Paulus di Roma (2), 28 Juli 2024

Paulus di Roma (2)

Kis. 28:23-29

Pdt. Dawis Waiman, M. Div

 

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Paulus sudah tiba di Roma. Dan ketika ia tiba di Roma ternyata ia bukan hanya tinggal di sana menunggu waktu ia disidang, tetapi dia memiliki waktu dua tahun di sana sebelum persidangan dan keputusan untuk melepaskan diri dia dari tahanan yang ada di bawah Kerajaan Roma. Tetapi pada waktu dia ada di Roma sebagai seorang tahanan, tahanan yang bukan karena dia melakukan kejahatan, tetapi karena dia difitnah oleh orang-orang Yahudi, dan dia ingin dibunuh oleh orang-orang Yahudi sehingga dia harus mengajukan banding kepada Kaisar pada waktu itu. Apa yang dia lakukan? Alkitab menarik sekali berkata bahwa Paulus seorang yang tidak bisa tinggal diam dan dia adalah seorang yang terus menjadikan hidupnya sebagai alat Allah untuk menyaksikan Injil Kristus.

Itu sebabnya pada waktu ia ada di dalam tahanan kita sudah melihat di dalam pertemuan yang lalu, bahwa yang sebenarnya ditahan sepertinya bukanlah Paulus, tetapi yang sebenarnya ditahan adalah prajurit yang tangannya ditahan diikatkan kepada tangan Paulus. Karena pada waktu dia diikatkan kepada tangan Paulus dengan mungkin ada satu pergantian jam jaga yang dilakukan oleh pemerintah Roma terhadap Paulus seperti itu, mereka diberi kesempatan, diberi anugerah oleh Tuhan untuk mendengarkan Injil dan menyaksikan hidup dari seorang Rasul dengan mata kepala mereka sendiri pada waktu itu. Kita telah melihat mengenai hal ini dari surat-surat yang Paulus tulis dari dalam tahanan, yaitu dari dalam penjara. Ada lima surat di situ. Dan semua surat di itu, saya sendiri percaya, para prajurit yang ada di sisi dari Paulus itu menyaksikan bagaimana Paulus mendikte satu per satu juru tulisnya untuk menuliskan surat itu dan mereka melihat sendiri dengan mata kepala mereka bagaimana kehidupan Paulus. Mendengar dengan telinga mereka apa yang didoakan oleh Paulus. Mendengar dan melihat bagaimana Paulus mengajar firman dan menghidupi firman itu di dalam kehidupan dia.

Dan pada kesempatan yang lain kita juga melihat Paulus ada dalam satu tujuan, seperti yang pada waktu Paulus berada di Roma, dia ingat tujuan pertama dari Tuhan memanggil dia. Ketika dia di dalam perjalanan menuju ke Damaskus untuk menganiaya orang-orang Kristen, Alkitab mencatat bahwa Tuhan menampakkan diri kepada Paulus. Lalu pada waktu itu dia menjadi buta karena sinar terang yang menerangi diri dia di dalam perjalanan itu. Ia terjatuh lalu harus dituntun masuk ke dalam sebuah rumah dan di situ ada Ananias yang datang untuk mendoakan dia. Tetapi pada waktu dia ada di dalam kondisi itu, dia berdoa kepada Tuhan dan bergumul di hadapan Tuhan dan Tuhan menyatakan apa yang menjadi maksud tujuan-Nya.

Pertama, Yesus menyatakan kepada Paulus bahwa yang dia aniaya itu adalah Tuhan, Yesus Kristus sendiri. Orang yang dianggap sebagai penyesat Israel, ternyata adalah Tuhan dari Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Dan dia telah menganiaya Tuhan itu melalui orang-orang Kristen yang dia aniaya. Yang kedua adalah Tuhan Yesus juga menyatakan kepada Paulus dia akan menjadi alat Allah untuk mengabarkan Injil kepada bangsa-bangsa lain. Petrus dan rasul-rasul yang lain mungkin dipanggil untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang Yahudi tetapi Paulus dipanggil secara khusus untuk melayani orang-orang bukan Yahudi dan mengalami segala aniaya, penderitaan yang Kristus alami di dalam hidup-Nya ketika Dia inkarnasi di dalam dunia ini.

