Ef. 4:20-21
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita melihat bagian ayat 20 dan 21, tentunya kita tidak bisa terlepas dari ayat 17 sampai ayat 19 yang sebelumnya kita telah bahas. Saya akan review secara singkat saja mengenai ayat 17-19 baru kita akan masuk ke dalam ayat 20 dan seterusnya. Pada waktu kita melihat kepada kehidupan manusia baru, hal pertama yang Paulus ajak kita lihat itu adalah bukan pada kehidupan manusia barunya langsung, tetapi Paulus mengajak kita melihat pada keadaan kehidupan kita atau manusia sebelum menjadi manusia yang baru. Dan pada waktu Paulus mengajak kita melihat pada keadaan hidup manusia sebelum menjadi manusia yang baru atau manusia yang di luar dari pada Kristus, maka Paulus memberikan kepada kita 4 karakteristik dari orang-orang yang hidup di luar Kristus. Yang pertama itu ada tercatat di dalam ayat 17. Paulus berkata, sebab itu kukatakan kepadamu, di dalam Tuhan jangan hidup lagi sama seperti orang-orang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia. Siapa orang-orang yang di luar Kristus? Paulus berkata, hal yang pertama yang kita bisa lihat, mereka memiliki pikiran yang sia-sia. Maksud sia-sia itu apa? Maksudnya adalah mereka memiliki pikiran yang hampa, yang kosong, dan tidak ada gunanya, seperti itu. Dan Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di sisi lain pengertian pikiran yang sia-sia kita juga bisa artikan orang-orang yang ada di luar Kristus adalah orang-orang yang memiliki pendirian mereka sendiri, pemikiran mereka sendiri, dan di dalam mengambil suatu keputusan, mereka tidak konsultasikan kepada apa yang menjadi kebenaran firman, tetapi mereka menganggap pikirannya itu adalah pikiran yang benar yang harus diikuti, yang harus dijalankan dalam kehidupan mereka; atau istilah lainnya adalah mereka adalah orang-orang yang berpusat pada diri mereka sendiri, self–centerd man dalam kehidupan mereka.
Dan Alkitab juga menunjukkan ciri-ciri kehidupan seperti ini misalnya di dalam Kitab Pengkhotbah. Pada waktu kita lihat di dalam Pengkhotbah, Pengkhotbah berkata, semua atau segala sesuatu adalah sia-sia. Orang-orang bekerja dari pagi sampai malam, membanting tulang, mengeluarkan keringat, dari hari demi hari, karena apa? Karena pasti mereka menganggap itu sesuatu yang penting untuk dikerjakan dalam kehidupan mereka. Tapi pada waktu mereka mengejar kerjaan itu, mengejar materi, mengejar kekayaan, mengejar kesenangan di dalam dunia, Pengkhotbah berkata, mereka ada di dalam kesia-siaan. Itu adalah suatu gaya hidup yang sia-sia, yang hampa, yang kosong, yang tidak ada artinya di hadapan dari Tuhan Allah. Karena apa? Mereka lebih memikirkan apa yang menjadi kepentingan diri mereka sendiri, hal-hal yang berkaitan dengan hal-hal dunia, bahkan kehidupan yang berdosa tanpa mempertimbangkan atau mengikutsertakan hal-hal yang bersifat dengan rohani atau hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan dari Kerajaan Allah. Yang kedua adalah, orang-orang di luar Kristus adalah orang-orang yang memiliki karakteristik yang tidak peduli akan kebenaran. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini dikatakan di dalam ayat 18. Di ayat 18 dikatakan, “dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.” Siapa orang-orang di luar Kristus? Mereka adalah orang-orang yang memiliki pengertian yang gelap. Mereka adalah orang-orang yang memiliki hati yang degil. Mereka adalah orang-orang yang memiliki suatu kehidupan yang tidak ada kerinduan akan kebenaran bahkan memisahkan diri atau memutuskan diri mereka dari kebenaran yang ada di dalam Kristus. Dan saya percaya ini adalah sesuatu yang sangat berkaitan sekali dengan karakteristik yang pertama. Kalau orang hidup berdasarkan bijaksana mereka sendiri, kalau orang hidup berdasarkan kecerdasan mereka sendiri atau pertimbangan mereka sendiri, yang akan terjadi adalah mereka akan mengabaikan apa yang menjadi kebenaran firman, apa yang menjadi kebenaran yang Tuhan nyatakan atau wahyukan kepada diri manusia, dan itu membuat mereka tidak akan menginginkan atau merindukan kebenaran itu dan bahkan ketika mereka tidak merindukan kebenaran itu mereka akan menjauhkan diri dari kebenaran yang Tuhan nyatakan dalam kehidupan mereka.
Tetapi pada waktu kita berkata manusia menjauhkan diri dari kebenaran, ada satu hal yang kita harus catat baik-baik. Itu bukan karena mereka terpaksa melakukannya, itu bukan karena kondisi yang membuat mereka harus menjauhi kebenaran Tuhan, tetapi karena mereka memiliki kerelaan dan kemauan dan yang didasarkan pada pilihan-pilihan mereka yang sengaja mau meninggalkan atau menjauhkan diri dari kebenaran Tuhan dalam kehidupan mereka. Alkitab jelas sekali berbicara, sebabnya karena apa? Sebabnya karena manusia sudah jatuh dalam dosa, dan sebabnya karena manusia memiliki rohani yang sudah mati di hadapan Allah, sehingga pada waktu mereka lihat kebenaran, mereka tidak mampu mengenali kebenaran, mereka tidak mampu percaya kepada kebenaran itu dalam kehidupan mereka. Dan pada waktu ini terjadi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, jangan kira Tuhan memiliki belas kasih untuk membawa orang kembali. Ketika orang memilih untuk menjauh dari Tuhan, yang Alkitab katakan adalah, Tuhan akan membiarkan mereka di dalam kondisi tersebut. Kita tahu dari mana? Misalnya dari Roma 1:18 dan seterusnya, Bapak, Ibu, Saudara bisa baca di situ, Tuhan membiarkan mereka jatuh dalam kejahatan, yang makin dalam dan makin dalam. Dan salah satu ayat lagi yang barusan kita baca di dalam Mazmur 81 itu, kalau Bapak, Ibu, Saudara masih mengingat di dalam Mazmur 81 tadi, di dalam ayat 13, di situ dikatakan, “Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya;biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri!” Siapa mereka itu? Orang-orang yang diberitakan kebenaran, umat Allah yang kemudian tidak mau tunduk pada kebenaran itu, tidak mau memiliki hati yang takut akan Tuhan, makin menjauhkan diri, sengaja menjauhkan diri, dan pada waktu mereka menjauhkan diri, Tuhan berkata, jangan harap Tuhan akan panggil mereka kembali. Tapi Tuhan akan biarkan mereka di dalam kejahatan mereka dan di dalam kedegilan hati mereka. Ada salah satu ayat yang dikatakan dalam Perjanjian Lama, satu ayat yang pernah saya katakan tapi sekaligus saya katakan kembali karena ini adalah ayat yang mengerikan sekali. Pada waktu seseorang mengira dia adalah orang yang bijaksana, orang yang pintar, orang yang bisa mengelabuhi Tuhan dan mempermainkan Tuhan dalam hidup mereka, jangan kira Tuhan bisa dipermainkan dan dibohongi dalam kehidupan mereka karena yang sebenarnya terjadi adalah justru Tuhan yang mempermainkan orang-orang yang berani mempermainkan Tuhan dalam kehidupan mereka. Saudara, ini adalah hal yang saya percaya sesuatu yang mengerikan dari kehidupan kita. Suatu teguran, peringatan yang begitu keras dari Tuhan, supaya kita jangan bermain-main dengan suatu kehidupan yang menjauhkan diri dari hadapan Tuhan atau yang berdosa, karena Tuhan sebenarnya tidak memiliki kewajiban, atau Tuhan sebenarnya tidak diharuskan untuk menyelamatkan dan menebus kita lalu mengeluarkan kita dari kondisi seperti itu. Ini adalah karakteristik kedua, orang yang melihat diri dia sebagai penentu, standar kebenaran, akan hidup di dalam suatu kehidupan yang justru menjauh dari kebenaran Tuhan dan di dalam suatu kedegilan hati.
