Ef 4:1
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, hari ini kita masuk ke dalam pasal yang ke-4. Tapi sebelum kita membahas satu persatu dari pada bagian ini, saya mau ajak kita melihat ayat yang pertama, satu ayat yang penting yang menjadi jembatan antara pasal yang ke-1 sampai 3 dengan pasal yang ke-4 sampai pasal yang ke-6. Pasal ke-4 ayat yang pertama itu berbicara mengenai adanya satu relasi antara apa yang Tuhan sudah lakukan dalam kehidupan kita sebelumnya dengan apa yang harus kita lakukan sebagai orang-orang yang telah dipanggil dalam kehidupan kita setelah panggilan itu terjadi. Nah itu sebabnya, di dalam ayat pertama ini ada dua kata yang kita tidak boleh lewatkan. Pertama adalah kata “sebab itu,” dan kedua itu adalah kata “supaya.” Saudara, kata “sebab itu” menunjukkan bahwa pasal 4 menjadi sesuatu penyambung dari pasal 1-3. “Sebab itu” berarti pasal 4 itu, dan seterusnnya, menjadi satu konsekuensi natural yang kita akan alami dalam kehidupan kita ketika Tuhan sudah menjalankan semua rencana yang direncanakan oleh Tuhan di dalam kekekalan bagi diri kita, dan ini berarti bahwa apa yang Tuhan ajarkan, apa yang Tuhan kerjakan, kebenaran firman yang Tuhan nyatakan bagi diri kita, atau pengajaran firman dan doktrin itu adalah sesuatu yang tidak boleh dipisahkan dari praktika kehidupan dari pada orang-orang Kristen di dalam dunia ini.
Kadang-kadang di dalam gereja sendiri ada satu asumsi atau anggapan ada dua kelompok orang Kristen. Pertama adalah kelompok orang yang menekankan pada firman, orang yang menekankan pada doktrin dan pengajaran, sehingga ketika mereka hidup mereka betul-betul memfokuskan diri untuk belajar firman, belajar firman, dan belajar firman, tetapi apa yang menjadi kehidupan, kesaksian itu menjadi hal yang agak diabaikan dan tidak terlalu diutamakan dan dipentingkan dalam kehidupan dia. Tapi di sisi lain ada kelompok orang Kristen yang berpikir untuk apa belajar doktrin terlalu mendalam, untuk apa belajar teologi, untuk apa kita mengenal firman atau mengenal Allah dengan terlalu banyak dan bahkan membahas hal-hal yang kelihatannya tidak terlalu berkaitan dengan kehidupan kita; sehingga bagi mereka yang utama itu adalah bukan pada doktrin dan pengajaran, tetapi yang utama adalah pada perbuatan yang kita lakukan, pada kehidupan, pada perbuatan baik, pada hal-hal yang berkaitan dengan sosial yang kita bisa lakukan di dalam masyarakat untuk menyatakan bahwa kita adalah orang-orang Kristen, sedang pengetahuan akan firman, pengenalan akan Allah itu tidak terlalu menjadi persoalan yang penting.
Nah dari dua kelompok orang Kristen seperti ini kalau kita tanya mana yang lebih baik, saya yakin kita akan berkata, “jangan melihat ada yang lebih baik daripada yang lain.” Saya berkata, satu sisi ini adalah satu kalimat yang benar ya. Satu sisi ketika kita melihat ada yang menekankan pada doktrin, ada yang menekankan pada perbuatan, sebenarnya dua-duanya mengandung kekurangan. Karena pada waktu kita berbicara mengenai doktrin, sebenarnya Alkitab ajarkan kita tidak bisa hanya fokus pada doktrin saja tetapi kita harus melihat pada perbuatan yang kita lakukan yang didasarkan pada doktrin juga adalah hal yang penting. Pada waktu seseorang itu mengutamakan perbuatan, kebaikan yang dikerjakan dalam dunia ini, maka kebaikan perbuatan itu tidak mungkin bisa berkenan di hadapan Allah kalau itu tidak didasarkan pada pengajaran firman dan mengetahui kehendak Allah yang sesungguhnya itu seperti apa. Itu adalah dua hal yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Kalau kita memisahkan itu maka mungkin kita akan beranggapan, “Sudah, tidak usah diperdebatkan, sama-sama gereja itu sama-sama saling mengisi; sama-sama gereja itu sama-sama saling melengkapi satu dengan yang lain; karena itu kita jangan mengklaim diri yang paling benar satu dengan yang lain.” Saya percaya ada bagian itu, dimana gereja punya pelayanan yang satu dengan pelayanan yang lain itu saling melengkapi, tapi ada syarat dibalik itu: apakah gereja itu adalah gereja yang sejati yang menekankan pada firman Tuhan atau tidak, apakah gereja itu sungguh-sungguh adalah gereja Tuhan? Kalau itu adalah gereja Tuhan, ciri-ciri dari gereja yang sejati ada di dalam bagian itu, saya percaya semua gereja itu adalah satu Tubuh Kristus yang saling melengkapi satu sama lain di dalam pelayanan di tengah-tengah dunia.
Tapi pada bagian ini, kalau kita melihat ada dua kelompok orang seperti itu, yang satu menekankan firman, yang satu menekankan pada perbuatan, ini bukan pengajaran firman Tuhan. Alkitab berkata antara dua hal ini adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan sama sekali, dua hal ini adalah dua hal yang saling berkaitan dengan erat sekali, dan justru saling bergantung antara satu dengan yang lain. Dan yang menjadi pengetahuan dasar kita akan firman itu yang menjadi dasar bagi kita untuk melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan atau pelayanan di dalam kehidupan kita di tengah-tengah dunia ini. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, karena itu kita perlu mengerti apa yang menjadi dasar panggilan kita. Tanpa kita mengerti dasar panggilan kita maka kita akan mengalami kesulitan hidup sebagai orang-orang Kristen. Bukan hanya kesulitan hidup, yang lebih ringan mungkin kesulitan hidup, tetapi yang beresiko lebih fatal lagi adalah sebenarnya apa yang kita lakukan sungguhkah bersumber dari Tuhan Allah, yang dikehendaki oleh Tuhan Allah atau tidak? itu yang perlu kita pertimbangkan, perlu kita gumulkan dalam kehidupan kita. Tapi andaikan kita adalah orang Kristen dan kita adalah sungguh-sungguh orang yang percaya kepada Kristus, tetapi kalau kita tidak mengenal firman Tuhan dengan lebih mendalam seperti yang Tuhan ingin nyatakan bagi diri kita, apa yang akan terjadi dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen? Saya pikir kalau kita tidak mengerti kehendak Tuhan, tidak mengerti apa yang Tuhan sudah kerjakan dalam kehidupan kita, tidak mengerti ada kuasa yang Tuhan sudah sediakan bagi diri kita untuk menolong kita dalam menjalankan kehidupan Kristen di tengah-tengah dunia ini, maka kita akan mengalami suatu kesulitan yang cukup berat untuk menggumulkan dan menjalankan kehidupan kita sebagai saksi Tuhan di tengah-tengah dunia ini.
