Paulus berlayar ke Roma
Kis. 27:1-44
Pdt. Dawis Waiman
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, sebelum kita masuk ke dalam pembahasan, saya mau ajak kita melihat kepada peta perjalanan dari Rasul Paulus ya. Jadi kalau kita dengar kayaknya semuanya abstrak, nggak tahu di mana kotanya, di mana tempatnya, jalur perjalanan itu seperti apa. Kalau Bapak, Ibu lihat dari sisi sebelah kiri, Bapak, Ibu, saya nggak ada pointer, ya, jadi saya jelasin aja. Di situ ada tulisan paling besar ”Nabatea”. Di atas Nabatea sedikit itu adalah Yudea. Dan di atas Yudea itu ada Kaisarea Maritima. Paulus berangkat dari Kaisarea, menuju, semula adalah ke Sidon, naik ke atas sedikit. Lalu di Sidon itu Paulus diizinkan oleh Perwira Julius untuk mengumpulkan segala kebutuhan yang diperlukan di dalam perjalanan menuju Roma. Roma itu adalah di pojok kiri atas, yang tulis Itali itu. Lalu perjalanan mereka mulai dari Sidon itu menuju kepada Myra, itu di Lycia, naik ke atas, lalu kemudian di Lycia atau di Myra, mereka ganti kapal, dan dari Myra itu kemudian mereka berlayar menuju Cnidus, dan dari Cnidus kemudian ke Salmone itu di kepulauan Kreta. Lalu dari Salmone menuju kepada, apa itu, namanya susah, bukan Malta, Salmone, mereka melawati tanjung sampailah mereka pada sebuah tempat bernama Pelabuhan Indah, dekat kota Lasea. Antara itu, sudah banyak waktu yang hilang, jadi ini ya, dari Salmone menuju ke Lasea, ini sudah mengalami kesulitan di dalam pelayaran karena angin yang cukup kuat. Dan di sinilah Paulus kemudian memberikan peringatan kepada perwira, kepada nakhoda kapal, untuk supaya tidak meneruskan perjalanan lagi. Mengapa mereka tidak boleh meneruskan perjalanan? Karena menurut perhitungan waktu saat itu, yaitu di bulan Oktober, perjalanan akan menjadi sulit dan berbahaya sekali. Lalu, kepala kapal itu nggak mau mendengar bersama perwira karena mereka anggap Lasea ini adalah tempat yang tidak baik untuk bermalam di situ selama musim dingin, maka mereka memutuskan untuk ke Phoenix di sini. Tapi dalam perjalanan mereka, tiba-tiba ada angin, kalau di bahasa inggris namanya ”Northeast” dari utara dan timur yaitu angin timur tenggara, ya. Timur tenggara itu mendorong mereka akhirnya ke tengah lautan dan di sini mereka terombang-ambing dengan hebat sekali, selama 3 hari, di tengah-tengah laut, nggak bisa ngapa-ngapain, dan akhirnya mereka kemudian terdampar di Pulau Malta. Nah, itu akhir cerita kita pasal 27, ya. Jelas, ya, di sini ya, Malta, ya.
Ok, nah sekarang kita masuk ke dalam pemberitaan firman. Untuk apa Lukas mencatat perjalanan ini? Bukankah lebih baik Lukas itu hanya mencatat kalau Paulus mulai dari daerah Kaisarea kemudian tiba-tiba muncul di Roma, seperti itu, lalu bersaksi di sana. Tapi kenapa Lukas itu meluangkan waktu sampai 44 ayat bercerita tentang perjalanan Paulus bersama Lukas, bersama Aristatus, dan kesulitan yang mereka hadapi di dalam perjalanan tersebut. Bahkan, pasal 28 juga menceritakan ketika mereka terdampar di Malta, apa yang terjadi, di Malta tersebut dan nggak langsung masuk ke ayat yang ke-11, Paulus tiba di Roma. Sehingga banyak orang berpikir bahwa ini adalah satu cerita yang sebenarnya nggak ada gunanya sama sekali, dan tidak perlu masuk di dalam Kisah Para Rasul dan kita baca sampai hari ini. Tapi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita perhatikan lebih detail di dalam konteks dari perjalanan Rasul Paulus ini, maka saya melihat bahwa Lukas itu memiliki satu tujuan yang sangat jelas sekali ketika dia memasukkan pasal 27 ini, yaitu untuk menyatakan kepada kita kalau ketika Tuhan sudah merencanakan satu hal di dalam kehidupan seseorang, dan di dalam kasus ini adalah di dalam kehidupan Rasul Paulus, dia harus pergi menuju ke Roma, dan hal itu sudah dikatakan mulai dari pasal 23 ayat yang ke-11, maka dia pasti tiba di Roma walaupun ada bencana, ada kesulitan, ada badai yang menerpa perjalanan mereka pada waktu itu.
Jadi ini adalah satu hal yang saya lihat penting dan ini adalah satu cerita yang walaupun kelihatannya sederhana, bisa memberikan kekuatan dan pengharapan di dalam kehidupan dari orang-orang Kristen ketika menjalani hidup ini. Maksudnya bagaimana? Kita nggak pernah naik kapal, ya, sekali-kali mungkin perjalanan naik kapal. Kalau ada di antara kita yang dari NTT, Kupang, dari Papua, seperti itu, mungkin perjalanan selain dari naik pesawat ada yang harus menempuh dengan kapal, yang berhari-hari, yang juga mungkin juga bisa mengalami badai dalam kehidupan mereka. Atau paling kita menempuh perjalanan melalui pesawat, yang rasanya walaupun kita terbang kadang-kadang bisa ada turbulensi yang membuat pesawat itu bergetar atau kadang-kadang mengalami satu vakum udara yang jatuh membuat pesawat itu jatuh di atas langit. Saya pernah mengalami hal itu waktu saya usia belasan tahun dalam perjalanan menuju ke Amerika bersama dengan orang tua. Lumayan seru, mendadak kayak naik roller coaster; naik ke atas langsung jatuh ke bawah, seperti itu, dalam kondisi udara yang vakum.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, tetapi berapa banyak orang mengalami hal itu? Jadi apa signifikansi berbicara mengenai pergumulan dari Rasul Paulus dan rekan-rekannya ketika mereka berjalan menuju ke Roma pada hari itu? Saya lihat ini walaupun bercerita tentang kapal, satu perjalanan yang mungkin berbeda sekali dengan perjalanan kita ketika kita pergi ke luar negeri hari ini, tetapi tiap orang Kristen, tiap manusia di dalam hidupnya pasti tidak pernah lepas dari yang namanya pergumulan bukan? Kita dalam hidup pasti pernah mengalami yang namanya badai. Tidak ada satu orang pun di dalam kehidupan ini, yang dari lahir sampai mati, tidak pernah ada masalah di dalam hidupnya. Ada orang yang mungkin di-PHK, maka dia mengalami kesulitan karena tanggungan saat itu ada istri dan anak-anak, sehingga dia kesulitan untuk membiayai hidup. Ada orang yang mungkin ada keributan di dalam rumah tangga. Ada orang yang mungkin ditipu oleh orang lain. Ada orang yang mungkin ditinggal mati oleh keluarga yang dikasihi, orang tua, atau pasangan hidupnya. Ada orang yang mengalami sakit, yang dinyatakan oleh dokter tidak ada obat untuk menyembuhkan dirinya lagi. Ada orang yang terus bergumul di dalam kehidupan ini, tetapi kelihatannya pergumulan itu tidak pernah selesai-selesai dalam kehidupan dia, begitu sulit sekali untuk lewati hari demi hari dalam hidup dia.
