Pernikahan: Misteri Allah, 16 Juni 2024

Pernikahan: Misteri Allah

Vik. Nathanael Marvin, M. Div

 

Bapak, Ibu sekalian, di dalam dunia tanaman, ada beberapa tanaman yang unik yang bahkan diberikan nama yang memiliki pesan rohani oleh manusia yang memberikan nama terhadap tanaman tersebut. Saya ambil beberapa contoh nama tanaman, ya, Bapak, Ibu sekalian. Yang pertama, ada nama tanaman yang bernama Adam Hawa. Ya, daunnya atasnya berwarna hijau, belakangnya berwarna ungu. Ya, ini merupakan suatu bagian yang sangat indah yang Tuhan ciptakan. Bagaimana ada tanaman yang 2 warna, ya, dengan begitu indah. Atasnya hijau, bawahnya ungu. Ini menunjukkan bahwa ada 2, tetapi 1. Ya, ini merupakan juga salah satu contoh gambaran bagaimana Alkitab menjelaskan tentang manusia yang menikah. Ya, yaitu dua menjadi satu. Tanaman Adam dan Hawa mengingatkan bahwa Allah menciptakan manusia pertama di dalam dunia ini, ya, Adam dan Hawa. Ya, manusia menamakan tanaman tersebut.

Lalu, yang kedua, ada juga tanaman yang bernama Living stone atau Lithops. Batu yang hidup. Bayangkan, ya, ada tanaman yang seperti batu, tapi hidup. Bisa berkembang dari kecil seperti batu, terus kemudian berkembang semakin besar. Dan kenapa tanaman demikian? Karena itu berusaha dia melindungi diri dari predator sehingga dia mirip batu. Jadi, binatang-binatang yang mau memakan tanaman itu, mereka pikir itu batu. Jadi, tidak dimakan. Ya, ini juga kita bisa lihat bahwa Batu hidup ini merupakan apa? Itu sebutan kita. Sebagai pengikut Kristus, kita adalah batu yang hidup yang di mana kita bersatu dengan batu penjuru, yaitu Yesus Kristus. Ya, batu penjuru, cornerstone itu dianggap juga di dalam 1 Petrus 2:5, ya. Di situ dikatakan bahwa Yesus adalah batu hidup. Kita pun adalah batu hidup dan kita bersandar kepada batu penjuru tersebut. Akhirnya membangun apa? Membangun kerajaan Allah. Gereja didasarkan di dalam batu penjuru, yaitu Yesus Kristus, di mana kita juga menjadi batu hidup yang terus bertumbuh, bergerak membangun kerajaan Allah. Kita harus bersandar kepada Kristus.

Ada juga tanaman berjudul, ya, tanaman doa atau  prayer plant. Corak daunnya indah sekali. Mungkin orang menganggap ini bagus sekali, sampai kita terhipnotis dengan corak daunnya sehingga membawa kita untuk berdoa gitu, ya. Ini mengajarkan apa juga? Kita bisa lihat dalam ciptaan Tuhan, o, ya, masa-masa kita berdoa itu adalah masa-masa yang indah. Ya, ada tanaman doa. Ada lagi, ya, yang unik, ya. Saya ketika belajar-belajar tanaman, itu ada nama tanaman, yaitu Jenggot Musa. Ya, bayangkan, ini lucu sekali. Jadi, tanaman angin yang nggak usah di tanah, cuma digantung saja, dikasih air. Nanti jadi jenggotnya makin panjang, putih warnanya, ya, tanamannya. Itu menjadi sebuah tanaman yang mahal juga dan dihias untuk kesehatan manusia, menghasilkan oksigen. Ya, orang bisa pikir, “Ini udahlah tanaman namanya Jenggot Musa!” Padahal, bisa saja menamakan jenggot diri sendiri, ya, atau jenggot Harun, dan lain-lain siapa, tapi dia pikirnya Musa.

Ada juga, ini unik juga, ya, saya ketika pelajari lagi, tanaman Kebangkitan. Resurrection gitu, ya. Tanaman ini hidup di padang gurun. Kalau dia kering, dia itu mengering, kusut gitu, ya, kecil dan kemudian kalau kena air, dia bangkit. Ketika kena air, dia mekar seperti itu, ya. Ini begitu banyak keindahan yang Tuhan berikan di dalam ciptaan yang kita bisa nikmati sebagai manusia, ya. Nah, kenapa ciptaan Tuhan bisa demikian unik dan orang juga memberikan nama yang memiliki pesan rohani kepada ciptaan?

Kita tahu bahwa ada ordo di dalam ciptaan Allah. Allah tertinggi, kemudian manusia di atas alam. Alam ini ada tanaman, ada hewan, ada seluruh tanah, seluruh gunung, lautan, daratan. Kita diberikan tugas oleh Tuhan, yaitu apa? Mengelola, mengusahakannya. Untuk apa? Untuk menaklukkannya. Untuk bisa kita lihat ada kemuliaan Tuhan di sana, lalu kita sendiri yang mengusahakannya. Untuk apa? Untuk kepentingan manusia. Untuk kesejahteraan manusia. Nah, kenapa bisa demikian, Bapak, Ibu sekalian, ya? Kita bisa menikmati Allah di dalam ciptaan karena segala ciptaan Tuhan itu memang mencerminkan kemuliaan Tuhan. Allah yang mencipta segala sesuatu yang ada di dalam bumi ini, maka ketika tangan Allah itu mencipta atau firman Allah itu mencipta, ada jejak atau tanda-tanda kemuliaan Allah di seluruh ciptaan. Dan tanda-tanda kemuliaan Allah di seluruh ciptaan, kalau kita bandingkan dengan seluruh ciptaan yang ada, yang paling banyak adalah manusia. Karena apa? Hanya manusia yang diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Maka, tujuan manusia ada adalah untuk memuliakan Allah.

Pemazmur mengatakan, “Langit menceritakan kemuliaan Allah.” Tapi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yang Tuhan harapkan ketika Dia menciptakan manusia adalah manusia itu menceritakan kemuliaan Allah. Kita memancarkan sifat-sifat Allah, kebaikan Allah, kasih Allah, keadilan Allah, kebijaksanaan Allah. Tuhan mengharapkan kita hidup mirip dengan Dia karena kita diciptakan dengan sifat-sifat Tuhan. Maka ketika kita lihat seluruh ciptaan, itu membawa kita kepada apa? Kepada Allah seharusnya, bukan kepada ciptaan itu sendiri. Ketika kita melihat dunia, entah itu hewan, tumbuhan, entah bangunan manusia pun, itu kita harus melihat ada karya Allah di belakangnya. Kita jangan jadi manusia yang bodoh ya, hanya melihat sebatas yang terlihat saja lalu tidak melihat ada rancangan Allah yang begitu indah. Kemuliaan Allah yang paling besar itu ada dalam diri manusia maka kita harus betul-betul bersyukur kalau kita boleh hidup di dunia ini, karena ada kemuliaan Allah meskipun kita tahu semua orang sudah jatuh ke dalam dosa. Kemuliaan Allah sudah hilang. Gambar dan rupa Allah di dalam diri manusia yang berdosa sudah rusak. Maka dari itu kita mau terus ya supaya bisa melihat bagaimana Allah terus memberikan solusi terhadap dosa.

