Paulus di Roma (3), 4 Agustus 2024

Paulus di Roma (3)

Kis. 28:30-31

Pdt. Dawis Waiman, M. Div

 

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Paulus ada di Roma. Dan keberadaan dia di Roma itu adalah satu keberadaan yang menjadi kehendak Tuhan untuk dia ada di sana. Karena jauh-jauh sebelumnya Tuhan sudah berbicara kepada Paulus, dia akan menjadi alat Tuhan untuk mengabarkan Injil sampai ke ujung bumi dan salah satu destiny atau tujuan utama dari Paulus adalah mengabarkan Injil kepada orang-orang yang di Roma dan kepada orang-orang yang lebih jauh daripada orang-orang yang ada di Roma.

Dan pada waktu dia memberitakan Injil, Alkitab mencatat Paulus memiliki satu prinsip, setiap kali dia memberitakan Injil, dia akan mulai dari orang Yahudi terlebih dahulu baru kepada orang-orang bukan Yahudi. Ini adalah satu penerapan yang dilakukan oleh Yesus Kristus sendiri ketika mengabarkan Injil. Ia diutus untuk kepada bangsa-Nya terlebih dahulu. Karena mulai dari bangsa Yahudi Injil itu dikabarkan kepada seluruh dunia. Tetapi Yesus Kristus tidak pernah memfokuskan pelayanan-Nya kepada bangsa-bangsa lain, kepada umat-Nya terlebih dahulu. Tetapi melalui rasul yang dipilih, kemudian Yesus Kristus mengutus mereka untuk pergi kepada bangsa-bangsa yang lain.

Sering kali dikatakan Petrus adalah rasul yang dipanggil untuk menginjili orang Yahudi atau kepada orang Yahudi sedangkan Paulus adalah rasul yang dipanggil untuk menginjili kepada bangsa-bangsa yang lain. Tetapi Paulus tidak pernah melupakan bangsanya sendiri. Hatinya begitu besar sekali untuk bangsanya sendiri. Bapak, Ibu bisa lihat itu di dalam surat Roma, di mana dia berkata, “Aku lebih memilih untuk mati kalau andai kata mungkin, aku bisa mati bagi bangsaku sendiri agar mereka diselamatkan.” Jadi nyawa ganti nyawa yang Paulus inginkan atau beranikan diri untuk ditawarkan kepada Tuhan. Seperti halnya juga Musa, ketika melihat bangsa Israel berdosa di hadapan Tuhan, Musa berkata “Lebih baik aku yang dihukum atau aku yang dibinasakan tetapi umat Tuhan yang diselamatkan.”

Saya lihat ini adalah satu prinsip inkarnasi, satu karakter yang mencerminkan karakter dari Tuhan kita sendiri yang datang ke dalam dunia untuk mati di atas kayu salib. Dan saya percaya ini juga menjadi satu karakter yang Tuhan ingin kita tampilkan juga di dalam kehidupan kita sebagai umat Tuhan. Apa beda dari orang dunia dengan orang Kristen dalam kehidupan ini? Orang dunia adalah orang yang hidup di bawah kuasa dosa. Kuasa dosa itu membuat manusia ingin menjadi seperti Tuhan. Dan ketika mereka ingin menjadi seperti Tuhan, itu membuat mereka ingin menjadi orang yang menonjolkan dirinya lebih dan bahkan ingin menampilkan diri sebagai orang yang paling penting, paling utama di dalam kehidupan ini.

Tapi pada waktu kita percaya kepada salib Kristus, Injil Yesus Kristus, hal yang bertolak belakang akan terjadi dan kita alami dalam kehidupan kita. Kalau orang dunia atau diri kita, manusia lama kita ingin menonjolkan diri, tapi pada waktu kita percaya kepada Kristus dan melihat kepada salib Kristus, saya yakin tidak ada satu orang Kristen pun yang berani berkata, “Saya adalah orang yang penting.” Walaupun kita boleh berkata juga, “Kita adalah orang yang penting karena Tuhan Yesus mati untuk siapa? Untuk diri kita.” Padahal Dia punya kuasa untuk mencipta manusia dan generasi yang baru dan memusnahkan yang lama, yang sudah jatuh di dalam dosa. Ini membuat kita bisa berkata, “Saya adalah orang yang berharga. Saya adalah orang yang penting di hadapan Tuhan Allah. Karena demi saya, Allah rela mengorbankan satu-satunya Putra tunggal-Nya, yang adalah Allah Pribadi kedua demi untuk menebus saya. Padahal saya ini siapa? Hanya ciptaan yang dicipta dari debu tanah yang tidak ada gunanya, yang seharusnya kita kebas dari permukaan semua benda-benda kita kalau hal itu menutupi barang-barang kita.” Itu adalah manusia.

Tetapi pada waktu kita melihat “Saya adalah orang yang mendapatkan kasih itu”, dan demi kasih itu kita melihat pada salib Kristus, pengorbanan yang Kristus sudah lakukan bagi diri kita, hal yang menjadi paradoks adalah kita nggak mungkin bisa berdiri dengan satu kesombongan di hadapan Tuhan dan semua manusia dan berkata bahwa, “Saya harus menjadi orang yang paling utama dari semua yang lain.” Dalam pengertian adalah “Saya harus menjadi orang yang tidak pernah boleh dikecewakan, saya harus menjadi orang yang lebih penting dari semua orang yang lain, saya harus menjadi orang yang selalu didahulukan dibandingkan orang yang lain.” Saya percaya begitu kita melihat kepada salib Kristus, yang ada adalah perendahan diri, yang ada adalah satu kesadaran “Saya nggak layak”, yang ada adalah saya menyadari bahwa apa yang saya miliki hari ini kalau bukan karena kasih karunia yang Tuhan berikan dalam hidup saya, saya nggak ada artinya sama sekali. Karena apa? Saya, yang dicipta mulia, sudah jatuh dalam dosa untuk melawan Pencipta saya.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, itu sebabnya pada waktu kita berbicara mengenai kehidupan Kristen, Alkitab berkata bahwa mengikut Kristus harus menyangkal diri, mengikut Kristus harus memikul salib, mengikut Kristus adalah mengikut Kristus setelah kita menyangkal diri dan memikul salib itu. Karena meninggikan diri, membanggakan diri, merasa diri adalah satu pribadi yang tidak membutuhkan Tuhan, dan yang lainnya, itu adalah ciri dari orang yang berdosa dan tidak mengerti salib. Tetapi orang yang mengerti salib, seperti tadi dalam Korintus yang kita baca, adalah orang yang sering kali dianggap bodoh, orang yang sering kali dianggap rendah, orang yang sering kali tidak signifikan di dalam dunia ini. Tetapi di dalam hikmat Tuhan, yang bodoh dari dunia, yang tidak dianggap signifikan, justru dipakai oleh Tuhan untuk mempermalukan dunia ini. Dan kita adalah orang-orang yang mengerti apa yang menjadi nilai penting yang ada di dalam Kristus yang sudah diberikan kepada kita, atau nilai penting di dalam salib yang Tuhan kerjakan dalam hidup kita.