Makanya tadi saya katakan sangat perlu untuk mengerti firman Tuhan, sangat perlu mengerti kehendak Tuhan, sangat perlu mengerti apa yang menjadi konsekuensi ketika kita hidup di dalam panggilan kita sebagai orang Kristen, terutama ketika kita hidup di tengah-tengah dunia yang mayoritas bukan orang percaya dan kita menjadi minoritas. Saya ambil contoh seperti ini, di dalam Alkitab kita diminta untuk memiliki satu kerendahan hati, nanti kita akan bahas dalam pertemuan berikutnya, orang Kristen diminta untuk merendahkan diri atau rendah hati. Rendah hati itu salah satu artinya apa? Salah satu artinya adalah kita mendahulukan orang lain, kepentingan orang lain daripada kepentingan diri kita sendiri. Pada waktu kita lihat ada pendapat orang, ada pendapat diri, kita perlu mendahulukan apa yang menjadi pendapat orang daripada pendapat diri, mungkin, salah satu aspek dari kerendahan hati. Atau kita lihat ada sesuatu yang baik untuk orang, ada sesuatu yang baik untuk diri, pada waktu kita melihat hal ini, “untuk diriku baik tapi kalau aku ambil itu untuk diriku terlebih dahulu maka saya tidak bisa melakukan kebaikan bagi orang lain,” lalu apa yang kita lakukan? Kita mendahulukan orang atau kita mendahulukan diri kita sendiri, yang kita pilih yang mana? Alkitab bilang kita perlu mendahulukan orang lain daripada mendahulukan diri, kita perlu belajar melayani orang lain daripada kita melayani diri kita sendiri, bukan meminta orang lain melayani diri kita dan mementingkan diri kita tetapi kita justru mementingkan orang lain dan melakukan apa yang baik bagi orang lain daripada diri kita. Di dalam Pembinaan Pemuda kemarin kita bahas aspek daripada kerendahan hati itu adalah satu aspek yang harus dimiliki oleh orang Kristen yang sejati. Dan di dalam aspek kerendahan hati itu ada faktor-faktor yang membuat kita bisa merendahkan hati: pertama adalah menyadari kalau hidup kita, talenta, karunia yang kita miliki itu adalah berasal dari Tuhan sepenuhnya; kedua, kita bisa menjadi diri kita sendiri itu tidak pernah terlepas dari pada apa yang menjadi pembentukan dan pengajaran dari orangtua kita dan juga pengaruh dari pada masyarakat dan teman-teman kita, khususnya orang-orang yang dekat dengan diri kita, dan baru kemudian ada bagian dimana potensi itu kita usahakan dan kita tekuni dan kita sungguh-sungguh latih dengan kedisiplinan, baru itu membentuk diri kita. Dari aspek ini, kalau kita lihat Allah, keluarga, orangtua, orang lain, baru diri, siapa yang harus kita utamakan terlebih dahulu? Dan kita berada di posisi yang mana? Saya pikir yang pertama adalah pasti Tuhan, yang kedua adalah orang lain, dan yang ketiga adalah diri kita sendiri. Itu adalah orang yang rendah hati.
Tapi pada waktu kita melihat prinsip ini, kita komparasikan dengan prinsip dunia, dunia berkata apa? “Kamu itu bodoh ya kalau memikirkan segala sesuatu untuk orang, orang, orang semua, dimana bagian dirimu? Kalau kamu hanya memikirkan untuk kebaikan orang, kebaikan orang, kamu akan ditekan orang, kamu nggak akan mendapatkan keuntungan apapun. Karena itu yang benar adalah pikirkan apa yang menjadi kebaikan dirimu sendiri terlebih dahulu baru pikirkan apa yang menjadi kebaikan orang lain.” Bahkan prinsip ini masuk di dalam keluarga, seringkali, dimana suami-istri itu saling ribut karena masing-masing ingin ngotot mementingkan apa yang menjadi prinsip dia, keinginan dia, dan kehendak dia, dan bukan mendahulukan apa yang menjadi keinginan dari pada pasangannya atau kebaikan dari pada pasangannya. Itu salah satu contoh. Contoh kedua, misalnya, pada waktu kita berelasi dengan orang lain, ada orang yang baik kepada kita, ada orang yang jahat kepada diri kita. Alkitab berkata apa? Berlakulah baik kepada?Orang yang baik kepada dirimu. Berlakulah jahat kepada?Oh salah ya? Berlakulah baik kepada? Orang yang jahat kepada dirimu, begitu ya? Tapi dunia ngomong apa? Berlakulah baik kepada orang yang baik kepada diriku dan berlakulah jahat kepada orang yang jahat kepada dirimu, kan? Saya pikir natur daging kita itu ya, ingin membalas orang yang jahat kepada kita, seperti kejahatan yang dia lakukan kepada diri kita, kalau perlu adalah lebih jahat lagi, itu yang kita inginkan. Lalu Tuhan berkata, “Tidak bisa,kamu anak Tuhan, kamu adalah orang-orang yang harus berperilaku seperti Tuhan Allah. Bapamu di Sorga yang melakukan kebaikan kepada mereka yang baik dan melakukan kebaikan juga bagi orang yang jahat kepada Allah, yang tidak memikirkan Allah sama sekali.” Saudara, bagaimana kita yang minoritas ini bisa hidup di dalam tekanan mayoritas yang lebih memikirkan kepentingan diri, yang membalaskan kejahatan dengan kejahatan, yang membalaskan kebaikan dengan kebaikan?