Itu sebabnya pada waktu Paulus tiba di Roma, sebagai satu gambaran dia telah tiba di satu tempat yang merupakan ujung dari bumi ini, seperti yang Kisah Rasul catat, Injil harus dikabarkan mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi. Maka pada waktu itu Paulus ingat sekali bahwa dia tetap harus menyaksikan Injil di situ. Maka itu sebabnya Alkitab berkata bahwa dia kemudian menentukan satu hari untuk bertemu dengan tua-tua dari orang-orang Yahudi yang ada di Roma untuk mengabarkan tentang kebenaran Injil Kristus.

Di sini dikatakan dengan, ada dua petunjuk yang saya kira itu adalah petunjuk yang penting. Pertama yang kita sudah lihat sepintas di dalam ayat 17 yaitu, “Tiga hari kemudian Paulus memanggil orang-orang terkemuka bangsa Yahudi dan setelah mereka bergumul, Paulus berkata..” dan seterusnya seperti itu. Ada kata “tiga hari kemudian.” Lalu di dalam ayat 23, “Lalu mereka menentukan suatu hari untuk Paulus. Pada hari yang ditentukan itu datanglah mereka dalam jumlah besar ke tempat tumpangannya.

Kenapa hal ini dicatat? Mungkin kita hanya bicara bahwa ini adalah satu petunjuk waktu. Petunjuk waktu di mana mereka betul-betul mengatur pertemuan antara Paulus dengan para tua-tua dari orang-orang Yahudi pada waktu itu. Supaya Paulus bisa menjabarkan, menjelaskan apa yang menjadi pengharapan dari orang Israel yang terus dia rindukan dan dia kabarkan di antara orang-orang Yahudi itu. Dan ketika kita berbicara hal ini, mungkin dalam pemikiran kita itu adalah hal yang biasa, hal yang wajar. Tapi kemarin kita sudah melihat terlebih dahulu bahwa angka tiga itu bukan menunjukkan kepada angka yang sembarangan. Di dalam Kitab Suci, angka tiga itu menunjukkan waktu Tuhan mulai bekerja. Khususnya berkaitan dengan penebusan, keselamatan, rekonsiliasi bagi manusia yang berdosa di dalam Kristus Yesus. Itu yang dinubuatkan mulai dari Perjanjian Lama terus sampai masuk ke dalam Perjanjian Baru di mana Yesus Kristus berkata, “Aku tidak akan memberikan tanda apa pun kepada bangsa ini kecuali tanda nabi Yunus. Di mana dia ditelan ikan selama tiga hari lalu setelah itu dia dikeluarkan dari perut ikan itu. Anak Manusia juga akan dikuburkan selama tiga hari pada waktu itu.

Jadi Pada waktu kita berbicara mengenai angka tiga, itu bukan angka sembarangan. Itu adalah satu angka yang merujuk kepada tindakan Allah yang mulai bekerja di dalam dunia ini. Waktu dari Tuhan sendiri. Nah itu sebenarnya pada waktu kita membaca ayat 23, mungkin kita bisa anggap itu sebagai sesuatu yang biasa. Mereka akhirnya berkumpul menentukan satu hari. Satu hari itu kapan? seperti waktu kita menentukan hari seminar “The Foolishness of The Smart People”. Waktu kita menentukan waktu seminar SPIK Manusia yang ke-enam. Waktu kita menentukan waktu seminar dari TKN “Injil dan Memerangi Kecanduan” tanggal 18 September. Mohon tanya, siapa yang menentukannya? Kita kan?

Kemarin waktu ada rapat di Solo, salah satu dari pembicaraan, juga bagaimana mencocokkan waktu yang ada di Jogja dengan waktu seminar yang ada di Solo. Lalu kita kemudian survei tempat yang ada di Solo. Pikir bisa menentukan waktu yang berjejer: Jogja tanggal sekian besoknya mungkin Solo atau Solo dulu baru kemudian Jogja. Tetapi pada waktu kita survei ke lokasi, kita mendapatkan ternyata tanggal itu nggak bisa karena orang-orang sudah mem-booking tempat tersebut, dan akhirnya kita mendapatkan bulan Oktober. Dan pada waktu itu, Pdt. Jimmy tanya kepada saya, “Pak, bagaimana, apakah Jogja dan Solo mau disamakan atau kita boleh pisah?” Akhirnya saya ngomong, “Nggak apa-apa kok pisah, yang penting kita ada waktu diadakan seminar itu.” Kalau kita perhatikan kayak gini ya, pertanyaannya adalah siapa yang menentukan? Kita kan? Kita yang menentukan waktu itu, kapan seminar itu diadakan. Berdasarkan apa? Banyak kemungkinan, banyak variabel. Mungkin tempatnya nggak tepat karena dipakai oleh orang, akhirnya kita harus bergeser. Mungkin karena ada kondisi-kondisi di mana mahasiswa belum pulang ke tempat kuliah masing-masing. Dan kalau mereka sudah pulang, ada orientasi, kalau dulu plonco, kalau sekarang apa namanya? Ospek. Ospek sebelumnya, berapa lama waktu yang diperlukan untuk ospek itu. Kalau kita mengadakan acara pada waktu ospek, kira-kira mereka akan hadir atau nggak. Kemungkinan nggak. Akhirnya kita memutuskan tanggal yang terbaik adalah setelah ospek, setelah kedatangan mahasiswa misalnya, setelah mereka sudah dalam kondisi yang sedikit tenang dari aktivitas.

