita. Harus berdukacita. Waktu sukacita ya sukacita. Nah, ini Alkitab begitu seimbang, bagaimana kita mengendalikan emosi kita. Yang penting apa? Jujur. Kendalikan emosi. Jangan terlalu sukacita sampai lupa realita. Jangan juga dukacita sampai lupa kebaikan Tuhan ya. Jangan. Kita berdukacita, berdukacita. Sukacita, sukacita. Dan di sini, Yakobus menyatakan, kita harus berdukacita karena apa? Karena sadar keberdosaan kita. Kamu jangan cuma ketawa-ketawa saja. Jangan cuma santai-santai saja jadi orang Kristen. Fine-fine saja. “Saya sudah jadi orang Kristen yang baik. Tiap Minggu ke gereja, sudah cukup.” Apakah itu betul-betul cukup? Sadarilah kemalanganmu. Kita sudah terlalu jauh dari standar Tuhan. Alkitab mengatakan, “Hendaklah kamu sempurna, seperti Bapamu di surga sempurna.” Kita pikir, kita sudah sempurna. Ya, begini-begini saja. Senang-senang, have fun. Ya, fine-fine saja. Yakobus katakan, berhenti. Stop. Sadari kemalanganmu. Berdoa kepada Tuhan. Kamu kurang kerja bagi Tuhan. Kamu kurang setia kepada Kristus. Kamu kurang menghargai anugerah Tuhan yang sudah Tuhan berikan.
Ayat ini berkorespondensi dengan ucapan bahagia Yesus Kristus di Matius 5:3. “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” Ketika seseorang sadar akan kemiskinannya, dia berdukacita. Saya miskin, saya nggak bisa apa-apa. Ini miskin secara fisik ya. Saya nggak bisa makan dengan tenang ya. Harus hemat. Nggak bisa beli barang-barang yang saya sukai. Dia sedih karena kemiskinan fisiknya, jasmani, materi. Tetapi yang dimaksudkan Allah adalah miskin secara rohani. Poor in spirit. Orang yang poor in spirit pasti bersedih. “Saya itu kurang. Saya itu masih lapar. Masih haus. Masih kurang banyak tahu tentang kebenaran.” Orang yang sedih, menyadari kemalangannya, keberdosaannya,kerohaniannya yang begitu kurang. Dia lapar dan haus akan kebenaran. Justru kepada merekalah kerajaan Allah. Dukacita itu Tuhan ganti dengan sukacita. Orang yang rendah hati, orang yang merasa diri kurang, kayak gitu ya, kurang rohani, dia justru akan terus cari Allah. Terus mengikuti pimpinan Roh Kudus. Janji Tuhan adalah sukacita kepada orang yang berdukacita secara rohani. Sukacita Tuhan berikan kepada kita.
Nah, nasehat terakhir dari Yakobus, yaitu di ayat 10, “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.” Bukan berarti kita mau supaya ditinggikan Tuhan, jadi merendahkan diri. Bukan seperti itu ya. Tapi maksudnya adalah kita merendahkan diri karena taat Tuhan, karena hormati otoritas Tuhan, karena menempatkan Yesus di hati kita yang pertama. Kemudian, Tuhan yang angkat kita. Bukan kita yang angkat diri ya. Maka, satu hal yang adalah sia-sia, satu pujian yang sia-sia adalah orang itu memuji diri. Ya meskipun kadang-kadang saya suka bercanda memuji diri, tapi saya cukup fair. Saya bukan saja bercanda memuji diri, tapi bercanda juga menghina diri. Boleh saja ya kita menghina keburukan kita, kelemahan kita, kita jadikan bercanda dalam arti supaya kita lebih berkembang ya. Pujian yang sia-sia adalah mencari atau memuji diri. Tetapi pujian yang tidak sia-sia adalah memuji sesama kita. Itu nggak pernah sia-sia. “Wah, kamu hebat ya. Sudah melayani dengan baik. Puji Tuhan.” Ya tentu, memuji Tuhan tidak ada yang sia-sia ya. Tetapi kalau kita bandingkan secara manusia, pujian yang sia-sia itu adalah memuji diri. Kita pikir kehebatan diri, lebih dari siapa ya, lebih hebat, lebih mampu, lebih kuat itu semua sia-sia. Nggak usah pikirin kayak gitu. Kita lebih baik memikirkan untuk kemuliaan Tuhan, memuji Tuhan, dan juga belajar untuk memuji sesama. Kebaikan sesama. Itu kita berelasi dengan orang ya.
