Ef. 4:18
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, sekali lagi saya mau ingatkan ketika kita berbicara mengenai firman Tuhan, khususnya semua aspek firman dan secara spesifik bagian yang kita akan bahas ini, saya percaya ini adalah sesuatu gambaran Tuhan Allah sendiri mengenai keadaan hati dari semua manusia yang ada di luar dari Yesus Kristus, atau keadaan hati dari semua manusia berdosa yang ada di dalam dunia ini. Pada waktu kita meneliti firman Tuhan, kita berusaha menggali firman Tuhan, kita akan menemukan apa yang ditulis oleh Paulus 2000 tahun yang lalu atau bahkan sampai 5000 tahun yang lalu atau 7000 tahun yang lalu ketika Musa menulis Kitab Suci, itu adalah sesuatu yang masih relevan bukan hanya pada zaman mereka tetapi juga pada zaman kita saat ini bahkan sampai pada waktu Kristus datang untuk yang kedua kalinya. Dan itu membuat ketika Paulus menuliskan ayat-ayat yang ada di dalam ayat 17-19 dari pasal 4 Surat Efesus ini, saya percaya ini bukan sesuatu yang hanya ditujukan kepada jemaat Efesus saja, tetapi ini juga adalah sesuatu yang ditujukan kepada gereja yang ada pada zaman kita saat ini sampai pada kedatangan Kristus yang kedua kali. Dan ketika Paulus menghendaki adanya suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai melalui suratnya itu, maka saya percaya juga tujuan itu tetap adalah sesuatu yang sama dengan yang akan kita bahas pada pagi hari ini mengenai kenapa Paulus menulis mengenai apa yang dikatakan di dalam ayat 17, 18, dan 19 ini. Tujuannya apa? Paulus mau mengingatkan orang-orang, Paulus mau mengingatkan orang-orang yang sudah percaya di dalam Kristus, Paulus mau mengingatkan orang-orang yang sudah dibebaskan dari belenggu dosa untuk tidak lagi hidup seperti jalan hidup orang-orang yang berada di luar Kristus atau orang-orang kafir dalam kehidupan mereka, atau orang-orang yang tidak memiliki Allah yang sejati dalam kehidupan mereka. Dan pada waktu kita melihat kehidupan kita yang ada di dalam Kristus, dan kita membandingkan itu dengan kehidupan orang-orang yang di luar dari Kristus, kita memiliki satu kebanggaan, rasa hormat, kesukacitaan, kerinduan dalam hati kita untuk kita mau hidup seperti jalan yang Tuhan telah tentukan bagi diri kita, atau kita memiliki hidup yang kudus di hadapan Tuhan tanpa merasa malu terhadap kehidupan yang berbeda dari kehidupan orang-orang dunia saat ini.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, hidup kudus di dalam Kristus, hidup yang berbeda karena kita adalah orang yang sudah dibenarkan di dalam Kristus, itu bukan sesuatu yang merugikan. Hidup kudus, hidup suci, hidup yang ditolak oleh orang dunia karena kita tidak mau hidup seperti orang dunia yang dalam dosa, itu bukan sesuatu yang memalukan, tetapi itu adalah hal yang seharusnya menjadi suatu kehidupan yang kita nikmati, kita sukai, dan kita pandang mulia di dalam kehidupan kita. Ini tujuan kenapa Paulus berkata, “Aku menasihatkan kamu supaya kamu tidak lagi hidup seperti orang-orang yang hidup di luar dari Allah atau yang tidak mengenal Tuhan Allah.” Dan pada bagian pagi hari ini kita akan fokus pada ayat 18 dalam kalimat yang dikatakan oleh Paulus “pengertian yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.” Apa yang Paulus maksudkan dengan orang-orang yang ada di luar Tuhan Allah itu adalah orang-orang yang bodoh di dalam diri mereka, orang-orang yang memiliki kedegilan yang ada di dalam hati mereka. Apa yang dimaksudkan Paulus dengan istilah “di dalam diri mereka”? Ini adalah suatu istilah yang kita akan perhatikan pada pagi hari ini.
