Ef, 3:1, 13
Saudara, ayat pertama pasal ketiga itu dimulai dengan satu kalimat, “Itulah sebabnya aku ini, Paulus, yang dipenjarakan karena Kristus Yesus untuk kamu orang-orang yang tidak mengenal Allah.” ‘Itulah sebabnya’, itu menunjukkan bahwa pasal yang ketiga itu memiliki kaitan dengan pasal sebelumnya. Apa yang menjadi alasan Paulus untuk melakukan hal yang berikutnya ini, itu adalah didasarkan pada apa yang dia sudah jelaskan di dalam pasal 2:11-22 terutama dari ayat 19-22. Itu yang menjadi alasan kemudian Paulus menuliskan pasal 3:1 dan seterusnya. Dan apa yang menjadi alasan itu, yaitu ketika orang menjadi percaya kepada Kristus, maka Alkitab bilang tidak ada lagi orang Yahudi dan orang non-Yahudi. Yang ada adalah satu. Satu itu siapa? Satu Tubuh Kristus yang terdiri dari orang Yahudi Kristen dan orang non-Yahudi Kristen yang hidup di dalam Kristus, yang dibangun di atas kebenaran firman Tuhan, pengajaran para rasul dan para nabi, dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru dan akan bertumbuh menjadi Bait Allah yang kudus. Saudara, ini yang menjadi dasar Paulus kemudian menuliskan alasannya di dalam pasal 3:1. Tetapi pada waktu kita membaca ayat yang pertama lalu masuk ke dalam ayat yang kedua, kesannya bagaimana? Kita akan menemukan ada satu kejanggalan. Ternyata Paulus tidak melanjutkan ayat pertamanya dengan memberikan satu alasan kenapa dia mengajarkan hal yang di atas tersebut. Tetapi dia membahas sesuatu yang berbeda, yang lain. Dia membatalkan logikanya untuk meneruskan kalimatnya, tetapi dia melompati itu dan baru diteruskan di dalam ayat 14. Di dalam ayat 14 itu dikatakan, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam Sorga dan di atas bumi menerima namanya.” Jadi dalam pemikiran Paulus, sebenernya, di dalam pasal 3:1 dia ingin lanjutkan kalimatnya itu dengan sesuatu doa yang dia naikkan kepada Bapa, melihat semua pekerjaan Tuhan yang Tuhan lakukan bagi orang-orang Yahudi dan non-Yahudi tersebut, dan ada satu kedamaian yang tidak mungkin tercapai sebelumnya di dalam kedua kelompok ini, tapi karena di dalam Kristus semua tembok pemisah itu dirobohkan dan mereka yang berseru bisa diperdamaikan, yang menyatakan bahwa mereka sudah diperdamaikan dengan Kristus dan dengan Allah sendiri. Itu membuat Paulus hanya bisa menaikkan doa syukur kepada Tuhan Allah, permohonan doa kepada Tuhan Allah. Tetapi sebelum dia menaikkan doa itu, dia terpikir sesuatu, lalu dia menuliskan apa yang menjadi pemikirannya tersebut di dalam ayat 2-13 tersebut.
Nah pada waktu dia melakukan lompatan seperti ini, ada orang yang mengira Paulus ini memang tidak logis sekali atau tidak sistematis di dalam berpikir sehingga mereka mulai mengecam pola pikir atau sistematika pemikiran daripada Paulus. Tetapi kita melihat, saya sangat percaya sekali itu bukan menjadi dasar kenapa Paulus melakukan lompatan pemikiran. Ada alasan yang kuat sekali kenapa Paulus menghentikan doanya sampai ayat 14 lalu mencatat apa yang kita baca dari ayat 2-13 tersebut. Nah kunci jawabannya itu ada di dalam ayat 13. Paulus bilang, “Sebab itu aku minta kepadamu, supaya kamu jangan tawar hati melihat kesesakanku karena kamu, karena kesesakanku itu adalah kemuliaanmu.” Jadi di dalam ayat 13 Paulus memberikan alasan kenapa dia berpikir yang berbeda dulu. Alasannya kenapa? Kenapa dia berbicara mengenai pemenjaraannya dan juga baru dari situ dia berbicara mengenai apa yang menjadi rahasia daripada rencana Tuhan, pemanggilan daripada diri dia sebagai seorang rasul yang diutus untuk memberitakan injil kepada orang-orang bukan Yahudi. Di situ Paulus berkata, tujuannya adalah karena dia merasa pemenjaraan terhadap diri dia itu bisa kemungkinan menjadi batu sandungan bagi orang-orang jemaat Efesus yang bukan Yahudi ataupun yang Yahudi untuk datang kepada Kristus. Jadi dalam pemikiran Paulus, dia khawatir kalau-kalau ketika mereka tahu bahwa dia dipenjarakan, maka mereka akan meninggalkan iman atau sulit untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Tapi pada waktu dia berpikir seperti itu, dia mulai menuliskan kenapa sebabnya dia mengalami itu semua di dalam ayat 2-13 tersebut.
