Paulus Berlayar ke Roma (2)
Kis. 27
Pdt. Dawis Waiman, M. Div
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kemarin kita sudah melihat bagian ini dengan peta yang ditampilkan. Itu adalah perjalanan yang Paulus lalui untuk menuju kepada Roma dan saya nggak akan terlalu banyak bicara lagi soal ini. Bapak, Ibu bisa lihat sendiri. Yang saya mau tekankan hanya kita sedang membicarakan peristiwa yang terjadi dari antara Pulau Kreta sampai kepada Malta, ya. Di sini terjadi ombak yang besar karena angin dari Timur Laut yang meniup mereka, sehingga mereka kemudian terhanyut di sini sampai menuju kepada Pulau Malta. Itu yang menjadi isi cerita yang dicatat di dalam Kisah 27 ini.
Dan di dalam peristiwa ini, kita sudah melihat poin pertama yaitu bahwa pada waktu kita mengalami hal-hal yang merupakan badai di dalam kehidupan kita, kita boleh percaya 1 hal kalau badai yang terjadi dalam hidup kita itu adalah sesuatu yang tidak pernah lepas dari kontrol Tuhan. Baik hal yang baik dalam hidup ini, ataupun hal yang jahat di dalam kehidupan ini, baik hal yang kita gambarkan sebagai sesuatu berkat dalam hidup ini, ataupun hal yang kita katakan sebagai satu kutukan di dalam kehidupan ini-saya pakai istilah itu supaya kita sungguh-sungguh memahami bahwa tidak ada satu pun yang terjadi di dalam hidup kita-yang terjadi di luar dari kehendak Tuhan.
Di dalam Efesus 1:11, di situ dikatakan bahwa ketika Tuhan bekerja, Tuhan selalu bekerja menurut maksud, rencana, kehendak Tuhan. Itu berarti bahwa apa pun yang terjadi di dalam dunia ini, kalau kita percaya bahwa Tuhan adalah yang mencipta, kita percaya bahwa segala sesuatunya pasti terjadi seperti yang Tuhan kehendaki seperti itu, maka implikasi dari pengertian ini adalah Tuhan pasti mengatur segala sesuatu. Maka, hal itu baru bisa membuat apa yang terjadi itu terjadi sesuai dengan kehendak Tuhan.
Peristiwa di dalam Kisah Rasul pasal 27 ini menjadi satu kisah yang kita bisa melihat prinsip ini ada dan tertuang di dalam kisah yang menceritakan perjalanan Paulus menuju ke Roma. Tetapi, kalau Bapak, Ibu masih melihat kembali kepada seluruh dari Kitab Suci, sebenarnya di situ kita bisa melihat ada 1 pengertian yang sungguh luar biasa sekali yang Tuhan nyatakan kepada kita di dalam Pribadi yang namanya Yesus Kristus. Saya pernah-dulu, kalau Bapak, Ibu masih ingat-ada menjabarkan satu ilustrasi berkaitan dengan nubuat mengenai Yesus Kristus, tapi saya ingatkan kembali saja, ya. Pada waktu kita berbicara tentang kelahiran Kristus, kalau kita baca dari peristiwa Kejadian sampai kepada Matius pasal 1 seperti itu, ya, di mana Yesus lahir, ada silsilah-Nya dicatat seperti itu, seolah-olah itu adalah gambaran yang begitu pasti, begitu indah, tetapi selain daripada indah, itu begitu pasti. Tuhan memimpin satu per satu peristiwa yang terjadi. Tuhan sudah menubuatkan semua peristiwa yang terjadi di dalam sejarah sebelum Yesus Kristus lahir di tengah-tengah dunia ini.
Tapi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ada seorang matematikawan yang terus terang, dia penasaran sekali mengenai nubuat tersebut. Lalu, dia berusaha meneliti ada berapa banyak, sih, nubuat yang berbicara mengenai Yesus Kristus punya kelahiran? Ternyata, dia menemukan seperti ini. Pada waktu kita berbicara mengenai nubuat Yesus Kristus, Bapak, Ibu boleh bayangkan itu seperti misalnya kita berdiri di hadapan peta. Petanya adalah peta Amerika, dia bilang. Lalu, di peta Amerika itu, kan, terdiri dari beberapa negara bagian. Anggaplah negara bagiannya itu adalah masing-masing kolom daripada lagu pujian ini. Lalu, pada waktu itu, dia bilang nubuat Yesus Kristus itu seperti ini. Anggaplah misalnya lagu nomor 3 ini, In Christ Alone, ini adalah luasan dari sebuah negara bagian, di mana Bapak, Ibu harus menyusun koin-koin yang berukuran seribu rupiah memenuhi semua luasan ini. Tetapi, bukan hanya memenuhi luasan ini, tetapi Bapak, Ibu harus menyusun koin itu setinggi 30 cm ke atas. Jadi, koin pertama menutupi wilayah ini 30 cm ke atas. Koin kedua menutupi wilayah ini 30 cm ke atas. Sampai seluruh dari wilayah itu terpenuhi. Kemudian, dia berkata seperti ini: “Kita berikan 1 tanda silang di salah satu koin tersebut. Panggil 1 orang datang, tutup matanya. Setelah itu, hamburkan seluruh koin itu. Nah, orang itu harus punya kesempatan 1 kali untuk mengambil koin yang ada tanda silangnya itu.” Pertanyaannya: kemungkinannya berapa besar? Yang ahli matematika, silakan hitung, tapi jawaban yang mungkin adalah tidak mungkin. Saya pakai istilah tidak mungkin. Kalau mau dihitung probabilitas, ada kemungkinan berapa puluh atau berapa juta seperti itu, ya, tetapi intinya adalah kalau 1x ambil koin itu, itu ndak mungkin dapat yang tepat di situ.