Dan dari situ kita masuk ke dalam karakteristik yang ketiga, yaitu suatu kehidupan yang tidak tahu malu lagi. Paulus katakan ini di dalam ayat 19. “Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri pada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.” Siapa orang-orang di luar Tuhan? Orang-orang di luar Tuhan, Paulus katakan, orang-orang yang ketika melakukan dosa dalam kehidupan mereka, jangan pikir mereka akan sadar. Jangan pikir mereka akan memiliki rasa malu dalam kehidupan mereka. Jangan pikir mereka kemudian akan bertobat dari dosa itu. Pada waktu mereka menjauhkan kebenaran, mereka akan masuk ke dalam suatu kondisi yang mati rasa ketika mereka melakukan dosa dalam kehidupan mereka. Istilah yang Paulus gunakan adalah, hati mereka telah menjadi kapalan. Hati mereka telah diselubungi oleh kulit yang tebal, yang tidak ada kepekaan lagi terhadap moralitas yang Tuhan berikan, sehingga ketika mereka melakukan dosa, mereka hidup dalam suatu kehidupan berdosa tanpa ada rasa malu terhadapnya. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya pikir kita bisa lihat di dalam budaya kita saat ini, dulu orang-orang hidup di dalam keadaan yang malu untuk menyatakan mereka adalah orang yang hidup dalam pergaulan yang bebas. Dulu orang-orang hidup dalam keadaan di mana kalau terjadi kehamilan di luar nikah itu adalah sesuatu yang begitu tabu sekali untuk dibicarakan. Tapi hari ini orang bisa mengaku di depan TV bahwa mereka adalah orang yang hamil, menyayangi anak, tanpa ada suami, dan tidak perlu tahu siapa suaminya. Dan mereka ndak ada rasa malu terhadap hal itu. Ini adalah sesuatu yang sangat memprihatinkan sekali, tetapi inilah realita dari kehidupan orang-orang yang ada di luar Kristus. Pada waktu mereka melakukan dosa, itu bukan dilihat sebagai dosa lagi mungkin, seperti itu, bahkan menjadi sesuatu yang benar dan seharusnya mendapatkan belas kasih dari orang untuk mereka, bukan penghakiman, bukan teguran, tetapi belas kasih untuk menyatakan tindakan mereka adalah tindakan yang benar. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini Paulus katakan di dalam ayat 19. 18 dan 19.
Lalu ketika kita bicara kepada 3 karakteristik ini, ada satu karakteristik lagi yang Paulus katakan mengenai orang-orang yang ada di luar Kristus, yaitu mereka adalah orang-orang yang kemudian memiliki pikiran yang memberontak melawan Allah. Jadi ini adalah suatu rangkaian, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan. Pertama, mereka memiliki pikiran sesuai dengan standar mereka sendiri, self-centered. Akibat dari pikiran mereka yang sesuai dengan apa yang mereka kehendaki sendiri, Tuhan serahkan mereka kepada pikiran yang tidak menghendaki kebenaran. Akibat tidak menghendaki kebenaran, Tuhan biarkan mereka masuk ke dalam keadaan yang tidak ada rasa malu lagi. Lalu setelah itu mereka akan masuk ke dalam suatu kondisi di mana mereka hidup di dalam pikiran-pikiran yang memberontak melawan Tuhan. Paulus katakan ini dalam Roma 1:28. Kalau Saudara baca di situ, kita bisa melihat, kita sama-sama buka ya, Roma 1:28. “Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas. Lalu di ayat 32, “Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.” Dan di antara itu Saudara bisa lihat, begitu banyak hal-hal yang merupakan kehidupan dan pikiran yang jahat yang ada di dalam pikiran manusia yang berdosa tersebut. Jadi ini adalah suatu keadaan yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Dan ketika kita melihat kepada pemikiran-pemikiran ini, maka jangan pikir bahwa kehidupan orang-orang di luar Kristus itu akan menuju kepada suatu kehidupan yang baik dan makin baik dan makin baik dalam kehidupan mereka. Tetapi realita menyatakan, ketika orang menolak Kristus, orang hidup di luar Kristus, yang terjadi adalah bukan dari kehidupan yang kurang baik, tetapi dari kehidupan yang buruk menjadi kehidupan yang lebih buruk lagi, ke kehidupan yang lebih buruk lagi, sampai akhirnya mereka masuk ke dalam suatu kehidupan yang sangat buruk dalam kehidupan mereka. Ini adalah realita yang Kitab Suci nyatakan bagi kita. Kalau andai kata mereka masih bisa hidup dalam kondisi yang baik, bukan karena mereka baik. Kalau andai saja ada tetap suatu kebaikan dalam dunia ini di mana kita bisa hidup tanpa rasa takut adanya ancaman kejahatan dalam kehidupan kita, bukan karena dunia ini tanpa kejahatan dan bukan karena dunia ini baik, tetapi karena Tuhan masih memberikan anugerah untuk memelihara keadaan kita sehingga kita masih bisa hidup dalam keadaan yang tenang dan keadaan yang baik dalam kehidupan kita tanpa rasa takut ancaman atau kejahatan dalam hidup kita. Ini semua bukan karena manusia mampu untuk hidup seperti itu, tetapi Alkitab jelas sekali menyatakan, ini semua karena Allah yang menjaga, memelihara, sesuatu yang dari luar yang membuat kita tidak masuk ke dalam keadaan yang lebih jahat dalam kehidupan kita.