Di dalam semua agama, tadi juga di perjalanan dari Solo ke Jogja ini, saya sambil dengar khotbah Pendeta Stephen Tong ya. Beliau menyampaikan bahwa agama itu sama atau beda? Semua agama itu sama atau beda? Jawabannya adalah di dalam semua agama itu ada samanya. Nah samanya adalah semua agama itu mengakui manusia berdosa. Nah ini persamaan yang pertama. Lalu yang kedua adalah, persamaan kedua adalah, dosa itu selalu ada jalan keluarnya. Maka manusia berusaha mencari jalan keluar dengan apa untuk menyelesaikan masalah dosa. Dosa diakui oleh semua agama untuk bahwa semua manusia itu berdosa, sudah melawan Tuhan, sudah rusak kita. Tapi kemudian dengan adanya agama itu menunjukkan bahwa manusia ingin mencari solusi terhadap dosa, itu diselesaikan dengan apa? Apakah dengan perbuatan baik bisa menyelesaikan masalah dosa sehingga kita bisa kembali memuliakan Allah? Tidak. Jawabannya adalah di dalam diri Allah sendiri.

Maka Roma 11:36 merupakan sebuah firman yang sangat indah tentang kedaulatan Allah atas segala sesuatu. Ya kita tahu bahwa ayat tersebut menyatakan bahwa, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.” Nah prinsip ini, Bapak, Ibu sekalian ya, prinsip Reformasi yaitu Soli Deo Gloria, itu tidak boleh kita lupakan ketika kita menjalani kehidupan sehari-hari. Bahwa semua yang terjadi ini, ujung-ujungnya memang demi kemuliaan Allah. Supaya kita bisa melihat Allah itu seperti apa. Supaya kita bisa mengenal Allah itu seperti apa. Seluruh ciptaan adalah untuk kemuliaan Allah dan mencerminkan kemuliaan Allah karena Allah yang mencipta segala sesuatunya.

Dan segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini, itu pun di dalam kedaulatan Allah. Dan semua itu demi kemuliaan Allah. Nah apa maksudnya demi kemuliaan Allah itu? Yaitu supaya Allah itu dikenal oleh manusia. Yaitu Allah itu kita bisa mengikuti sifat-sifat-Nya dan kita mengerti bahwa Allah itu berharga. Allah itu agung, dan Dia adalah Pribadi yang Maha tinggi, Maha besar. Itu adalah kemuliaan Allah. Maka dari itu, di dalam konteks pembahasan kita hari ini tentang pernikahan maupun keluarga, adanya keluarga itu demi apa? Ya demi kemuliaan Allah. Kita dilahirkan di dalam keluarga, kita ingat, kita bukan hidup untuk diri kita sendiri tetapi menjadi cermin kemuliaan Allah. Waktu kita mau menikah, kenapa kita harus taat firman? Tidak boleh menikah dengan orang yang tidak seiman? Kita harus betul hati-hati ya, menikah dengan orang yang lawan gender yang beda gender, nggak boleh yang sesama gender, itu Alkitab menyatakan demikian. Kenapa kita harus ikut Alkitab? Pertama-tama adalah demi kemuliaan Allah. Bisa dipancarkan di dalam setiap keputusan kita. Di dalam pernikahan kita, di dalam relasi kita di antara keluarga. Kenapa anak harus menghormati orang tua? Kenapa suami harus mengasihi istri? Istri juga menghormati suami? Ujung-ujungnya yang pertama adalah demi kemuliaan Allah. Yang kedua adalah demi kebaikan kita sendiri. Karena ketika Tuhan memerintahkan sesuatu, ya, itu bukan saja demi kemuliaan Dia tetapi untuk bentuk mengasihi sesama.

Jadi kalau kita taat kepada firman Tuhan yang untung siapa? Pertama Tuhan, harus. Yang dalam arti kita mau menyenangkan Dia. Tuhan disenangkan. Yang kedua itu untuk kepentingan kita sendiri, ya, untuk kebaikan kita sendiri, kalau kita taat firman Tuhan. Kenapa kita mau menikah? Minimal kita bisa menjawab bahwa saya mau memuliakan Tuhan di dalam pernikahan saya. Bagi yang belum menikah, kenapa sih mau menikah? Bukan ujung-ujungnya supaya saya punya seperti pembantu, mau menolong saya, bukan. Bukan soal saya, tetapi soal Tuhan. Kenapa mau ini dan itu, itu bicara soal Tuhan, karena apalagi kita sudah mengerti penebusan Kristus, kita sudah di dalam Kristus. Hidup adalah Kristus, mati adalah keuntungan. Kita akhirnya yang pertama di dalam pemikiran kita adalah kepada Tuhan sendiri, kita mau mengenal pimpinan Tuhan di dalam hidup kita, kita mau memancarkan kemuliaan Allah di dalam keseluruhan hidup kita. Itulah kenapa Tuhan mengatur pernikahan manusia di dalam Alkitab. Siapa yang ciptakan keluarga? Tuhan. Siapa yang mengatur pernikahan? Tuhan juga. Tuhan yang pertama kali menciptakan manusia, Dia menciptakan Adam lalu kemudian Hawa, terus mereka dinikahkan oleh Tuhan. Berarti itu semua dari Tuhan. Bahkan sebelum manusia jatuh dalam dosa, pernikahan, ya, sudah Tuhan berikan kepada manusia.

Nah, hari ini kita akan membahas tema ”Misteri Pernikahan”. Ini menunjukkan bahwa pernikahan itu ada misterinya, ya. Suatu konsep yang paradoks. Banyak orang pikir tahu pernikahan itu apa, sehari-hari kok. Anak kecil pun melihat pernikahan, papa mama mereka. Pria dan wanita punya cita-cita mau menikah. Bukan hanya orang Kristen yang bergumul dalam pernikahan, orang yang non-Kristen pun bergumul dalam pernikahan. Satu sisi kita bisa lihat pernikahan itu hal yang umum, hal yang sehari-hari, anugerah Tuhan secara umum, Tuhan berikan kepada komunitas masyarakat manusia, ya. Hal yang biasa terjadi kok. Akan tetapi, di sisi yang lain, pernikahan juga merupakan misteri, ya. Misteri berarti apa? Bapak, Ibu sekalian, berarti sesuatu yang belum diketahui, sesuatu yang belum jelas. Apa sih pernikahan itu? Sehingga terus belajar, ya, dan sesuatu yang merupakan teka-teki. Hal yang tidak mudah kita mengerti, kita temukan jawabannya.

