95 Tesis Martin Luther
Vik. Nathanael Marvin
Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Martin Luther sama sekali tidak pernah berpikir bahwa dia akan menjadi seseorang yang berpengaruh dalam sejarah gereja, sejarah kekristenan. Dia tidak pernah berpikir bahwa dia telah melakukan reformasi gereja. Dan dia tidak pernah berpikir juga bahwa dia dipakai Tuhan untuk menjadi alat kebangunan bagi gereja yang sudah menurun kerohaniannya. Dia menjadi alat untuk kebangunan rohani yang besar. Dia adalah orang yang biasa. Orang Jerman dari Eisleben dan dia lahir dalam keluarga seorang tukang tambang. Ayahnya seorang tukang tambang emas dan pekerjaannya sebagai kuli. Keluarganya miskin. Keluarganya sederhana, bukan dari keluarga yang luar biasa. Tidak. Tetapi setelah pengalamannya, setelah Martin Luther sedang beribadah, sedang berkegiatan sehari-hari di suatu hari yang hujan, dia mengalami pengalaman petir yang menyambar di dekatnya, hampir mengenai Martin Luther. Dan bagi dia, itu adalah pengalaman yang sangat luar biasa, bagaimana dia memahami bahwa hidupnya ini sebenarnya bisa saja mati karena tersambar petir, tapi Tuhanlah yang menolong dia untuk membuat dia melanjutkan hidupnya. Sehingga mulai dari momen itu, dia mulai berpikir tentang bukan saja hidupnya saja, melainkan kematiannya bagaimana? “Bagaimana kalau saya mati hari ini? Apa yang akan saya jalani ke depannya? Hidup manusia ini untuk apa? Dan bagaimana saya untuk bisa mengenal Tuhan?”
Nah, sampai di dalam keluarga yang sederhana, dia kemudian juga maju untuk studi, sampai akhirnya mengambil studi biarawan ya. Dan dia bertekad untuk melayani Tuhan dan kemudian ketika menjadi seorang biarawan Katolik, dia belajar, dia mendengar khotbah, dia ikuti tradisi dan ia menginginkan kehidupan yang semakin taat, yang semakin menghindari dosa, tetapi dia ada pergumulan. Bagaimana manusia berdosa itu bisa hidup taat kepada Tuhan? Apakah dengan usaha manusia itu sendiri mampu mencapai tuntutan Allah yang begitu sempurna? Sampai akhirnya, dia ketika masuk ke perpustakaan universitas, ternyata di salah satu universitas di Jerman itu, dia menemukan Alkitab dalam bahasa Latin yang dia bisa akses dengan mudahnya. Tidak hanya di gereja, tetapi juga di perpustakaan itu dia bisa membaca Alkitab itu berulang-ulang. Dan dari sanalah dia mulai tekun membaca Alkitab, mempelajari Alkitab dengan secara mendalam, sampai akhirnya dia semakin mengenal Tuhan lewat firman Tuhan. Dan pengenalan akan Tuhan ini membuat dia memiliki perspektif dari Tuhan sendiri ketika memandang segala sesuatunya.
Roma 1:17 adalah ayat di mana itu mengubahkan kehidupan Martin Luther untuk menyadari bahwa kita itu orang yang sudah ditebus dengan darah Kristus. Kita hidup benar itu bukan karena perbuatan kita. Kita hidup bisa benar itu karena Kristus, perbuatan Kristus, bukan karena usaha kita berdoa, beribadah, dan lain-lain, melainkan karena iman yang sudah Tuhan berikan pada diri kita sehingga kita dibenarkan dan mampu untuk melakukan kehidupan yang taat kepada Tuhan. Itu semua adalah anugerah Tuhan, bukan karena kekuatan kita. Martin Luther mulai mengerti bahwa kita itu dibenarkan hanya karena iman, bukan karena perbuatan. Setelah kita dibenarkan karena iman, barulah kita mengucap syukur kepada Tuhan dengan perbuatan baik kita, bukan sebaliknya. Bukan karena kita melakukan perbuatan baik, baru kita diperkenan oleh Tuhan atau dibenarkan oleh Tuhan. Kita berdosa. Kita sudah mati kerohaniannya. Kita tidak mungkin bisa melakukan apa-apa untuk Tuhan, maupun menerima apa-apa dari Tuhan. Manusia berdosa itu mati seperti mayat. Tidak sadar diberi sesuatu dan tidak mampu untuk melakukan sesuatu untuk Tuhan. Nah, ini adalah rohani manusia yang sudah jatuh dalam dosa. Dan ketika Martin Luther mulai merenungkan ayat ini, mulai mengenal Tuhan, dia akhirnya mendapatkan bijaksana Tuhan, hikmat Tuhan. Karena apa? Karena dia bisa melihat segala sesuatu dari perspektif Allah lebih jelas lagi. Nah, ini perspektif surgawi. Hikmat Tuhan bicara soal kita mengenal Tuhan dan kemudian, cara pandang Tuhan itu kita miliki juga, sehingga kita melihat segala sesuatu berdasarkan perspektif Tuhan.
Martin Luther merenungkan apa yang salah dari gerejanya pada waktu itu. Dia sangat mencintai gerejanya. Dia sangat mengasihi saudara-saudara seimannya dan dia akhirnya mendapatkan gerakan dari Roh Kudus untuk berkontribusi dalam memberikan pendapat, mengajak orang berdiskusi, mengajak para imam-imam Katolik pada waktu itu untuk diskusi teologi. Caranya dengan apa? Dengan dia menggunakan 95 tesis yang sudah dia tulis, kemudian disampaikan kepada gereja pada waktu itu. Untuk apa? Untuk mengajak para pemimpin gereja itu memikirkan ulang tentang pengajaran dan praktek yang terjadi pada saat itu. Sehingga dalam sejarah itu, Martin Luther dengan keberanian itu menancapkan 95 tesis atau menempelkan 95 tesis di papan pengumuman pada waktu itu ya, di gereja Wittenberg.
Nah, kenapa Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau kita melihat, kenapa akhirnya muncul 95 tesis ini? Ada yang mendasari kenapa akhirnya Martin Luther akhirnya menuliskan 95 tesis ini, selain setelah pergumulannya, dia merenungkan firman, kemudian dia melihat praktek-praktek yang rasanya dia pikir sia-sia. Bagaimana dia harus terus bergumul dengan dosanya, sehingga dia melihat sendiri bahwa orang yang berusaha dengan perbuatan baik untuk menenangkan hati nurani itu tidak akan bisa. Maka dia ketika bergumul, berdoa kepada Tuhan, dia melihat suatu praktek maupun ajaran yang salah yang dikerjakan gereja pada waktu itu. Nah, dimulai dari mana? Ada latar belakang 95 tesis ini ditulis oleh Martin Luther, yaitu yang pertama adalah teologi pengakuan dosa pada waktu itu. Jadi, pada waktu itu, Bapak, Ibu sekalian, 500-an tahun yang lalu atau sampai 1.000 tahun yang lalu, orang-orang itu sangat terbatas dalam mengakses Alkitab. Waktu itu, Alkitab pun ditulis dalam bahasa Latin, bukan bahasa sehari-hari, bukan bahasa Jerman. Bahasa Latin berarti hanya orang-orang tertentu saja yang belajar bahasa Latin bisa membaca Alkitab. Sehingga firman Tuhan sendiri dikurung oleh otoritas atau kekuasaan dari gereja Katolik sendiri atau pemimpin-pemimpin gereja. Sehingga ketika pemimpin gereja mengatakan, “Ini kebenaran!” semua nurut, karena tidak ada yang bisa ngecek ini kebenaran atau tidak. Harus belajar bahasa Latin dulu. Boro-boro belajar bahasa Latin ya, bahasa Jerman saja sudah mereka bersyukur bisa menguasainya, apalagi harus belajar bahasa Latin pada waktu itu. Susah.
Sehingga ketika muncul suatu teologi pengakuan dosa, mereka berpikir bahwa, “Ayo, orang yang berdosa itu harus minta ampun. Saling mengaku dosa satu dengan yang lainnya. Terutama hati-hati, Tuhan itu adalah hakim yang kejam. Kalau kamu berdosa, lihat! Tuhan bisa hukum. Kalau kamu sakit, ingat! Itu bukan cuma sakit biasa. Itu hukuman dari Tuhan. Itu adalah bentuk kamu sudah melawan Tuhan. Kamu introspeksi diri.” Sehingga ketika orang-orang mengalami penderitaan, sakit, mereka itu takut. “Wah, ini jangan-jangan hukuman dari Tuhan! Padahal saya sudah hidup sungguh-sungguh taat, tapi kena suatu penderitaan. Wah, ini dosa! Ini hukuman. Harus mengaku dosa.” Nah, solusinya untuk bisa lepas dari hukuman Tuhan itu adalah mengaku dosa. Bahkan, ada orang-orang setiap malam dianjurkan, dinasehati oleh pemimpin gereja bahwa, “Kamu setiap malam harus saling mengaku dosa. Ayo, suami isteri, ya sudah melakukan dosa apa saja hari itu? Malam-malam berkumpul, ngobrol, mengaku dosa, minta maaf satu dengan yang lainnya, lalu kamu bisa tetapkan hukuman kepada pasanganmu sendiri. Kamu mengaku dosa dengan temanmu, tetapkan hukuman. Silakan deal-dealan sendiri, atur sendiri apa yang kamu bisa lakukan menebus dosa kamu.”
