Garam dan Terang Dunia, 10 Maret 2024

Garam dan Terang Dunia

Mat. 5:13-16

Pdt. Dawis Waiman, M. Div.

 

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita bicara tentang khotbah di bukit, tadi saya di awal berbicara kalau ini adalah satu khotbah yang bukan diperuntukkan untuk orang-orang di luar kerajaan Allah. Ini juga bukan satu khotbah yang diperuntukkan bagi orang-orang yang mau masuk ke dalam kerajaan Allah, tetapi ini adalah satu khotbah yang Tuhan peruntukkan bagi orang-orang yang ada di dalam kerajaan Allah atau kita yang menjadi anak-anak Allah yang sudah menikmati cinta kasih Kristus dalam kehidupan kita, mengalami penebusan dan kelahiran baru dari Roh Kudus, penebusan dari Kristus dan kelahiran baru dari Roh Kudus ini menjadi karakter dari orang-orang tersebut. Dan menarik sekali, kenapa saya bisa katakan seperti ini? Karena pada waktu Saudara membaca di dalam ayat pertama pasal yang kelima maka di situ, “Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:” Ya, ada orang yang menafsirkan seperti ini, pada waktu kita membaca khotbah di bukit, sepertinya Yesus sedang mengkhotbahkan firman ini kepada semua orang banyak yang hadir di situ sehingga mereka semua mendapatkan prinsip mengenai orang-orang yang ada di dalam kerajaan Allah. Tetapi ada satu orang yang mengatakan seperti ini, apa yang dikatakan di dalam pasal 5, memang benar Yesus ke bukit, Dia berkotbah kepada banyak orang yang hadir di dalam kebaktian-Nya tersebut, tetapi setelah Dia berbicara kepada banyak orang, lalu Dia, kemudian berpaling kepada murid-muridNya secara khusus, lalu Dia, kemudian mengkhotbahkan khotbah di bukit ini.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apakah itu menjadi satu tafsiran yang benar? Saya juga mikir-mikir, mungkin ada benarnya, mungkin juga tidak seperti itu. Tetapi yang saya dapatkan adalah pada waktu Dia berbicara seperti itu, Dia mau menekankan ini adalah satu ciri kehidupan dari orang-orang atau manusia dalam dunia ini yang tidak bisa dan tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang-orang dunia, kecuali oleh anak-anak Tuhan. Itu menjadi satu kebenaran yang saya pegang karena pada waktu kita berbicara mengenai khotbah di bukit, kalau Bapak, Ibu sungguh-sungguh berusaha untuk merenungkan dan menjalankannya, saya percaya sekali akan ada kesulitan bagi orang-orang percaya, tetapi juga adalah hal yang mustahil bagi orang-orang dunia. Kenapa? Karena prinsip yang diajarkan di sini bertolak belakang 180 derajat dengan kehidupan orang dunia.

Tetapi satu hal yang kita boleh dikuatkan pada waktu kita hidup sebagai orang yang percaya kepada Kristus, kita nggak perlu menunggu hal itu sampai kita ada di dalam surga karena Petrus berkata setiap orang yang percaya kepada Kristus, kita diberikan satu kuasa untuk melakukan dan hidup seturut dengan apa yang Tuhan kehendaki. Jadi Tuhan sudah memberikan kepada kita segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kita bisa hidup saleh di hadapan Tuhan. Jadi itu sebabnya pada waktu kita melihat kehidupan atau pengajaran Yesus di dalam khotbah di bukit, walaupun itu adalah hal yang kelihatannya sulit, hal yang sangat kontradiktif sekali sepertinya dengan prinsip-prinsip yang ada di dalam dunia ini, tapi kita mengerti satu hal, apa yang dikhotbahkan di sini itu adalah kebenaran, apa yang dikhotbahkan di sini itu adalah satu prinsip yang betul-betul memberikan kita kemampuan atau kesempatan untuk bisa mencicipi arti dari bahagia yang sesungguhnya.

Kalau kita ingin menjadi orang yang bahagia, Tuhan berkata bukan dengan mendapatkan kesenangan dunia, bukan dengan menumpuk materi yang banyak dalam hidup kita, bukan dengan cara melakukan hal-hal yang bisa menghibur hidup kita. Itu semua mungkin bisa memberi kesenangan, tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, itu semua hanya menyatakan kalau di dalam diri kita ada hal yang kosong, yang kita berusaha untuk isi, untuk penuhi, tetapi tidak pernah bisa memberikan kepuasan dalam hidup kita. Dari mana kita tahu? Pada waktu kita tidak bisa mencapai apa yang kita inginkan, kita merasa gelisah, kita merasa takut, kuatir dan segala sesuatu, kita merasa tidak ada damai lagi dalam dunia ini, kita diombang-ambingkan selalu oleh keadaan yang ada. Tetapi kalau kita mengerti bahwa semua itu adalah sementara, tetapi apa yang dikatakan oleh Yesus di sini adalah satu kebenaran, yang kalau kita jalankan maka kita akan tidak bisa dipengaruhi oleh keadaan yang ada di sekitar kita. Itu namanya bahagia. Saya betul-betul bisa menikmati hidup ini, menikmati berkat saya yang Tuhan berikan dalam hidup saya, tetapi saya tidak diperbudak oleh berkat itu.

