Allah yang Tidak Berubah, 7 Juli 2024

Allah yang Tidak Berubah

Pdt. J. Christian Budiman

 

Saudara, saya mau mulai dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan berkaitan dengan tema “Allah yang Tidak Berubah,” ya. Apakah Allah bisa berubah, Saudara-saudara? Kalau Allah bisa berubah, maka ketetapan atau rencana-Nya juga bisa berubah. Dan apakah hal ini tidak menakutkan? Kalau Allah bisa berubah, bagaimana janji atau perkataan-Nya bisa diandalkan?

Sebaliknya, kalau Allah tidak bisa berubah, apakah Allah itu adalah Allah yang dingin, Allah yang begitu kaku, yang tidak punya empati dan tidak punya emosi, tidak ada kepedulian terhadap umat-Nya: terhadap situasi dan keadaan mereka, terhadap pergumulan atau beban hidup mereka sehingga dengan demikian, Saudara-saudara, orang-orang yang percaya kepada Tuhan menjadi orang-orang yang merana? Mereka menaruh harap besar kepada Tuhan, tapi Tuhan sendiri ndak peduli dengan mereka. Dan seterusnya dan seterusnya, pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan Allah yang tidak bisa berubah itu bisa dilanjutkan.

Nah, Saudara, saya ingin kita memperhatikan: pertama, mari kita membuka surat Yakobus 1:17. Saya akan membaca dengan menggunakan Alkitab terjemahan yang baru edisi kedua, sehingga kalau ada sedikit perbedaan, mengharap Saudara bisa maklum. Surat Yakobus 1:17, mari kita membaca bersama-sama. “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, turun dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.” Terjemahan yang lain, “Setiap pemberian yang baik dan sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; yang tidak berubah  seperti  bayangan-bayangan yang bertukar.” Jadi, kita bisa lihat ayat ini sedang mengontraskan antara Allah dengan ciptaan dengan menggunakan gambaran terang dan bayangan, ya.

Terang itu tidak bisa berubah. Demikianlah Allah tidak bisa berubah. Tapi, kalau bayangan bisa berubah, bisa bertukar. Jikalau cahaya matahari masuk ke jendela dan di jendela itu tidak ada pelindung, maka cahaya itu akan statis, ya. Tapi ketika kemudian jendela itu ada pelindung, misalnya vitrase, maka kemudian cahaya itu akan menimbulkan apa, Saudara? Bayangan. Saudara goyang-goyangkan vitrase, maka bayangannya akan bergoyang-goyang juga, ya. Jadi, terang itu tidak berubah tetapi bayangan bisa berubah. Demikian Allah itu yang adalah terang tidak bisa berubah. Tetapi, alam yang diciptakan oleh Allah itu bisa mengalami perubahan.

Jadi, di sini, Yakobus memberitahukan berkaitan dengan ketika manusia itu jatuh di dalam pencobaan. Dicobai oleh Tuhan atau dicobai oleh dirinya sendiri? Dan Yakobus tegaskan, “Jangan sesat! Allah tidak mencobai manusia, tapi setiap manusia dicobai oleh kemauannya sendiri.” Allah tidak berubah. Dari dulu Dia tidak mencobai. Sampai kapan pun juga tidak mencobai. Kalau manusia jatuh di dalam pencobaan karena mereka membiarkan dirinya dikuasai oleh hawa nafsu mereka sendiri. Jadi, Allah tidak berubah menurut apa yang kita baca di sini, Yakobus 1:17.

Dan saya ingin kita juga boleh lihat ayat yang lain di Perjanjian Lama, yaitu di dalam Maleakhi 3:6. Maleakhi 3:6, sudah mendapat? Mari kita membacanya bersama-sama, “Sesungguhnya, Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan dilenyapkan.” Nah, kitab Maleakhi ini menyoroti Israel yang tidak setia, bani Yakub yang tidak taat, tetapi menegaskan -kitab Maleakhi ini menyampaikan penegasan- sekali pun Israel, bani Yakub tidak setia, Tuhan tetap setia. Tuhan tidak berubah. Janji Tuhan kepada nenek moyang, bani Israel, bani Yakub akan tetap Tuhan pegang sampai terjadi dan genap. Jadi, Allah tidak berubah.

Pengertian tentang Allah yang tidak berubah seperti apa? Dalam pengertian yang luas itu mencakup apa saja? Banyak sekali. Saya hanya akan menyebutkan beberapa saja oleh karena waktu. Yang pertama: Allah tidak berubah di dalam keberadaan-Nya, Saudara-saudara. James Boice mengatakan, “Allah kita sempurna. Ia tidak pernah berbeda dari diri-Nya sendiri. Kalau yang namanya makhluk ciptaan bisa berubah —entah dari baik menjadi buruk, atau dari buruk menjadi baik— Allah tidak mungkin bergerak ke dua arah tersebut. Allah tidak dapat berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk karena itu berarti Ia tidak sempurna sebelumnya, juga Ia berdosa.” Ini, kalimat ini begitu sangat menarik, di mana disebutkan Allah tidak pernah berbeda dari diri-Nya sendiri.

Saudara, manusia bisa berbeda dari dirinya sendiri, tidak? Bisa, ya? Mungkin Saudara suatu hari bisa mengatakan, “Saya sudah mengenal si A ini 10 tahun. Kemarin, saya ketemu sama dia. Saya enggak sangka 10 tahun saya kenal dia seperti ini. Kemarin waktu saya ketemu dia, seperti itu” misalnya. Ya, kan? Ada orang yang mungkin juga kecewa. “Saya percaya sekali sama dia. Saya kenal dia 20 tahun. Orangnya begitu baik. Tapi setelah ada satu urusan, wah, ternyata apa yang selama ini saya kenal tentang dia 20 tahun itu roboh semua. Berantakan semua. Hancur semua. Saya dikecewakan oleh dia.”

Jadi, ketika dikatakan bahwa Allah tidak pernah berbeda dari diri-Nya sendiri, iya memang Allah tidak pernah berbeda dari diri-Nya sendiri. Tapi, Saudara, tahukah seberapa dalam pengertian ini? Mudahkah bagi manusia untuk tetap menjadi sama seumur hidup? Ya, pasti enggak sama secara raut wajah, ya. Mungkin tinggi badan, ya, kan? Tetapi Saudara-saudara, dalam karakter, dalam sifat yang sudah puluhan tahun pun akhirnya bisa, bisa berubah, dan enggak mudah menjadi orang yang tidak berubah. Situasi dan keadaan itu kadang-kadang bisa membuat orang itu mungkin juga enggak menyangka kalau dia bisa berubah. Ada orang yang mungkin waktu susah dia begitu rendah hati dan dia akan bertekad bagaimanapun dia sukses, dia akan tetap rendah hati. Tetapi siapa yang tahu?