Jadi, Bapak Ibu Saudara yang dikasihi Tuhan, dari sini kita bisa melihat bagaimana hati Paulus di dalam pelayanan. Saya sangat kagum sekali dengan motivasi hati daripada pelayanan rasul Paulus ini. Dia tidak pernah berfokus kepada diri dia sendiri. Dia tidak pernah menjadikan diri dia itu sebagai sesuatu sentral di dalam pelayanan. Dia tidak pernah melihat pelayanan itu adalah sesuatu yang berkaitan untuk kepentingan daripada diri dia. Bahkan di tengah-tengah penderitaan dia, di tengah -tengah pemenjaraan daripada diri dia, yang dia selalu pikirkan dan utamakan itu adalah orang lain, orang Kristen lain. Bagaimana keadaan dia jangan sampai membuat iman mereka kendor, iman mereka jatuh, bahkan sebalikannya harus terjadi, mereka harus bertumbuh di dalam melewati keadaan diri dia yang menderita tersebut. Jadi Saudara, saya percaya ini adalah sesuatu yang kita perlu pelajari dan miliki dalam kehidupan kita. Ketika kita melayani, ketika kita mengalami satu kesulitan dalam hidup kita, apa yang menjadi poin utama di situ? Kristuskah, atau diri kita? Jemaat punya imankah, atau kepentingan daripada diri kita? Itu perlu menjadi sesuatu yang kita gumulkan sebagai orang-orang Kristen yang sudah ditebus oleh Kristus. Seperti teladan yang Paulus sendiri berikan kepada orang-orang yang ada di dalam jemaat Efesus dan juga kepada diri kita.
Tapi di sisi lain, selain daripada kebenaran ini, Paulus juga ingin menyatakan satu hal bahwa definisi ‘berkat’ itu sering kali, atau definisi ‘berkat’ yang dinyatakan oleh Alkitab itu adalah sesuatu yang berbeda daripada definisi ‘berkat’ yang sering kali dimengerti oleh orang-orang Kristen saat ini ataupun saat itu. Kita sebagai orang yang katanya diberkati oleh Tuhan, kita sering kali mengerti berkat itu adalah sama dengan keadaan yang selalu aman, sama dengan keadaan yang tidak dapat mencelakai diri kita, sama dengan keadaan yang sehat dan kaya. Kalau Tuhan itu baik, Tuhan memiliki kuasa untuk mengatur sejarah, tidak ada 1 helaipun rambut yang bisa jatuh ke dunia, ke bumi, kalau Tuhan tidak izinkan itu jatuh. “Kalau Dia baik, Dia bisa mengatur segala sesuatu bahkan hal yang paling kecil sekalipun, seharusnya Dia memberikan kebaikan bagi diri kita. Kalau kebaikan dan berkat yang Tuhan berikan bagi diri kita itu bersumber dari Allah yang baik, itu berarti, kita sering definisikan, kita harus aman, nda boleh ada kesulitan, mungkin kesulitan boleh, tapi yang namanya penderitaan, yang namanya penyakit, yang namanya kemiskinan, itu bukan berkat daripada Tuhan.” Nah Saudara, saya lihat apa yang Paulus katakan di sini ketika dia bilang, “Aku dipenjarakan karena Kristus Yesus,” itu merubah semua konsep daripada berkat. Berkat memang bisa berkaitan dengan materi, dengan kondisi fisik yang baik, tapi Alkitab bilang itu bukan mutlak. Berkat di dalam Alkitab adalah seseorang bisa dalam keadaan yang sakit, seorang yang diberkati bisa adalah orang yang berada di dalam keadaan yang dicelakai oleh orang lain, seorang yang diberkati itu bisa berada dalam keadaan yang jatuh miskin. Itu semua bukan menyatakan dia bukan orang yang diberkati, tetapi mungkin justru ketika dia alami itu, dia adalah orang yang sedang diberkati oleh Tuhan Allah.
Saudara, kadang-kadang saya di dalam kehidupan ketika sharing dengan orang Kristen yang lain, mereka melihat, “Kenapa ya orang yang jahat itu ya, dia ndapernah sadar akan kondisi dia tetapi dia makin lama makin kaya, makin lama makin jauh sepertinya daripada Tuhan Allah, dan sulit sekali untuk dibawa kembali, karena dia bisa melakukan segala sesuatu dengan kekayaan yang dia miliki tersebut.” Waktu saya mendengar hal itu saya terpikir, tersadar satu hal, ternyata kekayaan belum tentu merupakan berkat daripada Tuhan, tetapi kekayaan mungkin adalah ujian dan cobaan yang Tuhan izinkan tiba atau berikan justru untuk memberikan kutukan bagi orang tersebut supaya dia tidak datang kepada kebenaran yang ada di dalam Kristus dan menyadari dosanya lalu bertobat daripada dosa dan datang kepada Kristus untuk mendapatkan satu penebusan dan perubahan hidup diri dia. Jadi ini adalah hal yang saya pikir kita perlu mengerti baik-baik sebagai orang Kristen. Orang yang melihat berkat dalam definisi aman selalu, tidak berpenyakit, tidak ada ancaman bahaya, sehat, kaya, itu adalah orang yang memiliki definisi yang sangat sempit sekali mengenai berkat Tuhan. Dan itu jauh daripada apa yang menjadi pengajaran Kitab Suci bagi kita mengenai berkat tersebut.