Saya kemarin di dalam retreat ada mengeluarkan atau ambil satu contoh kalimat dari seorang youtuber yang sangat menarik sekali. Saya lihat itu adalah satu prinsip yang bisa dikatakan alkitabiah karena di dalam kalimat yang ditutup oleh youtuber ini, selalu di dalam semua youtube dia, dia ngomong kayak gini – ini bicara tentang hobi ikan ya – dia bilang, “Nikmatilah aquarium-mu, tetapi jangan diperbudak oleh aquarium-mu.” Lalu saya ambil aplikasi pada anak-anak pemuda, ketika kita pacaran, kita harus mencintai tetapi kita tidak boleh menjadi seorang yang bucin. Bapak, Ibu paham? Ada beda yang besar sekali. Mengasihi adalah hal yang menjadi perintah Tuhan. Mengasihi adalah sesuatu yang menjadi karakter dari kehidupan orang Kristen. Tetapi kalau kita sudah diperbudak oleh kasih, maka kita tidak lagi akan melibatkan kebenaran di dalam cinta kasih kita. Kita tidak lagi bisa membedakan mana yang menjadi kehendak Tuhan dan mana yang bukan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Menikmati apa yang ada di dalam dunia ini itu adalah satu berkat yang Tuhan berikan bagi diri kita melalui hobi, melalui segala hal-hal yang lain yang kita terima dalam hidup kita. Tetapi begitu kita diperbudak oleh hal itu, kita tidak lagi bisa memuliakan Tuhan melalui semua pemberian yang Tuhan berikan dalam hidup kita.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita merasa ingin ini, ingin itu supaya kita bahagia, supaya kita senang, hati-hati, mungkin itu adalah berhala kita. Karena kita berpikir melalui hal itu, kalau saya harus dapatkan supaya saya bahagia, kalau saya tidak bisa dapatkan saya mulai uring-uringan, emosional dan tidak bisa menguasai diri karena hal itu. Hati-hati! Mungkin Saudara sudah menggantikan Tuhan dengan apa yang Saudara pikir bisa memberikan kepuasan dan kebahagiaan.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, itu sebabnya pada waktu kita kembali kepada ucapan bahagia, kita bisa melihat satu hal, bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang bukan hanya menebus kita supaya kita dapat mempermuliakan nama Tuhan saja. Tetapi ucapan bahagia itu mengajarkan kita bukan hanya Tuhan menebus kita untuk memuliakan nama Dia, lalu yang menikmati segala pujian dan sembah adalah Tuhan saja, tetapi khotbah di bukit mengajarkan Tuhan pun menginginkan kita sungguh-sungguh hidup di dalam kebahagiaan. Amin? Lho, nggak ya? Amin? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apa yang Tuhan ajarkan bukan untuk menjadi beban kita, apa yang Tuhan ajarkan bukan untuk mengungkung kemerdekaan kita dan kebebasan hidup kita, tetapi apa yang Tuhan ajarkan itu justru untuk membebaskan kita dari belenggu dosa, diperbudak dari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu memperbudak hidup kita. Bapak, Ibu kalau disuruh memilih, ingin diperbudak oleh uang, oleh anak, oleh istri, suami, atau hal-hal yang menjadi kesenangan lain atau diperbudak oleh Tuhan? Pilih yang mana? Kenapa saya pakai istilah ini? Karena di dalam hidup ini nggak ada satu orang pun yang tidak akan memperbudak dirinya karena di dalam hidup ini kita dicipta untuk menyembah. Dan pada waktu kita dicipta untuk menyembah maka kalau kita menolak tujuan Tuhan mencipta kita untuk menyembah Tuhan, maka kita pasti menyembah semua yang ada dalam ciptaan ini. Tetapi ingat baik-baik, di dalamnya atau akhirnya itu adalah kematian dan penderitaan.

Jadi pada waktu kita kembali ke dalam ucapan bahagia, ucapan bahagia itu adalah satu kebenaran yang bersumber dari Tuhan demi supaya kita sungguh-sungguh mengalami kebahagiaan. Dan sumber itu kita dapatkan dari mana? Ya dari Tuhan. Kok bisa percaya? Ya iman. Karena apa? Karena kita percaya Dia yang mencipta kita dan merancang kita seperti ini. Itu yang menjadi satu hal yang saya lihat penting untuk kita pahami. Lalu sebagai orang Kristen kita harus bagaimana? Hidup di dalam prinsip itu, baru kita bisa mendapatkan kebahagiaan. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, untuk bisa hidup di dalam prinsip itu kita butuh anugerah memang, dari Tuhan, tetapi untuk hidup di dalam prinsip itu, itu bukan hal yang gampang karena orang-orang yang sungguh-sungguh menjalankan prinsip hidup di dalam ucapan bahagia pasti akan mendapatkan hambatan di dalam hidup ini.

