Ef. 4:31-32
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Saudara, hari ini kita masuk ke dalam bagian akhir dari pasal 4, yaitu bagian mengenai praktika kehidupan sebagai seorang manusia baru. Tapi pada waktu kita akan bicara mengenai ayat 31 dan 32 ini, saya mau terlebih dahulu mengingatkan kepada Bapak, Ibu, Saudara bahwa ketika Paulus mengajar atau mendorong atau memerintahkan kepada orang-orang Kristen untuk melakukan suatu perbuatan baik dalam kehidupan mereka, intensi Paulus atau tujuan Paulus tidaklah pernah hanya sampai pada titik perbuatan baik itu sendiri. Paulus ketika mendorong kita untuk melakukan kebaikan, bukan karena perbuatan itu adalah sesuatu yang harus dilakukan pada dirinya sendiri yang bisa membuat kita dibenarkan, yang membuat kita bisa diterima oleh Tuhan sehingga Paulus meminta kita melakukan hal itu, tetapi Paulus setiap kali mendorong untuk melakukan kebaikan dalam kehidupan kita sebabnya adalah karena kebaikan atau perbuatan baik itu adalah ekspresi, itu adalah refleksi dari seorang yang sudah menjadi manusia baru di dalam dunia ini. Atau istilah lainnya adalah, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, perbuatan baik tidak pernah bisa menyelamatkan seseorang. Perbuatan baik tidak pernah bisa membuat orang lahir baru. Perbuatan baik tidak pernah bisa menjadikan seorang manusia baru yang berkenan di hadapan Allah. Tetapi ketika seseorang dijadikan manusia baru oleh karunia Allah di dalam Roh Kudus, ketika orang menjadi seorang anak Allah karena pekerjaan dari pada Kristus dan Roh Kudus dalam kehidupan mereka, maka baru saat itulah mereka bisa melakukan kebaikan-kebaikan di dalam kehidupan mereka atau di dalam kehidupan kita. Ini yang menjadi dasar kita melihat kepada ayat 31 dan 32 ini. Paulus berkata, semua yang dilakukan di dalam praktika kehidupan Kristen kita bisa lakukan karena kita adalah orang Kristen terlebih dahulu.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, sekarang kita masuk ke dalam ayat 31 dan 32. Pada waktu kita membaca bagian ini, kesan apa yang Bapak Ibu mungkin munculkan setelah kita membahas satu per satu pasal dari pada Surat Efesus khususnya masuk ke dalam pasal 4 ayat mulai dari ayat 19 dan seterusnya sampai ayat 29? Saya pikir ada suatu kesan di dalam hati kita yang mengatakan, kenapa ya Paulus sepertinya mengulang kembali apa yang dia sudah katakan sebelumnya di dalam ayat-ayat yang tadi saya sebutkan. Bukankah di dalam ayat-ayat yang di atas Paulus sudah berbicara hati-hati menggunakan kata-katamu karena kamu tidak boleh berdusta; kamu harus buang itu dan kamu harus berkata benar. Bukankah di dalam ayat sebelumnya Paulus juga sudah berkata jangan marah dalam kehidupanmu, hati-hati dengan kemarahan, jangan biarkan matahari terbenam dan kemarahanmu tetap ada. Tetapi kita harus membuang kemarahan itu sebelum matahari terbenam. Selain itu, Paulus juga berkata, kamu tidak boleh mencuri. Sebagai orang Kristen, anak Tuhan yang baik, kita harus bekerja keras. Bekerja keras bukan untuk diri kita sendiri, tetapi kita harus bekerja keras untuk membagikan sesuatu kepada orang lain. Dan bukan hanya sampai di situ, Paulus juga berkata, jangan ada perkataan kotor dari pada mulut anak-anak Tuhan. Saudara, bukankah ini semua berbicara mengenai apa yang sepertinya dikatakan di dalam ayat 31, ayat 32. Jangan ada kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah, kejahatan, tetapi hendaklah kamu ramah seorang kepada yang lain, kemudian, penuh kasih mesra, saling mengampuni. Saudara, apakah ini adalah suatu pengulangan? Saya percaya, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apa yang dikatakan Paulus di dalam ayat 31 dan 32 sepertinya pengulangan, tetapi sebenarnya ada satu perbedaan dari ayat-ayat sebelumnya. Dan ini yang membuat Paulus itu memisahkan ayat 31 dan 32 dengan ayat 30 yaitu janganlah kamu mendukakan Roh Kudus di dalam dirimu, yaitu yang merupakan materai yang Allah berikan bagi setiap orang percaya. Kita tidak akan membahas kembali mengenai apa artinya mendukakan Roh Kudus karena kita sudah membahas dua minggu yang lalu. Tapi saya mau mengajak kita melihat pada ayat 31 dan 32, kenapa Paulus menuliskan bagian ini kembali?