Saya pernah dihampiri oleh satu pemuda yang berkata dia tidak menggunakan nama dia, tapi dia berbicara kalau ada temannya, atau ada orang yang mengalami yang namanya sakit auto-immune. Lalu apa yang terjadi ketika dia mengalami auto-immune? Dia nggak bisa memakai pakaian karena sekujur tubuhnya itu mengalami sakit yang luar biasa sekali. Dia seorang perempuan. Gimana orang seperti ini ketika penyakitnya lagi kambuh dia punya kekuatan untuk bisa melewati kehidupannya yang ada dalam kondisi yang begitu sakit? Dia sempat bertanya tentang kebaikan Tuhan di dalam hidup dia. Dia sempat mempertanyakan apakah sungguh-sungguh Tuhan itu ada dan menyertai kehidupan diri dia. Dan dia sempat tidak mau ke gereja karena sakit yang dia alami.
Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita berbicara mengenai kehidupan ini, saya yakin sekali kalau ada orang yang mengajarkan hidup Kristen itu akan baik-baik dan ada di dalam jalur yang lancar sampai kematian memisahkan kalau dia dipimpin dan diberkati oleh Tuhan itu adalah omong kosong. Nanti kita akan lihat dari perjalanan Paulus sendiri kalau ketika dia berjalan itu, itu adalah sesuatu yang merupakan pimpinan Tuhan. Tetapi pimpinan Tuhan itu meniadakan pergumulan hidup-mati atau tidak, itu akan kita liaht lebih jelas ya. Dan itu sebabnya pada waktu kita melihat pada cerita dalam Kis. 27 ini, ini menjadi satu kisah yang memberitakan kepada kita mengenai providensi Tuhan di dalam kehidupan anak-anak-Nya. Saya pakai istilah “providensi” karena ini menjadi satu istilah yang umum di kalangan orang Reformed, untuk menyatakan bahwa Tuhan akan memimpin dan Tuhan akan memelihara kehidupan dari anak-anak-Nya. Dan pada waktu Tuhan memimpin dan memelihara kehidupan anak-anak-Nya, hal itu adalah sesuatu yang dilakukan bukan berdasarkan apa yang menjadi keinginan dan harapan kita tetapi hal itu dilakukan berdasarkan kedaulatan Allah sendiri, hak Allah yang berdaulat, tetapi disertai dengan perhatian dan kasih-Nya kepada anak-anak-Nya. Untuk apa? Dia ingin melalui kehidupan kita, kita menyatakan nama Tuhan atau menjadi kesaksian bagi nama Tuhan. Itu yang menjadi tujuan yang kita bisa pelajari dari Kis. 27 ini.
Nah, untuk itu, hal pertama yang perlu kita lihat di dalam bagian ini adalah pada waktu anak Tuhan berjalan dalam hidupnya, kita harus menyadari hal pertama yang penting, bahwa hidup kita itu tidak ada di dalam tangan kedaulatan kita. Saya ulangi ya. Bapak, Ibu jangan pernah berpikir bahwa saya yang menjalani hidup ini, maka itu berarti bahwa saya yang memiliki hidup ini, saya yang merencanakan semuanya, maka itu berarti saya yang harus menguasai segala sesuatu dan segala sesuatu harus berjalan sesuai dengan rencana saya. Tidak! Yang benar adalah pada waktu kita menjalani hidup ini, kita harus mengerti sekali bahwa Allah lah yang memiliki kedaulatan atas hidup kita atau Allah yang berdaulat atas kehidupan kita, termasuk juga untuk memimpin kita masuk ke dalam badai. Itu menjadi unsur yang penting.
Saya pernah ketika berjalan-jalan di gang rumah, lalu bertemu dengan seorang yang juga Kristen. Pada waktu itu dia memberi satu kesaksian mengenai dia berjumpa dengan Tuhan, Tuhan kelihatannya duduk di atas takhta yang begitu besar sekali yang warna putih berkilauan. Saya tanya “Kok tahu itu Tuhan?” Tapi dia merasa yakin sekali itu adalah Tuhan dan di dalam pembicaraan yang dilakukan dia berkata satu hal, “Tuhan itu selalu akan melakukan yang baik dalam hidup kita, Tuhan tidak pernah merencanakan sesuatu yang jahat dalam hidup kita.” Pada waktu saya berkata bahwa kadang-kadang Tuhan bisa mimpin kita masuk ke dalam hal yang jahat dalam hidup kita menurut diri kita, dia bilang “Nggak, nggak mungkin Tuhan lakukan itu. Kalau ada sesuatu yang jahat terjadi dalam hidup kita itu adalah hal yang berada di luar kehendak Tuhan.” Betul nggak? Sayangnya manusia berpikir seperti itu, manusia boleh menimbang-nimbang, tetapi pikiran Tuhan dan jalan Tuhan berbeda. Kita berpikir bahwa ada hal yang jahat, ada hal yang baik. Hal yang jahat di luar dari kontrol dari Tuhan, hal yang baik yang ada di dalam kontrol Tuhan. Bersyukur Alkitab mengajarkan tidak demikian. Bersyukur Alkitab mengajarkan yang baik ada di dalam kontrol Tuhan, tetapi yang jahat juga ada di dalam kontrol Tuhan. Itu Tuhan kita. Mengapa hal ini menjadi unsur yang penting sekali?
