Yak. 1:13-18
Pdt. Stephen Tong (VCD)
Minggu lalu kita telah berbicara tentang pencobaan tidak mungkin dari Tuhan Allah. Saudara-saudara, pencobaan bermotivasi, dan bersifat, dan tujuan yang jahat. Maka tidak mungkin pencobaan berasal dari Tuhan Allah, karena Allah itu adalah sumber kebajikan, Allah itu adalah sumber keadilan, dan Allah itu adalah sumber kesucian. Allah yang suci, Allah yang baik, Allah yang adil, tidak mungkin menjadi sumber kejahatan. Itu sebab, di dalam yang dicipta, kalau terjadi kejahatan, kejahatan itu timbul dari pada yang dicipta sendiri. Kejahatan tidak mungkin timbul dari yang mencipta. Nah ini kita harus jelas konsep ini, karena ini disebut the problem of evil, dari mananya evil. Dianggap salah satu pertanyaan paling sulit, dianggap satu pertanyaan yang tidak mungkin mempunyai jawaban, dan saya tolak. Saya tolak kesimpulan tidak ada kemungkinan kita mendapat jawaban dari mana kejahatan. Saudara-saudara sekalian, paling sedikit kita menemukan kejahatan tidak mungkin dari Allah. Semua, satu dua tiga, kejahatan tidak mungkin dari Allah. Engkau bilang belum jawab, saya bilang sudah jawab separuh, karena tidak mungkin dari Allah, berarti hanya mungkin dari pada yang dicipta. Nah ini sudah jawaban. Kejahatan tidak mungkin dari Allah. The problem of the evil is not absolutely not understood. Saudara-saudara, pertama kejahatan bukan dari Allah, karena Allah tidak mencobai dan Allah tidak mungkin dicobai.
Saudara-saudara, sudah dua kali dari mimbar ini saya menyinggung satu hal yaitu setelah reformasi terjadi, maka orang Katolik mereka membantah dan mereka membalikkan dengan satu konklusi logika, jikalau apa yang dikatakan oleh Calvin, apa yang dikatakan oleh Martin Luther; yaitu Calvin mengatakan kita menjadi orang Kristen, kita menjadi orang diselamatkan karena predestinasi Tuhan, dan Martin Luther mengatakan, kita mendapatkan anugerah karena Allah lebih dulu menetapkan memberikan anugerah kepada seseorang. Dengan kalimat-kalimat seperti itu mereka mulai membikin kesimpulan, kalau demikian, yang tidak dipredestinasi berarti mereka tidak bisa diselamatkan. Kalau demikian, berarti logikanya Allah menginginkan sebagian diselamatkan, menginginkan sebagian lagi tidak diselamatkan, maka yang dicipta untuk dibinasakan itu adalah rencana Allah untuk membasmi atau menghukum mereka yang tidak dicipta, yang tidak dipredestinasikan. Dengan demikian konklusi pun terus berjalan, mereka mengatakan, doktrin protestan akan mengakibatkan suatu doktrin Allah adalah pencipta kejahatan, Allah adalah perencana kejahatan, dan Allah adalah sumber kejahatan. Nah Saudara-saudara sekalian, ini sesuatu hal yang serius, karena kalau ini diterima sebagai kebenaran Alkitab, berarti kita mencela Tuhan dan kita menganggap segala kejahatan sumbernya dari Tuhan Allah. Tetapi, Saudara-saudara, itu bukan jawaban dari Alkitab. Itu hanya konklusi yang dibikin-bikin oleh manusia yang terbatas logika dan terbatas otaknya sehingga our reasoning power di dalam 3 kondisi, created, limited, polluted; kita dicipta, kita terbatas, dan kita sudah dicemarkan oleh dosa. Dengan ketiga kondisi ini, kita memikirkan segala sesuatu sesuai pandanganku, sesuai pendapatku, menurut pikiranku. Itu yang kita sering dengarkan, kadang-kadang kalau bertengkar jawabannya menurut pikiranku, menurut pandanganku, menurut tanggapan dan penilaianku, berarti “ku” itu sudah mencampuri keadaan subjektivitas kita untuk menilai kebenaran.