Kadang-kadang kita menjadi orang yang tidak bisa lagi membedakan mana yang merupakan kebenaran mana yang bukan, dan kita anggap apa yang diajarkan oleh masyarakat itu menjadi sesuatu kebenaran karena kita sudah terbiasa lakukan itu dari kecil dalam kehidupan kita. Tidak sampai di sini, sebenarnya ada hal lain yang Tuhan katakan dari diri kita yang begitu banyak sekali, yang merupakan prinsip-prinsip yang bertentangan dengan orang-orang dunia. Satu lagi saya angkat adalah, keutuhan keluarga. Kita dipanggil, Alkitab berkata, ketika kita menikah maka kita bersumpah dan berjanji di hadapan Tuhan untuk sehidup semati ya? Eh bukan sehidup semati ya, hidup sampai kematian memisahkan, gitu ya? Kalau sehidup semati nanti pasangan kita mati kita juga ikut mati. Hidup sampai kematian memisahkan. Dalam.. apa? Suka dan duka, sehat atau sakit, apa satu lagi? Lupa ya. Satu lagi ya, kaya atau miskin. Makanya ya, begitu suaminya bangkrut, lebih baik cerai ya? Pisah ya? Tapi Alkitab berkata, pada waktu kita dipanggil oleh Tuhan, kita harus mempertahankan kehidupan keluarga kita itu sampai kematian memisahkan. Apa pun yang menjadi kondisi yang kita alami itu harus kita bisa lalui bersama pasangan kita. Makanya ada orang-orang, ada hamba Tuhan yang kadang-kadang di dalam meng-konseling pasangan yang sebelum menikah, dia berkata seperti ini, “Andai kata kamu sudah menikah dengan pasanganmu, dalam waktu 3 minggu istrimu mendadak jatuh lumpuh, sakit, kira-kira engkau masih pertahankan pernikahanmu nggak sampai akhir?” Yang belum nikah, silahkan digumulkan. Yang sudah nikah, nggak ada pilihan ya, harus taat ya. Ini adalah prinsip Alkitab. Tapi dunia bilang apa? Dunia bilang, kalau kita menikah dengan seseorang, selama pernikahan itu membawa satu keuntungan bagi diri kita maka kita pertahankan, tapi kalau keuntungan itu tidak ada lagi, ada perselisihan dalam keluarga, ada ketidaksetiaan di dalam keluarga, pasangan tidak bisa mencukupi kehidupan kita, apa yang kita lakukan? Umumnya cerai kan? Nah sekarang kita hidup sebagai orang Kristen di dalam dunia dengan pandangan seperti ini, Saudara, bagaimana kita mau hidup? Kadang-kadang ini tekanan yang berat sekali, bahkan mungkin bagi orang Kristen sendiri. Kalau kita tetap menjaga pernikahan kita, apa pun yang menjadi risiko, konsekuensi, kesusahan yang kita alami itu akan tetap kita jaga baik-baik.
Kadang-kadang kita dianggap orang yang bodoh, baik itu oleh dunia bahkan mungkin oleh keluarga dan orang tua kita sendiri, dan saudara kita yang tidak sungguh-sungguh mengikut Tuhan. Jadi itu bukan hal yang mudah. Kalau kita ikut Tuhan dasarnya hanya percaya, percaya, taat, percaya, taat, percaya, taat, apa yang diomong pendeta kita tidak pernah uji berdasarkan firman Tuhan, pokoknya percaya, taat, saya pikir satu sisi kita bisa lewati itu sebagai orang yang sungguh-sungguh merupakan umat pilihan Allah tetapi kita akan mengalami kesulitan sekali untuk bergumul melewati itu.Walaupun bukan berarti kalau kita mengerti firman Tuhan dengan baik kita juga tidak mengalami kesulitan di dalam melewati kesulitan-kesulitan itu. Saya percaya ada pergumulan yang berat juga yang pasti kita akan lalui. Tetapi kalau kita mengerti firman Tuhan, kehendak Tuhan, tujuan Tuhan dari pada kehidupan berkeluarga, tujuan Tuhan menempatkan kita dalam dunia, tujuan Tuhan menempatkan kita dalam keluarga yang kita miliki sekarang ini, dan apa yang harus kita lakukan sebagai umat Tuhan di tengah-tengah keluarga itu kita mengerti dengan baik, paling tidak itu memberi satu kekeuatan bagi kita untuk tetap menyatakan terang kita di tengah-tengah lingkungan kita berada. Makanya belajar firman, mengerti firman, mengerti esensi iman, itu menjadi dasar bagi kita untuk membangun satu tindakan dan perbuatan Kristen atau memiliki kehidupan Kristen di tengah-tengah dunia ini. Tanpa ini, kita tidak mungkin bisa memiliki satu kehidupan Kristen yang baik dalam kehidupan kita. Makanya seorang tokoh teolog Francis Schaffer berkata, dia mengkaitkan antara iman dengan perbuatan dengan satu kalimat, I do what I think, I think what I believe. Aku melakukan apa yang aku ketahui, dan aku memikirkan apa yang aku imani dalam kehidupanku. Itu semua adalah satu korelasi yang dikatakan dalam ayat 1 melalui kata, “sebab itu.” Berarti apa yang sudah Tuhan lakukan dalam kehidupan kita harus dinyatakan di dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen, sesuai dengan panggilan yang sudah Tuhan lakukan dalam kehidupan kita.