Orang yang kenal sama-sama main waktu dulu kecil —main  kelereng, atau main-mainan yang sederhana, begitu, ya— berpikir akan tetap menjadi kawan, sohib, gitu, ya, yang erat dan yang saling, saling bisa diandalkan. Tapi sesudah berapa tahun, kemudian bergaul dengan orang lain, pindah ke kota, kemudian bergaul dengan macam-macam orang, mengetahui akan berbagai macam cara, taktik, strategi, dan termasuk yang aneh-aneh dan yang abu-abu, yang ndak jelas hitam dan putih, dan sebagainya. Pada waktu ketemu lagi dengan orang yang dulu waktu kecil sama-sama main kelereng, mainan yang sederhana. “Wah, ternyata sekarang orang ini sudah lain!” Bahkan mungkin awalnya ndak mau mengenali atau berlagak lupa atau berlagak nggak ingat, dan seterusnya, dan seterusnya.

Manusia bisa berubah tetapi Allah tidak pernah menjadi berbeda dari diri-Nya sendiri. Allah tidak pernah menjadi lebih baik, karena apa? Dia sudah Maha Baik. Apalagi yang perlu dirubah menjadi lebih baik? Allah tidak kemudian menjadi lebih buruk, karena apa? Karena Dia memang terus-menerus baik, ya. Jadi, menjadi lebih rendah? Tidak. Menjadi lebih tinggi? Juga tidak. Karena apa? Dia sudah di dalam posisi yang tertinggi kebaikan-Nya. Dia sudah sempurna baik. Dia tidak pernah menjadi berdosa. Dia tidak pernah menjadi tidak sempurna.

Seorang yang lain bernama G.I. Packer di dalam bukunya “Knowing God”. Dia mengatakan, “He exist forever”He ini adalah God— “and , He is always the same. He does not grew, grow older. His life does not wax or wane. He does not gain new powers nor lose those that he once had. He does not mature or develop. He does not get stronger, or weaker, or wiser as time goes by.” “He cannot change for the better.” –Ya, dia kutip dari seorang namanya Arthur Pink—  “For He is already perfect; and being perfect: He cannot change for the worse.” ”Dia—Tuhan— ada selamanya dan Dia selalu sama. Dia tidak bertambah tua. Hidupnya tidak bertambah atau berkurang. Dia tidak mendapat kekuatan baru atau kehilangan kekuatan yang pernah Dia miliki. Dia tidak menjadi dewasa atau berkembang. Dia tidak menjadi lebih kuat atau lebih lemah, atau lebih bijaksana, seiring berjalannya waktu. Dia tidak bisa berubah menjadi lebih baik.” Arthur Pink katakan, “Karena Dia sudah sempurna dan karena sempurna Dia tidak bisa berubah menjadi lebih buruk.” Allah tidak berubah di dalam keberadaan-Nya.

Yang kedua, Allah tidak berubah pada atribute atau karakter-karakter-Nya. G.I Packer ada mengatakan, “Strain, or shock, or a lobotomy, can alter the character of a person, but nothing can alter the character of God. In the course of a human life, tastes and outlook and temper may change radically: a kind, equable person may turn bitter and crotchety; a person of good will may grow cynical and callous. But nothing of this sort happens to the Creator. He never becomes less truthful, or merciful, or just, or good than he used to be. The character of God is today, and always will be, exactly what it was in Bible times.”

 Saudara, “Ketegangan atau keterkejutan atau lobotomy.Lobotomy itu suatu istilah medis. Suatu tindakan operasi yang berpotensi, ketika orang dioperasi itu dia bisa mengalami perubahan karakter atau perubahan kebiasaan, ya. Tapi, Saudara, ndak ada itu terjadi pada Tuhan. Tuhan ndak bisa kemudian ditekan, terus jadi berubah. Tuhan ndak bisa dikejutkan, lalu kemudian berubah. Tuhan ndak bisa kemudian terkaget-kaget, lalu kemudian menjadi berubah. Apalagi ada sesuatu tindakan seperti yang kemudian dokter lakukan kepada manusia, bisa merubah karakter-Nya. Ndak ada apapun yang bisa merubah. Tidak ada apapun yang bisa merubah karakter Tuhan!

“Dalam perjalanan hidup manusia, selera, pandangan dan watak bisa berubah secara radikal. Orang yang baik hati dan ramah tamah bisa berubah menjadi orang yang getir dan tidak sopan, orang yang berkehendak baik mungkin menjadi sinis dan tidak berperasaan. Namun hal seperti ini, tidak mungkin terjadi kepada sang Pencipta. Dia tidak pernah menjadi kurang jujur atau kurang penyayang atau kurang adil atau kurang baik dibandingkan sebelumnya. Karakter Allah saat ini, karakter Allah saat ini akan selalunya demikian, persis seperti pada zaman Alkitab”, ya.

Saudara membaca Alkitab, mengenal Allah seperti ini, seperti ini, seperti ini. Saat sudah ribuan tahun Alkitab selesai dituliskan, lalu Saudara dalam hidup sehari-hari merasakan seperti, “Kok Allah, kok nggak seperti di dalam Alkitab?” Itu perasaan Saudara, ya. Itu perasaan Saudara. Allah yang digambarkan di dalam Alkitab ribuan tahun yang lalu, ribuan tahun ke depan, atau misalnya andaikata sampai jutaan tahun ke depan, ndak akan namanya Allah itu berubah.

Nah, ketika merasa Allah berubah kita perlu merubah yang kita rasa. Pengertian kita, kita perlu rubah. Karena sesungguhnya Allah tidak pernah berubah. Allah kemudian juga tidak berubah di dalam rencana-rencana-Nya. Saudara, manusia sering merubah rencana, betul? Sangat, ya? Sering nggak merubah rencana? Kenapa manusia sering merubah rencana? Karena manusia tidak mempunyai kuasa yang —katakanlah mutlak— kuasa yang tidak bisa diganggu gugat. Yang membuat rencana-rencana yang sudah dibuat juga ndak bisa diganggu gugat. Ndak ada itu, ya. Dalam, dalam hal-hal yang sepele: kita mau makan misalnya. Kita kepengen pergi ke restoran ini, begitu sampai di sana restorannya tutup. Kalau kita tahu restorannya buka, kita nggak akan ke sana bukan? Iya dong! Ngapain capek-capek ke sana untuk menemui restoran yang tutup? Kenapa Saudara ndak tahu kalau di sana tutup? Ya, karena Saudara ndak maha tahu. “Oh, ndak Pak, karena enggak bawa handphone atau enggak punya handphone.” Kan bisa WA sama, sama yang punya. Ya, kalau yang punya lagi on handphonenya, atau kita enggak lowbatt handphonenya, atau enggak habis pulsa dan lain sebagainya. Allah ndak perlu handphone kan? Tapi Dia tahu semua situasi dan keadaan yang mana Dia ndak, “Wah, enggak jadi deh! enggak jadi ke sini deh! Ke sana saja deh! Enggak jadi makan ini deh, makan yang itu aja deh!