Di dalam persekutuan pemuda kemarin, saya ada ambil contoh seperti ini: Orang-orang yang hidup dalam keadaan yang dikeluarkan dari lingkungan hidup dia yang terbiasa itu adalah orang yang lebih rentan dicobai oleh iblis. Contohnya seperti apa? Saudara, kalau hidup dalam keadaan yang dirasa normal dalam lingkungan keluarga yang Saudara kenali, misalnya, Saudara akan lebih mudah menjaga kehidupan yang benar. Tapi begitu Saudara keluar dari lingkungan itu, itu menjadi penguji Saudara sebenarnya orang yang benar, orang yang memiliki hati yang mengenal Tuhan atau tidak dalam kehidupan Saudara. Saya ambil contoh kayak gini kemarin; nggak semua seperti itu pasti tetapi umumnya anak-anak muda itu seperti ini. Pada waktu hidup di dalam keluarga, di mana ada orang tua yang menjaga, biasanya kehidupan mereka lebih disiplin. Bangun pagi hari, ada waktunya; makan tepat waktu; pada hari Minggu pergi ke gereja untuk berbakti kepada Tuhan. Saya nanya, pada waktu kemudian mereka pergi kuliah ke satu tempat, nggak ada orang tua lagi yang mengontrol hidup mereka, nggak ada yang membangunkan mereka lagi, nggak ada yang memarahi mereka lagi mungkin setiap hari atau mengingatkan mereka; mereka melakukan hal yang dilakukan dalam keluarga tidak? Bangun jam berapa? Pagi?Kebanyakan siang. Makan bagaimana? Mungkin lebih nggak teratur. Pergi gereja atau nggak tiap Minggu? Saya yakin lebih banyak tidurnya di hari Minggu, karena begadang di malam hari. Ini realita, Saudara. Kalau Saudara bekerja di dalam suatu lingkungan Kristen yang begitu taat, sepertinya, begitu beribadah, tiap pagi ada ibadah atau tiap hari Jumat ada ibadah seperti itu; ada renungan. Sebelum pulang ada doa bersama lagi. Saya percaya, pasti mendadak jadi orang Kristen yang baik. Anak-anak sekolah yang masih SMP kalian sekolah di dalam lingkungan sekolah Kristen yang begitu taat sekali, begitu baik sekali, setiap hari pasti ada renungan di situ. Tapi apakah itu menjadikan Saudara orang Kristen yang baik? Saya berkata, mungkin saja, tetapi juga mungkin tidak. Kapan itu akan terlihat? Pada waktu engkau kemudian pergi keluar dari lingkungan sekolah Kristen itu, masuk ke dalam lingkungan sekolah non-Kristen atau dalam dunia pekerjaan yang tidak memiliki lingkungan kerja Kristen. Saat itu baru kelihatan, sebenarnya selama ini kerohanian kita adalah kerohanian yang benar, yang sungguh-sungguh hidup dalam takut akan Allah atau tidak.
Itu sebabnya di dalam perumpamaan biji sesawi Tuhan Yesus berkata, Ketika benih itu ditabur, benih itu ada yang jatuh ke tanah yang berbatu. Waktu benih itu jatuh ke tanah berbatu, maka di situ ia akan tumbuh – seperti orang Kristen yang takut akan Tuhan – tetapi benih itu nggak punya akar. Kapan ketahuan tidak punya akar? Karena tanahnya tipis. Waktu pencobaan datang, pada waktu sinar matahari bersinar, saat itu mereka baru tahu, ini benih sebenarnya tidak tumbuh, tetapi mereka kemudian layu dan mati. Artinya adalah ketika pencobaan datang, baru dari situ ketahuan selama ini benih yang ditabur melalui lingkungan mungkin juga yang begitu taat dan setia kepada Tuhan, itu sebenarnya bertumbuh atau tidak. Jadi, Bapak-Ibu Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita melihat keadaan-keadaan seperti ini, kita akan melihat kehidupan manusia dalam dunia, sebenarnya bukan suatu kehidupan yang – yang kurang baik – yang bisa menuju kepada kehidupan yang baik, tetapi kehidupan yang sebenarnya buruk, yang kemudian akan makin buruk, makin buruk, dan yang menjaga mereka itu sebenarnya bukan diri mereka dan hati yang takut Tuhan, tetapi karena lingkungan yang menjaga mereka seperti itu.Saya pikir, selain dari contoh yang saya berikan, ada banyak contoh dalam Kitab Suci dan dunia ini. Misalnya ambil contoh pada waktu manusia hidup di dalam dunia mula-mula, Alkitab berkata ada air bah yang Tuhan berikan kepada manusia pada zaman Nuh. Kenapa ada air bah? Karena manusia makin jahat dan makin jahat dalam kehidupan mereka. Akhirnya Tuhan berkata, sudah Aku musnahkan semua manusia dan tinggal 8 manusia yang hidup. Tapi setelah manusia 8 ini hidup dan semua manusia mati, saya tanya, ketika Nuh masuk ke dalam dunia lagi, tinggal dalam dunia bersama dengan 3 anak dan 3 menantunya, lalu melahirkan anak-cucu di dalam kehidupan mereka, dunia makin baik atau tidak? Kehidupan manusia makin baik atau tidak? Alkitab berkata, kehidupan manusia kembali makin jahat, makin jahat, akhirnya terjadi peristiwa Menara Babel di mana manusia begitu mau meninggikan diri dan akhirnya Tuhan memberikan bahasa yang berbeda-beda dan mereka terpaksa tercerai-berai dan di situ mereka gagal di dalam menjalankan apa yang menjadi keinginan hati mereka.
Jadi, Saudara, apa yang membuat manusia hidup dalam keadaan baik? Alkitab bilang, bukan karena mereka baik tetapi karena ada yang menjaga mereka untuk hidup dengan baik. Dan dari karakteristik ini, Saudara bisa lihat satu hal yang menarik: Dari pikiran yang berpusat pada diri, kemudian Tuhan serahkan kepada kehidupan yang menjauhkan diri dari kebenaran, lalu setelah itu Tuhan membiarkan mereka dalam kehidupan tanpa rasa malu. Lalu setelah itu Tuhan biarkan mereka dalam pemikiran-pemikiran yang memberontak melawan TUHAN Allah. Di dalam keadaan makin merosot ini, ada satu hal yang saya mau tekankan yaitu adalah kejahatan itu adalah sesuatu yang dimulai dari pemikiran yang jahat yang ada dalam diri manusia atau yang berpusat dalam diri manusia.