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kenapa Tuhan menebus hidup kita daripada dosa? Kenapa Tuhan memilih kita dari pada kekekalan untuk menyelamatkan diri kita? Kenapa Tuhan yang adalah Allah yang suci dan kudus yang memiliki kuasa untuk membuat dari tidak ada menjadi ada, yang bisa membuat satu makhluk yang namanya manusia, yang dari debu tanah dan punya kuasa yang begitu besar, ketika melihat manusia ciptaan-Nya jatuh dalam dosa, tidak binasakan mereka, tidak binasakan kita, tidak buat manusia yang baru dari pada keturunan Adam yang kedua yang baru, mungkin. Walaupun Alkitab bilang Adam kedua itu adalah Yesus Kristus. Saya pakai gambaran kenapa Dia tidak bangun ciptaan baru, wakil baru yang berbeda dari pada keturunan yang ada sekarang di bawah Adam yang pertama? Tapi kenapa Dia kirim Yesus Kristus sebagai Adam kedua untuk menjadi wakil dan menebus kita yang berdosa ini? Lalu setelah Tuhan Yesus tebus kita, Dia tidak hanya menebus kita dari dosa, Dia juga memberikan Roh Kudus-Nya sebagai materai dalam hati kita, dalam diri kita, yang menyatakan kita adalah milik Allah sampai akhirnya kita mendapatkan atau menerima segala sesuatu yang merupakan janji Tuhan dalam kehidupan kita. Lalu kenapa Tuhan kemudian dikatakan mengatakan bahwa setiap orang percaya adalah orang yang sudah dikaruniakan segala berkat rohani dalam kehidupan kita, yang kita butuhkan untuk bisa menjalani kehidupan Kristen yang rohani, yang spiritual itu sudah Tuhan karuniakan bagi kehidupan kita? Kenapa Tuhan lakukan itu semua?Dan bahkan dikatakan, di dalam diri setiap orang percaya ada kuasa Allah yang telah membangkitkan Kristus dari kematian, yang turut bekerja dalam kehidupan kita. Suatu kuasa yang besar sekali, membangkitkan dari kematian dan mendudukkan Kristus di atas Sorga, di Sorga di sebelah kanan Allah Bapa. Itu semua Tuhan kerjakan dalam kehidupan kita. Lalu kalau itu Tuhan berikan, apakah ada tujuan tertentu yang harus kita genapi melalui apa yang sudah Tuhan kerjakan sebelumnya? Nah ayat 1 berkata, “Sebab itu, dan supaya engkau hidup sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan,” itu menyatakan bahwa apa yang menjadi tujuan panggilan Tuhan memiliki maksud tujuan tertentu yang harusnya digenapi oleh setiap orang Kristen yang Tuhan panggil dalam kekekalan.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, karena itu saya berkata, hidup Kristen yang sesuai dengan panggilan Tuhan itu bukan sebagai hanya respon saja yang kita berikan terhadap apa yang sudah Tuhan lakukan dalam kehidupan kita. Tetapi hidup sebagai orang Kristen yang berpadanan dengan panggilan kita itu adalah sebagai konseskuensi natural dari panggilan yang kita terima dari Tuhan Allah. Itu adalah sesuatu yang harusnya memang ada dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen dan kita nyatakan sebagai orang Kristen di tengah-tengah dunia ini. Apa yang membuat diri kita itu disebut sebagai orang Kristen? Apa yang membuat diri kita disebut sebagai orang Kristen? Karena saya melakukan aktivitas-aktivitas Kristen, saya pergi ke gereja hari minggu saya pergi persekutuan doa, saya memberikan persembahan, saya memakai kalung salib atau anting-anting salib begitu?Saya melakukan hal-hal yang dilakukan orang Kristen, kalau bawa Alkitab saya juga pegang Alkitab, walaupun seminggu sekali dibuka, baru dibaca gitu ya? Ayo, apa yang membuat kita dikatakan sebagai orang Kristen, apakah aktivitas kita yang kita lakukan itu menjadikan kita beridentitas sebagai orang Kristen? Alkitab bilang tidak ya. Kita Kristen bukan didasarkan pada apa yang kita lakukan, tetapi kita Kristen adalah sebagai sesuatu yang Tuhan Allah lakukan dalam kehidupan kita. Sehingga, pada waktu Allah menjadikan kita sebagai orang Kristen, maka sebagai orang Kristen kita pasti memiliki suatu kehidupan yang sesuai dengan status kita sebagai orang Kristen. Jadi, siapa diri kita dihadapan Allah, berdasarkan apa yang Allah sudah lakukan dalam kehidupan kita, itu yang akan menentukan apa yang akan kita lakukan dalam kehidupan kita, bukan sebaliknya. Saudara, saya percaya ini adalah hal yang harus kita perhatikan baik-baik, karena kalau kita melihat keberadaan kita sebagai orang kristen berdasarkan apa yang kita lakukan, maka itu membuat poros atau sentralitas daripada status kita itu adalah pada diri kita dan bukan pada anugerah daripada Tuhan Allah. Tapi, Alkitab berkata kalau keselamatan itu adalah dari Tuhan Allah, kalau iman itu adalah dari Tuhan Allah, kalau kelahiran baru itu adalah dari Tuhan Allah, makanya kita sebagai anak-anak Tuhan yang sudah ditebus dan dijadikan anak Allah harus hidup berpadanan dengan status kita sebagai anak Allah dalam kehidupan kita, atau berpadanan dengan panggilan yang Tuhan sudah kerjakan dalam kehidupan kita.