Nah yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah kenapa Tuhan mengizinkan anak-anak-Nya mengalami satu penderitaan atau kesulitan? Kenapa Tuhan izinkan anak-anak-Nya melalui pencobaan dan penganiayaan? Kenapa Tuhan mengizinkan rasul-Nya seperti Paulus untuk dipenjarakan ketika dia melayani Tuhan? Saudara, saya percaya ini bukan sesuatu yang mudah diterima oleh orang-orang Kristen sendiripun, yang namanya orang Kristen dianiaya itu sulit sekali untuk diterima. Bahkan kalau Saudara mempelajari pandangan dispensasionalis, mereka memiliki suatu pemahaman sebelum Kristus datang kedua kali ada masa tribulasi, penganiayaan yang hebat yang akan terjadi, dan bagi mereka pada waktu penganiayaan itu terjadi orang-orang percaya sudah tidak ada di dalam dunia ini lagi, mereka diangkat ke Sorga dan tinggal bersama-sama denga Tuhan di Sorga dan masa tribulasi itu berlalu. Tapi Alkitab berkata tribulasi justru dialami oleh anak-anak Tuhan juga. Ketika kita hidup dalam dunia ini yang namanya lalang dan gandum itu akan tumbuh bersama-sama, yang namanya suatu kehidupan yang diberkati dan baik dan yang dianiaya oleh yang jahat itu adalah sesuatu yang terjadi bersama-sama, dan yang namanya aniaya itu sudah dimulai sejak pada akhir zaman. Akhir zamannya kapan? Ketika Kristus datang ke dalam dunia ini, yang pertama kali, itu dicatat di dalam Ibrani pasal yang pertama, “pada zaman akhir ini Tuhan berbicara kepada umat-Nya melalui Anak Tunggal-Nya sendiri,” nah itu berarti kita sudah hidup di dalam zaman akhir sekarang ini, dan penganiayaan sudah ada mulai sejak zaman Kristus dan mulai dari gereja pertama atau abad pertama mula-mula tersebut.
Nah Saudara, kenapa anak Tuhan itu mengalami penderitaan, pencobaan atau penganiayaan, lalu sakit dalam hidupnya? Kenapa itu bukan sesuatu yang bisa dikatakan sebagai kutukan tetapi justru Alkitab berkata itu mungkin adalah berkat yang Tuhan berikan bagi anak-anak Tuhan ketika mereka mengalami itu semua? Dan bagaimana seseorang itu bisa memiliki suatu kekuatan untuk bisa melalui atau memiliki kemenangan terhadap penderitaan dan pencobaan itu dalam kehidupan mereka? Nah kita akan melihat pada kebenaran ini untuk bisa menolong kita di dalam melewati kondisi kita yang sulit melalui pengalaman dan teladan yang Paulus berikan dalam kehidupan kita melalui surat pasal 3 ayat 1 dan 13 ini. Nah Saudara, di dalam menghadapi penderitaan itu ada satu hal yang menarik sekali yang Paulus berikan kepada diri kita. Pada waktu dia mengalami penderitaan tersebut dan melihat orang-orang Kristen lainnya turut menderita, dia tidak seperti kebanyakan orang dunia umumnya yang melihat kesulitan itu lalu berusaha memberikan satu penghiburan bahwa keadaan akan baik-baik saja, “memang tidak semuanya sesuai dengan keinginan kita kok, hidup dalam dunia ini kadang-kadang rencana kita bisa gagal, kadang-kadang rencana kita bisa dihancurkan dan dirusak oleh orang lain, dan pada waktu itu terjadi ya tenang saja, semua akan baik-baik saja.” Saya lihat Paulus bukan tipe orang yang seperti ini ketika dia memberikan nasehat dan ketika dia memberikan nasehat bukan seperti ini itu juga bukan dikarenakan dia bukan tipe orang seperti itu, tapi yang menjadi latar belakangnya itu adalah firman yang dia hidupi dan dia imani, itu yang menjadikan dasar kenapa dia memberikan nasehat seperti yang nanti kita akan bahas dan kenapa dia memilih untuk memiliki kehidupan seperti yang dia alami saat itu walaupun berada di dalam penjara tersebut.
Jadi Saudara, pada waktu dia mengalami penderitaan, kesulitan, apa yang Paulus lakukan? Alkitab mencatat dia bukan hanya berdoa. Kadang-kadang kita ketika melihat keadaan yang sulit kita cuma berpikir, “saya cukup berdoa di hadapan Tuhan, meminta Tuhan mengubah keadaan dan tanpa saya melakukan sesuatu apapun maka keadaan akan bisa berubah dan baik sendiri.” Saya percaya itu juga bukan sesuatu yang diajarkan oleh Kitab Suci. Paulus berdoakah? Ada bagiannya Paulus berdoa. Kalau Saudara baca tadi ayat 14-21 Paulus mendoakan keadaan jemaat Efesus, Paulus mendoakan gereja Tuhan, Paulus mendoakan apa yang menjadi rencana Tuhan di dalam gerejaNya itu, itu menjadi doa yang Paulus naikkan. Tapi pada waktu Paulus berdoa, kita juga bisa melihat dia menghidupi apa yang dia imani itu dalam kehidupan dia lalu dia sungguh-sungguh menjalankan itu dan meminta orang Kristen yang lain turut meneladani kehidupan iman dia. Saudara, kita yang hidup sesuai dengan firman Tuhan yang baik, yang benar, dengan kesungguhan hati, kita memiliki hak untuk meminta orang lain meneladani kehidupan kita, jangan sungkan untuk meminta orang lain meneladani kita seakan-akan kita adalah orang yang rendah hati.