Saudara bisa lihat ya, orang dunia bicara yang bahagia itu miskin atau kaya? Kaya materi, kaya segala macam, tapi bahagia di sini bilang miskin di hadapan Allah, yang mengandalkan Tuhan dan bukan materi. Lalu kemudian orang yang berduka cita yang bahagia, dunia orang yang seperti apa? Memiliki segala sesuatu dan bisa mendapatkan segala yang diinginkan itu adalah yang berbahagia, tetapi di sini menghibur. Orang yang berbahagia menurut dunia adalah orang yang kenyang atau orang yang lapar dan haus? Walaupun kita bisa ngomong, “Oh ini rohani, itu materi” kayak gitu, tetapi Bapak, Ibu bisa lihat orang yang betul-betul mengerti lapar dan haus akan Tuhan, dia punya penguasaan diri terhadap lapar dan haus yang ada di dalam dunia ini. Lalu orang yang berbahagia adalah orang yang murah hati. Menurut orang dunia yang berbahagia itu murah hati atau yang bisa nabung sedikit-sedikit, nahan uang untuk tidak diberikan sembarangan kepada orang? Orang yang berbahagia yang suci hati atau orang yang bisa melampiaskan kedagingan? Orang yang berbahagia adalah orang yang membawa damai atau orang yang egois yang mementingkan hidup dia sendiri dan keinginan dia, nggak peduli orang lain seperti apa?

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kira-kira orang kayak gini bisa nggak hidup dalam dunia ini? Ya pasti bisa kan. Tuhan memanggil kita dan menempatkan kita di dalam dunia ini. Tetapi orang kayak gini, kira-kira bisa hidup tenang tidak di dalam dunia ini? Saya pakai istilah ini untuk sedikit kontradiktif, karena di sini bilang orang yang hidup menurut ucapan bahagia akan hidup di dalam damai, hidup di dalam kebahagiaan. Maksud saya adalah tenang bukan berarti hal itu akan merenggut kebahagiaan dan damai kita, tetapi bisa nggak tenang dalam pengertian orang dunia mendiamkan kita dan tidak mengganggu kita? Saya percaya tidak bisa. Itu sebabnya kalau Saudara baca di dalam kalimat dari ayat yang ke-10 dan 11, di situ Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.”

Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, satu sisi pada waktu kita melihat ucapan di bukit, kita bisa mengerti bahwa ucapan di bukit sungguh-sungguh bisa mendatangkan kebahagiaan dalam hidup kita dan Tuhan menghendaki kebahagiaan yang sejati yang untuk kita alami dalam hidup kita. Tetapi di sisi lain, pada waktu kita menjalankan ucapan di bukit, akan datang aniaya, akan datang penolakan dari dunia terhadap orang-orang yang hidup di dalam kerajaan Tuhan. Jadi dari dua bagian ini kita bisa melihat bahwa khotbah di bukit mengajarkan karakter dari orang-orang yang ada di dalam kerajaan Allah, bukan melalui apa yang kita lakukan, tetapi karakter itu menunjukkan bahwa pribadi kita, kualitas diri kita, itu yang dinyatakan melalui perbuatan kita. Dan Tuhan mengincar kualitas diri kita sebagai anak-anak Tuhan itu. Tetapi yang bagian kedua dari ayat 10 sampai ayat 12 itu berbicara mengenai respons orang-orang dunia terhadap anak-anak Tuhan yang ada di dalam kerajaan Tuhan.

Dunia tidak akan tenang, dunia akan merasa terancam, dan dunia akan menganiaya orang-orang Kristen. Itu sebabnya pada waktu kita berbicara atau Yesus berbicara mengenai khotbah di bukit, Yesus mengatakan apa yang menjadi ciri kalau engkau adalah anak Tuhan? Menarik ya, Yesus nggak ngomong datang ke gereja, melayani Tuhan, berikan persembahan- walaupun itu ada semua, seperti itu – berdoa, tetapi Tuhan ngomong dunia menganiaya kita nggak? Dunia menolak kita nggak? Dunia merasa kita adalah musuh atau bukan? Dunia nyaman dengan kita atau dunia tidak nyaman dengan kita? Atau kalau mau dibalik, kita nyaman dengan dunia atau kita tidak nyaman dengan dunia ini? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, karena dunia pasti memberi respons terhadap anak Tuhan seperti halnya dunia memberi respons terhadap Tuhan kita, Yesus Kristus.