Tapi pada waktu Injil dikabarkan, pada waktu kita melihat kepada kondisi manusia yang berdosa, Paulus mengatakan bahwa ternyata tidak semua orang akan menerima. Dan melalui dua ciri tadi yang saya katakan, ini juga membuat kita bisa berkata seperti ini dari penerapan dari tadi ayat yang kita baca. Pada waktu Injil diberitakan istilahnya adalah: tidak ada kondisi netral dari orang yang menerima Injil atau mendengar Injil. Pada waktu Paulus mengabarkan Injil pada orang-orang Yahudi terlebih dahulu, orang-orang Yahudi di sini dikatakan ada satu perdebatan yang terjadi di antara mereka, ada yang bisa diyakinkan dan percaya, ada yang diyakinkan mengenai Kristus tetapi kemudian tidak percaya kepada Tuhan. Nah ada yang tidak diyakinkan.

Mohon tanya, mana yang lebih baik? Diyakinkan percaya? Tidak diyakinkan? Dan diyakinkan tetapi tidak percaya? Yang paling baik yang mana? Yang pertama, diyakinkan dan percaya ya. Yang nomor 2? Atau yang paling tidak baik yang mana? Tidak diyakinkan dan tidak percaya. Yang lebih kurang baik, diyakinkan tetapi tidak percaya. Kita yang mana? Diyakinkan dan percaya? Ada nggak yang diyakinkan tetapi masih belum terlalu percaya dan mungkin belum percaya sepenuhnya?

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kadang-kadang kita berpikir, kalau kita mendengar Injil, kita bisa menjadi seperti orang yang ada di kondisi yang masih netral yang meletakkan kaki kita di kiri dan di kanan di antara dua perahu. Tetapi pada waktu kita bicara tentang kebenaran yang Alkitab sebarkan atau, khotbahkan, beritakan, Alkitab tidak pernah mengatakan ada orang yang ketiga ini. Di mana dia adalah orang yang mengerti kebenaran Tuhan, diyakinkan bahwa apa yang dikatakan itu adalah suatu kebenaran, tetapi masih dalam kondisi yang bimbang hati untuk percaya atau tidak, dan percaya atau tidak. Bagi Alkitab, bagi Paulus, atau bagi Tuhan, kelompok itu adalah kelompok yang masuk dalam golongan orang yang tidak percaya. Bukan orang yang percaya. Karena pada waktu Injil dikabarkan, yang ada adalah tidak ada kondisi netral, yang ada adalah percaya atau tidak percaya. Cuma ada dua kemungkinan itu. Itu sebabnya pada waktu Paulus mendengar orang-orang Yahudi kemudian, melihat mereka itu sepertinya tidak bisa menerima pemberitaan dari Paulus itu, Paulus langsung mengutip satu bagian dari Kitab Yesaya yang mengatakan penyebab dari mereka tidak percaya itu apa. Atau Bapak, Ibu bisa mengatakan, ada kondisi di mana orang-orang yang tidak percaya akan ditolak oleh Tuhan.

Tetapi pada waktu mereka ditolak oleh Tuhan, atau umat Israel itu ditolak oleh Tuhan, ternyata itu menjadi satu sarana yang tidak membatalkan rencana Tuhan. Mengapa bisa dikatakan sebagai satu sarana yang tidak membatalkan rencana Tuhan? Karena tujuan dari awal Tuhan memanggil Paulus dan para Rasul itu adalah untuk mengabarkan Injil yang bukan hanya dikhususkan bagi orang-orang Yahudi. Tetapi sejak dari awal, Kristus mencipta dunia ini, adalah untuk memberitakan Injil bagi orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Itu tujuannya. Bapak, Ibu bisa lihat ini dari surat Efesus, di sana dikatakan bahwa, “Saya adalah orang”, Paulus berkata, “yang dipercayakan oleh Tuhan satu berita yang begitu penting yang sudah Tuhan persiapkan sejak langit dan bumi diciptakan, yaitu supaya Injil yang dipercayakan itu, dikabarkan kepada orang Yahudi dan orang non-Yahudi.”

Itu sebabnya pada waktu kita membaca akhir dari Kis. 28 ini, ayat yang ke-28, setelah orang-orang Yahudi menolak dari kabar Injil dari yang dikabarkan oleh Paulus, maka Paulus berkata dengan sangat tegas sekali, “Sebab itu kamu harus tahu, bahwa keselamatan yang datang dari Allah itu, disampaikan kepada bangsa-bangsa yang lain dan mereka akan mendengarnya.” Jadi pada waktu kita bicara mengenai penolakan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap berita Injil yang dikabarkan oleh Paulus, ternyata ada sisi berkat lain yang Tuhan sudah sediakan yaitu terbukanya kabar Injil kepada bangsa-bangsa lain. Nah ini yang membuat kita sampai hari ini bisa mendengarkan Injil Yesus Kristus dan diselamatkan di dalam Yesus Kristus.

Lalu masuk ke dalam ayat 30 dan 31, kita menemukan ada satu hal yang menarik, tetapi juga mungkin ada satu tanda tanya besar dalam diri kita. Kenapa Lukas, penulis dari kitab Lukas dan kitab Kisah Para Rasul, pada waktu sudah memberitakan Injil sampai di Roma, dia tidak menghentikan ceritanya. Tetapi yang Lukas lakukan adalah hanya mengabarkan kalau Paulus tinggal di Roma selama 2 tahun dalam rumah yang dia sewa sendiri, dan kita juga tidak diberi tahu dia menyewa pakai uang siapa seperti itu, tetapi dia punya uang untuk dia terus menyewa selama 2 tahun dan di situ Injil terus dikabarkan. Dan tidak ada lagi rintangan yang menghalangi pemberitaan Injil itu. Seolah-olah Lukas sedang menggantung akhir dari Kisah Para Rasul. Enak nggak? Baca satu kisah yang akhirnya menggantung? Saya yakin nggak enak sekali.

Kadang-kadang saya kalau nonton film, ada beberapa film serial kayak gitu, misalnya Mandarin Chinese segala macam, sudah nonton, alur ceritanya bagus menarik sekali sampai akhir, terjadilah peristiwa tragis, misalnya tokoh utamanya dibantai seperti itu oleh orang yang banyak, oleh musuhnya lalu akhirnya dia nggak tahu hidup dia nggak tahu mati lalu dibiarkan begitu saja. Lalu di bawahnya ditulis, ada season yang kedua. Itu jengkelnya minta ampun untuk menonton film seperti itu. Tetapi ada yang lucu juga, kalau Bapak, Ibu perhatikan di dalam cerita-cerita film, sekarang ini menarik sekali. Kalau dulu kan film akhirnya happy ending, lalu setelah berkembang zaman, akhir dari film itu masuk ke dalam sad ending, kayak gitu. Dulu happy ending, sempat ada zaman sad ending. Kalau zaman sekarang gimana? Bisa milih antara mau happy ending atau sad ending di dalam satu cerita tertentu. Dan sepertinya itu adalah sesuatu yang diberikan kepada kita untuk bebas memilih. Kalau kita adalah orang yang ingin akhir dari satu cerita itu happy ending, ya kita pilih yang happy ending. Kalau kita adalah orang yang suka pesimis dalam hidupnya, ya mungkin kita pilih yang sad ending, seperti itu. Jadi, terserah Anda.