Pada waktu kita membahas ayat 17 sebelumnya dan bagian awal dari ayat ke-18, kita melihat kenapa orang-orang sulit datang kepada Kristus, bahkan mungkin tidak mampu datang kepada Kristus ketika injil diberitakan kepada mereka? Di situ Paulus berkata ketidakmampuan mereka itu adalah sesuatu yang dikatakan ada selubung yang menutupi pikiran mereka, sehingga ketika injil diberitakan kepada mereka, ketika firman Tuhan diberitakan kepada mereka, ketika Kristus dinyatakan kepada mereka, yang adalah Tuhan yang menebus manusia yang berdosa, mereka nggak bisa mengerti, mereka tidak bisa memahami itu, dan mereka tidak bisa datang kepada Kristus karena ada selubung yang menutupi pikiran mereka tersebut. Tetapi pada bagian ayat 18 ini, ketika Paulus berkata itu adalah suatu kebodohan yang ada di dalam diri mereka, itu adalah suatu kedegilan yang ada di dalam hati mereka, Paulus mau mengatakan ketidakmampuan seseorang untuk datang kepada Kristus dan mengenal Allah yang sejati dan membuat mereka hidup jauh dari persekutuan dengan Allah, itu bukan hanya masalah pikiran dan ketidak mengertian mereka secara pengetahuan saja, tetapi ada bagian lain yang lebih mendalam daripada urusan akal budi, urusan kemampuan intelektual dari manusia, yaitu apa? Paulus berkata ini adalah masalah yang ada di dalam hati manusia. Itu yang membuat orang tidak bisa datang kepada Kristus dan tidak mau memiliki persekutuan dengan Allah yang sejati dalam kehidupan mereka. Kenapa ini adalah urusan yang ada di dalam hati? Karena di dalam Roma 1:19, ketika Bapak-Ibu membaca bagian itu, Paulus berkata sebenarnya orang-orang yang di luar Tuhan bukan orang-orang yang tidak mengenal Allah, mereka mengenal Allah, mereka tahu tentang Allah tetapi mereka kemudian menekan itu di dalam kehidupan mereka. Jadi mereka tahu bahwa mereka memiliki Allah yang sejati, mereka tahu ada Allah pencipta kehidupan mereka, tetapi bagi mereka itu bukan sesuatu yang menggerakkan mereka untuk datang dan percaya kepada Tuhan Allah, kenapa? Karena ini bukan hanya masalah urusan pikiran, ini adalah masalah urusan hati.
Karena itu, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita mengerti hal ini maka kita harus mengerti satu hal: masalah pertobatan seseorang atau masalah solusi bagi urusan dosa itu bukan terletak pada pendidikan. Banyak orang Kristen berpikir untuk bisa menjadikan orang yang baik dalam dunia ini maka kita perlu pendidikan untuk mendidik moralitas bagi kehidupan mereka. Jadi kalau mereka kurang baik, ajarkan yang baik; kalau mereka kurang mengerti apa yang benar dan salah, kasih tahu mereka apa yang benar dan salah itu seperti apa; kalau mereka adalah orang yang nggak mengerti membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, ajarkan kepada mereka apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dalam kehidupan mereka. Bahkan orang Kristen berpikir ini adalah solusi bagi manusia yang berdosa dalam dunia ini, tapi saya katakan ini bukan solusinya. Tapi sebelumnya saya mau katakan, jangan salah mengerti saya, pada waktu saya bilang ini bukan solusinya bukan berarti saya anti pendidikan. Saya tetap percaya pendidikan memiliki hal yang penting, khususnya penting di dalam mendidik masyarakat, tetapi pendidikan bukan satu-satunya solusi dan jalan keluar bagi persoalan manusia yang berdosa dalam dunia ini. Gereja memang perlu mendidik orang-orang Kristen mengerti firman Tuhan, orangtua perlu mendidik anak-anak untuk mengerti apa yang benar apa yang salah, sekolah memang perlu mendidik anak mengerti apa yang menjadi budi pekerti dalam kehidupan mereka, tapi sekali lagi saya mau katakan, semua itu tidak bisa membuat seseorang menjadi orang yang benar di hadapan Tuhan Allah dan menjadi orang yang baik di hadapan Tuhan Allah. Baik di hadapan manusia, benar; tetapi tidak pernah baik di hadapan Allah dan tidak pernah benar di hadapan Tuhan Allah.
Saya ambil contoh seperti ini, dari kecil kita didik anak kita untuk jangan berbohong, betul tidak? Dan sampai besar kitapun mengerti bahwa berbohong itu adalah sesuatu yang tidak baik, betul tidak? Saya tanya, kita masih bohong nggak? Masih. Lalu kemudian misalnya, agama mengajarkan manusia untuk berpuasa, di dalam puasa itu diajarkan itu adalah salah satu cara untuk kita menguasai napsu kita, emosi kita supaya kita bisa hidup lebih benar dalam kehidupan kita, begitu kan? Pertanyaan saya, pada waktu kita puasa emosi kita terkontrol nggak? Nggak kan, kita masih emosional, kita masih bisa marah-marah, kita sulit mengendalikan apa yang ada di dalam hati kita. Pada waktu kita diajarkan Allah itu maha kuasa, Allah itu adalah Allah yang maha tahu, Allah itu adalah Allah yang maha hadir, Dia tahu apa yang terjadi di dalam dunia ini, Dia tahu segala sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan kita karena Dia ada dimana-mana, Dia sanggup menjadikan apa yang Dia kehendaki terjadi dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan diri kita, dan Dia adalah Allah yang maha bijaksana dimana semua rencana Dia pasti benar, pasti baik, tidak mungkin salah; pertanyaannya adalah kita percaya nggak? Percaya? Sungguh-sungguhkah? Kita lakukan semua firman Dia dalam kehidupan kita? Kita sungguh-sungguh serahkan hidup kita secara total, baik itu dalam keadaan baik dan tidak baik dalam kehidupan kita? Masih adakah kekhawatiran dalam kehidupan kita akan masa depan kita yang tidak baik karena persoalan-persoalan yang kita alami dalam kehidupan kita? Saya pikir kekhawatiran itu adalah hal yang wajar dalam kehidupan manusia, tetapi pada waktu kita mengerti firman, jalan hidup kita yang Tuhan selalu tuntun, terutama kalau kita adalah anak-anak Tuhan, pertanyaannya adalah apakah kita masih hidup di dalam rasa takut akan hal-hal yang bersifat duniawi lebih besar dari hal-hal yang bersifat rohani dalam kehidupan kita? Saya pikir semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaan seperti ini kita bisa tambahkan dalam list yang begitu banyak. Dan saya yakin semua jawabannya adalah tidak, tidak, dan tidak.