Kita berpikir itu adalah waktu yang kita rencanakan, sehingga dalam pemikiran kita, kita sering kali berpikiran bahwa, “Oh itu adalah kegiatan yang biasa. Itu kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen atau gereja tertentu atau lembaga tertentu di mana mereka ingin mengabarkan firman atau memberitakan Injil.” Dan sepertinya itu adalah kesempatan-kesempatan yang dibuat oleh manusia. Dan kalau itu dibuat oleh manusia maka itu adalah satu kesempatan yang boleh ada, boleh nggak ada. Saya hadir saya bersyukur, saya tidak hadir juga nggak apa-apa. Karena apa? Manusia yang rencanakan, manusia yang adakan kan? Tetapi Kis. 28 bicara hal yang berbeda sekali. Pada waktu Paulus tiba di Roma, Bapak, Ibu, ketahuilah, itu rencana siapa? Saya percaya Paulus punya rencana itu karena di dalam Kisah Rasul dikatakan bahwa Paulus sengaja ngotot pergi ke Yerusalem walaupun dia dapat kabar bahwa dia akan ditangkap di Yerusalem. Walaupun dia sudah mendapatkan berita itu, dan Roh Kudus sendiri berkata kepada dia akan ditangkap di Yerusalem, dia tetap pergi ke Yerusalem. Tujuannya untuk apa? Melalui penangkapan itu dia pergi ke Roma. Aneh ya, harusnya kan Paulus langsung pergi ke Roma saja, nggak perlu pergi ke Yerusalem. Tapi Alkitab mencatat cintanya kepada bangsanya sendiri membuat dia harus pergi ke Yerusalem walaupun itu berarti dia ditangkap dan melalui cara itu dia pergi ke Roma. Jadi, jalan yang Tuhan pimpin dalam kehidupan Paulus adalah melalui penangkapan, dia kemudian dibawa secara gratis pergi ke Roma. Untuk apa dia pergi ke Roma? Untuk menentukan kapan tanggal dan hari dia bisa bersaksi bagi tua-tua Yahudi yang di Roma atau orang-orang Yahudi di Roma akan pengharapan dari orang Yahudi.

Kalau kita bicara seperti ini, maka waktu yang dikatakan itu waktu yang Paulus tentukan bersama orang Yahudi, tua-tua itu atau waktu yang ditetapkan oleh Tuhan? Saya melihat itu adalah waktu yang mungkin dua-duanya bisa kita masukkan. Satu adalah sesuatu yang diatur oleh manusia dengan manusia. Tetapi di sisi lain, Alkitab mengajak kita melihat bahwa itu adalah waktu yang Tuhan tetapkan. Maksudnya bagaimana? Maksudnya adalah gini, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kita sering kali melihat bahwa pertemuan-pertemuan ibadah, pertemuan seminar, pertemuan di mana kita bisa mendengarkan Injil, itu adalah sesuatu yang penting tetapi juga sekaligus sesuatu yang bisa berulang di dalam hidup kita. Tetapi kalau kita kembali kepada waktu yang ditetapkan oleh Tuhan, itu berarti pertemuan-pertemuan yang diadakan itu adalah sesuatu yang tidak mungkin berulang untuk dua kali. Misalnya, Bapak, Ibu hadir di sini untuk beribadah kepada Tuhan, ada orang yang tidak hadir di sini pada hari ini untuk beribadah kepada Tuhan. Sedangkan kebaktian hari Minggu itu kebaktian yang ada setiap minggu, kan? Mau hari ini, mau minggu yang lalu, minggu yang akan datang, minggu yang akan datang lagi, itu adalah kebaktian yang rutin. Tetapi, pernah nggak Bapak, Ibu berpikir seperti ini? Walaupun ini adalah sesuatu ibadah yang rutin, jamnya ditentukan oleh gereja setempat, kita jam 9, ada yang memiliki banyak sekali jam ibadah, tetapi pada waktu kita datang hari ini dan kita tidak datang hari ini, apa yang kita dapatkan hari ini dan kita tidak dapatkan hari ini adalah sesuatu yang tidak berulang di dalam pertemuan berikutnya.

