Ef. 4:29
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, hari ini kita akan berbicara mengenai apa yang menjadi kata-kata yang keluar dari mulut kita. Saya percaya ini adalah sesuatu yang penting dan harus kita perhatikan dan tidak boleh kita abaikan sama sekali. Bahkan ketika Paulus berbicara mengenai kata-kata, kalau Bapak-Ibu perhatikan, di dalam pasal 4 saja maka Paulus sudah mengangkat 2 kasus perkataan yang harus kita perhatikan. Di dalam ayat 25 Paulus berkata kita harus membuang dusta dan berkata benar kepada yang lain karena kita adalah sesama anggota. Lalu di dalam ayat yang ke-31 Paulus juga berbicara mengenai segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Jadi disamping ayat 29 yang kita baca, ada ayat 25 dan ayat 31 yang berbicara mengenai kita harus memperhatikan apa yang kita katakan. Jadi tidak hanya sampai di sini, tapi di dalam ayat yang ke-3 dan ke-4 dari pasal 5 Paulus juga berbicara hal yang sama, dikatakan, “Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono–karena hal-hal ini tidak pantas–tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur. Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah” [Ef. 5:3-5]. Begitu banyak sekali ayat yang berbicara mengenai kata-kata yang harus dikatakan. Kalau dikomparasikan dengan pekerjaan yang harus kita kerjakan, kemarahan yang harus kita kendalikan dalam hidup kita, mungkin kata-kata yang kita keluarkan itu memiliki ayat yang lebih banyak daripada semua itu, berarti penekanan Paulus kepada perkataan yang kita katakan itu bukan sesuatu yang remeh, bukan sesuatu yang boleh kita anggap enteng, tapi hal yang penting sekali.
Nah mengapa ini menjadi sesuatu yang penting? Saya percaya ini berkaitan dengan fungsi kata-kata yang ada, yang Tuhan ciptakan dalam kehidupan kita, dan peran yang bisa kita lakukan melalui kata-kata yang keluar dari mulut kita. Kalau Bapak-Ibu perhatikan, manusia itu adalah suatu makhluk yang berbeda dengan binatang. Alkitab berkata manusia itu dicipta secara khusus sebagai gambar Allah sedangkan binatang walaupun dicipta sebagai makhluk yang memiliki jiwa tetapi tidak pernah dikatakan Tuhan bahwa dicipta serupa dengan gambar Allah. Lalu maksudnya apa manusia adalah gambar Allah, binatang itu tidak gambar Allah? Walaupun saya percaya di dalam derajat tertentu ada sifat Allah, karakter Allah yang juga ada pada binatang, tetapi tetap binatang tidak pernah dikatakan sebagai gambar Allah tetapi manusia dikatakan sebagai gambar Allah. Ada di dalam tradisi Reformed yang mengatakan orang dikatakan sebagai gambar Allah itu adalah dia memiliki pengetahuan untuk bisa mengerti firman Tuhan dalam kehidupan dia, dia memiliki kemampuan untuk hidup kudus di hadapan Tuhan, dia memiliki jiwa atau roh dalam diri dia yang membuat dia bisa berelasi dengan Tuhan Allah. Saya percaya ini adalah suatu kebenaran, bahwa manusia secara sederhana bisa disimpulkan di dalam 3 aspek ini untuk menyatakan kalau kita adalah gambar Allah. Tetapi dari aspek yang lain kita juga bisa lihat manusia adalah gambar Allah dalam pengertian manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan berbicara secara kompleks dan abstrak dalam kehidupan kita, tetapi tidak pernah bisa dilakukan oleh seekor binatang. Coba Bapak-Ibu perhatikan kehidupan dari seekor simpanse yang katanya adalah seekor binatang yang paling dekat dengan manusia. Matanya di depan sama seperti manusia, hidungnya ada lobangnya 2 sama seperti manusia, Cuma bedanya adalah dia lebih pesek dari kita orang Timur yang pesek. Lalu mulutnya ada 1 di depan juga, dia ada rambut, kita juga ada rambut, Cuma bedanya rambutnya di seluruh tubuh, kita cuma ada di kepala dan bagian tertentu tapi tubuh kita rambutnya pendek-pendek. Suka pisang, kita juga suka pisang, mirip sekali. Tetapi coba perhatikan, ketika kita perhatikan seekor simpanse atau monyet, mereka bisa tidak mengungkapkan sesuatu yang kompleks? Mereka bisa tidak berpikir secara kompleks dan abstrak? Dan mereka bisa tidak melakukan sesuatu yang kita katakan kepada mereka sehingga mereka bisa mengerti dan melakukan itu? Saya pikir sepintar-pintarnya seekor simpanse tetap kalah pintar dengan seorang anak yang berusia 4 atau 5 tahun. Bapak-Ibu bisa berbicara dengan seorang anak, misalnya untuk mengambil sesuatu barang yang tidak pernah dia lihat sebelumnya, misalnya sebuah pena yang saya taruh di dalam suatu lemari tertentu, yang ada di laci tertentu, di pojok tertentu, dan dengan warna tertentu, untuk anak itu bisa ambil. Saya tinggal sebutkan ciri-cirinya kepada anak itu, dia bisa cari membayangkan dimana letak pulpen itu seperti yang saya katakan, lalu dia bisa mengingat bentuk pulpen itu dan dia bisa mengambil pulpen itu dan memberikan kepada saya. Tetapi seekor simpanse sepintar apapun dia tidak mungkin bisa melakukan hal tersebut. Jadi ada perbedaan yang begitu besar sekali. Manusia diberikan kemampuan untuk berbicara, untuk berkomunikasi, untuk mengekspresikan apa yang menjadi isi hati kita kepada orang lain, dan Tuhan berikan kemampuan ini secara khusus hanya bagi manusia. Walaupun binatang memiliki level tertentu di dalam komunikasi tetapi tidak ada seekorpun binatang yang bisa melakukan seperti yang manusia lakukan. Jadi kalau kita berbicara apa kelebihan manusia dari binatang? Banyak sekali, yang membuat kita tidak mungkin bisa mempersamakan diri kita dengan seekor binatang, karena kita memang adalah gambar Allah.