Dan pada waktu kita melihat Lukas, ada unsur yang Tuhan ingin sampaikan kepada kita yang merupakan to be continued itu juga. Makanya pada waktu Lukas ditulis, dia tidak menyelesaikan ceritanya. Tetapi pada waktu berbicara mengenai to be continued itu, kita tidak punya choice seperti kita nonton film yang boleh memilih antara happy ending atau sad ending itu. Tetapi ini adalah sesuatu hal yang pasti harus diteruskan oleh semua orang Kristen.

Saya mundur sedikit, ya. Pada waktu kita membaca Kisah Para Rasul, walaupun, kenapa saya bisa katakan mengenai ending seperti ini? Karena pada waktu kita membaca Kisah Rasul, mungkin ada satu kecondongan di dalam diri kita untuk pengen untuk membaca Lukas itu, Kisah Rasul itu, seperti sebuah biografi dari Rasul Paulus. Maksudnya adalah kalau Bapak, Ibu baca di dalam Kisah Rasul –Kisah Rasul kan dibagi menjadi dua bagian yang besar. Satu bagian pertama itu adalah cerita mengenai Petrus, bagian yang kedua itu adalah cerita mengenai Paulus: perjalanan Paulus, apa yang Paulus lakukan, pengalaman pemberitaan Injil, kesulitan yang dia hadapi, tantangan, dan segala macam yang dia alami ketika dia mengabarkan Injil, termasuk konflik-konflik yang dia hadapi pada waktu memberitakan Injil tersebut– ya kita mungkin ada satu kecondongan untuk berpikir bahwa, “Oh, ternyata, kayaknya Kisah Rasul itu adalah kisah antara Petrus dan Paulus.” Sehingga itu sebenarnya pada waktu kita membaca akhir dari Kisah 28. Jujur ya, siapa yang pengen tahu akhir hidup Paulus itu seperti apa? Saya terus terang pada waktu membaca Kisah Para Rasul selalu bertanya-tanya, ini Paulus akhir hidupnya bagaimana, ya? Kok cuma dikatakan selesai di Roma, tinggal di rumah kontrakan selama 2 tahun, Injil dikabarkan secara meluas, dan tidak ada lagi penghalang, seperti itu. Akhirnya saya cari tahu bagaimana akhir dari kehidupan Paulus. Dan saya mendapatkan ternyata bukan di sini akhirnya. Nanti kita akan baca, saya akan tunjukkan ayat “akhirnya” itu adalah di surat 2 Timotius. Itu akhir dari kehidupan Paulus. Tetapi di sini adalah keadaan ketika Paulus itu dipenjarakan selama 2 tahun, tetapi setelah itu dia dibebaskan kembali.

Nah, kenapa hal ini nggak masuk ke dalam cerita ini? Karena tujuan Lukas di dalam memberitakan tentang Kisah Rasul bukan untuk memberitakan biografi dari Rasul Paulus. Bukan untuk memberitakan biografi daripada Rasul Petrus. Tetapi tujuan Lukas di dalam menuliskan Kisah Rasul itu adalah untuk memberi tahu kepada kita bagaimana Injil yang Tuhan percayakan kepada umat-Nya, kepada rasul-Nya itu, mulai berkembang mulai dari Yerusalem Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi. Yang kedua adalah ketika kita berbicara mengenai pengabaran Injil yang mulai menyebar dari Yerusalem sampai ke ujung bumi itu, walaupun di sini sepertinya Paulus menjadi tokoh utama yang begitu disoroti sekali, tetapi Paulus bukan satu-satunya orang yang dipakai Tuhan untuk mengabarkan Injil. Itu sebabnya siapa Paulus, bagaimana kehidupannya, bagaimana biografinya, itu bukan sesuatu yang sepertinya terlalu penting untuk kita ketahui. Tetapi Lukas mau menyampaikan kepada kita: yang penting adalah pada waktu Injil itu sudah ditaburkan dalam dunia ini, yang dimulai dari Yesus Kristus, kemudian kepada para rasul yang ada, maka mulai dari saat itu Injil tidak pernah berhenti untuk menyebar dan terus menyebar sampai kepada akhir zaman nanti.

Itu yang ingin ditekankan oleh Lukas di dalam bagian ini. Makanya Bapak, Ibu kalau kembali mulai dari pasal 1 membaca Kisah Para Rasul mungkin bisa melihat kuncinya itu di dalam Kisah Rasul 1:8. Tapi kita nggak akan lihat satu per satu dari ayat-ayatnya. Bapak, Ibu bisa searching sendiri nanti di rumah berkaitan dengan apa yang Lukas tekankan di sini, ya. Kis. 1:8 dikatakan, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Saya ajak Bapak, Ibu buka satu bagian aja, ya. Kis. 6:7. Ini ada pengulangan-pengulangan seperti ini di dalam Kisah Rasul untuk mengingatkan kita, ya. Setelah tujuh orang dipilih untuk melayani orang miskin, salah satunya adalah Stefanus, di dalam ayat yang ke-7 dikatakan seperti ini, “Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.” Dan ini ayat sering kali diulang di dalam Kitab Suci, yaitu di dalam Kitab Kisah Para Rasul. Dan terakhir adalah di dalam ayat 31 pasal 28, “Dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa Ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus.”

Jadi yang utama siapa? Utama adalah Injil harus dikabarkan. Paulus siapa? Petrus siapa? Barnabas siapa? Dan pendeta-pendeta setelah itu siapa? Kita semua siapa? Hanya agen-agen yang Tuhan pakai untuk menjadi sarana agar Injil itu bisa dikabarkan. Ini yang saya bahas di dalam khotbah minggu lalu, Paulus berkata, “Siapa Apolos? Dia menanam. Siapa Paulus? Dia menyiram. Tetapi siapa yang memberi pertumbuhan? Bukan Apolos, bukan Paulus, tetapi Dia adalah Tuhan sendiri.”

Bapak, Ibu kalau yang suka tanaman ya, saya percaya sangat mengerti sekali arti kata dari Paulus ini. Saya termasuk yang suka tanaman, dan ketika saya menyiram-nyiram tanaman dan memelihara tanaman, punya pengalaman kayak gini. Saya pernah bertemu dengan satu orang, saya sharing, “Ini tanaman jenis ini, bagaimana ya bisa merawatnya dan hidup. Karena yang saya alami, setiap kali memelihara jenis ini selalu gagal. Dan kegagalannya cukup tinggi.” Lalu ketika dia dengar kayak gitu, dia tanya, “Itu jenis apa?”, “Oh jenis ini.”, “Oh ya, saya juga nggak pernah punya pengalaman yang baik dengan jenis yang itu, tapi yang jenis lain bisa.” Dari situ saya diajak untuk merenungkan satu hal, ternyata di pengalaman orang yang memelihara tanaman, bahkan petani tanaman yang begitu banyak tanaman yang subur-subur pun, mereka punya pengalaman, tanaman yang mereka pelihara mati.