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya, ayat 31 dan 32 ini Paulus tuliskan karena Paulus mau membawa kita masuk ke dalam hal yang lebih personal dalam kehidupan kita, hal yang sering kali muncul dalam kehidupan anak-anak Tuhan atau jiwa manusia yang berdosa di dalam dunia ini. Dan ketika kita melihat pada ayat sebelumnya itu bukan sesuatu yang terlalu spesifik yang Paulus katakan, tapi itu adalah sesuatu yang lebih merupakan kebenaran umum yang harus ditinggalkan oleh orang Kristen dan kehidupan yang harus dimiliki orang Kristen. Tapi begitu masuk ayat 31 32, Paulus sungguh-sungguh membawa kita masuk ke dalam hati kita, apa yang ada di dalam hati seorang manusia yang berdosa di hadapan Tuhan Allah. Dan pada waktu ini juga, ketika Paulus berbicara mengenai ayat 31 dan 32, Paulus mau berkata, kalau Saudara sungguh-sungguh memiliki hati yang mementingkan Roh Kudus, kepentingan Allah, kalau Saudara sungguh-sungguh sadar bahwa ada Roh Kudus dalam diri Saudara dan Saudara tidak mau mendukakan Roh Kudus, maka perhatikan baik-baik ayat 31 dan ayat 32. Jangan ada kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah, ataupun kejahatan di dalam diri Saudara. Ini yang menjadi dasar. Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, selain daripada dasar ini, saya percaya, Paulus memiliki suatu maksud lain di dalam dia menyatakan apa yang menjadi kebenaran ini. Maksudnya adalah seperti ini. Pada waktu Paulus berbicara dalam ayat sebelumnya adalah berbicara mengenai kejahatan, dosa yang bersifat umum, ketika masuk ke dalam ayat 31 dan 32 menjadi dosa yang lebih spesifik, Paulus mau mengatakan kepada kita, “Hai orang-orang Kristen, hai jemaat Efesus, ketika kamu menjadi orang yang percaya kepada Tuhan, jangan hanya melihat bahwa perbuatan dosa itu adalah suatu perbuatan yang bersifat umum.” Saudara, sebagai orang Kristen tidak boleh hanya berkata aku adalah orang yang berdosa saja. Semua manusia mungkin bisa berkata aku adalah orang yang berdosa dalam kehidupan mereka. Tetapi, orang Kristen apakah ada suatu perbedaan dengan manusia dalam dunia ini? Paulus berkata, harusnya ada. Perbedaannya apa? Orang Kristen harus bisa menunjukkan secara presisi, secara spesifik, apa yang menjadi dosa di dalam hati mereka dan di dalam perbuatan mereka. Ini menarik sekali, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan.