Kita coba buka dari Kolose ya, Kol 3:1-2, “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang diatas, dimana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” Paulus bilang apa? Kalau kita adalah orang dibangkitkan bersama Kristus, maka carilah perkara diatas, dimana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Pikirkanlah perkara yang diatas bukan yang di bumi. Saudara, jangan dibalik ya, jangan dibalik “karena kamu adalah orang yang memikirkan perkara yang di atas, maka engkau orang yang berasal dari Sorga dan sudah dibangkitkan bersama dengan Kristus. Kalau engkau memikirkan perkara yang di bumi, maka engkau adalah orang dari bumi ini,” walaupun memang ada bagian yang benar dari perkataan itu. Tapi, saya mau katakan identitas kita itu menentukan siapa diri kita, jangan selalu berpikir dari perspektif diriku, lalu ke atas, tapi coba kalau kita mengerti anugerah, maka kita akan belajar “pikirkan daripada perspektif Allah terhadap kehidupan kita itu bagaimana.”Di dalam Yohanes itu ada satu kalimat, “Kenapa orang-orang Yahudi tidak percaya kepada Tuhan, pada hal ditengah-tengah mereka sudah ada begitu banyak tanda dan mukjizat yang dilakukan oleh Kristus sendiri untuk menyatakan siapa diri Dia, tetapi, kenapa orang-orang Yahudi tetapi tidak mau percaya kepada Tuhan?” Jawabannya karena apa? Karena Tuhan tiak mau mereka percaya, ini dari perspektif Tuhan. Karena itu, pada waktu kita mengerti ini, kita bisa menghargai panggilan yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita, kalau kita tidak mengerti apa yang sudah Tuhan lakukan dalam kehidupan kita dan kita tidak mengerti bahwa apa yang sudah Tuhan lakukan dalam kehidupan kita itu sesuatu yang kita nda bisa capai dengan kekuatan kita sendiri dan kemampuan kita sendiri, saya yakin kita tidak akan terlalu menghargai panggilan yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan dalam kehidupan kita. Terutama kita tidak bisa melihat itu adalah suatu panggilan yang sangat mulia sekali yang perlu kita kerjakan dalam kehidupan kita.
Di dalam Shorter Catechism, pertanyaan pertama itu ada kalimat, “apa yang menjadi tujuan utama hidup manusia?” Lalu kalimatnya adalah, “Tujuan utama hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia.” Saudara, apa kaitan memuliakan Allah dan menikmati Dia dengan saya hidup sesuai berpadanan dengan panggilan daripada Tuhan Allah?Nah ini dijawab di dalam Yohanes 17:4, “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” Apa yang membuat Yesus dikatakan sebagai satu Pribadi yang telah memuliakan Allah Bapa di Sorga? Karena Dia menyelesaikan setiap pekerjaan yang Tuhan Allah, Bapa-Nya itu, berikan kepada hidup Dia, itu dikerjakan satu per satu sampai selesai dan tidak ada yang terabaikan sama sekali. Begitu pun juga dengan Paulus, misalnya pada waktu Paulus memasuki akhir daripada kehidupan dia, dia berkata kepada Timotius, “aku sudah menjalankan panggilanku dengan setia sampai pada akhir, aku telah menjalankan semua yang Tuhan kehendaki sampai pada akhir.” Saya pikir itu adalah suatu hal yang luar biasa, kehendak Tuhan yang betul-betul kita gumulkan, perjuangkan sampai terjadi dalam kehidupan kita.
Nah, Saudara, di dalam Efesus 4:1-6, di situ Paulus menyatakan ini kepada kita apa yang menjadi panggilan kita. Panggilan kita salah satunya adalah mengenai bagaimana cara kita hidup secara etika Kristen di tengah-tengah dunia ini, itu adalah salah satu penggenapan daripada panggilan Tuhan yang Tuhan rencanakan dalam kekekalan dalam kehidupan kita atau di dalam bahasa daripada Paulus di Efesus 2:10 adalah Tuhan telah mencipta barukan kita, Tuhan telah membuat kita menjadi manusia yang baru dengan tujuan untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang sudah di sediakan Allah sebelumnya bagi diri kita. Lalu perbuatan baik itu apa? Salah satunya adalah yang dikatakan di dalam Efesus 4-6, makanya Paulus berkata, “hendaklah supaya hidupmu berpadanan dengan panggilan yang engkau terima daripada Tuhan Allah.” Saudara, itu sebabnya tadi saya katakan, apa yang menjadi status kita itu menentukan apa yang kita lakukan dalam kehidupan kita. Kalau kita adalah orang yang bersumber dari atas, maka kita pasti memikirkan hal-hal yang ada di atas; kalau kita bersumber daripada dunia, kita pasti akan melihat hal-hal atas itu adalah hal yang aneh, hal yang sepertinya tidak benar, hal yang berlawanan dengan prinsip kehidupan kita dan kita tidak perlu taat itu dan tunduk di bawah prinsip daripada nilai-nilai Kerajaan Sorga.
Tapi, Saudara, saya mau ingatkan, setiap bagian, setiap bidang, setiap bangsa atau negara itu memiliki peraturannya sendiri dan hukumya sendiri. Kalau kita menolak untuk tunduk di bawah suatu hukum tertentu, peraturan tertentu di dalam kelompok atau klubyang kita ikuti atau negara yang kita tinggali, maka konsekuensinya adalah pemerintah itu atau pemimpin klub itu atau bagian itu akan berkata, “Silahkan engkau keluar dari tempatku, engkau tidak perlu tinggal disini, kenapa kamu harus menjadi masalah di tengah-tengah sini?Atau kamu daripada menggerutu, tidak nerima, merasa kebijakan-kebijakan yang ada tidak sesuai dengan prinsipmu, ya silahkan cari yang lebih sesuai dengan prinsipmu atau kalau perlu kamu bangun sendiri kerajaanmu.” Saudara kalau di dalam kebaktian beberapa minggu lalu saya bilang seperti ini ya, kalau kita tinggal di dalam negera Indonesia, kita perlu hidup sebagai warga negara Indonesia yang taat kepada hukum negara Indonesia, kalau kita meresa hukum negara Amerika lebih baik ya keluar saja dari Indonesia, tinggal di negara Amerika kalau kita tidak bersedia tunduk dibawah hukum negara Indonesia. Kalau kita masuk dalam suatu klubolahraga tertentu, lalu pada waktu kita melihat cara didiknya, prinsip-prinsip yang diajarkan tidak sesuai dengan apa yang kita kira benar, ya pelatihnya pasti ngomong “silahkan kamu cari klublain yang sesuai dengan cara pemikiranmu untuk melatih dirimu,tidak usah tunduk di sini daripada kamu mengacau di sini, ya silahkan keluar cari yang lain.” Setiap negara, bidang, atau bangsa bagian itu punya peraturannya tersendiri, hukumnya tersendiri, dan setiap orang yang ada di dalam situ harus tunduk dari kebenaran daripada hukum tersebut, begitu juga dengan kerajaan Allah. Kalau kita mau mengatakan diri kita sebagai anak-anak Tuhan, dapatkah kita lihat panggilan Tuhan dalam kehidupan kita itu adalah sesuatu yang mulia? Dapatkah kita melihat kehidupan nilai-nilai Kristen yang bersifat praktikal itu, yang didasarkan kepada iman kita, yang Tuhan tuntut dalam kehidupan kita, yang betolak belakang daripada orang-orang dunia itu adalah hal yang mulia,sesuatu yang berharga,berarti yang harus kita hidupi dalam kehidupan kita? Tujuan nya untuk apa supaya kita bisa memuliakan nama Tuhan Allah.Dan satu lagi di dalam 1 Petrus 2:15, tujuannya adalah untuk membungkam daripada orang-orang yang berdosa, orang-orang yang jahat. “Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkam kepicikan orang-orang yang bodoh.”