Dan di situ saya diingatkan iya ya, ternyata kemampuan memelihara tanaman, memang ada bagian dari kita yang merawat, menyiram, memberi pupuk dan segala macam. Tetapi tidak ada satu pun dari petani tanaman yang bisa membuat tanaman itu dan mempertahankan tanaman itu tetap tumbuh. Lalu dari mana? Paulus berkata dari Tuhan. Dan Paulus gunakan prinsip itu untuk memberitahu ke kita kalau iman kita, kenapa bisa ada, bisa tumbuh? Itu karena pekerjaan Tuhan. Dan kenapa Injil bisa tersebar dan tidak terhenti? Bukan karena Paulus pintar di dalam menjaganya, tetapi karena Tuhan yang menjaga, Roh Kudus yang menjaga Injil itu untuk terus diberitakan sampai ke ujung bumi ini.

Jadi kalau saya kembalikan kepada prinsip salib, ada nggak yang kita bisa banggakan? Keselamatan kita bersumber dari Tuhan, mau bicara tentang ketekunan kita hidup sebagai orang kudus, satu sisi memang kita berusaha menjaga iman kita, tapi terus terang coba Bapak, Ibu tanya kepada diri, berapa kali kita jatuh dalam dosa dan menyangkali Tuhan Yesus dalam hidup kita dengan cara tidak mempercayai Tuhan? Sering kali. Selalu yang membuat kita tetap bertahan dalam iman apa? Tuhan. Bisa sombongkan diri dan berkata bahwa, “Saya yang menjaga hidup saya dan iman saya sampai kepada akhir”? Ada bagian itu, tapi setiap orang percaya yang sungguh-sungguh mengerti atas kasih karunia pasti akan berkata, “Kalau bukan Tuhan yang memegang saya, saya sudah terhilang.” Lalu yang menumbuhkan iman kita apa? Banyak hal ketika kita baca Alkitab itu nggak mengerti lho. Saya sendiri sulit sekali di dalam memahami Kitab Suci, saya butuh bantuan dari orang-orang lain untuk membuka pengertian saya. Dan kadang-kadang ketika saya baca, saya baca orang lain juga nggak dapat. Akhirnya suatu hari, mendadak satu pengertian datang, dan kita bisa menyambung semua yang kita pahami sebelumnya. Itu dari siapa? Saya percaya itu adalah pekerjaan dari Roh Kudus dalam hidup kita.

Lalu pada waktu kita mengabarkan Injil, kalau kita melihat kepada konteks daripada Kitab Suci, semua manusia berdosa, semua manusia menolak Tuhan, semua manusia tidak ada yang menginginkan Tuhan yang sejati. Lalu ketika kita mengabarkan Injil kepada mereka, eh, kok bisa ya orang itu percaya kepada Kristus. Sebabnya karena apa? Oh strategi dan teknik saya, dan cara komunikasi saya yang baik begitu? Bapak, Ibu, memang ada bagian itu, kalau Bapak, Ibu perhatikan di dalam perkataan-perkataan khotbah yang Paulus sampaikan, Paulus itu punya kemampuan untuk menjabarkan Injil dengan begitu clear sekali lho, begitu jelas sekali, begitu detail sekali, begitu komprehensif sekali. Paulus juga bisa memberitakan Injil dengan hati yang betul-betul menggebu-gebu bagi Tuhan dan hati yang mengasihi, sehingga orang yang melihat kepada pekabaran Injil tahu bahwa Paulus betul-betul mengasihi mereka.

Paulus juga punya teknik yang kita berapa minggu yang lalu pernah bahas. Paulus dengan cara misalnya, kenapa dia bisa mengundang lebih banyak orang datang untuk mendengarkan Injil yang dia mau kabarkan? Karena pada waktu dia bertemu dengan orang yang sebelumnya, kelompok yang pertama, dia tidak membuka semuanya kepada mereka tapi Paulus menanamkan satu rasa penasaran dalam diri mereka, satu penasaran terhadap Pribadi yang namanya Mesias, pengharapan orang Israel yang mereka betul-betul nantikan dalam hidup mereka. Yang dipikir oleh orang Yahudi itu sebagai pribadi yang ketika datang akan mengalahkan musuh, akan membangun bait Allah kembali dan akan menegakkan keadilan di dalam dunia ini. Dia tidak akan mati, dia akan memerintah sampai selama-lamanya. Tapi kenapa ketika Paulus dan para Rasul datang dan mengabarkan Injil mereka berani meng-claim bahwa Mesias sudah datang? Dan Mesias itu adalah Yesus Kristus. Dasarnya kenapa? Paulus nggak mau langsung buka. Kuncinya ada pada Paulus. Tapi penasaran yang dia berikan kepada orang-orang Yahudi itu, yang tidak bisa melihat titik penghubung antara Yesus yang mati dengan Mesias yang datang dan hidup selama-lamanya. Akhirnya apa? Akhirnya di dalam pertemuan kedua, banyak sekali orang datang untuk mendengarkan Injil yang Paulus kabarkan.

Kalau kita ketemu orang, saya sendiri ya, sadar kelemahan saya. Kalau saya ketemu orang, ingin bicara tentang Injil dari A sampai Z di dalam satu pertemuan itu. Akhirnya, orang yang dengar Injil itu mau pecah kepalanya karena terlalu banyak informasi yang mereka terima. Tapi, Paulus bukan seperti itu. Dia mengerti strategi bagaimana dia mengabarkan Injil, membuat rasa penasaran, membuat orang ingin mendengar lagi, tetapi juga membuat orang ingin membawa orang lebih banyak untuk datang dan mendengarkan Injil itu. Tapi, walaupun begitu, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Paulus dengan rendah hati bicara, yang membuat orang bisa percaya, yang membuat orang membuka pintu hatinya bukan Paulus yang sanggup meyakinkan, tapi Roh Kudus yang bekerja dalam diri orang itu dan firman Tuhan yang dikabarkan, yang dia dengar. Nah, kayak gini orang Kristen bisa sombong? Saya yakin kalau kita bisa sombong, dia belum mengerti iman Kristen karena semuanya adalah bersumber dari Tuhan.

Lalu, ini membuat kita kembali ke sini, yang utama itu apa? Bukan pribadi orang itu, tetapi firman yang dikabarkan. Dan lagi pula, ketika firman dikabarkan, Tuhan bekerja. Akhir dari semua pekerjaan Tuhan itu bukan pada akhir dari Kisah Rasul 28 ini.