Akhirnya, mereka ngapain, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Mereka ada yang melakukan saling tampar. Pakk! Gitu ya. “Firman Tuhan katakan, kamu ditampar, berikan pipi yang lain. Ditampar lagi. Itu bentuk apa? Kamu menyesal atas dosa-dosamu. Mana bukti penyesalan atas dosamu? Sekarang OK, hukumannya ya, tampar.” Saling tampar. Pakkk! Pakk! Begitu ya. “Wah, sudah puas? Sudah. Dosamu sudah diampuni, nggak ada hukuman lagi karena sudah dilakukan oleh saudara kamu atau pasangan kamu,” kayak gitu ya. Atau kalau melakukan dosa yang besar, para pemimpin gereja katakan, “Ayo, berlutut! Ya, berlutut di tangga-tangga gereja. Harus berlutut, sebutkan doa Bapa kami berkali-kali, doa salam Maria berkali-kali, baru kamu sudah diampuni dosa-dosa kamu.” Wah, hukuman itu begitu fleksibel, begitu bebas aplikasinya dan ini akhirnya menjadi kekacauan.
Memang, awalnya praktek pengakuan dosa atau penebusan dosa yang dilakukan oleh manusia sendiri itu bukan hal yang wajib dilakukan oleh umat pada waktu itu. Tetapi akhirnya berubah ya peraturannya itu. Jadi harus wajib, tetapi bukan kepada sesama umat karena kan tuntutannya menunjukkan diri menyesal itu wah, sangat kacau ya manusia berdosa menuntut orang. “Kalau kamu betul-betul menyesal atas dosa kamu, lakukan ini!” Wah, sesuka hati banget ya. Maka, gereja juga mengatur. “OK, pengakuan dosa itu tidak wajib kepada sesama, tetapi wajib kepada para pemimpin gereja. Jadi kamu punya dosa apa, merasa bersalah, sharing ke pemimpin gereja.” Terus, hanya pemimpin gereja atau imam saja yang boleh menetapkan hukuman yang harus mereka tanggung karena dosanya. “Kamu sudah berzinah? Sekarang gini, hukuman yang kamu harus tanggung atau penebusan dosa yang harus kamu lakukan adalah kamu hidup suci atau mungkin langsung hidup selibat, nggak boleh ya menikah, dll.” Mungkin seperti itu ya.
Jadi, teologi pengakuan dosa itu sangat ditekankan pada waktu itu, sehingga mereka itu menyadari bahwa Allah itu Allah yang mengerikan, Allah yang kejam yang bisa memasukkan orang ke neraka begitu saja karena dosa. Sehingga ketika untuk menyelesaikan masalah dosa, mereka tidak lagi berfokus kepada Yesus Kristus, melainkan fokus kepada perbuatan. “Kamu sudah berdosa? Buktikan kamu itu menyesal! Menyesal sungguh-sungguh. Caranya bagaimana? Nggak usah banyak omong, lakukan apa yang kamu sesali! Lakukan apa yang menjadi penebusan atas dosamu itu. Kalau perlu melukai diri, lukai diri! Kalau perlu puasa, puasa! Kalau perlu saling tampar, tampar! Tampar, pukul dirimu sendiri! Kamu menyesal nggak atas dosa kamu?” Wah, ini begitu ditekankan, sampai kekacauan terjadi. Akhirnya, harus ngomong ke imam. Dan imam memberikan suatu tuntutan kepada orang yang berdosa sudah lebih rohani. Jadi, alat-alat rohani ini dipakai untuk menjadi hukuman. “Ayo, baca firman dari Matius, Markus, Lukas!” Misalkan. Tapi pada waktu itu kan nggak bisa kayak gitu ya. Kalau di zaman sekarang, mungkin kita menghukum anak dengan cara begitu. Itu nggak baik ya, memakai hal-hal rohani untuk menjadi hukuman. Wah, padahal itu fungsinya kan berbeda. Ini sarana anugerah kok jadi sarana hukuman seperti itu ya. Tapi pada waktu itu, mereka nggak bisa akses Alkitab. Mereka jadi apa hukumannya yang dituntut oleh para imam, para pemimpin gereja pada waktu itu adalah, “Ayo, doa Bapa kami 100x satu hari!” Begitu ya. “Buktikan kamu menyesal atas dosamu. Ucapkan doa itu 100x. Doa salam Maria 100x. Kalau perlu, kamu berziarah tuh ke Roma, pusat, Vatikan. Berziarah ke Yerusalem. Kumpulin uang baik-baik. Bertobat dari dosa kamu!” Kalau yang lebih susah lagi, ada daerah namanya Lourdes ya. “Lourdes, ke sana juga.” Itu sangat berat. “Daripada kamu masuk ke api penyucian, purgatori. Kamu dihukum di kekekalan dengan api yang begitu panas, baru kamu masuk surga, lebih baik tebus kesalahanmu dengan cara fisik seperti ini.”
Nah, Saudara sekalian, teologi pengakuan dosa harus menyesal sungguh-sungguh, harus diakui dengan mulut, ada pernyataan pengampunan dari para pemimpin gereja pada waktu itu dan juga ada pelaksanaan perbuatan tertentu yang diwajibkan oleh imam untuk menyatakan kesungguhan penyesalan kamu. Wah, ini begitu ketat. Mengerikan. Ini tuntutan yang dari manusia. Seringkali demikian. Kalau Tuhan kan menuntut bagaimana, Bapak, Ibu sekalian? Kalau kita melakukan dosa, Tuhan menuntut apa? Jangan lakukan lagi. Bertobat. Kalau berdosa, ngapain lagi? Jangan lakukan lagi. Bertobat. Bukan melakukan yang aneh-aneh yang menunjukkan kita betul-betul menyesal. Nggak! Kita betul-betul menyesal, kita berdoa, kita tidak mau lakukan lagi. Nah, itu petumbuhan. Kita tidak dihukum dengan cara-cara manusia, melainkan kita mengenal Tuhan lebih dalam untuk membuat kita itu betul-betul bisa taat kepada Tuhan dengan pertolongan Roh Kudus. Nah, satu sisi dari zaman pada waktu itu, kita bisa pelajari hal positif, yaitu apa? Mereka memandang dosa itu sebagai hal yang sangat-sangat serius yang menentukan hidup dan matinya. Memang betul. Satu sisi, memang karena dosa kita harusnya binasa, masuk ke neraka. Tapi karena anugerah dari Yesus Kristus, kita dibenarkan oleh iman, melalui iman sehingga kita boleh diselamatkan. Hanya karena kasih karunia kita diselamatkan. Tetapi mereka mencampuradukkan kembali kehidupan di dalam kasih karunia dengan kehidupan dosa, sehingga kehidupan mereka itu dengan penuh ketakutan. “Saya beriman kepada Tuhan sungguh-sungguh, tapi saya juga takut Tuhan hukum masuk ke neraka. Keselamatan saya, saya tidak ada pegangan harus kepada siapa?” Kepada gereja. Kepada imam. Mereka bersandar, percaya sekali sama orang, bukan kepada firman Tuhan.