Saya juga pernah berbicara pada waktu di KTB di Solo, kita dulu ada KTB cycling di mana orang-orang yang naik sepeda road bike, waktu musim road bike begitu gencar sekali, akhirnya dikumpulkan ada belasan orang di situ yang setiap minggu kita kumpul satu kali. Lalu dari pembicaraan ada yang ngomong seperti ini “Pak, orang ini percaya kalau kematian itu di luar dari kehendak Tuhan, itu dari si jahat.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau andai kata hal itu benar, kematian itu di luar dari kehendak Tuhan karena itu adalah hal yang jahat dan bersumber dari si jahat, kalau andai kata ada keluarga kita yang kita sayangi sekali mengalami kecelakaan, mengalami kematian, mengalami suatu penyakit yang menurut vonis dokter nggak ada obatnya sama sekali, dan kita tahu hal itu adalah dari si jahat dan Tuhan nggak bisa berbuat apa pun atas dirinya, masih perlu doa nggak? Masih perlu berharap tidak sama Tuhan? Saya yakin nggak. Dan yang terjadi adalah kita satu sisi sepertinya percaya kepada Tuhan, tapi di sisi lain kita merasa putus asa karena saya nggak bisa melakukan sesuatu untuk menolong saudara saya, keluarga saya yang sangat saya cintai itu dan bahkan Tuhan sendiri tidak bisa melakukan apa-apa. Celaka!
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kita bersyukur sekali bahwa Alkitab mengajarkan kalau di dalam dunia ini tidak ada satu peristiwa pun yang jahat atau pun yang baik yang di luar dari Tuhan punya kuasa dan kendali. Itu yang dinamakan oleh Kitab Suci Dia adalah Allah yang Maha Kuasa. Tetapi Alkitab juga menyatakan bahwa Dia adalah Allah yang berdaulat, Allah yang berkuasa itu adalah Allah yang berdaulat. Maksudnya apa? Maksudnya adalah Dia memiliki kuasa untuk menjalankan segala sesuatu menurut rencana dari kehendak diri Dia sendiri dan tidak ada satu pun manusia di dalam dunia ini yang bisa bertanya dan mengubah kehendak Tuhan itu.
Tadi di dalam lagu “God and God Alone” ada satu kalimat yang muncul di situ; kenapa kita harus meninggikan Tuhan dan hanya Tuhan saja? Karena Dia mencipta dan Dia juga adalah Allah yang memelihara melalui segala sesuatu yang terjadi di dalam alam harus menyatakan kemuliaan Tuhan karena Tuhan menaruh itu di dalam diri dari ciptaan. Tetapi di situ ada satu kalimat, “Bahkan yang perkasa dan yang lemah sekalipun tidak bisa mengubah rencana dan kehendak Tuhan.” Itu namanya berdaulat. Kita kalau bisa dipengaruhi oleh orang dan bahkan orang itu sepertinya punya dengan kata “iman” untuk datang kepada Tuhan dan berdoa kepada Tuhan meminta Tuhan mengikuti apa yang kita inginkan, Dia namanya tidak berdaulat. Tapi kalau Dia adalah Allah yang berdaulat, Saudara merasa kalau hidup Saudara nggak layak seperti itu, saudara merasa bahwa saudara punya kesulitan-kesulitan yang begitu menekan sekali dan seharusnya Tuhan yang baik dan penuh kasih itu tidak mengizinkan Saudara melewati semua itu tapi dia izinkan dan Saudara komplain kepada Dia dan bisa terjadi seperti itu, ya mungkin pertama adalah karena itu sesuai dengan kehendak Tuhan. Kedua adalah mungkin juga kalau semua keinginan Saudara diikuti, hati-hati mungkin dia bukan Tuhan. Paham ya?
Kenapa orang-orang di dalam dunia ini, ketika beribadah berusaha mencari dewa, berusaha mencari hal-hal yang baik dari Tuhan yang bisa mendengarkan diri dia? Tujuannya untuk apa? Supaya bisa dikontrol. Saya butuh sesuatu, saya datang kepada siapa? Kalau datang ke orang yang nggak bisa menolong saya ada gunanya nggak? Karena itu saya butuh Tuhan kan? Supaya apa? Tuhan menolong saya. Kalau Tuhan nggak bisa menolong saya ada gunanya nggak? Makanya manusia menciptakan allah atau ilah dalam hidup dia, supaya dia pikir tetap ada allah dalam hidupnya, tetapi allah itu bisa dikontrol oleh tangan dia dan keinginan diri dia. Alkitab bilang itu bukan Allah, itu adalah ilah. Itu adalah berhala yang dicipta oleh manusia. Allah yang sesungguhnya adalah Allah yang nggak bisa dikontrol oleh manusia dan Dia berlakukan segala sesuatu menurut dan yang sesuai keinginan dan kehendak Dia. Dan ketika Dia melakukan sesuatu, yang kita bisa lakukan hanya tunduk dan menjalankan tanpa bisa bertanya Tuhan, “Engkau tidak adil ya? Aku minta keadilan.” Itu Ayub. “Tuhan apa dosaku? Selama hidupku aku berjalan di dalam kebenaran, kenapa Engkau menimpakan segala kecelakaan yang begitu hebat dalam hidupku? Ayo Tuhan aku menantang Engkau.” Manusia nggak bisa ngomong seperti itu. Ayub bisa berkata seperti itu karena Tuhan izinkan dia berkata seperti itu, karena Tuhan ada rencana lain yang lebih besar dari keterbatasan pikiran Ayub untuk mengerti jalan hidup dia di dalam terang rencana dari Tuhan Allah.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Tuhan kita adalah Tuhan yang mengatur segala sesuatu. Dia berdaulat atas segala sesuatu, dan kita boleh bersyukur sekali karena itulah yang boleh memberikan kepada kita rasa tenang, aman, dan hati yang damai sejahtera di tengah-tengah dunia ini. Karena kita tahu bahwa tidak ada sesuatu pun yang ada di luar dari kuasa dan kontrol dari Tuhan Allah. Dalam hal apa? Dalam semua hal. Semua hal itu berkaitan dengan apa? Segala sesuatu yang bahkan menurut pemikiran kita adalah hal yang mustahil untuk terjadi. Itu ada di dalam kontrol Tuhan.