Sangat menarik sekali, ada sebuah buku yang menjadi buku semacam Kitab Sucinya para polisi di Amerika. Buku ini judulnya adalah “The Criminal Personality” atau kepribadian dari para penjahat. Dan ini adalah suatu buku yang ditulis oleh dua orang Yahudi, yaitu Samuel Yochelsin dan Stanton Samenow. Dua orang ini ketika menulis buku ini, mereka tidak sembarangan di dalam menulis mengenai kepribadian orang-orang penjahat itu. Tetapi mereka sebelumnya telah melakukan semacam penelitian yang lama sekali. Dan kepada objek penelitian yang begitu banyak sekali. Diketahui mereka mengadakan penelitian ini selama 15 tahun kepada 20.000 orang tahanan. Lalu, setelah mereka meneliti selama 15 tahun pada 20.000 orang tahanan ini, mereka akhirnya mengambil suatu kesimpulan dan mereka menuliskan kesimpulan mereka itu di dalam buku yang diberi judul “The Criminal Personality” tersebut. Lalu apa yang mereka temukan di dalam penelitian itu? Satu hal yang menarik dan saya pikir ini akan mengejutkan kita sebagai orang-orang yang hidup di dalam dunia ini dengan pendapat-pendapat daripada para ahli yang begitu banyak, yang mereka katakan adalah seperti ini: Sering kali kita dengan kalau kejahatan terjadi atau seseorang menjadi seorang penjahat itu adalah diakibatkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan keadaan lingkungan di mana mereka tinggal. Jadi pada waktu seseorang hidup di dalam lingkungan yang jahat, maka itu akan menjadikan dia seorang penjahat. Kalau dia adalah orang yang hidup dalam lingkungan masyarakat yang baik, dia akan menjadi orang yang baik. Kalau dia memiliki orang tua yang mendidik dengan benar, dia akan menjadi anak yang baik. Kalau orang tuanya pedah rumah tangganya, rusak rumah tangga orang tuanya bercerai dan orang tuanya hidup dalam keadaan yang tidak baik maka anak ini kemungkinan akan hidup dalam keadaan yang tidak baik atau orang yang jadi jahat. Selain itu ada faktor ekonomi, faktor sosial, faktor yang lain atau status dan ras yang dimiliki seseorang itu bisa menentukan keadaan hidup dia menjadi seseorang yang baik atau yang jahat. Siapa yang menjadi penentu? Ahli bilang lingkungan yang menjadi faktor penentu. Maksudnya adalah kalau ada penjahat di dalam kehidupan kita, jangan hanya menyalahkan penjahat itu. Tetapi kalian juga harus menyalahkan lingkungan yang membesarkan penjahat itu karena mereka memiliki peran di dalam mendidik orang menjadi seorang penjahat.
Tapi pada waktu kita membaca buku ini, buku ini mengatakan sesuatu yang menarik yang berbeda sekali dengan apa yang menjadi kepercayaan orang banyak ini dan pendapat dari ahli-ahli. Buku ini berkata seperti ini: Setelah 15 tahun penelitian, mereka menemukan bahwa kejahatan yang dilakukan seseorang itu adalah sesuatu yang disebabkan oleh suatu hal yang sudah direncanakan dengan bagitu hati-hati dan teliti dan mereka melakukan pemilihan-pemilihan untuk melakukan kejahatan berdasarkan rencana atau pemikiran yang begitu hati-hati dan teliti tersebut. Maksudnya adalah ketika seseorang melakukan kejahatan, bukan karena faktor lingkungan yang membuat mereka melakukan itu tetapi karena perencanaan yang teliti dan pertimbangan yang hati-hati yang mereka lakukan baru mereka melakukan kejahatan atau memilih hidup menjadi seorang penjahat. Kenapa mereka bisa berkesimpulan seperti ini? Sebabnya karena mereka berkata, “Kalau andaikata lingkungan membentuk orang menjadi seorang penjahat, maka kalau orang itu besar dari lingkungan jahat, maka mayoritas orang akan menjadi orang jahat. Kalau dia dalam lingkungan yang baik, maka mereka akan menjadi orang yang baik. Tetapi realita hasil penelitian itu menunjukkan kejahatan atau kehidupan sebagai orang jahat itu bersumber dari spektrum keluarga yang luas atau dari suatu rentang kehidupan keluarga yang luas.” Ada orang yang menjadi penjahat dari keluarga yang baik. Ada orang yang menjadi penjahat dari keluarga yang jahat. Jadi kita nggak bisa patokkan dari keluarga yang jahat, lingkungan jahat akan menghasilkan orang yang jahat. Tapi mungkin dari lingkungan yang tidak baik, yang merugikan dan keluarga yang tidak baik, atau mengikat, yang kurang baik itu, memang ada orang-orang yang jahat, tetapi juga banyak orang-orang yang masih baik dalam kehidupan mereka. Kalau begitu kejahatan dari mana? Lingkungankah? Kedua orang yang meniliti ini bilang enggak, tapi dari pemikiran atau pilihan-pilihan yang berdasarkan dari pemikiran yang hati-hati yang telah mereka lakukan sebelumnya. Itu yang menjadikan mereka menjadi seorang jahat. Karena itu penulis ini juga berkata seperti ini; sebenarnya kejahatan itu bukan sesuatu yang terjadi baru muncul ketika orang masuk ke dalam usia remaja dan lain-lain. Bahkan kejahatan itu, potensi jahat itu sudah bisa terlihat dari anak usia 3 tahun. Pada waktu kita lihat kecondongan dia, pemberontakan dia, hati dia yang tidak mau tunduk pada orang tua, atau pada hukum tertentu, atau peraturan tertentu, itu sebenarnya punya potensi untuk menjadikan dia menjadi seorang penjahat. Makanya dari sini saya percaya apa yang dikatakan Kitab Suci itu adalah suatu kebenaran.