Lalu, dia ngomong kayak gini: “Apa hubungannya dengan nubuat Yesus Kristus?” Nubuat Yesus Kristus, kalau Bapak, Ibu hitung dari Kejadian sampai dengan Matius itu banyak sekali, bukan cuma 1 atau 2 dan nubuat itu diberikan di waktu yang kira-kira rentangnya seribu tahun. Rentang seribu taun, nubuat diberikan sedikit. Satu di Kejadian, misalnya. Lalu, di Kitab lain 1 atau 2 lagi. Di Kitab lain diberikan lagi, misalnya seperti itu. Sampai akhirnya, ketika berbicara mengenai kematian Yesus Kristus yang ada di dalam Kitab Mazmur, di situ ada cukup jelas bagaimana Yesus akan mati di kayu salib. Lalu, kemudian undi dibuang di bawah kaki-Nya, kalimat yang keluar dari mulut Yesus ketika Dia digantungkan di kayu salib itu seperti apa. Semuanya ditulis seperti itu. Sampai ketika Yesus Kristus lahir, semua itu kenapa kita bisa katakan, “Itulah Yesus!” dan tidak ada yang lain yang kita perlu tunggu dalam dunia karena semua yang dikatakan akan diri Yesus itu di sepanjang seribu tahun itu tergenapi pada diri Yesus Kristus. Itu semua satu per satu dikasih di dalam Perjanjian Lama selama seribu tahun lamanya sampai di mana Yesus Kristus lahir. Lalu Matematikawan ini ngomong kayak gini, “kalau saya hitung secara probabilitas kemungkinan nubuat itu digenapi adalah mustahil pada satu Pribadi yang namanya Yesus Kristus.” Mengapa mustahil? Karena menurut teori Matematika dan perhitungan Matematika, bagaimana sesuatu yang terjadi begitu random sekali di dalam alam semesta dan di dalam sejarah ini manusia bisa digenapi di satu Pribadi yang namanya Yesus Kristus. Seperti koin yang disusun 30cm, ketika dihamburkan seperti itu harus mengambil satu koin yang ada tandanya satu kali saja. Lalu kemudian dia ngomong kayak gini, “satu-satunya yang membuat hal itu mungkin terjadi adalah karena ada Tuhan yang mengatur. Di dalam setiap sejarah, nubuat yang diberikan, Tuhan mengatur supaya apa yang dikatakan itu satu per satu digenapi. Baru hal itu bisa digenapi dalam diri Yesus Kristus.” Itu iman Kristen. Tetapi iman Kristen bukan sesuatu yang lahir dari cuman sekedar satu perkataan, satu mimpi, satu pengajaran begitu saja yang disampaikan oleh seorang nabi seperti itu. Tapi pengajaran Kristen adalah satu pemberitaan yang disampaikan oleh nabi-nabi dalam dunia ini yang didukung oleh fakta sejarah yang sungguh-sungguh terbukti di tengah dunia ini, itu adalah iman Kristen.
Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, dari sini kita bisa menyimpulkan satu sisi kalau pada waktu kita berbicara mengenai kehendak Tuhan, mengapa kita bisa yakin sekali kalau kehendak Tuhan itu pasti jadi, mengapa kita bisa percaya sungguh-sungguh kalau yang Tuhan katakan dalam firman-Nyai adalah suatu kebenaran yang kita bisa pegang 100% dalam kehidupan kita, jawabannya karena apa? Iman. Betul nggak? Iman betul. Iman buta? Iman tok? Bapak, Ibu percaya? Percaya kalau di dalam Kristus ada keselamatan dan hidup kekal? Buktinya apa? Ada orang yang mati bangkit dari kematian lalu kasih tahu, “eh tahu tidak, di dalam Kristus benar-benar ada hidup yang kekal lho.” Begitu? Kalau Bapak, Ibu buka di Youtube ya, coba nonton pengalaman orang paska kematian. Bukan paska ya, pengalaman orang yang tidak jadi mati kayak gitu, Bapak, Ibu temukan apa? Mereka akan ngomong kayak gini, “waktu saya mati, waktu itu, saya tiba-tiba dibawa ke satu tempat tertentu, yang kayak terang di situ, rasanya damai sekali. Lalu di tempat itu saya seperti mengalami suatu flashback yang di dalam pikiran saya, yang semacam di dalam waktu semua runutan mengenai kehidupan saya mulai di dalam kandungan sampai saya mati itu begitu jelas ter-replay semua.” Lalu yang ketiga ada orang yang mengatakan ada orang-orang, keluarga-keluarga yang sebelumnya sudah meninggal itu kemudian datang menemui diri dia dan ada yang mengatakan waktumu belum tiba, karena itu dia kembali kepada dunia ini. Ada bicara tentang Tuhan Yesus? Sama sekali nggak ada. Ada bicara mengenai orang itu orang Kristen bukan? Sama sekali tidak ada. Ini pengalaman dari orang-orang bukan Kristen lho.
Mohon tanya, Bapak, Ibu percaya kalau di dalam Kristus ada kehidupan? Bapak, Ibu percaya kalau ada keselamatan ketika Saudara percaya kepada Kristus? Percaya? Jadi diam. Amin? Buktinya apa? Ayo buktinya apa? Alkitab? Alkitab ngomong siapa yang bisa buktiin kalau orang mati masuk surga? Nggak ada kan? Makanya orang kaya dan Lazarus yang miskin itu, ketika orang kaya ada di dalam neraka, dia mengeluarkan satu usul yang sangat brilian sekali, kalau saya bilang, kepada Abraham. Dia bilang, “Abraham, Bapak Abraham, tolong kirim Lazarus ke dalam dunia ini, kasih tahu saudara-saudara saya yang masih hidup di dalam dunia ini, kalau jangan mengikuti jejak saya. Ngikuti jejak saya akan membuat kalian semua masuk ke dalam neraka. Karena itu bertobat di dalam dunia, melalui berita siapa? Lazarus yang bangkit dari kematian. Supaya mereka percaya ada surga ada neraka, ada hukuman di dalam kehidupan dari orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan.” Tetapi Bapak Abraham berkata, di dalam dunia, walaupun ada orang yang bangkit dari kematian, sekalipun memberi tahu mereka, mereka tetap tidak percaya. Tetapi di dalam dunia ada lima kitab Musa, ada firman Tuhan. Kalau mereka tidak mau percaya kepada firman itu, walaupun orang bangkit dari kematian sekalipun, tidak ada orang yang percaya.
Jadi ada firman tetap memang yang menjadi utama. Tetapi kenapa kita bisa yakin sekali kalau firman yang diberikan kepada kita itu kebenaran yang kita bisa yakinkan diri dan pegang sepenuhnya sampai ketika kita meninggal pun kita nggak perlu ragu, nggak perlu takut sama sekali, nggak perlu bimbang, nggak perlu kuatir untuk memikirkan nasib kita? Dan kita bisa begitu yakin di dalam Tuhan Yesus ada keselamatan yang nggak ada pernah dijanjikan oleh seorang nabi pun di dalam dunia ini, dan seorang apa pun agamanya di dalam dunia ini kecuali iman Kristen. Mengapa bisa seperti itu? Karena iman kita itu bukan iman yang percaya kepada suatu statement yang kosong. Tetapi iman kita adalah percaya pada satu perkataan yang Tuhan pernah buktikan sebelumnya bahwa Dia ketika bicara sesuatu itu adalah pasti, ya dan amin. Salah satunya adalah yang tadi kita ngomong, ketika Dia bicara tentang kelahiran Kristus dalam dunia ini, walaupun berselang 1000 tahun nubuat yang ada tapi Dia bisa meyakinkan secara pasti bahwa apa yang dikatakan itu adalah satu kebenaran yang tidak mungkin Dia tidak bisa genapi. Yang dianggap mustahil oleh manusia itu bukanlah sesuatu yang mustahil bagi Tuhan. Ini adalah Tuhan kita, karena Dia memiliki kuasa untuk mengontrol, mengarahkan, memimpin, dan memastikan bahwa apa yang Dia katakan persis terjadi seperti yang Dia katakan. Tuhan bekerja tidak pernah keluar dari kehendak Dia, selalu ada di dalam kehendak Dia. Dan dunia ini Bapak, Ibu bisa yakinkan Alkitab katakan tidak pernah terjadi di luar dari kehendak Tuhan, apapun peristiwanya. Semua peristiwa di dunia ini pasti ada di dalam kehendak dari Tuhan.