Di dalam kesaksian dari Pdt. Stephen Tong di hari Jumat Agung kemarin, ada orang yang komplain dengan saya, beberapa orang. “Pak, menurut Bapak gimana kebaktian Jumat Agung?” Saya noleh, “Maksudnya gimana?”, “Bapak nggak ngerasa Pak?”, “Maksudnya sharing-nya kepanjangan?”, “Iya itu sharing-nya kepanjangan, nggak pantes taruh di situ sharing-nya.” Lalu saya ngomong, “Kalau nggak pantes di hari itu kapan lagi?” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kapan waktu yang pantas untuk Pak Tong memberi tahu segala pimpinan Tuhan dan jawaban Tuhan di dalam kehidupan pelayanan Pdt. Stephen Tong. Ya di hari di mana dia di-relay di seluruh cabang GRII kan? Bukan cuma di pusat, tapi itulah yang menjadi satu kesempatan dia bisa berbagi sukacita, berbagi bagaimana Tuhan memberkati gerakan Refromed Injili Indonesia ini. Dan di dalam kalimat yang Pak Tong saksikan, “Ada satu doa yang saya doakan, bagi saya itu adalah hal yang tidak mungkin terjadi sama sekali, tapi Tuhan memberi jawab.” Yaitu apa? Ijin Universitas CIT. Di situ Pak Tong bilang, “Pak, tahu tidak semua orang yang ingin mendirikan Universitas di Indonesia, mereka tidak mungkin bisa mendapatkan ijin, karena di dalam satu hari pemerintah harus meng-ACC 200 izin, tetapi yang hanya boleh di-ACC adalah satu. Lalu mau tunggu berapa lama kalau CIT masukin permohonan izin itu? Berapa ratus tahun baru hal itu bisa terwujud. Makanya Pak Tong bilang, “Aku berdoa kepada Tuhan meminta sesuatu yang mustahil, tapi bersyukur kepada Tuhan, Tuhan menjawab hal itu dalam hidup kita, hidup dia.” Sehingga kita sekarang punya ijin Universitas CIT dan bukan Institute Calvin lagi. Eh salah ngomong ya, bukan Universitas CIT ya tetapi apa ya, Calvin University of Technology mungkin. CUT jadi ya bukan CIT lagi.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, itu adalah Tuhan kita. Misal ambil contoh yang lain ya, saya sendiri ngalami satu hal terus terang, selama kita mengajukan izin dari gereja ini saya nggak pernah berpikir, satu sisi saya beriman kepada Tuhan, Tuhan pastilah genapi izin gereja kita, tapi saya nggak pernah berpikir kapan waktunya itu. Karena di dalam sejarah, maaf ya saya ngomong ini, sejarah dari DIY, di kota, pada waktu kita punya izin dikeluarkan itu adalah itu adalah pertama kali izin dikeluarkan setelah 7 tahun nggak pernah ada izin. Dan kita mengajukan izin itu selama 5 tahun, dan lempar sana, lempar sini. Dan bahkan di hari terakhir ketika kita menantikan izin itu, orang-orang sudah ngomong saya seperti ini, Pak Patria juga ngomong sama saya “Pak, tahu nggak, melalui konsultan, ini sudah mau lebaran.” Puasa, persis ini kita keluar izin itu persis dua tahun dari hari ini. Karena izin kita persis dikeluarkan 1 hari sebelum libur lebaran. Pada waktu itu, waktu kita sudah lewat untuk pengurusan izin. Harusnya sudah dikembalikan. Karena kita punya revisi itu belum masuk ke dalam pemerintah. Sehingga kalau pemerintah betul-betul saklek berdasarkan hari lamanya izin revisi itu harus diserahkan, kita punya izin sudah ditolak. Dan kita harus ajukan lagi dengan satu permohonan yang baru untuk izin gereja. Tapi bersyukur nggak tahu gimana caranya, hal itu bisa ditahan, tahan, tahan, sampai kita submit revisi itu. Lalu setelah itu, satu hari sebelum lebaran, diomongin “Izin kita sudah keluar”. Eh, dua hari sebelumnya. Satu hari lebaran, sebelumnya saya ngomong kayak gini: “Pak, kayaknya bulan depan, setelah lebaran deh, baru kita terima semua dokumennya.” Nggak tahunya 1 hari sebelum lebaran, pemerintah langsung panggil kita untuk menerima dokumen izin itu di tangan kita, secara hard copy.
Saudara, ini yang saya belajar dari Pdt. Stephen Tong, kita sering kali berpikir nggak mungkin. Tuhan nggak mungkin lah bisa melakukan sesuatu. Kita percaya bahwa Tuhan Maha Kuasa. Secara doktrin, secara pengajaran, secara pengetahuan, kita tahu Tuhan itu Maha Kuasa. Tapi dalam praktik hidup, kita selalu bertanya “Nggak mungkin lah Tuhan sanggup untuk melakukan hal ini”. Kita kayak orang ateis. Secara praktik, secara teologis dan secara pengetahuan mungkin kita ngomong “Tuhan ada” tapi secara praktik, kita nggak mengakui Tuhan ada. Saya yakin sekali salah satu dari wujud kita percaya kepada Tuhan, itu adalah kita percaya Tuhan berdaulat untuk melakukan segala sesuatu dan berkuasa untuk memenuhi apa yang menjadi kehendak-Nya walaupun hal itu adalah sesuatu yang merupakan hal yang tidak mungkin di dalam dunia ini. Itu hal yang penting, ya, yang pertama.