Ada seorang pendeta bernama Ray Outland mengatakan ”Marriage may be common to us, but it is why the universe was created, and not for Adam and Eve only, but even more for Christ and His church.” Ya, Pernikahan mungkin merupakan hal yang biasa bagi kita, namun itulah sebabnya alam semesta diciptakan. Alam semesta ada untuk apa? Manusia. Untuk manusia ngapain? Menikah. Ya, mereka menikah untuk apa? Menaklukkan bumi, memuliakan Tuhan, ya, dan bukan hanya untuk Adam dan Hawa saja, tetapi terlebih lagi untuk Yesus Kristus dan gereja-Nya. Maksudnya apa? Supaya di dalam pernikahan kita, kita bisa lebih kenal Yesus. Supaya dalam pernikahan kita, kita lebih kenal diri kita siapa, karena kita hidup sepasang yang berbeda. Pria dan wanita hidup di satu rumah, 24 jam terus, kita akan dikoreksi oleh sesama, kita juga bergantung kepada Tuhan. Relasi pernikahan itu adalah relasi yang kepada Allah juga. Pernikahan bukan suami dan istri saja, tetapi ada Allah yang merencanakan pernikahan tersebut atau keluarga tersebut.

Jadi, kita bisa lihat bahwa ternyata di dalam pernikahan, Tuhan rancangkan suatu wadah supaya kita bisa belajar, yang kata John Calvin merupakan hikmat tertinggi, yaitu apa? Pengenalan akan Allah yang sejati dan juga pengenalan akan manusia. “Knowledge of God and knowledge of man”, Tuhan sediakan wadah pernikahan untuk supaya kita juga mengenal Allah dan sesama. Untuk bisa mengasihi Tuhan dan sesama, itulah fungsi pernikahan. Pernikahan itu umum, tetapi juga khusus. Umum karena kita semua manusia sudah kurang lebih tahu konsep pernikahan dalam wahyu umum Tuhan, tetapi juga khusus karena tidak semua manusia dapat konsep pernikahan dari Alkitab. Hanya pernikahan Kristen yang mengatakan bahwa pernikahan itu adalah gambaran relasi Yesus dengan jemaat-Nya. Yesus mempelai pria, ya, jemaat mempelai wanita.

Jadi, kenapa pernikahan itu sebuah misteri, ya? Pertama, karena pernikahan itu didefinisikan oleh masing-masing individu maupun kelompok, ya, sehingga definisi dari firman Tuhan menjadi diabaikan ataupun tidak diterima. Jadi misteri. Ya, pengenalan akan pernikahan Kristen dari Alkitab itu sebuah misteri. Karena apa? Karena orang dunia yang berdosa itu mendefinisikan pernikahan berdasarkan mereka sendiri. Misalkan, ”Ah, pernikahan itu tidak penting.” Siapa yang bilang tidak penting? Manusia yang tidak mengenal Tuhan, kan? ”Pernikahan itu seperti penjara rumah tangga bagi para tahanan.” Bayangkan, ya, ada definisi yang mengatakan demikian, ”Kalau nanti kamu menikah, kamu seperti dipenjara, loh, sama pasangan kamu.” Ya, di satu rumah, tapi kayak tahanan gitu ya, dikekang dan lain-lain. ”Menikah itu adalah untuk kepentingan sendiri.” Nah, ini sebaliknya, ya. Ada yang katakan, ”tidak penting seperti penjara,” tetapi ada yang katakan, ”Wah, pernikahan itu menyenangkan untuk kami, untuk aku.” Lalu apa? “Pernikahan itu seperti tempat pesta”, harus memberikan sukacita terus. Kalau nggak berikan sukacita, udah, putus, cerai. Pergi dari keluarga, misalkan, ya. Oh, itu bukanlah definisi pernikahan yang dari Alkitab.

Dunia mendefinisikan pernikahan sebagai kekangan, batasan, sesuatu yang jahat, atau sesuatu yang justru bisa melampiaskan dosa di dalam pernikahan tersebut. Orang gay benci dengan pernikahan, karena apa? Semua mayoritas orang umum mengatakan bahwa pernikahan itu harus beda gender, lawan jenis, jangan sesama jenis. Oh, orang gay benci banget pernikahan sampai mereka usahakan perubahan di dalam pernikahan sehingga bolehlah menikah sesama gender. Nah, itu kan siapa yang mendefinisikan? Sehingga pernikahan itu menjadi misteri, karena apa? Banyak definisi yang salah tentang pernikahan. Kita bingung, ”Apa sih pernikahan itu?” Jadi misteri.

Lalu yang kedua, pernikahan menjadi misteri juga karena apa? Wahyu khusus, yang hanya kita bisa mengerti di dalam Yesus Kristus. Kalau orang tidak mau kenal Yesus Kristus, bagaimana mereka mengenal relasi pernikahan itu seperti Yesus dan jemaat-Nya? Allah yang memberikan anugerah kepada manusia untuk mengerti konsep pernikahan secara khusus, yaitu relasi Allah dengan umat-Nya. Inilah yang membuat pernikahan menjadi misteri. Banyak definisi yang salah, itu mengaburkan pernikahan. Terus pernikahan yang sejati pun, yang dari Alkitab, itu tidak setiap orang bisa mengenalnya. Di luar anugerah Tuhan, kita tidak bisa apa-apa. Di luar Yesus Kristus, kita ini betul-betul orang yang binasa, orang yang layak jauh dari Tuhan.

Nah inilah yang akan kita bahas, yaitu konsep pernikahan yang khusus dari Alkitab atau dari Yesus Kristus sendiri ya. Setidaknya ada 4 alasan keunikan dari pernikahan Kristen, Bapak, Ibu sekalian. Yang pertama adalah gambaran antara Allah dan Israel, Yahweh dan Israel. Yahweh ini menunjuk kepada siapa? Allah yang Satu, tetapi Allah yang Satu itu juga Allah yang Tritunggal. AKU Allah, mengikatkan perjanjian dengan kamu, bangsa Israel. Ini bicara soal apa? Pernikahan rohani. Ini bicara soal pernikahan rohani. Dan siapa yang memilih siapa? Manusia berdosa tidak bisa memilih Tuhan, kita sudah total depravity. Maka di dalam Ef. 1:4 di situ dikatakan, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” Jadi Allah telah pilih kita dulu, “kamu akan Aku nikahi. Sebelum ada dosa, sebelum manusia diciptakan, sebelum ada hewan, sebelum ada tumbuhan, Aku akan menikahi kamu. Aku akan menganggap kamu umat-Ku, gereja-Ku. Aku akan memilih kamu sebagai bangsa pilihan.”