Lalu kemudian kita masuk ke dalam garam dunia dan terang dunia. Maksudnya apa dari bicara tentang ucapan bahagia lalu kemudian masuk ke dalam penganiayaan yang dilakukan oleh orang dunia terhadap diri murid-murid, kemudian Yesus berbicara tentang garam dan terang dunia. Nah di sini maksudnya adalah pada waktu kita mengerti sebagai orang Kristen kita harus hidup dengan karakter Tuhan, dan dunia tidak bisa menerima, dan dunia mulai mengancam kita, apa yang harus kita lakukan? Itu jawabannya di dalam garam dunia dan terang dunia. Kalau saya bandingkan dengan apa yang dunia lakukan, misalnya seperti ini ya, kasihilah orang yang mengasihimu, bencilah orang yang membenci engkau. Garam dan terang dunia itu tidak mengajarkan prinsip ini. Tetapi garam dan terang dunia menyatakan bahwa pada waktu dunia menganiaya engkau, dunia menolak engkau, kita sebagai anak-anak Tuhan tetap tidak boleh kehilangan pengharapan, kita sebagai anak-anak Tuhan tetap harus menjadi terang dan garam di dalam dunia ini. Maksudnya apa terang dan garam? Walaupun di dalam bagian ini tidak dikatakan secara jelas atau eksplisit, seperti itu, tetapi kita bisa menarik satu prinsip dalam satu kata, yaitu walaupun dunia menekan dan menolak kita, orang Kristen tetap harus menjadi orang yang memberi pengaruh di dalam dunia ini. Itu arti dari garam dan terang dunia.

Kok bisa? Karena waktu kita bicara mengenai garam, tujuan garam diberikan, salah satunya untuk apa? Memberi rasa. Tetapi, pada waktu garam bisa memberi rasa, dia harus bagaimana? Melarut. Tetapi, pada waktu garam melarut di dalam makanan untuk memberi rasa, dia hilang, tidak? Dia tidak hilang. Kalau dia hilang, dia nggak ada rasa lagi. Jadi, dia akan bergabung atau dia akan bercampur, tetapi dia tidak kehilangan esensinya sebagai garam itu. Terang juga seperti itu. Kenapa terang itu bisa dikatakan sebagai terang? Karena dia beda dari kegelapan. Tapi ketika terang bersinar untuk menyinari kegelapan, dia tidak kehilangan terangnya, baru dia bisa menerangi kegelapan ini. Maka, itu sebabnya ketika kita bicara tentang menjadi garam dan terang dunia, hal yang kita bisa petik, 1 kata yaitu orang Kristen, walaupun ingin dilindas oleh dunia, dihapuskan dari muka bumi ini, dia tetap harus bisa berdiri dan dia harus bisa memberi pengaruh di dalam dunia ini. Melalui apa? Melalui 2 hal, yaitu kehidupan Kristen dan juga melalui perkataan yang kita katakan atau saksikan. Makanya, tema retreat pemuda kita adalah “Christian Style of Living.” Itu mau menunjukkan bahwa orang Kristen punya gaya hidupnya sendiri yang berbeda dari orang dunia.

Orang Kristen, kalau berani mengatakan diri dia orang Kristen, dia harus memiliki etika Kristen, dia harus memiliki gaya hidup sebagai orang Kristen, dan ketika kita berbicara mengenai gaya hidup ini, Tuhan kembali mengajak kita untuk melihat lebih dalam lagi. Kristen, ketika memiliki gaya hidup, gaya hidup itu bukan sesuatu yang hanya eksternal saja kita tampilkan dalam hidup kita, bukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan melalui kita mempelajari saja apa yang diajarkan kepada diri kita, tetapi gaya hidup Kristen itu adalah gaya hidup yang mulai dari dalam, perubahan hati yang dinyatakan di dalam tindakan di luar. Makanya, kalau Saudara baca di dalam Matius 5:20, di situ, Yesus berkata seperti ini. Matius 5:20, kita baca sama-sama, ya. “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Maksudnya lebih benar bagaimana? Orang Farisi betul-betul setia dan ketat sekali di dalam menjalankan hukumnya. Apa pun, mereka berusaha untuk tidak ada cela sama sekali, tidak ada kesempatan untuk orang mencela atau menyalahkan mereka. Mereka betul-betul berusaha berjuang dengan bayar harga supaya hukum-hukum Musa yang mereka anggap sebagai hukum dari Tuhan itu terjadi dan dijalankan dalam hidup mereka. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mereka tidak pernah lewat waktu berdoa. Siapa di sini, kadang satu hari lupa berdoa? Mereka tidak pernah lupa memberi perpuluhan. Bapak, Ibu, Saudara jalankan perpuluhan nggak? Mereka tidak melewatkan untuk menjalankan Sabat. Siapa di sini yang merasa bahwa kadang kala ada urusan yang lebih penting daripada Sabat? Kecuali dokter mungkin yang menyelamatkan nyawa, ya. Mereka adalah orang-orang yang betul-betul menjalankan sedekah. Kita, kalau ada orang yang datang minta bantuan, rela hati nggak untuk memberikan bantuan atau pikir 100x dulu, baru memberikan bantuan kepada mereka? Dan yang lainnya. Itu orang Farisi.