Nah Saudara-saudara sekalian, Alkitab justru sudah memberikan begitu banyak aspek dari pada kemungkinan kita mengerti kebenaran melalui pewahyuan-pewahyuan yang begitu limpah sehingga orang Protestan mau mencari ayat-ayat untuk mengerti konklusi dari pada tuduhan katolik itu benar atau tidak. Akhirnya kawan baik dari pada Martin Luther menemukan satu ayat yang penting di dalam Yohanes 8:44. Dia mengatakan, sang setan itulah yang menjadi sumber bohong, karena dia sendiri adalah pendusta, dan dia bapak semua orang yang berdusta. Dari ayat itu dimasukkan ke dalam Ausburg confession, confession doctrine, dari pada Luther. Doktrin confession dari Lutheran Church yaitu Augsburg confession, di situ dikutip ayatnya. Nah Saudara perhatikan, karena Tuhan Yesus mengatakan dia adalah pendusta dan dia adalah bapak dari semua yang berdusta karena dia berdosa berdasarkan dari dia sendiri. Akhirnya itu menjadi konklusi yang mutlak bahwa dosa bukan dari Allah, tapi dosa dari si setan itu sendiri. Nah Saudara, istilah diri, dirinya setan menjadi sumber kejahatan, ini jawaban. Siapa bilang the problem of evil has no answer? Siapa bilang it is impossible to understand the origin of the evil? Tetapi sekarang kita mengatakan jawaban yang sangat leterlek, jawaban secara harafiah, kita sudah memperoleh bagaimana mengertinya. Saudara-saudara, saya tidak mau pendengar saya mengerti separuh-separuh. Saya tidak mau kita menganggap kita hebat mengerti semua. Tapi saya mau pendengar saya, Gereja Reformed Injili, setuntas-tuntas mempergunakan rasio yang dicipta oleh Tuhan, rela dipimpin oleh wahyu Tuhan, tetapi sesudah kita sungguh-sungguh mengerti semaksimal mungkin, kita serahkan itulah kewajiban kita yang tuntas. Selain dari pada itu, melalui iman dan ketaatan, saya serahkan kepada Tuhan. So we must be rational, but we must not be rationalist. We should use our reasoning maximally, kita harus setuntas-tuntas, semaksimal memakai pikiran yang sudah dicipta oleh Tuhan, tetapi kita tidak menyembah pikiran sebagai Tuhan. Saudara-saudara, tetap kembali kepada firman Tuhan.
Di manakah sumber dosa? Sumber dosa dari pada diri. Jadi setan itu dicipta dengan keadaan yang berkeadaan ada eksistensinya, diri, dan dia adalah satu pribadi di luar Allah yang sendirinya sudah berada. Dengar ya istilah ini, sendirinya berada karena dicipta, tetapi diri yang berada itu lain dari diri Allah sehingga diri yang dicipta itu mempunyai pribadi di luar pribadi Allah. Minggu lalu saya sudah menyinggung sedikit, Allah mencipta pribadi di luar pribadi Dia, dan pribadi-pribadi di luar pribadi Allah adalah pribadi yang kekal, yang dicipta itu yang mempunyai perasaan tanggung jawab moral, lain dengan semua ciptaan yang tidak ada pribadi pada dirinya sendiri. Saudara-saudara, gelas ini ciptaan, metal ini ciptaan, buku ini ciptaan, kertas ini ciptaan, kayu ini ciptaan, dan besi mikrofon ini ciptaan. Mimbar ini ciptaan, gedung ini ciptaan, ini adalah semua ciptaan yang tidak ada dirinya, tidak ada pribadinya, dan tidak ada kesadaran bahwa diri adalah suatu keberadaan, no existence with the consciousness of the self-existence, that is existence without the self within them. Ini adalah satu keadaan, satu keberadaan yang tidak ada kesadaran diri berada. Nah Saudara-saudara, bagaimana dengan binatang? Binatang adalah hidup yang berada melalui diciptanya materi, diberikan nafas, tetapi tidak ada kesadaran pribadi diri. Nah Saudara perhatikan, sehingga orang Stoic, orang Stoa, mereka membagikan dunia yang kelihatan ini di dalam 3 