Nah, Saudara, ada banyak Alkitab yang menyebutkan tentang Allah yang tidak bisa berubah di dalam rencana-Nya. Satu ayat yang begitu sangat tegas. Kita lihat di dalam Yesaya pasal 46:9-11. Yesaya pasal 46:9-11. Silakan yang pria membaca 9, wanita membaca 10, dan 11 kita membaca bersama-sama, ya. Pria lebih dahulu 9, wanita 10, 11 bersama. Pria lebih dulu, “Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, sesungguhnya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku.” Wanita, “yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan, yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusan-Ku dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya.”

Begitu sangat firm, “Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya.” Termasuk ketika manusia berusaha untuk merubah rencana Tuhan, apa yang terjadi Saudara? Penguasa yang tertinggi di dunia di bawah Tuhan, gitu ya, berusaha untuk merubah rencana Tuhan, apa yang terjadi Saudara? Mari kita lihat Amsal 19:21. Amsal 19:21 kita baca bersama, “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.” Ya, jadi mau dia tuh siapa: penguasa tertinggi? Mereka yang mempunyai kekuatan militer terbesar? Mempunyai rencana bahkan mungkin rencana yang menentang Tuhan, melawan Tuhan? Ujung akhirnya tetap keputusan Tuhan yang terlaksana, ya.

Nah, Saudara, Charles Hodge dalam bukunya Systematic Theology, dia mengatakan bahwa, “Allah tidak terbatas di dalam hikmat, tidak ada kesalahan dalam konsepsi”. Konsepsi ini pembuatan atau penyusunan, rencana-rencana-Nya, ya. Tidak ada kesalahan di dalam pembuatan atau penyusunan rencana-rencana-Nya. Tidak terbatas dalam kuasa-Nya, tidak ada kegagalan dalam pencapaian semuanya itu. Allah tidak terbatas di dalam hikmat, setuju, ya? Tapi Saudara jangan pikir bahwa Allah tidak terbatas di dalam hikmat, itu di dalam segala sesuatu yang membuat manusia senang! Allah tidak terbatas di dalam hikmat bukan karena manusia kemudian puas dengan hikmat Tuhan pada dia, pada saat itu. Allah punya hikmat yang tidak terbatas termasuk ketika manusia itu sendiri ndak puas dan ndak setuju dengan apa yang Tuhan atur untuk dia.

Nah, ini yang sering kali kita kurang memahami seperti itu. Kita sering kali gampang mengatakan Allah tidak terbatas di dalam hikmat. Setuju. Allah tidak terbatas di dalam hikmat. Setuju. Allah tidak terbatas di dalam hikmat. 100% setuju! Tapi hingga ketika kemudian dia mengalami sesuatu yang dia ndak suka, yang dia nggak, nggak setuju, dia baru bertanya, “Kalau saya jadi Allah, saya nggak bakal kayak begini caranya!” Manusia kadang-kadang merasa lebih bijaksana daripada Tuhan. “Masa sih yang namanya Tuhan kok kayak begitu?” Ambil contoh: “Kalau saya jadi Tuhan, ndak akan sebagian manusia diselamatkan! Kalau saya jadi Tuhan, semua orang saya akan selamatkan!”

Di dalam Teologia Reformed Injili, kita belajar keselamatan bagi semua orang atau sebagian orang? Sebagian orang kan? Sebagian orang itu di dalam hikmat Tuhan yang tidak terbatas bukan? Ya, kan? Setuju kan? Kita setuju karena kita menjadi orang yang menerima anugerah keselamatan itu. Tapi kalau Saudara tidak menjadi orang yang menerima anugerah keselamatan itu, Saudara bisa enggak mengakui bahwa Allah itu tidak mungkin salah di dalam hikmat-Nya?

Dan ndak usah ngomong gitu. Mungkin kita juga punya pengalaman dari kecil sama-sama bermain dengan seseorang yang kemudian waktu sudah sama-sama dewasa, dia sudah jadi direktur, dia mungkin jadi konglomerat, dan kita masih biasa-biasa saja. Itu terjadi dalam hikmat Tuhan yang tidak terbatas, tidak? Bisa nerima? Kalau kita yang jadi konglomerat, kita Puji Tuhannya ndak habis-habis. Kalau pas kita yang bukan jadi konglomeratnya, kita masih bisa Puji Tuhan yang ndak habis-habis ndak? “Wah, saya ndak papa, dia yang kaya, mungkin kalau saya yang jadi kaya, saya jadi sombong.” “Ah, ndak papa dia jadi kaya, saya ndak jadi kaya, dia terkenal, saya ndak terkenal. Mungkin kalau saya terkenal, saya kaya, saya jadi banyak dosanya. Saya jadi jauh dari Tuhan. Saya jadi ndak mencintai Tuhan. Saya mungkin jadi penjahat, dan seterusnya, dan seterusnya. Tapi berapa banyak orang yang pikir positif kayak begini: Jadi, Allah tidak terbatas di dalam hikmat, itu termasuk di dalam segala sesuatu: pengalaman yang manusia alami yang dia enggak suka atau dia enggak setuju dan dia harus tetap konsisten. Kalau dia bilang Allah itu hikmatnya tidak terbatas, termasuk di dalam hal yang dia tidak setuju, Allah tetap patut dipermuliakan di dalam hikmat yang tidak terbatas itu.

Nah, karena Allah tidak berubah di dalam rencana-rencana, Saudara, kita tahu bahwa setiap rencana biasanya ada tujuan. Seorang yang masih, masih belia, masih muda, mungkin remaja, atau misalnya dia lulus SMA, ya. Dia rencana dia mau habis lulus SMA, dia mau kuliah atau misalnya dia mau kerja, ya. Pilihan kan bisa berbagai macam. Tujuannya apa? Ya, pasti kan ada. “Saya mau kuliah supaya saya nanti lebih punya masa depan, tujuannya supaya saya bisa punya hidup yang lebih baik, lebih mudah.” “Saya ndak kuliah karena, ya, ternyata ndak semua yang kuliah juga bisa punya masa depan.” Gitu kan? “Saya mendingan langsung saja bekerja mulai dari SMA, siapa tahu dengan lamanya bekerja, lamanya berusaha, lamanya pengalaman, lamanya kenal orang, banyaknya berjumpa dengan relasi dan orang, ada kesempatan untuk akhirnya kemudian bisa lebih sukses daripada mereka yang kuliah.” Setiap orang punya rencana ini, rencana itu, dan ada yang mau dicapai dengan rencana itu, itu namanya tujuan. Nah, demikian juga Saudara-saudara, kita sebetulnya perlu mengetahui: ketika Allah tidak berubah di dalam rencana, Allah juga tidak berubah di dalam tujuan. Ada tujuan-tujuan yang Allah mau capai dengan rencana-rencana-Nya.