Nah pernikahan Kristen bicara soal apa? Ini bicara soal kesetiaan Allah atas umat-Nya, atas umat pilihan-Nya. Allah memilih kita terlebih dahulu. Pernikahan merupakan gambaran relasi Allah yang setia pada umat-Nya. Bahkan Rasul Paulus katakan kepada Timotius bahwa jika kita tidak setia, Dia tetap setia. Sekalipun kita melawan Tuhan, Allah yang sudah memilih kita, Dia akan terus setia. Dia tidak akan meninggalkan kita. Kitab Ibrani mengatakan, “Aku sekali-kali Allah, tidak akan membiarkan kamu. Aku, sekali-kali, tidak akan meninggalkan kamu.” Karena apa? Relasi pernikahan. Itulah indahnya relasi pernikahan. Sehidup semati, kalau manusia. Tapi bagi Allah bukan sehidup-semati, sekekalan. Ketika Allah sudah mau menikahi seseorang, secara rohani ya, Allah memilih umat-Nya, umat pilihan-Nya, memilih manusia menjadi gereja-Nya, Tuhan nggak pernah putus, Tuhan nggak pernah gagal. Tuhan terus setia, sekalipun kita berdosa. Buktinya di mana? Di Kitab Hosea. Hosea bicara soal sebagai dia adalah nabi, juru bicara Allah, tetapi di dalam wahyu yang begitu khusus, Tuhan memerintahkan orang pilihan-Nya, nabi, orang percaya, Hosea – Hosea ini adalah nama lain dari Yosua, yaitu Allah menyelamatkan – nah, Hosea menikahi Gomer, yang adalah pelacur.

Kok Allah memerintahkan menikahi orang yang tidak seiman? Balik lagi ya, ini wahyu khusus. Hosea menjadi alat peraga bagi Tuhan untuk menyampaikan kasih Tuhan yang begitu besar kepada umat-Nya. Hosea nabi, betul. Disuruh menikah orang yang tidak mengenal Tuhan, Gomer, pelacur, yang berzinah. Bagaimana kita bisa terima? Ini wahyu khusus ya. Tetap, prinsipnya adalah kita menikah dengan yang seiman, sepadan. Tapi dalam kasus ini, Tuhan, karena Israel itu nggak ngerti-ngerti dikasih firman Tuhan, sampai Tuhan harus pakai Hosea untuk menjadi alat peraga-Nya bahwa Aku itu mengasihi kamu seperti Hosea mengasihi Gomer. Gomer itu sudah dinikahi, melacur lagi. Kembali ke Hosea, melacur lagi. Hosea tetap terima, tetap mengasihi dia karena dia taat kepada Tuhan. Nah Allah dan Israel itu relasinya demikian juga. Berkali-kali Israel berzinah dengan berhala-berhala tapi Tuhan terus panggil Israel untuk kembali datang kepada Tuhan. Itu yang pertama. Pernikahan Kristen adalah bicara soal gambaran Allah Yahweh, Allah Tritunggal dengan bangsa pilihan-Nya, Israel.

Yang kedua, gambaran Yesus Kristus dan gereja. Tadi di dalam Ef. 5:31-33 itu sudah dijelaskan ya bahwa Kristus adalah Kepala jemaat dan juga Yesus Kristus adalah Penyelamat dari tubuh kita, kehidupan kita. Pernikahan mengajarkan Allah yang rendah hati. Dia mau merendahkan hati, Dia mau mengasihi manusia, pernikahan rohani itu dilakukan oleh Allah kepada manusia, dan Allah mau menyelamatkan manusia berdosa yang harusnya binasa. Allah mau menikahi orang yang berdosa, itu gambaran Hosea dan Gomer ya. Allah mau menyelamatkan orang yang selayaknya binasa, bukankah itu layaknya kerendahan hati? Kita mau bergaul dengan orang yang berdosa. Bukan saja itu, kita mau menyelamatkan orang yang tidak layak diselamatkan, itu rendah hati loh. Tuhan sangat rendah hati, dan dari pernikahan rohani inilah kita bisa lihat bahwa ini merupakan jalan keselamatan. Bagaimana diselamatkan? Ya orang Kristen pasti tahu ya, percaya Yesus, mengundang Yesus dalam hati. Tetapi di dalam konteks pernikahan kita diselamatkan karena apa? Karena pernikahan dengan Yesus Kristus. Kalau Yesus Kristus, Allah memang secara rohani ini ya, pernikahannya secara rohani ya, Dia Allah pemilik surga. Kalau kita menikah dengan Dia, dengan Yesus Kristus secara rohani, kita pun layak menerima apa yang dimiliki Yesus Kristus. Sama seperti saya menikah dengan istri saya, saya tinggal di mana, itu jadi milik dia juga kan, milik bersama. Apa yang saya miliki itu dimiliki oleh istri juga. Itu adalah gambaran pernikahan yang mengajarkan bahwa Yesus itu sangat mengasihi, sangat rendah hati kepada orang yang tidak layak dengan kita ya manusia yang sudah jatuh dalam dosa.

Yesus mempelai pria, gereja mempelai wanita. Dan teladan itulah yang harus menjadi dasar pernikahan Kristen, yaitu apa? Kasih Yesus kepada gereja-Nya. Jadi bukan saja laki-laki yang meneladani kasih Yesus kepada gereja-Nya, tapi perempuan juga meneladani kasih Yesus kepada gereja-Nya ketika mengasihi sang suami. Sang suami mengasihi istri, suami istri mengasihi anak. Wah, sungguh indah ya pernikahan itu. Karena apa? Didasari dengan kasih Kristus. Kita sebagai orang Kristen harus belajar rendah hati seperti Allah yang mau menikah secara rohani dengan manusia. Rendah hati sekali Allah, Dia Allah nggak butuh pernikahan dengan manusia secara rohani itu ya, nggak perlu menyelamatkan manusia berdosa, tapi Dia mau datang, mau menyelamatkan.

Nah Bapak, Ibu sekalian, ini suatu kasih yang begitu besar, di dalam pernikahan kita belajar apa? Belajar rendah hati. Kita bisa melihat kelemahan keluarga kita, melihat kelemahan orang tua kita, terus bagaimana kita mengasihi? Itu perlu kerendahan hati. Kalau kita sombong terus, kita akan terus menghakimi anggota keluarga kita. “Kamu orangnya gini, gini, gini”, berarti berhala kita adalah keluarga bukan Tuhan kan? Kita mau menuntut anggota keluarga kita, orang tua harus gini, anak harus gini, sesuai keinginan saya, sesuai kepentingan saya baru saya puas, kalau nggak saya stress, saya marah. Berarti keluarga itu adalah berhala saya. Kita nggak datang kepada Kristus kok, malah datang untuk menghakimi anggota keluarga kita yang salah, itu salah. Kita datang untuk mengasihi mereka, rendah hati kepada mereka.