Saudara, pada waktu seseorang melakukan sesuatu kejahatan dalam hidup mereka, ada suatu ketika orang tersebut jatuh dalam perbuatan yang berdosa, hal pertama yang perlu dilakukan bukan menyalahkan lingkungan, bukan menyalahkan orang tua yang menjadikan engkau seperti itu, tetapi coba salahkan dirimu sendiri atau lihat dirimu sendiri sebagai orang yang menjadi penentu atau pemutus untuk mengambil kehidupan yang tidak baik atau jahat tersebut. Yang kedua adalah pada waktu kita melihat Alkitab berbicara mengenai realita seperti itu, berbicara mengenai kondisi hasil penelitian yang menunjukkan itu adalah dari pemikiran yang muncul dari anak kecil, maka saya percaya apa yang Alkitab katakan benar. Alkitab berkata, jangan lihat anak kecil itu sebagai bayi yang lucu, anak kecil yang imut-imut, yang baik, semua orang tua pasti akan berkata anaknya baik. Tapi coba tanya orang tua lain, anakku baik enggak? Mereka ngomong apa? “Anak Bapak itu nakal sekali loh. Lucu sih, tapi mungkin nakal,” seperti itu. Alkitab berkata kita harus didik anak itu dari kecil. Kita nggak bisa membiarkan mereka memilih jalan mereka sendiri berdasarkan keinginan mereka. Mungkin dunia psikologi berkata para pendidik, para orang tua itu hanya mengarahkan anak ke mana dia mau; menuntun anak. Tapi saya percaya Alkitab berkata benar. Orang tua bukan hanya mengarahkan anak – bukan mengikuti anak – tetapi memimpin anak, membimbing anak, bahkan kalau perlu akan mendidik anak dengan rotan. Ini perkataan Alkitab. Karena apa? Ada anak-anak tertentu yang dari kecil begitu memberontak hidup mereka, yang berbeda dari anak-anak yang lain. Tetapi bukan dari hati yang penuh dengan kemarahan , kebencian, tetapi hati yang mengasihi anak itu supaya dia bisa hidup di dalam jalan yang benar dan takut akan Tuhan.Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, hidup manusia di dalam suatu kondisi yang jahat, itu dimulai dari pemikiran-pemikiran yang berpusat pada diri, yang akhirnya berlanjut kepada pemikiran yang memberontak melawan Tuhan Allah. Saya tidak akan lanjutkan mengenai hal ini karena kita akan tidak akan cukup waktu, kita akan bahas di dalam pertemuan minggu depan. Kalau begitu, apa yang mendasari orang yang hidup di dalam takut akan Tuhan, yang pertama? Dan saya akan melanjutkan dalam sisi yang lain.
Pada waktu Paulus berkata mengenai keadaan dari orang-orang dunia ini, dan setelah ia berbicara mengenai kejahatan yang ada di dalam orang-orang yang ada di luar Kristus. Dan ketika dia mengatakan ini, dia ingin membandingkan itu dengan kehidupan orang-orang yang sudah menjadi manusia yang baru. Makanya, Paulus kemudian masuk ke dalam ayat yang ke-20. Dan di dalam ayat yang ke-20 itu Paulus berkata: “Tetapi kamu bukan demikian, kamu telah belajar mengenal Kristus.”Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apa yang dimaksud Paulus dengan orang-orang yang Kristen adalah orang-orang yang tidak seperti itu? “Tidak seperti itu” artinya apa? Itu pasti berarti, kita adalah orang-orang yang tidak lagi hidup seperti manusia lama, hidup seperti orang-orang dunia yang tidak mengenal Allah atau mengenal Kristus dalam kehidupan mereka. Kata “Tapi kamu tidak demikian” – itu menunjukkan ada satu aspek, ada garis pemisah, pemutus antara kehidupan kita yang baru dari kehidupan kita yang lama. Siapa orang Kristen? Orang Kristen pasti tidak bisa berkata, “Aku adalah orang Kristen, sambil melakukan kehidupan yang dipenuhi dengan hawa nafsu percabulan dalam diri mereka.” Siapa orang Kristen? Orang Kristen pasti tidak bisa berkata, “Saya orang Kristen”, sambil menggantungkan kehidupannya, terutama kepada materi yang ada di dalam dunia ini, dan bukan kepada Tuhan Allah. Siapa orang Kristen? Orang Kristen pasti tidak bisa berkata dirinya orang Kristen sambil terus menerus hidup di dalam suatu kehidupan yang berdosa dalam kehidupan mereka, yang memberontak melawan Tuhan Allah. Itu nggak mungkin terjadi. Karena apa? Alkitab berkata, dan Paulus berkata, “Tapi kamu bukan demikian” – itu berarti ketika kita menjadi orang Kristen, ingat baik-baik, itu adalah kehidupan masa lalumu, kehidupan yang jauh dari Tuhan, kehidupan yang tidak mengenal kebenaran, tapi sekarang kamu hidup sebagai orang-orang yang sudah ditebus oleh Kristus, dan kamu ada di dalam kehidupan yang berkemenangan terhadap dosa.Ini Yohanes katakan di dalam 1 Yohanes 5:4-5.Jadi kalau kita berkata, “Saya percaya Yesus adalah Anak Allah. Saya menjadi anak Allah.” Kita masih bisa hidup sebagai orang dunia? Alkitab berkata: nggak bisa. Ada pemisah yang tegas sekali antara kehidupan kita yang baru dengan kehidupan kita yang lama. Dan kita tidak bisa hidup di dalam kehidupan yang abu-abu, yang mengatakan, “Saya orang percaya,” tapi kehidupan kita tetap seperti orang dunia. Saudara, Paulus berkata, “Tapi kamu bukan demikian.” Ini pengertian pertama.
Pengertian kedua adalah, pada waktu Paulus berkata, “Tetapi kamu bukan demikian”, maka “Tetapi kamu bukan demikian” itu bisa kita katakan sebagai suatu indikator, Allah tes mengenai keadaan rohani kita yang sesungguhnya itu seperti apa. Pada waktu Bapak Ibu dan Saudara mendengarkan, apa yang tadi sudah dipaparkan oleh Paulus di dalam ayat 17-19, mengenai 4 karakteristik kehidupan orang-orang yang ada di luar Kristus, saya tanya, kita bisa nggak melihat kehidupan masa lalu kita yang seperti itu? Kita memiliki bagian di dalam situ dahulu kala. Tapi sekarang, kita tidak lagi ada di dalam kehidupan seperti itu. Lalu pada waktu kita tahu sekarang kita tidak ada lagi dalam kehidupan seperti itu, dan itu adalah sesuatu yang bukan dikarenakan kita yang mengkhendaki itu, menginginkan itu dan mampu untuk keluar dari kehidupan itu tetapi Allah yang mengerjakan dalam kehidupan kita di dalam Kristus. Pada waktu kita mendengar, “Tetapi kamu tidak demikian”, kira-kira respon apa yang akan keluar dari hati kita? Saya percaya, ada suatu respon kelegaan, ada suatu respon ucapan syukur dalam hati kita. Ada suatu respon kehidupan, hati yang dihiburkan oleh Tuhan. Kenapa? Sekarang aku sudah terlepas dari keadaan itu. Aku bukan lagi orang seperti itu dalam kehidupan. Saudara, ini juga saya ada ambil contoh di dalam persekutuan pemuda kemarin. Ada orang yang berkata kepada saya seperti ini, “Kenapa ya, ada orang-orang Kristen tertentu yang ketika didoakan untuk menjadi orang sehat, menjadikan dia sehat, dengan ajaran orang Kristen: kalau beriman pasti disembuhkan oleh Tuhan. Ketika tidak mengalami kesembuhan, dia tetap balik ke dalam gereja Tuhan dan percaya kepada pendetanya? Kenapa ya, ada orang Kristen yang ketika dikatakan menjadi orang Kristen pasti diberkati dan kaya, tapi realita hidupnya berpuluh-puluh tahun ikut Tuhan nggak kaya-kaya, tetap saja datang ke dalam gereja dan berbakti dalam gereja itu. Dan ikut pendeta itu punya pengajaran. Padahal realita sudah membuktikan kalau itu salah, itu nggak benar, itu berlawanan, bahkan mungkin berlawanan dengan hati nurani mereka. Tapi mereka tetap kembali dan kembali ke dalam keadaan itu.” Saya cuma bisa berkata, “Kita bersyukur ya, sebagai orang yang mengerti kebenaran, sehingga kita bisa melihat, itu adalah suatu kesalahan dan kita nggak mau dibelenggu di dalam kesalahan itu atau suatu kebutaan hidup seperti itu. Tapi kita bisa dikeluarkan dari keadaan itu karena kita memiliki kebenaran dalam kehidupan kita.”