Sampai perkembangan teologi pengakuan dosa ini, titik paling parah adalah surat indulgensi. Indulgence itu bahasa Inggrisnya. Surat indulgensi menurut gereja Katolik Roma pada waktu itu adalah suatu sarana pengampunan hukuman dosa yang lebih mudah bagi umat supaya bisa diampuni dosanya di kehidupan saat sekarang atau kehidupan nanti ketika masuk ke api penyucian. Jadi bagi mereka, teologi Katolik, mereka percaya setelah mati ada api penyucian, sehingga orang yang sudah mati disucikan dulu bisa masuk surga. Tetapi Alkitab menyatakan bahwa setelah mati, orang mati 1x, setelahnya dihakimi, selesai. Nggak ada api penyucian itu ya. Tapi dalam konteks pada waktu itu, mereka itu pengen diampuni atas dosa-dosa mereka. Caranya apa? “Daripada saya doa Bapa kami ngomong 100x, 200x ya, daripada saya harus ziarah, nggak punya uang juga, kita bisa memberikan uang kita, terus dikasih surat dari gereja, dari pemimpin. Ada tanda tangannya mungkin, terus kertasnya cukup bagus seperti sertifikat gitu ya yang bisa dipajang, kemudian kita bisa mendapatkan pengampunan dosa.” “Ini untuk siapa pengampunannya?” “Untuk saya.” “OK.” “Karena saya sudah melakukan dosa yang begitu besar di masa lalu.” Terus, kalau ada orang yang lebih kaya, “Saya beli juga deh. Saya ingat orang tua saya juga kelihatannya nggak masuk surga ya. Harus masuk api penyucian. Dosanya begitu banyak. Saya beli deh surat pengampunan dosa untuk papa, untuk mama saya yang sudah mati supaya dosanya diampuni dan bisa masuk surga.” Kayak gitu ya. Wah, akhirnya mereka membuat suatu metode yang bertentangan dengan firman Tuhan. “Kamu dosanya diampuni bukan karena salib Kristus, bukan karena kematian Kristus, bukan karena anugerah belas kasihan Tuhan, melainkan karena uangmu dan surat dari gereja. Surat dari imam-imam yang memberikan surat indulgensi.”
Ada 2 jenis indulgensi, secara parsial maupun penuh. Nah, ini namanya juga produk jualan ya. Produk jualan ada yang sebagian saja diampuni, ada yang penuh, full. Oh, berarti kalau full itu mahal harganya ya. Diampuninya secara full baik dunia ini, maupun dunia akhirat. Tapi parsial saja ini, harga lebih murah lah. “Silakan, masukkan uang koin ke peti. Nanti, jiwamu akan diampuni, dibebaskan.“ Akhirnya uangnya masuk mana? Uangnya masuk bendahara gereja. Lalu,uangnya digunakan apa? Nah, ini sindiran Martin Luther juga. Kalau memang gereja mengasihi umat Kristus itu, uang dari gereja itu yang diterima dari umat itu, harusnya dipakai juga untuk membeli surat pengampunan dosa untuk umatnya. Jangan dipakai untuk yang lain. Jangan dipakai untuk bangun gedung gereja. Jangan dipakai untuk peralatan lain atau kehidupan para imam. Kalau imam memang penuh kasih, uang yang sudah diberikan jemaat untuk membeli surat pengampunan itu, ya pakailah surat pengampunan itu juga untuk jemaat. Jadi, nggak ada uang intinya kalau mau pakai cara ini. Itu kata Martin Luther. Dia katakan, Pikir dong ya. Masa kayak gitu sih! Masa para pemimpin gereja itu tidak mengasihi umatnya? Kalau memang surat pengampunan dosa itu memang efektif.
Jadi gereja pada waktu itu memiliki otoritas mengampuni dosa orang lain dan dosa orang-orang yang sudah mati untuk memperoleh keselamatan. Gereja itu sumber keselamatan bagi teologi pada waktu itu. Keselamatan itu akibat usaha manusia, bukan anugerah Tuhan, sehingga kesesatan makin memuncak, kejahatan makin melebar, dan bahkan mereka mengakui relikui. Relikui itu adalah seperti relik, barang-barang peninggalan Yesus Kristus. Jika memberi hormat kepada relikui itu, misalkan mahkota duri, ada mahkota duri dipajang di gereja ya, atau pakunya Petrus atau pakunya Tuhan Yesus ini yang dipakai untuk memaku badan mereka, misalkan ya, itu kalau kamu hormati relikui itu, bahkan itu bisa menghapus dosamu. Nah, ajaran sesat itu betul-betul mengerikan. Jadi, konteks Martin Luther menulis 95 tesisnya adalah dalam situasi kekacauan seperti ini. Gereja mengajarkan yang salah. Praktek gereja juga mengajarkan yang salah yang bertentangan dengan firman Tuhan yang Martin Luther mengerti atau Martin Luther terima. Luther keberatan dengan seorang Uskup Albrecht yang menggencarkan indulgensi atau surat indulgensi ini dengan motivasi bahwa kamu beli surat pengampunan ini, kamu juga berbagian dalam pelayanan memperlancar pembangunan gereja induk yaitu Gereja St. Peter’s Basilica pada waktu itu yang sedang dibangun secara megah. Nah karena itu, dia akhirnya menggunakan tesis-tesis dan salah satu isi tesisnya juga adalah supaya jangan sampai gereja Katolik ini menggembar-geborkan surat indulgensi ini atau surat pengampunan dosa ini.
Nah, tanggal 31 Oktober 1517, Luther menyatakan 95 tesisnya. Banyak ya. 95 tesis itu sangat banyak dan ditulisnya itu bukan dalam bahasa Jerman. Dia tulis dalam bahasa Latin. Padahal, bisa nggak Martin Luther tulis dalam bahasa Jerman? Bisa saja. Dia orang Jerman! Tapi kenapa Martin Luther tulis 95 tesis yang menentang kesalahan dalam gereja dan kepemimpinan pada waktu itu dalam bahasa Latin? Nah, inilah kelembutan hati dari Martin Luther. Itu gerejanya sendiri. Gereja saya sejak kecil. Gereja saya di mana saya melayani. Gereja saya di mana saya kenal orang. Di mana gereja itu saya bisa bertumbuh, dibentuk menjadi pribadi yang sampai hari ini. Maka, saya tidak sembarangan memberikan tesis untuk dibaca semua orang. Saya berikan tesis kepada orang yang bisa baca bahasa Latin. Itu berarti kepada siapa? Nah, bahasa Latin pada waktu itu kan bahasa yang cukup internasional juga ya. Maksudnya, cukup bagus, cukup terpelajar begitu ya, selain bahasa Inggris. Nah, zaman itu memang diagung-agungkan bahasa Latin dan itu dipakai oleh orang-orang intelektual. Hanya para imam yang belajar, yang punya pengetahuan, terdidik, terpelajar, kalangan atas lah, cendekiawan, sehingga mereka bisa diskusi dengan Martin Luther. Jadi, Luther tidak katakan kepada rakyat jelata. Luther itu mengoreksi para pemimpin. Dia tidak ingin menimbulkan kekacauan juga. Tetapi gara-gara itu, malah respon dari gereja Katolik itu membuat akhirnya juga reformasi itu terjadi. Tapi Martin Luther itu tidak serta-merta langsung pengen, “Ah, saya ingin reformasi gereja saya! Saya keluar dulu dari gereja saya, buat komunitas yang baru, serang gereja yang lama!” Bukan seperti itu. Martin Luther tetap di dalam gereja Katolik. Dia berusaha untuk memperbaiki gerejanya. Ini harapan yang besar dari Martin Luther untuk menyatakan kebenaran.
Nah, kenapa tanggal 31 Oktober 1517? Karena 1 November merupakan tanggal di mana gereja di istana itu dibawakan kotbah tentang penghapusan hukuman yang dapat diperoleh dengan bantuan-bantuan relik yang sudah dikumpulkan. Jadi Marthin Luther tahu bahwa, wah besok 1 Nov itu ada kotbah tentang penghapusan hukuman dosa, bahkan menggunakan relik-relik itu. Wah udah ga tahan lagi. Ini khotbah ke pemimpin lho. Khotbah di gereja yang utama lho. Wah udah nggak tahan dia ungkapkan, dia berikan 95 tesisnya. Dan di situ ya Bapak, Ibu sekalian, 95 tesisnya dilihat oleh para pemimpin gereja. Bahkan ada juga yang coba menerjemahkan ke bahasa daerah pada waktu itu dan kemudian disebarluaskan. 95 tesisnya hampir ke seluruh Jerman disebarluaskan dan semua orang baca. Semua orang baca, di situlah perubahan muncul di dalam gereja Tuhan.
Jadi 95 thesis adalah upaya membenahi gereja dari dalam. Dan dalam dua minggu saja, sejak tesis itu disampaikan, sudah diterjemahkan ke bahasa Jerman dan dicetak ke seluruh Jerman ya. Itulah sejarah Reformasi mulai muncul, ketika Martin Luther memberikan 95 tesisnya. Nah zaman sekarang juga Bapak Ibu sekalian, semangat ini harus tetap ada di dalam hati orang Kristen, yaitu semangat apa? Semangat kembali kepada kebenaran. Semangat kembali kepada firman Tuhan. Dan ingin agar apa yang dia lihat itu betul-betul terjadi sesuai dengan kehendak Tuhan, hal yang benar, hal yang berkenan di hadapan Tuhan. Ketika ada yang salah, kita berjuang untuk menyatakan yang benar. Karena kebenaran itu memerdekakan orang, kebenaran itu membuat orang bisa mengenal Tuhan lebih dalam lagi dan melayani Tuhan dengan lebih dalam lagi.