Jadi panggilan Tuhan ada tujuan? Ada. Tuhan ingin capai sesuatu daripada kehidupan orang Kristen tengah-tengah dunia ini, untuk bisa menjadi saksi-Nya tengah-tengah dunia ini. Tapi Bapak,Ibu,Saudara yang dikasihi Tuhan, satu hal yang mau saya tekankan, pada waktu kita menjalankan panggilan kita sebagai orang yang dtebus oleh Kristus, yang mendasari kita menjalankan itu motivasinya apa? Jangan karena baca 1 Petrus 2:15 lalu ngomong, “wah kesempatan, kesempatan membalas kejahatan dengan kebaikan. Maksudnya adalah saya lakukankebaikan kepada orang itu supaya orang itu menerima hukuman dari Tuhan Allah,” itu bahaya ya, ini bukan panggilan kita. Seakan-akan kita melakukan sesuatu yang baik, satu ketaatan kepada firman Tuhan, tapi sebenarnya kita bukan mentaati Tuhan, tapi kita memperalat firman untuk menghakimi orang lain. Motivasi ini jahat. Tapi motivasi yang benar adalah pada waktu kita dipanggil Allah, kita di minta menggenapi panggilan itu, maka kehidupan kita yang sepadan dengan panggilan Tuhan Allah itu harus didasarkan motivasi kita mencintai dan mengasihi Tuhan Allah. Kalau kita mengasihi Tuhan Allah, maka kita mencintai sesama manusia, soal membungkam atau membiarkan mulut orang yang bodoh tetap berbicara adalah hak Allah nantinya dalam kekekalan, tugas kita hanya melakukan apa yang Allah inginkan untuk kita lakukan dalam kehidupan kita; nanti dipengadilan, pada waktu para orang-orang yang tidak percaya ingin menuduh kita, pada waktu setan ingin menuduh kita sebagai orang-orang yang berdosa yang harus dihukum, Tuhan akan membungkam mulut mereka semua dan mengatakan, “inilah anak-Ku yang kukasihi, mari masuklah dalam kerajaan-Ku.” Tapi dalam dunia itu bukan hak kita, untuk melakukan hal itu. Karena itu Bapak,Ibu,Saudara, pada waktu kita menerima panggilan Tuhan dan kita hidup sesuai dengan panggilan itu karena ada tujuan yang Tuhan ingin kita capai melalui panggilan yang Tuhan berikan kepada kita, dan tujuan itu adalah sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dunia pkirkan dan niai-nilai daripada dunia, Itu berarti sebagai orang Kristen tengah-tengah dunia ada konsekuensi yang harus kita bayar, ada harga yang harus kita terima atau bayar dakam kehidupan kita. Nah ini juga yang dialami oleh Paulus di dalam Efesus 4 ayat yang pertama. Pada waktu Paulus berkata, sebab itu aku, aku ini siapa? Aku ini siapa? Tidak ngomong “Paulus.”“Aku orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.” Berarti, demi untuk menjalankan misinya, panggilannya, sebagai seorang Rasul yang membawa Injil pada dunia, orang-orang yang berdosa. Paulus harus menerima konsekuensi dia sebagai pemberita injil, yaitu hukuman penjara.
Dan yang menarik saudara, pada waktu Paulus berkata mengenai hukuman penjaranya, dia sama sekali tidak ada kesan itu adalah sesuatu yang memalukan. Kalimat-kaimat Paulus tidak pernah berkesan itu adalah sesuatu yang memalukan, tapi itu adalah sesuatu kehormatan yang Paulus terima. Dan bukan cuma satu kali dikatakan dia berada di dalam penjara, Efesus sendiri ada tiga kali dia berkata, “aku adalah orang yang dipenjarakan karena Kristus.” Berkali-kali dikatakan. Di surat lain juga ada kata-kata seperti ini. Dan di dalam dia berbicara mengenai keadaannya itu, tujuannya untuk aoa? Tujuannya bukan untuk mendapatkan belas kasih orang supaya orang kemudian menaruh perhatian bagi dirin dia, lalu berbuat baik kepada dia, atau menolong dia dalam penjara, memperhatikan kebutuhan dia , atau mencari orang-orang yang punyai kuasa yang bisa mempengaruhi hukuman itu supaya hukumannya itu dipersingkat dan dia dibebaskan, itu kalimat tidak pernah keluar dari mulut Paulus. Tapi Paulus katakan, hal pertama, ketika dia mengatakan, “aku adalah orang yang dipenjarakan karena Kristus,” adalah hiduplah berpadanan dengan panggilan. Saudara, saya pikir ini adalah satu kalimat yang betul-betul menguatkan, satu kalimat yang betul-betul berani dan satu kalimat yang betul-betul menjadi teladan bagi kehidupan kita. Paulus menjadikan dirinya sendiri teladan bagi hidup kita, dan Paulus menjadi satu contoh bagi umat Kristen yang lain, jemaat Efesus secara spesifik. “Kalau engkau hidup menjalankan panggilan ini, ingat ada konsekuensi bahkan mungkin harus masuk penjara atau bahkan mungkn menyerahkan hidup demi nama Tuhan.” Karena apa? “Aku sendiri yang telah menjadi contoh bagi orang yang karena Injil masuk dalam penjara. Bukan karena dosa, bukan karena kejahatan, tapi karena aku memberitakan kebenaran daripada firman Tuhan, itu yang membuat aku ditolak oleh dunia, dan membuat aku ada dalam penjara.” Karena itu perkataan Paulus tidak terkesan sebagai sesuatu yang memalukan, keberadaan dia di dalam penjara itu. Kalau kita masuk penjara karena dosa, saya pikir tu adalah hal yang memalukan.
