Doa Bapa Kami (8)
Vik. Nathanael Marvin, M. Div
John Charles Ryle, seorang teolog Kristen, mengatakan bahwa permohonan dari “Berikanlah makanan kami pada hari ini yang secukupnya” adalah suatu permohonan yang mengajarkan kepada kita untuk bisa mengakui bahwa seluruh hidup kita itu bergantung pada Tuhan. Kalau kita bergantung kepada Tuhan berarti kita menyadari siapakah diri kita. Siapakah yang bergantung kepada Tuhan? Yaitu ciptaan Tuhan, karena Tuhan adalah Sang Pencipta. Kita diajarkan dalam permohonan ini untuk bergantung kepada Tuhan karena Dia Pencipta kita dan Dia menyediakan segala kebutuhan kita sehari-hari. Maka suatu kalimat yang kita ucapkan ketika kita berdoa, misalnya seperti ini: “Saya butuh Tuhan dalam hidup saya”, “Saya butuh pertolongan Tuhan”, “Saya bisa hidup sampai hari ini itu karena Tuhan”, “Saya punya pakaian, saya bisa makan sehari tiga kali, saya punya tempat tinggal, itu semua dari Tuhan”, dan ini adalah wujud bagaimana kita mengakui hidup kita itu dari Tuhan. Permohonan ini bukan saja permohonan yang berlebihan. “Tuhan berikanlah makanan kami yang berlebihan!”, gitu ya. “Sebanyak-banyaknya!”, bukan. Tetapi permohonan memberikan berkat Tuhan yang secukupnya. Kita diajarkan bukan saja mengakui bahwa seluruh keberadaan kita berasal dari Tuhan, kita butuh Tuhan, tetapi juga kita belajar untuk tidak rakus, ya. Tidak tamak, tapi belajar mencukupkan diri karena apa yang Tuhan beri itu cukup bagi kita. “Berikanlah makanan kami pada hari ini yang secukupnya.”
Nah prinsip ini, ya, Bapak, Ibu, sekalian, senada dengan lagu himne “Leaning on The Everlasting Arm”, “Sandar pada Lengan yang Kekal”. Semakin kita mengenal Tuhan, semakin kita mengerti bahwa kita itu butuh bergantung pada Tuhan. Semakin kita mengenal Tuhan, John Calvin katakan, kita pun mengenal diri kita siapa di hadapan Tuhan. Semakin kita mengenal diri kita, kita pun tahu kenapa kita bisa mengenal diri kita, karena firman Tuhan menerangi hidup kita dan kita mengenal Tuhan. Semakin kita mengenal diri kita, kita sadar kita pun harus bergantung pada Tuhan. Kita berdosa dan tanpa Tuhan kita tidak bisa apa-apa. Yesus Kristus pun mengatakan bahwa “Di luar Aku kamu tidak bisa apa-apa”. Kita nothing, kita lemah, kita berdosa, kita hanya menerima keadilan Allah kalau kita di luar Kristus. Kita akan menerima murka Tuhan, hukuman Tuhan kalau kita di luar Yesus Kristus. Semakin kita dewasa di dalam Tuhan, semakin kita bersandar pada Tuhan.
Nah, ini kontra dengan pandangan kedewasaan menurut dunia. Menurut dunia, dewasa berarti apa? Kita mandiri, semakin tidak bergantung pada orang tua, semakin tidak bergantung pada orang-orang di sekitar kita. Satu sisi Bapak, Ibu, sekalian, mandiri ini, ya betul, benar ya, mana mungkin kita sudah dewasa, sudah bisa kerja masih minta-minta uang terus sama orang tua, ya? Kalau anak-anak Sekolah Minggu, masih kecil, masih pengen dikeloni, ya, dikeloni Papa atau Mama, ya kan? Coba sekarang, kalau saya minta dikeloni Pak Heru, misalkan. Kan aneh ya? Aneh banget, ya, bukan orang tua lagi, ya. Kan aneh sekali. Kita sudah dewasa, ya, ada sisi kita tidak bergantung, kita mandiri, kita bekerja, kita baik. Tetapi, ya, kerohanian kita dewasa di dalam Tuhan itu bukan menjauh dari Tuhan. Bukan “Tidak butuh Tuhan! Saya sudah jago! Sudah hebat!” Bukan! Semakin kita mau dekat Tuhan, semakin kita berpegang pada tangan Tuhan yang menuntun hidup kita!
Yesus pernah mengajarkan kebutuhan hidup manusia dengan begitu jelas bahwa “Manusia tidak hidup dari roti saja, melainkan hidup dari Firman yang keluar dari mulut Allah.” Ada bercandaan dari kalimat ini, Bapak, Ibu, sekalian, ya. Kalimat ini kan diucapkan saat kita mungkin tidak butuh makan dan sudah makan. Jadi ditawarin roti, gitu, ya. “Kamu mau makan nggak?” Kita bilang, “Nggak”, ya, “kita tidak hidup dari roti saja”, ditolak, ya. Seperti Yesus menolak pencobaan dari iblis kan. Tapi kalau sebaliknya gimana Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ya? Kalau kita sudah makan Firman Tuhan. Nah, kita sudah makan Firman Tuhan nih pagi hari ini, terus kemudian kita sedang mau makan yang jasmani nanti siang. Maka kita bilang, “Manusia tidak hidup dari Firman saja, tapi hidup juga dari roti”, gitu, ya, ditukar, ya. Menunjukkan bahwa kita tuh ternyata, Bapak, Ibu, sekalian, kita butuh dua hal ini untuk bisa hidup.
Apakah kita bisa hidup kalau kita baca Firman, doa, nggak makan 4 sehat 5 sempurna, nggak tidur? Baca firman, doa terus bisa hidup? Mati! Tiga hari sudah mati. Tujuh hari sudah mati. Tapi sebaliknya, kalau kita cuma makan, minum, tidur, olahraga, rohani kita bisa hidup nggak kalau tanpa Firman dan tanpa doa? Nggak bisa. Kita akan menjadi manusia yang berdosa yang cenderung berdosa, yang semakin jauh dari Tuhan. Nah, ini maka sangat penting ajaran Yesus yang mengatakan bahwa manusia itu punya dua kebutuhan: manusia tidak hidup dari roti saja tetapi hidup dari Firman Tuhan juga yang keluar dari mulut Tuhan. Kita butuh dua hal ini, roti dan Firman Tuhan.