Dan pada waktu kita berbicara mengenai apa yang ada pada diri manusia yang adalah gambar Allah, Bapak-Ibu harus berhati-hati sekali. Ketika Tuhan memberikan karunia-karunia tertentu, kemampuan-kemampuan tertentu dalam diri kita, yang melampaui binatang, yang bertujuan untuk memuliakan nama Tuhan, untuk menyatakan cinta kasih Tuhan dalam kehidupan kita, hati-hati iblis juga nggak akan tenang, senang, atau diam. Dia akan memakai sarana yang paling penting dalam kehidupan kita untuk memasukkan dosa di dalam kehidupan manusia, merusak manusia, dan menghancurkan manusia. Itu sebabnya kalau kita membaca Yakobus pasal yang ke-3, Yakobus memberikan suatu peringatan yang keras sekali mengenai bagaimana kita menguasai lidah kita. Yakobus bilang lidah kita itu seperti sebuah kekang yang ada di mulut kuda, lidah kita itu seperti sebuah kemudi yang kecil di sebuah kapal yang begitu besar. Maksudnya adalah lidah kita itu kalau bisa kita kuasai, itu bisa menguasai tenaga yang begitu besar sekali. Kalau lidah kita itu bisa kita kuasai, kita bisa menjadi orang yang sempurna dalam kehidupan kita. Tetapi persoalannya adalah Alkitab berkata manusia bukan orang yang sempurna. Salah satu dasar kenapa kita bisa berkata manusia bukan orang yang sempurna, bukan sempurna dalam pengertian kita dicipta tidak sempurna oleh Tuhan tetapi yang saya maksud adalah kita adalah orang yang berdosa, dasarnya apa? Dari cara kita menggunakan kata-kata yang keluar dari mulut kita. Siapa di dalam kehidupan dia seumur hidup tidak pernah berbohong? Saya yakin tidak ada satupun orang yang bisa berkata dengan begitu jujur, begitu benar, begitu bisa dipercaya, setiap kata-katanya dia tepati seperti yang dia katakan. Yang dikatakan Kitab Suci, “Apa yang iya katakanlah iya, apa yang tidak katakanlah tidak.” Saya percaya tidak ada seorangpun manusia yang bisa lakukan itu, kecuali Yesus Kristus. Itu sebabnya di dalam Kitab Suci dikatakan pada waktu para rasul berusaha untuk menyatakan Yesus adalah Pribadi yang tidak berdosa, salah satu aspek yang rasul Paulus gunakan adalah menyatakan kalau di dalam mulut Yesus tidak pernah ada dusta yang keluar, Dia betul-betul adalah satu Pribadi yang mengatakan kebenaran itu dan kita sungguh-sungguh bisa percaya karena Dia adalah sepenuhnya kebenaran, orang yang paling dekat bisa mengatakan kebenaran ini, itu pasti adalah suatu kebenaran.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, lidah menjadi hal yang penting, pemakaian lidah yang baik itu bisa membangun seseorang, tetapi pemakaian lidah yang jahat itu bisa menghancurkan kehidupan seseorang. Tetapi dibalik hanya membangun dan menghancurkan, Tuhan Yesus sendiri pernah memberikan suatu peringatan untuk berhati-hati di dalam penggunaan lidah kita. Karena pada waktu kita berbicara sesuatu kita akan dituntut oleh Tuhan dan dihukum oleh Tuhan berdasarkan apa yang kita katakan. Itu sebabnya mungkin ketika kita membaca Kitab Suci, Yakobus juga pernah berkata, “Lebih baik diantara kamu jangan banyak yang mau menjadi seorang guru,” bukan berarti kita tidak boleh menginginkan untuk menjadi seorang guru, tetapi kita perlu tahu konsekuensi dari seorang guru yang mengajar murid-murid, mengajar anak-anak Tuhan itu adalah jauh lebih berat daripada seorang yang hanya mendengarkan sebuah perkataan dan menerima pengajaran. Saya bukan berkata orang yang mendengar tidak akan dihukum kalau dia mendengar sesuatu yang salah, Alkitab berkata dia akan turut dihukum kalau dia mendengar dan mengikuti pengajaran yang salah, masing-masing orang bertanggung jawab terhadap perbuatan dia sendiri dan apa yang dia terima dalam kehidupan dia yang dia anggap sebagai sebuah kebenaran. Tapi sebagai seorang guru ketika mengajarkan sesuatu yang salah Tuhan akan tuntut diri dia jauh lebih berat, jauh lebih hebat daripada orang yang menerima pengajaran dia, karena dia mengatakan sesuatu yang tidak benar, khususnya kalau dia menjadi alat untuk dipakai iblis menyesatkan orang dari kebenaran firman Tuhan.
Karena itu apa yang kita katakan itu menjadi hal yang perlu kita perhatikan, apalagi kalau kita adalah anak Tuhan dan mengatakan diri kita adalah orang yang sudah dilahirbarukan oleh Roh Kudus dalam kehidupan kita. Saya percaya akan ada suatu perbedaan yang bukan hanya bersifat kuantitas, tapi suatu perbedaan yang bersifat kualitas antara kita dengan orang-orang tidak percaya. Orang tidak percaya atau diluar Kristus bisa saja berbicara baik, bisa saja memiliki pengendalian di dalam kata-kata, bisa saja berbicara dengan begitu santun sekali, bahkan mungkin bisa lebih santun daripada anak Tuhan, tapi saya mau katakan apakah sungguh-sungguh itu sesuatu yang dari hati, merupakan natur dia yang menghendaki untuk berbicara seperti itu? Saya percaya mungkin kalau dia dididik dari kecil dia bisa memiliki kebiasaan itu dan betumbuh sebagai orang yang berbicara dengan baik dalam kehidupan dia. Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, bagaimana ketika terjadi suatu peristiwa, terjadi suatu keadaan yang mendadak menimpa hidup dia, yang membuat dia emosional, yang membuat dia kehilangan kendali, mungkin yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata yang tidak baik, mungkin umpatan, mungkin hinaan, cacian, makian, dan yang lain-lain. Tapi anak Tuhan bagaimana? Saya tetap percaya anak Tuhan harus memiliki perbedaan, anak Tuhan harus memiliki suatu penguasaan diri di dalam kehidupan yang kita miliki, terutama di dalam bagaimana kita mengatakan sesuatu dari mulut kita. Karena Alkitab berbicara dengan begitu terang sekali, “setiap orang tidak perlu terlalu khawatir,” Yesus katakan, “mengenai apa yang dia makan dan masukkan ke dalam mulut dia; tetapi setiap orang perlu khawatir dan memikirkan apa yang keluar dari mulut dia.” Karena ketika seseorang berbicara maka apa yang dia katakan itu merupakan ungkapan dari isi hati dia yang terdalam, kalau hatinya jahat, hatinya penuh dengan kemarahan, kebencian, percabulan, dan segala sesuatu yang berdosa, itu pasti keluar dari mulut orang tersebut; tapi kalau hatinya adalah hati yang murni, yang kudus, penuh dengan belas kasih kepada orang lain, dan kasih karunia dari Tuhan Yesus Kristus, saya percaya apa yang keluar dari mulut dia itu juga adalah sesuatu yang baik. Jadi ada perbedaan kualitas yang besar.