Agustinus, bapak gereja mengatakan sebuah definisi kekristenan ya, dia sangat menekankan bahwa kekristenan itu adalah bicara soal kerendahan hati, belajar rendah hati, mengasihi sungguh-sungguh, jangan sombong, jangan menghakimi dengan tidak adil, jangan menganggap diri itu superior terus, tidak boleh, kita sama manusia. Siapakah manusia itu? Kita sama-sama berdosa, sama-sama butuh Tuhan, tidak boleh menganggap diri lebih tinggi daripada orang lain. Akhirnya apa? Akhirnya menjadi orang Farisi. Saya ketika melihat gejala-gejala orang Kristen, Bapak, Ibu sekalian, orang Kristen yang mau menjadi reformed biasanya dihalangi dengan apa? Dengan pencobaan Farisi dulu. Ya kita jadi Farisi, “Saya lebih pintar, saya lebih mau belajar firman, saya lebih tahan dengar khotbah satu jam, kamu baru dengar setengah jam saja sudah pusing nggak ngerti.” Ditanya khotbah apa hari ini “A, a, a nggak ngerti”. Kita ditanya tentang khotbah hari ini langsung ngomong, “Ah, tentang pernikahan”. Kita menjadi sombong loh, kita menganggap orang Kristen yang lain itu lebih rendah dari kita. O kita sedang berdosa di hadapan Tuhan. Justru kalau kita rendah hati, kita mau orang Kristen yang lain itu mendapatkan kesempatan belajar di dalam kebenaran firman Tuhan, di dalam kerangka Teologi Reformed yang baik. Tidak bisa kita jadinya orang Farisi. Orang Farisi hafal banyak ayat, tapi tidak ada kasihnya.

Bapak, Ibu sekalian, mari kita ingat kembali kekristenan awal itu apa. Agustinus katakan “If you ask me what the essential thing in the religion and discipline of Jesus Christ, I shall reply, First, humility. Second, humility. And third, humility”. Agustinus katakan “Jika kamu tanya apa sih tentang esensi penting dalam agama maupun juga pendidikan Yesus Kristus? Yaitu satu, dua, tiga pokoknya rendah hati”. Kamu dimulai bisa percaya Yesus juga karena kamu rendah hati kan. Kamu mengaku diri kamu berdosa di hadapan Tuhan, kamu mengaku kamu berdosa, kamu butuh Tuhan, kamu tidak bisa apa apa, rendah hati. Kekristenan dimulai dengan hati yang rendah hati dan mau mengasihi semua orang. Kalau berubah jadi sombong, wah kita sudah jauh dari Tuhan, kita sudah sangat berdosa, sombong, saya lebih hebat kok. Tidak, kita semua rendah hati lah, jangan menghakimi orang dengan sembarangan ya, jangan suka gosip, akhirnya menjelekkan orang, merendahkan orang, bahaya sekali. Rendah hati dalam pernikahan berarti apa? Saling mengasihi, saling menghormati, saling membantu dan juga memiliki mata yang tertuju pada Yesus Kristus Sang mempelai pria kita, secara rohani. Nah, itu yang kedua.

Yang ketiga, Bapak, Ibu sekalian, apa sih pernikahan Kristen itu? Yang ketiga merupakan covenant Allah dengan keturunan umat-Nya. Ya, jadi dalam pernikahan Kristen, Tuhan bisa memberikan keturunan, bisa memberikan anak, dan anak yang lahir dalam pernikahan Kristen, itu Tuhan berjanji kepada anak tersebut. Ada perjanjian Allah. Kita tahu bahwa anak itu adalah anugerah umum dari Tuhan. Ketika anak lahir tidak otomatis, kalau orang tuanya Kristen anak itu jadi Kristen, kan nggak otomatis. Ya, kalau saya, papa, mama Kristen anak pasti Kristen. Nggak, nggak otomatis. Anak tuh anugerah umum dari Tuhan. Ya, anak bisa jadi bukan orang kristen, karena semua orang sudah jatuh dalam dosa, meskipun dia lahir dari papa, mama yang Kristen. Tanpa seorang jadi Kristen atau pengikut Yesus Kristus, anak bisa diberikan oleh Tuhan dan dilahirkan oleh seorang ibu. Orang non-Kristen melahirkan banyak anak malah, ya, orang Kristen bisa jadi tidak ada anak, bisa jadi anaknya sedikit, ya.

Pernikahan Kristen punya perspektif yang lebih besar dan agung tentang anak atau keturunan dari orang tua. Jadi ini ada perbedaan. Wahyu umum adalah semua pernikahan, semua suami istri, semua laki-laki dan perempuan memang bisa melahirkan anak, ya, di dalam hubungan suami istri, ya. Tetapi ketika ada anak lahir dalam keluarga Kristen itu berbeda, kenapa? Karena Tuhan titipkan kepada orang yang adalah gereja. Ini, kamu, papa, mama gereja umat Allah, umat kesayangan Allah, pengikut Kristus, kemudian Tuhan kasih keturunan di dalam pernikahan mereka. Nah, anak itu dipercayakan oleh Tuhan untuk dididik dan dipelihara oleh orang tua mereka yang Kristen. Nah, salah satu wujud pernikahan Kristen adalah menghargai anugerah Allah di dalam keturunan orang tua tersebut, dengan cara apa? Ketika dapat anak nih, apa yang membedakan perlakuan anak yang lahir dari keluarga Kristen dan bukan Kristen? Sama-sama kasih susu, sama-sama kasih baju, sama-sama kasih ranjang, apa?

Nah, ini yang unik adalah Tuhan menyatakan bahwa, yaitu baptisan anak. Orang tua dapat merawat jasmani anak, semua orang bisa, tapi rohani anak itu tidak bisa. Ya, orang tua Kristen gitu ya, maka salah satu bentuk iman orang tua untuk memohon anugerah Allah, memohon agar Tuhan memberikan iman kepada anak yang sudah Tuhan berikan di dalam keluarga mereka adalah dengan apa? Baptisan anak. Ya, kenapa kita baptiskan anak? Anak kan belum mengerti iman tentang Yesus Kristus. Original sin sudah ada di dalam diri anak atau bayi. Ngapain kita baptiskan? Nanti jadi baptisannya sia-sia. Tidak, karena apa? Karena waktu kita membaptis anak, kita beriman kepada Tuhan dan berdoa, Tuhan, kiranya Tuhan memberikan anugerah iman kepada anak tersebut.

