2 Raj. 5
Vik. Heru Lin, M.Th.
Saya mulai dengan satu cerita, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Ada seorang kakek, kita sebut saja namanya itu encek Lim. Encek Lim ini tinggal di satu kota kecil dan kota itu masih belum terlalu ramai, masih semua tetangga saling mengenal, dan di situ mereka masih beternak, masih bercocok tanam. Lalu salah satu kuda encek Lim hilang, encek Lim kehilangan kudanya yang dia sayang. Lalu tetangga-tetangga datang, “Wah kasihan ya encek, kudamu hilang, musibah besar ini ya.” Encek Lim bilang, “Nggak masalah, di dalam setiap musibah ada berkatnya mungkin.” Eh betul ternyata, beberapa hari kemudian kuda ini datang membawa kuda-kuda liar lainnya yang dikenal di hutan, kudanya kenalan, “Yuk kita masuk kandang, nggak perlu susah-susah cari makan.” Bawa 5 kuda liar masuk, wah tetangganya bilang, “Wah cek, bersyukur cek, kamu hilang satu dapat 6 sekarang gantinya ya.” “Iya, tapi di dalam berkat, di dalam rezeki mungkin ada musibah, jadi jangan terlalu cepat.” “Mosok begitu cek?” Terus anak si encek ini, yang paling muda, berusaha naik kudanya, berusaha menaklukkan kuda-kuda liar ini, dan ternyata kuda liar ini memang liar, dan anaknya yang paling kecil ini ternyata jatuh, bukan cuma jatuh tetapi juga kakinya itu patah. Wah tetanggganya datang lagi membezuk, “Cek, betul ya cek, di dalam rezeki ada musibah. Musibah ya anakmu patah kakinya, nggak bisa ngapa-ngapain sekarang.” Enceknya bilang, “Jangan terlalu cepat, dibalik musibah ada rezeki.” “Mosok, gimana ada rezeki dari kaki patah?” Eh ternyata negara itu ada mulai perang, lalu diumumkan diseluruh negara itu “orang-orang muda harus dikumpulkan untuk menjadi tentara.” Lalu dikirimlah pasukan-pasukan untuk datang ke setiap kota demi kota, dan setiap pegawai negara melihat orang-orang muda yang masih bisa berperang akan ditarik untuk dilatih menjadi tentara. Semua anak muda di desa encek Lim semuanya ditarik, keculai anak si encek Lim ini yang kakinya patah tidak bisa ngapa-ngapain. Jadi tetanggganya datang lagi, “Uhuhu, anak saya akan dikirim ke medan perang. Betul ya cek, di dalam musibah ada rezeki.” Dan kita bisa teruskan ini sampai besok siang.
Tapi kita bisa melihat di dalam rezeki memang ada musibah, di dalam musibah ada rezeki. Lho ini kok kayak ajaran taoisme ya, di dalam putih ada hitamnya, di dalam lingkaran hitam ada putihnya. Di dalam pengalaman sehari-hari memang mungkin, tapi bedanya Kekristenan dengan taoisme yang seperti itu, yang relativisme adalah di dalam Kekristenan kita percaya ada Tuhan yang mengatur semua itu. Di dalam nasib yang kita lihat, di dalam semuanya ini tidak mungkin ada satu pribadi yang bisa mengatur semua itu, mereka hanya percayakan kepada nasib. Nasib apa? Nasib baik, nasib buruk, kita nggak tahu, kita hanya berharap. Tapi di dalam sini kita percaya ada Allah yang berpribadi, Allah yang mengatur arus sejarah, Allah yang menaikkan orang-orang tertentu, Allah yang menurunkan raja-raja tertentu, Allah yang mengatur semuanya sesuai dengan rencana-Nya. Dan itu yang kita akan pelajari dari perikop hari ini, yaitu kisah tentang Naaman. Mari kita membaca dari 2 Raja-raja 5, kita akan membaca secara terpotong-potong, jadi kita tidak langsung baca pasal 5 keseluruhan 27 ayatnya, tapi kita membaca dari ayat 1-6 terlebih dahulu.
Kalau kita lihat di sini ada 2 tokoh yang sudah ditampilkan di dalam drama singkat ini, yaitu ada Naaman dan ada hamba perempuan; raja dan yang lain itu figuran saja. Tapi di sini kalau kita melihat 2 tokoh ini adalah 2 tokoh yang sangat kontras. Dan kita kalau disuruh pilih di dalam hidup ini, mungkin kita akan pilih menjadi Naaman dibanding menjadi hamba perempuan yang serba kasihan tersebut. Naaman ini siapa sih? Orang yang punya segalanya. Dikatakan orang yang terpandang, dia punya posisi, dia punya jabatan, dia berani, dia punya pencapaian-pencapaian, dia punya kekayaan, dia dihormati, dan dia juga orang yang sangat dekat dengan raja. Dan ini yang kita inginkan bukan di dalam dunia ini, orang-orang mengejar kekuasaan, orang-orang mengejar kekuasaan, orang-orang mengejar nama besar. Cuma hanya satu yang kurang dari Naaman, dia mempunyai sakit kusta yang menegasi hampir seluruhnya. Kita bisa punya banyak hal di dalam dunia ini, orang-orang dunia mempunyai segala sesuatu, hanya satu hal yang mungkin mereka kurang dan itu akan menegasi, akan menghapuskan seluruhnya, yaitu iman, kehidupan kalau di dalam ini kehidupan ya. Yang namanya sakit kusta saat itu adalah penyakit yang tidak ada obat penyembuhnya, lebih mirip seperti AIDS pada zaman ini ya. Kita bisa kaya, tapi AIDS, yang suatu saat bisa mati kapan saja, tidak bisa menikmati semuanya itu. Dan di satu sisi ada hamba perempuan yang dikatakan dia ini ditawan, berarti dia tidak punya kebebasan, dia mungkin tidak ada keluarganya lagi. Keluarganya kita tidak tahu ini masih hidup atau tidak, mungkin sudah mati di medan perang, dan dia diambil sebagai yatim piatu lalu dijadikan budak, jadi dia tidak punya kebebasan, dia tidak punya kewarganegaraan lagi, dan dia tidak punya posisi, status, kekayaan, paling rendah gitu. Sudah budak, perempuan lagi. Dan zaman itu tidak ada yang lebih rendah dari itu kira-kira.