Saudara, tetapi Yesus berkata, standar itu masih kurang. Kalau kita berkata, standar itu kira-kira adalah standar yang sangat baik, tidak? Pasti baik! Menurut agama, itu luar biasa sekali. Bahkan, kalau kita lihat kehidupan dari Rasul Paulus, Rasul Paulus nggak ada cacat cela sama sekali di dalam menjalankan tuntutan hukum agama. Tetapi aneh lho, ketika Yesus menampakkan diri kepada dia, dia bisa sadar satu hal, yaitu membuat dia membuang semua yang dia kejar sebelumnya dan dia anggap penting. Bukan karena hal itu nggak penting, tetapi dia sadar satu hal, semua itu tidak bisa menjadikan dia orang yang baik, semua itu tidak bisa menjadikan dia orang yang benar di hadapan Tuhan dan dia membutuhkan Kristus untuk menjadi orang yang benar di hadapan Tuhan. Makanya, Yesus berkata di sini, kalau kehidupan keagamaanmu tidak lebih benar daripada kehidupan keagamaan dari ahli Taurat dan orang Farisi, kita nggak memiliki kerajaan Tuhan.

Jadi, sebagai orang Kristen, kita punya prinsip sendiri. Kita punya satu karakter tersendiri yang diberikan dari Tuhan dan yang kita perlu bertumbuh di dalamnya. Kita nggak bisa berkata, “Oh, saya orang Kristen, tapi gaya hidup saya tidak ada bedanya dari orang dunia!” Nggak, tapi kita juga nggak bisa berkata bahwa, “Saya orang Kristen. Saya memiliki gaya hidup dari orang dunia.” Dilihat dari mana? “Perjuangan saya untuk menegakkan apa yang berbeda dari dunia.” Nggak juga, lho! Belum tentu. Tapi, kalau kita adalah orang Kristen, kita ngomong, “Saya orang Kristen, tapi saya adalah orang yang menerima kasih karunia Tuhan, anugerah pembaharuan dari Roh Kudus dalam hidup saya yang membuat saya bisa hidup di dalam kebenaran, di dalam kekudusan, dan juga di dalam cinta kasih.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Alkitab mengajak kita jangan menjadi orang munafik yang hanya menekankan tindakan luar, tetapi mengabaikan kualitas rohani yang ada di dalam. Tapi, untuk bisa bertumbuh di dalam kualitas rohani, kita sungguh-sungguh membutuhkan kasih karunia dan penebusan Kristus, baru kita bisa bertumbuh di situ. Alkitab berkata, jangan tekankan yang satu, lalu abaikan yang lain. Dua-duanya adalah hal yang penting untuk kita jalankan dalam hidup ini.

Jadi, Christian lifestyle itu adalah sesuatu yang Tuhan ingin kita lakukan, walaupun dunia menekan kita. Tujuannya apa? Supaya kita bisa memberi pengaruh di dalam dunia ini. Saudara, mungkin yang dulu-dulu, ketika saya mengkhotbahkan Injil Markus, masih ingat? Di dalam khotbah Injil Markus, saya ada bicara seperti ini. Pada waktu kita melihat dan membandingkan Markus dengan ketiga Injil yang lain, Matius, Lukas, Yohanes, seperti itu, maka kita akan menemukan ada perbedaan yang besar sekali. Perbedaannya dalam hal apa? Mungkin dari penekanan isi dari kitab-kitab itu. Matius bicara tentang kerajaan atau Yesus adalah Allah, Anak seorang Raja. Markus bicara, Yesus adalah seorang Hamba. Lukas bicara, Yesus adalah seorang Manusia. Yohanes bicara, Yesus adalah Allah, seperti itu. Ini bisa menjadi satu perbedaan yang besar dari kacamata kita melihat keempat Injil ini. Tetapi juga ada perbedaan lain, yaitu pada waktu kita membaca bagian akhir dari masing-masing kitab itu. Matius, ada akhir yang jelas. Lukas, ada akhir yang jelas. Yohanes, ada akhir yang jelas. Tapi Markus, nggak jelas. Markus tidak pernah ditutup dengan akhir yang seperti Matius, Lukas, dan Yohanes, tetapi Markus hanya ditutup dengan 1 kalimat bahwa Yesus menampakkan diri, lalu kemudian murid-murid lari dengan ketakutan dan Yesus melalui murid-murid memberitakan kabar Injil.