Yesus Kristus adalah satu contoh orang yang paling rendah hati di seluruh dunia. Dari manakah kita melihat kerendahan hati Yesus Kristus? Waktu Dia betul-betul Tuhan menjelma menjadi manusia. Nah, Tuhan jadi manusia, apa sih artinya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Tuhan jadi manusia itu artinya adalah dari atas ke bawah ya. Turun. Ya itu adalah kerendahan hati. Dia turun jabatan, turun otoritas. Maksudnya Dia mengambil natur manusia. Yesus tetap Tuhan. Yesus tetap berotoritas. Cuma dia ambil natur manusia menjadi terbatas, dari ketinggian yang absolut turun menjadi terbatas dalam ruang dan waktu. Itu namanya apa? Rendah hati. Tetapi,orang yang rendah hati juga bukan berarti turun terus ya. Ayo, rendah hati ya. Ayo, belajar turun, berlutut. Tetapi juga tadi saya sudah jelaskan, kita melawan iblis. Berdiri bagi Kristus. Menjadi serdadunya Yesus Kristus. Jadi, Yesus Kristus ketika dari atas ke bawah, dia juga dari bawah ke atas. Ya, dari bawah ke atas dalam artian apa? Dia membawa orang-orang di bumi ini untuk menyembah kepada Allah yang di sorga. Yang di atas itu. Nah, demikian juga. Itulah praktik atau contoh rendah hati. Yaitu apa? Kita belajar rendah hati, mengerti sesama kita. Kita belajar turun, turun lapangan. Kerjakan firman Tuhan.
Makanya, gereja itu sekarang sebenarnya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di gereja itu kan kita dilatih di basecamp kita sendiri atau headquarters, di markas besar orang Kristen. Kita berlatih di sini. Dikasih teori, dikasih latihan yang aman. Liturgis, pemusik, usher, dan lain-lain, tim multimedia itu kita berlatih di sini. Tetapi sebagai orang Kristen, kita dipanggil juga dipanggil ke luar. Nah, itu namanya praktik kerja lapangan. Nah, gereja perlu juga ada praktik kerja lapangan. Ke mana? Ke rumah sakit, ke daerah-daerah, gereja lain kita layani nggak masalah, ke sekolah. Itu kita praktik kerja lapangan. Kita berhadapan dengan dunia yang beda dengan markas besar kita di GRII Yogyakarta ini. Itu harus dilakukan. Kita harus turun. Terus menarik nggak? Menarik ke mana? Bukan menarik mereka ke GRII Yogyakarta. Bukan! Menarik mereka kepada Yesus Kristus. Itu yang utama. Bonusnya ya bolehlah kita tawarkan, “Saya bergereja di GRII Yogyakarta. Di sini. Kalau sempat mampir. Ibadahnya jam segini.” Nah, itu kita lakukan juga ya waktu kita perkunjungan rumah sakit. Boleh ya. Kita tanya, gerejanya mana, ya kan? Terus kalau dia aktif nanya, nanya balik kan. Gereja kamu di mana? Gitu. Tapi meskipun ada yang nggak aktif juga ya. Ya sudah kita satu arah. Kadang-kadang bingung juga ya untuk ngobrol. Tapi ya sudah, mungkin karena sakit, karena susah ya. Ya sudah, jadi pengen cepat-cepat selesai.
Nah, kita lihat salah satu puisi dari tokoh puritan ya, John Bunyan berkenaan dengan kerendahan hati. Sangat bagus sekali ya. “Dia yang terbaring, tak perlu takut jatuh.” Ya, maksudnya rendah hati itu dia sudah di bawah kok. Dia sudah paling bawah. Maksudnya sudah paling bawah, terbaring ya nggak perlu takut jatuh. Sudah paling bawah kan. “Yang rendah, tidak ada kesombongan.” Namanya juga kita paling bawah kok. Paling hina. Rasul Paulus katakan, “Di antara semua rasul, aku yang paling hina.” Aku terorisnya orang Kristen kok. Maka, apakah yang dia bisa sombongkan? Nggak ada. “Dia yang rendah hati akan selalu memiliki Allah sebagai pemimpinnya.” Ini karangan puisi dari John Bunyan. Inilah wujud kerendahan hati. Ya sudah, belajar di bawah. Belajar di bawah otoritas Tuhan. Belajar untuk mengerti orang-orang yang di bawah kita.