Jadi kita lihat ya, dua karakter ini satu paling tinggi di dalam strata sosial, satu paling rendah; tapi di sini punya segala sesuatu cuma kurang satu yaitu tidak bisa disembuhkan, yang satu tidak punya segalanya kecuali satu, iman, dia dikatakan masih mempunyai iman. Dia bagaikan kapal kecil yang dihantam badai demi badai tapi kapal iman dia tidak pernah karam, tidak pernah tergoncang. Dan dikatakan hamba perempuan ini menjadi pelayan pada isteri Naaman. Dia bisa punya 1001 alasan, coba kita bayangkan si hamba perempuan ini, dia ditarik, dia kerjaannya sekarang hanya cuci piring, cuci baju, dan yang lain-lain, dia mungkin punya kepahitan, “lho katanya saya ini warga negara Israel, bangsa pilihan, tapi waktu perang kenapa Allah saya kalah dari allah-allah bangsa Aram? Bukankah Allah berjanji Dia akan melindungi umat-Nya?” Mungkin dia mulai kepahitan, mungkin dia mulai berpikir, “Iya, jangan-jangan iman orang Aram yang menang, jangan-jangan dewanya orang Aram yang lebih perkasa,” dia bisa mempertimbangkan semua pemikiran-pemikiran tersebut, dia berkata, “Sudahlah, mungkin percuma beribadah kepada Allah Yahweh, buktinya kita tertindas, buktinya saya sengsara, buktinya saya jadi hamba, sudahlah saya tidak mau lagi menyembah kepada Allah Yahweh.” Dia bisa melakukan semua itu, tapi dia tidak, dia tetap beriman kepada Allah Yahweh, dia tetap memegang imannya dengan kuat-kuat. Dan bukan cuma dia memegang imannya dengan kuat-kuat, kita lihat iman hamba perempuan ini begitu luar biasa, ketika boss-nya ini ya, si Naaman itu sakit kusta, berkatalah gadis itu kepada nyonyanya, “Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan,” ini bisa memberikan solusi bagi problem dari tuannya. Kalau sebagian dari kita jadi hamba itu mungkin akan berpikir, “Hmm betul sih saya jadi hamba, saya ditindas, saya diperbudak, tapi nasib tuanku tidak lebih baik. Saya memang jadi budak tapi tuanku itu dikutuk oleh Tuhan makanya dia sakit kusta. Saya akan bersyukur, saya akan bersenang ketika melihat jarinya satu persatu lepas,” orang kusta kan ya jarinya satu persatu lepas, lalu mulai makin lama makin kehilangan kekuatan, lalu mati pelan-pelan. “Saya akan bersyukur,” kalau orang yang dendam gitu ya, “Saya akan menikmati dia mati pelan-pelan di hadapan saya.” Tapi bukan itu yang dilakukan oleh hamba perempuan ini.
Hamba perempuan itu ternyata justru bukan memikirkan apa yang seharusnya terjadi, keburukan-keburukan yang dihadapi oleh tuannya, tetapi hamba perempuan ini bisa memperlihatkan imannya, dia bisa men-sharing-kan imannya bahwa “di negeri saya itu ada pengharapan; di dunia ini kamu sakit kusta, allahmu, allah bangsa Arampun tidak bisa menolong engkau; agamamu, allahmu, tidak ada yang bisa menolong engkau, tapi di negara saya di Israel ada pengharapan,” dan dia memberikan pengharapan itu kepada tuannya. Dia masih bisa PI ya, masih bisa share imannya. Jadi saya percaya di sini dia punya satu kesaksian iman yang baik bahwa walaupun dia posisi sangat rendah tetapi suara pembantu, suara jongos ini didengar oleh tuannya lho. Tuannya langsung pergi menghadap raja dan, “Saya mau pergi berobat.” “Berobat kemana? Ke rumah sakit Siloam?” “Bukan.” “Singapore?” “Bukan, saya mau ke rumah sakit Israel.” “Lho itu negara musuh, ngapain kamu pergi ke negara musuh berobatnya?” “Ya karena di situ ada satu dokter, satu nabi yang bisa menyembuhkan.” “Ngapain jauh-jauh, memangnya di negara kita nggak ada?” “Nggak ada, nggak bisa.” “Kamu tahu dari mana ini nabinya atau tabibnya ini bisa menyembuhkan kamu? Kamu sudah baca review-nya, ada bukti-buktinya? Siapa yang kasih tahu?” “Yang kasih tahu pembantu saya.” “Hah, pembantu? Lu percaya sama perkataan pembantumu? Pembantumu itu apa mantan dokter?” “Nggak sih, pembantu tukang cuci baju.” “Lho kenapa kamu bisa mendengarkan kata pembantu dan yakin pembantumu ini nggak kasih kabar bohong, dan nanti kamu pergi ke negara musuh, kamu diringkus di situ, kamu ditumpas, wah nanti saya kehilangan jenderal hebat dong kalau kamu mati di negara musuh.” “Tapi saya percaya pembantu saya.” “Kamu percaya pembantumu?” Nah ini kita bisa melihat, di sini saya percaya kesaksian hidup pembantu ini pasti punya suatu kesan bagi sang jenderal ya, kalau tidak kayaknya jenderal agak sulit juga percaya sama pembantu, ngapain percaya pada perkataan seorang hamba perempuan muda. Tapi rupanya di tangan Tuhan, Tuhan bisa memakai perkataan dari orang-orang rendah itu untuk menggerakkan jenderal besar yang biasanya perintah seribu lebih tentara untuk pergi berperang; sekarang jenderal ini diperintah pergi oleh satu orang bukan raja, tetapi hamba perempuannya sendiri.
Jadi di sini Tuhan memakai segala cara untuk menggerakkan orang-orang penting ini untuk jalan dengan memakai alat yang paling rendah, alat yang kita pikir nggak ada artinya. Tapi di sini justru kuasa Tuhan. Tuhan nggak harus pakai presiden, Tuhan nggak harus pakai orang besar untuk bisa mengadakan perubahan. Kita selalu berpikir, “O Tuhan, di 2019 kita berdoa supaya Indonesia bisa berubah kita perlu presiden yang benar, yang takut akan Tuhan,” maka kita doakan kabinetnya, kita doakan partainya, kita doakan orang-orang penting yang di atas itu. Betul, nggak salah, Bapak-Ibu nggak salah berdoa tentang itu dan harus justru. Tapi di dalam sejarah kita melihat Tuhan tidak hanya pakai orang-orang besar, penting-penting, tapi Tuhan pakai hamba perempuan. Untuk mengguncangkan dunia, Tuhan Yesus tidak pakai orang-orang penting di Yerusalem, Tuhan tidak pakai itu raja-raja Herodes, Pilatus, dan yang lain-lain. Yang dipilih Tuhan Yesus adalah 12 nelayan, yang mungkin saya percaya di ruangan ini ada yang namanya Matius, Markus, Lukas, Yohanes, tapi tidak ada di ruangan ini yang namanya Herodes, Pilatus, Brutus. Kayaknya hampir jarang kita melihat itu ya? Karena 12 nelayan yang dari Galilea yang nggak punya apa-apa ini sampai kita adopsi namanya jadi nama anak kita, jadi ini? Karena Tuhan memakai 12 nelayan yang tidak punya apa-apa ini untuk mengguncangkan dunia, untuk mengubah sejarah dunia, dan Tuhan bisa memakai siapa pun. Kita tidak perlu punya kuasa, kita tidak perlu punya kekayaan seperti Donald Trump, kita tidak perlu punya kuasa atau nama besar untuk bisa mengadakan perubahan. Tuhan bisa memakai hamba perempuan untuk mengadakan perubahan dan Tuhan bisa memakai Saudara sekalian untuk mengadakan perubahan di mana pun Tuhan tempatkan di bidang Saudara, di rumah sakit Saudara, di perusahaan Saudara, di keluarga Saudara. Tuhan bisa pakai hal-hal yang paling remeh, orang-orang yang paling rendah, untuk bisa mengadakan perubahan menggenapi rencana Tuhan.