Sayangnya manusia berdosa itu hanya ingatnya itu apa? Roti saja, roti saja. Ada yang hobinya roti—dia makan roti maksudnya, ya. Ada yang hobinya makan nasi goreng, Indomie, ya. Apalagi anak-anak, ya. Ada nggak hobinya makan sayur? Wah, itu langka. Ada nggak yang hobinya baca firman? Bapak, Ibu sekalian, ada yang hobi gitu ya? Baca firman, doa, hobi lho. Kenapa untuk hal jasmani kita bisa perlakukan melebihi hal rohani? Nah ini adalah ketidakseimbangan di dalam jasmani maupun rohani kita. Kalau kita bisa suka makanan, kenapa kita nggak suka firman? Ya, kalau kita suka ngobrol dengan orang, kenapa kita nggak suka doa? Nah, ini adalah kelemahan dari manusia yang berdosa. Kita seringkali fokus pada kebutuhan jasmani saja bukan kebutuhan rohani. Hidup seharusnya bergantung pada Sang Sumber Hidup.
Nah, bicara soal bergantung pada Allah atau bergantung pada Yesus Kristus itu bagaimana sih? Ini kan kalimat yang begitu abstrak, begitu tidak mudah kita mengerti. Karena apa? Karena hal rohani. Ya, hal rohani itu memang tidak mudah dimengerti, kok. Tetapi kalau kita ibarat, kenapa ada jasmani, nah itu memudahkan kita mengerti hal yang rohani. Kenapa Tuhan kasih yang materi kepada manusia? Supaya kita lebih mudah juga, manusia itu hidup di dalam tubuh yang jasmani dan rohani. Ya, dalam dunia hewan kita tahu ada binatang yang suka bergantung, ya—bergelantung, lebih mudah, ya. Binatang yang sering bergantung adalah monyet. Itulah fungsi monyet, Bapak, Ibu sekalian, supaya memberitahu kita, kita pun harus bergantung kepada Tuhan. Ya jangan pikir monyet nggak perlu ada di dunia ini gitu, ya, nggak. Mereka suka bergantung ke pohon, ya, ambil makanan, ya, menghindari binatang buas, mereka bergantung pada pohon. Nah, kita juga sama. Kita ranting-ranting, Yesus pokok anggurnya. Kita bergantung pada Yesus. Itulah fungsinya monyet. Jadi, jangan tanya kenapa ada lalat di dunia ini, gitu ya. Pikir lah nanti, pikir dapet hal rohaninya, ya. Kenapa sekarang ada demam berdarah? Ada nyamuk. Untuk apa nyamuk gitu, ya, di dalam dunia ini? Jangan. Ya, jangan menghina ciptaan Tuhan. Kita ada hikmat Tuhan yang Tuhan berikan di dalam setiap ciptaan-Nya.
Atau dalam dunia olahraga, kita tahu ada gerakan bergantung, ya, bergantung. Siapa yang suka bergantung Bapak, Ibu sekalian, ya? Menahan berat badan dengan pegang palang. Bahasa Jawanya pull up, gitu ya—bahasa Jawanya—bahasa Inggris, ya. Bahasa Jawanya, saya nggak tahu itu ngapain, sih. Ya, tapi palangnya siapa? Ya, kita bergantung pada palang, kan? Kita bergantung supaya nggak jatuh, supaya nggak terpuruk, kita bergantung pada Tuhan. Supaya apa? Supaya nggak berdosa, ya, supaya nggak jatuh. Kita betul-betul bergantung untuk bisa makan, untuk bisa berlindung, untuk bisa nggak jatuh dari yang bahaya, ya, untuk bisa sehat, kita pun bergantung itu sehat, ya. Pull up itu, ya. Nah kita pun harus belajar bergantung kepada Tuhan untuk kebutuhan jasmani dan rohani.
Bapak, Ibu sekalian, kita tahu manusia itu lemah dan berdosa. Nah kita butuh Tuhan di dalam hidup kita dan kalimat ini benar, ya. Kalau kita butuh manusia, satu sisi kita bisa lihat kan, “Oh, ya. Jangan-jangan kamu menggantungkan hidupmu kepada manusia. Jangan-jangan kamu memberhalakan manusia.” Kalau kita bilang, kita butuh manusia. Tapi, itu benar juga karena kita makhluk sosial yang membutuhkan sesama untuk bisa hidup bersama-sama. Tapi, kalau kalimat kita butuh Tuhan, ya, 100% benar. Nah, kenapa? Karena Allah itu Mahacukup. Ya, Allah itu Mahacukup sehingga kita harus bergantung kepada-Nya. Tuhan tidak butuh apa pun di luar Dia. Ya, karena Dia sudah Mahacukup. Dia itu Self-existent. Dia sudah ada pada diri-Nya sendiri. Dia tidak bergantung pada siapa pun, Dia Allah yang tidak bergantung pada apa pun. Siapa pun itu tidak bergantung. Nah maka dari itu kita bisa melihat bahwa kita justru harus bergantung pada Allah yang cukup itu—Mahacukup itu.