Di dalam setiap pertemuan yang Tuhan adakan bagi orang-orang Kristen, walaupun itu adalah sesuatu yang dirancang oleh orang-orang Kristen sendiri, tetapi itu adalah sesuatu yang menjadi kehendak Tuhan. Di dalam moment itu, berita Injil atau firman Tuhan dikabarkan hanya khusus untuk moment itu. Kita perlu belajar untuk melihat dari kacamata ini, pada waktu kita bertemu atau harus memutuskan hal-hal yang penting atau hal-hal yang kita lakukan berkaitan dengan iman kita karena semuanya harus dilihat dari rencana Tuhan dan kehendak Tuhan.

Tuhan memiliki rencana. Tuhan bekerja di dalam segala sesuatu untuk menggenapkan apa yang Dia rencanakan. Dia memimpin Paulus dengan rencananya untuk mengabarkan Injil di Roma. Dia yang menetapkan waktunya. Dia yang menetapkan tempatnya dan Dia menetapkan siapa yang menjadi orang-orang yang harus mendengarkan Injil itu atau kabar berita itu pada waktu itu.

Dan pada waktu kita berbicara mengenai hal ini, mungkin kita bisa berbicara hal kedua. Siapa orang yang Paulus kabarkan itu? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, itu adalah orang-orang yang namanya sama sekali nggak dicantumkan lho! Siapa tua-tua itu? Nggak tahu! Yang kita tahu hanya Paulus saja bersama mungkin beberapa rekan yang pergi bersama dengan Paulus dari Yerusalem menuju kepada Roma. Mungkin mereka yang menjadi orang-orang yang Paulus gunakan untuk mengabarkan, menyebarkan undangan supaya tua-tua Yahudi bisa datang pada waktu itu untuk mendengarkan firman Tuhan dan mereka dipakai oleh Tuhan untuk melakukan hal itu. Mereka berkumpul di situ. Tetapi, siapa mereka yang hadir? Nggak ngerti. Tetapi, bagaimana? Apa yang terjadi? Pada waktu itu, Tuhan tetap bekerja di dalam kehidupan dari orang-orang itu.

Ini mungkin kita akan bahas lebih detail di dalam pembahasan belakangan, ya, tetapi saya berkata terlebih dahulu. Pada waktu kita hadir di sini, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Bapak, Ibu jangan berpikir yang berperan penting itu hanya pengkhotbah atau liturgis di tempat ini. Tetapi Bapak, Ibu harus bisa melihat, Saudara melihat bahwa ketika Bapak, Ibu, Saudara datang ke sini, itu seperti ketika orang-orang Yahudi datang kepada Paulus untuk mengikuti pertemuan yang Paulus adakan itu. Lalu, apa yang terjadi pada waktu itu? Mereka turut berbagian di dalam waktu dan rencana Tuhan di dalam kehidupan mereka. Siapa orang-orang itu? Nggak penting! Bukan itu yang penting. Tetapi yang penting itu apa? Firman yang dikabarkan! Itu yang penting.

Kemarin di dalam Masterclass, Pak Tong ada bicara satu hal yang sangat penting sekali. Ketika dia datang, dia pertama-tama mengatakan satu hal, “Saya berpesan kepada semua hamba Tuhan.” Dia berkata seperti ini. Apa yang menjadi pesannya? “Untuk menjadi seorang hamba Tuhan yang betul-betul dipakai dan diberkati oleh Tuhan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, dia adalah orang yang harus takut akan Tuhan, menjaga hati yang terus takut akan Tuhan. Kedua, dia adalah orang yang harus menghormati Firman Tuhan. Ketiga, dia harus orang yang konsisten di dalam memberitakan Firman Tuhan itu dan tetep mengabarkan dengan setia.”