Mari kita baca ayat 7-18 sekarang. Ini kalau tadi tentang Naaman dan hamba perempuan, sekarang tentang Naaman dan Elisa, Babak kedua dari drama ini. Rupa-rupanya kabar intelijen dari si hamba perempuan ini ditanggapi dengan sangat serius oleh Naaman karena ternyata Naaman benar-benar pergi menyeberang ke daerah musuh itu membawa upeti yang sangat besar, yang mungkin bagi kita, kita kurang mengerti begitu, karena pakai bahasa 10 talenta perak, kita kurang tahu itu berapa, 6 ribu syikal emas. Sepuluh talenta perak itu adalah 340 kg perak yang tentunya perlu beberapa innova untuk mengangkutnya; dan juga 6 ribu syikal emas itu 68 kg emas yang bukan jumlah yang ringan; dan 10 potong pakaian. Dan dia betul-betul membawa semuanya itu berharap semuanya ini boleh membayar kesembuhan dirinya. Jadi orang kaya, orang berkuasa, itu selalu berpikir “saya bisa memakai kekuasaanku, saya bisa memakai uangku itu untuk mengatasi masalah saya.” Tapi dia mesti belajar beberapa hal, yaitu ada hal-hal yang uang tidak bisa sembuhkan. Ada hal-hal yang kekayaan, kuasa, nama besar, tidak bisa lakukan; dan itu dalam hal ini kusta. Dan dia mulai belajar hal itu, rajanya tidak bisa menyembuhkan, dia pergi ke raja negeri tetangga; dan ternyata raja negeri tetangga juga menanggapi dengan sangat sinis gitu. Menanggapi dengan, “Paduka raja, biar kiranya dengan surat ini aku menyuruh kepadamu Naaman pegawaiku supaya engkau menyembuhkan dia dari sakit kustanya.” Raja Israel membaca surat itu dia bukan langsung berespon dengan positif, tetapi responnya adalah dia mengoyakkan karena dia berpikir bahwa tindakan-tindakan ini adalah satu ploy atau satu taktik strategi untuk ngajak perang. Karena, bagaimana kita ngajak perang? Kalau dua negara yang lagi gontok-gontokan dan lagi menunggu sama seperti pasukan Israel dan Goliat, siapa yang jalan duluan; karena jalan duluan mungkin saat itu akan mengalami banyak hal yang lebih sulit pada saat itu. Jadi, siapa yang mau mulai duluan? Jadi caranya untuk mulai-mulai ya sama seperti waktu kita di SD anak-anak waktu remaja mau coba berantem, “Ayo sini, ayo, berantem. Tonjok dulu! Kamu dulu! Kamu mulai dulu!” Jadi kayak begitu ya, siapa mulai dulu, siapa mulai dulu, itu menjadi penentu di sini. Dan sepertinya Raja Israel melihat, wah ini kayaknya sedang mencoba memprovokasi kami ini untuk supaya melihat, karena yang diminta oleh Raja Aram itu sesuatu yang impossible. Coba sembuhkan penyakit AIDS pegawaiku. Belum ada obatnya. Belum ada solusinya, gitu. Ini kan berarti ngajak perang begitu; karena kalau nanti saya tidak bisa sembuhkan lalu dia mati, nanti saya yang disalahkan, lalu pasukan Aram kirim tentara untuk menyerang. Berarti ini pasti deh dia tentara Aram ini sedang mencari gara-gara kepada saya gitu.
Jadi, bagi Saudara yang pernah baca Sam Kok gitu, ada satu kejadian Zhuge Liang itu salah satu pemimpin perang dari Liu Bei dan kawan-kawan, ini yang baiknya, begitu kira-kira, lalu melawai Sima Yi, pasukan penasihat dari kerajaan sebelah juga begitu. Lalu ini dua-dua tidak mau perang. Dua-dua sedang menunggu siapa mulai serang duluan. Lalu sama. Lalu si Chuge Liang, si Kong Ming dapat ide, nah bagaimana provokasi ya. Provokasi dia kirim satu bungkusan, dia suruh kurirnya kirimkan ini kepada Sima Yi. Waktu Sima Yi buka, wah sangat tersinggung dia. Nggak ada kabar, nggak ada surat, nggak ada apa-apa, dia cuma kirimkan waktu dibuka itu long dress pakaian wanita. Dan bagi orang yang sama-sama pintar sih sudah tahu ini lagi mempermalukan dia. Lu seperti wanita ya tidak berani melawan saya. Kalau berani ayo kirim. Dan Sima Yi lagi berpikir, gimana ya saya, kalau saya diam saja berarti saya betul seperti wanita, ketakutan melawan Kong Ming. Tapi kalau saya serang saya berarti susah gini, kurang di dalam keadaan yang bagus kalau untuk menyerang dulu. Jadi bagaimana ya? Dia mulai berpikir, mulai berpikir, eh dia ngajak ngobrol tentaranya, bagaimana keadaan Kong Ming? Kong Ming sehat-sehat nggak? “Wah, Kong Ming itu ini, saya tidak pernah punya atasan yang begitu luar biasa, yang begitu kerja keras. Dia dari pagi-pagi jam 3 subuh sudah kerja terus sampai midnight dia mungkin tiap hari cuma tidur 3 jam; 2-3 jam. Begitu banyak hal yang dia lakukan.” Wah Sima Yi bilang itu, setiap hari cuma tidur 2-3 jam, berarti cepat mati ini ya. Kalau begitu, sudah, kita tidak usah serang. Kita tahan terus dan ternyata betul, Kong Ming mati muda di situ.