Baptisan anak dalam kekristenan dapat menjadi sebuah isu yang kontroversi ya. Kenapa? Karena memang Alkitab tidak pernah secara eksplisit, ya, melarang untuk mempraktikkan baptisan anak ataupun juga menyuruh membaptiskan anak sejak secara eksplisit seperti itu ya. Tetapi prinsip baptisan anak itu adalah covenant Allah. Ya, di dalam Perjanjian Lama, Tuhan perintahkan sunat hanya kepada laki-laki saja, terbatas. Orang Israel, anak laki-laki harus disunat, itu covenant, itu yang membedakan umat pilihan atau bangsa pilihan, Israel, dengan bangsa yang lain, yaitu ada sunatnya, laki-lakinya, hanya laki-laki. Sejak umur berapa? Sejak umur 8 hari. Apakah sudah bisa mengerti? Apakah sudah bisa memikirkan tentang Allah, dalam kesadaran yang minimal tersebut, bayi tersebut? Nggak bisa, tapi disuruh oleh Tuhan, ya. PB, sunat diganti dengan baptisan. Dan lebih besar lagi, baptisan itu kepada laki-laki maupun perempuan. PL terbatas, hanya laki-laki saja yang disunat gitu ya. Tapi di dalam Perjanjian Baru kita lihat sejarah gereja, mereka membaptiskan anak laki-laki maupun perempuan. Sunat dilakukan kepada bayi berumur 8 hari saja, baptis anak, ya. Pokoknya dilakukan ketika anak itu diasuh oleh orang tua, ketika cukup umurnya, ya, secepatnya bisa juga.

Nah, sunat juga menunjukkan mereka dimeteraikan dalam iman covenant dari orang tua mereka yang percaya kepada Allah dan percaya kepada perintah Allah. Ya, Tuhan suruh sunat, ya udah sunat, apa susahnya sih?  Ya, kalau Tuhan suruh baptis anak, ya kita suruh, ya lakukan, apa susahnya? Apalagi di dalam Alkitab mengatakan amanat agung Tuhan Yesus apa? “Pergilah jadikanlah semua bangsa muridku, baptislah mereka dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan ajarkanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah Kuajarkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertaimu sampai akhir zaman.” Berarti, baptis ada. Nah, kalau kita tidak membaptis anak yang di dalam asuhan orang tua sebelum mereka jadi dewasa, kita juga menjadi orang yang menahan-nahan baptisan, kan? Udah tahan aja. Lah, kalau anaknya mati umur lima gimana? Nggak dibaptis. Terus gimana? Kesempatan untuk membaptisakan anak yang Tuhan percayakan, hilang. Nggak taat dong? Berarti anak itu, ya, ya sudah. Ok, semua keselamatan itu dari Tuhan, anugerah Tuhan. Tapi tanggung jawab orang tua di mana? Iman orang tua. Emangnya orang tuh berumur sampai 12 tahun terus? Semua di atas 12 tahun? Nggak. Ada anak umur tujuh tahun mati. Apalagi peperangan di Ukraina, Rusia, Palestina, Israel, banyak anak mati juga. Gitu, ya. Maka waktu kita membaptis anak, sebagai orang tua itu wujud iman kita. Anak itu memang nggak tahu punya iman atau enggak, tapi kita memohon kepada Allah yang berjanji, Allah yang memberikan kovenan kepada umat-Nya, kita mau taat.

Jadi baptisan anak adalah lambang dari perjanjian anugerah. Anak belum bisa apa-apa, Tuhan kasih anugerah. Kita berdosa nggak bisa apa-apa, Tuhan kasih anugerah keselamatan, ya. Seorang teolog mengatakan, “Baptisan Kristen pada hakikatnya merupakan lambang dari pembaharuan seseorang di dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, sehingga dengan demikian melambangkan hubungannya dengan Kristus, yaitu perjanjian anugerah yang diadakan dan digenapi di dalam Kristus dan dalam persekutuan dengan gereja-Nya.” Kalau kita mengakui anak ini dari Tuhan, ya mari kita baptiskan anak, untuk menaati Firman Tuhan. Lebih baik baptis anak atau tidak? Ya pertanyaannya itu saja, sederhana ya. Lebih baik baptiskan anak atau tidak? Atau tahan-tahan sampai umur dia remaja, baru ngerti, percaya Yesus, baru saya baptis? Daripada dia nggak ngerti apa-apa, tapi masih dalam asuhan orang tua, bergantung pada orang tua. Kalau anak bayi, itu dibiarkan, pasti mati. Ya, saya terserah orang tua mau urus anak itu seperti apa, kan? Saya mau baptiskan, memang itu hak orang tua. Mau nggak baptiskan, memang juga hak orang tua. Itu milik orang tua, tetapi kita tunduk kepada prinsip kebenaran Firman Tuhan.

Ada seorang teolog mengatakan kalimat yang bagus sekali, Bapak, Ibu sekalian, ya. “Baptisan tanpa iman tidaklah mungkin.” Ya, tidaklah mungkin. “Tetapi sebaliknya, iman tanpa baptisan juga tidak mungkin.” Orang yang sudah beriman kepada Kristus, pasti dia tahu Firman Tuhan, perintah Yesus, dia lama kelamaan mau kok, dibaptis. Kalau dia sudah ngerti. Tapi orang Kristen yang sudah mengerti Firman Tuhan, ya, ada perintah untuk membaptiskan orang. Kita punya iman, nggak mungkin kita akhirnya tidak membaptiskan orang yang di bawah asuhan kita. Ya, itu ya, prinsip baptisan. Meskipun ini menjadi kontroversi, sehingga gereja bisa berbeda satu dengan yang lainnya karena urusan baptisan saja, ya. Tetap kenapa gereja kita ini membaptiskan anak? Karena memang lebih Alkitabiah membaptiskan anak, daripada tidak membaptiskan anak. Membaptis anak adalah wujud iman orang tua kepada Tuhan, dan kasih orang tua kepada anaknya, yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Ya kalau kita mau mempelajari lebih detail tentang baptis anak, ada di toko buku, ya. Toko buku Momentum, judulnya “Baptisan Anak”, ya, karangan J. J. Schreuder. Itu kita bisa sama-sama membaca lebih detail.