Jadi pada waktu kita berbicara perkataan, perkataan itu bukan hanya sesuatu yang menuntut hukuman dari Tuhan, perkataan yang bisa dikatakan dan diungkapkan itu bukan hanya mencerminkan kita adalah gambar Allah, tetapi perkataan yang kita keluarkan dari mulut kita juga merefleksikan siapa diri kita sebenarnya atau identitas kita di hadapan Tuhan dan di hadapan manusia siapa, apakah kita ini adalah anak-anak Allah atau bukan. Itu sebabnya ketika kita baca dari ayat 25, 26, 28, 29, dan seterusnya, Paulus memberikan suatu praktek kehidupan yang begitu praktis sekali dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan. Paulus berkata, kita sebagai anak Tuhan harus membuang dusta dan berkata benar, kita sebagai anak Tuhan harus mengendalikan kemarahan kita dan jangan biarkan kemarahan itu begitu menguasai diri kita dan kita harus segera menyelesaikan rasa marah yang ada dalam hati kita sesegera mungkin sebelum matahari terbenam. Itu sebabnya Paulus juga berkata kita tidak boleh mencuri tetapi harus bekerja keras, dan kita juga tidak boleh berkata kotor dalam kehidupan kita. Karena apa? Semua itu mencerminkan identitas kita di hadapan Tuhan, sesuatu yang membedakan kita secara kualitas antara orang-orang yang mengenal Kristus dengan orang-orang yang bukan anak-anak Tuhan di dalam kehidupan di tengah-tengah dunia ini. Apa yang Paulus maksudkan ketika berbicara “jangan ada perkataan kotor keluar dari mulutmu”? Saya percaya ini adalah sesuatu yang serius, sesuatu yang kita perlu pelajari dengan baik-baik. Istilah “perkataan kotor” di dalam bahasa Yunani itu adalah sapros. Dan istilah sapros sendiri selain dari tempat ini, itu digunakan oleh Tuhan Yesus sendiri di beberapa bagian, yaitu di dalam Injil Matius dan Injil Lukas. Pada waktu Tuhan Yesus berbicara suatu perumpamaan mengenai pohon yang baik dengan buah yang baik, pohon yang tidak baik dengan buah yang tidak baik; pohon yang baik tidak mungkin mengeluarkan buah yang tidak baik, pohon yang tidak baik tidak mungkin mengeluarkan buah yang baik; maka istilah “tidak baik” yang digunakan oleh Tuhan Yesus di situ adalah sapros.
Jadi maksudnya kotor, sesuatu yang tidak baik yang keluar dari mulut kita itu apa? Pada waktu kita berbicara mengenai ini saya lihat apa yang diajarkan oleh John Piper sangat baik sekali. Mungkin kita berpikir bahwa kotor itu hanya berbicara sesuatu yang jahat, sesuatu yang jorok, sesuatu umpatan yang kita katakan pada orang lain, suatu kata-kata binatang yang kita makikan kepada orang lain. Tetapi John Piper memberikan kita 4 hal yang bisa kita bisa identifikasi sebagai sebuah perkataan yang kotor, yang tidak baik itu. Pertama adalah, siapa yang berbicara kotor? Yaitu orang yang tidak menyebut nama Tuhan dengan selayaknya, tetapi orang yang menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. Itu adalah salah satu kategori dari orang berbicara kotor dalam kehidupannya. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya ini menjadi suatu kebenaran yang Kitab Suci katakan juga, dan suatu peringatan yang Tuhan sendiri berikan kepada kita. Kita perlu berhati-hati di dalam perkataan kita, yang terutama mengenai siapa? Saya percaya terutama mengenai diri Allah sendiri. Bagaimana kita memanggil nama Allah, bagaimana kita menyebut nama Allah dalam kehidupan kita, bagaimana kita menggunakan nama Allah dalam kehidupan kita itu menjadi hal yang serius. Bapak-Ibu memiliki hati yang menghormati Tuhan atau meremehkan Tuhan dalam kehidupan Bapak-Ibu itu dinilai dari bagaimana Bapak-Ibu menggunakan kata Tuhan atau nama Tuhan di dalam kehidupan Bapak, Ibu, Saudara. Saya prihatin sekali kadang-kadang orang seringkali menggunakan istilah Tuhan bukan di dalam pengertian yang serius, yang kudus, yang sungguh-sungguh harus hormat kepada Dia, tetapi kadang-kadang kita begitu remehnya menggunakan istilah itu untuk kata-kata latah atau kata-kata umpatan, atau kata-kata terkejut dalam kehidupan kita, ini hal yang salah. Saya nggak anjurkan kita sebagai orang Kristen dikit-dikit ngomong, “Ya Yesus, ya Tuhan, ya Allah,” dalam kehidupan kita, tapi saya percaya kita harus memiliki penguasaan. Kalau kita memanggil nama Allah kita memanggil Dia dengan kesungguhan dan keseriusan. Bapak-Ibu mau nggak kalau ada orang yang kesal atau marah atau kaget memanggil nama Bapak-Ibu? Dikit-dikit, “Ya Dawis,” kayak gitu, ngomong-ngomong, “Ya ampun Dawis.” Saya pikir itu sesuatu penghinaan kan, sesuatu sikap yang kita anggap orang itu remeh, orang itu nggak kita hormati. Ini nggak boleh. Kalau kita lakukan itu berarti kita sudah melanggar peringatan Paulus ini, kita sudah mengucapkan suatu perkataan yang kotor keluar dari mulut kita.