Jadi ini yang membuat kita berkata, melalui peristiwa dari apa yang terjadi kepada Paulus dan rekan-rekannya ketika menuju ke Roma, ada badai di situ. Badai di situ, kenapa bisa terjadi? Apakah karena badai itu adalah sesuatu peristiwa yang di luar dari kontrol Tuhan? Tidak, tetap ada di dalam kontrol Tuhan. Mengapa kita bisa katakan seperti itu? Bapak, Ibu bisa lihat di dalam peristiwa setelah peristiwa badai itu, apa yang terjadi? Saya kasih bocoran dulu aja ya, nanti kita bahas lebih jauh lagi ketika kita masuk ke dalam bagian itu. Pertama adalah Tuhan menggunakan badai menjadi satu kesempatan yang terbuka bagi Paulus untuk bersaksi bagi nama Tuhan. Bapak, Ibu bisa lihat peristiwa itu di dalam pasal 27, pada waktu mereka semua sudah dalam kondisi yang berputus asa, yang sudah tidak ada harapan lagi, 14 hari di tengah-tengah laut yang buta kayak gitu, kelam, nggak ada matahari, nggak ada bintang, nggak ada bulan, karena pada waktu itu betul-betul diliputi oleh awan yang gelap sekali karena badai yang hebat itu. Mereka semua sudah putus asa, Alkitab katakan, sudah berpikir bahwa mungkin kami harus mati, tetapi kemudian kita lihat Paulus berdiri di tengah-tengah mereka lalu berkata, ”Kita tidak akan mati, Tuhanku semalam melalui malaikat, berbicara kepadaku kalau kita semua akan selamat. Karena itu ayo kita makan roti.” Dan setelah Paulus mengucap syukur di hadapan semua orang, mereka makan roti. Lalu setelah peristiwa itu, apa yang terjadi? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Paulus yang semula dianggap orang yang sepele, ditengah-tengah awak kapal, nahkoda kapal, dan juga prajurit yang memimpin pasukan yang membawa tahanan pergi ke Roma, katanya nggak didengarkan sama sekali. Setelah peristiwa itu, Bapak, Ibu bisa lihat, semua perkataan Paulus itu dipegang oleh perwira. Dia betul-betul percaya bahkan dia lebih percaya kepada Paulus daripada awak kapal dan nakhoda kapal.
Lalu setelah peristiwa ini, ada peristiwa di Malta. Pada waktu mereka tiba di Malta karena kapalnya terdampar di situ, kemudian orang-orang Malta katanya, duduk berkerumun, meminta orang-orang itu duduk berkerumun. Lalu mereka kemudian menghidupkan api unggun yang besar supaya menghangatkan tubuh dari orang-orang yang ada di dalam kapal, 276 orang itu. Lalu ketika Paulus melihat hal itu, dia bantu orang menaruh api di dalam api unggun. Dan pada waktu mengambil kayu, melemparkan kayu itu ke dalam api, ternyata di dalam tumpukan api itu ada ular beludak. Ular beludak itu adalah ular yang sangat beracun sekali. Bapak, Ibu bisa cross-check di internet, begitu gigit itu hitungan detik pasti lumpuh, pasti mati punya. Lalu, ular itu langsung menggigit tangan Paulus dan nggak membiarkan lepas, dan ketika orang-orang itu melihat kepada peristiwa itu, yang muncul di dalam pemikiran mereka adalah ini pasti pembunuh besar karena walaupun dia lewat dari maut tetapi dewa tidak melewatkan dia dari kematian. Tapi yang terjadi adalah Paulus ketika digigit, dia cuma mengebaskan ular itu kembali ke dalam api dan mereka ketika menunggu, lihat, lihat, ini pasti mati, pasti mati, mati nggak? Nggak mati.
Kemudian berikutnya cerita apa? Disitu ada seorang pemimpin, di pulau Malta, anaknya sakit. Siapa yang dipanggil datang untuk melihat anaknya? Paulus. Dia mendoakan anak itu, anak itu sembuh, lalu semua orang yang sakit di pulau itu datang, dibawa kepada Paulus, dan Paulus mendoakan mereka dan menyembuhkan mereka. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apa yang terjadi melalui peristiwa itu? Tuhan mengizinkan melalui peristiwa itu Paulus memberi kesaksian. Saya percaya ini adalah satu poin yang penting ya, kalau Bapak, Ibu mau ambil di dalam poin yang kedua dari poin yang pertama, Tuhan bekerja dalam segala sesuatu dan tidak pernah meninggalkan apapun yang terjadi di dalam dunia ini, yaitu ketika peristiwa badai terjadi di dalam hidup kita, Bapak, Ibu jangan pikir bahwa peristiwa itu nggak ada logikanya atau nggak ada algoritma, kalau kita pakai istilah Youtube gitu ya; yang katanya kalau mau submit video aja ke internet, perlu mengikuti algoritma dari Youtube tersebut karena di dalam 1 hari mungkin ada ribuan atau ribuan mungkin, ya, sampai ya, saya kurang tau. Pernah ada yang ngomong kayak gitu. Andai kata ribuan video yang di-upload ke Youtube, lalu kita boleh tanya, ”Kita punya video yang satu itu dibanding 1000 video, misalnya yang di-upload ke Youtube, apa yang membuat orang pasti nonton video kita? Kok video kita itu bisa muncul di headline-nya setiap kali orang buka Youtube muncul pertama di situ? Itu nggak terjadi secara kebetulan Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, tapi ada algoritma di situ yang kita harus ikut aturan mainnya supaya hal itu bisa terjadi seperti itu, supaya ditonton oleh orang. Dan pada waktu segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita, apa yang terjadi pada Paulus seperti ini, misalnya marabahaya, badai yang terjadi dalam hidup kita. Bapak, Ibu, jangan lihat ini adalah sebagai satu yang tidak ada algoritmanya sama sekali. Tetapi badai yang terjadi dalam hidup kita, baik itu kondisi yang baik ataupun badai itu ada dalam algoritma Tuhan. Tujuannya untuk apa? Yaitu untuk bersaksi bagi nama Tuhan, untuk berdiri menyuarakan kalau ada Tuhan yang menjaga, memimpin, ada Kristus yang Tuhan berikan dalam hidup kita, ada satu peristiwa di mana Tuhan ingin menyelamatkan manusia, bukan dari kekuatan pribadi dirinya sendiri tetapi karena kasih karunia Tuhan 100% di dalam kehidupan manusia.