Dan yang terakhir bapak ibu sekalian, pernikahan Kristen itu unik. Kenapa? Karena merupakan mini drama dari Injil atau pertunjukan unik dari kemuliaan Allah. Jadi adanya pernikahan, suatu institusi terkecil dari masyarakat, keluarga ini. Ini adalah suatu mini drama Injil. Jadi bagaimana Injil itu dipraktikkan di dalam kehidupan pernikahan maupun keluarga. Supaya apa? Supaya boleh memuliakan Allah. Kejadian 2, yang tadi barusan kita baca, itu dikatakan, “Sebab seorang laki-laki akan tinggalkan ayahnya dan ibunya, dan bersatu dengan istrinya.” Meninggalkan berbicara soal apa? Tadinya institusi orang tua, ya. Papa-mama, satu institusi, terus kemudian ada anak-anak. Sekarang si anak itu sudah dewasa, sudah mau menikah. Dia meninggalkan institusi yang terkecil dari masyarakat, yaitu keluarganya sendiri, dan membentuk keluarga yang sama seperti ini. Cuma muridnya beda. Mungkin keluarga orang tua, udah pernikahannya puluhan tahun, ya, misalkan ya. Yang ini baru satu tahun, misalnya, tapi sudah berdiri sendiri. Institusinya berbeda, sehingga laki-laki memimpin keluarga bersama dengan istrinya. Jadi meninggalkan itu demikian, ya. Jadi, otoritasnya semakin berkurang, karena sudah institusi sendiri, kok. Sejajar, bisa dikatakan demikian, ya. Yang satu keluarga bapak A, yang satu keluarga bapak B. Yang ini lebih tua saja umurnya, gitu ya. Yang sini masih muda. Nah, ini mentoring yang muda. Yang muda juga belajar dari yang tua. Status secara institusi. Tidak boleh, ya, ikut campur terlalu dalam terhadap keluarga masing-masing. Seperti itu, ya. Itu maksudnya meninggalkan ayahnya dan ibunya. Bukan berarti betul-betul tidak mau berelasi lagi, bukan, ya. Tetapi kita ngerti ini wilayah yang berbeda kok, “Kamu punya keluarga, saya punya keluarga, jangan cross!” Gitu, ya. Jangan saling mencampuri. Tapi kita bisa saling membangun di antara dua institusi tersebut.

Lalu “bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.” Nah, dua jadi satu itu adalah pernikahan. Pernikahan institusi mandiri. Otoritas orang tua sudah berkurang karena sudah ada wilayah yang baru. Dan dalam pernikahan, dua insan manusia itu dipersatukan jadi satu daging. Yang menikah dua tapi dalam satu menjadi penghidupan. Ya, baru saja kemarin ngobrol-ngobrol, ya, dengan pasangan muda, Bapak, Ibu sekalian. Dia ceritakan bahwa sebelum istrinya ngomong, dia sudah ngomong duluan hal yang mau diomongkan istrinya. Wah, jadi kayak ini, ya, peramal, ya. Jadi kayak nabi ini. Dia sudah tahu nih. “Kamu mau ngomong ini kan?” Dilihat dari raut muka istrinya. Wah, itu menurut saya adalah suatu contoh real, praktis, bagaimana sudah dua jadi satu lah. Jadi kurang lebih ada koneksi, bisa saling kenal dan saling peka terhadap satu dengan yang lainnya.

Yang dua orang jadi satu menggambarkan pengenalan akan Allah juga secara Tritunggal. Allah itu satu tapi tiga Pribadi. Boleh? Boleh. Manusia itu dua tapi satu: satu keluarga atau satu pernikahan, satu penghidupan. Boleh? Boleh. Yesus itu satu Pribadi tapi dua natur. Boleh? Nggak masalah, ya. Ini melambangkan Allah Tritunggal justru di dalam pernikahan yang dua jadi satu. Tuhan Yang Maha Esa tapi tiga Pribadi. Tiga Pribadi yang berbeda tapi satu hakikat setara dalam kuasa dan kemuliaan dan kesempurnaan itu Allah Tritunggal. Nah, Tuhan mengatakan pernikahan Kristen itu dua jadi satu. Ada unity in diversity: ada kesatuan dalam keberbedaan. Nah, Bapak, Ibu sekalian, dalam bahasa ibraninya kata satu daging, ya, itu sama dengan firman Tuhan dalam Ulangan 6 ayat 4 yaitu adalah “Shema Yisrael” atau “Dengarlah orang Israel bahwa Tuhan Allah kami itu Tuhan yang Esa!” Satu. Betul-betul satu. Dua jadi satu! Betul-betul satu! Gitu, ya. Ada kesatuan di dalam pernikahan dan juga dua gambar Allah ini dijadikan satu.

Jadi satu sisi Bapak, Ibu, Saudara kalau sudah menikah memang kita sikapnya itu adalah tim terus, ya, kelompok. Saya bukan saya sendiri: ada suami saya, ada istri saya. Nggak bisa kita udah nikah tapi kayak hidup single, gitu, ya. Betul-betul hidup single: ngurusin diri sendiri, main sama teman-temannya sendiri, nggak peduli keluarga, nggak peduli perasaan suami, perasaan istri, nggak peduli. Nggak bisa! Dua jadi satu kok! Maka Bapak, Ibu sekalian kalau kita lihat pernikahan orang, ya, kalau kita lihat satu sosok itu, ya sebenarnya lebih baik kita lihat “Oh, dia sesosok suami, oh, berarti ada istrinya” ya. Jangan pikir “Wah, ini pokoknya ganteng” gitu, ya. “Pokoknya ini satu aja, lupakan istrinya!” Nanti selingkuh, kayak gitu, ya. Kita bisa jadi orang yang tidak bersikap dengan tepat kepada orang tersebut. Sudahlah! suami ya suami, ada istri! Gitu. Kita harus jaga relasi, jaga sikap, jangan seperti pada orang yang tidak berpasangan atau tidak punya keluarga, ya, yang masih single dan lain-lain.

Jadi kita bisa lihat ini adalah suatu misteri yang begitu indah: bagaimana dua jadi satu. Berarti apa? Satu orang yang berdosa, ya, dan satu orang yang berdosa lainnya menjadi satu. Nah, kalau di luar Tuhan, wah, ini menjadi kekacauan pernikahannya karena dosa dan dosa. Tetapi di dalam Kristus, ya, kita mengerti bahwa kita diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Kita sudah dihidupkan rohani kita oleh Kristus, kita ada kemampuan untuk berjalan dalam Kristus, maka ini menjadi pernikahan yang indah. Yaitu apa? Yang satu mau mirip dengan Kristus, yang lain mau mirip dengan Kristus. Yang mau mirip dengan Kristus dua orang tetapi menjadi satu maka kemiripan Kristus itu persentasenya lebih tinggi lagi, ya. Lebih tinggi lagi! Dua orang kok! Yang satu pengikut Kristus, yang satu pengikut Kristus yang setia, digabung? Wah, kita bisa melihat Kristus lebih jelas lagi di dalam kehidupan pernikahan. Itulah yang diharapkan di dalam pernikahan Kristen: kita bisa memuliakan Allah! Kita bisa beribadah kepada Allah bersama-sama, kita bisa menjadi wakil Allah di dalam bumi ini.