lapisan. Di dalam lapisan yang paling pasif, materi non-consciousness, yaitu benda. Lapisan yang lebih tinggi adalah materi yang diberi nafas dan hidup, itu adalah tumbuh-tumbuhan dan binatang. Ketiga, lapisan yang mempunyai benda di dalam tubuh, mempunyai nafas di dalam hidup, dan mempunyai kesadaran diri dengan logika dan kuasa pikir, itu namanya logikos. Saudara-saudara, yang menjadikan semua lapisan ini berada, adalah Logos. Maka orang Stoa, seperti apa yang dikatakan oleh rasul Yohanes, Logos itu ada, dan yang dicipta itu adalah materi, oleh Logos dan Logos mencipta sesuatu yang lebih daripada ciptaan lain, itu disebut logikos. Nah Saudara-saudara, apa yang saya katakan di dalam 2-3 menit ini, sudah saya sebut pada kebaktian pertama tahun 1989, tanggal 13 September di Granada. Kebaktian perdana saya mengupaskan Yohanes pasal 1, sekarang saya kutip lagi. Jadi Logos menciptakan dunia pasif. Tetapi dunia pasif tiga lapisan, yang tertinggi itu adalah logikos, itu manusia. Sedangkan Logos, menurut Stoic, diciptakan oleh Terius(?), sehingga itu diciptakan oleh Allah. Dan itu Logos sendiri itu ciptaan. Tetapi orang Kristen bilang: Tidak. Logos itu adalah Allah, Pribadi kedua, yaitu Yesus Kristus. Logos itu akhir jelma menjadi manusia, Dia masuk ke dalam dunia yang dicipta, Dia menjadi Yesus Kristus di dalam sejarah. Tetapi Logos yang tadinya Firman, Dia tidak dicipta, Dia adalah Sang Pencipta itu sendiri.
Nah Saudara-saudara, apakah hubungannya teori yang begitu dalam di dalam Kristologi, dengan ayat di sini? Karena di sini ada satu kalimat mengatakan: “Barangsiapa dicobai, dia dicobai oleh diri sendiri.” Nah “diri” – self. Istilah: S-E-L-F, “self” ini diri, dan perasaan diri, kesadaran aku bereksitensi di dalam kekekalan, ini diri, adalah yang disebut Pribadi atau oknum. Suatu pribadi itu mengandung unsur kekekalan, suatu pribadi mengandung unsur eksistansi, suatu pribadi mengandung unsur sadar keberadaan diri yang harus bertanggung jawab untuk kekekalan. Seorang diri, satu pribadi mengandung kekekalan, kesadaran keberadan dan kesadaran keberadaan yang bertanggung jawab untuk kekekalan di dalam moral, di dalam keadaan, kelakuan dan keputusan sendiri. Dan ini sebab, istilah diri dipakai di Yakobus ini, ini suatu hal yang penting sekali. Minggu lalu saya berkata, ayat ini tak pernah muncul dari mulut siapapun kecuali Yakobus. Ayat ini begitu penting, sehingga Paulus pun tak pernah memakai kalimat seperti ini, Yohanes tak pernah memakai kalimat seperti ini, demikian Petrus, demikian Yesaya, di seluruh Kitab Suci yang pernah memakai istilah seperti ini hanya satu orang, Yakobus. Maka Yakobus, bukan saja di dalam pengajaran tentang perbuatan itu penting, Yakobus di dalam doktrin tentang dosa adalah supra penting. Saudara-saudara, apakah artinya dosa? Dosa berasal dari mana? Ini teorinya harus berdasarkan Yakobus. Yakobus berkata, “Kalau manusia berdosa, jangan dia mengatakan: saya dicobai oleh Allah karena Allah tidak mencobai dan Allah tidak mungkin dicobai.” Nah, ayat ini pun tidak pernah muncul di tempat lain – God is not the tempter and God cannot be tempted. Allah tidak bisa dicobai dan Allah tidak mencobai. Karena apa? Dari Allah hanya Kebajikan, Kesucian, Keadilan dan adalah segala anugrah yang indah dan murni baiknya, itu dari Allah. Jadi itu tidak mungkin Allah adalah sumber kejahatan, tidak mungkin Allah menjadi penyebab kejahatan. Tetapi Saudara-saudara, mengapakah yang dicipta Allah mungkin menjadi super kejahatan? Ini tetap menjadi suatu kesulitan bukan?