Kok saya bisa narik ke arah situ? Misalkan kalau Bapak, Ibu perhatikan ya, di dalam peristiwa orang-orang yang ada di tengah laut, kapal itu, Tuhan sudah janji nggak kepada mereka kalau mereka akan selamat? Sudah kan. Berapa orang? 276 orang di dalam kapal itu. Saya ketika baca bagian ini ya, dari dulu saya baca, saya selalu nggak pernah mengerti. Nggak pernah mengerti apa? Satu hal, kalau Tuhan sudah janji melalui malaikat-Nya, 276 orang akan selamat semua, seperti itu, seharusnya kapalnya bagaimana? Karam nggak? Pecah nggak? Perlu berenang nggak di tengah laut, menyelamatkan diri? Sampai pakai potongan kayu, ada yang nggak bisa berenang harus bergantung kepada kayu itu sampai kepada pantai. Nggak kan. Itu yang bikin saya nggak pernah ngerti seumur hidup. Baru belakangan ketika saya pikir lagi, pikir lagi, oh iya ya, mungkin karena ini masalahnya. Karena dalam pikiran saya selalu kalau Tuhan bekerja, kok biarkan kapal itu hancur. Kalau Tuhan bekerja kok biarkan orang-orang itu harus berjuang menuju ke darat. Kok kalau Tuhan sudah berjanji kayak gitu, Paulus harus berbicara kepada perwira itu ngomong kayak gini, “Kalau kau izinkan awak kapal itu pergi meninggalkan kita, kita semua mati!”
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kenapa ya? Ya kalau kita mau ngomong satu, cara kerja Tuhan nggak seperti cara kerja manusia ya itu yang paling aman ya. Pertimbangan Tuhan jauh lebih tinggi dari pertimbangan manusia. Mungkin kita bisa ngomong kayak gitu. Tapi akhirnya saya ngerti satu hal, bahwa Tuhan di dalam bekerja apa pun itu, Dia akan selalu membawa dan membuat manusia tidak pernah berpikir bahwa keberhasilan yang dia capai dalam hidup in adalah sepenuhnya 100% usaha manusia. Dia akan pimpin kita dalam satu situasi, walaupun Dia sudah menjanjikan kalau keselamatan itu sudah dipastikan ada di dalam kehidupan kita, kita sampai pada akhirnya pun tetap akhirnya selain berusaha, ada kesadaran ini pemeliharaan Tuhan dalam hidup kita. Makanya Tuhan tetap izinkan peristiwa kapal itu harus terbentur dengan karang atau nyangkut di karang, dihantam ombak, pecah, orang berusaha untuk menyelamatkan diri dari kapal itu. Sepertinya usaha kita, tapi di balik itu ada peristiwa pemeliharaan Tuhan yang tidak pernah lepas dari hidup mereka.
Jadi itu sebabnya tadi pada waktu tadi kita bicara poin kedua – poin pertama bicara tentang kuasa Tuhan yang mengatur – poin kedua, kenapa Tuhan izinkan badai itu terjadi dalam hidup kita? Untuk beriman, untuk bersaksi bagi nama Tuhan. Tapi kesaksian seperti apa yang kita harus nyatakan dalam hidup kita? Yaitu bahwa hidup ini ada di bawah perlindungan Tuhan, bahkan termasuk dari keselamatan kita pun adalah satu keselamatan yang tidak mungkin kita bisa usahakan dari diri kita sendiri, kecuali kalau Tuhan memberikan karunia itu kepada kita baru kita bisa yakin bahwa kita ada di dalam kepastian keselamatan. Dan yang membuat kita yakin adalah apa? Di balik itu ada Kristus yang menjadi jaminan dari semua hukuman yang seharusnya kita tanggung tapi sudah ditanggung di dalam diri Kristus.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, menurut logika manusia saja, dari sebanyaknya agama di dalam dunia ini ya – kita nggak usah kembali ke Alkitab dulu ya – tapi menurut banyaknya agama di dalam dunia ini, hanya satu yang mengajarkan ada Allah yang datang ke dalam dunia menjadi sama seperti manusia untuk bisa diperhitungkan dosa kepada diri Dia agar Dia bisa mati di atas kayu salib dengan satu tujuan, untuk menyelamatkan manusia karena Dia melihat bahwa tidak ada satu pun manusia yang sanggup untuk menyelamatkan dirinya. Itu cuma satu. Tapi semua agama lain bagaimana? Semua agama lain mengajarkan bahwa manusia perlu Tuhan? Kayaknya perlu tapi sebenarnya nggak! Dari mana? Walaupun ada agama yang mengajarkan keselamatan kita adalah rahmat dari Tuhan sekalipun tapi di balik dari itu ada kalimat apa? “Engkau harus jalankan pilar agama mu!” Harus penuhi semua yang dituntut oleh agama. Sekarang, keselamatan adalah? Rahmat. Tapi kalau kita nggak menjalankan pilar agama, kayak gitu ya, kita diselamatkan nggak? Nggak kan. Jadi keselamatan berdasarkan apa? Perbuatan kita? Rahmatnya di mana? Rahmat diberikan kepada orang yang sungguh-sungguh berusaha untuk taat kepada pilar agama? Jadi perlu Tuhan nggak?
Kadang-kadang kita nggak sadar ya bahwa agama itu mengajarkan sepertinya kita butuh Tuhan, nggak bisa lepas dari Tuhan, tapi sebenarnya nggak. Semuanya tergantung diri kita kok, kemampuan kita kok, usaha kita yang kita kerjakan. Nah sekarang bandingin dengan Kristen, semua agama yang lain ngomong manusia harus berusaha dengan kekuatannya sendiri, naik ke surga. Tetapi di dalam iman Kristen Tuhan yang datang. Kenapa Dia harus datang? Membawa manusia kembali ke surga karena Dia melihat tidak ada satu pun yang bisa berusaha dari bawah menuju ke surga. Dari logika ini aja ya, kira-kira kalau kita tanya kayak gini, Kalau andai kata manusia bisa menyelamatkan diri dia dengan doanya, sedekahnya, puasanya, kebaikan-kebaikan yang dia berikan dalam hidup dia kayak gitu, ibadahnya, perlu nggak Tuhan datang untuk menyelamatkan manusia? Nggak perlu kan. Tapi Tuhan tetap datang. Berarti apa? Semua itu tidak mungkin bisa membawa kita kepada Tuhan. Ini logika, kalau kita pikir dalam sedikit saja ya, nggak usah bawa-bawa Alkitab kayak gitu. Tapi kita ada Alkitab yang adalah Firman Tuhan sendiri, yang adalah wahyu Tuhan, yang menyatakan kepada kita, hal itu adalah benar bahwa Dia datang untuk menebus kita dan tidak ada seorang pun yang sanggup untuk menyelamatkan diri. Dan semua itu adalah bergantung dari kasih karunia yang Tuhan berikan dalam hidup kita bukan berdasarkan perbuatan dan usaha kita.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini adalah prinsip. Bukan hanya berbicara mengenai bagaimana saya diselamatkan saja, tetapi ini berbicara mengenai bagaimana kita menjalani hidup di dalam dunia ini. Berdasarkan apa? Iman. 100%? 100%! Mudah nggak? Nggak mudah. Mau yang mudah? Gampang, pergi ke Yerusalem, doa di tembok ratapan, dipermandikan di sungai Yordan, atau pergi ke Roma naik tanjakan tangga di mana ketika Martin Luther masih hidup itu dianggap sebagai tangga pengampunan dosa. Saudara naik berlutut satu anak tangga-satu anak tangga-satu anak tangga sambil berdoa minta pengampunan dosa dari Tuhan. Itu gampang. Bapak, Ibu mau dapat pengampunan dosa? Hafalkan doa pengampunan dosa seratus kali, gampang. Tetapi itu bukan cara Tuhan! Cara Tuhan adalah ketika Dia menyelamatkan manusia berdasarkan kasih karunia, Dia bekerja dengan satu prinsip, seluruh hidup kita harus bergantung kepada Tuhan di dalam iman. Nggak gampang, betul! Tapi justru di situlah keunikan dari iman Kristen dan satu kehidupan yang baru bisa sungguh-sungguh memuliakan nama Tuhan.