Kita sebagai gereja Tuhan perlu ya, memiliki semangat yang diwariskan oleh reformasi ya, yaitu apa? Always reforming. Gereja harus punya semangat mereformasi diri. Ada yang salah, instropeksi, kemudian kita lihat firman Tuhan, bagaimana firman Tuhan mengajarkan. Harus bagaimana kita bersikap dalam kehidupan sehari-sehari. Bukan saja gereja harus mereformasi diri, kita pun juga harus mereformasi diri, ya, perlahan-lahan dengan cara apa? Dengan firman Tuhan. Itulah kenapa ya, semua orang Kristen tidak ada yang menolak bahwa orang Kristen harus membaca Alkitab setiap hari. Ada yang menolak? Orang Kristen nggak usah, nggak usah baca firman Tuhan setiap hari. Wah kayaknya nggak ada lah ya, kecuali pemikirannya terhadap firman Tuhan salah. Semua orang Kristen yang sungguh-sungguh mau mengenal Tuhan, mengatakan dan setuju bahwa kita harus baca firman Tuhan setiap hari. Karena apa? Karena dengan firman Tuhan, kita dikoreksi. Itu bentuk kita mengenal Tuhan. Setiap hari kita berdosa. Dosa itu bukan hanya praktek kita melakukan dosa, tetapi dosa itu melekat dalam diri kita. Sudah sifatnya manusia kok berdosa. Sudah sifatnya anjing kok menggonggong, kucing mengeong. Sifatnya manusia apa? Berdosa. Maka dari itu kita butuh firman Tuhan. Kita baca firman Tuhan untuk apa? Supaya kita tidak melakukan dosa dengan pertolongan firman Tuhan, dengan pertolongan Roh Kudus sendiri. Ya, karena natur kita senantiasa berdosa. Nah inilah yang kita bisa pelajari.
Nah sekarang Bapak, Ibu sekalian kita akan melihat sedikit kilasan tentang apa sih isi 95 tesis. Kita sebagai orang Kristen jangan mikirin tesis kita melulu ya. Yang mahasiswa, tesis kita apa juga mungkin sudah lupa ya. Tapi ada hal penting juga, suatu pernyataan, suatu kebenaran yang terjadi selama kurang lebih 500 tahun yang lalu, di mana 95 tesis ini betul-betul dipikirkan baik-baik oleh seorang Kristen yang baik yaitu Martin Luther. 95 poin kebenaran yang disodorkan oleh Martin Luther kepada gereja pada waktu itu. “Nih, ini kebenaran saya. Coba cek, ini kebenaran dari firman Tuhan yang saya pikirkan saya renungkan. Ayo diskusi, diskusi.” Jadi 95 tesis ini Bapak, Ibu sekalian, bukan jadi bahan dibaca terus selesai nggak. Tapi maksud Luther adalah 95 tesis ini silahkan. Nah satu tesis mungkin bisa didiskusikan satu hari silahkan. Kita baca, kita bahas satu tesis ini. Renungkan tesis yang saya sampaikan melalui firman Tuhan. Nah itu Martin Luther katakan demikian.
Maka pendahuluan dari 95 tesis Luther memberikannya juga, saya akan bacakan ya pendahuluan dari Martin Luther seperti ini, “Karena cinta akan kebenaran, dan kegemaran akan menjelaskan kebenaran itu, apa yang tertulis di bawah ini, hendak diperdebatkan di Wittenberg dengan diketuai oleh Bapak Marthin Luther.” – maksudnya dia sendiri, karena pada waktu itu memang Marthin Luther punya kapasitas. Dia seorang Imam, dia seorang professor teologi, ya, dia punya ilmu-ilmu yang umum dan lain-lain – “Bapak Marthin Luther, magister ilmu-ilmu umum, dan ilmu teologi yang suci, guru besar, penuh ilmu teologi di Wittenberg ini.” Jadi Martin Luther mengajukan suatu sidang diskusi teologi. Dia tuliskan gelar-gelarnya nggak masalah, bukan sombong, melainkan seperti mau menunjukkan bahwa aku ini berkapasitas. Seperti kalau kita lihat dari tulisan-tulisan Rasul Paulus kan, “dari Rasul Paulus oleh anugerah Tuhan dan pertolongan Allah kita, aku seorang Rasul.” Kayak gitu ya. Supaya itu kita bisa tahu ini tu suatu surat yang penting. “Mereka yang tidak dapat hadir, dan bertukar pikiran dengan kami secara lisan, diminta berbuat begitu juga tanpa hadir tapi lewat surat. Dalam nama Yesus Kristus Tuhan kita, Amin.” Ya itu pendahuluan dari 95 tesis ini. Jadi Luther katakan ayo, kita cinta kebenaran, kita gemar menjelaskan kebenaran, maka kita diskusi. Semua pemimpin diundang oleh Marthin Luther. Kalau bisa diskusi secara lisan, diskusi. Kalau yang nggak bisa hadir, nggak bisa ngobrol, lewat surat lah. Kayak gini ya. Pada waktu itu juga kan, tulis surat adalah hal yang umum.
Nah kemudian kita lihat Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita bisa ada yang membagi 95 tesis ini di dalam 10 bagian besar. Ada bagian yang kecil, ada bagian yang besar. Tapi kurang lebih ya Bapak, Ibu sekalian, saya jelaskan singkat saja. Bagian yang pertama itu poin yang ke-satu sampai ke-empat bicara mengenai injil yang meliputi seluruh kehidupan. Jadi Luther katakan di tesis yang pertama bahwa ketika Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus berkata “bertobatlah!”, maka Yesus menghendaki supaya seluruh kehidupan orang percaya merupakan pertobatan. Jadi dia memulai tesisnya dengan pertobatan dari firman Tuhan, dari apa yang dikatakan oleh Yesus Kristus, yaitu apa? Yesus meminta kita bertobatlah. Kerajaan Allah sudah dekat, bertobatlah kepada Tuhan dan itu mencakup seluruh kehidupan kita. Itu juga mengacu kepada injil yang adalah kekuatan Allah, bahwa Injil itu mempertobatkan seseorang. Injil itu membuat seseorang yang berdosa itu berubah dari yang kepada dosa arahnya, menuju kepada Yesus Kristus. Dan betul-betul injil mengubahkan kehidupan seseorang sehingga dia sudah di dalam Yesus Kristus, dia tidak menikmati dosa. Dia menikmati ketaatan kepada Tuhan. Dia ketika berdosa dia menyesal sungguh-sungguh, dia tidak suka terhadap dosa tersebut, dan dia ingin bertobat. Maka pertobatan dalam perspektif Kristen, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu bukan pertobatan satu kali ketika percaya Yesus Kristus saja, melainkan pertobatan setiap hari. Nah itu namanya pengudusan secara progresif. Bukan hanya ketika jalankan sakramen, kata Martin Luther ya. Bukan ketika waktu tertentu saja. Tapi seluruh kehidupan Kristen adalah pertobatan di hadapan Tuhan. Jangan lakukan dosa lagi, jangan lakukan dosa lagi itu perlu proses juga. Perlu perlahan-lahan untuk bisa dikuatkan oleh Tuhan, diberikan anugerah untuk taat kepada Tuhan. Nah itu bagian pertama. Bicara soal pertobatan.