Tetapi hal yang kedua, juga berkaitan dengan kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu ini, Itu adalah ditandai dengan; pada waktu kita adalah orang yang ada di dalam kehendak Tuhan, hal itu tidak harus berarti bahwa kita berjalan di luar daripada rencana Tuhan, di luar daripada badai. Atau istilah lainnya adalah, kalau hal itu kehendak Tuhan, maka sama dengan tidak ada badai, kalau hal itu nggak sesuai dengan kehendak Tuhan, maka sama dengan ada badai, kayak gitu. Nggak! Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam Kitab Suci, itu dinyatakan kasus-kasus tertentu, di mana Tuhan bisa mendatangkan badai pada orang yang berjalan di luar dari kehendak Tuhan. Contohnya siapa? Itu lho, yang terkenal sekali di Sekolah Minggu, Yunus. Pada waktu Tuhan berkata “Pergi ke Niniwe! Beritakan tentang penghakiman Tuhan kepada Niniwe!” Yunus ngomong “Nggak mau!”. Tuhan panggil lagi. Dia langsung cepet-cepet pergi ke pelabuhan. Dia cepet-cepet beli tiket. Pokoknya tiket yang membawa dia pergi ke tempat yang paling jauh. Paling jauh itu di mana? Paling jauh dari Niniwe? Jadi kalau Niniwe pergi ke Timur, dia pergi berlayar ke Barat. Supaya dia tidak mungkin pergi ke Niniwe lagi. Akhirnya, di tengah perjalanan kapal itu, Tuhan mendatangkan badai yang besar. Terombang-ambing, sama seperti yang Paulus alami di tempat ini. Nggak ada pengharapan lagi, di tengah-tengah orang-orang yang ada di kapal. Sampai mereka kemudian heran terhadap Yunus yang masih bisa tidur di bawah kapal, nggak bangun sama sekali. Dan ketika ditanya ”Kenapa kamu bisa tidur?” “Saya tahu masalahnya, karena aku lari dari Tuhan.”, “Jadi apa yang kami harus lakukan?”, “Lemparkan saya ke dalam laut!” Maksudnya adalah supaya dia mati, nggak perlu pergi ke Niniwe. Tapi Tuhan kemudian kirim ikan, makan dia. Lalu tiga hari kemudian, lemparkan dia ke darat, terpaksa dia pergi ke Niniwe dan ngomong sama penduduk di sana, supaya memberitakan penghakiman Tuhan.
Saudara, kadang kala Tuhan bisa mendatangkan badai karena kita ada di dalam jalan yang menentang Tuhan. Kita lari dari Tuhan, kita nggak mau menjalankan kehendak Tuhan. Tuhan kirim badai, tapi hati-hati! Saudara jangan mencobai Tuhan! Saudara harus pikir “Saya ini siapa, sehingga ketika Tuhan menghendaki sesuatu, saya bisa ngambek di hadapan Tuhan dengan pergi dari hadapan Tuhan, dan berpikir Tuhan membawa kita kembali?” Kalau kita anak Tuhan, iya. Tapi kalau kita bukan anak Tuhan, Dia akan lakukan apa? Ibrani 12 berkata “Kalau engkau anak-Ku, Aku akan hajar engkau. Tetapi kalau engkau tidak Ku-hajar, itu berarti engkau anak gampang.” Artinya kalau kita berpikir kita bermain-main dengan Tuhan, atau kita mempermainkan Tuhan, “Pokoknya Tuhan ingin saya lakukan sesuatu, saya lari deh!” Tuhan benar-benar suruh saudara lari dan nggak ada masalah dalam hidupmu, hati-hati mungkin Saudara dibuang oleh Tuhan!
Saudara, jadi ada kalanya Tuhan akan menuntun kita masuk ke dalam badai supaya kita berbalik arah dan kembali kepada Tuhan. Mungkin Saudara berdosa, maka Saudara didatangkan Tuhan hukuman dengan segala kerugian yang Saudara alami dalam hidup ini dan kesulitan yang Saudara alami dalam kehidupan ini. Tapi kadang-kadang kekerasan hati, kita pikir kita boleh terus melarikan diri dari Tuhan? Saudara salah! Saudara harusnya melihat itu sebagai satu tindakan baik dari Tuhan supaya Saudara bertobat dan kembali kepada Tuhan! Itu tujuannya! Saudara bisa tambahkan semua hal-hal yang sulit atau hal-hal yang Saudara anggap merupakan satu kutukan dalam hidupmu dan mungkin sebagai satu tindakan tanpa kasih dari Tuhan dalam hidup kita. Tapi ada kalanya ketika Tuhan punya kehendak yang begitu jelas sekali, justru Tuhan mendatangkan badai dalam hidup kita. Contohnya di mana? Sebelum Paulus di sini, Saudara boleh lihat di dalam Kitab Matius pasal 14. Di dalam Kitab Matius pasal 14, ini adalah satu kisah yang kita sering kali ingat mengenai Tuhan memberi makan 5.000 orang, 4.000 orang, ya? Matius pasal 14, 5.000 orang yang Tuhan beri makan. Lalu setelah Tuhan memberi makan 5.000 orang itu dengan 5 roti dan 2 ikan, lalu Yesus lakukan apa? Ayat 22. “Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang.” Saudara, kata yang dipakai, “memerintahkan”, di dalam bahasa Yunani itu adalah satu kata yang sangat tegas sekali dan sangat memaksa sekali untuk murid-muridnya segera naik ke perahu dan pergi meninggalkan Dia sendirian di tempat itu, untuk menyeberang Danau Galilea itu.