Apakah Tuhan butuh manusia, Bapak, Ibu, Sekalian? Ya, kalau ada yang bilang, “Tuhan itu butuh saya.” Wah, sombong banget. Sombong banget. Pasti salah itu! “Tuhan butuh saya”, nggak. Kalimat yang benar, “Saya butuh Tuhan.” Apakah Tuhan butuh hewan? Apakah Tuhan butuh tumbuhan? Tidak! Apakah Tuhan butuh uang kita? Tidak. Tuhan butuh ciptaan untuk bisa memuji Dia? Kalau ciptaan-Nya tidak memuji Dia, Dia kurang mulia, ya? Kayaknya ada yang salah, kok nggak dipuji-puji gitu, ya? Nggak! Tuhan itu sudah Mahacukup. Tuhan nggak butuh malaikat. Tuhan nggak butuh bumi. Tuhan nggak butuh planet. Tuhan nggak butuh makanan, minuman. Nggak perlu! Tuhan itu nggak butuh apa pun. Dia sudah cukup pada diri-Nya sendiri. Tapi yang anehnya, Tuhan mencipta. Wah, itu suatu misteri. Tuhan nggak butuh apa-apa, tapi Tuhan mencipta. Demi apa? Demi kasih-Nya pada kita semua, manusia yang berdosa dan juga adalah umat pilihan Tuhan. Semua Tuhan berikan itu demi kita, lho! Ya, bukan demi Tuhan. Betul-betul untuk kepentingan manusia. Itu kasih-Nya yang begitu besar. Dan Tuhan ketika sudah memberikan anugerah-Nya, tentu Tuhan bukanlah Allah yang kita bisa permainkan. Dia menuntut sesuatu, supaya kita taat kepada aturan dan perintah-perintah Tuhan, supaya kita juga hidupnya dengan baik, ya di dalam dunia ini karena aturan Tuhan sendiri. Jadi, kita bisa mengenal bahwa Dialah pencipta kita, kita ini ciptaan. Pencipta itu Mahacukup, tapi ciptaan itu harus bergantung kepada Allah saja.
Nah, di dalam SPIK kemarin, Seminar Pembinaan Iman Kristen, Pdt. Benyamin mengatakan, ya bahwa manusia, the human being is a created person. Kita ini pribadi yang dicipta. Kutipan dari teolog Anthony Hoekema, pribadi yang dicipta. Allah, Pribadi yang tidak dicipta. Kita, pribadi yang diciptakan oleh Allah, muncul. Oleh karena itu, kita bisa memiliki tujuan hidup, kehendak bebas, mengambil keputusan sendiri. Itu pribadi, ya. Kita ini dicipta. Secara pasif, kita bergantung pada Pencipta yang aktif menciptakan kita. Maka, Bapak, Ibu sekalian, kita, kan nggak sembarangan, ya kepada orang, bersikap kepada orang itu kita tidak melakukan perbudakan. Zaman dulu, berapa ratus tahun yang lalu, kan bagaimana orang-orang Barat, kulit putih, akhirnya memperbudak orang-orang kulit hitam, Afrika. Itu, kan betul-betul tidak menghargai ciptaan Tuhan. Karena apa? Tidak menghargai pribadi. Bagi mereka, orang kulit hitam itu sebagai properti. Jadi, mereka tidak menghargai kebebasan mereka. Orang kulit hitam tidak bisa ambil keputusan sendiri, disuruh kerja paksa, disiksa, disakiti. Nah, itu bukanlah melihat orang sebagai pribadi.
Melihat orang sebagai suatu pribadi itu adalah membiarkan dia memang bisa ambil keputusan sendiri, punya kehendak bebas sendiri, dan memang punya tujuan hidupnya, terlepas dari entah keputusannya, pemilihannya, pemikirannya itu salah atau benar. Namanya pribadi kok! Ya, punya kehendak bebas, bisa melakukan ini dan itu. Nah, itu adalah pribadi yang dicipta. Tapi, perenungan bagi kita adalah manusia berdosa, ya kita sudah jatuh dalam dosa dan kecenderungan kita akan terus melakukan dosa. Kita sudah mati rohaninya. Sebelum dalam Kristus, rohani kita sudah mati. Nah, bagaimana supaya manusia berdosa itu menyadari akan kebutuhan rohaninya? Kan mati? Apakah orang mati bisa minta makan? “Makan! Lapar nih! Sudah nggak makan tiga hari!” gitu, ya. Di peti mati, panas. nyalain AC gitu, ya? Nggak bisa! Ya, kalau namanya mati, nggak sadar. Apa pun nggak sadar.
Alkitab sudah jelaskan bahwa setiap orang berdosa itu rohaninya mati. Apakah ada kesadaran dalam kerohaniannya? Nggak ada! Dia hidup, tapi tidak sadar Tuhan ada. Dia hidup, dia tidak mau kenal Tuhan. Dia hidup demi kepentingan dirinya sendiri. Dia hidup sebatas hidup. Namanya mati, kok rohaninya, ya, tidak nyambung dengan Tuhan, tidak mengenal Tuhan. Bagaimana ini, ya? Ini adalah permasalahan paling besar bagi orang berdosa. Ada yang mengatakan, ya, permasalahan di dalam dunia ini bukan peperangan. Permasalahan yang besar itu bukan peperangan. Bukan Sodom dan Gomora, Tuhan kasih hujan api belerang. Bukan orang-orang di zaman dulu ketika Tuhan melihat semuanya melakukan kejahatan, Tuhan kasih air bah gitu, ya. Hal-hal yang paling besar, sebenarnya bukan hal-hal yang terlihat besar, melainkan adalah masalah dosa. Dosa ini permasalahan paling besar. Karena apa? Nggak sadar! Dia mati, kok! Dia terputus dengan Tuhan. Dia nggak tahu belajar firman. Dia nggak tahu, kok! Dia menafsirkan firman Tuhan saja salah, kok!
Manusia berdosa itu adalah orang yang sudah self-destroyed. Orang yang akan menghancurkan dirinya sendiri. Ya, menghancurkan diri sendiri karena nggak kenal Tuhan. Soren Kierkegaard-ini juga di SPIK kemarin, ya-mengatakan bahwa dosa adalah orang yang sangat tidak mau bergantung pada Allah. Ya, itu dosa. “Saya nggak mau kenal Tuhan, nggak mau bergantung pada Tuhan. Saya tidak butuh Tuhan!” Nah ini dosa. Pak Tong sendiri katakan ya, “Manusia tidak jahat karena dia lakukan kejahatan, tetapi karena manusia jahat, maka dia lakukan kejahatan.” Tanpa perlu kita melakukan kejahatan, natur dosa itu sudah ada dari Adam dan Hawa. Kita menerima dosa asal, sejak bayi kita sudah berdosa, kenapa itulah kita bisa melakukan dosa. Wah sudah jahat. Kita sudah mati rohaninya, kita akan menghancurkan dirinya sendiri, diri manusia berdosa. Alkitab pun katakan bahwa manusia tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Semua manusia telah kehilangan kemuliaan Allah, kita itu digambarkan sebagai manusia yang bangkrut sebangkrut-bangkrutnya, bahkan minus ya.