Yang kedua, poin 5 sampai 7, mengenai kuasa Paus untuk mengampuni dosa dan menghapus hukuman. Intinya Martin Luther katakan bahwa Paus itu tidak punya kuasa untuk menghapus dosa dengan surat indulgensinya. Para pemimpin gereja itu tidak punya kuasa. Yang punya kuasa untuk mengampuni dosa hanyalah Yesus Kristus, kematiannya di atas kayu salib. Itu kuasa pengampunan dosa yang sempurna. Pengampunan dosa yang diberikan oleh manusia itu sifatnya sementara kan, dan terbatas. Coba aja lihat, surat indulgensi itu. Ya, beli untuk satu orang, beli untuk dua orang, beli untuk tiga orang, kayak gitu ya. Terus dengan uang sejumlah tertentu. Biayanya bisa berbeda-beda, Mau yang parsial, sebagian, mau yang penuh, aneh! Itu ditentukan dengan manusia pengampunan itu. Tidak. Pengampunan itu ditentukan oleh Tuhan sendiri. Dan pengampunan yang Yesus kerjakan bagi dosa-dosa umat pilihan-Nya itu sempurna. Ya, untuk semua umat pilihannya, dan juga untuk segala waktu yang mencapai kekekalan. Pengampunan Yesus itu berlaku bagi dosa masa lalu kita, dosa sekarang, bahkan dosa masa depan yang akan kita lakukan itu sudah diampuni oleh Yesus Kristus. Maka dari itu, gereja atau Paus tidak mempunyai wewenang apapun untuk menghapus hukuman dosa. Paus tidak punya kuasa untuk mengampuni kesalahan apapun kecuali ya, dia bisa menjelaskan bahwa kamu itu sudah diampuni dosanya. Kita bisa jelaskan ya Bapak, Ibu sekalian, tidak ada manusia yang bisa mengampuni dosa, seluruh dosa dari orang. Kita memaafkan orang atas dosa dia juga itu perlu pertolongan Tuhan ya. Kita nggak bisa mengampuni dosa orang. Hanya Tuhan yang bisa mengampuni dosa seseorang. Tapi Luther juga begitu menghormati Katolik pada waktu itu, dia katakan bahwa, tetap Paus juga ada kewenangannya, yaitu apa? Menyatakan kepada umat-Nya bahwa, kalau kamu percaya pada Kristus, ya dosa kamu sudah diampuni. Bukan dari otoritas manusia sendiri.
Lalu poin 8 sampai 29 ini bagian ketiga, yaitu mengenai penghapusan hukuman untuk mereka yang sudah mati. Jadi Luther juga mengomentari tentang orang-orang yang di purgatori, itu pun tidak bisa berlaku surat pengampunan ini untuk mereka yang sudah mati. Disiplin gereja ada, betul. Gereja harus mendisiplin orang-orang yang memang berdosa atau tidak mau bertobat. Itu ada disiplin tertentu, aplikasinya dan lain-lain. Tetapi itu tidak berlaku pada orang yang sudah mati. “Adalah tindakan yang bodoh dan jahat apabila imam-imam tertentu membuat disiplin gereja berjalan terus bagi mereka yang hendak mati sampai ke dalam api penyucian.” Jadi memang, pada waktu itu juga memang Luther masih berpikir bahwa ada api penyucian. Tapi Luther pisahkan api penyucian, api penyucian, ya. Tidak boleh dikaitkan surat indulgensia dengan api penyucian. Kalau Kristen, kalau Alkitab sebenarnya kan tidak mengajarkan api penyucian ya. Itu tidak ada, ini perlu kita cermati.
Lalu bagian empat dari 95 tesis yaitu poin ke 30 sampai 40, itu mengenai penghapusan hukuman bagi mereka yang masih hidup, jadi di situ juga dikatakan, “Orang yang percaya bahwa keselamatan mereka sudah dijamin oleh surat-surat pengampunan, justru mereka akan dihukum selama-lamanya bersama dengan pengajar-pengajar mereka.” Keras juga ya. Jadi Martin Luther mengatakan, “Kalau kamu percaya surat pengampunan dosa itu betul-betul menyelamatkan dirimu, kamu sedang dihukum. Bukan saja kamu yang dihukum, tetapi pengajar-pengajar sedang dihukum. Jadi kamu itu bukan selamat. Kamu sedang dihukum, terjebak dalam ajaran yang salah. Itu bukan ajaran Kristen yang mengajar bahwa orang yang mau beli surat penghapusan hukuman agar menebus jiwa orang lain atau membeli surat pengakuan dosa, itu akhirnya tidak perlu menyesal lagi.” Karena gini Bapak, Ibu sekalian ya, psikologinya adalah, kalau sudah ada surat pengampunan dosa, ya dia nggak menyesal lagi atas dosanya kan, karena dosa saya sudah diampuni kok, sudah ditebus dengan uang yang saya keluarkan dan surat yang saya terima. Nggak usah menyesal lagi. Sudah diampuni. Beres. Jadi betul-betul tidak ada penyesalan justru, karena sudah dibereskan oleh surat pengampunan dosa. Nggak ada guilty feeling lagi. Kalau kita kan Bapak, Ibu sekalian, kita ada guilty feeling bisa? Bisa! Ada dosa kita ingat di masa lalu? Ada! Tapi memang kita tidak boleh terjebak dalam guilty feeling ya. “Wah saya sudah bersalah begini, tidak layak melayani, betul-betul saya tidak layak dipakai Tuhan.” Akhirnya terjebak tidak mau dipakai Tuhan malah ya. Kita berdosa kok, semua berdosa kok, semua manusia jatuh kedalam dosa. Ya tetapi kalau memang Tuhan mau memanggil kita melayani Dia, kita mau dipakai oleh Tuhan ya. Tetapi surat pengampunan dosa ini membuat orang menjadi sombong, saya punya uang, saya punya surat, aman. Nggak usah rasa bersalah, nggak usah merasa diri tidak layak.
Bagian kelima, poin 41 – 52 ya. Penghapusan hukuman dan perbuatan amal. Ini yang diajarkan Marthin Luther membandingkan. Orang yang berderma, orang yang memberikan uang kepada orang yang membutuhkan, orang yang betul-betul kesulitan, itu justru lebih baik daripada membeli surat penghapusan hukuman atau surat penghapusan dosa itu. Ya bandingkan, daripada uang kamu dijadikan surat selembar, terus kemudian orang-orang yang miskin tetap miskin, orang-orang yang kelaparan tetap lapar, yang betul-betul menderita menderita. Mending koin kamu itu kamu berikan kepada mereka. Itu lebih baik daripada kamu memberi surat penghapusan dosa. Terus kemudian juga dijelaskan bahwa Paus akan dan memang harus bersedia memberi mereka uang dari kantongnya sendiri, jika perlu menjual Basilica Santo Petrus gitu ya. Kalau perlu Paus, kalau memang mengasihi umatnya beri uang kepada orang yang membutuhkan, beri uang kepada orang yang katanya memahami surat pengampunan dosa itu dan jual semua gedung gereja untuk membeli surat pengampunan dosa kayak gitu ya.
Terus Bapak Ibu sekalian kita lanjutkan lagi bagian yang keenam, poin 53 – 55 ya, mengenai cara gereja memperkenalkan penghapusan hukuman. Orang-orang yang menyuruh memberhentikan pemberitaan firman Tuhan pada umumnya ya, dalam gereja-gereja demi akhirnya mengganti pemberitaan firman Tuhan itu dengan promosi surat penghapusan hukuman itu adalah musuh Kristus dan musuh dari Paus. Dia katakan demikian. Ya kalau mimbar ya, dipakai, bukan untuk pemberitaan firman Tuhan, itu dikatakan itu musuh firman Tuhan, atau musuh Yesus, Yesus adalah Firman hidup kayak gitu ya. Dan dia juga tetap menghormati Paus, itu juga musuhnya Paus, pemimpin gereja. Kalau akhirnya mengganti, akhirnya pada waktu itu memang banyak gereja-gereja atau pemimpin gereja itu khotbah, khotbah ya, tapi fokusnya adalah untuk menjelaskan keuntungan atau benefit dari surat penghapusan dosa. Jadi ini jadi barang dagangan. Ya, mimbar tidak dipakai untuk pemberitaan injil. Malah dipakai untuk pemberitaan surat pengampunan dosa.
Lalu bagian tujuh, poin 56 – 68, harga gereja yang sejati ialah Injil. Jadi khotbah yang baik ya bagi Martin Luther yaitu pemberitaan firman Tuhan, Injil itu, kabar baik, menjelaskan firman Tuhan. Tentang Yesus Kristus, Juruselamat, pengampunan dosa dari kematian Yesus di atas kayu salib, ya, kemudian bagaimana orang itu harus hidup di hadapan Tuhan itu berkenan seperti apa, bukan bergantung pada gereja. Bukan bergantung pada orang. Tapi bergantung kepada Tuhan sendiri.
Lalu bagian yang ke-delapan ya cara yang lazim dipakai dalam memperkenalkan penghapusan hukuman bertentangan dengan Injil. Ini caranya ya, jelas-jelas Martin Luther bandingkan ya, ini kamu punya cara kayak gini, dan cara Injil itu berbeda. Ya. Injil itu kasih karunia Tuhan, surat pengampunan dosa adalah usaha manusia. Ya. Meskipun sama-sama tujuannya sama, yaitu keselamatan, tapi berbeda caranya. Itu cara-cara non-Kristen. Itu bukan cara Alkitab. Yaitu diselamatkan karena perbuatan, religion of works. Kalau orang Kristen itu adalah religion of faith. Ya, kita agama iman, semua diselamatkan karena iman kepada Tuhan. Karena keselamatan yang Tuhan berikan, bukan karena pekerjaan kita. “Tolol lah sekiranya orang yang menganggap penghapuskan hukuman oleh Paus sedemikian besar hingga dapat melepaskan jiwa manusia dari dosa.” Itu dikatakan tolol, bodoh. Berkata bahwa salib yang dihiasi lambang Paus yang ditegakkan di tempat yang menonjol di dalam gedung gereja itu sama nilainya dengan salib Kristus adalah hujat. Jadi dikatakan bahwa sekarang ada betul-betul benda-benda kemudian disembah benda itu, itu juga salah. Itu hujat.