Saudara, dosa itu begitu membelenggu, sehingga mereka nggak bisa melihat keadaan hidup mereka itu yang dalam keadaan pengajaran yang salah. Mereka pikir itu adalah suatu kebenaran. Tapi kita yang bisa melihat itu, reaksi kita bagaimana? Satu sisi mungkin sedih, dukacita melihat saudara kita, mungkin orang yang kita kasihi dalam kondisi seperti itu. Tetapi di sisi lain, saya percaya ada penghiburan, ada sukacita, dan ucapan syukur dalam kehidupan kita: “Saya tidak lagi dibelenggu di dalam keadaan seperti itu dalam hidup saya.” Nah ini yang terjadi dalam kehidupan dari orang-orang percaya, seharusnya, pada waktu kita tahu sekarang keadaan kita tidak lagi dibelenggu oleh dosa, dalam keadaan yang tidak lagi dikuasai oleh pikiran-pikiran yang memberontak melawan Tuhan Allah, karena ada karya Kristus yang menebus diri kita. Maka respon yang keluar harusnya bersyukur, ada kelegaan, ada suatu penghiburan dalam kehidupan kita. Dan memang di dalam Paulus mengintroduksikan diri kita kepada Injil, Paulus selalu menggunakan cara seperti ini, untuk memutar keadaan, mengkontraskan keadaan kita dari yang dulu, yang harusnya dihukum kekal, kepada suatu keadaan yang hidup kekal di dalam Kristus. Misalnya, kita bisa lihat Efesus 2:4, ketika Saudara baca Efesus 2:1-3, Paulus bilang: kita adalah orang-orang yang dulunya mati secara rohani, orang-orang yang harusnya dihukum dan binasa di dalam kematian kekal. Tetapi begitu masuk ayat yang ke-4, dikatakan apa? “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasihNya yang besar, yang dilimpahkanNya kepada kita…” – maksudnya Paulus mau ngajar kita: Dulu kamu seperti itu, mati rohani, berdosa, hukum kekal, tapi karena kasih Allah yang besar, kamu sekarang beroleh hidup yang kekal bersama Kristus, hidup dalam kebenaran, itu karena anugrah Tuhan.Respon apa yang harusnya keluar? Saya percaya, pasti ada respon syukur dalam kehidupan kita akan cinta kasih Tuhan. Dan ini yang walaupun bukan menjadi satu-satunya tanda, tetapi merupakan salah satu indicator keadaan rohani kita. Tetapi ini bisa menjadi indicator, apakah kerohanian kita adalah orang yang sungguh-sungguh ada di dalam Kristus, yang percaya, yang telah dilahirbarukan, atau sebenarnya tidak, atau belum.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau andaikata saja, orang itu adalah orang yang melihat iman dari aspek pengetahuan, dia tahunya: Kristus menebus. Iya. Dari apa? Teori yang ada di dalam pikiran dia. Saya yakin, hidup dia nggak akan dikuasai oleh rasa syukur, kelegaan karena sudah dilepaskan dari yang jahat, lalu memiliki perasaan hutang yang begitu besar kepada Tuhan. Saya ambil contoh yang lain ya. Andaikata Saudara berhutang begitu besar, yang tidak mungkin terhapuskan oleh keuangan Saudara dan pekerjaan Saudara. Lalu ada orang yang kemudian datang, “Sudah, kamu nggak usah stress lagi hidupmu, kamu nggak usah hidup dalam keadaan yang begitu sulit lagi. Atau akhirnya membuat kamu merasa hidup dalam rasa bersalah yang begitu besar. Sekarang saya lunaskan semua hutangmu.” Saudara akan rasa bagaimana? Saya pikir kita akan bersyukur dan sangat berterima kasih kepada orang yang menolong kita keluar dari keadaan itu.Nah ini yang dilakukan Allah. Allah membebaskan kita dari hutang dosa, hukuman dosa. Allah membebaskan kita dari sesuatu kehidupan yang nggak mungkin kita bisa keluar dari keadaan itu. Kalau kita nggak bisa keluar, kita dikeluarkan dari keadaan itu, kita bagaimana? Saya pikir kita pasti nggak mungkin bisa hidup seperti orang yang lama, kita nggak mungkin dengan hati yang hambar di hadapan Tuhan, dan kita nggak mungkin hidup dalam keadaan yang merasa: saya nggak berhutang apa-apa kepada Tuhan. Saya pasti akan merasa diri saya berhutang Injil, saya berhutang kebaikan Kristus, saya ingin berhutang satu kehidupan yang kudus di hadapan Allah, saya berhutang satu kehidupan yang beribadah kepada Allah, dalam hidup saya. Dan saya nggak mungkin lagi hidup dalam keadaan yang memberontak dan menyakiti hati Tuhan Allah dalam kehidupan saya.