Yang kedua adalah, perkataan yang kotor itu bisa berbicara mengenai sesuatu yang meremehkan realitas yang buruk sekali atau sesuatu yang meremehkan realitas yang baik. Kalau tadi bicara menyebut nama Allah dengan sembarangan, yang kedua adalah kita bisa menggunakan kata-kata, istilah-istilah tertentu dalam dunia ini yang sebenarnya itu adalah hal yang begitu serius, begitu kudus, begitu mengerikan, dibalik kata-kata itu ada suatu tuntutan yang betul-betul menakutkan sekali misalnya, tapi kita anggap itu sebagai sesuatu candaan atau lelucon atau sesuatu yang maknanya tidak semengerikan dari istilah yang sebenarnya ada dibalik kata-kata itu. Saya kadang sulit sekali menemukan istilah-istilah umpatan, mungkin karena saya nggak pernah mengumpat-umpat orang ya. Waktu saya pikirin, apa ya kira-kira, sampai saya harus search di internet, di Google, kira-kira kata umpatan yang biasa diomong orang itu apa. Saya cuma menemukan satu, kalau dalam bahasa Inggris kadang orang bilang “go to hell” gitu ya, atau “damn you,” atau “persetan kamu.” Saya percaya waktu kita berbicara seperti ini, misalnya “masuk neraka kamu,” neraka itu apa? Neraka itu tempat yang begitu mengerikan sekali, begitu menakutkan sekali, suatu tempat yang tidak pernah padam apinya dan tidak pernah hilang cacing yang menggerogoti tubuh kita. Saya pernah baca satu artikel yang berbicara apa maksud di dalam neraka itu ada cacing yang terus menggerogoti tubuh kita. Ada satu yang pernah menjadi dokter, dia menulis sebuah artikel, dia bilang orang yang mati, pada waktu dia mati serangga itu akan terbang lalu hinggap di tubuh mayat itu dan bertelur di situ, lalu telur itu kemudian akan menetas dan menjadi ulat-ulat yang ada di dalam tubuh itu, dia akan makan dan menggerogoti tubuh ini. Setelah beberapa hari dia akan mungkin dewasa, dia belum langsung menjadi larva tapi dia akan bertelur lagi dan melahirkan ulat yang lebih banyak lagi dan terus menggerogoti. Dan manusia punya beberapa tahap, mulai dari pembusukan cacing, penggerogotan daging, sampai akhirnya istilahnya skeletonized, tinggal kerangka, dan sampai akhirnya habis total itu mungkin bisa tahunan. Tetapi pada waktu proses awal, itu adalah proses pembusukan dimana manusia dimulai dalam beberapa hari dari kematiannya mulai ada ulat-ulat yang akan memakan tubuh ini. Dan Yesus berkata ketika kamu masuk ke dalam neraka prosesnya adalah tahap pertama dari pembusukan, bukan tahap akhir, bukan sesuatu yang membuat tubuh kita itu dagingnya seluruhnya habis tinggal tulang lalu tulang itu akkhirnya pelan-pelan habis semua dan hancur semua, bukan di tahap terakhir itu tetapi di dalam tahap awal dari pembusukan. Maksudnya adalah kalau kita dilempar ke dalam neraka itu adalah hal yang sangat mengerikan sekali karena kita akan terus di dalam proses pertama dari pengrusakan itu dan tidak akan pernah berakhir selama-lamanya, kita akan terus digerogoti dan kita tidak pernah akan ada sesuatu yang baik yang bisa muncul dari orang yang dihukum dalam neraka. Itu sebabnya di dalam Alkitab dikatakan orang yang sudah mati tidak mungkin akan bisa bertobat dan masuk ke dalam Sorga. Jangan pernah harap ada orang yang sudah mati diluar Tuhan di dalam kejahatan yang bisa memiliki hati yang baik, hati yang penuh kasih, hati yang menyadari dosanya sehingga dia datang kepada Tuhan dan minta pengampunan dari Tuhan. Itu juga yang membuat kita di dalam Kekristenan mengajarkan kalau kita ingin menghormati orangtua mulailah menghormati dalam dunia ini, kalau kita ingin dia selamat injililah dia mulai dari dalam dunia ini ketika dia masih hidup. Ketika dia sudah meninggal kita tidak bisa melakukan sesuatu apapun lagi untuk menghormati diri dia, untuk menjadikan dia orang yang dikeluarkan dari hukuman Tuhan, tapi kita hanya bisa mengenang kebaikan-kebaikan yang sudah dia lakukan dalam kehidupan dia, karena tidak mungkin ada kesempatan itu.
Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, neraka tempat yang seperti apa? Tempat yang begitu mengerikan, menakutkan, ada api yang selama-lamanya akan membakar kita dan tidak pernah padam; tapi ketika orang mengumpat dia menggunakan istilah yang begitu menakutkan untuk sesuatu yang menyatakan kemarahanhati kita tapi tidak ada dampak apa-apa, mungkin paling jauh adalah menyakiti, tapi selain itu apa? Tuntutan neraka yang begitu mengerikan tidak terjadi lagi, tidak terjadi dalam kehidupan orang itu. Nah ini yang menjadi sesuatu yang harus kita hindari. Saya pernah berkata kita harus hati-hati di dalam mengatakan kebenaran-kebenaran firman Tuhan. Hal-hal yang kudus kita harus hati-hati dalam menggunakan itu. Di dalam peringatan khotbah di bukit, Yesus pernah berkata, “Jangan lempar mutiara ke kandang babi, jangan memberikan sesuatu yang kudus kepada anjing.” Itu adalah hal yang serius. Kalau kita biasakan diri kita untuk meremehkan hal-hal yang bersifat suci dan kudus dalam kehidupan kita, saya khawatir sekali, saya takut sekali kita sebenarnya tidak punya rasa hormat kepada Tuhan. Kalau kita biasa mencandakan firman Tuhan, sesuatu yang serius, pada waktu Bapak-Ibu mendengar sesuatu firman yang dikabarkan dengan begitu serius sekali, tuntutan yang begitu serius sekali yang harus kita dengar, Bapak-Ibu merasa bahwa, “ini berbicara mengenai diri saya,” lalu untuk mengeles supaya saya tidak merasa bahwa ini bicara mengenai saya dan saya bisa membela diri lalu saya mulai mencandakan itu, meremehkan tuntutan yang diberikan oleh firman tersebut; saya khawatir, dan sebenarnya bukan cuma khawatir, saya takut sekali, ada tidak hati yang takut akan Tuhan dalam kehidupan ini. Jadi apa itu ungkapan yang kotor? Kalau yang pertama adalah mengucapkan nama Tuhan dengan sembarangan. Yang kedua adalah kita meremehkan suatu hal yang begitu suci dan kudus mengenai diri Allah, atau sesuatu yang merupakan hukuman Allah yang begitu menakutkan, lalu kita meremehkan itu atau merendahkan itu dan menjadikan itu hanya sebagai suatu kata ungkapan. Itu adalah hal yang harusnya kita hindarkan dalam kehidupan kita sebagai orang-orang yang merupakan anak-anak Tuhan.