Maka fokus manusia berdosa bukan pada hal rohani, mereka fokus pada hal jasmani. Kan rohaninya mati kok. Rohaninya sudah mati, bagaimana bisa fokus ke rohani? Karena jasmaninya hidup, ya sudah dia fokus pada yang hidup saja; dia makan, dia tidur, dia memikirkan masa depan untuk seksualnya, untuk laparnya, untuk hausnya, untuk kebutuhan jasmaninya ya. Sebenarnya kebutuhan jasmani itu kita bisa pakai untuk bisa melihat bahwa kita itu butuh hal rohani juga ya. Maka permohonan doa ini Bapak, Ibu sekalian bahwa itu betul bahwa, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”, ini bicara soal kebutuhan jasmani. Daily bread ya. Give us our daily bread. Berikan kami kebutuhan jasmani. Tapi jangan lupa waktu kalimat ini dikatakan, ini dikatakan kepada siapa? Dikatakan kepada Tuhan. Berarti dia ingat juga bahwa dia harus berdoa untuk memenuhi rohaninya, untuk memberi makan pada rohaninya.
Dan dari situ juga kita bisa lihat kalau memang kebutuhan jasmani ini sebagai gambaran bahwa kita pun butuh hal yang rohani, kita bisa mengatakan seperti Yesus katakan bahwa manusia hidup dari roti saja, melainkan dari firman yang keluar dari mulut Allah. Makanya sangat baik kita memahami pokok doa ini. Ya kita minta hal jasmani no problem, semua orang tidak mengenal Tuhan pun meminta hal jasmani. Tetapi kita sebagai anak Tuhan, sebagai umat pilihan, sebagai pengikut Yesus, kita dari minta hal jasmani, jangan lupa minta hal rohani. Ya, permohonan ini sangat berkaitan satu dengan yang lainnya. Alkitab juga bahkan mengatakan bahwa, sebelum doa ini sudah ada panduannya. Mari kita baca di slide ya, Matius 6:7-8, sebelum Yesus mengajarkan doa Bapa kami ini, ini di situ Yesus sudah katakan demikian, saya bacakan untuk kita semua, “Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu meminta kepada-Nya.”
Tuhan sudah tahu kamu butuh roti. Tuhan sudah tahu kita butuh makanan, minuman, uang. Tuhan sudah tahu ya. Tuhan itu Allah yang baik, Bapa yang baik. Tuhan pun mampu memberikan apa yang kita butuhkan. Kalau orang tua yang berdosa yang tidak kenal Tuhan pun tahu kok bagaimana merawat bayi, merawat anak, ya tidak memberikan batu kepada yang minta roti, tidak memberikan kalajengking, ular kepada yang minta ikan, masak kita seolah-olah Tuhan itu tidak tahu apa yang kita butuhkan. Seolah-olah kita harus detail nih ngomong ke Tuhan ya, “Tuhan, aku mau nanti makanannya tu yang enak-enak gitu ya. Pokoknya yang nasi goreng lah, yang jumlah nasinya itu 100.000.” Misalkan gitu, jumlah nasinya pun sampai didoakan. Ngapain. Kita nggak usah doain yang detail-detail Bapak, Ibu sekalian, seolah-olah dengan doa yang detail Tuhan akan kabulkan permohonan kita. Tidak! Yang Tuhan kabulkan ada kebutuhan kita. Yang perlu kita cari tahu adalah kebutuhan kita itu apa; ya makan, minum, jasmani ok. Tapi kebutuhan rohani kita apa, yaitu pertolongan Tuhan, penyertaan Tuhan.
Nah pertanyaan bagi kita Bapak, Ibu sekalian, bagaimana agar manusia dapat menyadari kebutuhan akan hal rohani, orang yang belum Kristen maupun orang yang Kristen? Nah bagaimana supaya kita bisa sadar, bagaimana manusia bisa betul-betul ngeh terhadap kebutuhan rohaninya? Kalau kebutuhan jasmani, orang berdosa bisa juga tidak sadar ya; nggak butuh minum, sehari bisa nggak minum. Lupa. Namanya manusia berdosa memang aneh-aneh juga ya. Bicara soal hal jasmani, biasanya manusia itu sadar dan langsung mengusahakannya. Tapi hal-hal rohani ini tidak diusahakan. Bahkan, manusia berdosa yang sudah mati rohaninya tidak bisa mengusahakan hal rohani sekalipun. Tapi untuk hal jasmani, ya, mereka bisa mengusahakannya. Karena apa? Karena anugerah umum.
Ada orang yang non-Kristen jauh lebih sehat, hidupnya, fisiknya, ya. Six-pack semua, gitu ya, laki-laki, ya. Tapi kalau laki-laki kristen one-pack semua. Bisa nggak? Bisa aja, lah. Mereka mikirin jasmani terus kita kasih alasannya, ”mereka kan belum hidup rohaninya. Jadi fokusnya jasmani aja.” Gitu, ya. Kita ngeles, gitu ya. Cari-cari alasan membela diri. Padahal, penting kan jasmani itu perlu kita rawat, ya, biar enak dilihat orang, gitu ya. Biar enak dilihat kita juga, ya. Kita perlu jaga kesehatan. Tapi kita melebihi itu, kita fokusnya bukan hanya pada hal jasmani, tapi hal rohani juga kita pikirkan. Maka, berat nggak jadi orang Kristen? Berat. Kata siapa jadi orang Kristen itu gampang? Ya, orang Kristen memikirkan kebutuhan jasmani dan rohani. Tuhan kasih anugerah umum kepada semua orang, orang percaya maupun tidak percaya, ada hati nurani bahwa kamu harus pelihara kesehatan. Tapi, hati nurani pun bisa diinjak-injak oleh orang yang berdosa, sehingga banyak orang sakit pun karena kesalahannya sendiri, karena dosanya sendiri. Memang tidak peduli terhadap tubuh yang Tuhan berikan.