Saudara, di dalam dunia ini krisis yang seringkali terjadi dalam gereja adalah kita kurang teladan yang baik dan saya bersyukur sekali ada Pak Tong yang bisa memimpin dan memberikan teladan yang begitu baik di dalam pelayanan, pengorbanan di dalam mengikut Kristus dengan begitu besar sekali. Kakek-kakek usia 76 tahun yang keliling dunia 20 kota dan tetap memberitakan firman sampai hari ini masih ada tidak? Makin tua, saya pikir, orang ini kok nggak ada kata stop ya, makin tua kok orang ini nggak punya definisi “saya makin tua harus makin mengurangi pelayanan saya,” tapi justru dia di dalam usianya yang bertambah. Di dalam kekuatan fisik yang makin melemah di situ dia merasa waktunya terbatas, tidak banyak lagi, dan dia ingin harus sesegera mungkin, sebanyak mungkin tempat boleh dilayani untuk mendengarkan injil Tuhan. Saya pikir ini adalah suatu semangat yang kita perlu teladani, dan seperti misalnya kalau Pak Tong bilang, “kamu harus ikuti teladanku dalam hal ini,” itu bukan sesuatu yang salah tetapi sesuatu yang baik. Bukan cara hidup dia atau karakter dia dan sifat dia tetapi semangatnya di dalam melayani Tuhan dan mentaati Tuhan, itu harus kita teladani dalam hidup kita. Seperti halnya Paulus yang menginginkan jemaat Efesus dan orang Kristen meneladani dirinya dalam bagaimana dia menghadapi kesulitan dan penderitaan di dalam pelayanan yang dia hadapi tersebut. Jadi Saudara, Paulus adalah orang yang menjadikan firman hidup dalam diri dia, lalu dengan firman hidup dalam diri dia dia memiliki otoritas dan hak untuk membawa orang lain meneladani kehidupan dia. Kalau kita nda bisa mengikut Tuhan, kalau kita bukan orang yang setia kepada Tuhan dan tidak bisa menundukkan diri kita di bawah kebenaran firman Tuhan, kita nda layak untuk memimpin orang sebenarnya. Jadi kalau kita ingin dianggap sebagai pemimpin yang dihormati orang dalam gereja, tolong tanya kepada diri: “Saya sudah mentaati firman Tuhan dengan baik belum? Saya sudah menjadi teladan belum dalam kehidupan saya? Adakah firman hidup dalam kehidupan saya?” baru kita boleh menjadi seorang pemimpin dan menuntut orang lain memiliki kehidupan seperti kehidupan kita mentaati Tuhan Allah.
Nah Saudara, pada waktu Paulus menghadapi penderitaan apa yang dia lakukan? Bagaimana dia bisa memiliki suatu kekuatan di dalam melewati itu? Nah hal pertama yang kita bisa lihat dari pada apa yang dikatakan oleh Paulus disini adalah pada waktu dia mengalami penderitaan, dia melewati penderitaan itu tanpa adanya rasa curiga, dia tidak memiliki perasaan curiga atau hati yang menggerutu kepada Tuhan di saat dia masuk ke dalam penderitaan tersebut. Saudara boleh baca di dalam tulisan-tulisan, surat-surat Paulus, dan Saudara tidak akan pernah mendapatkan satu keluhan dimana Paulus berkata, “Tuhan kok begini ya pada saya? Kenapa Dia izinkan semua ini terjadi dalam hidup saya? Kelihatannya kok Dia jahat ya, saya sudah melayani Dia sekian lama dengan begitu sungguh-sungguh bahkan melampaui daripada rasul-rasul yang lain, kalau saya sudah melayani begitu kuat kenapa Tuhan izinkan saya dipenjarakan padahal saya memberitakan injil Tuhan?” Nda ada kalimat seperti itu pernah keluar dari pada mulut Paulus. Tapi Saudara, itu seringkali kita dengar keluar ddari pada mulut orang Kristen. Saya di dalam pelayanan, ketika mengajar juga, atau ketika kunjungan, kadang-kadang saya suka mendengar orang berkata seperti ini, “Tuhan itu baik lho,” kenapa Bu atau Pak baik? “Iya, Dia itu pada waktu anak saya kecelakaan, mungkin karena dia terburu-buru bawa motor akhirnya dia tabrakan seperti itu, tapi ketika dia mengalami luka yang cukup parah itu akhirnya Tuhan menyembuhkan dia, dia tidak mengalami kecelakaan yang membawa kepada maut, Tuhan itu baik lho bagi keluarga saya.” Ada orang lagi yang mengatakan, “anak saya sakit, lalu ketika saya sudah begitu melayani Tuhan, ketika tumbuh besar dia dalam kondisi yang sakit, lalu saya berdoa kepada Tuhan dan Tuhan menjawab doa saya, sakitnya disembuhkan, kalau dia sampai terus sakit dia mungkin akan menjadi orang yang cacat tetapi Tuhan begitu baik dan menyembuhkan diri dia.”