Beberapa hari yang lalu saya diminta untuk isi di dalam pelayanan rutan. Lalu dalam diskusi itu, waktu saya bicara, “Kamu kenapa masuk?” Kalau langsung tembak kaya gitu ya, tidak secara pribadi, mereka susah ngomong. Begitupun kalau pribadi kita tanya, “kenapa kamu disini?”Mereka jawabnya kecil sekali, karena kejahatan yang mereka lakukan. Sampai saya harus tanya, “apa?” Deketin diri baru bisa denger mereka ngomong apa. Saudara, kalau kita masuk dalam penjara, karena satu kejahatan yang kita lakukan atau dosa, wajar kalau kita malu untuk hal itu, tapi kalau ktia masuk penjara bukan karena dosa, kejahatan, tapi justru karena kebenaran dan Injil, itu bukan sesuatu yang memalukan, itu adalah sesuatu kehormatan, sesuatu kebanggaan dalam kehidupan sebagai orang Kristen, sesuatu yang mulia yang bisa kita alami. Enak ya ngomong kayak gini ya, belum alami ya. Tapi saya bilang, ini firman Tuhan sih, saya sendiri bergumul dalam hal ini. Karena apa? Karena di dalam khotbah di bukit, Yesus berkata, ataupun di dalam surat Petrus, Petrus berkata, pada waktu kita menderita karena Kristus dan kebenaran, itulah yang menjadi tanda dan bukti kita adalah anak-anak Allah. Kalau kita tidak pernah menderita karena Kristus dan kebenaran, itu menjadi bukti kita mungkin anak-anak dunia selama ini. Ada konsekuensi harga yang harus kita bayar sebagai orang Kristen, tidak bisa tidak, pasti ada.
Dan siapa yang menjadi penentang kita? Satu, mungkin diri kita dan natur keberdosaan kita, tapi itu kelihatannya tidak terlalu fatal ya. Kedua, mungkin keluarga. Tapi yang lebih menakutkan seringkali adalah masyarakat, lingkungan, komunitas di mana kita berada yang tidak berada di dalam kebenaran Firman Tuhan atau komunitas yang bukan merupakan komunitas dari pada anak-anak Tuhan.Itu seringkali menjadi ancaman yang menakutkan dan membuat kita berjaga-jaga untuk menyatakan diri kita kepada dunia ini, itu seringkali menjadi alasan. Alkitab di dalam Injil Yohanes sendiri ada dua bagian yanng menyatakan hal ini ya. Pertama adalah di dalam Yohanes 9, pada waktu orang buta itu dimelekkan matanya oleh Yesus Kristus, lalu semua orang Farisi melihat diri dia yang dari buta menjadi bisa melihat dan terjadi di hari Sabat, mereka mempertanyakan tindakan Yesus yang mencelikkan mata orang buta itu. Lalu di dalam mempertanyakan tindakan Yesus itu, mereka memanggil orang buta ini, menanyakan pada orang buta ini bagaimana Yesus menyembuhkan matanya. Lalu nggak puas dengan keadaan itu, mereka memanggil orangtuanya dari pada orang buta itu, tanya, “ini anakmu bukan? Betul tidak dia anakmu? Sekarang dia bisa melihat, bagaimana dia bisa melihat?”Lalu pada waktu orang tuanya mendapat tekanan dari orang Yahudi yang begitu besar, mereka berkata apa? Mereka bilang, “Anakku sudah besar, silahkan kamu tanya dia sendiri bagaimana dia bisa disembuhkan?” Maksudnya adalah, di situ dikasih catatan, mereka takut kepada massa, orang banyak yang menekan, sehingga mereka nggak berani bersaksi akan apa yang Kristus sudah lakukan kepada anaknya itu. Saya pikir semua orang tua, kalau lihat anaknya yang sakit buta bisa melihat, satu sukacita yang besar sekali. Tapi sukacita itu kadang-kadang bisa terhambat oleh tekanan massa, komunitas yang begitu besar. Saudara, ini yang pertama.
Yang kedua adalah, pada waktu Yesus mengajar orang banyak, lalu di situ dikatakan, “Banyak orang sebenarnya percaya kepada Yesus Kristus, karena pemberitaan yang Dia lakukan, kita buka saja ya Yohanes 12:42, 37 sampai 41 itu alasan kenapa orang Yahudi tidak percaya. 42 dibilang,“Namun banyak juga di antara pemimpin yang percaya kepada-Nya, tetapi oleh karena orang-orang Farisi mereka tidak mengakuinya berterus terang, supaya mereka jangan dikucilkan. Sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia dari pada kehormatan Allah.” Lalu dilanjutkan ya, saya baca aja ya,
“Tetapi Yesus berseru kata-Nya: “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus Aku; dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku. Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan. Dan jikalau seorang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya. Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman. Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan. Dan Aku tahu, bahwa perintah-Nya itu adalah hidup yang kekal. Jadi apa yang Aku katakan, Aku menyampaikannya sebagaimana yang difirmankan oleh Bapa kepada-Ku.”Saudara, massa, komunitas, posisi, penghormatan, keluarga, mungkin uang, kesuksesan, itu bisa menjadi penghambat bagi kita untuk menyatakan diri sebagai orang percaya, orang Kristen. Tapi pada waktu kita menahan diri, tidak berani membuka siapa identitas kita sesungguhnya, tidak berani menghidupi nilai-nilai Kristen yang bertentangan dengan dunia dalam kehidupan kita, Tuhan Yesus berkata: kita sudah ada hakimnya! Jangan pikir kita akan tetap bisa aman sebagai anak Tuhan. Justru itu menjadi, mungkin menjadi filter untuk mengeluarkan kita dari keberadaan kita di dalam status sebagai anak Tuhan, karena memang kita bukan anak Tuhan sebelumnya. Satu hal yang mengerikan, tapi sekali lagi saya katakan, kita bisa lihat itu sebagai satu hal yang mengerikan kalau kita lihat dari perspektif Tuhan Allah, bukan dari apa yang kita bisa lakukan untuk Kerajaan Allah. Tapi keberadaan kita, perbuatan kita, nilai-nilai yang kita hidupi, itu semua adalah berdasarkan siapa diri kita sebelumnya. Itu harus kita lihat dalam kehidupan kita. Dan Alkitab sendiri mengatakan, demi untuk membuat anak-anakNya ada di dalam nilai-nilai Kerajaan-Nya, hidup berdasarkan nilai-nilai Kerajaan-Nya, Tuhan nggak segan-segan di dalam mendatangkan hukuman, bahkan hukuman itu bisa berupa kematian daripada kehidupan kita di tengah-tengah dunia ini.