Nah, yang jadi permasalahan besar adalah kebutuhan rohani. Bagaimanakah menyelesaikan masalah dosa ini? Bagaimana orang agar bisa merasa butuh hal rohani seperti yang Yesus katakan bahwa “manusia bukan hidup dari roti saja, melainkan hidup juga melalui firman Tuhan”? Nah, bagi orang yang tidak percaya, Bapak, Ibu sekalian, ya, orang yang belum percaya kepada Kristus, jawabannya adalah tidak bisa dengan usaha apa pun dan jasa manusia nggak bisa. Orang yang sudah mati, kalau manusia mau bangunkan, nggak bisa. Sama, rohani pun sama. Rohani kita sudah mati, terputus dengan Allah, mau nyambungin lagi itu siapa yang bisa? Roh kok, ya. Roh itu terputus dengan Allah, terputus dengan Sumber hidup, mau sambungin juga nggak bisa. Nah, hanya dengan kuasa Tuhan saja barulah kita hidup. Rohani kita bisa hidup kembali, yaitu dengan apa? Kuasa Roh Kudus, yaitu born again (lahir kembali). Siapa yang melahirkan kembali seseorang yang sudah mati rohaninya? Hanya Allah saja, Allah Roh Kudus.
Maka, solusi dari orang berdosa mengalami kelahiran kembali yaitu apa? Tidak bisa dengan usaha kita. Nggak ada jawabannya. “Harus berdoa, harus baca firman”, nggak bisa. Kalau Tuhan nggak melahir kembalikan dia dengan anugerah dan belas kasihan-Nya, orang itu nggak akan menyadari dosa dan membutuhkan Kristus, nggak akan. Dia akan berusaha-berusaha, tapi ya nggak bisa. Kita kabarkan Injil dengan cara yang bagus pun, dengan jelas, sistematis pun kalau orang itu tidak dilahir kembalikan oleh Roh Kudus, orang berdosa tidak bisa percaya kepada Kristus.
Itu semua semata-mata karena anugerah Tuhan. Tetapi, sebagai orang yang sudah dilahirkan kembali, nah, kita bisa apa? Ada hal yang bisa kita lakukan, ya. Alkitab mengatakan, kita bisa menabur firman yang akan dipakai oleh Roh Kudus untuk melahir kembalikan orang. Kita bisa mengabarkan Injil dan harus. Itu perintah Tuhan. Kita menjadi saksi Kristus. Tapi balik lagi, itu karena kita mau menaati firman Tuhan bukan karena kita mampu menyelamatkan jiwanya atau membangkitkan rohaninya yang sudah mati. Kita nggak bisa, tapi kita bisa menjadi sarana Tuhan atau Roh Kudus untuk menyatakan belas kasihan-Nya. Yang kita bisa lakukan apa? Kita doa, kita minta kepada Tuhan, ”Tuhan berikanlah keselamatan kepada orang tersebut.” Orang yang belum percaya Kristus, kita doakan, kita injili, “berikan anugerah lahir kembali, berikan anugerah hidup di dalam Yesus Kristus”, itu satu-satunya solusi. Tanpa Roh Kudus bekerja, dia tetap mati rohaninya.
Nah, mari kita baca Efesus 2:8-10, di slide saja ya. Kita baca bersama-sama Efesus 2:8-10, di slide ada ya. ”Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Jadi sebab karena kasih karunia, kamu dilahir kembalikan oleh Roh Kudus melalui iman. Itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah. Itu bukan hasil pekerjaanmu, jangan ada orang sombong. Kenapa akhirnya lahir kembali itu hanya dari kuasa Roh Kudus? Karena kalau kita mampu membangkitkan rohani orang yang sudah mati, kita akan sombong. Ya, kita akan sombong, ”saya ni, berkat saya pintar mengabarkan Injil, akhirnya dia percaya.” Kita ambil kemuliaan Tuhan, kita menjadi orang Kristen yang tidak rendah hati. Kalau kita menganggap bahwa, “saya bisa menyelamatkan orang yang tidak percaya, saya bisa melahir kembalikan mereka, saya bisa membangkitkan rohani mereka yang sudah mati”. Kita jadi sombong.
Tetapi apakah kalau kita tahu bahwa kita tidak bisa apa-apa di hadapan Tuhan, ya kita tidak bisa melakukan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Tuhan, lalu kita diam? Tidak! Tuhan kasih tahu bahwa ada hal yang kamu bisa lakukan, yaitu apa? Pekerjaan baik. Kalau kamu sudah dilahir kembalikan oleh Roh Kudus, kamu tahu kamu adalah buatan Allah, ciptaan Allah dalam Yesus Kristus, kamu ada tujuan hidup. Yaitu apa? Melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Dan Dia mau supaya kita hidup di dalam pekerjaan baik itu sendiri. Kita hidup bukan di dalam Tuhan saja, Bapak, Ibu sekalian, tetapi kita hidup di dalam pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya. Yaitu apa? Ya firman Tuhan; taat kepada firman Tuhan, mengabarkan Injil itu tugas kita. Jadi tetap ada tanggung jawab kita, di dalam apa? Melakukan pekerjaan baik.
Kalau kedaulatan Tuhan, kehendak bebas Tuhan adalah melahir kembalikan seseorang atau tidak. Itu adalah kedaulatan Tuhan. Tanggung jawab kita adalah terus memberitakan Injil dan juga melakukan pekerjaan baik. Nah ini yang sering kali, dan bahkan seharusnya kita gumulkan Bapak, Ibu sekalian di dalam kehidupan kita sehari-hari. Saya pun bergumul ya, saya orang Kristen, sudah berapa tahun, apa sih yang saya perbuat di Bumi ini? Apa kerjaku sebagai orang Kristen, yang katanya sudah rohaninya bangkit, sudah tersambung dengan Kristus, Kristus ada dalam hatiku, Roh kudus menguasaiku? Apa sih kerjaku selama hidup bersama dengan Kristus? Nah ini pergumulan saya juga ya, mau memberitakan Injil kepada orang-orang di sekitar saya. Itu bertahap.