Nah, Saudara kita perlu mengetahui juga bahwa di dalam Alkitab, itu kita melihat Allah punya rencana yang banyak sekali tetapi kita dibantu oleh seorang yang namanya James Boice bahwa ada tiga rencana yang utama: garis besar utama rencana Allah yang kemudian berhenti pada tujuan tiga ini. Yang pertama adalah tujuan-tujuan Allah untuk Kristus. Yang kedua adalah tujuan Allah untuk umat tebusan-Nya. Dan yang ketiga adalah tujuan-tujuan Allah untuk orang fasik, untuk orang-orang yang tidak ditebus, untuk orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya.

Dan ini memberikan kepada kita semestinya sebuah kesadaran, di mana kita sering kali hidup di tengah dunia ini itu kita kan kepingin juga punya kepastian. “Tuhan mau saya ini” ­—namanya B— “nanti saya waktu sudah dewasa, saya sudah berkeluarga, Tuhan mau saya jadi apa? Tuhan mau saya hidupnya tuh di sekuler ataukah di dunia rohani. Lalu kalau misalnya di dunia sekuler, saya jadi apa? Saya jadi pengusaha atau saya jadi dokter atau apa?” Misalnya ya. Ada hal-hal spesifik yang kita sebenarnya kita ingin ketahui. Tetapi Saudara-saudara, satu hal yang perlu kita tahu bahwa Tuhan tidak memberi tahu kepada kita secara spesifik kita punya tujuan akhir profesi apa. Tetapi secara umum adalah kita sebagai orang yang ditebus atau tidak? Dan sebagai orang yang ditebus itu, apakah kita kemudian menghidupi penebusan Tuhan di dalam pilihan kita masing-masing yang kita ambil berdasarkan apa yang Tuhan bukakan dan pimpinan yang Tuhan atur sedemikian di dalam pilihan-pilihan tertentu?

Oke, ya, kita lihat dulu tujuan Allah untuk Kristus. Apa sih tujuan Allah untuk Kristus? Ada yang tahu tujuan Allah untuk Kristus apa, Saudara-saudara? Tujuan Allah untuk Kristus adalah mempermuliakan Kristus. Sampai sedemikian tujuan ini, ya, Saudara-saudara, itu kita bisa lihat ketika Kristus kembali ke sorga, diutus seorang penolong yang mana penolong ini, Saudara-saudara, ya, penolong ini kan kita umumnya mengerti, “Oh nanti Roh Kudus itu menghibur kita, Roh Kudus itu menyertai kita, Roh Kudus itu memimpin, mengarahkan kita.” Tetapi Saudara-saudara, itu ndak salah. Ujung akhir daripada semua itu apa? Menghibur kita, menolong kita, menyertai kita. Tujuan akhir dari semuanya itu apa Saudara-saudara? Tujuan akhir dari semuanya itu adalah berkaitan dengan bagaimana iman kita terhadap Kristus, apakah kita memuliakan Kristus atau tidak?

Saudara, kita lihat apa yang dikatakan Tuhan Yesus ketika Roh Kudus dikirimkan, ya. Yoh 16:13-14. Yoh 16:13-14. Wanita membaca 13, pria membaca 14. Silakan wanita mulai ayat 13, “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku.” Saudara, Roh Kudus itu Allah, bukan? Allah kan? Yesus Allah, bukan? Menarik lho, Yesus Allah, Roh Kudus juga Allah. Kalau Yesus memproklamasikan diri-Nya, boleh ndak? Hm? Yesus ke mana-mana bicara tentang diri-Nya boleh enggak? Hah? Ini jawabannya kok enggak jelas ya: meraba-raba, nggremeng-nggremeng ini. Yesus mempermuliakan diri-Nya boleh ndak? Boleh. Yesus membicarakan tentang diri-Nya boleh enggak? Boleh, karena apa? Paling sederhana karena Dia Allah. Membicarakan  tentang Allah kenapa salah? Yesus adalah Allah, Dia membicarakan tentang diri-Nya, ya enggak salah.

Terus kalau Roh Kudus –Roh Kudus adalah Allah, ya? Iya kan, Roh Kudus adalah Allah?– terus kalau Roh Kudus membicarakan tentang diri-Nya, boleh enggak? Boleh kan? Tapi apa yang dibicarakan oleh Roh Kudus? Saudara, Roh Kudus diutus “untuk mempermuliakan Aku, untuk membicarakan tentang Aku, untuk mengatakan apa yang Aku katakan.” Fokus dari apa yang dikerjakan oleh Allah Roh Kudus adalah kepada Kristus. Kristus sendiri Allah, Roh Kudus sendiri Allah, tapi Roh Kudus malah enggak bicara banyak tentang diri-Nya. Roh Kudus bicara tentang Kristus. Ini menunjukkan bahwa pusat, ya, dari pada semua apa yang terjadi di dalam alam semesta ini adalah Kristus! Tujuan dari segala rencana-rencana Allah untuk dunia ini, membawa dunia ini melihat kepada Kristus. Kristus menjadi yang utama, Kristus menjadi titik pusatnya.

Semua orang yang boleh memperkenan hati Tuhan adalah ketika dia punya hati yang beres kepada Kristus, ya, termasuk tidak menolak Kristus tetapi percaya kepada Kristus. Kemudian mengikuti apa yang Kristus katakan, menghidupi perkataan Kristus. Hidup mempermuliakan Kristus seperti yang Roh Kudus juga kerjakan ketika Dia diutus ke dalam dunia ini. Jadi, kalau orang sering mengeluh, ya. Iyalah kita memang jadi orang itu, kan kita ada natur badani dan natur rohani. Kita perlu untuk terus ke gereja yang mana kebutuhan rohani kita ini perlu untuk terus diperhatikan dan dinafkahi, diberikan makan, diberikan apa yang diperlukan. “Tapi, kebutuhan jasmani juga perlu dong! Buat apa saya kalau terus ke gereja tapi ekonomi saya biasa-biasa? Buat apa kalau saya ke gereja tapi dari dulu sampai sekarang saya enggak pernah mengalami pertumbuhan ekonomi yang melonjak tinggi?”

Jangan-jangan mungkin gerejanya enggak betul karena gereja yang lain tuh datang mersikil (lelucon jawa. baca: jalan kaki), pulang beneran Mercy. Datang ke gereja jalan kaki, pulang naik bis merek Mercy, gitu? Enggak, enggak begitu, beneran loh naik Mercy. Banyak orang itu ke gereja ndak kepingin cuman: hati, hati, hati. Jiwa, jiwa, jiwa. Roh, roh. Itu penting, penting, penting. Kita juga sehari-hari perlu makan tiga kali. Kita perlu nyekolahin anak. Kita perlu ngasih makan karyawan. Terus, seberapa kita kemudian mendapatkan kepuasan untuk semua yang kita perlukan badaniah sehari-hari? Kalau gereja ndak bisa membawa kita kemudian menikmati itu semua, ndak usah ada gereja. Betul begitu?