Kita tahu yang benar, manusia berdosa tahu yang benar tapi manusia berdosa tetap hidup di dalam dosa. Manusia dididik yang baik, diajar sesuatu yang harus dilakukan, yang katanya menurut tradisi, menurut etika itu adalah hal yang benar, tetapi pada waktu kita menjalankan hidup ini kita tetap tidak bisa menjalankan semua yang diajarkan oleh agama bagi diri kita tersebut. Jadi Saudara, pertanyaan saya, mampukah pendidikan itu menyelesaikan solusi dosa? Mampukah pendidikan itu dapat membuat seseorang menjadi orang yang benar di hadapan Tuhan Allah dan percaya kepada Tuhan Allah? Menjadikan dia sebagai orang yang lebih baik dari orang lain, itu bisa, mungkin bisa; menjadikan dia menjadi orang yang lebih benar dari orang lain, itu juga bisa; tapi menjadikan dia orang yang benar secara total dan orang yang betul-betul baik secara total, itu nggak mungkin sama sekali. Nah ini yang Paulus katakan dalam bagian yang kita bahas ini.
Masalah dosa bukan hanya masalah intelektual dari manusia, tapi ada unsur lain juga dalam masalah dosa, yaitu adalah sesuatu yang berkaitan dengan unsur hati yang dimiliki oleh manusia berdosa. Kalau bicara mengenai unsur percaya Tuhan itu dikatakan sebagai pengertian kita yang gelap, tapi kalau itu berbicara mengenai unsur hati, itu dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat degil dan sesuatu yang bersifat bodoh dari kehidupan manusia. Atau istilah lain yang kalau kita terjemahkan dari bahasa Yunani yang lebih tepat itu bukan hanya bicara kedegilan sesuatu tabiat yang tidak mau menuruti nasehat, tetapi istilah pōrōsis yang dipakai oleh Paulus untuk mengatakan kedegilan hati itu adalah sesuatu yang seperti kulit yang sudah kapalan. Jadi kalau kita suka olahraga, biasanya kalau orang suka push-up, mereka kan akan, biasanya kalau suka beladiri, mereka genggam kepalannnya lalu push-up. Kalau orang yang suka main biola atau main gitar, mereka juga mengerti awal belajar itu setengah mati, susah sekali, mau pencet senar itu awalnya nggak enak tapi begitu sudah 1 jam mencet, ini mulai perih satu persatu, sakit semua. Tapi ketika mereka teruskan main itu dan teruskan main itu, pelan-pelan rasa perih itu hilang, dan bahkan ketika mereka tekan nggak ada rasa sakit sama sekali lagi. Itu karena ada penebalan kulit di ujung-ujung jari kita. Ada penebalan kulit di tulang-tulang ini ya, kulit ini. Nah itu namanya pōrōsis di dalam bahasa Yunani, atau istilah Bahasa Indonesianya mungkin kapalan. Nah Paulus berkata, pada waktu manusia jatuh di dalam dosa, maka pikiran mereka memang gelap, tetapi bukan hanya pikiran, hati mereka pun telah menjadi kapalan. Hati mereka pun kemudian diselubungi oleh suatu kulit yang tebal, yang keras seperti itu, sehingga membuat mereka tidak lagi peka terhadap kebenaran firman, tidak lagi peka terhadap Tuhan Allah dan apa yang menjadi keinginan Tuhan Allah. Walaupun mereka melakukan suatu dosa dalam kehidupan mereka yang mereka lakukan itu dengan satu perasaan yang tidak berdosa lagi dalam kehidupan mereka. Ini yang terjadi bagi orang-orang yang ada di luar Kristus atau orang-orang lain yang hidup di dalam kehidupan yang berdosa.