Saudara, pada waktu mendengar ini saya juga turut bersyukur, saya juga turut senang mendengar kesaksian seperti ini dan bagaimana Tuhan bekerja dalam kehidupan orang-orang seperti ini, tapi yang menjadi pertanyaan itu adalah bagaimana kalau Tuhan seandainya tidak sembuhkan anak ini? Bagaimana seandainya kalau Tuhan membiarkan anaknya itu mati dalam kecelakaan? Apakah kita masih bisa berkata, “Tuhan itu baik lho”? Ketika kita sibuk melayani Tuhan, dan mengorbankan banyak waktu dan bahkan mungkin untuk keluarga demi untuk pelayanan kepada Tuhan, lalu kita suatu hari disadarkan keluargaku ada yang sakit berat. Lalu di situ kita berdoa, mungkin anak semata wayang yang menderita sakit, kita berdoa pada Tuhan meminta kesembuhan, pertolongan dari Tuhan, lalu Tuhan tidak memberikan kesembuhan, saya mau tanya: iman kita menjadi kendor nggak? Pelayanan kita menjadi mundur tidak? Pada waktu saya tanyakan ini, mereka kadang bilang, “Ya, mungkin saya akan kecewa kepada Tuhan, karena saya sudah melayani Dia dengan begitu giat tapi kenapa Tuhan tidak menyembuhkan anak saya yang sakit atau menyelamatkan dia dari kecelakaan.” Ada kemungkinan seperti ini. Nah Saudara, dari sini saya kemudian mendapatkan satu kesimpulan, ketika Tuhan memberikan satu mukjizatNya kepada kita, apakah itu kesembuhan ataukah hal-hal yang lain dalam hidup kita, jangan merasa senang terlebih dahulu, boleh sih bersukacita dan bersyukur, tetapi jangan merasa itu karena imanku kuat, karena imanku pada Tuhan yang betul-betul percaya Dia sanggup menolongku dan menyembuhkan maka Tuhan memberikan itu. Saudara, mungkin karena Tuhan tahu iman kita itu terlalu lemah, terlalu rapuh yang mudah mencela Tuhan atau mempertanyakan kebaikan Tuhan dan menjadi kecewa kepada Tuhan kalau Tuhan tidak menjawab apa yang menjadi permohonan doa kita. Jadi hati-hati. Orang yang kuat dalam iman mungkin Tuhan tidak memberikan kesembuhan tapi justru Tuhan biarkan dia hidup di dalam satu penyakit dalam diri dia seumur hidup dia. Orang yang kuat dalam imannya mungkin Tuhan akan izinkan dia hidup mengalami pergumulan yang cukup sulit seumur hidup dia. Paulus sendiri sampai dia mati Tuhan bilang selalu ada duri dalam daging dalam hidup dia yang tidak akan pernah Tuhan keluarkan atau lepaskan atau sembuhkan. Ada orang yang berkata kemungkinan itu sakit mata yang dia harus derita seumur hidup dia. Tapi justru dalam keadaan seperti ini disitu Tuhan berkata Paulus menyadari satu hal: di tengah-tengah kelemahan dia di situlah kasih karunia Tuhan itu semakin limpah, di tengah-tengah kelemahan dia di situlah nama Tuhan justru dinyatakan dalam kehidupan dia. Saya lihat Tuhan kita adalah Tuhan yang senang untuk mendapatkan pujian dan kemuliaan seperti ini, Tuhan kita adalah Tuhan yang senang kalau anak-anakNya itu mengharapkan pertolongan, keselamatan dari pada Tuhan mereka, ini adalah hal yang Alkitab nyatakan dalam kehidupan kita, supaya apa? Bukan kita yang ditinggikan dan dibesarkan tetapi justru Tuhan yang ditinggikan dan dibesarkan namaNya.
Saudara, pada waktu Paulus mengalami penderitaan itu dia tidak menggerutu, dia tidak menjadi kecewa, tetapi justru ketika dia mengalami suatu penderitaan itu dalam kehidupan dia dia kemudian mulai mengajak kita untuk bersyukur kepada Tuhan. Di dalam ayat 13 di situ dikatakan, “Sebab itu aku meminta kepadamu supaya kamu jangan tawar hati melihat kesesakanku karena kesesakanku itu adalah kemuliaanmu.” Jadi “kamu jangan tawar hati melihat kesesakanku” itu dalam pengertian lain adalah kamu jangan menjadi kecewa, jangan menjadi putus asa di dalam melihat kondisi keadaanku ini tetapi justru itu adalah untuk kemuliaanmu. Jadi dalam keadaan seperti ini kita harus bagaimana di dalam melihat orang percaya yang menderita atau Paulus yang menderita tersebut? Sebenarnya di balik itu Paulus ingin berkata, “kamu tetaplah bersyukur kepada Tuhan Allah ketika engkau melihat keadaanku seperti ini karena apa yang aku alami, penderitaan ini, bukan untuk menghambat diriku atau menyulitkan diriku tetapi untuk kemuliaan bagi namamu dan kemajuan dari pada injil Tuhan.”