Paham kalimat ini? Kalau kita bicara hidup berdasarkan perbuatan, tadi saya anggap bekerja karena perbuatan, saya dapat kekayaan, kaya. Perlu nggak kasih ke Tuhan? Perlu nggak memberi perpuluhan? Kalau semuanya adalah hasil usaha kita, nggak perlu. Kalaupun kita beri, motivasi hatinya apa? Gereja butuh kok, orang butuh makannya saya beri. Siapa yang berjasa? Saya. Siapa yang ditinggikan? Saya. Itu kehidupan Kristen? Apakah itu kehidupan orang yang beriman kepada Tuhan? Bukan, itu hidup orang beragama. Tapi hidup orang yang beriman adalah dia tahu apa yang dia terima itu pemberian Tuhan, dia tahu semua yang dia dapat nikmati itu adalah pemberian Tuhan, ketika Tuhan minta saya dengan rela hati mendukung karena apa? Karena semuanya bersumber dari Tuhan. Ketika saya memberi, saya bukan memberi dengan sikap hati yang sombong tapi saya memberi dengan hati yang bersyukur kepada Tuhan karena saya tahu saya nggak layak dan semua ini adalah bersumber dari Tuhan dan saya diberi kesempatan untuk mendukung pekerjaan Tuhan. Itu orang yang beriman.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mengapa Paulus dan rekan-rekan dibiarkan sampai karam kapal? Karena saya lihat tujuannya walaupun mereka sudah dijanjikan oleh Tuhan bahwa mereka semua pasti selamat, tapi kebenaran janji itu tetap harus terpelihara sampai mereka betul-betul diselamatkan, baru mereka bisa percaya bahwa Tuhan memang yang beranugerah. Kalau nggak saya yakin begitu Tuhan ngomong kayak begini, Paulus bilang misalnya “Bapak, Ibu, semua kita akan selamat. Amin? Amin!” Lalu mendadak langit cerah. Setelah langit cerah, kapal nggak ada ombak lagi, mereka dayung menuju ke pantai, selamat. Apa yang terjadi? Itu kayak kita ya, selesai khotbah kebaktian, begitu injakkan kaki di luar langsung memori kita di refresh semua. Ditanya “Tadi khotbah apa ya?”. “Iya ya, tadi khotbah apa ya? Pasalnya dari mana ya?” Bahkan pasal ayat yang dibaca aja mungkin lupa lho. Itu kebiasaan manusia. Jadi, poin kedua Bapak, Ibu bisa pegang kalau tujuan Tuhan untuk mendatangkan badai dalam hidup kita, itu adalah hal yang baik. Di dalam hal apa? Untuk menjadikan kesempatan itu di dalam algoritma Tuhan supaya kita belajar untuk bersaksi bagi nama-Nya, bukan untuk memikirkan diri kita sendiri.
Lalu, hal yang ketiga. Kalau Tuhan ingin kita percaya kepada Dia, apakah yang dimaksud dengan iman itu sendiri? Tadi saya ada bicara sedikit kalau kita di dalam iman Kristen, semuanya adalah Tuhan yang bekerja, Tuhan yang memberikan karunia, Tuhan yang memberikan kehidupan kekal bagi diri kita. Sepertinya tidak ada satu bagian pun dalam hidup kita yang berbagian di dalam pekerjaan itu. Untuk keselamatan benar, nggak ada satu bagian dari perbuatan kita yang bisa membuat Tuhan memperhitungkan kalau kita adalah layak di hadapan Dia. Itu benar sekali! Tapi bagaimana di dalam perjalanan hidup kita? Tadi kita bicara “Oh Tuhan tetap menginginkan kita percaya kepada Dia.” Kalau begitu apakah berarti bahwa saya boleh mengabaikan semua yang saya miliki atau kemampuan saya untuk berjalan di dalam Tuhan? Maksudnya adalah kayak gini, kalau Tuhan sudah berbicara, sudah menjadikan sesuatu, yang orang Kristen perlu lakukan adalah seperti ketika orang diselamatkan, duduk, diam, nggak perlu lakukan apa-apa, semuanya akan terhidang di depan mata dia. Begitu nggak? Atau contoh lain kayak gini, saya sakit, kalau saya sakit saya percaya kepada Tuhan, maka itu berarti saya tinggal berdoa kepada Tuhan dan menantikan pertolongan Tuhan untuk memberikan kesembuhan kepada saya tanpa perlu saya pergi ke dokter. Begitu nggak? Beriman kan?
Saya pernah bertemu dengan orang-orang yang ketika divonis dokter sakit, sampai mati berusaha untuk nggak mau berobat ke dokter, karena dia percaya berkata, “Saya percaya kepada Tuhan, Tuhan sanggup menyembuhkan saya, karena itu saya nggak perlu berobat ke dokter.” Ke dokter karena sudah parah, nggak bisa mutusin apa-apa lagi dan keluarganya baru bawa dia ke dokter karena dia tidak punya kemampuan untuk menolak lagi. Itu iman bukan? Atau saya balik kayak gini, kalau kita sakit, kita harus pergi ke mana? Dokter kan? Kalau saya pergi ke dokter, berobat dikasih obat, makan obat, sembuh kan? Beriman nggak itu? Kita sering kali memposisikan diri kayak gitu loh. Kalau saya beriman, ya ditiadakan usaha, kalau saya berusaha berarti saya tidak beriman. Bapak, Ibu masih ingat nggak, pada waktu malam mereka sudah putus asa semua, malaikat Tuhan datang berbicara kepada Paulus, mau tanya, Paulus beriman nggak? beriman nggak? Beriman. Buktinya apa dia beriman? Ada kalimatnya nggak? Boleh buka dari pasal 27 ayat yang ke 20, “Setelah beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam kami, akhirnya putuslah segala harapan kami untuk dapat menyelamatkan diri kami. Dan karena mereka beberapa lamanya tidak makan, berdirilah Paulus di tengah-tengah mereka dan berkata: ”Saudara-saudara, jika sekiranya nasihatku dituruti, supaya kita jangan berlayar dari Kreta, kita pasti terpelihara dari kesukaran dan kerugian ini! Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorang pun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku, dan ia berkata: Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau.”