Untuk mengatakan ini, saya akan mulai dari kita melihat kepada Paulus sendiri. Kenapa Kisah 28 itu bicara tentang firman dan bukan akhir dari pemberitaan Injil, karena sudah sampai ke ujung bumi itu? Karena pada waktu Paulus sudah tinggal di Roma selama 2 tahun itu, Lukas tidak lagi mencatat tentang kehidupan Paulus, khususnya mengenai kematiannya dan ini membuat kita bisa berkata bahwa Paulus tidak mati, kemungkinan. Kalau Paulus mati saat itu, saya yakin Lukas mencatat Paulus mati seperti dia mencatat Yakobus mati, Stefanus mati. Lalu, ke mana Paulus? Bagaimana kita bisa mengetahuinya dia tidak mati dan kapan dia mati?

Bapak, Ibu bisa membandingkan dari surat-surat penjara yang Paulus tulis. Misalnya, Bapak, Ibu boleh buka Filipi 1:19, ya. Filipi adalah surat yang Paulus tulis dari penjara di Roma yang ada di dalam Kisah Rasul ini, ya. Filipi 1:19. Saya baca dari ayat 18. 19 kita baca sama-sama, ya. “Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita.” 19, “Dan aku akan tetap bersukacita, karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku  oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus.” Kesudahan apa? Mungkin kita pikir, kesudahan dari hidup Paulus, kayak gitu. Tapi, kalau kita melihat dari konteks kacamata Paulus yang dipenjarakan di Roma, maka dia berbicara, “Penyelesaian dari masalah yang aku hadapi”-naik banding ini, kesudahan dari ini, maksudnya itu- “adalah keselamatanku dan juga karena doamu.”

Boleh komparasi dengan ayat yang ke-24. Filipi pasal 1 juga. “tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.” Maksudnya gimana? Ayat 23 gini. Pada waktu Paulus ada di dalam kondisi dilematis untuk berpikir antara apakah dia akan mati dan dia akan tetap hidup ketika dia ada di dalam penjara itu, maka dia didesak oleh satu keinginan untuk pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus, tetapi di sisi lain dia juga didesak dengan satu keinginan untuk tinggal bersama-sama dengan orang-orang Filipi atau orang-orang Kristen yang masih ada hidup dalam dunia ini. Lalu, ketika dia menggumulkan dua hal ini, dia menarik 1 kesimpulan bahwa “Kelihatannya lebih perlu aku tinggal di dunia ini karena kamu.” Ini adalah contoh ayat yang bicara tentang Paulus ketika di dalam penjara. Dia bergumul, tetapi dia sepertinya tahu, penjara 2 tahun itu bukan akhir dari hidup dia, tetapi dia akan kembali, kembali bersama dengan orang-orang Kristen, lalu kemudian melayani bersama-sama dengan orang Kristen.

Bapak, ibu boleh bandingkan juga dengan surat Filemon, ya. Surat Filemon itu adalah surat Paulus yang terpendek yang ditujukan kepada Filemon karena Paulus menghendaki Filemon untuk menerima Onesimus kembali. Onesimus ini adalah budak Filemon yang melarikan diri setelah dia merugikan Filemon. Ada yang berkata, mungkin uang dia curi dan segala macam, kayak gitu. Dia pergi, lari. Lalu, lari ke mana? Ke Roma. Dan, ketika Dia tiba di Roma karena Paulus membuka rumahnya untuk orang boleh datang, salah satunya adalah Onesimus di situ. Lalu, kemudian dia mendengar Injil dan akhirnya percaya kepada Kristus. Lalu, Paulus mengutus Onesimus kembali kepada tuannya.

Dan pada waktu Paulus mengutus dia kembali kepada tuannya, di dalam ayat yang ke-22, Paulus berkata seperti ini. Kita baca dari ayat 21 ya. “Dengan percaya kepada ketaatanmu, kutuliskan ini kepadamu. Aku tahu, lebih dari pada permintaanku ini akan kaulakukan.” Ayat 22, “Dalam pada itu bersedialah juga memberi tumpangan kepadaku, karena aku harap oleh doamu aku akan dikembalikan kepadamu.” Jadi, Filemon adalah surat yang ditulis dari dalam penjara juga. Filipi adalah surat yang ditulis dari penjara. Tapi, pada waktu Paulus berbicara tentang nasib dia, Paulus berani mengatakan bahwa dia akan baik-baik saja. Dia akan keluar dari penjara. Dia akan bertemu lagi dengan orang-orang yang pernah dia layani sebelumnya. Jadi, ini yang membuat kita kemudian berkata bahwa kelihatannya Kisah Rasul 28 itu ayat 30 dan 31 bukan akhir dari hidup Rasul Paulus. Tetapi, setelah 2 tahun itu berlalu, kelihatannya kaisar tidak menemukan satu dasar yang penting untuk menghukum Paulus dan tuduhan-tuduhan juga tidak datang ke sana akhirnya dia kemudian dibebaskan. Dibebaskan untuk apa? Mengabarkan Injil kembali. Makanya tadi saya katakan pada waktu kita membaca Kisah Rasul 28, Kisah Rasul 28 itu bukan akhir. Tetapi Kisah Rasul 28 kenapa digantungkan oleh Lukas, karena memang Lukas mau memberitahu kita ini hanya satu cerita untuk menggenapi kisah satu ayat 8 saja untuk memberitahu kita bagaimana Injil berkembang di dalam dunia ini. Tetapi Injil berkembang dalam dunia ini tidak boleh berhenti. Harus terus berlanjut dan Paulus menjadi salah satu orang yang menjadi contoh. Ternyata penangkapan, pemenjaraan itu tidak bisa menghentikan Injil dan dia dibebaskan untuk memberitakan Injil kembali. Sampai kapan? Sampai kita masuk ke dalam surat 1 Timotius, 2 Timotius, dan surat Titus.

Tapi sebelum kita melihat itu, ada satu hal menarik yang Bapak, Ibu, boleh perhatikan. Paulus kalau kita baca surat-suratnya, dia adalah satu pribadi yang sangat-sangat percaya sekali dengan yang namanya kedaulatan Allah. Betul nggak? Dan Paulus adalah satu pribadi yang sangat-sangat yakin sekali Allah yang berdaulat itu adalah Allah yang bekerja di dalam segala sesuatu dan segala sesuatu terjadi menggenapi kehendak Allah yang berdaulat itu. Nggak ada satu pun yang terjadi di dalam dunia yang tidak menggenapi kehendak Tuhan. Ini di dalam Efesus 1:11, Paulus katakan, “Tuhan bekerja di dalam segala sesuatu menurut keputusan kehendak-Nya.

Tapi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ketika dia tahu bahwa segala sesuatu itu terjadi menggenapi keputusan kehendak Tuhan—dan kalau saudara mau tambahkan lagi, kembali ke dalam Mazmur 139 atau 136 itu ada satu kalimat, “Di dalam kitabmu sudah tertulis mengenai hidupku.”— Berapa, Bu Dian? Biar saya hafal itu. 136 atau 139? Boleh buka, ya —. Ya, (Mazmur) 139:16, “mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis.” Apa yang tertulis? “Hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya.”