Dan bagian yang ke-sembilan. Ya poin 81-91, kritik yang sudah didengar di kalangan kaum awam dikatakan bahwa kalau betul-betul ya pemberitaan penghapusan hukuman itu betul-betul disebarluaskan, itu merugikan gereja sendiri. Nah ini Martin Luther membela gerejanya, jangan sampai sampai salah kayak gini, karena itu merugikan diri sendiri, merugikan kehormatan dari gereja Katolik pada waktu itu. Karena nanti Paus difitnah. Kok cari uang sih gereja, minta-minta uang, trus uangnya dipakai kemana? Kan dipakai oleh bendahara gereja kan? Nah justru kalau orangnya terpelajar, mikir, nanti justru gereja itu sendiri yang akan dihina-hina. Ya. Gereja ini cari uang saja, bukan cari jiwa, cari uang.
Lalu bagian yang terakhir bagian kesepuluh poin yang ke 92 – 95, mengenai nabi palsu dan salib Kristus. “Enyahlah segala nabi yang menyatakan pada umat Kristus damai-damai, padahal damai tidak ada.” Jadi Martin Luther intinya ya bapak Ibu sekalian di dalam 95 tesis-nya ini menyatakan bahwa ini salah. Yang benar ini. Lalu bukan dengan kesombongan dia nyatakan kebenaran, tetapi dengan kasih. Memang bahasa-bahasa Martin Luther adalah dengan sindiran seperti dengan teguran yang keras, tetapi itu bukan poin utamanya. Poin utamanya adalah Martin Luther sendiri ingin bahwa gerejanya itu menjadi gereja yang baik, yang berkenan di hadapan Tuhan. Jangan sampai pengajar-pengajar yang palsu mengajarkan hal yang salah di dalam gereja Tuhan sendiri. Maka Luther sangat menegur ya orang-orang yang pada waktu itu yang mengatakan bahwa ini surat pengampunan dosa ini damai-damai. “Udah tenang, kamu udah diselamatkan, kalau udah punya surat ini udah tenang.” Ya, padahal tidak demikian.
Bapak Ibu sekalian mari kita lihat Mazmur 25:4, Mazmur 25:4, ini juga ayat yang menggerakkan hatinya Martin Luther untuk bisa terus mengikuti pimpinan Tuhan ya. Dasar firman Tuhannya begitu jelas, Mazmur 25:4, “Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku.” Ini juga menjadi ayat yang bukan hanya menggerakan Martin Luther bukan hanya injil ya tadi Roma 1:16-17 Injil itu adalah kekuatan Allah yang pertama-tama menyelamatkan orang Yahudi, maupun bukan Yahudi, maupun Yunani. Berarti Injil ini disebarluaskan kepada banyak orang, bukan untuk suku tertentu saja, Yahudi, tetapi untuk orang bukan Yahudi juga Injil disebarluaskan. Injil itu punya kekuatan yang akhirnya membuat orang itu berbalik kepada Yesus Kristus karena kabar baik itu sendiri, karena kekuatan injil sendiri. Bukan karena peraturan manusia. Bukan karena otoritas manusia melainkan karena kekuatan injil sendiri. Nah setelah dia sadar bahwa dari iman kepada iman. Kita diselamatkan oleh Tuhan melalui iman sehingga kehidupan kita makin beriman kepada Tuhan, makin bertumbuh, semakin dekat dengan Tuhan, makin terus dari iman kepada iman. Kita hidup penuh iman bukan karena usaha kita. Betul-betul karena iman kepada Tuhan. Dan Tuhan mencukupkan segala sesuatunya sehingga kita bisa tahu bahwa orang benar hidup karena iman. Kita dibenarkan oleh Kristus melalui pertolongan anugerah iman.
Dan kemudian ayat yang menggerakkan Luther juga adalah dia ingin agar terus mengikuti jalan-jalan Tuhan. “Tuhan, sekarang saya harus ngapain. Saya sudah diselamatkan, sekarang saya harus ngapain. Yang melihat kebobrokan gereja kok cuma saya sih. Saya diskusi dengan teman saya, teman saya nggak lah, biasa saja. Kita perbaiki pelan-pelan.” Tapi Martin Luther digerakkan Tuhan, “Ya sudah, saya mau buat tesis deh. Tesis dulu, tulisan-tulisan yang memang untuk memperbaiki atau mengoreksi gereja Tuhan.” Dia yang nulis. Dan dia ingin terus meminta kepada Tuhan “tunjukkanlah jalan Tuhan kepadaku! Saya harus ngapain. Saya harus berbuat apa setelah saya menerima Injil, setelah saya percaya kepada Kristus, menerima firman Tuhan. Tuhan tunjukkanlah jalan Tuhan kepada saya.” Martin Luther orang pintar. Dia bisa bahasa Jerman, bahasa Latin.
Terus kemudian ketika dia akhirnya terus bergumul, terus bergumul, dia tahu bahwa saya harus terus hidup di dalam kebenaran firman Tuhan. Tuhan arahkan saya untuk hidup benar, maka hidup benar. Hidup benar terus. Sampai akhirnya dia terus tulis-tulis kebenaran, mau diskusi dengan banyak orang. Sampai dia menjadi dosen juga, dia terus nyatakan tentang ayat di dalam Roma tersebut, “Injil itu kekuatan Allah. Kita hidup itu diselamatkan hanya karena iman, pertolongan Tuhan.” Dia jelaskan firman Tuhan, yang dia bisa lakukan, dia lakukan untuk Tuhan dalam memberitakan firman Tuhan maupun menulis kebenaran firman Tuhan yang lebih mudah dijelaskan, lebih dimengerti. Sampai akhirnya gereja Katolik sendiri memanggil Luther dengan kuasanya karena Luther tetap orang Katolik pada waktu itu. Sampai pertemuan di Diet of Worms, dia dikatakan, “Ayo ambil kembali buku-bukumu, tulisan-tulisanmu, tarik kembali. Sangkal lah apa yang sudah kamu ajarkan, maka kamu nggak apa-apa. Sudah, jadi jemaat biasa, jadi pemimpin gereja biasa. Tapi kamu harus sangkal apa yang sudah kamu nyatakan, baik yang 95 tesis, pamflet-pamflet, tulisan-tulisan yang kamu sudah sebarkan itu ditarik semua, disangkal, beres.” Terus Martin Luther ya bergumul, “Tunjukkanlah jalan-Mu ya Tuhan kepadaku.” Tetap dia tidak mau menarik kembali apa yang sudah dia terima dari Tuhan, tesis maupun tulisannya.
Sehingga akhirnya sudah, gereja Katolik memberikan disiplin yang paling keras dari gereja, yaitu apa? Ekskomunikasi. “Kamu dikeluarkan, kamu bukan anggota gereja ini lagi. Karena kamu sudah dikasih tahu, nggak bertobat. Sudah dikasih tahu, ditegur, tidak mau melakukan sesuai arahan gereja. Maka kamu di ekskomunikasi dan kamu harus dihukum.” Akhirnya ya Luther lari, sembunyi, ada teman-temannya yang menyembunyikan dia di rumah. Dia dikatakan bahwa, “Sudah sembunyi dulu beberapa bulan sampai suasana tenang. Kamu nggak harus menunjukkan diri kamu.” Akhirnya Martin Luther menjadi orang yang buronan karena gereja pada waktu itu juga punya tentaranya, punya orang-orangnya sendiri untuk menangkap orang-orang yang tidak disetujui. Dan akhirnya di rumah itu dia ngapain? Dia berdoa lagi, “Apa yang harus saya lakukan Tuhan? Tunjukkanlah jalan-jalanMu kepadaku. Aku orang Kristen, orang lain juga Kristen. Tapi aplikasi dari kehidupan masing-masing ini berbeda satu dengan yang lainnya.” Martin Luther dibentuk dengan cara demikian. “Tunjukkanlah jalan-Mu kepadaku.”