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mengapa ini menjadi penekanan? Saya sangat setuju sekali dengan apa yang pak Tong katakan. Karena seorang hamba Tuhan dikatakan sebagai hamba Tuhan yang setia atau tidak setia, seorang yang diberkati atau tidak diberkati, itu bukan dari jabatannya siapa dan pendidikannya berapa tinggi. Pak Tong bilang, “Nggak peduli ada orang yang dipakai besar, ada orang yang pintar. Mungkin dengan kepintaran ini dia bisa mengabarkan Firman yang lebih detail, lebih mendalam dari pada hamba Tuhan yang lain yang mungkin pengetahuannya tidak setinggi dari pada pengetahuan hamba Tuhan yang tinggi itu atau pendidikannya tidak setinggi dengan hamba Tuhan yang lain. Tetapi kalau hamba Tuhan itu tetap mengabarkan Firman dengan satu rasa takut, hormat, dan setia kepada kebenaran dan takut akan Tuhan, masing-masing orang akan dipakai oleh Tuhan. Dan ini menunjukkan bahwa yang utama adalah Firman Tuhan, bukan pribadi siapa yang berdiri di atas mimbar ini.

Kenapa saya bicara seperti ini? Tadi di dalam 1 Kor. 3, Bapak, Ibu sudah baca ya, Apolos lakukan apa? Menanam. Paulus? Menyiram. Mana yang lebih penting? Dua-duanya sama. Tapi yang memberi pertumbuhan adalah Tuhan. Saya hanya seorang hamba Tuhan yang mungkin menabur. Vik. Marvin seorang hamba Tuhan yang mungkin menabur atau di antara kami ada yang menanam juga atau menyiram, seperti itu. Vik. Lukman punya tanggung jawabnya sendiri. Pak Tong punya tanggung jawabnya sendiri. Hamba Tuhan-hamba Tuhan yang lain punya bagian mereka sendiri masing-masing. Tapi kalau kita berpikir bahwa yang satu lebih penting dari yang lain, ya, mungkin bisa seperti itu. Tetapi karena yang satu kita anggap lebih penting dari yang lain, maka kita membuka telinga hanya untuk yang tertentu saja, Bapak, Ibu, yang ada di dalam masalah. Masalahnya di mana? Kita berpikir hanya hamba Tuhan tertentu yang mempunyai Firman, yang lain tidak punya Firman sehingga kita hanya ingin mendengar orang tertentu saja. Satu sisi nggak papa. Mungkin ada bagian itu. Tapi di sisi lain hati-hati. Karena kunci dari seseorang itu diberkati oleh Tuhan bukan dari siapa yang memberitakan saja, tetapi apa yang diberitakan itu menjadi hal yang lebih penting untuk kita dengar.

  1. A. Alexander mengatakan seperti ini, “Pada waktu Firman diberitakan—kayak misalnya Paulus di sini, ya. Paulus adalah rasul yang besar, kan? Pada waktu dia memberitakan Firman pada waktu itu, semua orang percaya tidak? Tidak, kan?” Kalau Bapak, Ibu, baca di dalam ayat yang ke-25 atau 24, di situ dikatakan, “Ada yang dapat diyakinkan oleh perkataannya, ada yang tetap tidak percaya. Maka bubarlah pertemuan itu dengan tidak ada kesesuaian di antara mereka.” Siapa Paulus? Orang yang besar sekali. Mungkin lebih besar dari Petrus seperti itu, karena dia menulis begitu banyak surat-surat. Petrus hanya mencatat 3 surat. Orang yang dipakai Tuhan dengan luar biasa sekali. Kadang-kadang kita berpikir bahwa orang yang begitu besar dipakai oleh Tuhan, pasti akan, ketika bertemu dengan orang, menginjili orang, kita bawa untuk bertemu dengan keluarga kita atau orang yang kita ingin dia percaya kepada Tuhan, dia pasti bisa memenangkan orang itu. Tapi di dalam kisah 28, ndak bisa. Nggak semua orang bisa dimenangkan oleh orang yang kita anggap diurapi Tuhan, lebih besar dari semua hamba Tuhan yang lain. Karena yang membuat pertobatan itu bukan orang itu, yang membuat pertobatan itu adalah Tuhan sendiri di dalam kehidupan orang yang ingin dipertobatkan melalui firman yang dikabarkan oleh hamba Tuhan tertentu.

Itu sebabnya J. Alexander berkata seperti ini, apa yang membuat seseorang itu tidak menerima firman Tuhan, ada 3 faktor. Pertama adalah “Si pemberita firman itu.” Yang kedua adalah “Tuhan yang menghakimi”. Yang ketiga adalah “Kekerasan hati dari orang yang mendengarkan firman Tuhan”. Saya kira itu adalah satu pengajaran, atau satu pemahaman yang tepat sekali karena di dalam seseorang bekerja menabur ada 3 faktor ini yang bekerja. Pertama adalah Si penabur itu. Apa yang dikabarkan? Dan bagaimana hal itu dikabarkan? Mungkin sesuatu yang dikabarkan itu adalah hal yang sudah saudara ketahui, mungkin kan? Saudara sudah terbiasa mendengar apa yang disampaikan.