Saudara, adakah di dalam Alkitab itu mengajarkan kepada kita, ya, di mana kita itu kemudian ketika menjadi percaya kepada Kristus, terus menjadi segala sesuatunya itu mengalami perubahan? Yang sakit terus-menerus sehat. Yang, apa, yang miskin terus menjadi kaya. Yang mengalami banyak kegagalan akhirnya kesuksesan yang enggak habis-habis. Apakah Alkitab mengajarkan seperti itu, Saudara?

Jadi, kalau kemudian dikatakan Allah tidak berubah di dalam rencana-Nya dan tujuan-Nya juga tidak berubah, dan tujuan Allah adalah kepada Kristus –itu yang utama, tidak berubah– bagaimana Kristus dimuliakan? Dan Kristus dimuliakan, Saudara-saudara, oleh karena apa? Nah, ini yang kita juga perlu baca. Mari kita membuka kitab Filipi 2: 9-11. Filipi 2: 9-11. Saudara membaca ayat 9, 10 saya baca, 11 kita baca bersama-sama. Saudara membaca terlebih dahulu ayat 9, “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan” bagi kemuliaan Allah, Bapa!”

Saudara, ayat ini bicara bukan saja Allah Bapa dipermuliakan tetapi Allah Anak juga dipermuliakan. Melalui Allah Anak dipermuliakan, Allah Bapa juga mendapatkan kemuliaan, dan Allah anak mendapatkan kemuliaan karena Dia taat sampai mati. Kenapa Dia taat sampai mati? Karena Dia menjalankan kehendak Bapa untuk menjadi penebus bagi umat manusia yang berdosa. Itu utama, Saudara-saudara! Itu penting! Itu esensial! Dan itu yang seharusnya menjadi –suka ndak suka, setuju ndak setuju– kita harus terima.

Hidup kita, –walaupun kita perlu segala sesuatu yang jasmani, kita juga gak bisa pungkiri semua yang jasmani kita raup, kita raih, kita miliki, kita kuasai– ujung akhirnya kita mati, semua lepas. Betul? Betul, ndak? Seluruh dunia ini kita punya, suatu hari akan dilepas enggak? Jadi, kasihan sekali kalau orang itu begitu ngoyo, mau mendapatkan kekayaan sebesar-besarnya, tapi ujung akhirnya juga dia gak dapet. Mendingan ndak usah ngoyo, toh ujung akhirnya juga gak bawa semua juga kok, ya, gak? Kita perlu menata kembali arah tujuan hidup kita, Saudara-saudara. Mau kita orang yang sedang mau meniti kesuksesan atau mungkin kita yang sudah menikmati kesuksesan, kita tata kembali arah tujuan kita ke mana. Jangan sampai suatu hari, waktunya kita pergi, kita ndak rela pergi karena kita ndak rela lepas dengan semua yang sudah dengan jerih payah kita kumpulkan dan kita dibilang sukses.

Rencana Allah yang tidak berubah, yaitu tujuan-Nya untuk Kristus juga tidak berubah: bahwa Kristus dipermuliakan oleh karena apa yang Dia kerjakan di dunia ini. Dia mati di atas kayu salib. Ada objeknya yang kemudian menikmati, yaitu manusia yang ditebus, ya. Jadi, jangan kemudian kita akhirnya menganggap apa yang kita sudah nikmati, miliki, dan tidak pernah diubah atau dicabut menjadi yang kemudian rasanya ndak terlalu penting dibanding dengan segala sesuatu yang lain yang sebenarnya enggak penting tapi malah dijadikan penting. Hati-hati, Saudara-saudara.

Yang ngerinya apa? Kalau justru Allah yang tidak berubah, lalu rencana-Nya kemudian menjadi berubah: Kristus enggak jadi diutus. Tujuan-Nya menjadi berubah, berarti melalui kematian Kristus juga enggak ada gunanya manusia percaya sama Dia. Kita di dalam dunia ini akhirnya mati dengan penuh ketakutan, ”Habis ini saya ke mana?” Lebih baik mana, Saudara? Lebih baik mana? Rencana Allah untuk Kristus tidak berubah, tujuan-Nya untuk Kristus tidak berubah, rencana Allah untuk kita tidak berubah, tujuan Allah untuk kita juga tidak berubah, tapi kita ndak terlalu kaya, ndak terlalu susah, ndak terlalu sehat.

Maka yang kedua, tujuan Allah untuk tebusannya, apa, Saudara? Kalau tadi tujuan Allah untuk Kristus adalah memuliakan Kristus, tujuan Allah untuk umat tebusan-Nya adalah: kita lihat Roma 8:29. Mari kita membaca. Saya mulai dulu dengan ayat 29 dan Saudara nanti membaca sekali lagi ayat 29, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.” Saudara baca, ”Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”

Jadi, Tuhan juga punya rencana untuk manusia. Tuhan punya tujuan untuk manusia yang masing-masing tidak berubah untuk umat tebusan adalah menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya. Dan ini tidak mungkin bisa kemudian terjadi, kecuali mereka ini sudah dipanggil, sudah dipilih. Jadi, bagi semua orang yang sudah percaya kepada Kristus harus sadari: mereka menjadi percaya kepada Kristus karena pemilihan Allah. Mereka menjadi percaya Kristus bukan karena mereka yang mau, karena mereka nggak akan pernah bisa mau, kecuali Allah sendiri yang mencari mereka dan memperbaharui hati mereka. Jadi nyambung dengan tujuan Allah untuk Kristus. Karena Allah punya juga tujuan untuk manusia dan manusia ini ada yang ditebus dan ada yang tidak ditebus. Yang sudah ditebus: untuk menjadi serupa dengan gambaran Kristus, ya.

Jadi yang saya mau katakan, kalau kita memang dikasih anugerah Tuhan menjadi kaya, kayalah seperti kalau Kristus jadi kaya, kayak apa? Ya, kalau kita ndak dikasih anugerah menjadi terlalu kaya, jadilah orang yang ndak terlalu kaya, tapi juga bisa meneladani kehidupan Kristus!  Kita yang dipenuhi dengan segala kesuksesan ataupun yang kita mungkin ndak terlalu sering sukses. Kita yang mungkin tubuhnya diberikan kesehatan yang luar biasa prima atau kita yang mungkin enggak diberikan tubuh yang begitu sehat. Tapi kita masing-masing bisa menjadi seperti Kristus! Ndak yang kaya saja yang menjadi seperti Kristus! Enggak yang sukses saja yang menjadi seperti Kristus! Yang tidak seperti itu pun juga bisa menjadi seperti Kristus! Malah mungkin, malah mungkin, yang tidak begitu sukses, yang tidak begitu kaya, yang tidak begitu sehat, bisa menjadi lebih seperti Kristus daripada mereka yang sudah memiliki kelebihan-kelebihan ini. Karena kelebihan-kelebihan ini, kadang kala ketika kita tidak hati-hati, kita dibelenggu, dipikat olehnya, membuat kita akhirnya melenceng jalan kita daripada jalannya Tuhan.