Nah Saudara, saya lihat ini adalah hal yang penting ya, bersyukur di tengah-tengah penderitaan. Paulus bukan tipe orang yang ketika melihat penderitaan lalu dia berkata, “Ya, ada yang baik ada yang jahat, kadang-kadang kita bisa jatuh, kadang-kadang kita mengalami kesulitan di tengah-tengah sesuatu yang baik, lalu bagaimana? Ya coba jaga keseimbangan antara baik dan jahat itu, coba berusaha untuk hidup sebaik mungkin, sebijak mungkin diantara keseimbangan itu dengan kekuatanmu, coba bertahan di dalam melewati kesulitan itu maka di situ engkau akan mendapatkan kekuatan untuk bisa melewati itu dan keadaan pasti membaik di depan,” Paulus ndaseperti ini. Tapi Paulus mengajak kita untuk bersyukur atas keadaan tersebut. Saudara, saya mau tanya, diantara dua keadaan ini mana yang lebih baik? Ketika mengalami penderitaan, kesulitan kita bersyukur atau mengalami penderitaan-kesulitan lalu kita belajar sabar, tabah, kuat dan dengan kemampuan kita balajar menjaga keseimbangan antara baik dan jahat itu dan menjalani dengan semampu kita melewati kesulitan itu, mana yang lebih baik? Bersyukur? Kenapa bersyukur lebih baik? Jujur, waktu menderita bersyukur nggak? Jarang ya? Sekarang belajar bersyukur ya. Tapi sebelum kita belajar bersyukur saya mau tanya kenapa bersyukur lebih baik, kenapa perlu bersyukur dalam menghadapi keadaan seperti ini? Kira-kira kenapa? Ada yang bisa jawab? Kalau kita melihat keadaan kita yang sulit lalu dengan kekuatan berusaha untuk melewati keadaan itu berarti kita masih memiliki suatu kehidupan yang terombang-ambing oleh keadaan dan dikuasai oleh keadaan dan dipengaruhi oleh keadaan, tapi kalau kita bisa bersyukur di tengah-tengah penderitaan dan kesulitan, pencobaan yang kita alami itu berarti kita sudah melampaui keadaan dalam hidup kita. Alkitab bilang, dan Paulus meneladankan kepada kita jangan hanya tunduk di bawah keadaan, jangan hanya bisa mengikuti keadaan yang bagaimana sulitnya itu lalu kita seperti arus yang diarahkan melalui keadaan tersebut, tapi cobalah bersyukur, maksudnya apa? Cobalah melihat melampaui keadaan yang sulit itu dan jangan hanya terpaku dengan keadaan itu lalu akhirnya kamu jatuh di dalam suatu penghidupan yang mengasihani dirimu dan cuma bisa melewati keadaan yang sulit itu dengan suatu penderitaan dan kesusahan dan kekuatan yang sulit sekali, semampu kita, sekuat tenaga kita tapi dengan mungkin berdarah-darah, seperti itu. Pada waktu kita bersyukur pada Tuhan, Paulus sebenarnya mengajak kita melihat di tengah-tengah kesulitan itu tetap ada suatu kebaikan yang Tuhan izinkan, tetap ada sesuatu pengharapan yang kita bisa tetap pelihara dan pertahankan dalam hati kita. Karena apa? Pada waktu kita bersyukur maka kita bukan hanya diajak melihat pada keadaan yang sulit tapi kita diajak untuk melihat pada rencana Tuhan dalam kehidupan kita itu bagaimana.
Jadi Saudara, ada hal yang kita perlu lihat pada waktu kita jalani hidup ini ada Tuhan yang memimpin, pada waktu kita mengalami suatu permasalahan dalam hidup ini kita tahu ini ada dalam pemeliharaan Tuhan yang membawa kita masuk ke dalam kondisi itu walau kita tidak menghendakinya tapi kita masuk ke dalam kondisi tersebut, ada satu penggenapan rencana Tuhan yang sedang Tuhan kerjakan di dalam kehidupan kita. Kalau kita bisa melihat semua kebenaran ini dari situ kita pasti bisa bersyukur kepada Tuhan Allah, tanpa ini kita nda mungkin bisa bersyukur pada Tuhan. Jadi pada waktu kesulitan kita memaksa diri untuk bersyukur itu berarti kita sedang memaksa diri untuk melihat kepada Tuhan dan rencana Tuhan di dalam kehidupan kita untuk melalui keadaan kita yang sulit tersebut, dan Saudara pasti akan memiliki suatu kekuatan di dalam melewati itu. Saudara, misalnya di dalam Filipi 1:12 Paulus berkata seperti ini, “Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil,” maksudnya apa? Filipi adalah surat yang ditulis Paulus ketika dia ada di dalam penjara. Pada waktu dia dala penjara dia bilang, “saudara tahu tidak, apa yang aku alami adalah sesuatu yang justru untuk menjadi tujuan memajukan injil,” artinya apa? Dia bisa tahu, dia melihat ke atas, ketika dia melihat ke atas, rencana Tuhan dalam hidup dia, dia tahu Tuhan tetap memakai dia dalam kondisi diperangkap atau dikurung dalam penjara untuk sesuatu yang baik, dengan membangun iman dari pada orang-orang lain dan membawa mereka mengenal Tuhan.