Dan kemudian Martin Luther mendapatkan kesempatan menerjemahkan Perjanjian Baru dari bahasa Latin ke bahasa Jerman dalam kurang lebih waktu 11 minggu atau 3 bulan. 3 bulan saja dia menerjemahkan Perjanjian Baru dari bahasa Latin ke bahasa Jerman. Kemudian disebarkan lagi. Tujuannya supaya umat bisa membaca Alkitab dalam bahasa mereka sendiri tanpa tergantung orang terpelajar, mengerti bahasa Latin. Ataupun tanpa tergantung interpretasi orang. Tanpa tergantung otoritas orang, tanpa tergantung penafsiran orang. Baca Alkitab, Alkitab sendiri, silahkan baca. Itu adalah alat diskusi yang paling sederhana ya. Ya baca saja, Alkitab jelaskan tentang apa. Kalau kita tolak Alkitab berarti kita tolak Tuhan kan? Kalau kita menolak firman Tuhan, kita menolak Tuhan. Dosanya ya dosa menolak Tuhan. Maka inilah yang dikerjakan oleh Luther. Tapi karena Luther terus membuat apa yang dia bisa lakukan, justru memang akhirnya gereja pecah. Ada perpecahan, ada peperangan, ada argumen, debat. Apakah kemudian kita katakan ini salah Martin Luther? Tidak! Luther hanya melakukan apa yang dikatakan di dalam Alkitab. Ini adalah kondisi kebenaran. Kebenaran itu memerdekakan orang, kebenaran itu memang memisahkan. Memisahkan yang salah.
Mari kita lihat 1 Yoh. 2:6, “Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.” Kalau kita katakan bahwa kita percaya Yesus, kita hidup di dalam Kristus, dikatakan oleh Rasul Yohanes, dia itu wajib hidup sama seperti Yesus hidup. Di sini kita bisa melihat bahwa Martin Luther mengikuti apa yang Yesus kerjakan. Yesus menghadapi orang Yahudi, pada waktu itu ya. Kita tahu setelah Perjanjian Lama kan ada masa kosong di mana Tuhan tidak berfirman itu selama 400 tahun. 400 tahun ini juga menjadi ujian PL itu tetap PL, tidak ada kontradiksi, tidak ada bantahan dari orang-orang Yahudi pada waktu itu. Setelah PL jadi, Kejadian sampai Maleakhi ditulis, orang Yahudi semua setuju ini firman Tuhan. Diuji selama berapa ratus tahun? 400 tahun. Baru setelah 400 tahun Yesus datang. Di mana Yesus datang menyatakan kebenaran, menyatakan Mesias adalah Dia, Yesus juga adalah utusan Allah, Yesus adalah Anak Allah, kerajaan Allah sudah datang. Dan Yesus mengajarkan perintah yang baru, yaitu kasih kepada Allah maupun kasih kepada sesama. Orang Yahudi ya kaget, siapa Orang ini. Mau merombak tradisi Yahudi yang sudah ratusan tahun? Mau menolak hukum Taurat? Nah Yesus menyatakan kebenaran. Yesus sungguh-sungguh menjelaskan firman Tuhan tapi diri-Nya di tolak oleh Yahudi, ditentang, dibenci, mau dibunuh. Dan akhirnya orang membunuh Yesus Kristus, menyalibkan Yesus Kristus. Mirip dengan orang-orang, pemimpin-pemimpin gereja yang sungguh-sungguh menyatakan kebenaran.
Ya itu adalah kita semua ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, satu sisi ada bayang-bayang yang di mana kita mengikuti teladan Yesus Kristus. Ketika kita menyatakan kebenaran, ada saatnya kita dibenci orang. Ketika kita mau hidup kudus malah tidak disukai orang, malah dilawan orang, malah ditentang oleh banyak orang karena tidak suka kebenaran. Sedangkan Yesus adalah kebenaran. Kita tahu bahwa Yesus pernah mengatakan bahwa, “Akulah jalan, Akulah kebenaran dan Akulah hidup.” Maka siapa yang mau datang kepada Bapa di surga harus melalui Yesus Kristus. Nah kita fokuskan kepada kebenaran itu sendiri. Yesus katakan “Aku adalah kebenaran”, “I am the truth”, kenapa kamu tidak suka kebenaran kalau memang kamu percaya Yesus dan juga hidup dalam Yesus Kristus? Maka salah satu kesenangan orang Kristen, salah satu hobi orang Kristen adalah apa? Yang benar apa, kita cari. Kebenaran dari Tuhan, kebenaran itu kita kejar, dan kita bisa katakan bahwa orang yang tidak suka kebenaran itu berarti tidak suka dengan Yesus Kristus.
Maka inilah hati yang perlu kita miliki Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita mohon kepada Tuhan supaya kita itu punya keinginan untuk jalankan apa yang benar. Tahu yang benar, prakteknya benar juga. Itulah yang sejarah Reformasi ajarkan kepada kita. Kalau sudah tahu yang benar, nggak mungkin kamu diam saja. Nggak mungkin diam saja, sudah yang benar ini. Terus perbuatannya salah semua di sekitar dia, ya sudah. Tenang saja, yang penting saya tahu benarnya apa. Nggak! Itu akan menggerakkan kita, kita ingin menjelaskan yang kebenaran itu seperti apa. Maka Martin Luther menjelaskan bahwa, “Saya orang Kristen, saya percaya firman Tuhan, saya percaya Yesus. Kegemaran saya adalah menjelaskan kebenaran. Kecintaan saya adalah mencintai kebenaran.” Mencintai Yesus, menjelaskan Yesus itulah hidup orang Kristen. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita mencintai Yesus tidak ya? Kita mampu menjelaskan siapa Yesus Kristus tidak? Kalau kita sungguh-sungguh cinta Yesus Kristus, kalau kita sungguh-sungguh cinta, mau menjelaskan Yesus Kristus, tidak ada orang yang kita tidak berani hadapi dalam arti mengabarkan Injil.
Kita sudah kenal Yesus Kristus, kita sudah cinta Yesus Kristus, kita mampu menjelaskan siapa Yesus Kristus, perlu apa lagi untuk bisa menjadi saksi Kristus? Orang yang belum dalam Kristus itu membutuhkan apa? Membutuhkan Yesus Kristus, membutuhkan firman Tuhan bukan membutuhkan apa yang dia rasa butuhkan. Kalau dia rasa butuhkan penjelasan tentang Allah Tritunggal, nggak! Kamu butuhnya Yesus. Kalau butuhkan penjelasan yang lain-lain, kenapa Allah itu satu tapi tiga, terus penjelasan tentang predestinasi, nggak! Kamu butuhnya Yesus Kristus. Di dalam setiap orang itu ada ruang kosong, di mana hanya bisa diisi oleh Tuhan. Dan itu Tuhan akan mengisinya kalau memang Tuhan beranugerah kepada dia. Kalau nggak, ruang kosong itu terus dia bawa sampai kepada kekekalan di neraka. Ruang kosong itu dia terpisah terus dengan Allah. Maka yang dibutuhkan orang apa? Yesus Kristus. Kita harus sungguh-sungguh cinta Yesus, mampu, bisa menjelaskan siapakah Yesus Kristus.
Kalau kita katakan “Saya cinta Yesus. Saya percaya Yesus. Saya hidup dalam Yesus” tapi tidak mampu menjelaskan Yesus Kristus, hati-hati! Jangan-jangan itu cuma di omongan kita. Kalau kita mampu menjelaskan, ya tentu kita perlu belajar. Bahkan kalau perlu menghafal Yesus itu seperti apa sih yang dijelaskan oleh Alkitab. Dan inilah yang dikerjakan oleh Martin Luther, dia meninggikan Yesus Kristus. Dia menulis banyak buku, menulis banyak tesis, itu untuk memuliakan Yesus Kristus. Dan musuhnya adalah membakar buku tersebut. Nah uniknya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, pada waktu itu juga baru ditemukan mesin cetak. Mesin cetak, press. Maka dari itu ketika musuhnya membakar tulisan-tulisan Martin Luther, buku-buku Martin Luther, ya itu tidak akan binasa karena ada mesin cetak ini. Nah ini momen nya pas sekali. Tuhan bekerja di dalam ilmu dan teknologi, Tuhan bekerja juga di dalam gereja Tuhan. Dan momen nya pas sesuai dengan kedaulatan Tuhan. Jadi ada mesin cetak maka kebenaran itu sulit dibenarkan.