Pdt. Eko pernah ngomong sama saya satu hal “Pak Dawis, jadi hamba Tuhan kalau sudah ditempatkan di satu tempat terlalu lama, susah loh.” “Iya sih” Lalu dia bilang “Bener-bener susah loh, karena apa? Semua senjata peluru kita sudah diketahui oleh jemaat.” Mau contoh apa, mau kasih ilustrasi apa, mau kasih lelucon apa, Bapak, Ibu sudah tahu kan kalau sudah belasan tahun, puluhan tahun, hamba Tuhan itu ditempatkan di situ. Pertanyaannya adalah seperti ini, pada waktu hal itu dikabarkan, contoh itu diberikan lagi, penekanan yang pernah disampaikan terlebih, terlebih dahulu, perkataan yang pernah diberitakan terlebih dahulu diulangi lagi, diulangi lagi, diulangi lagi, Bapak, Ibu tetap terima? Atau akhirnya menjadi orang yang kemudian berkata “Ini pendeta emang nggak ada hal baru po, yang disampaikan? Semula saya tergugah, tapi pelan-pelan saya mulai mengeraskan hati.” Bisa nggak? Bisa. Itu sebabnya J. Alexander berkata, pada waktu firman dikabarkan, ada pribadi pertama atau agen pertama yang berperan di dalam menyampaikan firman, yang mungkin bisa menjadi alasan pendengarnya menolak, yaitu siapa? Pengkhotbah. Itu yang pertama.

Kedua adalah diri orang itu sendiri. Pada waktu firman diberitakan, apa yang membuat orang itu menolak firman? Karena kekerasan hati dari orang itu. Makanya Paulus di dalam ayat yang ke 26, di sini dikatakan seperti ini “Pada waktu mereka pergi meninggalkan Paulus di dalam kondisi yang tidak ada kesepakatan satu dengan yang lain, maka Paulus berkata seperti ini, “Kamu akan mendengar dan mendengar namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat namun tidak menanggap.” Tetapi sebelumnya ada kalimat, “mereka pergi dengan tidak ada kesesuaian di antara mereka” dan dikatakan bahwa ada sebagian orang yang diyakinkan tetapi ada sebagian orang yang tidak diyakinkan.

Maksudnya gimana? Pada waktu firman diberitakan, pertama, keyakinan tidak sama dengan iman. Maksudnya gimana? Ada yang menafsirkan bagian ini berkata ini hanya mau bicara bahwa ada yang percaya ada yang tidak percaya. Tetapi ada penafsir kedua yang mengatakan seperti ini, saya terima dua-duanya. Yang kedua adalah ketika firman diberitakan, Paulus menggunakan argumentasi loh. Argumentasinya dari mana? Kalau Bapak, Ibu baca, dari Kej. sampai Mal., Luk 24 bicara Yesus ketika bangkit dari kematian, Dia meyakinkan tentang Mesias dari keseluruhan Kitab Suci dari Kej. sampai Mal. Paulus menggunakan prinsip yang sama, dari Kej. sampai Mal., dari pagi sampai sore. Betul-betul luar biasa sekali. Satu hari itu digunakan untuk memberitakan firman, detail nggak? Saya yakin detail. Teliti nggak? Saya yakin teliti. Jelas nggak? Saya yakin jelas. Karena apa? Bapak, Ibu kalau baca tulisan Paulus ya, begitu detail, begitu teliti, begitu mencakup segala sesuatu, begitu jelas sekali untuk kita bisa pahami walaupun ada hal-hal sulit untuk dipahami. Tetapi Paulus lakukan itu, betul-betul lakukan itu.

Nah, ketika dia lakukan itu ada sebagian orang yang diyakinkan, ada sebagian orang yang percaya, tapi ada sebagian orang yang diyakinkan tetapi tidak percaya. Nah, saya juga melihat ini ada kebenarannya. Kebenarannya adalah, Bapak, Ibu tidak boleh berpikir bahwa keyakinan atau berhasil diyakinkan untuk satu kebenaran firman atau Injil itu sama dengan iman. Keyakinan belum tentu iman, atau diyakinkan dan disetujui dengan apa yang diajarkan itu tidak sama dengan iman. Ketika kita diyakinkan, perlu ada iman yang mempercayai apa yang diyakinkan oleh kita itu adalah suatu kebenaran. Itu baru dikatakan pertobatan. Itu baru dikatakan iman yang menyelamatkan.