Yang ketiga adalah berbicara mengenai seks dan tubuh secara vulgar. Saudara, siapa yang berbicara kotor? Orang yang menggunakan sesuatu yang begitu kudus, yang begitu baik yang sudah Tuhan ciptakan dalam diri manusia, lalu digunakan untuk berbicara atau mengumpat orang atau dicandakan dengan begitu erotis sekali, ini ucapan kotor. Seks baik tidak? Saya percaya seks itu baik, kalau digunakan di dalam wadah yang wajar. Kita tidak melihat pernikahan itu sesuatu yang berdosa. Kita melihat pernikahan itu adalah sesuatu yang baik yang Tuhan berikan dan Tuhan tegakkan di dalam kehidupan manusia ciptaannya. Yang dihasilkan, yang berdosa itu, bukan pernikahan itu, tetapi keturunan yang dilahirkan dari persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, pembuahan dari sperma dan ovum itu akan menghasilkan anak-anak yang berdosa. Tetapi, pernikahan itu sendiri adalah sesuatu yang kudus. Alat kelamin yang Tuhan ciptakan itu adalah sesuatu yang baik karena Tuhan berkata segala sesuatu yang Tuhan ciptakan itu adalah baik. Dan sesuatu yang kita bisa nikmati dan bahkan ada orang yang berkata seperti ini, keintiman seks yang dinikmati suami istri itu bisa mencerminkan keintiman relasi antara diri kita dengan Tuhan Allah. Hal yang sangat indah sekali. Hal yang sangat eksklusif sekali; sesuatu yang harusnya kita jaga dengan baik di dalam wadah pernikahan. Tapi ketika orang berbicara secara kotor, dia menggunakan istilah yang baik yang Tuhan cipta di dalam diri manusia dan tubuh manusia, lalu buat memaki ciptaan Tuhan yang lain. Saya pikir itu adalah hal yang bukan sesuatu yang baik tapi hal yang jahat sekali; karena apa? Kita hanya mengatakan, “kamu itu adalah orang yang jahat, kamu itu gambar Allah yang jahat, Allah tidak menciptakan sesuatu yang baik dalam dirimu,” atau “seks yang Tuhan ciptakan itu adalah sesuatu yang tidak baik, dan itu persis seperti dirimu.” Atau berbicara sesuatu yang sangat erotis sekali ketika berbicara mengenai hal-hal yang bersifat seks itu.
Bapak, Ibu, Saudara, saya percaya ini nggak bisa ada di dalam kehidupan anak Tuhan. Kalau sampai anak Tuhan itu mengucapkan hal ini, kemungkinan besar adalah dia tidak pernah memikirkan mengenai Allah dalam kehidupan dia. Kalau orang bisa sampai mengumpat sesama dia yang adalah ciptaan Tuhan atau bahkan sesama dia yang adalah anak Tuhan, itu berarti dia harus membuang konsep dalam pemikiran dia kalau ada Allah yang telah mencipta orang tersebut. Kalau dia sampai berbicara seperti itu, dia juga harus membuang hal-hal yang bersifat kudus yang Tuhan tuntut di dalam kehidupan kita. Lalu habis dari situ apa? Dia akan menggantikan itu dengan kata-kata atau pemikiran yang berdosa, yang vulgar, yang erotis, yang jahat, baru dia bisa mengungkap seseorang atau mengumpat seseorang. Itu sebabnya tadi saya katakan, kalau kita adalah anak Tuhan, maka saya percaya kita tidak akan berbicara sembarangan. Kita akan menjaga kata-kata yang keluar dari mulut kita. Apalagi kalau kita menggunakan ciptaan Tuhan yang baik untuk mengumpat seseorang, termasuk di dalamnya mungkin kita bisa gunakan kata-kata binatang. Kebun binatang yang Tuhan cipta yang begitu baik dan sempurna pada dirinya untuk memaki gambar Allah. Itu hina sekali kan? Manusia itu gambar Allah. Binatang itu di bawah. Lalu dikatakan manusia yang gambar Allah yang derajatnya lebih tinggi itu derajatnya seperti seekor binatang. Saya pikir itu adalah perkataan yang kotor, yang tidak baik, yang tidak boleh kita katakan dalam kehidupan kita sebagai orang percaya.
Yang keempat adalah, kenapa kita tidak boleh berbicara sesuatu yang kotor? Karena pada waktu kita berbicara sesuatu yang kotor; maksudnya berbicara sesuatu yang kotor itu apa? Sesuatu makian, sesuatu yang keluar dari hati yang bukan mengasihi seseorang tetapi yang membenci orang itu. Itu tidak boleh. Jadi segala istilah yang kita katakan, yang dikeluarkan dari hati yang jahat untuk memaki orang, itu tidak boleh kita lakukan dalam kehidupan kita. Nah ini adalah 4 perkataan yang kotor yang mungkin kita bisa pelajari dari pada Kitab Suci, yang kita harus hindarkan. Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa kita harus menghindarkan 4 istilah atau 4 pemakaian kata-kata yang tidak baik ini? Ada juga 4 alasannya yang John Piper berikan ya. Pertama adalah, John Piper bilang, kata-kata itu harus kita hindari karena kata-kata itu tidak membangun sama sekali. Coba Bapak Ibu ketika berbicara mengumpat seseorang atau menggunakan nama Allah dengan sembarangan, apakah kata-kata Bapak Ibu itu bisa membangun orang yang Bapak Ibu ajak bicara? Saya pikir nggak membangun, nggak ada gunanya, tidak bisa menolong orang, tidak bisa memberi kehidupan bagi seseorang, tidak bisa menghibur seseorang dalam kehidupan mereka. Kalau gitu saya percaya itu adalah hal yang kita tidak perlu ucapkan sama sekali karena tidak membangun sama sekali. Tetapi kata-kata itu bukan hanya tidak membangun. Setiap kata-kata yang keluar dari mulut kita, kita harus percaya, harus tahu, sadar, kalau kata-kata itu punya kuasa. Bapak Ibu bisa menghancurkan seseorang dengan kata-kata Bapak Ibu, atau bisa menguatkan seseorang dengan kata-kata Bapak Ibu yang keluar dari mulut kita. Ketika kita berbicara, jangan berpikir itu adalah sesuatu ungkapan lampiasan lalu setelah itu tidak terjadi apa-apa. Ada kadang-kadang orang suka ngomong, “orang itu ngomongnya saja kasar, tapi hatinya baik; jangan masukkan ke dalam hati perkataannya.” Jangan pikir itu adalah hal yang wajar, sesuatu yang boleh kita lakukan. Kalau kata-kata yang kita keluarkan itu dimakan oleh seseorang dan ditelan oleh seseorang, dampaknya apa? Saya yakin itu akan menimbulkan sakit hati bagi orang yang menerima itu. Sakit hati yang melukai seseorang dari dalam.