Makanya di dalam ucapan bahagia yang kedua dari Tuhan Yesus dikatakan, yang pertama adalah “Berbahagialah mereka yang miskin di hadapan Allah karena mereka yang empunya kerajaan sorga.” Yang kedua adalah, “Berbahagialah orang yang berdukacita karena mereka akan dihibur.” Kenapa mereka dihibur? Karena mereka mengalami dukacita rohani. Dan ini adalah syarat anak-anak Tuhan, yaitu ada suatu penghiburan yang mereka alami dalam kehidupan mereka. Karena itu Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, sekali lagi saya katakan, kalau kita punya rasa syukur atas apa yang Tuhan sudah lakukan, pasti ada perubahan dalam kehidupan kita sebagai anak Tuhan. Dan memang Tuhan merancang kita bukan sebagai orang yang senantiasa bisa hidup di dalam dosa dan kejahatan tapi Tuhan merancang kita untuk hidup di dalam suatu kondisi yang ada di dalam perang. Banyak sekali ilustrasi yang Alkitab katakan mengenai hal ini. Siapa orang percaya? Orang percaya adalah terang dan garam. Siapa orang percaya? Orang percaya itu seperti pelita yang ditaruh di atas tempat yang tinggi, bukan di bawah dan ditutupi, seperti itu. Siapa Yesus Kristus? Dia adalah Terang itu, Terang yang menerangi kegelapan dunia ini. Kenapa Yesus Kristus lahir di malam hari? Mungkin ya, saya pikir, karena Dia mau menyatakan kehadiran Dia menjadi titik terang bagi dunia yang gelap. Karena itu di dalam kelahiran Yesus, ada malaikat yang menampakkan diri kepada para gembala di padang, di tengah-tengah malam, lalu memuji Tuhan: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi, dan damai sejahtera di bumi, diantara manusia yang berkenan kepada-Nya,” di dalam dunia yang begitu gelap sekali.
Itu sebabnya di dalam Yohanes 1:5 dikatakan, “Terang itu telah bercahaya di dalam dunia, dan kegelapan tidak menguasainya.” Saudara, orang Kristen itu dikatakan orang yang terang, dunia ini dikatakan dunia yang gelap. Kalau dunia ini gelap, orang Kristen terang, mungkin tidak orang Kristen bisa membaur dalam kehidupan orang dunia yang dalam kegelapan? Jawabannya pasti tidak. Pasti ada pemisah, ada pemutus dari kehidupan kita yang lama ketika kita ada di dalam suatu kehidupan yang baru. Dan Saudara, pernahkah Saudara berpikir: “Pada waktu saya hidup di dalam dunia ini, lalu berkenalan dengan orang dunia dan hidup diantara mereka, mereka bisa tidak melihat kalau kita orang Kristen?” Atau justru mereka kaget ketika Saudara ngomong, “Aku orang Kristen lho.” Maksudnya begini, Saudara hidup dalam dunia dan begitu sama dengan dunia, sampai ketika dunia bertanya, “Saudara sebenarnya beragama apa sih?” Lalu Saudara bilang, “Saya orang Kristen lho,” lalu mereka kaget, “Hah, kamu orang Kristen? Saya nggak nyangka lho kamu orang Kristen.” Bukan dalam kondisi positif ya, tapi negatif. “Kamu begitu sama dengan kami, masak kamu orang Kristen sih?” Nah dari sini saya lihat dan saya percaya satu hal, ketika kita hidup di dalam dunia ini sebagai terang maka saya yakin di dalam dunia ini bukan hanya mungkin ada penolakan tetapi juga dunia ini sebenarnya memiliki suatu kerinduan akan keberadaan dari terang itu dan kehidupan dari orang Kristen dalam dunia ini. Saudara kalau hidup di dalam dunia ini tapi Saudara tidak membawa suatu perubahan yang membawa suatu kerinduan bagi orang untuk bisa datang kepada Kristus dan menyenangi kehidupan Saudara yang ada di dalam terang itu, maka mungkin ada masalah dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen; karena nggak ada daya tarik, nggak ada cinta kasih Kristus di dalam situ, nggak ada kebenaran, tidak ada keadilan yang begitu diharapkan oleh orang dunia dari orang-orang yang merupakan anak-anak Allah. Kalau Kitab Suci berkata Yesus adalah terang yang ada dalam dunia ini, lalu kita orang-orang Kristen yang adalah pengikut Kristus adalah terang-terang atau kristus-kristus kecil yang memancarkan terang di dalam dunia ini, itu berarti seharusnya kehidupan orang Kristen membawa pengharapan bagi dunia; dan keberadaan gereja dalam dunia ini membawa suatu pengharapan bagi dunia.
Tapi Saudara jangan salah, keberadaan gereja dalam dunia ini bukan bertujuan untuk memperbaiki kondisi dunia, tetapi untuk mengeluarkan dunia dari kehidupan yang gelap. Kadang-kadang ada orang Kristen yang berpikir: pendidikan bisa mengubah seseorang, pemerintahan bisa membawa keadaan menjadi suatu keadaan yang lebih baik, penjara bisa mengubah seseorang dan perilaku seseorang dari jahat menjadi orang yang baik. Saudara, betul tidak? Mungkin baik secara manusia, tetapi saya percaya kalau kita sungguh-sungguh mengerti firman Tuhan dan bisa melihat keadaan dunia berdasarkan kacamata firman Tuhan, orang yang memiliki pengharapan akan pemerintah bisa menyelamatkan keadaan dunia dan mengubah keadaan dunia menjadi baik, pendidikan bisa menjadikan orang-orang baik, dan lembaga masyarakat bisa menjadikan orang yang baik, itu adalah orang yang hidup di dalam mimpi. Mereka punya suatu angan-angan, pengharapan, tapi pengharapan mereka tidak pernah terpenuhi dan terjadi dalam kehidupan mereka. Kenapa ada perang dunia? Karena orang berpikir manusia bisa memiliki suatu kondisi yang baik dengan usaha dan kemampuan mereka, tapi akhirnya Tuhan hancurkan dengan perang dunia. Saudara, pemerintah nggak mungkin menyelamatkan, pendidikan nggak mungkin menjadikan seseorang itu baik. Tapi bukan berarti saya bilang kalau begitu mulai sekarang orang Kristen nggak usah sekolah lagi ataupun tidak usah terlibat di dalam pemerintahan, saya nggak berkata seperti ini. Saya tetap percaya kita harus melibatkan diri kita ke dalam itu dan memberikan anak kita pendidikan yang baik dalam kehidupan mereka. Karena apa? Dunia ini milik Allah kita yang baik. Martin Luther itu pernah mengeluarkan kalimat “Walaupun aku tahu esok hari akan hancur dunia ini, aku tetap akan bekerja hari ini,” itu orang Kristen. Karena kita percaya kepada Allah yang memelihara kehidupan kita dan memelihara kehidupan dari dunia ini. Saudara, saya justru menyarankan orang Kristen harus terlibat di dalam pemerintahan, kenapa begitu? Bukan untuk menyelamatkan bangsa, tetapi keterlibatan kita di dalam pemerintahan itu paling tidak akan bisa menolong menjaga kejahatan itu nggak segera merosot dan jatuh ke dalam keadaan yang lebih jahat lagi. Kenapa ada tekanan terhadap gereja? Kenapa gereja itu sulit untuk mungkin beribadah kepada Tuhan atau membangun rumah ibadah? Kenapa gereja itu ketika memberitakan injil dianggap sebagai ancaman yang meresahkan? Mungkin karena banyak orang Kristen di dalam pemerintahan itu yang diam, atau banyak orang Kristen yang tidak mau masuk ke dalam pemerintahan yang memberi pengaruh kepada pemerintah sehingga makin hari makin sulit. Jadi jangan salahkan pemerintah makin jahat, tapi mungkin kita perlu salahkan kenapa kita tidak mau menerjunkan diri kita di dalam dunia ini untuk kebaikan dari dunia ini. Tapi ingat sekali lagi, itu nggak pernah bisa mengubah dunia menjadi lebih baik, cuma bisa menahan supaya kejahatan tidak segera menjadi keadaan yang lebih jahat.