Jadi kalau kita tanya ya, murid pergi meninggalkan Yesus itu kehendak Yesus bukan? Kehendak Tuhan bukan? Kehendak Tuhan kan? Apa yang mereka alami di tengah jalan? Badai! Mereka mau ngayuh sekuat tenaga pun perahu mereka, nggak bisa. Karena badainya terlampau besar sampai akhirnya mereka harus membuang air dari dalam perahu dan mereka berpikir mereka akan mati di dalam danau itu. Karena Danau Galilea dalam sekali dan besar sekali. Dan pada waktu mereka di dalam kondisi yang sulit itu, di situlah Tuhan berjalan di atas air menyatakan kalau Dia adalah Allah. Datang ke perahu itu, dan begitu datang ke perahu itu danau itu menjadi tenang. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, jadi waktu kita berjalan dalam hidup ini mungkin kita berpikir, “Tuhan, kalau Engkau mengasihi diriku maka aku akan berjalan dengan kondisi yang baik dalam hidupku.” Maafkan, itu pikiran manusia ya! “Tuhan kalau Engkau adalah Pribadi yang memimpin hidupku dalam dunia ini, aku berdoa, a9ku tahu sekali kehendak Tuhan akan terjadi dan aku tahu Tuhan menyertai hidupku dan panggilanku begitu jelas sekali untuk melakukan sesuatu yang Tuhan inginkan.” Saudara harus siap-siap, mungkin ada badai dalam hidup kita. Karena Alkitab mengajarkan ada kalanya ketika Tuhan memimpin kita, Tuhan akan mengizinkan kita mengalami badai. Karena Tuhan memimpin kita masuk ke dalam badai, tetapi yang bersyukurnya adalah badai itu pun ada di dalam kontrol Tuhan yang berdaulat.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, tadi, ya, bayangin ya, kalau andai kata ternyata Tuhan nggak sanggup menguasai keadaan itu, apa yang terjadi? Saya kira kita akan jadi orang yang sangat frustrasi sekali di dalam hidup kita karena kita nggak bisa berkuasa atas keadaan kita, kita tidak mampu menolong diri kita, teman-teman kita nggak mampu menolong kita dan mengeluarkan kita dari masalah kita, bahkan, di dalam seluruh alam semesta ini pun nggak ada yang mampu. Itu celaka. Tapi Alkitab berkata bahwa Tuhan tetap mampu dan Tuhan yang bahkan kadang-kadang membawa kita masuk ke dalam situasi yang ada di dalam pergumulan itu.
Nah, mengenai Paulus bagaimana? Paulus seperti halnya murid-murid yang disuruh pergi menyeberangi Danau Galilea. Jelas kali perintah Tuhan. Tadi saya katakan di dalam pasal 23 ayat 11 kita bisa melihat kenapa Paulus itu ngotot sekali dari luar Yerusalem harus kembali ke Yerusalem, bawa sendiri dengan tangannya persembahan dari gereja-gereja yang dia layani? Kenapa dia nggak utus orang saja pergi ke Yerusalem untuk membawa persembahan itu? Mungkin kita akan berkata bahwa, “Iya, Paulus mau bawa sendiri supaya dia terjaga secara integritas hidup dia. Dia meyakinkan bahwa uang itu sendiri akan tersampai kepada orang-orang Yahudi di Yerusalem, orang-orang Kristen itu yang betul-betul dalam kondisi yang membutuhkan pertolongan.” Tapi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, hal itu baik nggak? Baik. Cuma ada masalah. Masalahnya adalah sebelum Paulus tiba di Yerusalem, banyak orang sudah memperingati Paulus bahwa ada nabi Agabus sendiri yang datang kepada Paulus dan berkata kepada Paulus, “Paulus, kamu tahu tidak? Ketika kamu injakkan kakimu di Yerusalem, maka tanganmu akan diikat, engkau tidak akan lagi memiliki kontrol terhadap hidupmu dan engkau akan diserahkan kepada bangsa-bangsa asing.” Tapi Paulus ngomong, “Nggak masalah. Saya tetap akan pergi ke Yerusalem. Karena apa? Itu kehendak Tuhan.”
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya pribadi bergumul sekali berkaitan dengan hal ini. Khususnya ketika dibandingkan dengan surat Raja-Raja yang mungkin Bapak, Ibu baca, yang ikut di dalam pembacaan tahunan kita. Di dalam surat Raja-Raja itu, ada seorang abdi Allah yang diutus pergi kepada raja di Israel untuk memperingati raja Israel supaya bertobat dari dosanya. Lalu nabi ini dipesan oleh Tuhan kalau ketika engkau sudah memberitahukan raja itu untuk bertobat dan melakukan tanda kepada raja itu, dan setelah engkau sampaikan itu – waktu itu raja itu tangannya kaku, kayak gitu, lalu setelah didoakan, tangannya pulih kembali – engkau tidak boleh berlambat-lambat di Israel Utara, engkau harus pergi dengan jalan yang lain menuju ke tempat yang lain. Segera tinggalkan tanpa makan dan tanpa minum di situ. Saudara, tengah jalan ada nabi tua yang denger itu. Lalu nabi tua ini kemudian tanya kepada anaknya, “Ke mana dia pergi? Apa yang terjadi?” Dia bicara kepada raja, dia ditegur. Lalu dia pergi menurut jalan yang lain itu. Dia cepet-cepet pelan naik keledainya, ya, pergi cari abdi Allah yang muda itu. Ternyata abdi Allah itu lagi ngaso di bawah pohon. Dia nggak taat kepada perintah Tuhan. Dia duduk di situ, dia lagi makan dan lagi minum, ketemulah dengan nabi tua ini. Lalu nabi tua itu ajak dia ke rumahnya, tapi dia ngomong awal mula, “Saya nggak boleh. Tuhan minta saya harus pergi meninggalkan tempat ini. Nggak boleh makan.” Lalu nabi tua itu bohong, “Tahu tidak, saya juga nabi? Dan Tuhan memberikan perintah kepada saya untuk ajak kamu makan.” Lalu nabi muda ini ikut nabi tua itu makan. Begitu makan selesai, nabi tua itu mendadak mendapat Firman Tuhan yang berkata, “Hai, Engkau, nabi muda atau abdi Allah, engkau sudah tidak setia kepada Tuhan. Engkau tidak melakukan perintah-Ku, karena itu engkau akan mati diterkam macan.” Begitu keluar dari tempat itu, dia diterkam macam sampai mati.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita berbicara mengenai pimpinan Tuhan dalam hidup kita, walaupun hal itu adalah hal yang sulit sekali, Tuhan pimpin kita masuk ke dalam badai. Hati-hati, ya, Alkitab memperingatkan walaupun ada orang yang berani menghalangi kita, masalah pertanggungjawaban yang kita lakukan itu bukan orang itu kepada Tuhan karena dia membujuk kita untuk supaya kita tidak melakukan kehendak Tuhan dan kita berkata, “Tuhan, maaf ya aku nggak lakukan karena apa? Orang itu atas nama Tuhan memerintahkan saya untuk tidak melakukan apa yang Engkau perintahkan kepada diriku.” Itu nggak pernah terjadi. Di dalam sejarah Alkitab, Tuhan tidak pernah mengubah perintah-Nya kepada manusia dan kepada nabi-Nya. Jadi kalau Tuhan ingin menggagalkan, Dia pasti akan ngomong kepada nabi muda itu, “Engkau boleh makan dan minum.” Tapi karena Dia nggak pernah ubah itu, maka nabi itu harus bertanggungjawab sendiri terhadap keputusan dia untuk melawan Tuhan.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini adalah hal yang saya lihat pada waktu Paulus pergi menuju kepada Yerusalem dia mengerti sekali panggilan Tuhan atas hidup dia adalah harus pergi ke Yerusalem. Kenapa harus ke Yerusalem? Harus membagi uang persembahan itu. Betul, tapi ada satu tujuan lagi. Dia harus pergi ke Roma dengan cara ditangkap oleh orang Roma. Makanya dia pergi ke Roma. Apapun yang menjadi nasehat dari temen-temennya, bahkan ada nabi yang berkata, “Engkau akan ditangkap” sekalipun dan temen-temennya yang lain itu membujuk dia untuk tidak pergi ke Roma, untuk tidak pergi ke Yerusalem, “Pergi aja ke tempat lain biar kami yang mengantar persembahan itu”, dia ngomong, “Tidak. Kalau Tuhan berkehendak saya pergi ke Yerusalem dan mati di Yerusalem, saya sudah siap untuk mengalami itu.”