Boleh dibuka, ya. Markus 16:8. “Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepada siapa pun juga karena takut. Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya. Sesudah itu Yesus sendiri dengan perantaraan murid-murid-Nya memberitakan dari Timur ke Barat berita yang kudus dan tak terbinasakan tentang keselamatan yang kekal itu.” Titik. The end. The end, nggak? Kalau Bapak, Ibu baca, misalnya Injil Matius, ya. Matius 28 ditutup dengan Yesus kemudian memerintahkan kepada murid-murid pergi dan menjadikan seluruh bangsa murid-Ku. Lebih bagus, kan? Tapi, Markus ditutup dengan rasa takut, kegentaran, lalu kemudian, dengan singkat semua pesan itu disampaikan kepada Petrus dan teman-temannya, lalu Yesus melalui perantaraan mereka memberitakan Injil.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, banyak penafsir yang baik mengatakan kalau Markus tidak pernah selesai ditulis dan ditutup dengan baik. Kenapa? Banyak penafsir yang baik juga mengatakan karena cerita Injil itu belum selesai. Cerita Injil, kenapa belum selesai? Bukankah Yesus sudah berkata, sudah selesai? Betul! Tindakan penebusan Yesus sudah selesai dan lunas dan tuntas di atas kayu salib. Ndak perlu lagi ada tindakan penebus yang dilakukan untuk bisa membuat kita diselamatkan, tetapi yang dimaksudkan adalah walaupun tindakan penebusan itu sudah selesai, tetapi kisah dari kerajaan Allah itu belum selesai. Kisah dari Injil itu belum selesai. Kisah dari Injil tetap harus dikabarkan sampai kedatangan Kristus yang kedua kali. Tetapi, melalui siapa? Yaitu melalui jalan hidup kita yang menegakkan kisah Injil di dalam hidup kita. Itu tujuannya. Itu sebabnya ketika kita melihat hidup kita, ketika Saudara melihat hidup dari teman-teman yang ada di kiri, kananmu, seharusnya yang kita perlihatkan itu adalah siapa? Kristus.

Saudara harus menjadi orang di dalam hidup yang menyatakan kasih karunia dan pengampunan. Saudara di dalam hidup harus menyatakan ada di dalam terang dan juga yang memberikan pengaruh di dalam dunia ini. Orang nggak bisa melihat kita sebagai orang yang nggak peduli kebenaran, nggak peduli tentang kekudusan, nggak peduli tentang hal-hal yang rohani. Tidak bisa, karena Tuhan ingin melalui hidup kita, kita memperlihatkan semua kebenaran Injil. Jadi, itu sebabnya, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di awal, saya tadi bilang, pada waktu kita berbicara tentang garam dan terang, garam dan terang itu berbicara mengenai pengaruh, tetapi ketika kita memberi pengaruh, kita tidak dipengaruhi. Tapi, pada waktu kita berkata kita memberi pengaruh dan kita tidak dipengaruhi oleh siapa? Oleh dunia. Melalui apa? Hidup kita cuma ada 2 aspek kok, yaitu rohani dan jasmani, tetapi juga luar dan dalam bicara tentang perbuatan dan perkataan. Itu yang harus kita saksikan.

Nah, yang kedua adalah berkaitan dengan ini, kenapa kita harus saksikan ini dan terus bertahan hidup di dalam aspek ini? Karena dunia atau di dalam bagian ini memberikan kita satu pengertian kalau dunia ada di dalam kegelapan atau di dalam dosa. Dari mana? Kalau kita memberi garam, kita adalah garam, berarti dunia tidak asin. Kalau kita adalah terang, berarti dunia adalah gelap. Saya kira saya nggak perlu jabarkan lebih panjang ya, karena kita sering kali bicara tentang ini dan keterbatasan waktu. Tapi saya mau bicara, dunia ada dalam keadaan gelap atau berdosa dan dunia yang berdosa ada di dalam keadaan yang tidak mungkin membaik. Saya ulangi ya. Dunia yang di mana kita tinggal, itu adalah dunia yang berdosa dan dalam keadaan gelap. Dan dunia yang berdosa atau dalam keadaan gelap tidak mungkin menjadi dunia yang lebih baik dan ada terangnya dari diri dia sendiri. Itu sebabnya di retreat kemarin saya ada bilang, kita kalau mengejar arti bahagia di dalam dunia yang berdosa ini, yakinlah Saudara nggak akan menemukan kebahagiaan itu. Karena dunia di dalam kegelapan. Saudara bisa lihat di dalam surat Paulus kepada Timotius, di situ ada kalimat yang mengatakan, “Makin hari jangan kira orang akan membuka telinganya untuk mendengar kebenaran tentang Tuhan. Jangan kira orang datang untuk beribadah kepada Tuhan. Tapi makin hari yang terjadi adalah orang akan datang untuk memuaskan apa yang menjadi keinginan di dalam hati dia.”