Konteksnya bicara mengenai? Bapak, Ibu, mungkin bisa bicara tentang penciptaan. Tapi di sini bicara tentang si pribadi orang itu. Atau Daud yang menuliskan Mazmur 139 ini. Jadi, sejak dari diri dia belum dibentuk Daud berkata bahwa, “Semua dari jalan hidupku itu sudah dicatat di dalam kitab Tuhan.” Kita juga seperti itu. Tapi pada waktu kita bicara seperti ini, Paulus bicara seperti ini, penulis dari kitab suci berbicara seperti ini, ia mengerti bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi di luar dari kehendak Tuhan. Aneh. Paulus tetap meminta orang-orang Kristen berdoa bagi dia.

Tadi kita baca di dalam Filipi 1:19, bicara apa? “…oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus.” Pada waktu kita bicara di dalam Filemon tadi, pada waktu Paulus meminta Filemon untuk menyediakan rumah bagi diri dia karena dia akan tinggal di sana, di situ ada kalimat juga, “…oleh doamu, aku akan dikembalikan kepadamu.” Kok bisa, ya? Tuhan sudah menetapkan segala sesuatu. Yang paling bener adalah nggak perlu doa, kan? Karena bagaimana pun segala sesuatu akan terjadi sesuai dengan kehendak Tuhan.

Tapi kenapa di sini Paulus tetap menekankan untuk berdoa? Ini mau menunjukkan bahwa, ya, satu sisi manusia punya tanggung jawab. Tetapi di sisi lain, kita bisa berkata seperti ini, “Alkitab mengajarkan: Tuhan menggunakan doa sebagai salah satu sarana untuk menggenapkan kehendak Tuhan juga. Kalau orang Kristen tidak berdoa, jangan harap kehendak Tuhan terjadi dalam hidup dia.” Kita bisa ngomong seperti itu. Tapi nanti di PA Rabu saya akan bahas dari kitab Ester, berkaitan dengan sisi yang lainnya. Tapi di sini saya mau ngomong ini terlebih dahulu. Jangan berpikir bahwa segala sesuatu akan terjadi begitu saja tanpa kita memikirkannya, tanpa kita bekerja di dalamnya, tanpa kita mendoakannya.

Kalau Bapak, Ibu, ingin melihat pekerjaan Tuhan terjadi dalam hidupmu, caranya gimana? Doa. Kalau Bapak, Ibu, ingin melihat bagaimana gereja ini diselesaikan, gimana? Doa, selain dari pada bekerja. Kalau Bapak, Ibu, ingin melihat bagaimana kita di dalam gereja ini boleh dipakai Tuhan untuk menjadi alat menyebarkan Injil ke mana-mana, selain dari pada sibuk seperti singkatan GRII, ya: ‘gereja ribet ini dan itu’, kayak gitu. Bapak, Ibu, juga perlu doa. Karena ketika kita berdoa, di situ Tuhan menggunakan doa kita menjadi salah satu sarana untuk menggenapkan pekerjaan Tuhan di dalam dunia ini. Atau istilah lainnya adalah mungkin, Tuhan bekerja seturut dengan doa yang Bapak, Ibu, naikkan kepada Tuhan. Nanti imbangannya—saya nggak usah ngomong di sini lah, ya. Di PA hari Rabu. Silahkan datang. Tetapi mungkin saya singgung sedikit. Tetapi juga di sisi lain kita nggak bisa ngomong bahwa, “Kalau nggak ada saya, pekerjaan Tuhan nggak jadi.” Tuhan bisa tetep bekerja walaupun saudara tidak bekerja. Itu imbangannya. Nanti kita bahas di dalam PA lebih jauh lagi.

Jadi, di sini Paulus sangat mengerti sekali kalau satu sisi keberadaan dia di dalam penjara itu adalah kehendak Tuhan dan dia punya kerinduan untuk dibebaskan, dia mengerti bahwa panggilannya belum selesai saat itu, tapi dia juga mengerti sekali kalau doa dari orang-orang kudus itu juga membuat dia dibebaskan. Bapak, Ibu boleh baca di dalam Kisah Rasul juga. Tiap kali para rasul mengalami satu pergumulan, mereka lakukan apa? Berdoa. Pada waktu mereka berdoa mereka kemudian dipenuhi oleh Roh Kudus kembali, lalu kemudian mereka dengan berani untuk pergi dan melayani Tuhan dan Injil nggak bisa dihentikan lagi. Saya, saya berdoa kita punya kesadaran ini, ya, dengan jelas sekali kalo keberadaan kita sebagai orang Kristen adalah keberadaan yang Tuhan ingin kita, bukan menjadi pion yang Tuhan gerakkan saja, tetapi menjadi partisipasi di dalam penggenapan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Itu adalah orang Kristen.

Waktu kita terbatas, saya singkat aja, bagian yang berikutnya. Hal yang lain yang kita bisa lihat dari bagian ini adalah dan juga, oh ya, saya janji mau bahas 1 Timotius, 2 Timotius, ya. Kita lihat itu dulu, ya. Bapak, Ibu boleh buka 2 Tim. 4:6, “Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita perhatikan di dalam surat 1 Timotius, 2 Timotius dan surat Titus, maka kita akan menemukan satu hal yang menarik yaitu Paulus membicarakan perjalanan misinya ke kota-kota yang tidak dicatat di dalam Kisah Para Rasul. Nah, ini membuat banyak penafsir yang mengatakan kelihatannya di dalam Kisah pasal 28 itu adalah satu kisah yang berujung pada pembebasan dari Paulus, sehingga dia bisa pergi lagi ke kota-kota yang lain, dan yang dicatat di dalam 1 Timotius, 2 Timotius dan kitab Titus. Tetapi di dalam masa pelayanan itu kelihatannya Paulus kembali ditangkap oleh Roma, lalu itu adalah akhir dari perjalanan misi yang Paulus lakukan. Karena di dalam 2 Tim. 4 dikatakan Paulus sadar sekali kalau hari itu adalah hari kematian dia. Makanya dia katakan bahwa “Sekarang darahku sudah mulai dicurahkan dan mahkotaku sudah dipersiapkan untuk diri dia dan aku merindukan kedatangan dari Tuhan.”

Paulus mengakhiri hidupnya setelah itu dan 2 Timotius menjadi surat terakhir yang Paulus tulis di dalam sepanjang hidup dia. Tapi ada yang menarik juga Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mungkin saya tarik aplikasi sedikit lah ya. Kalau Bapak, Ibu bandingkan dengan Filipi pasal 1, ayat apa yang paling suka dikutip orang? Ayat berapa? Fil. 1:6, oh,kalau Tuhan memulai, Tuhan akan mengakhiri.” Ada 1 lagi sih, Fil 1:21, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Bapak, Ibu kalau pergi ke rumah duka dan segala macem, ayat ini suka muncul kan? “Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan bagiku”. Tapi pada waktu Paulus nulis ini, dia dalam kondisi yang memang di dalam penjara. Dia punya konsep itu. Dan kalau orang sudah punya konsep itu, hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan, kira-kira dia akan jadi orang seperti apa? Dia akan jadi orang yang tidak ada lagi manusia yang bisa menghambat dia di dalam pengabaran Injil.