Dan yang ketiga, tujuan Allah untuk orang fasik tidak berubah. Tujuan Allah untuk orang fasik tidak berubah, apa? Yaitu tidak akan membebaskan mereka dari hukuman. Keluaran 34:7, ada satu bagian yang saya ingin tekankan disitu, “Tetapi tidaklah sekali-kali –maksudnya Allah– membebaskan orang yang bersalah dari hukuman.Lho Pak, kalau mereka minta ampun?” Nah, kalau mereka minta ampun, berarti mereka tergolong kepada umat yang ditebus. Ketika mereka tergolong umat yang ditebus, mereka bisa minta ampun, dan akhirnya mereka kemudian menjadi orang yang ditebus. Tapi ketika mereka kemudian tidak masuk di bagian orang yang ditebus, mereka ndak akan kemudian sadar apa dosanya. Mereka tetap merasa mereka tidak berdosa. Mereka juga tidak merasa perlu meminta ampun pada Tuhan. Dan akhirnya hukuman pun juga tidak akan lari dari mereka.

Nah, ada bahaya dengan apa yang saya katakan beberapa menit terakhir. “Kalau gitu, jadi orang Kristen, kalau misalnya kita mahasiswa, kuliah main-main, ndak papa Pak, ya? Kerja kita males-malesan, ya ndak papa Pak, ya? Kan, paling penting masuk surga, Pak? Nanti kaya pun, juga semua kita nggak bawa. Ijazah kita mau sampai cumlaude pun, juga kita nggak akan pengaruh apa-apa di hadapan Tuhan. Jadi kalau saya memang ndak suka belajar, ya saya ndak usah belajar, ya ndak papa pak, ya? Kalau saya ndak suka kerja, saya ndak usah kerja rajin, ya ndak papa pak, ya? Kalau saya memang suka makanan yang berlemak, yang macem-macem, penyakit bisa datang, nggak papa kan Pak, ya? Toh ujung-ujungnya juga bakal mati, kan?” Ini bukan sikap yang benar.

Jadi, bukan ketika saya mengatakan bahwa yang terpenting adalah hal rohani, ketika disebutkan tentang rencana Allah tidak berubah, semua berkaitan dengan hal rohani. Tujuan Allah yang tidak berubah dikaitkan dengan hal rohani. Kalau begitu hal-hal yang jasmani kita semua boleh sembarangan, sembrono, suka-suka, mau-maunya? Ndak! Itu berarti salah mengerti.

Yang saya mau katakan. Yang Alkitab mau katakan, bukan saya mau katakan. Jadi yang Alkitab tunjukkan untuk kita boleh mengerti: apa yang menjadi tanggung jawab kita, harus kita kerjakan, kerjakan! Tapi kalau hasilnya ndak seperti yang kita inginkan, terimalah dengan syukur. Ndak usah ngoceh, ngomel, ngeluh, kecewa, marah, tinggalin Tuhan, dan seterusnya, dan seterusnya. “Saya kepengen sukses, Pak. Saya kerja rajin, ndak kaya-kaya. Ya udah, saya ndak usah sukses lagi, ndak rajin lagi.” Ndak begitu! Nggak begitu! “Teman saya besok ujian, semalam begadang. Bukan begadang belajar, lho, begadangnya nonton. Begadangnya main game. Bangun jam empat, cuman belajar dua jam, nilainya A. Saya bahkan kerja bukan, eh belajar bukan cuma satu malam, berhari-hari, cuman dapet C. Jadi buat apa, Pak, saya ngoyo belajar?”

Emang, emang bisa dimengerti, ya. Orang-orang yang, yang sudah berjuang, terus hasilnya ndak maksimal, terus akhirnya kemudian menjadi kecewa, menjadi kemudian patah semangat, ya. Orang-orang yang memberitakan injil, dari 1000 orang yang diberitkan injil, mungkin yang percaya Tuhan cuma 10. Yang itu, misal beritakan injil 100 yang percaya 20. Yah, kalau gitu bukan saya, lah, yang memberitakan injil. Orang yang itu saja, yang punya talenta untuk memanen jiwa. Lho, kalau misalnya kita cuma bisa dapet 10, 10 itu melalui kita, 10 itu ndak akan percaya kalau ndak kita yang memberitakan injil. Ya, kan? Ada yang dikasih satu talenta, dikasih dua talenta, dikasih lima talenta. Kita kenapa dikasih satu, mau punya hasilnya lima? Karena kalau kita punya lima, hasilnya lima, kerjanya lebih berat, kan? Jadi itu ada salibnya tersendiri. Tapi salib itu juga disertai oleh kekuatan yang ekstra, Tuhan beri supaya orang itu bisa melipatgandakan apa yang dia sudah miliki secara lebih dari pada yang lain.

Tapi tidak kemudian yang lain, yang dikasih sedikit, ngiri sama yang gede. Kamu kalau dikasih tuntut satu hasil lima, kamu setengah mati. Kamu sampai mati pun, nggak bisa hasilin dua, eh, nggak bisa hasilin tiga. Kan, satu tambah satu, jadi dua. Ngapain ngoyo mesti hasilin lima? Bersyukurlah kalau Tuhan ndak kasih banyak. Terus kalau gitu, “Ya sudah to, Pak. Jadi nggak usah ngoyo dengan hasil.” Nah, itu salah lagi ngertinya. Jadi, jangan ditarik-tarik, ditarik-tarik ke ekstrem, ke ekstrem, untuk mau membenarkan diri. Bertobatlah! Ya, bertobatlah!

Jadi Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan, Allah itu tidak berubah, dan ini lalu kemudian ketika dikaitkan dengan Allah yang dingin, Allah yang kaku, Allah yang tidak peduli. Nah, Saudara-saudara, orang Yunani punya konsep tentang Allah dan Allah yang mereka pahami itu Allah yang kaku, Allah yang dingin, Allah yang tidak berperasaan. Ketahuilah bahwa Allah yang diajarkan di dalam Kekristenan, sekalipun Allah itu tidak berubah, adalah Allah yang tidak kaku, dingin atau Allah yang tidak berperasaan.