Salah satu contohnya yang sering kali kita dengar adalah, kalau kita bertanya, Bapak, Ibu, Saudara, pernah nggak ke gereja GRII? Oh pernah. Lalu kok sekarang Bapak, Ibu, Saudara nggak ke gereja GRII lagi? Lalu mereka mengeluarkan kalimat, “karena saya lebih cocok di gereja anu. Maka saya nggak ke GRII.” Lalu, “cocoknya dalam hal apa?” “Oh di sana pujiannya bagus. Lagunya juga menyentuh hati dan menggerakkan perasaan. Saya merasa Tuhan betul-betul hadir di tempat itu. Tapi GRII saya tahu firmannya bagus, cuma sayang lagunya garing.” Misalnya kayak gitu. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mohon tanya, itu satu contoh simple lah, saya nggak mau menghakimi dengan satu kalimat itu untuk mengatakan orang ngomong nggak bener. Tapi yang saya mau ajak Bapak, Ibu, Saudara renungkan adalah, yang membuat kita memilih sebuah gereja, nyaman di dalam gereja itu, ada banyak faktor. Tetapi faktor yang paling penting yang menentukan kita untuk bisa datang ke gereja itu, dan ada di gereja itu, dan bergabung di dalam gereja itu apa? Firman kan? Lagunya gimana? Lagunya juga penting. Tetapi yang mau saya tanyakan adalah kalau kita datang ibadah untuk mendapatkan firman, dan dari firman itu kita bisa menyembah Tuhan secara lebih benar, misalnya kayak gitu ya, betul kan? Yang kita sembah siapa? Tuhan. Yang kita senangkan siapa? Tuhan. Urusan Tuhan itu sama nggak dengan kedagingan? Nggak. Kalau gitu kira-kira pujian yang kita naikkan kepada Tuhan harus sesuai nggak dengan perasaan suka kita yang kedagingan? Nggak tentu kan. Saya bukan ngomong kita nggak bisa menikmati pujian yang benar ya. Kita bisa. Tetapi sering kali kita jadikan perasaan kita patokan untuk menyatakan saya sudah beribadah kepada Tuhan. Itu salah.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, jangan kira dunia makin lama makin membaik. Yang ada adalah dunia makin lama makin jatuh di dalam dosa dan jauh di dalam dosa atau kegelapan. Saya pernah di dalam satu kelompok penginjilan, saya ambil ilustrasi kayak gini, kenapa dunia itu makin lama makin tidak mungkin bisa memperbaiki dirinya sendiri? Karena itu kayak Saudara mengharapkan seekor kucing mengeluarkan suara anjing. Atau seekor kucing menjadi anjing. Itu nggak mungkin. Itu sama dengan Saudara mengharapkan orang berdosa yang adalah kucing itu menjadi orang kudus, yang adalah anjing itu. Saya ilustrasi ini agak kasar ya. Tapi maksud saya adalah ini bisa bicara mengenai dua natur yang beda sekali. Orang berdosa adalah orang berdosa. Mungkin nggak melakukan hal-hal yang baik dan benar. Naturnya berdosa mana mungkin. Makanya kalau kita mengharapkan orang berdosa melakukan sesuatu yang benar dari dalam dirinya sendiri yang berdosa, di mana dia mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk melakukan itu? Nggak bisa. Makanya dari sini saya katakan di dalam dunia, ilustrasi atau analogi mengenai garam dan terang itu mengindikasikan kalau dunia itu gelap. Dan dunia yang gelap nggak mungkin menjadi terang dari dirinya sendiri. Tetapi kita yang ada di dalam terang dan kita yang ada di dalam Kristus harus menjadi terang dan garam di dalam dunia ini. Artinya apa? Keberadaan kita walaupun ada di dalam dunia, kita tetap harus tidak dipengaruhi oleh dunia. Tetapi juga ada satu kalimat penting di sini, satu-satunya pengharapan orang dunia itu hanya ada di dalam hidup orang Kristen.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ulangi saya ngomong ya. Satu-satunya pengharapan bagi dunia adalah orang Kristen. Kenapa? Ayo kenapa? Kalau Bapak Ibu bandingkan dengan kisah Kejadian di mana Tuhan ingin menghancurkan Sodom dan Gomora, di situ Abram berdoa di hadapan Tuhan, berkata kepada Tuhan, “Tuhan, Engkau kan Hakim yang adil, masak kah Engkau akan menghancurkan Sodom dan Gomora? Bagaimana kalau ada orang benar di Sodom Gomora itu? Bagaimana kalau ada 50 orang yang benar di Sodom Gomora itu, Engkau hancurkan tidak?” Tuhan ngomong tidak. Kalau 45? Tidak. 40? Tidak. 30? Tidak. 20? Tidak. 10? Tidak. Habis itu Tuhan pergi karena di Sodom Gomora yang bener berapa orang? Cuma satu. Bahkan istri dan anak Lot pun nggak bener. Makanya istrinya mati dan anak Lot nggak bener dari mana? Dari tindakannya memperkosa ayahnya sendiri, yang akhirnya melahirkan Moab dan Amnon yang tidak pernah bisa masuk ke dalam kerajaan Tuhan atau umat Tuhan. Tetapi pada waktu Lot dibawa keluar, dan keluarganya yang turut diberkati oleh kehadiran Lot itu turut mendapati anugerah untuk keluar dari Sodom dan Gomora maka di hari itu juga Sodom, Gomora musnah. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, keberadaan kita di dalam dunia ini adalah bertujuan untuk memberi pengaruh pada dunia ini. Tetapi keberadaan kita di dalam dunia ini dengan cara apa memberi pengaruh? Salah satu yang penting adalah bukan hanya memberi rasa berbeda dengan segala macam tetapi untuk menahan kejahatan, menahan dosa.