Jadi Saudara, kita perlu melihat ke atas dan lihat rencana Tuhan dalam kehidupan kita. Tapi yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apa yang membuat Paulus memiliki kekuatan seperti ini? Apa yang membuat Paulus dapat tenang di dalam menghadapi keadaan yang sulit ini? Lalu di dalam keadaan yang sulit itu dia bisa tenang, dia bisa sabar, dan dia bisa melihat kepada Tuhan dan bersukacita. Kita seringkali dalam keadaan yang kacau, dalam keadaan yang terhimpit, bukankah kita lebih dikuasai dengan suatu kegelisahan hati bukan ketenangan, tapi kenapa Paulus bisa mengalami ketenangan itu dalam kehidupan dia? Apakah karena memang natur dasar dia, karakter dasar dia itu adalah orang yang sabar dan tenang dan baik, yang kuat? Saudara, saya pikir kalau Saudara baca kehidupan Paulus sebelum dia bertobat, saya yakin kita nggak akan berkata dia orang yang sabar, yang tenang, yang begitu kuat seperti itu ya. Tetapi dia adalah orang yang bisa dikatakan tidak sabaran, kejam, bahkan ada orang yang berkata, mungkin dia adalah orang yang gampang depresi. Kenapa begitu? Coba lihat, ketika Stefanus dirajam di depan dia, dia bagaimana? Dia tenang saja berdiri di situ mengamati kekejaman terjadi di depan mata dia dan dia menjagai jubah orang-orang yang merajam mati Stefanus. Dan ketika dia melihat ini adalah sesuatu yang benar, dia meminta surat daripada Imam Besar, lalu pergi menangkapi satu per satu daripada orang Kristen, bukan cuma menangkapi dan memenjarakan, dia menganiaya mereka dan bahkan membunuh mereka karena mereka mengikut Yesus Kristus.
Saudara, ini adalah satu hal yang saya pikir sifat yang betul-betul kasar, keras, tidak sabaran, dan mungkin ada kejamnya seperti itu, dan ada yang mengatakan, mungkin agak sedikit kurang waras dalam menghadapi keadaan seperti ini. Tapi Saudara, pada waktu dia menghadapi keadaan yang menderita dalam kehidupan dia dan jemaat, mungkin ada satu bagian di mana kita bisa menjadikan sebagai satu petunjuk, dia memang sifatnya seperti ini. Pada waktu dia melihat Markus, yang meninggalkan pelayanan, apa yang dia lakukan? Dia ribut besar dengan Barnabas, gara-gara Markus meninggalkan pelayanan, dan Barnabas ingin tetap mempertahankan Markus. Tapi Paulus nggak mau, dia bilang, ‘Orang yang meninggalkan pelayanan, tengah-tengah pelayanan itu, tidak baik untuk diajak.’ Akhirnya, mereka ribut. Barnabas pergi, Paulus pergi dengan Silas, tapi Barnabas pergi dengan Markus. Nah Alkitab mencatat, justru apa yang dilakukan oleh Barnabas, itu adalah satu hal yang benar. Ternyata Markus menjadi baik, lalu dia bahkan menulis Injil Markus di situ, dan Paulus ketika di hari tuanya berkata, ‘Tolong panggil Markus karena dia punya pekerjaan penting bagi diriku.’Nah Saudara, orang yang begitu keras, yang tidak sabar, yang sulit menerima kelemahan orang lain, bisa menjadi berkata, ‘Aku butuh dia, pelayanan dia penting bagiku.’ Saat menghadapi penderitaan, dia bukan menjadi orang yang mengasihani diri lalu mulai menangisi diri. Tapi dia memiliki kekuatan untuk menguatkan orang lain dan sabar ketika orang lain menekan dia dan mempertanyakan kerasulan daripada diri dia. Dia begitu sabar sekali. Kenapa bisa begitu? Nah saya percaya, ini bukan karena sifat dasarnya. Tetapi karena dia betul-betul menggumulkan firman Tuhan dalam kehidupan dia.
Saudara, pada waktu kita menghadapi satu keadaan yang sulit, ada 3 hal yang kita perlu pertimbangkan, atau kita perlu sadari dengan baik. Yaitu pertama adalah, kita tidak boleh jatuh dalam sikap mengasihani diri. Yang kedua adalah kita harus bisa melihat dengan jelas, keadaan yang sedang menimpa kita ini karena apa. Lalu yang ketiga adalah, kita tidak boleh memelihara sikap hati yang mencurigai Tuhan dalam keadaan yang kita alami ini. Tapi kita harus memiliki satu kesadaran: apa yang kita alami, pasti sesuatu yang baik, yang diberikan oleh Tuhan Allah. Kalau kita memiliki sikap seperti ini ya, kita tidak mengasihani diri, kita melihat Tuhan itu baik, saya yakin kita akan memiliki kemampuan untuk melihat keadaan yang sedang kita alami secara jelas, apa yang kita sedang alami, penyebabnya apa, dan tujuannya untuk apa. Dan Paulus pada waktu dia dipenjarakan itu, dia tahu satu hal. Dia mulai melihat diri. Faktanya apa? Saya dipenjarakan. Pada waktu saya dipenjarakan, akibatnya apa? Orang-orang jemaat Efesus mengetahui saya dipenjarakan. Apakah yang akan terjadi kalau mereka tahu saya dipenjarakan? Mungkin iman mereka akan kendor, mereka menjadi patah semangat. Lalu apa yang harus dilakukan? Dia mulai menguji diri. Dia coba lihat: ‘Ada nggak motivasi lain yang membuat saya dipenjarakan? Apakah karena saya melakukan dosa? Apakah karena saya melakukan sesuatu yang melanggar hukum dalam hidup saya? Apakah saya melakukan sesuatu yang jahat kepada orang lain sehingga saya dipenjarakan?’ Dan di dalam dia melihat keadaan itu. Dia menemukan satu hal: Aku tidak dipenjarakan karena aku melanggar hukum, atau karena Nero itu adalah Kaisar yang berkuasa atas kehidupanku. Tetapi dia sadar satu hal: dia dipenjarakan karena Kristus.