Di dalam pengalaman Jonathan Edwards ketika dia mengabarkan Injil pada zamannya lalu terjadi suatu pembaharuan rohani yang luar biasa sekali di dalam zaman tersebut, orang-orang datang kepada Jonathan Edwards lalu mengalami pertobatan, dan pada waktu mereka bertobat mereka mengalami suatu sepertinya karunia-karunia roh di dalam kehidupan mereka, mereka mengalami penglihatan-penglihatan yang luar biasa sekali sepertinya, dan sepertinya penglihatan-penglihatan itu menunjukkan kalau mereka adalah anak-anak Tuhan yang sungguh-sungguh mendapatkan karunia dari Tuhan dan mengalami pertobatan dalam kehidupan mereka dan menjadi orang Kristen yang percaya kepada Kristus. Lalu pada waktu Jonathan lihat pada keadaan tersebut, dia juga melihat kenapa orang-orang ini yang sepertinya mengalami pertobatan, memiliki penglihatan dalam kehidupan mereka yang dikaruniakan Tuhan, tetapi kehidupan mereka tidak seperti orang-orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus; bukan orang yang sungguh-sungguh takut akan Tuhan dan menyatakan iman yang sejati dalam kehidupan mereka. Lalu Jonathan Edwards melakukan penelitian. Dia ketika meneliti orang-orang yang mengalami penglihatan ini, dia menemukan satu hal yang penting, yaitu, dia berkata, orang-orang yang memiliki penglihatan memang mereka melihat ada neraka yang begitu mengerikan. Ada api yang membakar orang-orang yang berdosa. Ada hukuman yang menimpa mereka yang berbuat jahat dalam kehidupan. Begitu mengerikan sekali sehingga mereka tersadar akan dosa mereka dan itu membawa mereka ke dalam suatu pertobatan dan datang kepada Kristus. Tetapi yang menarik adalah, pada waktu Jonathan Edwards melihat pada kehidupan mereka, mereka tidak pernah satu pun bisa menyebutkan dosa mereka secara spesifik. Mereka hanya bisa berkata, “Aku adalah orang yang berdosa, aku adalah orang yang akan dibawa pada hukuman neraka,” tapi mereka tidak pernah bisa menyebutkan “saya adalah pendusta”, “saya adalah pezinah”, “saya adalah pemfitnah”, “saya adalah orang yang memiliki kepahitan dalam hati saya”, “Saya adalah orang yang penuh dengan kebencian”, “saya adalah orang yang jahat”, “saya adalah orang yang tidak menghormati orang tua saya”. Itu tidak pernah muncul di dalam mulut orang-orang tersebut, tetapi mereka mengaku diri mereka orang berdosa. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, dan ini membuat Jonathan Edwards kemudian berkesimpulan, apa sebab orang-orang yang bertobat itu walaupun memiliki karunia penglihatan sepertinya, tetapi kehidupan mereka tidak seperti orang Kristen yang sesungguhnya? Karena itu kemungkinan besar adalah pertobatan palsu. Dan pertobatan palsu ditandai dengan apa? Orang tidak bisa melihat dosa spesifik dalam kehidupan mereka.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Paulus di sini saya percaya ini adalah suatu kebenaran yang Paulus katakan juga. Ketika Bapak Ibu mengatakan diri Bapak, Ibu, Saudara adalah orang Kristen, bisakah Bapak Ibu melihat kepada dosa-dosa spesifik yang Bapak Ibu lakukan? Kalau saya katakan kalian semua adalah orang berdosa, saya yakin Bapak Ibu tidak akan tersinggung. Benar kan? Tapi kalau saya tunjukkan satu orang, lalu berkata, misalnya, “Pak Barus, Bapak ini adalah seorang pezinah”. Pak Barus pasti marah besar sekali kepada orang yang menuduh itu di hadapan semua orang. Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kita pezinah bukan? Kita adalah orang yang membenci bukan? Kita adalah pembunuh-pembunuh bukan, dalam kehidupan kita? Kita adalah orang yang suka berdusta tidak? Apa kita adalah orang yang sungguh-sungguh menghormati orang tua kita? Saya yakin kita bukan orang seperti itu. Banyak sekali cela dalam kehidupan kita yang membuat kita berdosa. Tapi yang menjadi masalah adalah, Bapak, Ibu, Saudara bisa melihat tidak kebenaran itu? Kalau tidak, dampaknya adalah sangat-sangat berbahaya bagi kehidupan kerohanian daripada kita, atau Bapak, Ibu, Saudara. Bahayanya dimana? Orang yang tidak pernah melihat dosa dia secara spesifik di hadapan Tuhan Allah, kalau dia sungguh-sungguh adalah orang yang berdosa, yang harus dihukum oleh Tuhan Allah, dia pasti tidak akan pernah memiliki kesungguhan untuk menghargai penebusan Kristus dalam kehidupan mereka. Dia akan merasa bahwa dirinya cukup baik. Kalau dirinya cukup baik, kematian Kristus ada artinya tidak di dalam kehidupan mereka? Saya yakin kehidupan Kristus dan kematian Kristus menjadi sesuatu yang tidak terlalu berarti dalam kehidupan mereka. Akibatnya apa? Saya yakin mereka akan melihat tuntutan Allah di dalam Kristus untuk kehidupan yang kudus, untuk kehidupan yang totalitas menyerahkan diri kita kepada Tuhan dan menggenapi apa yang menjadi rencana Tuhan, itu adalah sesuatu yang tidak perlu terlalu dimiliki dalam hidup kita. Saudara, yang terjadi adalah, mungkin kita akan berkata: Jadi orang Kristen nggak usah terlalu fanatik. Saya bukan mengajak Bapak, Ibu, Saudara fanatik. Fanatik itu adalah suatu sikap beriman tanpa mengerti apa yang diimani, itu adalah fanatik. Tapi kalau Saudara mengerti, bahwa saya percaya kepada Kristus, karena Kristus sungguh-sungguh Allah, Kristus sungguh-sungguh adalah Juruselamat saya. Tanpa Dia, saya harus dihukum. Tanpa Dia, neraka adalah bagian saya. Tetapi ketika dia datang ke dalam dunia, dia menyelamatkan hidup saya, bukan karena saya ingin diselamatkan, tetapi dia memberikan anugrah itu dalam kehidupan saya, itu berarti saya punya kehidupan adalah suatu kehidupan yang berarti di hadapan Tuhan, untuk menggenapi suatu tujuan tertentu.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Alkitab selalu mengatakan: Ciptaan itu adalah milik Allah. Kalau ciptaan, atau manusia itu adalah milik Allah, ketika ciptaan melakukan suatu kebaikan, ketika ciptaan melakukan suatu kejahatan, sesuatu yang merusak, Allah memiliki hak untuk menerima orang itu atau membuang orang itu dari hadapan Dia. Seringkali kita hidup di dalam suatu pemahaman Allah itu penuh dengan kasih, kesabaran, yang membuat kita berpikir Allah selalu bersedia mengampuni kehidupan Bapak, Ibu, Saudara. Dan Allah harus mengampuni kehidupan Bapak, Ibu, Saudara yang berdosa. Tapi Alkitab nggak pernah berkata seperti ini. Alkitab selalu berkata: Tuhan memiliki kedaulatan untuk membuang orang yang harus dihukum dan memilih orang yang akan Dia selamatkan. Dan kalau Bapak, Ibu, Saudara adalah bagian dari orang yang diselamatkan, itu artinya apa? Itu artinya kehidupan Bapak, Ibu, Saudara memiliki rencana Tuhan di dalamnya. Itu berarti kehidupan Bapak, Ibu, Saudara memiliki tujuan yang Tuhan ingin genapkan di dalam kehidupan Bapak, Ibu, Saudara. Itu berarti ketika Bapak, Ibu, Saudara dipanggil dan ditebus di dalam Kristus, menjadi orang Kristen, harus ada satu perubahan yang besar, yang kalau John Stott berkata: perubahan yang radikal dalam kehidupan Bapak, Ibu, Saudara, dari manusia yang berdosa menjadi orang yang sungguh-sungguh hidup di dalam kebenaran dan ketaatan total kepada Tuhan Allah yang telah menebus Bapak, Ibu, Saudara daripada dosa dan kematian. Bukan pilihan, itu adalah sesuatu keharusan yang ada di dalam kehidupan kita. Tapi kalau kita nggak merasa kita cukup berdosa, kita tidak merasa kita harus dihukum, yang ada adalah kita merasa, kita masih punya ha katas hidup kita sendiri, untuk mengatur hidup kita, dan ada bagian di mana Tuhan tidak perlu intervensi dalam kehidupan kita. Ini bahaya bagi kerohanian kita.