Pernikahan dipandang menjadi satu institusi, satu tempat di mana kita, manusia, bersama-sama menyembah Allah dan kita betul-betul mau memuliakan Allah di dalam pernikahan ataupun keluarga kita. Jadi sekali lagi Bapak, Ibu sekalian, pernikahan, misteri pernikahan ini, bicara soal apa? Relasi Allah dengan umat-Nya, ya, relasi Yesus Kristus dengan gereja-Nya. Lalu juga covenant Allah kepada keturunan umat-Nya, andai Tuhan memberikan anak, seperti itu, ya. Dan juga drama Injil, ya, bagaimana kita menyaksikan Kristus, menyaksikan Allah Tritunggal di dalam pernikahan kita.

Terakhir, Bapak, Ibu, Saudara sekalian ada tips, ya, untuk keluarga kita supaya boleh terus bersandar kepada Kristus dan menjadikan kasih Kristus menjadi dasar dari keluarga kita atau pernikahan kita. Ya, ini ada beberapa tips, ya, bagaimana kita mau bergantung kepada Tuhan. Yang pertama adalah membaca Alkitab bersama-sama. Ya, ada nggak ya? Kita mau nggak baca Alkitab bersama dengan keluarga kita? Saya yakin ada, keluarga Kristen yang baca Alkitab bersama-sama itu ada. Jadi bukan saja—di GRII Jogja, kan, ada bible reading bersama, ya, dalam group. Bukan saja bible reading gereja, tapi harusnya bible reading keluarga. Itu bagaimana kita kembali kepada Kristus menyandarkan bahwa fondasi keluarga kita itu bukan uang, ya. Bukan kekayaan, bukan jabatan, bukan kenikmatan tubuh. Tapi fondasi kita adalah firman Tuhan, Firman Kristus. Ya, maka dari itu bukan saja bible reading gereja, tetapi kita bisa pikirkan – apalagi kita sebagai kepala keluarga, ya, para suami, para ayah. Kita boleh nggak ya, andai relasi kita baik dengan anggota keluarga. Kita arahkan, ya, mau baca Firman bareng-bareng nggak ya? Kita nggak usah paksa juga, ya, kadang menjadi suatu beban juga, tapi ini adalah suatu arahan yang baik. Ada bible reading bersama.

Yang kedua, ya, bisa juga membaca buku dari teologi-teologi Reformed, ya, atau buku Momentum. Jadi ada pembacaan dalam arti apa? Kita tuh mau kembali ke pusat Firman Tuhan dalam hidup kita. Yesus adalah poros hidup kita, pusat hidup kita. Kita mau balik lagi baca buku teologi misalkan, ya, atau juga bisa menggunakan renungan di dalam ibadah keluarga, yaitu adalah gunakan buku katekismus. Entah itu katekismus Westminster, entah itu katekismus Heidelberg, ya, entah itu juga yang mendidik hati, ya, melatih akal budi, ya. Nah, itu juga bisa kita gunakan. Lalu, juga kita bisa membaca buku-buku komentar dari renungan yang baik dan juga kita bisa mengingat Firman Tuhan bersama-sama, menghafal ayat bersama-sama. Itu adalah suatu hal yang baik di dalam keluarga kita kalau kita bisa melakukannya.

Ya di dalam bulan ini, kita merenungkan tentang keluarga, tentang pernikahan dan minggu lalu saya sudah jelaskan juga praktik yang kita bisa lakukan di dalam keluarga kita untuk membawa keluarga kita semakin berpusat kepada Kristus adalah bagaimana kita jalankan ibadah keluarga tersebut, ya. Ibadah keluarga seminggu sekali sudah bagus, ya. Tuhan saja memanggil kita untuk beribadah mengingat dan menguduskan hari sabat seminggu sekali, lho. Kalau kita bisa ibadah keluarga seminggu sekali sudah sangat-sangat bagus. Karena apa? Di dalam ibadah keluarga itu kita lebih informal, kita terbuka apa adanya dan kita mau datang kepada Tuhan. Nah, caranya bagaimana? Ya, terserah, mau bagaimana yang penting ada Firman, ada doa. Ada pujian himne, mau ditambahkan. Ada menghafal ayat bareng—bersama, ada membaca Alkitab bersama, terserah. Mau jamnya berapa, menitnya berapa itu nggak masalah juga. Nah, itu adalah bagaimana kita mempersembahkan keluarga kita itu untuk memuliakan Tuhan.

Nah, itu adalah misteri pernikahan, yang bahkan orang Kristen tidak melakukannya dalam kehidupannya, ya. Sudah Kristen, sudah punya keluarga Kristen, tapi juga tidak ada ibadah keluarga padahal di dalam Alkitab sudah Tuhan berikan prinsip bahwa kita harus mengingat Firman Tuhan di mana pun kita berada. Di jalan, di mobil, bisa beribadah, ya. Maksudnya dalam arti Firman dan doa, gitu ya. Kita bisa di rumah, bisa beribadah. Di tempat makan, kita berdoa. Ya, bersaksi, ya, doa dulu, ya. Itu juga semua hidup kita adalah pelayanan kepada Tuhan dan kiranya dengan adanya keluarga yang Tuhan berikan, itu mendorong kita untuk bisa terus memuliakan nama Tuhan. Amin. Mari kita sama-sama berdoa.

Bapa kami yang ada di surga, kami bersyukur untuk keluarga yang sudah Tuhan berikan kepada kami, untuk orang tua kami, untuk saudara-saudara kandung kami, untuk saudara-saudara lainnya yang sudah Tuhan berikan. Kami mau mengucap syukur untuk kasih karunia Tuhan yang boleh Tuhan curahkan di dalam keluarga. Sehingga kami boleh bertumbuh, boleh saling mengasihi dan saling dibangun di dalam keluarga kami untuk semakin mengenal Tuhan dan semakin mengenal diri kami—siapa di hadapan Tuhan. Bersyukur untuk istri kami yang kami miliki masing-masing maupun suami kami juga yang kami miliki masing-masing. Kami berdoa, kami menyerahkan seluruh keluarga kami ke dalam tangan Tuhan, kiranya keluarga kami ini bisa memuliakan nama Tuhan. Tolonglah berikan bijaksana supaya kami bisa mengurus institusi keluarga ini di dalam takut akan Tuhan. Berkatilah setiap kami, Tuhan, supaya hati kami boleh memandang kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Penolong kami dan kami pun mau agar seluruh keluarga kami semakin serupa dengan Yesus Kristus saja. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami sudah berdoa. Amin. (HS)