Ada satu kisah seorang pemudi bernama Ellen Ewing, dia baru berusia 22 tahun. Dia adalah seorang Kristen. Pada waktu dia mati, ya pakai istilah, seluruh misionaris pada zaman dia itu menangisi pemudi ini. Tapi kalau ditanya kenapa dia ditangisi? Ini orang yang penting sekali nggak? Ya kalau ditangisi ratusan bahkan ribuan orang, itu pasti orang yang penting sekali. Tetapi apa signifikansi dari orang ini sehingga para misionaris itu menangisi dia? Apa dia seperti Pdt. Stephen Tong yang punya banyak karunia? Tidak. Dia bukan orang yang memiliki karunia musik, dia bukan orang yang memiliki karunia yang besar, supranatural seperti itu, dia bukan seorang yang, bahkan menjadi atau sudah menjadi seorang misionaris yang pergi ke satu daerah dan memenangkan banyak jiwa kepada Tuhan. Tetapi menariknya adalah, dia punya disiplin rohani yang luar biasa sekali. Tiap pagi jam 5 dia pasti akan bangun, baca Alkitab dan mendoakan satu per satu missionaris yang ada. Dan dia punya tiga buku yang isinya nama dari para missionaris yang ada di dalam dunia ini. Ratusan nama tiap hari dia doakan. Lalu bukan hanya itu saja, dia juga adalah seseorang yang punya pengaruh yang besar sekali di dalam hal kekudusan. Kalau ada anak-anak muda ngobrol atau orang-orang ngobrol kayak gitu, ngobrol sesuatu yang tidak baik, begitu Ellen Ewing lewat, mereka akan ngomong, “Sssssttt…!” Lho kenapa? Ada Ellen Ewing lewat.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita ngomong kayak gini ya, mungkin kita ketawa ya. “Ellen Ewing lewat.” Atau misalnya kayak gini, Bapak, Ibu lagi obrolin sesuatu yang mungkin kurang baik, lalu saya lewat, lalu “Ssssttt ada Pdt. Dawis lewat.” Mohon tanya, konotasinya negatif atau positif? Negatif ya. Tapi Bapak, Ibu harus lihat dari sisi positif, yaitu apa? Tanpa disadari, keberadaan dari Ellen Ewing itu memberi pengaruh positif. Orang tidak sembarang bicara hal yang berdosa. Tetapi dia memberi satu kesan kekudusan ketika dia hadir di tempat itu. Pengaruh. Saudara, Tuhan ingin kita jadi terang dan garam. Pengaruh apa yang Saudara berikan dalam hidupmu? Renungkan itu baik-baik. Sudahkah tujuan Tuhan di dalam menebus kita tercapai melalui pengaruh yang kita berikan? Atau ketika kita lewat justru gosip dan segala pembicaraan makin hangat? Celakalah kita kalau seperti itu. Tuhan kiranya memberkati kita ya. Mari kita masuk dalam doa.

Kami sekali lagi bersyukur Bapa, untuk firman yang boleh Engkau nyatakan bagi kami, kami sungguh bersyukur untuk kebenaran yang boleh senantiasa menyadarkan akan kasih karunia Kristus tetapi juga akan identitas diri kami sebagai anak Tuhan yang mendapatkan kasih tersebut. Tolong kami ya Tuhan, di dalam iman kami boleh berjalan bersama dengan Tuhan dan di dalam iman Engkau juga boleh memberikan kepada kami kekuatan untuk kami berjalan di dalam terang dan juga memberi pengaruh di dalam hidup kami. Pakai kami ya Tuhan dan khususnya anak-anakMu yang mengikuti retreat pada hari kemarin dan sampai hari ini, biarlah setiap sesi yang mereka lalui boleh menjadi satu sesi yang memberikan pengaruh dan perubahan di dalam hidup mereka. Mereka ketika pulang dari retreat ini mereka bukan diri mereka yang sama seperti ketika mereka baru hadir di dalam retreat ini. Kami rindu kasihmu dan kebenaranmu boleh sungguh-sungguh dinyatakan. Di dalam nama Tuhan Yesus yaitu Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami telah berdoa. Amin. (HS)