Jadi kita lihat di sini, di sini ceritanya kira-kira kayak begini ya. Kalau kita baca begini, wah ini ngajakin perang nih. Tapi gimana ya? Nah tapi solusinya adalah Elisa melihat, abdi Allah itu, dan dikirimnyalah pesan kepada raja, kalau kamu nggak bisa selesaikan masalahnya, kirim dia, biar saya yang handle. Wah raja pasti senang. Akhirnya. Kalau begini serahkan dia kepada Elisa, “Memang biarlah 2 orang itu yang saya kan sama-sama masalah. Elisa masalah bagiku, ini tentara Aram juga masalah bagiku, kalau dua-duanya bisa selesai dengan sendirinya bagus. Oke, pergilah ke situ.” Dan Naaman panglima raja Aram ini berusaha untuk benar-benar memperlihatkan kekuasaannya, dia datang dengan tentara dan kereta kudanya. Kalau di dalam zaman sekarang mungkin dia bawa tank-nya, bawa barakuda-nya, mobil-mobil tentara perangnya dengan tentara-tentaranya untuk membuat kagum si Elisa ini, bahwa yang datang ini bukan sembarangan lho, ini adalah tamu penting yang harus kamu dahulukan. Mungkin kalau ada antrean panjang sedang menunggu untuk disembuhkan, setidaknya semua antrean itu harus minggir, saya yang terutama. Tapi ternyata Naaman yang lebih kaget karena yang biasanya setiap kali dia datang mendapatkan karpet merah dan di sini waktu dia datang ke rumah Elisa, bukan Elisa yang pergi keluar. Kaget dia. Ternyata yang keluar hanya jongosnya. Dan dia lebih kaget lagi gitu, obat yang, resepnya yang ditawarkan kok, “Pak, maaf, tuanku tidak bisa keluar. Dia mengutus saya untuk pergi memberikan surat ini kepada paduka, kepada paduka Naaman.” “Ada apa? Jadi bagaimana dia bisa sembuh?” “Ya ini surat dari tuanku Elisa.” “Apa ini? Coba buka ya. Celup-celup dirimu tujuh kali di sungai Yordan. Lu pikir gua teh celup?” Marah dia Naaman. Apa-apaan ini? Saya berpikir dia seharusnya memberikan sedikit hocus pocus, memberikan sedikit magic trick-nya untuk memberikan kesembuhan pada saya. Tapi ini apa ini yang namanya celup-celup di sungai Yordan, sungai yang lebih kotor. Lho saya pergi ke sini itu untuk mencari kesembuhan, mencari pemulihan, mencari kebersihan bagi tubuhku. Kok disuruh celup di sungai yang lebih kotor. Ini kan nggak make sense. Ini kan tidak masuk akal bagi Naaman. Jadi ketika dia lihat di sini, kita melihat, dua-dua. Naaman sangat kaget ya. Dan kita nggak tahu kenapa Elisa tidak mau keluar; karena mungkin kalau secara pembacaan positif, Elisa tidak mau keluar supaya dia sadar bukan dirinya yang menjadi kuasa, bukan dia menjadi pusat, tetapi kuasa Tuhan yang menjadi pusat. Kalau itu secara positif kita membacanya. Kalau secara negatif mungkin kita bisa memaklumi juga dia benci sekali sama Naaman mustinya. Sama seperti setiap warga negara Korea Selatan mustinya agak jijik melihat Kim Jong Un itu ya, pemimpin pasukan negeri seberang yang menjadi musuhnya itu. Saya pakai Korea karena kita tidak sedang berperang, kita tidak sedang bermusuhan dengan negara mana pun jadi saya tidak berhak memberikan Singapore, Malaysia, dan yang lain-lain. Jadi kira-kira seperti itu ya. Ini lho, “Orang-orang panglima negara yang pernah membunuh rakyat dari negaraku, dan kenapa saya harus menyembuhkan dia? Tapi Tuhan menyuruh saya untuk menyembuhkan dia. Oke, saya akan sembuhkan, saya akan berikan apa yang menjadi maksud Tuhan, tapi saya tidak mau keluar.” Kita nggak harus melihat Elisa seharusnya orang yang sempurna, orang yang sama sekali tidak ada kesulitan untuk memaafkan orang, kesulitan untuk menjadi berkat bagi banyak bangsa. Saya percaya nabi pun punya kelemahan lho.
Karena bukan hanya Elisa yang bergumul untuk saya harus sembuhkan ini lho. “Kalau saya sembuhkan dia berarti dia akan menjadi panglima yang akan berpotensi jadi musuh bagi negaraku juga kan?” Dia mungkin berpikir demikian ya. Saya percaya Elisa juga orang yang patriotik kepada Bangsa Israel tentunya. Dan di dalam pergumulan ini kita melihat tidak mudah untuk mengampuni. Tidak mudah untuk menerima orang yang berseberangan dengan kita. Kita semua punya prejudice gitu. Kita semua punya anggapan terhadap orang-orang tertentu yang kita pikir lebih rendah, yang kita pikir ini golongan ini selalu malas, golongan ini selalu kerjanya copet saja, golongan ini selalu korupsi, golongannya ini bisanya itu hanya main curang, dan kita melihat rendah orang-orang golongan orang tersebut. Dan kita tidak mau bersentuhan dengan mereka. Sama seperti bukan hanya Nabi Elisa tentunya, karena Nabi Yunus pun ketika diutus ke Niniwe untuk memberitakan kabar baik, Yunus tidak pergi ke Niniwe. Yunus pergi ke arah sebaliknya karena dia tidak sudi orang-orang Niniwe diselamatkan menjadi bangsa yang mendapatkan keselamatan sama seperti bangsa Israel. Bangsa Israel adalah bangsa pilihan, Allah Israel adalah Allah bangsa Israel; YHWH, Allah bangsa Israel. Bangsa-bangsa lain punya dewa-dewanya; mereka tidak layak mendapatkan anugerah dari YHWH. Tapi mereka lupa janji yang Tuhan berikan kepada Abraham, bahwa Tuhan memilih Abraham bukan karena Abraham hebat, Tuhan memilih Yakub bukan karena Yakub lebih bermoral dari orang-orang sekitarnya, tapi Yunus lupa Tuhan memilih Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, dan yang lain-lain itu, keturunan-keturunannya itu, hanya karena suatu saat “melalui engkau dapat menjadi berkat banyak bangsa, melalui engkau nama Allah akan disebarkan ke ujung bumi. Kamu bukan menjadi bangsa pilihan bagi dirimu selama-selamanya, sampai satu saat berkat Tuhan akan mengalir dari Israel kepada seluruh Bumi.” Tetapi karena begitu lama bangsa Israel ini menjadi “Anak Emas”, dan dia berpikir ya kalau begitu sayalah yang mendapatkan berkat, orang-orang lain nggak usah lagi. Mereka lupa misi utamanya. Elisa juga mungkin lupa akan hal tersebut karena sedang bermusuhan kedua negara ini. Tapi sekali lagi di dalam cerita ini, Tuhan adalah Tuhan Allah yang bukan hanya bagi Bangsa Israel, tetapi juga Allah bagi seluruh bangsa yang termasuk Naaman yang ndak layak ini, patut mendapat anugerah Tuhan.