Fungsi garam adalah untuk menahan, mengawetkan supaya yang diawetkan itu tidak segera busuk; tetapi kita juga adalah orang yang dipanggil sebagai terang dalam dunia ini. Karena itu, sekali lagi saya mau katakan, haruskah ada perbedaan antara orang Kristen dengan orang dunia? Harus, bedanya dalam hal apa? Saya mungkin bisa kasih 3 hal ya, masih banyak tapi paling tidak dunia bisa melihat kita beda dalam 3 hal ini. Pertama adalah dari cara kita berpakaian, cara kita berpenampilan. Kalau dunia hidup di dalam suatu penampilan yang begitu glamour, begitu seksi, begitu terbuka, erotis, saya tanya kehidupan kita sebagai orang Kristen seperti itu tidak? Atau dunia bisa melihat ada perbedaan antara kita dengan dunia, dimana kita memilih cara berpakaian, cara penampilan yang bukan dibuat-buat untuk menarik perhatian, ada orang yang potong rambutnya aneh-aneh atau cat rambutnya aneh-aneh kayak gitu untuk menarik perhatian, nggak seperti itu. Tapi ketika dunia yang ada di dalam kegelapan melihat hidup orang Kristen yang ada di dalam terang, otomatis mereka bisa lihat “O ini orang Kristen yang berbeda dari diri kami,” dan kita juga langsung tahu “saya orang Kristen yang berbeda dari dunia,” dalam aspek apa? Pertama mungkin dari cara kita berpakaian atau berpenampilan.
Kedua adalah dari perkataan, orang dunia bisa nggak lihat dari kata-kata kita menunjukkan kalau kita itu berbeda dari mereka? Saya bukan bilang dari hal-hal yang boleh dikatakan dan tidak dikatakan seperti itu ya, tetapi mungkin dari hal-hal bagaimana cara kita mengatakan hal itu, itu membedakan. Orang dunia bisa berbicara mengenai pornografi, seks, orang Kristen boleh nggak bicara tentang pornografi? Mungkin boleh, tetapi cara ngomongnya bagaimana, tujuan ngomongnya untuk apa. Saudara, ada perbedaan yang mereka bisa lihat dalam kehidupan kita. Pertama cara berpakaian, kedua cara berbicara, ketiga dari, mungkin bisa dikatakan seberapa besar kita menggantungkan diri kita kepada materi dan dunia ini sebagai sumber keamanan dan kebahagiaan hidup kita. Orang dunia menganggap juruselamat mereka itu mungkin uang, kedudukan, kekayaan, atau posisi mereka, sehingga mereka mencari itu dan mengejar itu mati-matian dalam kehidupan mereka. Saya tanya, orang Kristen begitu nggak? Apakah kekayaan dan harta menjadi tujuan utama dalam kehidupan mereka yang harus mereka kejar mati-matian? Saya bukan ngomong orang Kristen boleh malas ya, nggak, orang Kristen harus rajin, harus benar-benar rajin bahkan mungkin lebih rajin dari orang dunia. Tetapi kerajinan kita bukan karena kita mengejar materi dan mengharapkan materi menjadi jaminan hidup kita atau posisi menjadi jaminan hidup kita, tapi kita tahu ada Tuhan yang menjamin hidup kita, dan kita tahu bahwa yang rohani itu adalah sesuatu yang lebih penting dan kekal daripada hal-hal yang bersifat duniawi dalam kehidupan kita. itu yang membedakan kita dari orang dunia. Tapi sekali lagi saya tanya, ketika orang dunia melihat hidup kita, mereka bisa melihat perbedaan ini tidak?
Cuma saya mau catatan seperti ini ya, jangan jadikan itu sebagai sesuatu yang bersifat mekanis dan legalis. Jangan pikir kalau Saudara berdandan beda, Saudara kemudian berkata-kata dengan santun, Saudara tidak lagi terlalu meletakkan kepercayaan kepada materi, maka Saudara jadi orang Kristen. Nggak, belum tentu. Kalau Saudara lakukan itu Saudara sudah jatuh kepada suatu kehidupan legalis. Tapi kalau Saudara adalah orang yang sungguh menyerahkan hidup ke dalam tangan Tuhan, Kristus yang menyelamatkan kita dan menebus kita dari dosa, dan melahirbarukan kita, maka saya percaya Saudara pasti akan membuat diri Saudara berbeda dari dunia ini; bukan karena Saudara buat-buat diri Saudara berbeda, tetapi dunia secara otomatis bisa melihat perbedaan itu dalam kehidupan Saudara karena Saudara memiliki terang, dan ini yang seharusnya kita kejar. Makanya Paulus berkata “tetapi kamu bukan demikian karena kamu telah belajar untuk mengenal Kristus.” Saya harap firman Tuhan hari ini boleh menjadi berkat bagi kita dan mengingatkan kita kehidupan kerohanian kita itu seperti apa, dan kiranya Tuhan boleh terus memberi kekuatan bagi kita untuk bisa hidup di dalam kekudusan di hadapan Tuhan. Mari kita berdoa.
Kami sekali lagi bersyukur untuk kebenaran firman yang boleh Engkau nyatakan bagi kami. Kami sekali lagi bersyukur untuk karunia keselamatan yang telah Engkau karuniakan bagi kami. Dan kami juga bersyukur untuk satu kehidupan yang telah dimerdekakan dari belenggu dosa dan kehidupan yang berdosa. Dan kami juga bersyukur, ya Bapa, karena Engkau boleh memakai kami, kehidupan kami, untuk menyatakan terang-Mu di dalam dunia ini dan membawa suatu kehidupan yang memuliakan Engkau melalui kehidupan kami anak-anakMu dan gereja-Mu. Tolong kami dan pimpin kami, biarlah kami boleh hidup sebagai manusia baru sesuai dengan kebenaran yang telah Engkau nyatakan, dan sesuai dengan hati yang baru, kehidupan yang baru yang telah Engkau karuniakan dalam diri kami. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, yaitu Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami telah berdoa. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]