OK, Paulus percaya? Percaya kan? Saya yakin dia percaya sekali karena setelah malaikat berbicara kepada dia, dia tampil di muka umum, dia tidak ngomong “kita akan baik-baik saja, tenang” seperti itu. “Semua kesulitan pasti berlalu, ada momennya gelap, ada momennya kita hidup di dalam terang. Jadi tenang Bapak, Ibu.” Enggak! Dia bicara dengan satu confident yang betul-betul jelas, “semalam malaikat bicara kepada saya, malaikat yang mana? Yang dari Allah yang aku sembah. Dia kasih tahu, jangan takut, semua dari kita pasti selamat, kecuali kapal ini saja yang akan karam, karna itu kita perlu menguatkan diri kita.” Ketika mereka masih ragu, Paulus ajak mereka makan-makan, itu iman. Tetapi setelah itu ngomong apa? Paulus bilang, “jangan biarkan awak kapal itu lari dari kapal, engkau pasti mati”. Lalu Paulus, ketika kapal itu hancur di situ ada usaha yang dikerjakan oleh orang-orang yang di dalam kapal untuk menyelamatkan diri.
Jadi pada waktu kita bicara tentang “beriman kepada Tuhan” maka kita harus punya satu pengertian, Alkitab tidak pernah mengajarkan yang namanya iman itu membuat kita menjadi pasif. Justru orang yang beriman kepada Tuhan, itu adalah orang yang aktif di dalam kehidupannya. Dia tahu kapan stop, dan harus stop, dan dia tahu kapan dia tidak bisa berusaha lagi dan hanya percaya kepada Tuhan, tapi dia juga tahu di mana dia tidak boleh berhenti bekerja dan berjuang dalam hidup dia. Maksud saya adalah kayak gini ya, orang yang beriman kepada Tuhan sering kali dikatakan “Jangan gunakan rasio, kalau engkau menggunakan otakmu, engkau nggak beriman kepada Tuhan, pada waktu engkau percaya kepada Tuhan gunakan hatimu, percaya kepada Tuhan”. “Tapi gini, gini, gini.”, “Nggak! Berarti itu engkau tidak beriman, gunakan imanmu.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Alkitab bilang itu bukan iman, itu kekonyolan namanya. Iman tanpa rasio itu kekonyolan. Iman yang benar adalah, walaupun kita percaya kepada Tuhan tapi iman kita percaya kepada Tuhan tidak meniadakan bijaksana, pertimbangan dalam pemikiran kita dan – ada satu kata, saya sampai hari ini susah terjemahin – common Sense. Common sense itu apa? Apa ya? Apa? Common sense itu kayak semacam pengertian umum, kebenaran umum, ya, atau hikmat umum. Misalnya ambil contoh, apa ya? Kalau makanan jatuh ya, ada orang jika ketika lihat makanan jatuh, dia ambil lagi, dia makan. Tapi ada orang yang lihat makanan jatuh, dia nggak ambil untuk makan, tapi dia ambil untuk buang ke tempat sampah. Misalnya kayak gitu ya. kalau Bapak, Ibu lihat makanan jatuh, dimakan nggak? Saya dari kecil, diajari papa mama saya “kalau makanan jatuh jangan makan lagi! Bahkan di meja pun, jangan dimakan lagi!” Kenapa? Kalau kita ngomong “Belum lima menit.” Kebetulan mungkin papa mama saya dokter, kayak gitu ya. Kadang di rumah itu, semuanya segala sesuatu saya rasa harus steril, harus bersih, nggak boleh kotor. Kalau ada yang kotor dikit, nggak boleh makan atau segala macam, kayak gitu. Kadang di satu sisi mikir “Ngapain sih susah banget”, kayak gitu. Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau makanan jatuh, kan pasti kotor. Makan nggak? Enggak. Yang membuat kita nggak makan itu apakah karena ada orang tua ngomong? Nggak harus kan? Itu namanya common sense, ya. Ada kalanya kita di dalam melakukan segala sesuatu ada suatu pertimbangan yang nggak perlu dididik, tetapi kita paham itu tidak boleh atau itu boleh, kayak gitu. Dan banyak orang nggak punya common sense. Jujur aja saya ngomong, kerjanya ngawur sekali. Nggak ada pertimbangan.
Tapi orang yang beriman kepada Tuhan adalah orang yang harusnya tidak meniadakan hikmatnya, pertimbangannya, dan common sense yang ada di otak dia. Karena apa? Itu pemberian Tuhan lho. “Contohnya di dalam peristiwa ini, bagaimana Pak?” Yaitu pada waktu misalnya awak kapal itu menuntut kapal itu harus dijalankan, seperti itu, Paulus ngomong sama mereka, “Kalau kita perhatikan, bulan ini kayaknya nggak memungkinkan kita untuk jalan lagi.” Kapan hal itu? Bulan Oktober. Ada yang mengatakan kemungkinan Oktober awal. Dan kenapa Oktober awal itu tidak boleh berjalan lagi? Karena Paulus itu, pertama, adalah orang yang kelihatannya sangat berpengalaman sekali. Dia, kalau kita baca dari Surat 2 Korintus, dia adalah orang yang pernah mengalami tiga kali karam kapal, kayak gitu. Jadi dia betul-betul mengerti sepertinya kondisi pelayaran yang ada, dan angin yang ada. Tetapi ada pertimbangan juga, ketika Paulus di Kisah Rasul ini dikatakan, pada waktu itu adalah hari yang baru lewat dari hari raya orang Yahudi. Ada yang menafsirkan itu kemungkinan bulan Oktober. Dan menurut kalender pelayaran, antara bulan September tanggal 14 sampai dengan November tanggal 11, orang tidak akan berlayar lagi. Kenapa? Karena kemungkinan badai itu besar sekali. Jadi di dalam ilmunya astronomi mungkin ya, atau ilmu dunia pelayaran, pokoknya kalau sudah masuk bulan September mulai dari tanggal 14 sampai dengan November tanggal 11, begitu sudah masuk situ, hati-hati kalau berlayar. Apalagi kalau sudah lewat dari 11 November, jangan berlayar sama sekali. Tapi, ketika Paulus berbicara seperti ini, para awak kapal itu nggak mau denger. Mungkin mereka merasa diri mereka lebih berpengalaman daripada Paulus. Siapa Paulus? Orang tawanan kok, tahanan dari Roma, dan dia bukan nakhoda atau pun awak kapal yang pekerjaannya adalah berlayar. Kami setiap hari berlayar. Jadi siapa yang kita dengarkan, kalau kayak gitu? Yang berpengalaman atau yang nggak berpengalaman? Hati-hati ya, orang yang cuma cari orang yang berpengalaman, mungkin bisa berbahaya. Paulus nggak berpengalaman, lalu dia nggak didengar.