Jadi, di sini ya, keberatan Naaman itu kurang apa sih, kalau dia mau celup-celup ya selain itu kotor, jijik, tapi satu hal lagi adalah, dia punya satu anggapan begini ya: Kalau kuasa Tuhan itu ya harusnya musti ada sedikit jampi-jampinya; masa gampang gitu ya? Menyembuhkan, saya nggak pernah dengar loh, resep menyembuhkan kusta itu cukup celup-celup di sungai, mandi tujuh kali lalu sembuh? Kayak kita sekarang dengar – banyak kan ya – pengobatan alternatif itu kita juga mulai bingung; ‘Itu loh, kalau Bapak kanker stadium 4 ya, gampang, obatnya itu cuma minum air garam saja setiap pagi.’ Kita bilang, masa sih cuma minum air garam – atau nggak, misal kalau mau lebih eksotik – itu minum buah markisa, atau buah merah, atau buah apa pun itu ya kita bisa gantilah, buah apa pun tapi harus konstan setiap pagi. Kita bisa bilang, masa sih, buah begini doang bisa menyembuhkan? Kanker loh ini? Kita lagi ngomong kanker, bukan demam, bukan panu, kanker, gitu. ‘Iya, gampang. Cuma gitu doang’. Kita udah jauh-jauh ke klinik Mayo di Amerika, lalu dokternya cuma tulis resep, gampang ya: tuangkan garam ke dalam cangkir, minumlah setiap pagi. Kita lihat, bete nih, dokter apa ini begini? Kira-kira seperti itu Saudara-saudara waktu Naaman pergi ke Elisa. Jadi alasannya itu pertama-tama itu nggak bisa terima karena ini nggak make sense; ini saya punya problem begitu besar, nggak mungkin solusinya itu begitu gampang seperti ini? Nah ini yang sering jadi problem bagi orang luar Kristen menerima iman, kan? Waktu kita penginjilan, “Encek, Encim, mau percaya Yesus? 基督 (Yēsū Jīdū)? Satu-satunya jalan loh, satu-satunya jalan. Nggak ada lain-lain, pai-pai dalam menyelamatkan. Kasih sedekah itu ke dewa-dewa enggak menyelamatkan, cuma Satu Dewa yang Paling Perkasa: Dewa Yesus. Encim mau tak, beriman kepada Dewa Yesus?” “Gimana? Saya musti kasih berapa lembu? Saya musti kasih deposito berapa M?” “Oh, nggak usah, Encim. Cukup ikuti saya bilang satu doa singkat, terima Yesus, Encim hari ini juga diterima oleh Allah Pencipta alam semesta.” “Masa gampang gitu? Saya kalau ibadah mesti sampai ke Thailand, mesti kasih sesajen, semua besar begitu. Masa Kristen enak gitu? Kalian enak banget orang Kristen, asal tinggal percaya, langsung masuk surga. Enak’e, jadi orang Kristen?”
Kita sering dengar ini kan ya? “Orang Kristen enak’e, tinggal doa minta ampun sama Tuhan, ya masuk surga. Nggak usah pergi naik Garuda yang jauh sampai ke Timur Tengah untuk mengadakan satu ritual-ritual di situ dan pulang baru dapat janji keselamatan. Jadi Kristen bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, dengan hanya ucapkan satu doa singkat; enak’e.” Tapi justru ada satu murid pernah ngobrol-ngobrol dengan Pendeta Ivan yang sangat-sangat ini yah, sangat-sangat kritis terhadap Kekristenan. Lalu, serang Pendeta Ivan terus-menerus dengan ininya, dengan…’Kalau misalnya Allah itu betulan, kenapa ada penderitaan? Kalau betulan; Alkitab ini betul, coba jelaskan Tritunggal’ Wah, berkali-kali. Lalu Pendeta Ivan, yah sebagai pendeta yang sabar dijelaskan satu-satu, sampai anak ini mulai sadar, tentang Kekristenan, ‘Betul juga yah, betul juga ya’ lalu mulai dilembutkan hatinya lalu ditanya, “Jadi, bagaimana? Kamu sadar nggak kebenaran hanya dimiliki dalam Iman Kristen. Kamu mau terima Kristus?” Si Anak ini bilang, “Gimana caranya, Pak?” “Ya kamu beriman, bahwa kamu percaya, Yesus itu Satu-satunya Jalan Keselamtan, kamu terima Dia dalam hatimu.” “Gitu doang, Pak? Gitu doang? Ya nanti saya pikir-pikir dulu, Pak.” Jadi, Pak Ivan bilang, “Kamu pikir mudah ya? Kalau mudah kenapa kamu nggak mau? Justru terlalu sulit, oleh pemikiran manusia. Karena itu…mudah karena Tuhan sudah berikan anugerah. Tanpa anugerah mustahil, manusia bisa percaya kepada Kristus.” Memang dari luar kelihatannya begitu gampang, begitu mudah, tapi yang mudah ini – yang satu ini – dilakukan kalau orang tidak menerima anugerah Tuhan terlebih dahulu di dalam hatinya,”
Nah itu kita melihat di sini ya, gampang sekali kalau misalnya yang diminta lakukan kalau yang Elisa minta bagi si Naaman di sini ya, Naaman kan marah gitu; Naaman mau pulang, ‘Saya nggak mau lakukan celup-celup tujuh kali, saya nggak mau.” Tapi kalau misalnya Elisa datang begini, (dengan gerakan tangan – red) ngomong, “Setelah saya periksa diagnosa X-ray kamu, kamu kayaknya sudah stadium 4,5. Sebentar lagi udah lewat,” gitu. “Tapi ada satu hal; apa? Kalau kamu bisa melakukan apa yang kuminta, maka kamu akan sembuh.” Kira-kira apa ya, yang Elisa minta yang begitu sulit, pasti dia lakukan. Kalau misalnya berkata gini: “Hm… Masa kamu cuma bawa sepuluh talenta perak – tiga ratus empat puluh kilo – kamu tidak tahu, saya mainnya kuintalan? Saya