God is not the source neither the cause of evil. Tetapi kenapakah yang dicipta Allah, ciptaan itu boleh, mungkin, dan telah menjadi sumber kejahatan. Bagaimana jawabnya? Maka ada orang yang anggap diri pinter, dia mengatakan, “Allah kalau sempurna, mengapa Allah tidak mencipta ciptaan yang sempurna seperti Dia sendiri. Jikalau Allah itu sempurna, mengapa Allah tidak mau mencipta ciptaan yang tidak mungkin berdosa sehingga tidak usah begitu repot-repot mempersiapkan keselamatan, mengirim Yesus Kristus, Firman menjadi daging. Ini semua terlalu repot karena dari permulaannya salah.” Nah Saudara-saudara, orang yang kurang ajar terhadap Tuhan banyak sekali. Mereka pikir, mereka mengerti sesuatu boleh melawan Tuhan, lalu mereka mulai berontak, mulai berdebat, mulai memakai istilah-istilah dan fasih mereka untuk melawan Tuhan. Mari kita menjadi orang yang penuh perasaan takut kepada Tuhan dan kita patuh kepada kebenaran. Jangan ikut teladan-teladan ateis seperti itu.
Sekarang saya memberikan jawaban di dalam kalangan orang Kristen, engkau dengar dengan baik. Mungkinkah Allah yang sempurna menciptakan ciptaan yang sesempurna Dia sendiri? Nah ini pertanyaan: Can the Perfect God create something as perfect as He Himself? Sekali lagi, mungkinkah Allah yang sempurna menciptakan ciptaan yang seperti Dia, sesempurna seperti Dia sendiri? Mau diskusi? Bisa nggak? Allah bisa mencipta yang sempurna seperti Dia, bisa nggak? Saudara jangan anggap diri pintar, kalau saya tanya 10 pertanyaan, mungkin 9 engkau nggak bisa jawab. Kita seumur hidup perlu rendah hati, pikir, pikir sampai tuntas, karena kita menjadi saksi. Saksi itu adalah membicarakan tentang kebenaran sama orang lain yang nggak ada salahnya. Sampai orang lain, “Oh… mengerti.” Ini saksi. Nah Saudara-saudara, mungkinkah Allah mencipta yang dicipta sesempurna Dia sendiri? Pertanyaan kedua. Kedua: Kalau Allah itu sempurna, tapi menciptakan yang tidak sempurna, mungkin tidak mungkin yang menciptakan dunia tidak sempurna, Dia sendiri tidak sempurna? Is it possible that The Creator when created imperfect world, He Himself is also imperfect? Saya kira beberapa orang yang suka mikir ditanya hal-hal begini, apalagi yang sudah sekolah teologi. Mungkinkah yang menciptakan dunia tidak sempurna sendirinya tidak sempurna? Dunia tidak sempurna. Dunia yang tidak sempurna dicipta Allah. Mungkinkah Allah yang mencipta sendiri juga tidak sempurna, mungkinkah? Allah mungkinkah tidak sempurna? Nggak mungkin. Orang Reformed mana berani mengatakan Allah nggak sempurna. Allah sempurna. Dunia tak sempurna. Kenapa? Ayo diskusi 2 menit. Dijawab ini dunia yang sudah dicemarkan oleh dosa maka nggak sempurna, begitu kan? Jadi pada waktu dunia belum dicemarkan dosa sempurna? Baik? Sempurna seperti Allah tidak? Dia nggak mau jawab, dia cuma “baik, baik” terus. Dunia yang tadinya belum berdosa, baik, bukan saja baik, sangat baik setelah manusia dicipta; tapi apakah yang dicipta sempurna seperti Allah?