Hati itu berbicara mengenai apa? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Alkitab berkata, hati memang ada dua pengertian. Pertama adalah organ tubuh kita yang namanya, yang seperti ginjal seperti itu, dan satu lagi seperti hati. Tapi pada waktu Paulus berkata hatimu itu menjadi keras, itu bukan penyakit sirosis di mana hati itu pelan-pelan menjadi keras, seperti itu. Tetapi Paulus mau mengatakan, apa yang menjadi sentral hidupmu, pusat hidupmu, seorang manusia, itu telah menjadi kaku dan keras terhadap kebenaran firman Tuhan. Jadi kalau kita mau bicara mengenai pusat maka itu berbicara mengenai apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, apa yang kita kehendaki dalam kehidupan kita, itu semua adalah sesuatu yang jauh dari pada Tuhan Allah. Tapi saya mau fokuskan pada hari ini yaitu bukan pada pikiran, tetapi perasaan kita di hadapan Tuhan yang sudah mati atau menjadi membeku dan keras. Karena kalau kita berbicara mengenai pengertian itu sudah dibahas oleh Paulus di dalam bagian awal dari ayat 18. Dan pada bagian ini Paulus lebih menekankan pada sisi perasaan dari orang-orang yang ada di luar Tuhan Yesus Kristus. Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, siapa orang berdosa? Paulus berkata, mereka adalah orang-orang yang sudah kehilangan kemampuan yang bersangkut paut dengan perasaan mereka. Mereka tidak lagi rentan atau terbuka terhadap kebenaran mengenai Tuhan, kebenaran mengenai Kristus dalam kehidupan mereka, tapi mereka justru rentan terhadap perbuatan-perbuatan yang berdosa dalam kehidupan mereka. Ini sendiri Yesus pernah ajarkan di dalam perumpamaan penabur. Yesus berkata, pada waktu benih ditaburkan, ada yang jatuh di pinggir jalan, ada yang jatuh di tanah yang berbatu, ada yang jatuh di semak duri, ada yang jatuh di tanah yang subur. Nah pada waktu Paulus berkata, benih itu ketika diberitakan dan hati yang menerima itu adalah hati yang keras karena ada kulit tebal yang menyelubunginya, ini sama dengan ketika Yesus berkata, benih itu adalah benih yang jatuh di pinggir jalan itu. Sehingga apa yang terjadi? Benih itu tidak bisa tumbuh. Yang terjadi adalah kemudian burung datang dan memakan benih itu dan membawa pergi, sehingga nggak ada sisa benih yang bisa ditanam di tanah yang subur. Nah itu yang terjadi pada kehidupan dari orang-orang yang berdosa, orang-orang yang ada di luar Kristus yang tidak mendapatkan anugerah dari pada Tuhan Allah dalam kehidupan mereka.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya pikir ini adalah hal yang sangat serius sekali ya. Masalah mendekatkan diri kepada Tuhan, masalah hidup berelasi dengan Tuhan, Alkitab sangat tepat sekali katakan, itu adalah masalah hati. Atau kalau kita mau katakan dengan bahasa Jonathan Edward, itu adalah masalah afeksi. Afeksi itu adalah apa? Afeksi itu adalah suatu dorongan jiwa yang begitu kuat sekali, yang mengakibatkan kita melakukan apa yang kita inginkan di dalam hati kita. Ini adalah masalah kita mengikut Tuhan. Kalau seseorang itu mau dikatakan sebagai orang yang mengasihi Tuhan, maka kasih kepada Tuhan yang begitu kuat itu harusnya menjadi sesuatu yang terwujud dalam kehidupan mereka dalam apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka lakukan dalam kehidupan mereka. Tetapi pada waktu seseorang dikatakan takut akan Tuhan itu adalah bicara mengenai afeksi yang kudus itu, bagaimana dengan orang yang tidak hidup di dalam Tuhan? Apakah mereka juga memiliki afeksi dalam kehidupan mereka? Jonathan Edward kemudian berkata seperti ini, mereka juga memiliki afeksi. Jangan pikir lawan dari afeksi yang kudus itu adalah tidak ada afeksi. Lawan dari afeksi yang kudus itu adalah afeksi yang negatif. Maksudnya apa? Kalau ktia adalah orang-orang yang tidak mendekatkan diri kepada Tuhan, dan tidak melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam kehidupan kita dan tidak bersekutu dengan Tuhan dalam kehidupan kita, jangan pikir kita bisa menjadi orang yang netral. Jonathan Edward berkata, kalau kita tidak dekatkan diri kepada Tuhan, yang akan terjadi dalam kehidupan kita adalah kita pasti menjauhkan diri dari Tuhan Allah. Makanya tadi saya katakan ini adalah hal yang sangat serius sekali, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan.