mainnya ton-tonan?,” gitu, “Cuma…kamu pikir tiga ratus empat puluh kilo-mu besar?,” gitu. “Cih, kalau kamu mau sembuh sakit kustamu, bawa saya 1000 talenta perak, maka kamu akan sembuh.” Wah, 1000 talenta perak? Wah, itu berat sekali. Itu setengah atau 70% dari kekayaan saya. Tapi kalau demikian Saudara pikir Naaman akan lakukan atau tidak? Kalau dari yang saya lihat orang-orang yang sakit kanker, mereka rela jual rumah; mereka rela jual segalanya demi mereka sembuh. Saya percaya kalau Elisa minta 1000 talenta perak, Naaman pasti akan lakukan. Atau misalnya yang lebih impossible sekali pun, begitu ya. Seperti yang diminta oleh beberapa orang-orang pintar di Gunung Ngawi, misalnya. Misalnya si Elisa ini dari aliran Gunung Ngawi, gitu ya. “Wuah, kamu kanker sudah stadium akhir, tapi kamu bisa sembuh kalau kamu bisa kumpulkan 7 benda itu, yaitu ada beras merah dari negara ini, dan kumpulkan tujuh bunga dengan warna yang berbeda dari 7 gunung yang berbeda, dalam waktu 7 hari. Kalau kamu bisa kumpulkan,” – Eh, ini saya make-up ya; saya ngarang. Tapi kira-kira kayak begitu: “Kumpulkan 7 bunga yang warna beda, dari 7 gunung berbeda hanya dalam 7 hari. Kalau kamu bisa kumpulkan itu kamu sembuh, kamu harus mandi dengan 7 bunga tersebut. Kamu akan sembuh,” saya percaya Naaman akan kerahkan seribu tentaranya untuk pergi ke 7 gunun berbeda kumpulkan, dan dia akan kumpulkan, hari ke-7 dia akan berkata kepada Elisa, “Oh nabi Elisa, saya sudah kumpulkan semua ini, maka apa lagi yang saya harus lakukan?”
Tapi bukan itu yang diminta oleh Nabi. Yang diminta oleh nabi itu satu hal yang sangat gampang: buka bajumu, celup dirimu di Sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih. Kenapa hal yang gampang ini, ternyata hal yang paling sulit, yang tidak mau dilakukan oleh Naaman karena terlalu gampang. Karena ada satu hal yang menghalangi dia tidak mau; kesombongannya. Jangan pikir orang-orang mau jadi Kristen itu gampang, nggak. Selama orang itu ada kesombongan dalam hatinya, dia tidak akan bertobat. Jadi satu hal yang menghalangi adalah kesombongannya. Kesombongan manusia itu apa? Kesombongan itu tidak mau terima anugerah. Kesombongan itu, kenapa doktrin predestinasi, doktrin Kedaulatan Allah yang diajarkan di dalam mimbar ini begitu sulit diterima di aliran-aliran gereja yang lain? Karena ini sangat bertentangan dengan kesombongan hati manusia. Hati manusia selalu, di dalam keselamatan hati manusia itu ingin, ya Tuhan 50% saya 50%, atau setidaknya Tuhan 90% saya 10%. Tapi di dalam predestinasi kamu tidak ada 1% pun. Kamu sudah dipilih sebelum kamu dilahirkan. Berarti, nggak ada satu hal pun dong, nggak ada andil saya satu hal pun dong? Nggak terima saya, nggak bisa itu. Apa itu? Doktrin apa itu? Sangat berlawanan dengan insting kita yang kita pingin jadi bagian dari keselamatan kita; kita pingin jadi juruselamatnya juga bagi diri kita, setidaknya gitu. Jadi ini yang paling sulit: hal yang paling simple, yaitu untuk berserah. Beriman kepada Tuhan Yesus; sudah, Tuhan tidak minta uangmu, tidak minta mobilmu, Tuhan tidak minta apa pun, Tuhan hanya minta hatimu. Cukup itu saja. Hatimu. Tapi itu yang paling sulit. Bapak-Ibu pernah, misalnya praktek, misalnya dalam suatu tim bonding exercise di dalam perusahaan-perusahaan itu ada namanya, latihan percaya kepada teman-teman, biasanya seperti begini ini. Jadi mereka disuruh begini (posisi kedua tangan ditangkupkan menyilang pada dada – red) lalu, lalu, ya terjunkan dirimu (ke belakang – red), ya saya nggak akan lakukan di sini. Terjunkan dirimu gitu; jangan takut. Ada teman-teman, rekan-rekan kerjamu, kolega-kolegamu yang akan menopang kamu, gitu. Ya ada orang yang akan lakukan gitu, kalau mereka percaya tapi ada yang walau pun sudah lihat…. (melihat ke kanan-kiri tidak percaya – red), “Ayo, ayo. Percaya kami akan topang kamu. Jangan takut; tidak ada satu helai pun terlepas dari rambutmu,” begitu. Percayakan kepada kami. Huhuhu.. nggak nggak mau – kayak seperti gitu ya. Banyak orang yang cukup percaya, percaya karena iman Tuhan akan pelihara kamu; Tuhan Pencipta segala sesuatu, jangan takut dia akan memelihara hidupmu. Nggak mau, saya lebiercaya saya yang pegang. Saya pegang hidup saya, saya pegangin. Gedung sudah kebakaran, loncat, kata pemadam kebakaran, “Loncat!” “Nggak mau, nggak mau. Saya akan pegang jendela ini erat-erat,” dan itu yang terjadi oleh banyak orang yang di luar sana. Mereka tidak mau menyerahkan hati mereka. Mereka tidak mau menyerahkan relasi mereka kepada Tuhan, karena bagi mereka itu satu kebodohan; berserah itu suatu kebodohan. Tapi justru itu inilah yang Tuhan minta. Tuhan meminta pertama-tama tanggalkan kesombongan hatimu; percaya kepada aku.