Salah satu contohnya adalah, di dalam 1 Korintus, di situ ada umat jemaat Tuhan di Korintus yang hidup di dalam dosa, lakukan kejahatan, mementingkan diri, menonjolkan diri daripada Tuhan, tidak pernah memikirkan apa itu hidup yang mendahulukan orang lain, yang mengasihi orang lain, karunia dipakai untuk menonjolkan diri, bukan untuk membangun jemaat, bahkan ada perzinahan di tengah-tengah mereka dan menghina Perjamuan Kudus Tuhan. Akibatnya apa? Paulus berkata, “Lihatlah di antara kamu sendiri, bukankah diantaramu banyak sekali orang yang lemah secara fisik, sakit-sakitan dan bahkan mati,” karena apa? “Karena kamu nggak menghormati Tuhan, tidak menghormati Perjamuan Tuhan.” Saudara, kalau kita nggak hidup sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah, Tuhan punya otoritas dan hak untuk mengeluarkan kita daripada Kerajaan. Bukan bicara mengenai keselamatan kita hilang, tetapi mungkin karena kita memang tidak ada di dalam Kerajaan dan Tuhan ingin mem-filter dan menyaring kita keluar daripada Kerajaan-Nya supaya Kerajaan-Nya murni dari pada orang-orang yang percaya kepada diri Dia.
Saudara, Tuhan bisa menggunakan komunitas untuk membentuk kita. Tuhan bisa menggunakan komunitas untuk mem-filter kita keluar, karena itu kadang-kadang saya lihat ya, di dalam kita berelasi dengan orang percaya, jangan lekas-lekas sakit hati, marah dan meninggalkan gereja. Salah satu aplikasi. Banyak orang Kristen itu begitu tersinggung dengan seseorang, apalagi hamba Tuhannya, langsung menghilang dari gereja. Saya bukan mau bicara sesuatu untuk membenarkan diri. Tetapi, Saudara tahu, gereja menjadi salah satu komunitas Tuhan membentuk kita untuk bisa hidup kudus di hadapan Tuhan dan di hadapan dunia. Dan Tuhan pakai orang-orang Kristen yang tidak sempurna, yang penuh dengan dosa, bukan suka hidup dalam dosa, tapi yang tetap berdosa, masih ada dosa dan hamba Tuhan yang juga ada dosanya, untuk sama-sama membentuk satu dengan yang lain. Lalu kita bagaimana? Kalau kita nggak setuju satu orang, sakit hati karena satu orang dalam satu gereja, kita pindah ke gereja lain. Apakah di gereja lain itu nggak ada sakit hati dan rasa tersinggung akibat orang lain? Apakah nggak ada penolakan daripada orang lain terhadap diri kita? Pasti ada. Dimanapun kita berada, pasti ada penolakan, pasti ada ketidakpenghargaan terhadap apa yang kita lakukan. Itu pasti ada, satu kesalahpahaman dalam kehidupan kita karena kita manusia berdosa. Dan gereja adalah terdiri dari orang-orang yang berdosa, walaupun harus tidak boleh hidup dalam dosa. Kalau kita kemudian pindah, pindah, pindah,mungkinkah kita dibentuk, sifat kita, karena tindakan kita itu? Saya percaya kita nggak akan dibentuk. Saudara akan nyaman, Saudara akan terus merasa benar, dan Saudara akan jadi orang yang paling lemah di dalam hal itu. Tapi Saudara akan merasa paling benar di dalam hal itu. Ini bahaya sekali.
Mari kita belajar lihat, bagaimana Tuhan bekerja membentuk diri kita? Apa yang menjadi sarana-sarana yang Tuhan pakai untuk membentuk kita sebagai orang Kristen, supaya kita bisa hidup berpadanan dengan panggilan yang Tuhan sudah sediakan bagi diri kita di dalam kekekalan? Karena itu adalah hal yang mulia, yang Tuhan sediakan bagi setiap anak-anaknya. Saya harap kita bisa melihat ini dan hidup di dalam kebenaran dan terang firman ini ya. Mari kita masuk dalam doa.
Kami kembali bersyukur untuk firman-Mu, untuk kebenaran-Mu, untuk panggilan-Mu yang boleh Engkau berikan bagi kehidupan kami. Dan juga untuk tujuan dari panggilan yang boleh Engkau nyatakan bagi kehidupan kami. Sehingga kami boleh melihat itu sebagai sesuatu yang mulia, sesuatu yang berharga, yang harus kami ingini, tekuni dalam kehidupan kami sebagai orang-orang percaya. Sehingga nama Tuhan boleh dimuliakan dalam kehidupan kami. Sekali lagi Bapa, kiranya Engkau boleh memimpin setiap kami, anak-anak-Mu ini, kiranya Engkau boleh singkirkan segala ke-egoisan, segala dosa, segala ke-akuan, segala hal yang merupakan ilah dalam kehidupan kami, sehingga melaluinya nama Tuhan boleh dipermuliakan. Tolong kami masing-masing, Bapa, pimpin kehidupan Kristen kami. Dan tolong sekiranya Engkau boleh terus murnikan kami dan kuduskan kami sehingga kami semakin serupa dengan Kristus. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur dan berdoa. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]