Tapi pertanyaannya adalah kayak gini, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, “Atas dasar apa Paulus memberikan anjuran?” Karena Tuhan bicara sama Paulus, ”Paulus, kamu kasih tau deh nakhoda kapal, atau perwira itu kalau kita nggak boleh lanjut, nanti kapal karam.” Begitu? Saya yakin tidak. Paulus memberikan pertimbangan itu karena common sense, karena pengertian yang dia dapatkan dari hikmat dia belajar. Itu beriman nggak? Itu bagian dari iman. Itu tidak meniadakan iman. Karena ketika Paulus mengatakan seperti itu, orang-orang nggak mau mendengar, siapa punya nasehat yang terjadi? Ya Paulus. Jadi Paulus ada dasar di dalam memberi masukan. Kita sebagai orang Kristen jangan berpikir kalau “Oh, orang Kristen itu berdasarkan iman saja. Berarti sudah nggak usah berpikir sama sekali.” Baru kita mau tanya A, sudah “kamu nggak beriman, ya?” Itu konyol, terus terang. Bapak, Ibu harus gunakan logika, gunakan kepandaian yang Tuhan karuniakan, untuk kita belajar Firman, untuk kita berjalan bersama dengan Tuhan. Jangan gunakan cuma untuk bekerja cari duit. Itu adalah dualisme yang bukan alkitabiah ya. Kalau kita gunakan semua hikmat dan kepandaian untuk berdagang, belajar, dan studi, gunakan semua hikmat dan kepandaian untuk belajar Firman, dan ikut Tuhan, melayani Tuhan. Itu prinsip Firman.
Yang kedua adalah, pada waktu kita percaya kepada Tuhan, maka hal itu tidak berarti bahwa kita boleh mengabaikan semua sarana yang Tuhan sediakan di dalam kehidupan kita dan berkaitan dengan apa yang kita kerjakan itu. Maksudnya gini ya, tadi saya bilang – pada waktu mereka ada di dalam kondisi badai, Paulus sudah berbicara kepada perwira itu dan semua orang-orang yang ada di dalam kapal, “Jangan takut!” Kemungkinan Paulus juga takut, ya. “Jangan takut, kita pasti akan selamat semua! Karena Tuhanku sudah berjanji kita semua pasti akan selamat.” Karena siapa? Karena siapa mereka selamat? Karena ada Paulus di situ, ada misi Tuhan yang belum diselesaikan oleh Paulus. Ini satu hal yang penting, ya, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan. Kita di dalam mengerjakan segala sesuatu, kita sering kali dalam kondisi yang takut. Takut karena ada tekanan, takut ada bahaya, seperti itu, sehingga membuat mulut kita tertutup untuk bersaksi bagi Tuhan. Kalimat yang Paulus katakan di sini, tahu nggak satu hal? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, nggak ada satu kekuatan pun dan kuasa apa pun yang bisa mengancam kita dan menyakiti kita kalau Tuhan nggak izinkan itu! Bahkan yang terjadi adalah: Kenapa orang-orang yang ada di sekitar kita diberkati? Turut mengalami berkat? Itu karena bukan mereka diberkati Tuhan! Tapi karena keberadaan dari orang percaya di tengah-tengah mereka yang dipelihara oleh Tuhan dan masih ada tugas yang harus dikerjakan dalam hidup dia, maka orang di sekitar kita juga turut diberkati.
Ada satu janji yang Tuhan pernah bicarakan kepada Abraham di dalam Perjanjian Lama. Tuhan janjikan apa? Pertama? Engkau akan menjadi bangsa yang besar. Yang kedua, apa? Engkau akan memiliki tanah perjanjian di Kanaan. Yang ketiga? Namamu akan menjadi masyhur. Tapi di balik itu juga ada lanjutannya. Lanjutannya adalah: Tuhan akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau dan Tuhan akan mengutuk orang-orang yang mengutuk siapa? Abraham. Ini prinsip! Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, keberadaan orang di sekitar kita itu ada di dalam kasih Tuhan atau tidak itu tergantung siapa? Tergantung siapa? Halo? Tergantung siapa? Saya. Ulangi ya, orang-orang di sekitar kita itu diberkati oleh Tuhan tergantung siapa? Saya.
Makanya tadi saya bilang kita punya hidup menampilkan seperti apa itu penting! Bapak, Ibu jangan jadi manusia situasional, dengan, dengan etika situasional: keadaan menguntungkan, saya muncul, keadaan kurang menguntungkan, saya menghindar, seperti itu. Pokoknya pikirannya adalah keselamatan diri terus dan keadaan seperti yang menentukan kita muncul atau tidak. Jangan! Tapi belajarlah melihat dari perspektif Tuhan! Apa yang Tuhan kehendaki saya lakukan? Kalau memang itu berbahaya, tapi Tuhan ingin betul-betul saya tampil dalam hidup saya untuk menyatakan kebenaran Tuhan, tampil nggak? Tampil, ya? Bapak, Ibu janji bukan di depan saya lho! Di depan Tuhan.
Paulus berdiri, dia bicara, “Jangan takut! Semua orang di sini akan selamat!” Lalu pada waktu awak kapal pergi meninggalkan mereka, mau lari dari kapal itu, Paulus ngomong kayak gini nggak? “Tenang aja Pak Perwira, Tuhan sudah berjanji dengan kita kalau kita semua pasti selamat. Jadi awak kapal itu mau melarikan diri? Nggak apa-apa!” “Mereka selamat?” “Selamat.” “Kita gimana? Selamat juga?” Selamat nggak? jawab dong! Atau kayak gini. Bapak, Ibu naik pesawat, terbang di dalam pesawat, salah satu kursi, duduk di situ. Lalu Bapak, Ibu tahu pasti bahwa Bapak, Ibu, Saudara sedang diutus oleh Tuhan pergi ke kota, satu kota untuk melayani di sana. Jelas sekali pemikiran seperti itu. Lalu tiba-tiba di tengah udara, salah satu mesin pesawat meledak, kayak gitu. Bum! Kebakar, tinggal satu. Yang satunya mulai ada masalah, kayak gitu, terbangnya, sehingga membuat pesawat itu terbangnya miring-miring, goyang-goyang, kayak gitu. Nggak lama kemudian Bapak, Ibu lihat pilot sudah makai parasut dan siap-siap buka pintu mau lompat keluar. Bapak, Ibu akan lakukan apa? Ngomong kayak gini? “Nggak apa-apa lah, Tuhan sudah janji saya pasti tiba di tujuan. Mau ada pilot, nggak ada pilot, pokoknya saya pasti selamat sampai tujuan.” Gitu? Itu namanya, pertama, nggak punya common sense. Yang kedua adalah kita nggak ngerti Tuhan gunakan pilot untuk bawa kita sampai ke ujung. Kalau pilot yang sangat pandai di dalam menyetir pesawat, yang memang tugasnya di situ dan belajar hal itu, pergi, Bapak, Ibu mau selamat?
Makanya Paulus ngomong kayak gini, pada waktu para awak kapal itu mau melarikan diri, dia ngomong, “Cegah orang itu!” Lalu, menarik sekali Paulus ndak ngomong, “Kalau orang itu kau biarkan pergi, kita semua pasti mati!” Tapi yang dia ngomong apa? Ayat 31 ya, “Karena itu Paulus berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: ”Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat.”” Langsung dibawa personal sekali kepada perwira itu dan ngomong: bukan kita, tapi kamu, ndak mungkin selamat kalau para awak itu pergi. Mungkin supaya ada urgensi di situ, ya, supaya perwira itu ngeh untuk mencegah para awak kapal itu melarikan diri.