Dan di sini coba kita lihat dari 1 Korintus 1:23, ini yang menjadi tantangan terbesar dalam penginjilan itu bukan hal-hal yang lain tetapi satu hal yang paling sulit dalam pemberitaan berita penginjilan, berita Injil adalah ini –“Tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.” Jadi yang paling sulit bagi orang untuk menerima Kristus adalah bagi mereka itu kebodohan, karena itu nggak akan mereka percaya. Jadi kita lihat di sini ya, bersyukurlah Naaman masih punya hamba-hamba lainnya yang sama bijaknya dengan hamba perempuan di situ. Hamba pegawai-pegawai datang bilang, “Seandainya Bapak, Nabi itu menyuruh perkara yang sukar Bapak akan melakukan kan? Loh ini, Nabi cuma minta mandi dan kau menjadi tahir apa salahnya sih, sebelum kita pulang cobalah, mandi sedikit,” gitu. “Lagian Bapak juga, kayaknya agak-agak bau sedikit,” “Oke-oke.” Lalu Naaman membuka bajunya, lalu dia celupkan dirinya tujuh kali. Kita nggak tahu apakah setiap kali muncul lebih sembuh, atau sedikit demi sedikit, atau pencelupan yang ketujuh: Jreng… jreng… tiba-tiba sembuh semua, kita nggak tahu. Tapi yang pasti cerita ini menjelaskan Naaman pulih, ada miracle, ada keajaiban yang akhirnya terjadi di sini. Dan Naaman bisa langsung pulang, tapi tidak. Yang dia lakukan, dia datang mencari Elisa, dan tentunya sebagai orang yang dilatih dengan tata krama, dia betulan ingin memberikan persembahan ini. Yang tadi persembahan ini adalah untuk membeli kesembuhannya, dan dia sadar sekarang persembahan ini sebagai rasa gratitude, rasa ucapan syukur, “Sekarang saya rela memberikan semua ini untuk kamu, Elisa.” Tapi Elisa sadar, bahwa walaupun dia berhak menerima semuanya itu, kalaupun dia pun sangat-sangat layak menerima semua itu, tapi dia nggak mau terima untuk menyatakan satu hal: Anugrah Tuhan tidak bisa dibeli, supaya kamu tidak salah sangka. “Bawa pulang semua uangmu, saya tidak perlu dan anugrah Tuhan tidak bisa dibeli.”
Jadi di situ, tapi si Naaman ini tidak selesai di situ, karena Naaman ini bukan hanya mendapatkan kesembuhan, Naaman juga mendapatkan iman. Karena dia bukan hanya dipulihkan tubuhnya, dia juga dipulihkan imannya, dia dipulihkan untuk mengenal seorang dewa atau seorang Allah yang sejati, tepatnya. Lalu dia minta apa? “Kalau saya tidak bisa memberikan ini, maka saya minta tanah sebanyak muatan pasang bagal.” Supaya setiap kali dia beribadah di Aram, dia pasti nggak bisa ganti warga negara, dia nggak bisa bilang kepada Raja Aram, “Saya sudah bertobat (?menit 46:54) jadi orang Israel sekarang.” – dia akan mati dibunuh. Kalau dia pindah ke Israel, dia tetap mati dibunuh. Jadi satu-satunya kemungkinan adalah dia beribadah di negeri asalnya tapi tetap berpusat, berkiblat kepada Allah Yahweh yang baru ini, yang dia Imani sekarang. Makanya dia minta semuatan bagal tanah ini ya.
Sekarang kita akan baca ayat 19-27, ini drama babak ketiga, terakhir, yaitu antara Naaman dan Gehazi. Gehazi itu hambanya Elisa. Kasian di sini, ada satu orang kusta disembuhkan, ada satu orang sehat menjadi kusta, hanya karena apa? Hanya karena keserakahan. Jadi Gehazi melihat ada kesempatan, “Wah, tuanku tidak mau terima ratusan kg perak dan emas tsb. Kalau dia tidak mau, saya mau. Masa kesempatan ini dibiarkan begitu saja. Nggak ada kesempatan ini akan terulang lagi. Setidaknya kalau saya tidak bisa mendapatkan ratusan kg itu, saya bisa mendapat puluhan – remah-remah yang jatuh dari meja tuanku itu.” Lalu, dia mengejar dan meminta semuanya itu. Dan kenapa hukuman bagi Gehazi ini begitu drastis? Karena di balik tindakan Gehazi itu ada suatu pemikiran, yaitu bukan hanya keserakahan, tapi adalah suatu hal yang dibaliknya, itu pikiran: masa anugrah gratis? Kalau tuanku sudah memberikan anugrah begitu besar kepada Naaman, he has to pay something for this gift. Naaman harus membayar, setidaknya, sebagian dari anugrah yang dia terima. Bukankah banyak legalis di dalam gereja juga seperti ini? Yaitu kita berpikir memang anugrah, anugrah, tapi sebenarnya kita secara lahiriah, natur kita itu bukan orang yang mendapatkan anugrah, orang yang percaya anugrah, kita secara mandarah daging, kita itu orang legalis, orang yang transaksi dengan Tuhan, orang yang berpikir keselamatan itu lewat pekerjaan.
Karena itu ketika kita mendengar kisah-kisah tentang seperti ini ya, Bapak, Ibu, penjahat di samping salib Tuhan Yesus tidak melakukan apapun untuk diselamatkan. “Oh, enaknya ya jadi orang Kristen yang penjahat di samping itu.”
Makanya, kalau orang muda kita Injili, “Mau nggak percaya kepada Tuhan?”
“Mau. Nanti, kalau saya sudah sekarat. Sekarang saya mau enjoy life dulu, saya mau clubbing dulu, saya mau mengejar karir dulu. Nanti, pelayanan tuh nanti. Tunggu saya sudah renta-renta, saya sudah banyak waktu. Sekarang saya nggak ada waktu untuk iman, iman, pelayanan gitu. Nanti, tunggu saya sudah selesai semua, saya sudah nggak ada apa-apa lagi yang saya kejar, nah saya mau jadi orang Kristen.” Itu kan yang di dalam pikiran orang itu, suatu saat, yaitu adalah kalau salvation is free, ya udah nanti saya ambilnya, jangan sekarang. Nah ini yang dilakukan oleh Gehazi. Gehazi berpikir, “Ah saya akan ambil sebagian bayaran daripada Naaman.” Tetapi apa yang dia dapat, cukup banyak sebenarnya puluhan kg itu, tapi dia menukar berkat Tuhan dengan remah-remah. Dia buang buffet begitu hanya dengan makanan anjing yang dia terima.