Saudara-saudara, saya baca begitu banyak tidak ada yang jawab, cuma seorang Jerman yang pernah jawab. Orang Jerman ini zaman 300 tahun yang lalu, namanya Leibniz, dia seorang rasionalis, dia mengatakan, “Kalau Allah yang sempurna bisa mencipta yang sempurna sama seperti Allah, berarti Allah bisa cipta Allah,” pintar nggak? “Kalau Allah bisa cipta Allah karena sama sempurnanya, berarti Allah bisa mencipta, Allah juga bisa dicipta karena sama kok. Tetapi..,” dengar ya, “karena Allah itu Pencipta dan bukan dicipta, maka yang dicipta bukan Allah,” betul nggak? Hei pikir dong, jangan saban hari pikir saham berapa, dollar berapa, terus Jakarta aman tidak, pikirkan ini dong ya, itu semua akan lewat, ini yang kekal ya. Sekali lagi, kalau Allah itu sempurna dan Dia mencipta, yang dicipta sama seperti Dia sempurna, berarti Allah bisa mencipta Allah dong? Kalau Allah bisa mencipta Allah berarti Allah itu bisa Pencipta juga bisa yang dicipta dong? Ketiga, kalau Allah bisa mencipta Allah maka Allah itu bukan Allah maha esa. Jadi logikanya berkembang menjadi 3. Kalau Dia bisa mencipta yang sempurna berarti Allah bisa cipta Allah, mungkin nggak? Tidak. Kedua, kalau Dia bisa mencipta Allah berarti Allah bisa juga jadi yang dicipta, mungkin tidak? Tidak. Ketiga, kalau Allah mencipta Allah berarti Allah itu bukan esa karena ada Allah yang lain, mungkin tidak? Tidak. Maka pada waktu Allah katakan, “I Am your God, I Am The only God [jari tangan menunjukkan 3 jari, red.],” Saudara lihat tangan saya? Itu wahyu yang begitu pendek yang meliputi semua jawaban, kecuali firman Tuhan nggak ada orang bisa menemukan. Ini Kitab Suci terlalu ajaib. Saudara-saudara, orang kira semua kitab sama? Nggak. Orang kira semua teologi sama? Tidak. Orang kira asal engkau bisa khotbah engkau sudah hamba Tuhan? Tidak, banyak yang bukan kesaksian kebenaran, banyak yang tidak mengerti yang sesungguhnya. Allah berkata, “I Am your God, I Am The only God [tangan menunjukkan 3 jari, red.]. Besides Me there is no god, and the created god is by nature no God, impossible that they are God.” Itu allah-allah yang dicipta, itu bukan Allah. “Dengan siapa engkau membandingkan Aku? Aku Allahmu satu-satunya, Allah Elohainu, Allah Sang Pencipta, dan tidak ada Allah yang dicipta,” dan Allah tidak bisa dicipta sehingga Allah itu esa adanya.
Nah Saudara-saudara sekalian, itu sebabnya pada waktu Allah mencipta semua ciptaan tidak mungkin sesempurna Allah. Lalu engkau mengatakan, “Kalau Allah tidak bisa menciptakan yang sempurna, bukankah berarti Allah tidak maha kuasa?” Salah, karena ada satu dalil yang harus kita pegang teguh: the qualitative difference between The Creator and creature. Diantara yang mencipta dan yang dicipta harus ada satu gap yang disebut perbedaan kualitatif. Perbedaan kualitatif itulah yang membedakan apa yang disebut Allah dan apa yang disebut ciptaan. Sehingga kita yang dicipta jangan lompat, dengar, jangan lompat dari pada dunia yang dicipta mau setara dengan Allah, itu namanya kurang kurang kurang ajar. Orang atheis, orang egois, orang self-centered, selalu menganggap diri sama dengan Allah. Pada waktu isteri menganggap diri sama haknya dengan suami, mulai ribut. Pada saat anak menganggap setara dengan papa, mulai ribut. Itu antara manusia dengan manusia. Pada waktu manusia menganggap diri setara dengan Allah, mulai berdosa. Saudara-saudara, let God be God, let man be man. Ini suatu hal yang begitu krusial. Kita selalu tidak menganggap kita ciptaan, kita selalu mau menjadi penasehat Tuhan Allah, kita selalu menganggap Dia bodoh kita yang pintar, akhirnya kita membodohi diri. Karena kita tidak menerima qualitative difference between The Creator and creature. Perbedaan antara Pencipta dan yang dicipta itu adalah perbedaan kualitas sehingga tidak mungkin sama. Itu sebabnya Allah bukan sumber kejahatan.