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Tuhan kita ketika memimpin hidup kita, satu sisi Dia berdaulat atas segala sesuatu. Daulat atas apa? Hal-hal yang bahkan bagi kita tidak mungkin. Tetapi yang kedua adalah, Dia juga berdaulat untuk memimpin kita masuk ke dalam keadaan yang ada badainya dalam hidup kita. Karena Dia berdaulat. Kita bagaimana sikapnya? Saudara, mungkin kita bisa ngomong kayak gini ya, “Tuhan, Kau ‘kan Tuhan yang berdaulat. Karena Engkau adalah Tuhan yang berdaulat, saya bisa buat apa? Jadi ya sudah, saya ikuti saja apa yang menjadi kehendak Tuhan. Saya pasrah, deh Tuhan ikut apa yang Kau mau, kayak gitu.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, sayangnya, ya, itu bukan iman, ya. Nanti kita akan lihat di poin berikut. Ini kayaknya kita nggak habis pembahasan ini, masih banyak sekali poin yang saya ingin sampaikan kepada Bapak, Ibu. Saya semula pikir, khotbah ini bisa dibawakan 2 kali. Ini, yang kali ini selesai, tapi kayaknya bisa 3 kali atau lebih, ya. Jadi, kita pikir bahwa, “Oh, ya sudahlah. Dia berdaulat. Saya nggak bisa buat apa-apa.” Tapi, nanti kita akan lihat bahwa itu bukan iman. Dan iman kalau kita percaya kepada Tuhan karena kita percaya bahwa apa yang Dia rencanakan dalam hidup kita. Badai itu ada di depan kita, maka sebagai orang yang beriman adalah kita akan jalan melalui badai itu. Itu adalah orang beriman. Tapi, kalau saya ngomong, ya. Ada amin? Amin, ya? Itu hal yang kita bisa lakukan kalau kita mengenal Tuhan kita.
Tapi, yang ketiga adalah kenapa kita rela jalan masuk ke dalam badai itu? Tadi, saya bilang, “Karena Tuhan berdaulat. Saya nggak bisa buat apa-apa, makanya saya rela berjalan masuk ke dalam badai itu karena kalau menentang Tuhan, nanti Tuhan hajar. Daripada Tuhan hajar lebih parah lagi, ya sudah saya jalan aja, masuk ke dalam badai itu. Tapi, kalau Tuhan nggak hajar, nanti saya dibuang oleh Tuhan. Yang rugi saya lagi. Akhirnya, saya jalan juga, masuk ke dalam badai itu.” Begitu? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Alkitab juga mengajarkan, nggak. Itu adalah sikap hidup dari orang yang tidak takut Tuhan. Itu adalah tindakan dan keputusan dari orang yang terpaksa mengikut Tuhan, tapi nggak punya iman. Kalau dia adalah orang yang memiliki iman di dalam Tuhan, ketika Tuhan hajar dia, memang nggak enak, memang sakit, memang penderitaan itu dan badai itu adalah sesuatu yang buruk dalam hidup dia, tapi ketika dia bergumul di hadapan Tuhan, dia tahu ini adalah kehendak Tuhan, “Saya harus jalankan ini!”, dia akan jalankan itu dengan satu hati yang rela di hadapan Tuhan. Karena apa? Ada 1 poin lagi. Karena dia tahu, Allah yang berdaulat itu tidak sewenang-wenang di dalam menjalankan kehendak-Nya atas hidup kita, tetapi Dia adalah Allah yang peduli dengan kehidupan kita. Itu adalah hal yang saya kira membuat kita bisa lebih kuat untuk masuk ke dalam kondisi pergumulan badai di dalam hidup kita.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Tuhan peduli nggak dengan Paulus ketika dia dibawa masuk ke dalam badai itu? Kita boleh lihat pasal 27, ya, ayat yang ke-23, 24. Kis. 27:23-24, kita baca bersama-sama, ya. “Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku, dan ia berkata: Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau. Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah,” dan seterusnya. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kenapa Paulus rela lewati hal itu? Adakah dia di dalam kondisi yang betul-betul berputus asa? Ia ada dalam kondisi yang berputus asa. Tetapi, kenapa dia sering kali melewati kondisi yang penuh dengan keputusasaan itu? Kita sudah lihat di dalam perjalanan misi Paulus, dia begitu banyak mengalami hal-hal yang sulit dan Tuhan-bersyukurnya-mengizinkan dia ngaso sebentar sebelum dia meneruskan perjalanan misinya lagi supaya dia mendapatkan kekuatan untuk menjalankan misi berikutnya karena Tuhan peduli.
Dari mana ayat ini yang berbicara Tuhan peduli? Dikatakan bahwa, “Aku adalah milik Tuhan sendiri.” Lalu, ketika dikatakan, “Aku adalah milik Tuhan sendiri,” Tuhan mengutus malaikat-Nya datang untuk memberi kekuatan kepada Paulus. Tujuan malaikat diutus karena apa? Bukan karena Tuhan kaget atau Tuhan akhirnya mungkin merasa bahwa ada hal-hal yang terjadi di luar dari kehendak Dia sehingga Dia cepat-cepat utus malaikat-Nya untuk menolong Paulus keluar dari masalah kapal yang ada di tengah-tengah badai itu. Bukan! Itu ada di dalam kehendak Tuhan, tetapi malaikat itu datang untuk memberi kekuatan bagi Paulus kalau dia pasti selamat, dia pasti pergi ke Roma dan dia dan seluruh awak kapal yang ada di dalam kapal itu, 276 orang, juga turut selamat karena dia. Itu menyatakan apa? Kepedulian!