Saya tidak tahu kita sebagai orang Kristen yang telah mengikuti Tuhan begitu lama, apakah kita memiliki prinsip seperti yang diajarkan Konghucu, terutama orang Chinese ya. Kalau di dalam Alkitab itu dikatakan seperti ini, apa yang engkau kehendaki orang perbuat kepada engkau, perbuatlah itu terlebih dahulu kepada mereka. Lalu Konghucu bilang apa? Apa yang kau tidak ingin orang lain perbuat kepada engkau, maka jangan perbuat itu kepada mereka. Jadi kalau kita nggak mau orang nyakiti kita, jangan sakiti mereka. Kalau kita nggak mau orang fitnah kita, jangan fitnah mereka. Kalau kita nggak mau orang ganggu kita, jangan ganggu mereka. Kalau Alkitab berkata apa? Kalau kita nggak mau orang ganggu kita, buat baik kepada mereka. Kalau kita nggak mau orang fitnah kita, belajarlah berkata jujur dan mengasihi mereka. Aktif. Tetapi bagaimana dengan kehidupan kita sebagai orang Kristen? Banyak manusia dalam dunia ini yang memiliki suatu prinsip yang mengatakan, “kalau aku tidak melakukan sesuatu yang jahat kepada orang, sesuatu yang buruk kepada orang, maka itu tetap menjadikan aku orang yang baik. Daripada aku melakukan sesuatu yang tidak baik, lebih baik aku tidak melakukan sesuatu yang tidak baik, tapi juga nggak apa-apa kalau aku tidak melakukan sesuatu yang baik dalam kehidupanku.”
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, hati-hati. Pada waktu kita tidak melakukan sesuatu yang baik, yang benar, atau pada waktu ktia tidak memiliki suatu sifat afeksi yang kudus dalam kehidupan kita, lawannya itu bukan netral. Lawannya itu bukan tidak ada afeksi, tapi lawannya adalah afeksi yang negatif. Maksudnya adalah, kita akan hidup justru di pandangan Tuhan sebagai orang yang berdosa, tetap berdosa dan tetap tidak benar di hadapan Tuhan. Ini dikatakan di dalam Keluaran 32:26-28. Bapak Ibu bisa lihat pada peristiwa patung lembu emas yang disembah oleh orang Israel. Pada waktu Musa turun dari gunung itu dan melihat orang-orang Israel sudah begitu liar seperti kuda liar yang lepas dari kandangnya karena Harun melepaskan mereka, maka Musa berkata seperti ini, hai orang-orang Israel, siapa yang ada di pihak Tuhan, berdiri di belakangku. Berdiri di sisiku. Lalu ketika itu dikatakan, orang-orang Lewi kemudian memisahkan diri dari 11 suku yang lain dan berdiri di pihak Musa. Lalu setelah itu Musa katakan, sekarang cabut pedangmu, jalani seluruh dari pada 11 suku itu, dan bunuh mereka yang melawan Tuhan Allah. Dan hari itu dicatat ada 3 ribu orang yang mati akibat dari tindakan mereka yang menyembah patung lembu emas itu. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau masih ada yang hidup, saya bukan berkata karena mereka benar, tapi saya katakan karena mereka masih mendapatkan kemurahan Tuhan dalam kehidupan mereka, karena tindakan mereka sebenarnya harusnya dihukum oleh Tuhan Allah dan Musa sendiri dikatakan oleh Tuhan, Musa, Aku akan musnahkan mereka semua, tetapi Aku akan bangkitkan keturunan yang baru dari keturunanmu saja, untuk menjadi suatu bangsa yang besar. Tapi Musa berkata, “Jangan Tuhan, lebih baik namaku yang dihapuskan dari kitab kehidupan daripada seluruh umat Allah ini yang dimusnahkan. Jangan Tuhan, karena kalau Engkau lakukan itu semua, apa yang akan dikatakan oleh bangsa-bangsa lain? Apa yang dikatakan oleh orang-orang Mesir mengenai Engkau? Engkau membawa mereka keluar demi untuk membinasakan mereka di padang gurun. Engkau jadi Allah yang kejam, bukan Allah yang baik.” Nah ini yang membuat Tuhan kemudian bersabar terhadap mereka, hanya menghukum sebagian dari pada mereka.
Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya mau katakan, orang yang tidak berpihak di sisi Tuhan, orang yang tidak memiliki afeksi yang kudus, dia pasti memiliki afeksi yang berdosa dalam kehidupan mereka. Dan ketika dia memiliki afeksi yang berdosa, jangan pikir mereka bisa mengurangi itu berdasarkan keinginan hati mereka sendiri untuk makin lama makin menjadi baik dan baik, dan diperkenan oleh Tuhan Allah. Alkitab sudah mencatat sejarah manusia dengan begitu jelas sekali. Kenapa ada air bah? Kenapa setelah ada air bah ada Sodom-Gomora? Kenapa setelah ada Sodom-Gomora ada kematian atau hukuman yang Tuhan berikan kepada satu generasi pertama dari orang Israel yang keluar dari Mesir? Kenapa setelah generasi kedua besar lalu ada penghukuman bagi orang-orang yang ada di Kanaan di mana Tuhan memerintahkan melalui Israel untuk membinasakan semua orang yang ada di tanah perjanjian yang Tuhan berikan kepada orang-orang Israel tersebut? Semua itu menunjukkan ketika manusia hidup dalam dunia ini yang menjauhkan diri dari Tuhan akibat mereka berdosa, makin hari yang terjadi adalah mereka makin jauh dari Tuhan. Makin hari yang terjadi adalah mereka makin jahat di hadapan Tuhan. Makin hari mereka makin jauh dari persekutuan dengan Tuhan Allah, sehingga puncaknya mereka mendatangkan hukuman-hukuman itu dalam kehidupan mereka.