Dan bukan hanya itu saja, itu bisa menjadi seperti virus yang menular. Bapak Ibu kalau datang ke rumah orang yang kena flu, kita pasti kena flu. Kalau datang ke rumah orang yang kena cacar, kemungkinan kita bisa kena cacar kalau kita tidak pernah kena cacar sebelumnya. Kalau Bapak Ibu biasa berbicara kotor di dalam keluarga, mungkin kepada istri atau suami, jangan pikir itu akan berhenti di dalam relasi Bapak Ibu dengan pasangan saja, itu akan turun ke anak, anak ke teman, ke rekan kerja, ke lingkungan keluarga yang lebih besar; itu akan menular. Sesuatu yang menyakiti hati itu bisa ditularkan pada orang lain. Makanya itu sebabnya Tuhan mungkin memberikan satu peringatan bagi kita ya. Tuhan memiliki kedaulatan untuk menghukum seseorang bukan hanya di level pertama, orang yang berlakukan kejahatan; tetapi Tuhan juga berhak menghukum orang lain yang merupakan keturunan ketiga dan keempat dari orangtua yang melakukan dosa dalam kehidupan mereka. Kenapa? Bukan karena anak ini tidak lakukan dosa dan ditimpakan dosa orang tuanya, tetapi karena dosa orang tua itu juga turut dilakukan oleh anak-anaknya sehingga anak-anaknya harus bertanggung jawab terhadap dosa yang mereka lakukan yang diajarkan oleh orang tua mereka. Tapi bersyukur kepada Tuhan, Tuhan berhenti hanya keturunan ketiga dan keempat, kalau Tuhan mau. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini hal yang serius sekali. Di dalam pembinaan keluarga, dalam buku Pak Tong Keluarga Bahagia ada satu bagian yang Pak Tong ngomong seperti ini ya. Kita di dalam pengambilan keputusan sebagai orang tua sering kali ketika kita ada masalah, kita tidak pikir panjang, kita tidak memikirkan konsekuensinya terhadap keturunan kita bagaimana. Pada waktu kita ada keributan di dalam keluarga, yang kita pikir adalah, bagaimana saya secepatnya melepaskan kemarahan saya, melampiaskan kebencian saya kepada pasangan saya, tapi saya tidak pernah memikirkan tindakan yang saya ambil dan putuskan tersebut akan berdampak pada anak saya seperti apa. Di dalam PBB pernah ada suatu penelitian, mereka ingin mencari tahu kenapa anak-anak remaja di Amerika itu banyak yang nakal-nakal. Lalu pada waktu mereka meneliti, mereka mengkomparasikan anak-anak dari keturunan Tionghoa dengan anak-anak keturunan dari orang Eropa. Lalu mereka menemukan anak-anak dari keturunan Tionghoa yang ada di timur itu biasa umumnya baik-baik. Kenapa baik? Bukan karena keluarga mereka nggak ada sesuatu kekurangan, keluarga Timur juga banyak kekuarangan, keluarga Timur juga punya banyak istri. Mungkin dalam keluarga Amerika dia bisa kawin cerai, kawin-cerai. Tapi ada sesuatu yang baik dari keluarga Timur. Saya nggak anjurkan Bapak Ibu punya dua-tiga istri ya. Tapi dalam keluarga Timur, ada pernikahan di mana laki-laki menikah dengan istri pertama, kedua, dan ketiga, tetapi dia tetap mempertahankan keutuhan keluarga. Tapi kalau di Eropa itu kawin-cerai dan kawin-cerai, akibatnya apa? Anak-anak di Eropa menjadi anak-anak yang nakal dan liar, tetapi anak-anak di Timur dari keturunan Tionghoa tetap merupakan anak-anak yang baik; karena ada otoritas keluarga yang baik tetap dipelihara di dalam keluarga tersebut.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita memutuskan sesuatu, berbicara sesuatu, saya harap keputusan kita dan kata-kata yang kita ucapkan, pikirkan terlebih dahulu, itu dampaknya akan menghancurkan seseorang atau tidak. Kalau itu menghancurkan anak kita, cucu kita, membuat mereka menjadi orang yang berdosa dan dimurkai oleh Tuhan Allah, saya pikir lebih baik kita tahan diri, jangan ucapkan hal-hal yang tidak baik itu, karena kita sedang melempar satu batu ke depan, bukan ke samping. Orang yang bijaksana kalau dia berjalan menemukan sebuah batu di depan, dia bukan tendang ke depan, dia juga bukan tendang ke belakang. Kalau dia tendang ke depan, dia akan tersandung oleh batu itu lagi. Kalau dia tendang ke belakang dia akan membuat orang lain tersandung oleh batu itu. Tapi dia akan menendang batu itu ke samping, sehingga dia sendiri tidak tersandung, dan orang lain juga tidak tersandung oleh tindakan dia tersebut. Saya harap kita belajar seperti ini, karena kata-kata kita itu bisa menyakitkan. Itu seperti virus yang bisa menular dan membawa suatu kejahatan di dalam kehidupan orang lain. Bukan hanya sampai di situ, tapi kata-kata juga bisa menimbulkan rasa bau dan suasana yang tidak enak sekali. Saya harap kita sebagai orang Kristen, ketika kita bergaul dengan seseorang yang suka bicara jorok, kita nggak nyaman. Siapa yang di sini nyaman ketika ada suasana orang suka berbicara sesuatu yang vulgar lalu nimbrung di situ? Saya pikir orang yang sungguh-sungguh mengerti kekudusan dia akan merasa ini bukan sesuatu yang baik. Saya tidak mau bergaul dengan orang yang seperti ini. Suasana menjadi rusak dan tidak baik, menimbulkan suatu bau yang tidak enak untuk dicium ya. Dan yang paling fatal adalah, ketika seseorang hidup dengan perkataan yang kotor, itu hanya mencerminka kalau dia kemungkinan besar tidak bersumber atau tidak memiliki pohon yang baik. Tadi saya ada katakan di dalam kutipan Matius, pohon yang baik, Yesus berkata, pasti mengeluarkan buah yang baik. Pohon yang tidak baik pasti mengeluarkan buah yang tidak baik. Pohon yang baik tidak mungkin mengeluarkan buah yang tidak baik. Pohon yang tidak baik tidak mungkin mengeluarkan buah yang baik. Kalau kita adalah orang yang selalu mengeluarkan buah yang tidak baik, bukan hanya dari perbuatan tetapi dari kata-kata yang kita keluarkan, maka kemungkinan besar itu hanya menunjukkan kita memiliki pohon yang tidak baik. Atau istilah lainnya adalah, kita adalah orang yang mungkin belum mengalami kelahiran baru yang dari Roh Kudus. Kita belum diberikan hati yang baru dari Tuhan. Karena itu, yang kita bisa katakan adalah sesuatu yang tidak baik. Kalaupun kita mengatakan sesuatu yang baik, mungkin itu hanya sesuatu didikan luar yang mempengaruhi diri kita, karakter kita, tetapi bukan bersumber dari hati yang sudah diperbaharui oleh Tuhan. Hati-hati! Saya harap kita menjadikan ucapan itu sesuatu yang bisa menguji hati kita dan kondisi sebenarnya daripada hati kita itu apakah adalah sungguh bersumber dari anak Tuhan, karunia kelahiran baru dari Roh Kudus atau bukan.