Saudara, Tuhan di dalam memimpin hidup kita, satu sisi, Dia akan memimpin kita masuk ke dalam kondisi badai. Betul, nggak? Betul! Tetapi, apakah tujuannya karena Dia suka melihat anak-anak-Nya menderita seperti itu? Tidak, karena di dalam Matius 5 yang kemarin kita sudah bahas beberapa saat yang lalu, Tuhan menghendaki anak-Nya bahagia, bukan menderita. Kenapa Tuhan harus mati di atas kayu salib, menderita di atas kayu salib? 1 Petrus 2 bilang supaya kita bisa meneladani penderitaan Kristus dalam hidup kita. Amin? Amin, nggak? Amin, kan? Berarti Tuhan menghendaki kita menderita? Lalu, gimana dengan penderitaan itu? Saudara harus tahu kalau kita tidak menderita karena dunia, Saudara pasti tidak akan hidup kekal. Salah satu ciri kita milik Tuhan adalah kita menderita bersama dengan Tuhan, karena Tuhan yang mencipta dunia ini tidak berdosa, ditolak oleh dunia dan menderita karena dunia. Itu sebabnya kita dipanggil untuk menderita. Dan menderita itu adalah satu ucapan syukur dan bahkan hak istimewa yang Tuhan berikan supaya kita bisa alami. Bukan karena dosa, tetapi karena Kristus. Itu tujuannya. Karena apa? Dia peduli sama kita, Dia tahu kalau hati kita terpaut dengan dunia, kita akan jadi manusia celaka, bukan jadi manusia yang berbahagia.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ada satu ayat yang saya ingin Saudara baca dari 1 Petrus pasal 5 ya. 1 Petrus 5, Saudara boleh baca dari yang ayat ke-6 dan ke-7 secara bersama-sama ya. 1 Petrus 5:6-7 mari kita baca bersama-sama ya, “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya lihat ini adalah ayat yang begitu menguatkan sekali dan penting sekali ya. Kenapa kita harus merendahkan diri di hadapan Tuhan? Karena Dia berdaulat, di bawah tangan Tuhan yang kuat. Tetapi pada waktu kita merendahkan diri kita di bawah tangan Tuhan yang kuat, apa karena Dia ingin sewenang-wenang atas hidup kita? Jawabnya tidak. Tapi supaya kita ditinggikannya pada waktunya. Karena itu apa? “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya sebab Ia yang memelihara kamu.” Kenapa kita bisa yakin hidup kita pasti ditinggikan? Karena Dia memelihara kita. Itu janji Tuhan. Jadi pada waktu kita berbicara mengenai kedaulatan Tuhan, Bapak, Ibu bisa yakin dan bisa berserah, bisa beristirahat di dalam Tuhan. Mau? Kalau mau rendahkan diri, belajar tunduk di bawah pimpinan Tuhan. Jangan terus keraskan hati dan melarikan diri dari Tuhan. Itu tidak baik. Belajar ikut Tuhan pimpin ke arah mana karena Dia tidak pernah salah. Dia selalu benar dan Dia peduli.
Saya ada di KTB pengurus pemuda kemarin ada ditanya seperti ini, ini untuk Bapak, Ibu bantu memilih ya. Pertanyaan pertama, manusia itu bisa berbohong tidak? Bisa. Manusia bisa salah tidak? Bisa. Kalau Tuhan bisa berbohong tidak? Tuhan bisa salah tidak? Tidak bisa. Manusia itu orang lain atau diri kita juga? Kita juga. Kita bisa salah, kita bisa berbohong kepada diri kita juga kan. Kalau Saudara disuruh memilih antara dua ini, ikuti diri kita dan manusia atau ikuti Tuhan, ikuti yang mana? Ikut yang mana? Halo? Yang jawab cuman sisi sini “ikut Tuhan.” Yang tengah gimana? Tuhan. Yang kiri? Tuhan. Amin? Amin. Jadi kalau Tuhan pimpin di luar nalar kita, ikut siapa? Tuhan. Kalau Tuhan memimpin kita masuk ke dalam kondisi yang bagi kita “saya nggak bisa, sampai hari ini saya tetap nggak bisa.” Saudara ikut siapa? Tuhan. Tuhan ya? Amin. Karena Dia Allah yang berdaulat dan peduli. Dan kedaulatan kepedulian Dia itu membuat kita selalu ada di bawah kehendak Tuhan setiap kali kita ada menjalani kehidupan ini. Saya stop di sini ya. Nanti kita akan teruskan lagi, ada beberapa poin lagi. Mari kita masuk di dalam doa.
Kami bersyukur Bapa untuk firman-Mu. Kami bersyukur untuk kebenaran yang boleh kami renungkan pada pagi hari ini. Kira-Nya Engkau boleh tolong kami anak-anak-Mu ketika kami berjalan bersama dengan Tuhan kami boleh sungguh-sungguh mengerti apa yang menjadi kebenaran yang telah kami dengarkan hari ini walaupun mungkin bagi kami itu adalah hal yang sulit, hal yang di luar dari rencana dan keinginan kami, tapi biarlah kami boleh belajar mengakui Engkau adalah Allah yang berdaulat atas hidup kami, dan segala sesuatu yang Engkau rencanakan adalah sesuatu yang baik, yang menyatakan kepedulian Engkau. Dan bahkan untuk sesuatu yang membuat kita boleh ditinggikan di dalam Kristus. Terima kasih ya Bapa. Tetapi yang terlebih lagi penting, kami boleh ada damai di dalam hati kami ketika segala bentuk badai boleh menerpa kehidupan kami. Karena ada Kristus yang menjadi pengantara kami dengan Bapa, kami boleh mengatakan kalau kami adalah milik-Mu karena Tuhan sendiri telah memiliki kami di dalam Kristus. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami telah berdoa. Amin. (HS)