Tapi di sini, kita lanjutkan ya, kenapa ada orang yang ketika sudah diyakinkan tetap tidak percaya? Nah, J. E Alexander berkata “Sebabnya karena kekerasan hati dari orang itu.” Tapi kalau betul kekerasan hati dari orang itu yang membuat orang tidak percaya, mohon tanya, apakah kekerasan hati manusia itu bisa mengalahkan anugerah Tuhan? Di dalam Rom. ada kalimat yang menyatakan seperti ini “Ketika manusia berdosa, Yesus datang untuk mati bagi mereka.” Ketika kita masih di dalam kondisi yang berdosa, berarti kita di dalam kondisi yang melawan Tuhan, Yesus datang mati bagi kita. Saya percaya itu kalimat bukan hanya berbicara mengenai satu kebenaran umum “Oh 2000 tahun yang lalu Yesus sudah mati di atas kayu salib.” Kita lahir setelah itu kan, ada yang beberapa puluh tahun setelah Yesus mati atau beberapa hari setelah Yesus mati, atau setelah Yesus bangkit dari kematian. Apa itu berarti pada waktu kita masih berdosa Yesus sudah mati bagi kita, kematian-Nya mendahului penebusan kita? Bisa, tapi kalimat itu juga bisa berarti bahwa orang-orang yang berdosa itu adalah orang pilihan. Pada waktu kita ada di dalam kondisi yang masih melawan Tuhan, Tuhan menyatakan anugerah-Nya kepada kita sehingga kita kemudian datang dan beriman kepada Kristus.

Artinya apa? Artinya adalah bagaimana pun kerasnya hati Saudara, kalau Saudara sudah dipilih oleh Tuhan, Saudara tidak mungkin menyangkali anugerah Tuhan. Ini namanya di dalam “TULIP” sebagai Irresistible Grace, anugerah yang tidak bisa ditolak. Bukan karena Tuhan memegang kita, merantai kita, menyeret kita dengan satu paksaan ketika kita diseret kita teriak, ”Tuhan, saya nggak mau.” Tuhan ngomong, ”Ayo ikut,” ”Tuhan, saya nggak mau”, ”Pokoknya nggak bisa lawan, harus ikut.” Akhirnya kita diseret sambil dipaksa mengikuti Tuhan. Bukan seperti itu. Tapi Irresistible Grace itu berbicara mengenai pada waktu anugerah Tuhan tiba dalam hidup kita, Tuhan akan mengubah hati kita dari keras menjadi lembut, dari tidak mau menjadi mau, sehingga kita dengan kerelaan hati mengikuti Tuhan. Itu Irresistible Grace.

Jadi, pada waktu kita berkata bahwa, ”Oh, ada kekerasan hati manusia. Ada perlawanan yang diberikan oleh manusia,” apakah perlawanan itu dan kekerasan hati bisa membatalkan dari anugerah Tuhan dan mengalahkan anugerah Tuhan? Satu sisi kalau kita bicara mengenai tanggung jawab manusia, ”bisa” karena Alkitab berkata, “Ketika penghakiman Tuhan tiba, pada hari itu manusia akan diadili berdasarkan perbuatannya. Siapa yang berlaku kebenaran, dia akan diberkati, dia akan mendapatkan hidup yang kekal. Siapa yang melakukan dosa, dia akan dihukum oleh Tuhan Allah.” Bisa seperti itu, tetapi pada waktu Tuhan bekerja di dalam hati kita, kita juga nggak bisa melawan. Kita akan mengingini apa yang menjadi anugerah Tuhan dalam hidup kita.

Jadi, itu supaya pada waktu kita berbicara mengenai 3 hal ini, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, itu 3 hal yang bekerja bersama, ya. Baik pemberita Injil, baik penghakiman Tuhan, baik dari pada penolakan akan kekerasan hati manusia, itu adalah 3 agen yang bekerja secara bersama-sama dalam hidup orang. Walaupun kita sulit untuk menyatukan ketiga hal ini, tetapi tiga-tiga itu bekerja bersama. Dan salah satu sebab mengapa orang menolak Tuhan juga dikatakan karena Tuhan tidak membuka telinga mereka, tidak membuka mata mereka untuk melihat dan mendengar, atau memberi anugerah kepada mereka untuk bisa menerima Kristus.