Saudara yang dikasihi oleh Tuhan, Allah itu adalah Allah yang berbelas kasih. Kita lihat waktu Yesus ada di tengah-tengah manusia yang berdosa. Ya, beberapa kali Alkitab mencatat: hati Yesus menjadi tersentuh, menjadi masygul, menjadi, ya tergugah. Dia lihat Yerusalem, orang-orang yang ndak bertobat, Dia menangis. Dia lihat Lazarus yang sudah mati, Dia nangis. Dia lihat saudaranya, Marta, yang nangis gitu, ya, juga hati-Nya menjadi tergugah, tergerak.

Yesus bukan yang ndak mengerti perasaan kita, apalagi Yesus adalah Allah yang jadi sama seperti kita. Masa Dia enggak mengerti kita? Masa Dia enggak peduli kita? Masa dia enggak berperasaan terhadap kesusahan, penderitaan, pergumulan manusia? Ya, jadi, “Pak, kalau Dia punya perasaan, kenapa, ya orang tua yang saya sayang, saya kasihi, saya hormati, saya banggakan Tuhan panggil cepat?” Atau yang lain apa? Yaitu kembali lagi: hikmat Tuhan terbatas tidak? Hikmat Tuhan yang tidak terbatas tidak selalunya kemudian kita bisa mengerti. Tetapi hikmat yang tidak terbatas itu menyatakan bagaimana kebesaran-Nya Dia yang kita harus belajar tunduk dan takut.

Ya kita enggak tahu, mungkin orang tua kalau umur lebih panjang: mungkin hidupnya yang lebih panjang bisa menjadi lebih buruk atau mungkin kita sendiri sikapnya kepada orang tua bisa menjadi lebih worse. Ada orang yang punya semacam apa, ya, bukan semboyan, ya. Ya kata-kata bijak, ya. Ya, kira-kira seperti ini: lebih baik orang itu cepat dipanggil daripada banyak di dunia. Mungkin nambah dosa atau mungkin orang yang berelasi dengan dia lebih dikecewakan karena umurnya yang lebih panjang. Dimana dia kemudian mengalami kemerosotan dalam banyak hal. Lebih baik di dalam dia keadaan masih cukup baik, dia dipanggil Tuhan. Dia pergi dalam keadaan yang paling prima. Dimana dia kemudian ndak menikmati akan segala kemerosotan dan kesusahan hidupnya, orang yang lain pun juga enggak dapat sampah-sampahnya.

Ya, sekali lagi hikmat Tuhan yang tak terbatas itu, kita ketika mengimaninya biarlah kita juga belajar untuk menerimanya: setuju, tidak setuju, suka, tidak suka. Tapi karena Allah tidak bersalah, tidak berdosa, sempurna, maka apa yang Dia atur sedemikian untuk hidup di dunia ini, jadilah seperti yang Dia mau.

Maka, Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan, dari bagian ini, maka dampak dari ketidakberubahan Allah itu apa? Dampak dari ketidakberubahan Allah paling tidak untuk dua: pertama orang yang mengasihi Allah dan yang kedua orang yang memberontak terhadap Allah. Orang yang memberontak terhadap Allah, Saudara-saudara, mengharap Allah yang tidak berubah itu menjadi Allah yang berubah dalam hal apa? Allah yang selalu mengingat menjadi Allah yang pelupa supaya mereka bisa terus berdosa dan Allah ndak pernah ingat. Allah yang Maha Kudus menjadi kurang Kudus, sehingga ketika mereka berdosa Allah pun ndak sama sekali terganggu karena Dia sudah merosot kekudusan-Nya, ya. Dan Allah Yang Maha Kuasa menjadi kurang kuasa supaya ketika manusia makin liar tetap ndak terlalu dikerasin hukumannya atau tetap ndak kemudian dipeduli dalam keadilan Tuhan karena Allah mengalami kemerosotan di dalam kemahakuasaan-Nya.

Nah, orang-orang yang menolak Allah: orang yang sangat suka Allah berubah. Tetapi yang sesungguhnya Allah tidak pernah berubah dan ini dampak kepada orang yang mengenal, mengasihi Allah melalui Kristus, menjadi orang yang dihiburkan, Saudara-saudara. Kita yang bersandar, berharap kepada-Nya. Kita yang terus menyerahkan hidup kepada-Nya. Kita yang terus menyerahkan segala rencana kita kepada-Nya. Kita menjadi orang yang meyakini kita terus dikasihi dengan tidak pernah habis-habisnya.

Nah, Saudara, mari kita membuka Yohanes pasal 13 ayat 1. Sebelum Tuhan kemudian diserahkan, Dia sempat, ya, bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Ada kalimat yang sangat indah yang dikatakan di sana, Saudara-saudara. Yohanes 13 ayat yang pertama. Mari kita membacanya, satu, dua, tiga: “Sementara itu sebelum Hari Raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa yang mengasihi orang-orang milik-Nya yang di dunia ini dan yang mengasihi mereka sampai pada kesudahannya.” Terjemahan yang lama: “Sementara itu sebelum Hari Raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saatnya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.”

Saudara, perhatikan di sini, ya. Sebelum “sekarang”, sebelum Yesus ngomong itu, Yesus menegaskan bahwa Allah mengasihi manusia. Bahwa ia mengasihi murid-murid-Nya, ya. Sebelum peristiwa di mana Dia berpisah dengan murid-murid-Nya, Dia mengatakan: Dia mengasihi mereka dan akan mengasihi sampai kapan, Saudara? Sampai pada kesudahannya. Nah, Saudara, istilah kata kesudahan, Saudara-saudara, ini bisa punya arti yang kemudian membuat salah mengerti: kasih Tuhan bukankah selama-lamanya? Ya? Kalau kemudian, “Pak,  sampai pada kesudahan berarti bisa jadi enggak selama-lamanya dong?” Ia mengasihi mereka sampai pada kesudahannya. Apakah berarti kemudian ada batasnya?

Terjemahan yang lebih baik adalah sampai pada kepenuhannya. Akan selalunya penuh! Ndak akan berhenti sampai ndak penuh! Uttermost. Dia akan terus mengasihi mereka sehingga kepenuhannya itu akan terus dinikmati, dirasakan, diimani, diakui oleh murid-murid-Nya, oleh orang-orang yang percaya, ya. Jadi betapa bahagianya mereka yang dikasihi oleh Tuhan, mereka yang dipilih oleh Tuhan, mereka yang ditebus oleh Tuhan, mereka dikasihi sampai mereka menikmati mengalami kepenuhan kasih Allah. Bukan mereka kemudian akan menikmati kasih sampai pada batasan tertentu dan habis itu tidak dikasih lagi. Bukan! mereka akan dikasih sepenuh-penuhnya, mengalami kepenuhan kasih Allah, ya.