Karena itu saya harap kita melihat ini sebagai sesuatu yang serius. Kenapa? Bukankah kita adalah orang yang sudah ditebus oleh Kristus? Bukankah ini yang dikatakan sebagai orang yang masih di luar Kristus, manusia yang ada di dalam dosa seperti itu? Bagaimana dengan kita? Bukankah Kristus sudah menyelamatkan kita? Bukankah di dalam Kristus ada hidup yang kekal? Bukankah Tuhan sendiri sudah menjamin bahwa anak-anak Allah pasti tidak akan mengalami hukuman lagi? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, benar anak Allah tidak akan mengalami hukuman kalau kita sungguh-sungguh adalah orang pilihan Tuhan Allah. Tapi Paulus juga ada memperingatkan kepada kita seperti ini. Di dalam ayat 17, “Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia.” Maksudnya apa? Kita memang orang Kristen. Kita memang orang yang sudah ditebus oleh Kristus. Tapi peringatan Paulus itu berkata, kita masih ada kemungkinan bisa jatuh dalam kehidupan seperti orang-orang yang ada di luar Kristus. Kalau mereka punya pikiran gelap, mungkin kita juga bisa hidup di dalam suatu pemikiran yang gelap karena kita nggak mau belajar firman dan tidak mau meminta kemurahan Tuhan untuk membukakan pengertian firman dalam kehidupan kita. Kalau orang-orang di luar Kristus bisa hidup di dalam suatu kehidupan yang berdosa, yang tidak lagi peka akan dosa, yang pada waktu mereka melakukan dosa mereka tidak merasa bersalah ketika melakukan dosa itu, kita sebagai orang-orang yang ada di dalam Tuhan pun sebagai orang Kristen ada kemungkinan bisa jatuh ke dalam posisi itu. Memang tidak secara langsung. Tapi saya katakan, mungkin secara gradual kita akan dibawa dan diseret makin lama makin jauh dari kebenaran, dari hidup yang kudus, sampai akhirnya kita mati rasa dan tidak lagi merasa diri kita berdosa walaupun kita melakukan dosa dalam kehidupan kita. Ini adalah bahaya yang besar sekali, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan.
Dan sebagai orang yang percaya di dalam Kristus, saya peringatkan, jangan sekali-sekali merasa diri kuat. Jangan sekali-sekali merasa diri mampu untuk melawan dosa atau bermain-main dengan dosa. Karena di balik dosa ada kuasa iblis yang akan membelenggu dan mengikat diri kita sehingga kita nggak mungkin bisa terlepas dengan kekuatan kita sendiri. Karena itu jangan main-main! Sikap kita itu harusnya melarikan diri, menjauhkan diri dari dosa. Dan hal-hal yang tidak menyenangkan Tuhan Allah dalam kehidupan kita. Saya ambil contoh ya. Kalau kita suka nonton film porno, awal nonton saya yakin, mungkin bagi anak yang masih remaja, ada satu perasaan takut dalam kehidupan dia. Takut ketahuan orang tua, takut dimarahin orang tua, merasa berdosa, seperti itu. Tapi kalau dia teruskan, masih ada perasaan takut, nggak? Mungkin kalau awal itu, takut dimarahin Tuhan, seperti itu, takut berdosa. Tapi kalau dia teruskan, perasaan takut dimarahin Tuhan itu mulai menipis, mulai menipis, mulai menipis, yang sisa itu masih mungkin ada takut dimarahin orang tua. Tapi kalau dia teruskan lagi, apa yang terjadi? Saya yakin, dia akan mungkin jatuh di dalam pergaulan bebas dalam kehidupan dia. Lalu dia kemudian, kalau dia teruskan lagi, dalam kehidupan keluarga, mungkin dia akan melihat istri dan suami itu bukan satu-satunya pasangan yang eksklusif tapi dia boleh berselingkuh dengan orang lain dalam kehidupan dia. Dan pada waktu dia lakukan itu, yang terjadi adalah, nggak ada lagi perasaan “Aku orang berdosa. Aku orang yang harus dihukum oleh Tuhan Allah.” Tapi yang ada adalah: “Apa salahku? Dunia sekarang kalau aku nggak suka, tinggalkan saja kan? Apalagi dia nggak mencintai aku lagi, apalagi dia tidak sesuai dengan kriteria hidupku. Apalagi dia adalah orang yang mungkin, adalah orang yang tidak bisa memberikan suatu keuntungan atau manfaat bagi diriku.” Jadi yang menjadi hal yang bijaksana adalah bukan tetap setia kepada dia, tetapi cari orang lain, cari pasangan hidup yang lain. Atau bahkan dikatakan, mungkin kita berpikir, orang yang cerdik itu adalah, suami-suami kalau meninggalkan istri bisa punya perempuan lain tanpa diketahui istri. Itu cerdik, bukan orang berdosa. Karena apa? Dari sedikit biasakan diri hidup dalam dosa, lakukan dosa. Sehingga ketika dosa semakin sering dilakukan, hati nurani makin mengecil suaranya, mengecil suaranya, sampai akhirnya dia diam dan nggak berbicara lagi. Dan kita akan tetap merasa, pada waktu itu, aku orang baik-baik, aku nggak masalah. Saudara, ini mengerikan sekali.