Kita zaman sekarang sudah ada internet, kita mau cari kebenaran apa misalkan, itu sangat banyak. Nggak bisa dihilangkan. Kebenaran sangat mudah diakses zaman sekarang. Injil, kalau orang mau tahu Injil, sangat mudah. Tinggal ketik di internet “Injil”, “Siapakah Yesus”, semua menjelaskan tentang hal tersebut. Ya tentu harus ada dasar firman Tuhan. Tapi Bapak, Ibu sekalian, sayang sekali kalau kita justru tidak memproklamasikan tentang kebenaran firman Tuhan kepada orang-orang di sekitar kita. Memang orang bisa akses dengan mudah kebenaran, tetapi Tuhan juga memakai orang-Nya, umat-Nya untuk menyatakan kebenaran melalui hidup orang tersebut. Meskipun tulisan-tulisan Luther disebarluaskan, tapi Luther itu sangat rendah hati. Dia katakan, “Aku berharap semua bukuku akan menghilang dan hanya Alkitab saja yang dibaca.” Meskipun kita sudah lihat ya tulisan-tulisan Luther, tesis nya, Luther tetap katakan, “Tulisanku ini di bawah Alkitab.” Meskipun itu kebenaran juga. Nah kenapa Martin Luther bisa menyatakan kebenaran itu? Karena dasarnya Alkitab. Dia bisa komentari tentang zaman, tentang perilaku, tentang ajaran itu dasarnya firman Tuhan. Itu adalah kebenaran juga. Tetapi kebenaran yang utama kata Martin Luther adalah “bukuku silahkan hilang, tapi Alkitab ini nggak boleh hilang.” Itu adalah kebenaran yang dari Tuhan.
Zaman saat ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu bisa saja berulang seperti zaman 500 tahun yang lalu. Sejarah itu memang berulang, tetapi kiranya kita tidak boleh mengulangi kesalahan sejarah, khususnya di dalam kekristenan. Zaman Luther gereja menawarkan indulgensi, surat pengampunan dosa. Kenyamanan. Jalan pintas. Zaman sekarang Bapak, Ibu, Saudara sekalian, gereja menawarkan apa? Firman Tuhan? Kebenaran? Zaman sekarang gereja inginnya menawarkan hal-hal yang mudah, kenyamanan, entertain, kesegaran, kelepasan secara fisik dan yang lain. Akhirnya mereka pulang dari gereja merasa diberkati fisiknya, tapi rohaninya tidak diberkati. Nah itu yang tidak boleh kita ulangi dalam sejarah gereja. Gereja hanya menyatakan Yesus Kristus Tuhan, itu yang kita tawarkan. Lalu gereja juga menawarkan firman Tuhan, menawarkan apa yang sudah Tuhan percayakan kepada gereja-Nya, yaitu apa? Kepala gereja yaitu Yesus Kristus. Kita menyatakan kebenaran kepada dunia.
Mari kita baca 3 Yoh. 1:3-4, ayat terakhir Bapak, Ibu, Saudara sekalian yang menjadi perenungan kita akan kebenaran yang Tuhan berikan kepada kita di dalam Alkitab. 3 Yoh. 1:3-4, “Sebab aku sangat bersukacita, ketika beberapa saudara datang dan memberi kesaksian tentang hidupmu dalam kebenaran, sebab memang engkau hidup dalam kebenaran. Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran.” Ini adalah sukacita dari Rasul Yohanes, seorang Kristen itu mencintai kebenaran. Yohanes katakan, aku sangat bersukacita karena apa? Karena dapat kabar bahwa hidup kamu itu dalam kebenaran. Maksudnya dalam kebenaran firman Tuhan ya. Dan juga Yohanes menyaksikan sendiri, dia ngecek juga, bukan hanya mendengar kabar dari orang bahwa hidupnya dalam kebenaran, dia sudah hidup baik, hidup kudus di hadapan Tuhan tapi dia ngecek sendiri ketika bertemu dengan orang tersebut, memang kamu itu hidup dalam kebenaran, yang kamu lakukan itu sesuai firman Tuhan, yang kamu lakukan adalah mengasihi Allah, mengasihi sesama, yang kamu lakukan adalah taat hukum Taurat. Dan itu adalah kebenaran. Dan bagiku, bagi Yohanes, katakan, tidak ada sukacita yang lebih besar daripada mendengar bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran. Pemahaman yang benar, hidup yang benar, dan di sinilah hari Reformasi mengajarkan demikian. Mari kita sama-sama menarik hidup kita yang kecenderungan kita itu melakukan dosa, kembali kepada Alkitab, kembali kepada kebenaran, Menyadari bahwa Alkitab itu penuh kuasa, Alkitab itu betul-betul panduan hidup kita untuk hidup benar di hadapan Tuhan, dan bagaimana umat pilihan-Nya terus mau bergerak ke arah firman Tuhan. Bukannya malah menolak firman Tuhan.
Hari Reformasi juga mengajarkan bahwa kita berani untuk menyatakan kebenaran. Kita berani untuk menyatakan, “Ini ajaran yang benar. Ini praktek yang benar. Dan itu salah!” memang waktu kita ngomong, “ini yang benar!” berarti ada yang salah. Dan itu bisa menjadi sebuah resiko bagaimana kita akan berkonflik dengan orang. Ketika kita mengatakan bahwa, “Yesus Kristus satu-satunya jalan kebenaran dan hidup, satu-satunya Juruselamat!”, kita sedang berperang dengan orang yang mengatakan, “Nggak! Keselamatan itu banyak jalan. Keselamatan itu bisa dengan usaha saya sendiri!” Meskipun orang itu tidak sadar juga. Tapi kalau orang itu sadar kita menyatakan kebenaran, itu memang ada resiko konfilk. Tapi resiko konflik itu juga bukan berarti kita menjadi saling membenci satu dengan yang lainnya.
Kita berani untuk menyatakan kebenaran kepada dunia dan kepada gereja yang memang sedang tersesat atau kepada orang yang memang dalam tersesat. Memang susah ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, apalagi di negara yang Asia, yang penuh dengan sungkannya, apalagi Jawa. Kita katakan yang benar, takut orangnya marah. Berarti kita lebih mementingkan apa? Mementingkan kebenaran firman Tuhan atau mementingkan perasaan manusia? Meskipun perasaan manusia penting ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Kalau kita konflik sama orang kan kayaknya susah ya untuk bisa pulih kembali. Perlu pertolongan Tuhan, perlu kedewasaan dan yang lain-lain. Tetapi kebenaran itu ya adalah firman Tuhan itu sendiri, kita harus nyatakan kepada mereka. Baik tepat atau tidak waktunya, kita sampaikan dengan bijaksana Tuhan.
Dan yang terakhir juga, hari Reformasi mengajarkan “Ecclesia semper reformanda”, gereja harus senantiasa direformasi. Dan ini adalah prinsip yang sangat baik Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Gereja kalau senantiasa mau direformasi berarti dia senantiasa “silahkan kasih masukan kalau ada yang salah”. Kita menerima juga masukan dari orang lain, kita harus siap kalau memang masukannya itu mungkin tidak enak tapi benar. Kalau tidak benar, kita bisa jelaskan, “Maksud saya bukan begitu.” Jangan sampai kita di-cap, dan juga difitnah ya. Kita bisa jelaskan. Ada hubungan timbal balik. Tetapi intinya adalah kita mau senantiasa semakin bersih, semakin mulia, semakin berkenan di hadapan Tuhan dengan pertolongan firman Tuhan itu sendiri. Kiranya Tuhan dimuliakan dalam hidup kita. Mari kita sama-sama berdoa.
Bapa kami yang ada di surga, kami bersyukur Tuhan bahwa kami bisa melihat Tuhan bekerja dari sejak dunia ini dijadikan sampai hari ini. Tuhan tidak pernah meninggalkan ciptaan Tuhan, tidak ada hal di mana segala sesuatu terjadi tidak di luar kendali Tuhan. Semuanya ada di dalam kendali Tuhan, semuanya ada di dalam kedaulatan Tuhan saja. Dan kami juga bersyukur kami boleh diingatkan kembali bahwa Tuhan adalah Tuhan yang benar, yang suka akan kebenaran, dan menyatakan kebenaran dari Tuhan sendiri. Kiranya kami sebagai orang Kristen boleh sungguh-sungguh menyadari kebenaran firman Tuhan yang sudah Tuhan berikan kepada kami. Dan kami juga bisa terus mencari kerajaan Allah dan kebenaran-Nya dalam kehidupan kami sehari-hari. Kami boleh menjadi orang Kristen yang baik, yang bijaksana, yang menyatakan kebenaran dengan bijaksana Tuhan, dengan kasih kepada sesama kami. Dan kami juga boleh terus menjunjung tinggi kebenaran firman Tuhan di dalam kehidupan kami. Kami pun mau Tuhan dipakai Tuhan untuk menjadi orang yang berpengaruh bagi setiap orang di sekitar kami, menjadi berkat, dan juga membawa orang kepada kebenaran firman Tuhan. Kami bersyukur Tuhan untuk firman Tuhan yang boleh kami dengar pada hari ini. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami sudah berdoa. Amin. (HSI)