Sehingga dengan demikian benar juga apa yang dikatakan seorang yang bernama E.W. Tozer, “Betapa besar damai sejahtera yang dirasakan dalam hati orang Kristen ketika menyadari bahwa Bapa Surgawi kita tidak pernah berbeda dari diri-Nya.” Ini setuju dengan apa yang dikatakan oleh Boice, “Ketika datang kepada-Nya, kapanpun, tanpa perlu kita bertanya-tanya apakah kita akan menjumpai Dia dalam suatu situasi hati yang mau menerima kita?”

Saudara pernah punya satu situasi, keadaan di mana kita mau ketemu orang yang, misalnya hierarkinya lebih tinggi, kuasanya lebih besar. Terus mikir, “Dia lagi enggak mood deh. Jangan. Jangan. Tunggu dia mood, baru kita ketemu. Kalau dia lagi enggak mood, lalu kita ngomong, celaka kita. Bisa-bisa besok enggak lagi kerja sama dia. Bisa-bisa habis ini kontraknya diputus sama dia.” Dan seterusnya, dan seterusnya. Gitu kan? Ada masa dan waktu di mana kita ini dibikin dalam situasi sulit: harus ngerti perasaannya orang, dimana dia enggak ngerti perasaannya kita. Kira-kira situasi seperti itu kita bisa bayangkan atau kita pernah alami, dan nggak mengenakkan bukan?

Kalau itu yang jadi caranya Tuhan deal sama kita gimana coba, Saudara? Bersyukurlah kita, ya, Allah kita adalah Allah yang dalam situasi apa pun akan selalu mau menerima kita! Kita tidak perlu bertanya-tanya: apakah kita akan menjumpai Dia dalam suatu situasi hati yang mau menerima kita? Ia selalu bersedia menerima kita, yang dalam kesedihan dan kebutuhan, maupun dalam kasih dan iman. Ia tidak menetapkan –dalam tanda kutip– jam kerja. Ya, mengerti ya? Kita telepon orang yang lebih tinggi, bos atau ya, Pak, gitu kan. “Saya lagi libur! Ndak tau aja! Ini bukan jam kerja! Ini saya lagi libur. Kamu tahu mestinya apa yang harus kamu kerjakan? Ini sudah jam 7 malam. Kantor tutup jam 5. Jangan bawa-bawa urusan sesudah jam 5!” Waduh, susah kan kalau kita urusan sama orang yang begitu? Padahal kita ngurusin untuk urusannya si Bos. Tapi dia diganggu ndak boleh. Kalau dia rugi, kita yang kena celaka. Kita mesti ngerti sendiri, tahu sendiri dan kalau ada kerugian kita yang harus pikul. Kan ngeri Saudara? Ya.

Tapi Tuhan, Tuhan kita, tidak menetapkan jam kerja. Saudara mau tidur jam 12 malam, berdoa sama Tuhan, Tuhan dengar enggak? Saudara mau tidur, terus akhirnya enggak nyenyak, kebangun jam 3, ingin berdoa. Tuhan mau dengar enggak? Enggak ada kan Tuhan bilang, “Ini lagi bukan jamnya Saya terbangun, Saya melek. Jangan ganggu Saya, Saya lagi terlelap.” Ndak ada kan? Pemazmur mengatakan, “Penjaga Israel tidak pernah terlelap, tidak pernah tertidur.” Ia juga tidak berubah pikiran tentang apa pun. Hari ini, saat ini, perasaan-Nya terharap ciptaan-Nya, terhadap bayi-bayi, terhadap yang sakit, yang jatuh, yang berdosa, persis sama seperti perasaan-Nya ketika Ia mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia untuk mati bagi manusia. Allah tidak pernah mengubah suasana hati-Nya atau kehilangan antusiasme-Nya. Luar biasa!

Maka pertanyaan buat kita. Pertama: apakah kita terhibur ketika mengetahui bahwa Allah tidak berubah? Jikalau Ia mengatakan hari ini A ini benar, lalu kemudian hari esok Dia bilang A ini salah, bagaimana kita bisa dikuatkan dan bersandar kepada Dia? Dua: apakah kita terhibur bahwa Allah yang tidak berubah bukanlah Allah yang dingin, yang tidak peduli, melainkan Allah yang tetap sama sebagaimana Ia berelasi pada umat yang percaya yang ada dikisahkan dalam Alkitab? Ketiga: apakah kita terhibur bahwa Allah yang tidak berubah memberikan kepastian akan hidup sesudah kematian: bahwa apa yang menjadi tujuan Kristus datang ke dalam dunia, apa yang jadi tujuan akhir kita yang percaya dan mereka yang tidak percaya, adalah pasti dan tidak akan pernah ada revisi? Dan yang terakhir: kalau Allah kita dengan Allah orang percaya di dalam Alkitab sama, bagaimana kita bisa membenarkan diri atau merasa puas dengan pengalaman persekutuan dengan Allah dan dengan tingkat perilaku Kristen yang jauh di bawah mereka? Ketahui bahwa orang-orang yang dicatat di Alkitab sebagai orang yang percaya kepada Allah tidak menerima kepenuhan daripada kanonisasi. Dan kita orang-orang Kristen hari ini telah menerima kepenuhan kanonisasi. Tapi kita punya ketekukan, kasih, hormat kita kepada Tuhan, berada di bawah mereka. Apakah kita tidak merasa bersalah?

Allah kita tidak pernah berubah! Biarlah kita terus dihiburkan dengan kebenaran ini dan kita akan dengan setia mengikut Dia sampai akhir hidup kita. Amin. Mari kita semua tundukkan kepala. Mari kita menghadap Tuhan dalam doa.

Bapa yang di Surga, kembali kita datang ke hadapan-Mu. Tuhan tolonglah kami, supaya kebenaran Firman Tuhan yang sudah kami dengar dan terima akan meneguhkan iman kami, akan mengoreksi pengertian-pengertian kami yang sudah menyeleweng dan menyimpang, akan membawa kami sungguh-sungguh merespons di dalam seluruh keberadaan kami. Kehidupan yang boleh semakin berkenan kepada Tuhan: apa yang kami inginkan, apa yang kami pikirkan, apa yang kami rencanakan, apa yang kami putuskan, apa yang kami kerjakan, apa yang kami katakan, segala sesuatu yang ada di dalam diri kami. Biarlah ya, Tuhan ketika sekali lagi kami mendengar bahwa Allah yang tidak berubah, kami boleh menyatakan hidup kami dan cara keseluruhannya, hidup yang semakin Tuhan terima dan Tuhan berkenan. Dengarlah doa kami ya Tuhan. Pimpinlah kami sehingga kami boleh terus setia mengikut Tuhan sampai waktunya kami berjumpa lagi dengan Tuhan. Kami menaikkan doa ini. Kami alaskan doa ini di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan Penebus dan Juru Selamat kami yang hidup. Amin. (PSP)