Zaman dulu, masih belasan tahun itu coba mengabarkan Injil dengan kemampuan yang terbatas, dengan hikmat yang kurang. Coba mengabarkan Injil, bisa? Bisa lho ya, umur belasan tahun. Tapi semakin besar, kita pun tahu bagaimana cara untuk mengabarkan Injil, bagaimana supaya terus Injil itu disebarluaskan. Nah ketika mengabarkan Injil, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita boleh merenungkan pekerjaan Tuhan di dalam orang tersebut itu bagaimana. Kalau dari saya sendiri, OK, dalam hidup saya mengabarkan Injil ada yang percaya, tapi kok saya nggak yakin dia percaya ya, cuma “Iya, iya” doang. Ada yang kayak gitu. Ada yang percaya, OK, tapi saya juga tidak bisa melihat ke depannya hidupnya bagaimana. Ada yang orang Kristen dikabarkan Injil, dia sharing imannya goyah lalu kemudian bertumbuh semakin kuat, semakin aktif di dalam Tuhan.
Terus saya hitung-hitung ya, sudah berapa sih traktat penginjilan yang sudah saya berikan. Ya pasti lebih sedikit dibanding, mungkin, pak Tong dan hamba-hamba Tuhan yang sering memberikan traktat ya. Nah waktu berikan traktat, sudah, tidak ada respons yang kita lihat. Kadang pengen tahu ya responsnya bagaimana. Sampai lihat, kalau dari perjalanan, naik mobil, kasih ke pengemis atau yang minta-minta, kadang lihat samping. Dibaca nggak? Oh dibaca, dilihat-lihat. Hanya sebatas itu. Kurang lebih seribu. Seribu dibagikan ke orang-orang. Apakah bisa melihat hasilnya? Nggak juga ya. Kadang-kadang saya rindu juga ya, ada satu orang yang betul-betul tidak percaya, akhirnya menjadi orang Kristen. Kemudian tekun, bergabung di gereja Tuhan, ada hasilnya gitu ya. Hasil pekabaran Injil melalui saya. Mungkin di antara kita ada yang demikian malah ya. Mungkin ada yang demikian, habis kabarkan Injil, percaya, dan puji Tuhan bisa melihat saksi hidup. Tapi kalau tidak ada pun tidak apa-apa, kita belajar beriman bahwa pekerjaan yang Tuhan berikan itu tidak akan sia-sia. Dan justru itu juga kita lihat sisi baiknya, supaya apa? Supaya kita tidak sombong.
Mungkin orang-orang yang bisa mengabarkan Injil, seperti para misionaris, kemudian mengabarkan Injil kepada orang non-Kristen, orang non-Kristen itu percaya, mereka sudah lewat ujian kesombongan. Mereka nggak sombong, biasa aja. Malah mereka menginginkan terus terjadi banyak orang percaya. Kita, seumur hidup kita, kita pernah bawa satu jiwa nggak, yang non-Kristen ke Kristen? Bukankah itu prestasi. Dalam arti, kalau Yesus bawa perempuan Samaria, pelacur, bisa percaya Yesus, kok kita nggak ya? Para pengikut Yesus kok nggak ada pengalaman seperti itu? Nah ini yang menjadi doa kita sebenarnya, berikanlah hal-hal rohani itu yang secukupnya. Kita mau supaya kemampuan kita pun secukupnya melayani Tuhan dan kita melihat kuasa Tuhan. Pekerjaan lahir kembali adalah pekerjaan Roh Kudus semata. Dan Roh Kudus menggunakan sarana-sarana firman Tuhan dan kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen. Tugas kita setia. Setia melakukan penginjilan.
Dan yang selanjutnya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini bagi orang percaya, bagaimana orang percaya, orang Kristen sadar akan kebutuhan rohani? Banyak orang Kristen percaya Yesus apakah terus rajin baca Alkitab? Nggak, kita bisa gagal. Kita bisa lupa berdoa, malas beribadah Minggu, kita juga nggak mau melayani Tuhan dalam bidang kita; baik di gereja, di rumah, di pekerjaan. Kita fokusnya hal-hal jasmani. Nah, bagaimana supaya kita terus bertumbuh dalam Tuhan memiliki kesadaran akan hal rohani ini? Nah jawabannya adalah, Puji Tuhan ya, Roh Kudus pun bukan saja mengerjakan kelahiran kembali dalam hidup kita tetapi Roh Kudus pun memberikan ketekunan kepada kita yang sudah diselamatkan. Itu namanya adalah progressive sanctification. Roh Kudus yang ada dalam diri kita itu tidak diam. Kita berdosa, Roh Kudus berduka. Kita melayani Tuhan, Roh Kudus bersuka. Kita stagnan, Roh Kudus akan terus memberi tahu “Ayo kembali ke Tuhan, kembali ke Tuhan”. Ada suatu kuasa di mana kita itu tidak bisa lari dari Tuhan, itu Roh Kudus bekerja. Kita sudah berapa kali mau mundur-mundur-mundur eh terus maju, karena apa? Progressive sanctification, pengudusan progresif ya.
Syarat mengikut Yesus berat, harus menyangkal diri, memikul salib, mengikut Yesus. Kita tidak mau menyangkal diri, tidak mau pikul salib, kita tidak mau mengikut Yesus, kenapa sampai hari ini ikut Yesus? Kita capek pikul salib, kita lelah sangkal diri, tetapi kok bisa ikut Yesus terus sampai hari ini? Itu karena kuasa Roh Kudus bekerja di dalam hidup kita untuk terus memberikan pertumbuhan. Tanggung jawab kita adalah terus mendekati sarana-sarana anugerah itu sendiri. Kita tahu di dalam teologi Reformed sudah diajarkan bahwa kita itu punya means of grace, sarana-sarana anugerah di mana ketika kita mengikutinya, Tuhan kasih anugerah, Tuhan kasih kekuatan. Yaitu apa? Firman Tuhan. Yaitu apa? Doa dan juga persekutuan dengan saudara seiman di dalam ketaatan kepada Tuhan.