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, setelah berbicara mengenai hal ini, Paulus kemudian berkata, “Tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun di mana per-lu, supaya mereka yang mendengarnya beroleh kasih karunia.” Di dalam bagian ini ada 2 hal ya. Pada waktu kita dikatakan oleh Paulus harus meninggalkan perkataan yang kotor, tidak berbicara sesuatu yang kotor, lalu apa yang harus kita lakukan? Apakah kita boleh berhenti? Kekristenan mengajarkan: Tidak mengucapkan sesuatu yang jahat atau yang jorok, itu bukan hal yang boleh berhenti di situ saja. Ketika Saudara berhenti mengucap-kan yang tidak baik dari mulut Saudara, belum tentu Saudara adalah seorang Kristen. Agama pun mengajarkan hal itu. Tetapi Kekristenan menuntut sesuatu yang lebih jauh dan lebih mendalam dari sekedar, “Saya tidak boleh lakukan hal-hal yang jahat, saya tidak boleh berbicara sesuatu yang jahat.” Saya harus mengganti itu dengan sesuatu yang baik. Tetapi mengganti sesuatu yang baik, Kekristenan juga tidak hanya berhenti di situ, mung-kin agama masih bisa mengajarkan, kamu tidak boleh berbicara sesuatu yang jahat, tapi kamu harus berbicara sesuatu yang baik kepada orang lain, sesuatu yang manis, sesuatu yang memotivasi orang lain. Mungkin agama bisa berbicara seperti itu. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita hanya mempunyai pemahaman sampai di tahap itu saja, saya juga tetap katakan, mungkin kita bukan orang Kristen. Karena ketika seseorang mengatakan diri orang Kristen, tindakan yang dia lakukan, perkataan yang dia keluarkan, itu bukan sesuatu yang tidak ada korelasi dengan hati. Itu sebabnya pada wak-tu Paulus berkata, “Kamu tidak boleh berbicara perkataan kotor dari mulutmu, tetapi per-kataan yang baik,” – ada catatan: “untuk membangun”. Artinya apa? Pada waktu saya meninggalkan kata-kata kotor, saya berelasi dengan orang, saya berbicara kepada seseorang, kata-kata saya harus keluar dari motivasi hati yang mengasihi orang lain. Itu orang Kristen. Ketika kita mengasihi seseorang, pasti kata-kata kita akan membangun orang tersebut. Ka-lau kita membenci seseorang, kata-kata kita pasti akan menjatuhkan orang itu. Mungkin itu menjadi salah satu dasar, kenapa ketika setan bertemu dengan Kristus, setan berkata, “Engkau Anak Allah, saya tahu kamu, apa urusanmu?” Yesus bilang, “Diam! Jangan bicara apa-apa!” lalu, usir setan itu keluar. Sebenarnya karena apa? Yang mengeluarkan kata-kata itu bukan dari anak Tuhan, bukan dari Malaikat, tetapi dari setan, bapa segala dusta.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya ketika kata-kata keluar dari hati yang tidak pernah mengalami cinta kasih dari Kristus, hati itu sulit sekali untuk bisa mem-bangun orang demi untuk kebaikan orang itu. Kemungkinan besar adalah dia berbicara sesuatu yang masih berkaitan dengan keuntungan dan kepentingan diri dia sendiri. Dia bisa berbicara baik, tetapi kebaikan yang dia katakan, mungkin masih ada berkaitan dengan kepentingan diri dia, harga diri dia, penerimaan orang terhadap diri dia. Tapi anak Tuhan harus berbeda. Dia berbicara sesuatu yang baik, karena apa? Dia mengasihi orang yang dia ajak bicara. Dia bicara sesuatu yang membangun karena apa? Dia mengasihi orang yang dia ajak bicara. Kalau suami istri beribut, yang satu maki-maki dengan kata-katanya, boleh bales maki-maki? Saya harap tidak ya. Ini juga salah satu hal yang saya ajarkan di dalam pembinaan keluarga. Saya sebenarnya singgung sedikit, (dikorek) saya nggak singgung waktu khotbah di pernikahan Edwin dan Yosi ya ( kalimat ini perlu di-review). Di dalam kita berbicara dengan seseorang, kadang-kadang kita menuntut syarat dari orang yang kita ajak berbicara atau lawan kita. Kalau dia berubah, saya baru beru-bah. Kalau dia tidak berubah, saya tidak berubah. Boleh nggak? saya pernah ditanya oleh seseorang seperti ini, “Pak, pengampunan itu, suatu proses atau bukan?” Saya tanya kepa-da Bapak Ibu ya: Pengampunan itu proses bukan? Kok diam? Iya dan tidak? Iyanya kena-pa, tidaknya kenapa? Pengampunan itu proses bukan? Ayolah jawab, proses bukan? Nggak berani ya? Kalau kita mau mengampuni dan bilang itu proses, pasti nggak ngam-puni orang.
Saya ambil contoh kaya gini ya, kalau pengampunan itu proses, saya pernah ditanya juga orang, saya ngomong kaya gini, “Di dalam hidupmu, ada tidak orang yang membenci engkau? Yang engkau tidak suka, engkau sakit hati kepada orang itu karena perkataan dia atau tindakan dia yang jahat?” Pasti ada ya? Saya bilang, kenapa Bapak Ibu tidak mau mengampuni orang itu? Jawabannya apa? Proses kan? Prosesnya apa? Atau saya undur sedikit, saya hitung, sampai hari ini, orang itu masih Bapak Ibu benci nggak? Kenapa? Ka-rena pengampunan itu proses kan? Dan pengampunan itu ada syarat. Maksudnya adalah begini: selama Bapak Ibu menetapkan satu syarat tertentu bagi seseorang, baru Bapak Ibu mau berdamai dengan orang itu, Bapak Ibu nggak pernah akan berdamai dengan orang itu karena pengampunan yang sesungguhnya itu adalah pengampunan yang tanpa syarat seharusnya. Kalau kita ingin mengampuni, ya sudah ampuni, nggak usah tuntut orang itu harus berubah. Di dalam pernikahan juga seperti itu, kadang-kadang kita di dalam ber-bicara satu dengan yang lain bisa menyakiti, di dalam perbuatan kita bisa satu dengan yang lain bisa menyakiti pasangan kita. Misalnya, akibatnya bisa menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Istri tidak menghormati suami lagi, sua-mi tidak mengasihi istri lagi, lalu ketika mereka berantem terus dalam keluarga, mungkin karena mereka akhirnya pikir: Saya orang Kristen, masa keluarga Kristen seperti ini? Seharusnya saya berdamai dengan pasangan saya. Lalu cari seorang konselor atau seorang Pendeta. Ketika datang ke hadapan pendeta, lalu pendeta bilang, “Alkitab ngo-mong apa? Suami harus mengasihi istri. Istri dikatakan apa? Istri harus menaati suami. “Suami, kamu mau mengasihi istrimu?” “Hmm, iya sih, saya mau, saya tahu firman Tuhan seperti itu. Tapi saya mau mengasihi dia, kalau dia taat kepada saya.” “Istri, kamu mau taat kepada suamimu?” “Iya sih, cuma gini, saya mau taat kepada dia sih, saya tahu firman Tuhan berkata: Taat! Tetapi kalau suami saya layak untuk dihormati.” Betul? Kalau Saudara punya prinsip seperti ini, mungkin tidak keluarga Saudara akan damai? Saya yakin nggak akan damai. Alkitab tidak pernah berbicara: “Suami, kasihilah istrimu dengan *(asterik). Istri, taatilah suamimu dengan *(asterik).” Nggak ada kan? “Suami, kasihilah istrimu seperti Kristus mengasihi jemaatNya sampai mati di kayu salib (titik). Istri taatilah suamimu seperti jemaat yang mentaati Tuhanmu (titik).” Artinya apa? Mau suamimu jahat, mau suamimu tidak bisa dihormati, hormati dia! Mau istrimu menjengkelkan, judesnya minta ampun, yang suka ngomel mungkin, yang sulit dikasihi, kalau diomongin selalu bantah, misalnya, kasihi dia (titik). Karena itu menc-erminkan cinta kasih Kristus, itu mencerminkan satu sikap yang kita berusaha jalankan untuk membangun seseorang melalui teladan hidup kita yang berusaha mentaati firman Tuhan. Sambil berdoa kiranya Tuhan memberikan hati dia cinta kasih Tuhan dan anugrah Kristus.