Sumber kejahatan kalau begini tidak ada jawabannya? Ada. Sumber kejahatan dari pada dirinya yang dicipta. Lho kenapa Allah menciptakan manusia, malaikat, diri-diri di luar diri Dia yang mungkin berdosa? Sebenarnya Saudara-saudara, yang disebut D.O.S.A., dosa adalah yang tidak mau sinkron dengan Allah, itu namanya dosa. Maka dulu tidak ada orang tahu apa itu dosa, tidak ada istilah dosa, istilah dosa itu keluar dari mulut Tuhan Allah. Sehingga Allah mengatakan, “kau berdosa,” maka dosa itu ada. Dosa ada baru diumumkan oleh Allah, atau setelah diumumkan oleh Allah baru ada dosa? Wah kalau ini diteruskan diskusi bisa nggak habis-habis. Because existance of sin before God’s proclaim or after the proclamation of God that sin exist? Saudara-saudara, dosa kita tidak tahu kecuali Allah beritahu maka baru ada kesadaran dosa. Tapi kesadaran dosa tidak berarti sendirinya itu dosa. Dosa perlu disadari baru engkau mengetahui dosa itu ada. Pada waktu hari kita bertobat, kita justru bertobat karena kita bilang, “aduh saya berdosa, Tuhan ampuni dosaku.” Sebenarnya sebelum engkau sadar, dosa itu sudah ada, tetapi dosa itu ada di dalam kesadaran karena proklamasi Tuhan Allah maka Paulus berkata di dalam [Surat] Roma, kalau tidak ada Taurat kita tidak tahu apa itu dosa. Kalau Allah tidak mengatakan tidak boleh tamak, engkau sambil tamak, engkau sambil tidak sadar. Karena Allah mengatakan, “tidak boleh tamak,” oh engkau baru sadar, “aku tamak, aku berdosa.” Jadi keberadaan dosa itu adalah suatu hal yang perlu disadari, dan kesadaran dosa perlu berdasarkan pewahyuan Allah; dan pewahyuan Allah perlu berdasarkan kerelaan Allah memberikan pengertian: kita sudah berdosa. Itulah sebabnya Kitab Suci penting karena Kitab Suci mewahyukan, menceritakan apakah yang dilihat oleh Allah supaya manusia boleh melihat segala sesuatu melalui apa yang dilihat oleh Allah. Sekali lagi, when we see what God sees, when you will know what God knows, when you think what God thinks, when you act what God acts, it means you understand God, you stand under God, and you understand the calling to God’s revelation.
Nah saudara-saudara sekalian, manusia kalau berdosa, berdosa bukan karena Allah, berdosa karena ditarik oleh napsu sendiri. Engkau tidak boleh mengatakan, “Mengapa Tuhan cipta perempuan yang cantik, bikin saya menyeleweng, bikin saya berselingkuh.” Saudara-saudara, jangan mempersalahkan Tuhan. Tuhan menciptakan orang yang indah, yang cantik, itu adalah kehendak Tuhan. Dan Tuhan menciptakan engkau, engkau harus patuh kepada apa yang ditetapkan oleh Tuhan. Engkau sekarang sudah ada isteri, lalu engkau lihat orang lain lebih cantik, mulai menyeleweng, mulai engkau janji, lalu engkau mulai malam-malam buka kamar di hotel, lalu janji dia masuk di waktu yang berbeda, dan engkau berselingkuh. Saudara-saudara, dengan begitu, Alkitab mengatakan, yang dicobai jangan katakan “Tuhan mencobai saya,” karena Allah tidak mencobai dan Allah juga tidak dicobai, sehingga Dia bukan sumber dosa. Lalu sumber dosa dari mana? Dari dirimu. Diri yang adalah pribadi yang diberikan kekekalan, yang diberikan kesadaran, yang diberikan perasaan tanggung jawab, diberikan sesuatu pengertian, kewajiban moral yang harus berhitung kepada Tuhan. Diri ini di dalamnya engkau ada desire, keinginan, ada lust. Jadi lust itu, desire itu kalau mempunyai keinginan tidak salah. Mingggu lalu saya katakan kalau seorang remaja mulai memikirkan besok kalau saya nikah bagaimana, kalau saya bertemu dengan perempuan, kalau saya menikah lalu saya waktu itu menikmati seks dengan dia bagaimana; itu pikiran proses diri, itu pikiran normal. Tetapi engkau mengatakan, “bagaimana dengan Yesus mengatakan, ‘jikalau engkau melihat seorang perempuan lalu timbul sesuatu jiwa yang mau bersetubuh dengan dia maka engkau sudah berzinah dengan dia’?” Saudara perhatikan, istilah yang dipakai oleh Yesus itu wanita, berarti itu seseorang yang dimiliki orang lain sehingga engkau ingin bersetubuh dengan dia, engkau sudah berzinah dengan seorang wanita, women. Tetapi kalau engkau memikirkan “kalau saya sudah dewasa, kalau saya menikah bagaimana,” itu pikiran yang wajar. Jadi bukan suatu pribadi yang sudah dimiliki oleh orang lain lalu engkau ingin bersetubuh dengan dia; tapi seorang yang memikirkan tentang opposite sex itu normal. Namun pikiran itu sebagai suatu bibit pengertian dan keperluan seks sebagai insting yang dibikin Tuhan di dalam hati yang ditanam, jangan menjadi pembuahan di dalam hidup seks. Apa artinya? Desire menjadi pembuahan, yaitu engkau mulai memberikan lowongan pikiran itu menjadi faktual di dalam realita, di dalam keadaan pergaulan dengan kedagingan.