Alkitab mengajarkan bahwa carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya maka semuanya akan ditambahkan kepadamu. Bagaimana bisa mencari? Kalau dia mati rohani, harus lahir kembali dulu. Nah sekarang sudah lahir kembali, bisa mencari? Bisa. Dengan pertolongan siapa? Roh Kudus. Kita terus memikirkan Kerajaan Allah, perkembangan Kerajaan Allah itu bagaimana. Nah itu yang menjadi fokus kita, itu yang terus kita kerjakan, itu yang bahkan menjadi hobi kita. Hobi yang mau terus kita lakukan supaya kelihatan hasilnya dan memuliakan Bapa Surgawi. Kita terus memiliki hati yang butuh Tuhan dan bergantung kepada Tuhan. Itu adalah tanggung jawab orang Kristen. Karena kalau bicara soal keselamatan 100% pekerjaan Allah. Bicara soal pengudusan, 100% kuasa Roh Kudus, pekerjaan Roh Kudus, tetapi Roh Kudus-pun memakai 100% tanggung jawab kita sebagai manusia. Karena Roh Kudus Pribadi, kita pribadi. Roh Kudus tidak semena-mena terhadap pribadi ya. Kan punya kehendak bebas masing-masing. Roh Kudus tidak pernah merasuki orang akhirnya orang lupa akan keputusannya dan kehendak bebasnya. Setan bisa begitu. Setan merasuk sehingga kita tidak sadar dan tidak bisa melakukan keputusan. Tetapi Roh Kudus tidak pernah mengambil pribadi kita. Roh Kudus justru memulihkan dan mendampingi pribadi kita untuk bisa hidup kudus di hadapan Tuhan.
Lalu dalam doa Bapa Kami ini dijelaskan “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”. Jadi kita diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus bukan melihat waktu secara jauh seperti Musa. Musa itu umurnya 120 tahun, tetapi ketika dia menulis Mazmur dia mengatakan umur manusia itu paling panjang 70-80 tahun saja. Padahal dia berumur 120 tahun. Karena apa? Dia melihat realita panjang umur manusia. Nah di situ harus dihabiskan dengan bijaksana, dengan baik. Tapi Tuhan Yesus mempersingkat bagaimana kita melihat umur manusia. Dengan cara apa? Dia katakan “Berikanlah kami pada hari ini”. Kita diajarkan oleh Tuhan Yesus untuk melihat waktu dalam kehidupan kita yang secara singkat yaitu apa? 24 jam saja. Jangan muluk-muluk 70 tahun hidup kita, nanti kita ge’er, kita ge’er bahwa kita tuh bisa sampai umur 70 gitu ya, bahaya juga. Tapi kalau belajar untuk melihat sehari-sehari anugerah Tuhan baru setiap hari. Tadi seperti lagu “Great is Thy Faithfulness”, “Besar setia-Mu tiap pagi, nampak rahmat baru.”
Kita belajar mensyukuri satu hari. Satu hari, satu hari. Hari demi hari kita hitung itu semua berkat pemeliharaan Tuhan. Itu semua kasih Tuhan. Dan ini juga mengingatkan bahwa Allah di dalam Perjanjian Lama kan sering kali disalahmengerti orang. Allah Perjanjian Lama tuh kejam-kejam, ya, sukanya seneni orang gitu ya, sukanya hukum orang. Allah di Perjanjian Baru Yesus dong, penuh kasih. Padahal nggak. Yesus pun galak, marahin-marahin orang Farisi. Yesus pun kalau marah bisa diam juga, kepada orang Farisi diam aja. Tapi Yesus juga bisa bilang, “kamu munafik, kamu ular beludak, kamu munafik!” gitu ya. Siapa yang nggak emosi dikatain munafik? Emosilah, marah, ya, tapi di Perjanjian Lama juga, kelihatannya kejam, suruh hukum, suruh hancurkan, bunuh, tetapi Allah Perjanjian Lama, Perjanjian Baru sama, ya Allah Tritunggal.
Dan waktu Tuhan menuntun bangsa Israel di padang gurun 40 tahun, kasih-Nya itu baru setiap pagi. Kasut yang mereka pakai tidak rusak-rusak, ya. Kalau rusak harus ke toko, ya pulang lagi ke Mesir beli kasut, kami mau lanjutin perjalanan lagi gitu ya. Bajunya nggak rusak-rusak, hewan nggak kurang-kurang, nggak minus, padalah di sembelih tiap hari, ya. Nggak minus loh, padahal dipersembahkan kepada Tuhan tiap hari, nggak minus. Kemudian di cuaca yang ekstrem dingin pagi, siang begitu panas, Tuhan tudungi bangsa Israel dengan awan. Malam hari Tuhan hangatkan bangsa Israel dengan api. Setiap hari berkat Tuhan itu ada. Sayangnya kita yang tidak pernah menyadarinya. Ya, kita bisa nafas aja puji Tuhan kok. Kita bisa mensyukuri, bukan saja 24 jam bahkan, detik demi detik kita bisa hidup itu karna anugerah Tuhan. Manna dari surga di padang gurun turun setiap hari. Ya, bukan saja untuk manusia, ya, makanan hewan tuh gimana kambing, domba, sapi itu di padang gurun? Makan kaktus? Mati ya. Kalajengking dimakan deh nggak ada rumput ya. Itu dari Tuhan semua, dari surga semua, Tuhan berikan kecukupan kepada manusia, kepada hewan, kepada tumbuhan, meskipun di padang gurun.