Salah satu Bapa Apostolik, saya jadi lupa namanya siapa. Ada Clement of Rome, ada siapa lagi, yang angkat huruf pertamanya itu T, Tertullian bukan? Tertullian, yang matinya dimakan singa, diadu di dalam gelanggang singa itu, dia ngomong kayak gini, ketika orang-orang yang lain itu menangisi dia, yang dia akan martir seperti itu, dia mengeluarkan kalimat “Saya sudah siap untuk mati bagi Kristus”. Lalu dia mengeluarkan kalimat juga kayak gini, “Kalian yang tidak mengalami martir seperti saya, walaupun tidak mengalami martir seperti saya, tetapi kita, kalian perlu memiliki hati yang sudah martir bagi Kristus”.  Apa yang membuat kita sering kali bargain dengan Tuhan? yang membuat kita hitung untung rugi kita di dalam mengikut Tuhan? Karena kita selalu merasa bahwa kita belum mati dan belum martir bagi Kristus. Tapi kalau Bapak, Ibu dari awal mengikut Tuhan sudah dalam hati punya suatu kesiapan apa pun juga itu hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan bagiku, saya yakin barang yang paling berharga satu rencana atau ambisi yang paling Bapak, Ibu pentingkan dalam hidup ini bahkan kehidupan yang berujung dengan satu penyiksaan atau maut sekalipun, Bapak, Ibu akan tabrak saja dan rela lepaskan itu kalau Bapak, Ibu lihat hal itu akan membuat kita tidak memuliakan nama Tuhan. Itu Paulus.

Jadi pada waktu dia ada di dalam penjara pertama, dia sudah punya konsep bahwa hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Akibatnya gimana? Bapak, Ibu bisa lihat sendiri hidup dia kan? Dilempar batu, dikira orang mati, dia bangun lagi masuk kota, lalu ngapain? Pergi untuk memberitakan Injil lagi. Pada waktu kapalnya mau karam akibat badai, yang terjadi apa? Dia berdiri, dia gunakan kesempatan itu untuk mengabarkan tentang Injil Kristus. Pada waktu dia sudah dicambuk oleh orang, 40 kurang 1 kali, berapa kali, dia tidak menghentikan pemberitaan Injil justru dia makin giat lagi. Pada waktu tubuhnya mengalami sakit, ada duri di dalam daging, dia melihat itu sebagai satu cara Tuhan untuk merendahkan diri dia dan kelihatannya ada yang menafsirkan Paulus ada kecondongan untuk menyombongkan diri dia makannya Tuhan kasih duri dalam daging dalam diri dia supaya dia merendahkan diri dan mengandalkan Tuhan di dalam hidup dia dan dia terus mengabarkan Injil bahkan ketika dia berada di dalam penjara kembali dan mungkin akan mengalami kematian, dia gunakan kesempatan itu untuk mengabarkan Injil.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mungkin kita tidak mengalami seperti yang Paulus alami, mungkin kita tidak mengalami seperti yang Petrus alami, mungkin kita tidak mengalami seperti Yakobus dan rasul-rasul yang lain atau bapa-bapa gereja yang lain, tapi saya minta satu hal, belajarlah untuk berbicara seperti Paulus di dalam Fil. 1:21 “Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” Jangan orang tulis itu pada waktu kita sudah mati, yang di mana hidup kita yang sebenarnya adalah “Hidup adalah Dawis dan mati adalah kerugian”. Tapi karena orang melihat kita sebagai orang Kristen, kita kemudian berkata untuk ini suatu ayat yang bagus kan “Hidup Dawis adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Sebagai suatu penghiburan. Nggak ada gunanya! Belajarlah melihat dan hidupi itu dimulai dari kita memiliki hati yang sudah martir bagi Kristus.

Terakhir, apa dampak penjara bagi Paulus? Ada nggak dampaknya? Di sini, John Stott itu mengucapkan ada empat hal yang berdampak kepada Paulus melalui pemenjaraan yang Paulus alami. Satu adalah perspektif Paulus disesuaikan. Yang kedua adalah horison atau jarak pandang Paulus diperjauh. Yang ketiga adalah penglihatannya makin diperjelas. Yang keempat adalah kesaksiannya makin diperkaya. Ini menarik sekali ya, kalau Bapak, Ibu baca di dalam surat Filipi misalnya, yang tadi “Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Kenapa di dalam surat Timotius, Paulus bisa berkata “Mulai sekarang darahku sudah mulai dialirkan, mahkota akan dikenakan kepadaku.” Padahal dia tahu efek dari dia memberitakan Injil adalah akan mengalami kematian. Tapi konsep itu muncul di mana? Di penjara. Pada waktu misalnya Paulus menulis Fil. 2:11, semua lutut akan bertekuk di hadapan Kristus nantinya pada waktu hari penghakiman dan semua lidah akan mengaku Dia adalah Tuhan. Muncul di mana? Penjara. Pada waktu dia harus tunduk di bawah otoritas Roma, padahal  ketika dia tunduk di bawah otoritas Roma itu semua adalah karena Injil Kristus yang dia kabarkan. Tapi kenapa kemudian dia bisa berkata bahwa “Semua lutut akan bertekuk lutut di hadapan Kristus”? Saya percaya salah satu sebabnya adalah karena penjara.

Yang ketiga misalnya di dalam Kolose ada kalimat yang berbicara tentang bahwa Kristus adalah penggenapan dari segala sesuatu, penopangan dari segala sesuatu, kepenuhan dari segala sesuatu. Kok Paulus bisa tulis itu? Kapan? Di penjara. Dia tahu bahwa Kristus adalah kecukupan dari segala sesuatu dan kekuatan dari segala sesuatu. Pada waktu dia melihat dalam kehidupannya, ini memang dicatat di dalam surat Roma ya, tetapi saya percaya semua itu dia bisa akhirnya mengerti adalah karena dia mengerti Tuhan bekerja di dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi anak-anak-Nya. Jadi pada waktu kita berbicara mengenai penjara, ternyata penjara itu bukan hal yang ternyata terlalu buruk ya. Apalagi kalau kita mengalami itu di dalam Kristus.