Nah ini tadi saya di awal berkata, ‘Paulus adalah orang yang sungguh-sungguh memiliki hati yang murni sekali. Di dalam pelayanan, dia tidak pernah memikirkan pelayanan itu untuk kepentingan diri dia, tetapi seluruhnya adalah untuk kemuliaan daripada nama Kristus. Pada waktu dia mendapatkan suatu pemenjaraan atau penderitaan dalam hidup dia, dia bisa berkata dengan jujur dan terus terang, ‘Aku alami ini semua karena Kristus dan bukan karena kesalahanku, atau dosaku, atau karena Kaisar Nero itu yang jahat. Tetapi karena Kristus.’Saudara, pada waktu kita mengalami penderitaan, kesulitan, atau pencobaan. Saya mau tanya, dapatkah orang melihat Kristus hidup dalam diri kita? Pada waktu kita mengalami semua itu, dapatkah kita berkata, ‘Justru melalui itu, Injil Tuhan bisa dikembangkan, diperlebar, diperluas.’ Atau justru membuat orang menolak Injil Tuhan melalui kehidupan penderitaan kita dan mempertanyakan ketuhanan daripada Kristus melalui kehidupan kita yang menderita ini? Paulus bukan orang seperti ini. Justru dalam pemenjaraan, dia bisa yakin bahwa itu adalah semua karena Kristus dan untuk kemajuan daripada Injil Tuhan.
Nah ada satu hal yang saya harus katakan. Setiap orang percaya, atau setiap orang yang beribadah kepada Kristus pasti mengalami derajat penderitaan tertentu dalam hidup dia. Tidak ada orang yang beribadah kepada Kristus, yang tidak menderita. Kita buka 2 Timotius 3:12. Kita baca bersama-sama, “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.“Ada orang Kristen yang bisa tidak menderita ketika mengikut Kristus? Paulus bilang tidak ada. Semua pasti menderita. Menderita apa? Aniaya. Aniaya jangan dimengerti: ada orang yang menganiaya kita, mencambuk kita, memenjarakan kita, memukuli kita. Belum tentu seperti itu. Tetapi penderitaan itu bisa muncul daripada penyangkalan diri kita terhadap karakter dasar kita. Karakter kita, kebiasaan kita yang tidak sesuai dengan firman Tuhan, itu bisa mengakibatkan penderitaan. Tadi saya bilang, kenapa Paulus di dalam menghadapi kesulitan, dia bisa berubah sekali. Atau di dalam kehidupannya, dia mengalami perubahan yang begitu besar? Itu karena dia menyangkal diri dia. Dia belajar untuk menghidupi firman dalam kehidupan dia. Dia belajar untuk mengerti apa yang menjadi tujuan Tuhan melalui kesulitan yang dia alami dalam kehidupan dia.
Saudara, jangan sekali-kali menjadikan kebiasaan kita, kelemahan kita, atau karakter berdosa kita untuk menjadikan alat untuk membenarkan diri kita. Kita kadang-kadang berkata, ketika orang lain menegur kita, “Kenapa kamu marah-marah begitu?” “Ya memang saya bawaannya marah-marah. Jadi kamu terima dong kalau saya marah-marah!”“Kenapa kamu seperti ini?” “Ya memang saya orangnya sudah seperti ini, jadi jangan mengharap mengubah saya, tetapi kamu yang berubah untuk mengerti saya.” Saudara, jangan sekali-kali keluarin kalimat seperti ini. Kita harus mengubah diri kita kalau karakter kita, sifat kita, kebiasaan kita tidak sesuai dengan apa yang menjadi kebenaran firman Tuhan. Dan kita harus tumbuh di dalam karakter yang Tuhan Kristus sendiri miliki melalui firman yang Dia nyatakan bagi diri kita.
Dan terakhir, apa yang membuat Paulus memiliki kekuatan seperti ini? Karena Paulus adalah orang yang memiliki kuasa kebangkitan Kristus di dalam kehidupan dia. Kita buka Filipi 3:10, kita baca bersama-sama, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaanNya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya.”Saudara, kalau Paulus dibiarkan menghadapi penderitaan itu dengan kekuatan dia sendiri, saya percaya dia pasti hancur, dia pasti gagal. Itu sebabnya di dalam Filipi 3:10, Paulus beritahu kita satu kunci rahasia kenapa kita bisa kuat dalam menghadapi penderitaan, selain dari kemampuan kita melihat keadaan dari sudut kacamata Tuhan, Paulus juga berkata, “Karena di dalam setiap orang percaya, ada kuasa kebangkitan Kristus.” Kuasa kebangkitan menyatakan kuasa yang menang atas penderitaan dan kematian. Itu yang membuat dia memiliki kekuatan untuk menjalankan kehidupan dia yang sulit dan penuh dengan penderitaan tersebut, demi Injil diberitakan. Kiranya firman ini boleh menjadi satu kekuatan bagi diri kita dan satu pengharapan untuk kita melewati kehidupan kita yang mungkin ada dalam satu kesulitan atau pencobaan dan penderitaan. Kiranya Tuhan boleh memberkati kita.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]