Tapi ini hal yang Alkitab ajarkan Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan. Pertama, beriman berarti tidak meniadakan common sense ataupun bijaksana atau pertimbangan kita. Kedua, percaya kepada Tuhan itu adalah sesuatu yang tidak mengabaikan sarana yang Tuhan berikan di dalam hidup kita untuk kita bergantung atau memanfaatkan itu demi untuk keselamatan, atau keberhasilan, atau satu tindakan yang diberkati oleh Tuhan. Dan ini adalah hal yang penting, ya. Terutama pada waktu kita ada di dalam kondisi yang tenang. Bapak, Ibu perlu belajar ini dan belajar, ya saya pakai istilah, meyakinkan diri terhadap kebenaran ini. Jangan sampai pada waktu panik baru berusaha cari-cari pengertian ini. Kalau itu terjadi, maka Tuhan akan tinggalkan kita dan tidak pedulikan kita sama sekali!
Kita boleh buka Amsal 1, ya. Amsal 1:22, ”Berapa lama lagi, hai orang yang tak berpengalaman, kamu masih cinta kepada keadaanmu itu, pencemooh masih gemar kepada cemooh, dan orang bebal benci kepada pengetahuan? Berpalinglah kamu kepada teguranku! Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu dan memberitahukan perkataanku kepadamu. Oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, bahkan, kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, maka aku juga akan menertawakan celakamu; aku akan berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke atasmu, apabila kedahsyatan datang ke atasmu seperti badai, dan celaka melanda kamu seperti angin puyuh, apabila kesukaran dan kecemasan datang menimpa kamu. Pada waktu itu mereka akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab, mereka akan bertekun mencari aku, tetapi tidak akan menemukan aku. Oleh karena mereka benci kepada pengetahuan dan tidak memilih takut akan Tuhan,” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kapan kita perlu belajar? Atau saya tanyanya kebalik aja ya, Bapak, Ibu pengen nggak pada waktu ada masalah ditolong oleh Tuhan? Pengen nggak? Pengen, ya. Ada kesulitan diberikan jalan keluar, pengen nggak? Ada syarat nggak? “Nggak ada lah, Pak. Kan, beriman sama Tuhan dan percaya Tuhan.” Maksudnya gimana? Maksudnya adalah, kalau kita ada di dalam kondisi yang sulit, ada dalam pergumulan, kita doa kepada Tuhan dan percaya kepada Tuhan, Tuhan pasti menolong kita, kok, keluar kalau kita adalah anak-anak Tuhan. Amin? Amin, ya. Amsal 1 ngomong, tidak! Belum tentu. Syaratnya apa? Kenapa tidak? Itu tergantung, selama masa kita ada di dalam kondisi tenang, kita mencari Tuhan atau tidak. Syaratnya adalah, selama kita ada di dalam kondisi tenang kita belajar Firman dan mengerti kehendak Tuhan atau tidak. Kalau kita abaikan itu semua, ketika ada masalah tiba yang terjadi apa? Tuhan biarkan kita di dalam kepanikan dan ketakutan dan ke-tidak ada pengharapan sama sekali walaupun kita berdoa minta tolong sama Tuhan. Itu Amsal 1, karena Tuhan anggap orang yang mengaku-ngaku anak Tuhan tapi nggak pernah mencari kehendak Tuhan adalah orang yang jahat.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, beriman betul. Tapi beriman bukan hanya beriman buta sesuai kebutuhan kita. Kapan kita mau baru kita datang kepada Tuhan, kapan kita nggak mau kita lupakan Tuhan. Tidak, itu bukan iman. Iman itu adalah kita terus menerus menyediakan diri untuk belajar Firman, mengerti kehendak Tuhan, mencari kehendak Tuhan, meyakinkan diri kita dan percaya kepada kehendak yang Tuhan ajarkan kepada diri kita. Pada waktu kita butuh pertolongan, yakinlah Tuhan pasti menolong. Itu janji Tuhan.
Jadi, apa yang membuat Paulus punya kekuatan? Saya yakin karena dia bergaul dengan Tuhan. Bukan di momen-momen khusus, genting, dia baru inget Tuhan. Bukan. Tapi di momen yang tidak genting pun dia selalu ingat Tuhan. Jadi hati-hati, ya, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan. Kalau kita tanya, ya, kapan kita ingat Tuhan? Kapan doa kita makin ngotot? Hah? Kapan? Kapan kita berjanji kepada Tuhan, “Tuhan, saya pasti akan lebih rajin ke gereja, dan belajar Firman dan melayani Tuhan.” Kapan itu? Waktu ada masalah, kan? Seolah-olah bernazar kepada Tuhan, habis nazar lupa ketika keadaannya lewat. Kita sering kali seperti itu. Tapi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Alkitab bilang nggak. Anak Tuhan yang sungguh-sungguh takut Tuhan, walaupun dia di dalam kondisi yang baik dia nggak lupa Tuhan. Dia terus mencari Tuhan dan perkenanan Tuhan dalam hidup dia. Dan pada waktu dia ngalami kesulitan, yakinlah Tuhan nggak akan meninggalkan orang-orang seperti ini. Kiranya Tuhan boleh memberkati kita, ya.
Saya kira, saya stop di sini. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, satu cerita yang menarik, ya, berkaitan dengan Paulus. Hal yang kelihatannya hanya memaparkan peristiwa yang terjadi tapi dibalik itu ada kebenaran yang membuat Paulus berani bersikap seperti itu. Bapak, Ibu, harus lihat kehidupan kita juga seperti ini. Kita semua menjalani cerita hidup kita. Apa pun itu menjadi cerita hidup kita. Kita menjalani itu. Tapi pada waktu kita menjalani cerita hidup kita, Bapak, Ibu, menjalaninya berdasarkan prinsip siapa? Menggunakan wawasan siapa? Atau menggunakan hikmat siapa? Jangan berpikir kita nggak menggunakan siapa-siapa bisa. Kita pasti menggunakan hikmat tertentu di dalam hidup kita. Pertanyaannya adalah, kita perlu uji hikmat itu bisa diandalkan atau tidak? Bijaksana itu bisa menolong kita atau tidak? Kalau nggak, tinggalkan! Kembali ke yang bisa sungguh-sungguh menolong kita. Amin? Mari kita masuk dalam doa, ya.
Kami kembali bersyukur, Bapa, untuk Firman, untuk kebenaran yang boleh Engkau nyatakan bagi kami. Kiranya Engkau boleh pimpin kami di dalam perjalanan iman kami bersama dengan Tuhan. Berkati kami ya, Bapa, nyatakan kasih-Mu dan juga biarlah kami boleh makin dibentuk untuk makin rindu Firman, makin haus akan kebenaran dan makin dipertumbuhkan dalam iman kepada kebenaran Firman-Mu. Topang kehidupan kami, ya, Tuhan, dan khususnya bagi anak-anak-Mu yang mungkin dalam pergumulan. Kiranya hal itu tidak membuat mereka menciut tetapi mereka boleh tetap berdiri di hadapan pergumulan itu sambil menyatakan nama Tuhan dalam kehidupan mereka. Kami berdoa sekali lagi menyerahkan gereja-Mu ini, kiranya Engkau boleh pimpin dan berkati. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin. (HS)