Kenapa ada hari esok Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Sebab Tuhan hidup memelihara seluruh ciptaan-Nya. Ratapan 3:22-23 ini menjadi suatu penghiburan. Kita tahu bahwa Kitab Ratapan adalah kitab yang meratap, kitab kesedihan, ya, orang Kristen tidak anti kesedihan maupun penderitaan, ada kok Kitab Ratapan. Orang Kristen juga tidak anti dengan sukacita, kebahagiaan, menikmati hidup, healing, refreshing, nggak anti kok. Makanya ada Kitab Filipi, kitab sukacita ada di Perjanjian Baru, Kitab Ratapan, kitab dukacita di Perjanjian Lama. Wah, ini adalah suatu hal yang begitu indah, Tuhan mengarahkan bagaimana sukacita yang kudus maupun dukacita yang kudus. Di dalam dukacita, Bapak, Ibu sekalian, di dalam perkataan bahagia Yesus Kristus itu janji-Nya luar biasa bagus ya, “berbahagialah kamu yang berduka, yang berdukacita sebab kamu akan dihibur.” Setiap kita berduka pasti ada alasan untuk kita bersukacita, meskipun sedikit. Waktu kita nangis, bisa nggak bersukacita? Puji Tuhan bisa nangis, ada air mata gitu ya, bisa nafas, nangis pun butuh nafas kan? Bersedih pun butuh hidup. Kalau sudah mati nggak bisa bersedih ya.
Bapak, Ibu sekalian, ratapan 3:22-23 mengatakan “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi besar kesetiaan Tuhan”. Ini kasih Tuhan pada hari ini. Ya, Tuhan berikan kami yang secukupnya, kebutuhan jasmani, dan Tuhan berikan itu kok, ya. Di antara kita tidak ada kan yang tidak bisa makan sehari, dua hari gitu? Andai pun sehari cuma makan sekali bisa makan kok sehari, ya. Kita bisa puasa juga lah, okelah. Ya puasa gitu ya, sehari sekali makan dan lain-lain. Tuhan tuh baik sekali, yang mencukupkan seluruh kebutuhan kita. Tidak kekurangan, tidak kelebihan, tapi tepat. Nah, ini adalah bijaksana Tuhan.
Terakhir mari kita baca di slide ya, Matius 6:25-34, ini cukup panjang, tetapi ini adalah suatu firman yang boleh menghiburkan kita semua bersama-sama ya. Ini cukup panjang, mari kita baca bersama-sama, Matius 6:25-34, “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
Setelah Yesus ajarkan doa Bapa kami, Tuhan Yesus ajarkan hal ini, tentang hal kekawatiran. Kita diajarkan untuk hidup berserah kepada Tuhan bukan menyerah pada keadaan. Kita disuruh berserah, karena apa? Karena kita sudah melakukan yang terbaik. “Aku sudah lakukan apa yang aku bisa di dalam keterbatasan dan kebodohanku. Kiranya, may God do the rest. Kiranya Tuhan melakukan sisanya”. Kita sudah bisa lakukan pun, segala sesuatu itu, yang terbaik itu pun, karena Tuhan. Dan kalau sudah mentok, kita hanya bisa berserah kepada Tuhan. Kalau menyerah kan beda, ya, Bapak Ibu sekalian. Kalau menyerah itu, belum apa-apa sudah pikir “udah nggak bisa, nggak bisa, nggak bisa.” Lakukan dulu. Bisa nggak? Lihat. Jangan kita pikir “Perkiraaan saya pasti benar!”. Nggak! Lakukan dulu yang baik. Lakukan dulu yang kita bisa. Baru kita lihat hasilnya. Kalau sudah mentok, ya sudah, baru berserah. Jangan langsung menyerah. Kelihatannya susah, tidak langsung tidak dilakukan sama sekali, dan itu bukanlah hal yang berkenan, ya. Kita terus berdoa di dalam kehidupan kita supaya kita terus bertumbuh di dalam kerohanian kita.
Dan yang terakhir, Bapak Ibu sekalian. Ayat yang kita baca, kita lihat slide. Ini juga bagus, ya. Ini belajar mencukupkan diri. Mari kita baca bersama-sama ”Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.” Ini sangat baik, mencukupkan diri. Dan apalagi Tuhan katakan ”Kamu tuh cukup, kok!” Kita belajar merasa cukup, karena kecukupan yang Tuhan berikan. Biasanya manusia berdosa itu kalau dikasih kemiskinan, apakah pasti bertobat? Belum tentu! Justru, miskin malah menjauh dari Tuhan, tidak mau bertobat. Kemudian kalau dikasih kekayaan apakah pasti dia melayani Tuhan? Nggak. Banyak yang lupa Tuhan. Ya, banyak yang karena kekayaan meninggalkan Tuhan, dan miskin baru bertobat, ya. Ada yang miskin malah jadi jahat, mencuri, masuk penjara. Tapi juga sebaliknya ada juga realita demikian. Itu karena penopangan sendiri dari Tuhan, karena Tuhan memberikan penyertaan-Nya, maka kita bisa hidup bijaksana. Kiranya kita bisa mengerti permohonan doa ini “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Kita mau mengisi hari demi hari itu dengan terus memohon yang baik dari Tuhan, ya. Memohon agar kita pun bisa menikmati yang baik itu.
Hidup kita saat ini, apakah yang terbaik dari perspektif Allah? Bagi kita nggak baik kan? Gimana baik? Susah kok! Ya, banyak kesusahan, banyak sakit hati, banyak kekurangan, banyak masalah. Bagi kita gak baik. Tapi kalau dari sisi Tuhan, baik nggak? Nah ini yang kita perlu merenungkannya. Ada berbagai macam cara pandang melihat situasi dan kondisi. Tapi kalau memang kita mengerti di dalam kedaulatan Tuhan, Tuhan sudah rancangkan itu. Maka inilah kondisi yang terbaik hidup kita itu, ya hari ini. Ini terbaik dari Tuhan. Ya, karena kita sedang menjalani presence, saat ini. Siapa yang menopang saat ini? Tuhan. Siapa yang sudah memelihara masa lalu yang tidak bisa diubah? Ternyata Tuhan juga, ya. Dan yang memelihara masa depan? Tuhan. Apakah bisa kita katakan “Kalau menurut saya, Tuhan katakan ini tidak baik,” misalkan ya, kondisi yang sekarang ya, yang bukan dosa tentunya, ya. Kalau dosa pasti tidak baik. Kondisi yang saat ini terjadi, sudah lah kita bisa belajar menerima. Kita mengatakan bahwa saya cukup. Ya karena Tuhan saya sudah cukup. Saya belajar bersandar dan berserah kepada Tuhan saja. (HS)