Karena itu saya katakan, jangan coba-coba main-main di dalam lingkungan dosa. Karena kita masih punya kerentanan untuk bisa terbujuk dan jatuh ke dalam sini. Ada satu peringatan yang Tuhan Yesus berikan bagi diri kita. Saya percaya ini memiliki makna seperti ini juga ya. Kalau Bapak, Ibu baca, misalnya dalam Lukas 13:30, “Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir.” Siapa ini? Pada waktu berbicara mengenai ini, dikatakan mengenai konteks orang Israel yang kemudian akhirnya menjadi orang yang terakhir, padahal mereka adalah orang yang dipilih Tuhan terlebih dahulu menjadi umat Allah. Tapi kalau kita aplikasikan dalam kehidupan kita, siapa orang Kristen, siapa diri kita? Awal mula kita mengikut Kristus, ada nggak perasaan menggebu-gebu yang begitu besar di dalam kita mengikut Kristus? Saya percaya mungkin ada. Tetapi setelah berapa puluh tahun kemudian, perasaan itu masih tetap terpelihara dengan baik atau tidak? Atau kita justru telah merosot dan merosot, ketinggalan-ketinggalan dengan orang yang baru mengenal Kristus dalam kehidupan kita, sehingga kita yang dahulu menjadi yang di depan, sekarang menjadi yang di belakang, seperti itu. Pertanyaan saya: pada waktu kita ada di belakang, Saudara merasa itu sesuatu yang salah? Apakah Saudara merasa itu adalah sesuatu yang aneh, seperti itu, sesuatu yang tidak benar, atau tidak apa-apa? Saya pikir kita harus koreksi diri kita. Karena anak Tuhan, yang memiliki kepekaan di dalam hati, karena dia mendekatkan diri senantiasa dalam persekutuan dengan Tuhan Allah melalui firman-Nya, dia pasti tidak akan nyaman hidup di dalam dosa. Tetapi bagaimana orang yang merupakan orang Kristen, yang katanya hidup di dalam Tuhan, ingin hidup di dalam dosa? Cara satu-satunya adalah, bukan mendekatkan diri kepada Tuhan Allah, tetapi justru menindas dan menekan hati nurani itu.
Saudara, kalau mulai bermain-main dengan dosa, untuk bisa melakukan dosa, cara satu-satunya yang paling melegalkan kita berbuat dosa adalah menyingkirkan perasaan dan tuduhan hati nurani. Dan pada waktu kita lakukan itu, yang terjadi adalah, makin kita tekan, makin kita menjauh. Makin kita dekat, makin kita hidup di dalam kehidupan yang ada di bawah murka Tuhan Allah, bukan sesuatu kehidupan yang baik. Atau bahkan, demi untuk bisa membenarkan diri, ketika melakukan itu, kita akan berkata: “Hati nurani sebenarnya sesuatu yang merupakan hasil ajaran orang tua, tapi sebenarnya nggak ada.” Ini lebih celaka lagi ya.
“Hati nurani itu kenapa ada?”
“Oh itu bukan wakil Tuhan punya suara, tetapi itu adalah karena didikan orang tua dan agama yang ditanamkan kepada diri kita dari kecil.”