Baru-baru ini kekristenan bersedih karena meninggalnya pelayan Tuhan yang setia, yaitu Timothy Keller. Timothy Keller meninggal umur 72 tahun. Ya masih cukup muda, tapi Alkitab katakan “Umur manusia itu 70 sampai 80 tahun saja.” Berarti itu ya sudah, memang waktunya Tuhan sudah beranugerah juga ya. Timothy Keller menderita kanker pankreas selama beberapa tahun. Dia baru tahu ya, didiagnosa ada kanker di pankreasnya itu tahun 2020 waktu pandemi. Pada waktu 2020 umurnya 69 tahun. Akhirnya dia dites, biopsi, operasi, bahkan juga menjalani kemoterapi selama kurang lebih 3 tahun ini. Dia bertahan melawan penyakitnya sambil terus memberitakan Injil. Nah, beberapa kerendahan hati yang saya lihat dari Timothy Keller adalah di dalam segala penderitaan dan kesulitannya, kesakitannya, Keller tetap bersaksi, memfokuskan diri kepada Tuhan bahwa Tuhan tetap mengatur hidup saya. Saya sakit, nggak papa. Tuhan tetap memelihara saya. Pemeliharaan Tuhan bukan berarti kita nggak pernah sakit. Pemeliharaan Tuhan bukan berarti kita nggak pernah menderita. Justru pemeliharaan Tuhan adalah ketika kita sakit dan menderita, memang di dunia berdosa ini pasti ada demikian, kita memperoleh kekuatan untuk melaluinya.
Tahun 2017, dia sudah jadi pendeta senior. Jadi, sebelum dia tahu dia itu sakit kanker, tahun 2017 dia sudah pendeta senior di sebuah gereja presbyterian di Manhattan, tapi dia berani untuk resign. Umurnya berapa? Di bawah 70 kan ya. Dia berani untuk resign. Resign-nya itu tegas ya. Karena memang mungkin mau menunjukkan pesan sesuatu. Padahal dia masih bisa berkhotbah. Dia masih bisa menulis buku begitu banyak. Ya kan. Pendeta Stephen Tong, pendiri GRII juga beberapa kali, “Kalau bisa saya resign, resign.” Apakah resign? Tidak juga kan ya. Tetapi kenapa dia tidak resign? Karena lihat kalau dia nggak ada ya bagaimana ya kelanjutan gerakan reformed injili ini? Jadi, sebenarnya hatinya Pak Tong juga ingin resign. Sudah umur 83 kok ya. Tapi karena kelihatannya saya masih bisa menarik banyak orang ya kan, masih dipakai Tuhan lah. Maksudnya kalau resign tidak lebih memuliakan Tuhan. Dia tetap lanjut. Kalau bagi Timothy Keller, dengan resign, dia lebih memuliakan Tuhan. Maka dia resign, padahal dia sudah 28 tahun di satu gereja. Nah, ini sebelum dia tahu ada penyakit kanker. Dan ini adalah menunjukkan kerendahan hati bukan? Dengan dia resign, ada pendeta-pendeta muda yang baru yang akhirnya dipakai Tuhan dan dia sadar bahwa gereja itu berkembang bukan karena dia. Dia sedang menyatakan kerendahan hati. Dia resign. Sebelum dia sakit kanker, tahu ada kanker pankreas yang begitu parah, dia resign dulu. Nah, bagi saya itu adalah sebuah kerendahan hati. Ya, sudah umurnya juga 60-an lebih. 65 mungkin ya, atau berapa pada waktu itu. Dan dia pernah mengatakan dalam kehidupannya, dia katakan, “Tidak ada kerugian bagi saya untuk pergi. Baik resign maupun pergi dari dunia ini. Saya pergi dari kekristenan pun, tidak ada kerugian bagi kalian. Karena apa? Yesus Kristus tidak pernah pergi dalam kehidupan orang Kristen. Tidak sedikit pun saya pergi, baik resign, maupun juga meninggal dunia itu kerugian bagi gereja. Nggak ada.“ Wah,ini luar biasa. Ini menyatakan kemuliaan Tuhan. Yang penting Tuhan ada, gereja pasti maju. Ya kan?
Terakhir, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, apa yang harus kita lakukan sebagai orang Kristen? Yakobus menjelaskan dengan begitu detail perbuatan-perbuatan yang perlu kita lakukan di dalam kehidupan kita. Ya, pada perikop ini kita belajar tentang doktrin dan praktik, tetapi kita lebih fokus kepada tentang kerendahan hati. Yang pertama adalah kerendahan hati. Kedua, tunduk pada Allah. Ketiga, lawan iblis, mendekat pada Allah, sucikan tangan, sucikan hati, jangan mendua hati dan sadarilah keberdosaan diri. Poor in spirit. Rendahkanlah diri di hadapan Tuhan. Yakobus menyimpulkan tulisan penyelesaian dari perikop ini, “Coba rendahkan diri di hadapan Tuhan bagaimana?” Ya, dengan menyadari keberdosaan, bahkan kalau perlu dengan sikap tubuh kita. Ya, sikap tubuh kita. Di dalam film-film atau sejarah-sejarah kerajaan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kan semua itu menghormati rajanya ya. Maka, semua waktu datang ke istana itu semua harus nunduk. Berlutut. Itu wujud apa sih? Kerendahan diri. Saya itu di bawah raja saya. Ya, mungkin kita perlu ya. Perlu juga belajar berlutut di hadapan Tuhan. Berdoa dengan berlutut, membaca firman dengan berlutut.