Itu sebabnya Paulus berkata, orang yang berbicara sebagai anak Tuhan, nggak bisa hanya mengganti sesuatu yang jahat dengan sesuatu yang baik. Tetapi dia harus mengganti yang baik itu dari hati yang baik. Kalau tidak, yang baik di permukaan ini pasti ada batasnya. Sa-tu hari dia pasti akan ngomong: “Aku nggak sanggup lagi, aku ingin semua ini berakhir.” Tapi ketika dia mengatakan itu dari hati yang sungguh-sungguh baik, dia akan terus mem-iliki kekuatan untuk tetap setia kepada Tuhan, berbicara sesuatu yang baik dan mem-bangun walaupun lawannya itu tidak layak untuk menerima itu dari diri dia, perkataan yang baik dan membangun itu. Tetapi juga dia mengerti, kalau perkataan dia harus ada porsinya, sesuatu yang dikatakan berdasarkan kebutuhan. Bukan segala sesuatu kita lem-parkan tetapi berdasarkan kebutuhan supaya tidak dihina oleh orang. Tetapi inti dari segala sesuatunya adalah, kita harus menjadikan kata-kata kita itu adalah sarana alat Allah untuk menyatakan kasih karunia Tuhan Yesus. Saya percaya ini adalah hal yang sangat revolusioner sekali, seperti di dalam ayat yang ke-28. Paulus bilang, “Ketika kita berkerja,” berkerja untuk apa? Untuk menumpuk kekayaan diri? Tidak kan? Kalau kita berkerja menumpuk harta, harta itu untuk apa? “Untuk dibagikan kepada orang lain yang berkekurangan.” Saya percaya ini adalah hal yang luar biasa sekali, yang sulit sekali kita kerjakan. Tapi kita bukan manusia rata-rata, kita adalah anak Tuhan. Yang ketika kita berkerja kita tahu bahwa kita harus memberkati orang lain. Nah pada waktu kita berbicara, perkataan kita bagaimana? Bukan sekedar berbicara kosong, bukan sekedar berbicara sesuatu yang kita ingin katakan kepada orang, tetapi in-gat baik-baik perkataan kita setiap saat harus bisa menyatakan kasih karunia Tuhan dalam Kristus. Bukan cuma membangun, bukan cuma memotivasi, tapi harus bisa membawa orang mengenal Kristus.
Waktu Bapak Ibu berbicara antara suami istri, apakah Bapak Ibu berbicara untuk mem-bangun iman masing-masing. Pada waktu Bapak Ibu Saudara berbicara kepada anak, apakah anak bisa melihat bahwa perkataan yang Bapak Ibu katakan itu untuk membangun iman mereka dan pengenalan mereka akan Kristus. Kita sebagai orang Kristen harus menggunakan kata-kata kita sampai kepada taraf ini, itu baru orang Kristen dan anak Tu-han. Dan kalau kita selalu mengingat ini, saya yakin akan sangat sulit sekali kata-kata kotor keluar dari mulut kita. Karena kita tahu, identitas kita adalah anak Tuhan dan hati kita ada-lah mengasihi orang yang kita ajak bicara atau orang yang ada di sekitar kita. Kiranya Tu-han boleh memberkati kita dengan firman Tuhan pada hari ini. Mari kita masuk dalam doa.
Kembali kami bersyukur untuk firman dan kebenaranMu bagi kami. Engkau boleh menya-takan hal-hal yang revolusioner dalam kehidupan kami sebagai anak-anakMu. Kembali kami katakan, itu bukan sesuatu ide yang muluk, sesuatu ide yang indah, sesuatu tuntutan moral-itas yang begitu tinggi yang tidak tergapaikan dalam kehidupan kami. Tapi kami sadar, kami memiliki Roh Kudus dalam kehidupan kami, Roh Allah sendiri yang kudus, yang benar, yang penuh dengan cinta kasih. Sehingga itu membuat kami pasti dapat hidup seturut dengan apa yang menjadi kebenaran yang telah Engkau nyatakan dalam kehidupan kami. Karena itu, ya Bapa, kami mohon kiranya Engkau boleh kuduskan tiap kami, jika kami salah di dalam per-kataan kami dan memang seringkali lalai dengan perkataan kami. Kiranya Engkau boleh ampuni kami atas dosa kami. Dan mulai hari ini, Engkau boleh karuniakan kepada kami ka-ta-kata yang membangun dari hati yang dipenuhi dengan cinta kasih kepada orang yang kami ajak berbicara. Dan kiranya kata-kata kami adalah kata-kata yang dikatakan sesuai dengan kebutuhan dan didasarkan kepada cinta kasih Kristus. Tolong kami, ya Bapa, sehing-ga ketika kami berbicara, ketika kami bekerja, ketika kami melakukan segala sesuatu, nama Kristus sendiri yang boleh ditinggikan di dalam segala hal yang kami lakukan dalam ke-hidupan kami. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, yaitu Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami telah berdoa. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]