Saudara-saudara, sehingga di sini dikatakan dosa mulai dari pada pembuahan, dari pada birahi. Jadi kalau engkau ingin mendapatkan uang, itu normal. Kita mempunyai uang kita hidup bisa lebih enak; kita mempunyai uang yang cukup kita bisa bayar hutang; kita mempunyai uang kita bisa membeli pakaian, tidak kedinginan; kita mempunyai uang kita beli makanan; itu normal. Tapi inginkan uang sama inginkan uang hak orang lain, engkau berebut, engkau merampok, engkau menipu, engkau pakai cara yang tidak beres untuk mengambil uang orang lain, itu lain. Sehingga menginginkan uang itu napsu, tapi napsu berbuah menjadi dosa adalah napsunya itu mulai menyeleweng kepada hak yang bukan milikmu, kepada sesuatu yang bertindak melawan kehendak Tuhan Allah. Saudara-saudara, kita bedakan ini baik-baik sehingga kita tidak bisa melarikan diri dari fakta saya sudah dicipta dan saya mempunyai kebutuhan-kebutuhan; saya mempunyai kebutuhan materi, saya mempunyai kebutuhan makanan, saya mempunyai kebutuhan seks, saya mempunyai kebutuhan pikiran, saya mempunyai kebutuhan pengetahuan, saya perlu banyak. Segala sesuatu yang saya inginkan di dalam keadaan wajar, itu saya harus pelihara kebebasan. Tapi kalau melewati kewajaran, menuju kepada hal yang tidak wajar, napsu itu sudah berbuah menjadi dosa. Nah di sini kalimat yang betul. Orang jangan katakan, “aku dicobai oleh Tuhan,” tidak, Allah tidak mencobai dan Allah tidak dicobai. Orang berdosa karena dia dicobai oleh napsu diri dan membuahi sesuatu kelakuan yang tidak beres menuju kepada dosa. Maka napsu kalau sudah membuahi sesuatu kelakuan yang tidak normal, itu menjadi dosa. Dan dosa itu akan bertumbuh, bertumbuh, setelah matang itu menjadi kematian. Di sini 3 tahap: napsu, dosa, kematian.
Dari manakah dosa? Bukan dari Allah, dari diri. Mengapa Allah menciptakan aku dengan keberadaan diri yang mungkin berdosa? Karena engkau diberikan sesuatu kehormatan yang besar, yaitu bisa bermoral. Moral itu nilai. You are a moral being, so you are very valuable; if you have no value of morality you are the same as animal. Kita sama dengan binatang kalau kita tidak mempunyai nilai moral. Nilai moral pondasinya adalah kebebasan, freedom as the foundation of morality. Jadi kebebasan itu harus ada. Tanpa kebebasan manusia tidak bernilai. Tanpa kebebasan manusia tidak mungkin bermoral. Jadi kebebasan itu dasarnya moral, moral dasarnya nilai hidup. Di sini kebebasan itu mengandung lust, mengandung napsu, sehingga napsumu kemana-kemana di situ menilai, mempengaruhi arah kebebasanmu. Maka engkau perlu dipimpin oleh Roh Kudus, karena Roh Kudus berbuah tahan napsu. Nah ini penting sekali. Saudara-saudara, segala sesuatu yang baik dari Tuhan, segala sesuatu yang jahat dari napsu diri. Kenapa Tuhan mencipta yang tidak sempurna seperti ini? Tuhan cipta yang baik, dan napsu, kerelaan, kebebasan itu baik; tapi yang baik kalau sudah serong itu menjadi tidak baik. Saudara-saudara, hari ini saya tidak cukup waktu untuk meneruskan. Sampai di sini saja. Kalau Tuhan memimpin saya akan tuntas membicarakan tentang the problem of evil di dalam beberapa minggu ini.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]