Ada seorang pengkhotbah GRII pernah menjelaskan bahwa dia bahkan mendengar khotbah sambil berlutut. Dengar khotbah di Youtube, terus sambil berlutut, sambil merenung ya. Kakinya, wah sakit gitu ya. Terus sambil fokus. Jadi fokus kan. Kalau berlutut, uniknya kita lebih fokus. Karena kita bertahan, kayak gitu ya. Menghormati Tuhan. Nah, Martin Luther itu luar biasa. Mewujudkan kerendahan diri di hadapan Tuhan dengan sikap tubuh bagaimana? Yaitu dia betul-betul dengan rebah ke tanah. Ya, rebah ke tanah, terkelungkup gitu terus berdoa kepada Tuhan, menunjukkan kerendahan dirinya. Itulah masa-masa di mana orang itu begitu hancur, rendah hati, rendah diri di hadapan Tuhan, merebahkan diri di tanah kepada Tuhan.
Bapak, Ibu, Saudara sekalian, maukah kita melakukan hal ini? Susah. Susah. Bagaimana kita rendah hati, melakukan firman, tapi ini tugas kita sebagai orang Kristen, yaitu kita melakukan firman Tuhan, kita melayani Yesus Kristus dan hidup kita ini 1x. Kita mau habiskan dengan memberontak firman Tuhan, lalu masuk sorga, atau menghabiskan dengan menaati firman Tuhan dan juga masuk sorga? Wah, maksudnya apa? Apakah kita meskipun berdosa saja pasti masuk sorga? Bukan. Orang Kristen itu ada juga ya yang jatuh bangun, jatuh bangun, jatuh bangun, tapi dia tetap orang Kristen, karena dia umat pilihan. Tapi ketika di sorga, upahnya wah nggak terlalu besar kayak gitu ya. Upahnya sedikit. Tetapi orang Kristen yang terus melakukan firman Tuhan, nanti di sorga upahnya besar. Ya bukan berarti kita melakukan firman Tuhan karena upah ya. Nggak. Tapi kita lakukan firman Tuhan karena kita mengasihi Yesus Kristus. Upahnya apa? Alkitab tidak jelaskan upah kita di sorga itu apa. Seringkali kan kalau kita minta tolong orang, ”Ayo, tolong dong berbuat baik kepada kami” atau gimana. ”Upahmu besar di sorga.” Gitu ya. Kita kasih bercanda kayak gitu. Nah, upahnya nggak tahu apa. Tapi, para teolog memikirkan upahnya itu apa sih? Ya, sukacita. Sukacita dari Tuhan itu ada. Misalkan apa? Ya, kita lebih bersukacita. Waktu kita lihat kehidupan kita di bumi, kita setia, kita menyangkal diri itu nggak sia-sia. Kita bertemu Yesus, Tuhan Yesus juga menghargai, memuji perjuangan kita di bumi ini. Kita tidak melakukan dosa-dosa yang begitu besar. Tapi kita melayani Kristus dengan setia. Mari kita sama-sama menutup khotbah ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian dengan bangkit berdiri ya. Kita membaca firman Tuhan dari Mazmur 2:11. Mari kita baca sama-sama ayat ini, lalu kita akan berdoa kepada Tuhan. “Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar.” Mari kita sama-sama berdoa.
Bapa kami yang ada di sorga. Hari ini Tuhan, kami datang di hadapan Tuhan. Kami mau menyerahkan hidup kami kepada Tuhan. Kami mau kembali Tuhan, hidup di dalam pertobatan kami. Ampuni segala dosa-dosa kami dan Tuhan yang kiranya boleh kuatkan kami untuk boleh melakukan firman Tuhan dalam kehidupan kami sehari-hari. Pimpinlah hidup kami Tuhan supaya kami boleh senantiasa menyenangkan Yesus Kristus dan melayani Yesus Kristus seumur hidup kami. Tolonglah kami yang kurang iman dan berdosa ini. Pimpinlah kehidupan kami untuk menjadi orang yang rendah hati dan senantiasa melawan godaan-godaan iblis maupun juga godaan-godaan dari dunia ini. Terima kasih Tuhan untuk anugerah-Mu pada hari ini. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami sudah berdoa dan mengucap syukur. Amin. (HSI)