Siapa yang mengatakan ini? Sigmund Freud, seorang psikolog yang akhirnya tidak percaya kepada Tuhan, dia berkata, “Hati nurani itu adalah sesuatu yang ditanamkan oleh orang tua dan tradisi dan agama.” Kenapa kita merasa bersalah ketika mencuri? Karena dari kecil kita dikasih tau: Jangan mencuri, jangan mencuri. Kenapa kita bersalah ketika kita berzinah, karena dari kecil kita ngomong: “Kita harus setia sama satu istri.” Dari kecil kita diajarkan untuk baru boleh memiliki kehidupan seperti suami istri setelah kita diberkati di dalam gereja. Maka dari kecil, ketika itu ditanamkan di dalam hati kita, makin besar, makin besar, kita pikir itu yang benar, itu yang harus, seperti itu. Dan ini membuat, ketika kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sudah ditanamkan dalam hati kita, maka kita akan merasa bersalah, kita akan merasa tertekan seperti itu. Sehingga solusinya bagaimana? Menurut Freud: “Buang itu, buang yang diajarkan itu, karena itu nggak ada sebenarnya. Lakukan apa yang kau kehendaki, lakukan apa yang kau inginkan dalam kehidupanmu. Termasuk, lampiaskan nafsumu! Kalau engkau buang semua ajaran orang tua, kamu pasti nggak akan punya perasaan bersalah.”
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, betulkah seperti itu? Saya yakin kita nggak akan berkata itu adalah sesuatu yang benar. Hati nurani adalah sungguh-sungguh wakil Tuhan di dalam hati kita. Apalagi kalau kita sungguh-sungguh menundukkan diri di bawah kebenaran firman, maka di situ suara hati nurani kita akan makin peka terhadap apa yang menjadi kebenaran dan sesuatu yang berdosa dalam kehidupan kita. Dan saya percaya kita harus lebih peka dan lebih menundukkan diri kepada apa yang dikatakan suara hati kita yang ditundukkan di bawah kebenaran firman, bukan mematikan suara hati. Orang berdosa, demi untuk bisa melakukan dosa, mereka tekan dan menindas suara hati. Kita bagaimana? Paulus berkata, “Jangan hidup seperti cara hidup mereka yang berdosa itu. Karena hati kita sudah dihidupkan, hati kita sudah diberikan kebenaran dan pengertian yang benar oleh firman Tuhan. Hati kita sudah dilembutkan oleh Tuhan Allah. Ini adalah kehidupan orang Kristen.
Saya akan menutup khotbah kita pagi ini dengan membaca Ibrani 3:7-19, “Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya. Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalan-Ku, sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.” Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan “hari ini”, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa. Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula. Tetapi apabila pernah dikatakan: “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman”, siapakah mereka yang membangkitkan amarah Allah, sekalipun mereka mendengar suara-Nya? Bukankah mereka semua yang keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa? Dan siapakah yang Ia murkai empat puluh tahun lamanya? Bukankah mereka yang berbuat dosa dan yang mayatnya bergelimpangan di padang gurun? Dan siapakah yang telah Ia sumpahi, bahwa mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Nya? Bukankah mereka yang tidak taat? Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ada satu bahaya yang diperingati oleh Kitab Suci mengenai orang percaya, yaitu bahaya mengeraskan hati karena hidup di dalam dosa dan terus memelihara dosa. Dan pada waktu itu, bahaya yang lebih fatal lagi adalah, walaupun kita hidup di dalam dosa, kita tetap merasa kita baik-baik karena kita adalah anak Allah yang percaya kepada Kristus. Tapi Ibrani 13 berkata, kalau kita hidup dalam dosa, kita nggak bisa ngomong kita anak Tuhan. Yang kita perlu lakukan adalah: Bertobat, jauhkan dosa itu dan hidup dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan Tuhan. Karena inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi setiap orang yang sudah ditebus oleh darah Kristus di kayu salib bagi diri kita. Mari kita masuk dalam doa.
Kami kembali bersyukur, Bapa, untuk anugrah keselamatan yang boleh Engkau karuniakan. Kami juga kembali bersyukur, Bapa, karena kebenaran-kebenaran firman yang Engkau boleh bukakan bagi kami. Kami juga bersyukur, ya Bapa, karena Engkau bukan hanya membukakan kebenaran firman, tetapi Engkau memberikan perbandingan-perbandingan dalam kehidupan kami dari hidup anak Tuhan dengan kehidupan orang-orang yang di luar Tuhan, atau kehidupan lama kami. Sehingga ketika kami menjalani hidup ini, kami boleh mengerti, bagaimana kami menghidupi kehidupan kami sebagai anak-anak Tuhan di tengah-tengah dunia ini. Tolong jauhkan kami dari dosa! Tolong jauhkan kami dari pada pencobaan yang bisa membuat kami jatuh kembali ke dalam kehidupan lalu kami. Tapi Bapa, kiranya Engkau boleh berikan kekuatan, berikan kepekaan dalam hati kami terhadap dosa, berikan kami kepekaan akan apa yang menjadi kekudusan Tuhan. Berikan kami kerinduan untuk memiliki kekudusan itu dalam kehidupan kami yang semakin hari semakin bertumbuh dan bertambah dengan limpahnya. Sehingga kami boleh menjadi orang-orang atau anak-anakMu yang senantiasa menjalankan panggilan hidup kami dan berkenan di hadapanMu. Sekali lagi kami bersyukur dan berdoa hanya di dalam nama Yesus Kristus. Amin
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]