Jadi, itu sebabnya pada waktu kita berbicara mengenai kebenaran ini, saya mau pesan satu hal kepada Bapak, Ibu, Saudara. Pada waktu Bapak, Ibu mendengar tentang firman Tuhan, ingat baik-baik, jangan melihat siapa yang memberitakan firman itu, tetapi lihatlah apa yang disampaikan pada hari itu kepada Bapak, Ibu, Saudara semua. Pada waktu Bapak, Ibu, Saudara mendapatkan teguran, jangan lihat ini adalah persoalan personal. Mungkin ada yang menganggap itu persoalan personal dari pengkhotbah, tetapi pada waktu Bapak, Ibu mendapatkan teguran secara personal dalam kehidupan Bapak, Ibu, Saudara, jangan langsung mengonotasikan sebagai masalah personal, tapi ingat baik-baik yang dikatakan itu firman Tuhan atau bukan?

Pada waktu Bapak-Ibu merasa bahwa, “Saya, ketika mendengar firman, hal itu adalah hal yang saya sudah tahu. Ini adalah pengkhotbah yang tidak bertambah di dalam pengetahuannya untuk menyampaikan kebenaran firman. Karena itu, ya sudah, saya anggap angin lalu.” Ingat baik-baik, masalahnya bukan pada pengkhotbah itu, yang mungkin menyampaikan sesuatu yang saya sudah tahu, sehingga saya tidak mau mendengar lagi. Tapi mungkin adalah karena kita sedang mengeraskan hati kita. Firman tetap firman. Firman yang disampaikan tetap adalah perkataan Tuhan, kalau itu setia dengan Alkitab. Dan ketika hal itu dikabarkan, ketika kita menolak, ingat, ada tiga faktor yang bekerja. Siapa? Pemberita, kedua diri kita, ketiga Tuhan. Mungkin pada waktu itu Tuhan tidak membuka hati kita untuk memahami. Makanya pada waktu kita berbicara, sepertinya ada Firman Tuhan yang berkata, “Jangan keraskan hatimu pada waktu engkau mendengar firman.”

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, siapa sih Dawis? Dawis itu bukan siapa-siapa. Dawis itu hanya satu pribadi manusia yang dipanggil oleh Tuhan untuk memberitakan Firman. Dawis menjadi berharga karena apa? Karena Dawis memberitakan firman. Kalau Dawis tidak memberitakan firman, Alkitab bicara “Lebih baik batu kilangan diikat di leher, dilempar ke dalam laut.” Nggak ada maknanya sama sekali. Yang saya timbun hanya hukuman Tuhan. Tapi saya juga mau ingatkan kepada Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ketika Dawis berbicara, kalau Dawis menyampaikan firman, dengar baik-baik. Karena yang engkau lawan bukan Dawis tapi Tuhan, karena itu adalah perkataan Tuhan. Saya di sini dan Vik. Marvin atau Lukman, atau Vik. Stella, hanya bekerja menanam dan menabur. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara harus pikirkan baik-baik apa yang kami taburkan, itu tertanam di dalam hati tidak? Apa yang kami taburkan, itu dipertumbuhkan tidak? Apa yang kami tabur, itu berbuah atau tidak? Satu sisi itu anugerah Tuhan, tapi di sisi lain juga berkaitan dengan bagaimana kita memelihara, merawat firman itu, menjaganya, membuat dia bertumbuh di dalam hati kita dan berbuah. Hati-hati, jangan keraskan hati ketika kita mendengarkan Firman Tuhan. Mari kita masuk dalam doa.

Kami kembali bersyukur Bapa untuk firman-Mu, untuk kebenaran-Mu. Tolong kami di dalam kami menjalani hidup, biarlah kami boleh belajar rendah hati mengikut Tuhan dan membuka telinga dan hati kami untuk berusaha mendengar sesuatu yang sering kali sulit sekali untuk kami terima karena ada banyak faktor yang membuat kami sulit untuk mendengar dan menerima. Tetapi biarlah kami tetap dengan satu kepekaan melihat setiap waktu dan kesempatan yang kami miliki untuk mendengar firman itu adalah setiap waktu dan kesempatan yang bersumber dari Tuhan sendiri dalam kehidupan kami. Biarlah dengan begitu kami tetap menjaga hati kami tetap lembut mendengar firman, ya Tuhan. Dengar firman, menerima firman, dan firman itu boleh bertumbuh dan berbuah dalam kehidupan kami. Tolong pimpin ya Tuhan, jangan biarkan kami seperti bangsa Yahudi yang kemudian ditinggalkan oleh Tuhan karena kekerasan hati kami. Di dalam nama Tuhan Yesus yaitu Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup kami telah berdoa. Amin. (HS)