Nah, saya nggak ngomong kita perlu masuk penjara terlebih dahulu, tetapi yang saya mau ngomong adalah di dalam kehidupan kita ada  hal-hal yang mungkin bagi kita adalah satu penjara. Contohnya gimana? Kalau kita konteksnya di dalam kehidupan Paulus, saya kadang-kadang ketemu dengan orang-orang tua kaya gini, kalau dia adalah orang yang dari masa hidupnya itu aktif sekali, nggak bisa diem, Paulus juga orang yang kayak gitu kan. Bapak, Ibu baca Kisah Rasul, dia sebentar di sini, sebentar di sana, sebentar di mana kayak gitu, nggak pernah berhenti di dalam pelayanan. Mungkin Bapak, Ibu bisa lihat Pak Tong sekarang ini, lah ya. Nggak pernah berhenti di dalam pelayanan. Kalau suatu hari dia nggak bisa melayani kembali, kira-kira apa yang terjadi? Kalau suatu hari misalnya Bapak, Ibu sibuk di dalam semua kegiatan, lalu mendadak Bapak, Ibu mengalami pensiun atau mengalami suatu penyakit yang membuat Bapak, Ibu nggak bisa gerak lagi. Apa yang terjadi?

Kemarin saya ada mengunjungi satu orang tua dari jemaat. Dia dari muda itu aktif sekali pelayanan, dari sekolah minggu, dari muda, terus sampai majelis. Ketika sampai tua, kadang-kadang keluarganya ngomong kayak gini. Ini bukan ngejelekin, tapi saya percaya ini muncul dari rasa hausnya akan firman Tuhan yang kuat sekali dan pujian di dalam hatinya, ya. Sehingga kadang-kadang, karena dia sudah 80-an, ya, baca aja nggak bisa lagi, kayak gitu. Telinga kadang kurang jelas untuk mendengar. Dia suka marah-marah, marah-marah karena apa? Dia mau baca firman nggak bisa, dia mau memuji Tuhan atau mendengar pujian nggak bisa. Akhirnya dia minta anaknya yang mungkin kadang kurang sabar untuk kadang-kadang menyetelkan lagu atau nyanyi di depan dia, ”Sekarang duduk di depan Bapak, ya, kamu nyanyi di depan Bapak.” Anaknya nggak tahan, nggak sabar, akhirnya dia marah-marah kayak gitu. Dia dari aktif, ketika semua itu sudah diambil dari hidupnya, dia bisa apa? Itu mungkin bisa menjadi penjara bagi kita, loh. Dan pada waktu hal itu terjadi, yang kita alami apa? Menggerutu? Kecewa? Lalu mulai patah semangat. Paulus bukan tipe seperti itu. Pada waktu dia ada di dalam kondisi yang dipikir orang mungkin ”ini bisa menghambat Injil”, justru penahanan yang Paulus terima makin memperluas Injil. Luar biasa.

Nah, ini saya kutip satu kalimat yang kemarin di KTB pengurus, pemuda. Baca buku dari All Things for Good-nya Thomas Watson. Dia ngomong kayak gini, saya bacakan aja, ya. Ini salah satu poin dari banyak poin, ya. Thomas Watson bilang, ya, dia bilang kayak gini, “Pelajari betapa kecilnya alasan yang kita miliki untuk menjadi tidak puas dengan pencobaan-pencobaan dan keadaan darurat yang kita hadapi.” Maksudnya adalah gini, pada waktu kita mengerti bahwa segala sesuatu itu adalah baik untuk kita dan Tuhan bekerja dalam hidup kita untuk kebaikan itu. Sebenarnya ada alasan cukup besar untuk kita menggerutu di hadapan Tuhan nggak? Thomas Watson bilang, ”Nggak. Nggak ada alasan itu. Itu terlalu kecil untuk membuat kita menggerutu di hadapan Tuhan.”

Lalu, dia mengambil ilustrasi yang menarik sekali. Kemarin saya ngomong ini, dr. Lidya ngomong kayak begini, ”Saya nggak tertarik kok, karena saya nggak butuh itu.” Maksudnya adalah dia menggunakan istilah kayak gini, coba bayangkan, ya. Kalau Bapak, Ibu ada orang bawa sekantong uang yang banyak, misalnya berapa? 1 M. Lalu orang itu lemparkan kantong itu kepada Bapak, Ibu lalu kena kepala. Sakit, kan? Tapi uang itu untuk Bapak, Ibu. Menggerutu, nggak? Marah, nggak? dr. Lidya kemarin, ”Saya nggak perlu uang itu, saya bisa berjuang sendiri.” Ya, puji Tuhan, ya. Tapi kalau kita butuh uang itu, terima nggak? Marah, nggak? Sakit loh kepalanya benjol loh. Nggak marah? Nggak, ya. Thomas Watson gunakan ilustrasi ini, mau ngomong kayak gini, ”Sakit Bapak, Ibu, stroke atau mungkin kecelakaan atau mungkin PHK atau mungkin kekecewaan yang diakibatkan oleh teman, penipuan orang. Bapak, Ibu bisa list banyak sekali. Itu semua adalah benjolnya di kepala, akibat apa? Ditimpa uang 1 M. Maksudnya adalah semua itu adalah sarana Tuhan yang digunakan untuk mendatangkan satu kekayaan berkat yang jauh lebih limpah dalam kehidupan kita, anak-anak Tuhan. Contohnya siapa? Paulus. Ketika dia mengalami pemenjaraan, pemenjaraan itu ternyata bukan membuat dia makin menciut, makin mementingkan diri sendiri, makin terbatas dan makin mulai mengasihani diri sendiri tapi justru makin memperkaya diri. Dia bisa menjadi berkat bagi banyak orang dan bahkan memperluas Injil. Itu Paulus. Dan itu adalah efek dari pembentukan Tuhan di dalam hidup Paulus.

Bapak, Ibu, Saudara, mau nggak dibentuk Tuhan seperti ini? Kalau kita mau, jangan sedikit-sedikit mengeluh. Jangan sedikit-sedikit patah hati. Jangan sedikit-sedikit mulai merasa kecewa dan mundur dalam melayani Tuhan. Jangan sedikit-sedikit komplain kepada Tuhan karena kesulitan-kesulitan yang Tuhan berikan. Lihat big picture-nya, lihat gambaran yang lebih luas yang Tuhan sedang kerjakan di dalam hidup kita melalui hal-hal itu. Saya yakin yang muncul bukan menggerutu, kecewa, komplain, tapi yang muncul adalah pujian dan ucapan syukur bagi Tuhan dan hidup kita akan terus berlangsung dan berkata bahwa hidup adalah Kristus, mati adalah keuntungan bagiku. Tuhan kiranya memberkati kita. Mari kita berdoa.

Kembali bersyukur, Bapa, untuk firman-Mu, untuk kebenaran-Mu. Kiranya Engkau boleh tolong kami, teladan yang Paulus berikan bagi kami itu boleh menjadi satu teladan yang juga kami teladani dan jalankan dalam hidup kami. Pimpin kami, ya Tuhan. Biarlah kami menjadi penerus dari pekabar Injil, penerus dari pekerjaan Tuhan, dan kehidupan kami walaupun banyak hal kami alami boleh menjadi pembentuk kami yang memperkaya kehidupan kami. Tolong sertai, ya Tuhan, dan kiranya segala sesuatu boleh kembali menjadi kemuliaan bagi nama Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin. (HS)