Nah ini yang dilakukan oleh orang-orang dunia, orang-orang yang rusak, orang-orang dunia, orang-orang serakah, yang berpikir dia mendapatkan segala sesuatu, tetapi di mata Tuhan, dia sedang membuang segala sesuatu. Ini yang dilakukan oleh Gehazi, dia pikir dia mendapatkan kekayaan, dia sedang membuang dirinya. Inilah yang dilakukan oleh dosa, kita pikir kita mendapatkan, tetapi ternyata kita sedang membuang. Karena, coba lihat ya, dulu Elisa adalah hambanya dari Elia, yang dipersiapkan suatu saat Elia lenyap dari panggung dunia, Tuhan bangkitkan Elisa menjadi pengganti dari Elia. Dan disini siapa nama hamba Elisa yang dicatat satu-satunya, Gehazi. Kita nggak tahu dengan pasti apakah Gehazi itu sedang dipersiapkan Elisa menjadi penggantinya atau tidak, tapi setidaknya mungkin ada potensi, sudah puluhan tahun Gehazi mengabdi kepada Elisa. Dan nanti suatu saat ketika Elisa lenyap dari panggung sejarah, mungkin Gehazi yang akan melanjutkan pelayanan-pelayanan seterusnya. Tapi hanya karena beberapa talenta, 2 talenta dan 2 potong pakaian, semuanya itu lenyap. Jadi orang yang berdosa, orang yang pikir korupsi, orang yang melakukan menikmati dosa. Betul, nikmat di dalam dosa, hanya sementara! Tapi hukuman dosa itu selalu kekal, hukuman dosa itu selalu melebihi dari kenikmatan yang kita terima. Dan di sini makanya kita bisa melihat, si Gehazi bisa menyembunyikan hasil curiannya, tapi dia tidak bisa menyembunyikan kustanya. Kita bisa menyembunyikan dosa kita. Bapak pendeta, boksu, tidak bisa tahu, istri kita tidak tahu, suami kita tidak tahu, orang-orang lain tidak tahu, orang tua kita tidak tahu. Suatu saat, ketika waktunya tiba, Tuhan akan bilang, “Engkau akan terbongkar, bukan hanya dosamu, tapi oleh dibongkar oleh konsekuensi dosamu.” Di sini dosa Gehazi terbongkar oleh kustanya. Suatu saat orang yang suka jajan-jajan, akan terbongkar dengan penyakit kelaminnya. Orang yang berselingkuh satu saat akan terbongkar. Suatu saat yang korupsi akan terbongkar. Suatu saat setiap dosa kita, walaupun tidak dibongkar di dunia ini, di panggung dunia ini, suatu saat akan ada penghakiman yang membongkar semua dosa kita. Jadi Saudara, ketika kita masih ada waktu diberikan untuk bertobat, untuk sekali lagi melihat bahwa hukuman dosa begitu berat, marilah kita bergantung kepada Tuhan.
Dan yang terakhir, jadi apakah di sini kita melihat, Ncek Lim tadi ya, di balik musibah ada berkat – itu yang dialami oleh Naaman. Di balik musibahnya ada berkat, dia mendapatkan. Di balik semua berkat yang diterima oleh Gehazi, ada kutuk yang dia ambil. Dan disini, kita melihat yang namanya kesulitan naik turun dunia, kehidupan dari kita, itu semua rutin kita alami, kita Kristen nggak Kristen kita mengalami jatuh bangun di dalam dunia ini. Tapi yang terpenting adalah kita bisa lihat, semuanya itu berkaitan dengan rencana Tuhan atau tidak. Karena jatuh bangun, naik turun dunia itu, Tuhan pakai untuk menggenapi rencanaNya. Ada satu buku yang John Piper tulis ya, judulnya: Don’t Waste Your Cancer! – Jangan sia-siakan penyakit kankermu! Karena ada satu keluarga yang anaknya baru saja meninggal, dan dia bertanya kepada John Piper, “Bapak, apakah mungkin keluarga Kristen menerima kutuk? Karena seakan-akan keluarga saya menerima kutuk.” Dan Piper, tentunya dengan sangat simpati dia berkata, “Nggak mungkin. Karena ada ayat yang berkata: orang Kristen tidak mungkin dikutuk.” Tapi secara kenyataan, mungkin kita melaluinya. Tapi kita lihat begini: setan bisa memakai yang namanya kesuksesan, harta berlimpah, untuk menjatuhkan orang, dan setan juga bisa memakai yang namanya sakit penyakit untuk menjatuhkan iman seseorang. Maka kita lihat, Tuhan juga bisa memakai harta kekayaan untuk menjadi berkat. Tuhan juga bisa memakai yang namanya sakit penyakit kanker juga bisa menjadi berkat bagi orang tersebut. Karena itu kita sadar, karena kita bisa disembuhkan seperti Naaman, kalau Elisa tidak harus berkorban, tapi ada satu orang yang berkorban di dalam cerita ini. Seakan-akan nggak ada yang berkorban kan? Happy ending semua kan? Ada satu yang berkorban. Siapa dia? Sang hamba perempuan, demi Naaman bisa percaya beriman, itu tidak lepas dari peran sang hamba perempuan ini kan? Yang Tuhan tampilkan sebagai salah satu actor di dalam drama sejarah ini, ada satu yang harus berkorban, harus menjadi budak, harus berkorban meninggalkan negaranya, meninggal kenyamanan rumahnya untuk menjadi pembawa berita keselamatan bagi Naaman. Dan kita semua tidak mungkin kan, kita semua tidak seperti Naaman sakit kusta. Tapi kita semua, yang jatuh di dalam dosa, kita semua nasib sama seperti Naaman. Tapi kita bisa selamat karena kita juga mendengar satu berita dari Kristus, Sang Hamba Allah tersebut, yang pergi jauh, bukan dari negara yang jauh saja, tapi dari dunia di atas sana, datang inkarnasi menjadi budak bagi kita semua, membawa kabar sukacita bisa kembali mendapatkan kabar keselamatan, dipulihkan dari dosa-dosa kita oleh Allah Bapa. Mari kita berdoa.
Bapa di dalam Surga, kami bersyukur ya Tuhan, kami melihat berita, satu drama satu cerita satu narasi yang begitu indah. Bagaimana manusia tanpa pengharapan di dalam sakit penyakit dan dosa bisa menemukan pengharapan yang sejati. Karena itu kami bersyukur, ya Tuhan, kami semua seperti Naaman yang tanpa harapan, yang semua harta kami, semua kesehatan kami, apa yang kami punyai kami miliki tidak dapat menyelamatkan kami. Tapi kami boleh mendapatkan satu pengharapan sejati karena Engkau mengirimkan Kristus yang menjadi budak yang membawa kabar. Dan bukan hanya membawa kabar, tapi dia yang menanggung kusta kami, menanggung dosa kami, menanggung kutuk kami di atas kayu salib supaya kami boleh mendapatkan berkat penyertaan, berkat pendamaian oleh Allah Bapa. Terima kasih Bapa, kiranya Tuhan pimpin setiap dari kami sehingga hidup kami boleh menjadi hidup yang selalu membawa berkat bagi orang-orang di sekitar kami. Kami serahkan setiap dari jemaat Tuhan di tempat ini di dalam satu nama, Tuhan kami Yesus Kristus, kami sudah berdoa dan bersyukur. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]