Tapi yang bagian kedua adalah, bahayanya, bahaya yang seringkali kita hadapi dengan orang Kristen yang lain adalah bahaya yang menuntut orang harus lebih baik. Menuntut orang untuk hidup di dalam kebenaran, mengubah tingkah laku mereka, tetapi dia lupa untuk melihat diri, sebenarnya dia juga adalah orang yang tidak lebih baik dari orang yang dia tuntut. Bapak, Ibu, kalau hanya bisa melihat diri Bapak, Ibu, Saudara, hanya sebagai orang-orang yang berdosa secara umum, kecondongan manusia berdosa adalah, dia akan melihat kesalahan orang yang detail, yang hanya 1x saja mungkin dilakukan, itu akan diingat seumur hidup. Tapi dia lupa kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan dalam kehidupan dia. Apa yang terjadi? Dia akan tuntut orang itu, dia akan benci orang itu, dia akan mempersalahkan orang itu. Dan dia anggap orang itu adalah orang yang tidak pernah bertobat dalam kehidupannya, dan dia adalah orang berdosa tapi saya adalah orang yang benar. Dan Bapak Ibu akan menjadi orang Farisi. Tidak ada cinta kasih, tidak ada belas kasih dalam kehidupan kita. Tidak ada kasih mesra, tidak ada pengampunan dalam kehidupan kita yang berkata: Saya juga membutuhkan penebusan dari Kristus karena saya adalah orang berdosa. Ini yang akan terjadi. Tetapi yang lebih parah lagi adalah bukan karena kita kurang menghargai Kristus punya penebusan, bukan karena kita akan bersikap seperti seorang penghakim terhadap orang lain. Tetapi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kita tidak melihat dosa-dosa yang spesifik itu adalah dosa yang harus ditinggalkan. Kita akan melihat bahwa, itu adalah dosa yang tidak ada masalah. Karena apa? Karena ini adalah sesuatu yang, mungkin, bukan sesuatu yang dibenci oleh Tuhan. Karena itu lebih baik kita masuk lagi ke dalam bagian itu. Kita melakukan dosa itu lagi dalam kehidupan kita. Karena kita tidak bisa melihat bahwa hal-hal spesifik itu adalah dosa. Dan ini akan mendukakan Roh Kudus yang ada di dalam hati Bapak, Ibu, Saudara yang kalau sungguh-sungguh Bapak, Ibu, Saudara adalah orang-orang yang dipilih oleh Tuhan dan mendapatkan keselamatan di dalam Kristus. Tetapi yang lebih parah adalah, mungkin Bapak, Ibu, Saudara bukan orang yang dipilih oleh Tuhan dan memiliki Roh Kudus dalam hati. Karena Bapak, Ibu, Saudara selalu kembali ke dalam kehidupan masa lalu yang berdosa itu tanpa merasa bahwa itu adalah dosa dan kejahatan yang harus dibuang dan ditinggalkan selama-lamanya.
Ini adalah hal yang serius sekali. Itu sebabnya, Paulus membawa kita melihat kepada hal-hal yang personal ini, hal-hal yang spesifik, yang berkaitan dengan jiwa kita ini, yang ada di dalam jiwa manusia yang berdosa, supaya kita bisa melihat secara jelas, itu adalah dosa, itu adalah kejahatan, itu adalah sesuatu yang harus kita buang dalam kehidupan kita. Lalu hal apa yang harus kita buang? Ada beberapa hal yang Paulus katakan. Pertama adalah kepahitan. Apa itu kepahitan? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kita sering berkata, “Dia mungkin kepahitan”. Kepahitan itu apa? Saya percaya kepahitan itu adalah suatu keadaan jiwa yang terus menerus merasa masam dan tidak ada keramahan. Suatu keadaan jiwa yang tanpa cinta kasih, yang tidak pernah melihat adanya kebaikan pada segala sesuatu, tetapi selalu melihat bahwa segala sesuatu adalah salah atau tanpa, atau ada kekurangannya. Jadi pada waktu kita melihat orang lain, kita melihat bahwa dia selalu salah, dia selalu kurang, dia adalah orang yang mungkin merencanakan hal-hal yang jahat bagi kehidupan kita. Itu adalah orang yang kepahitan. Dan Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya lihat banyak sekali orang yang seperti ini bahkan di dalam kehidupan orang Kristen. Dan Paulus berkata, ini tidak boleh dilakukan atau dimiliki oleh anak-anak Tuhan. Kenapa? Saya percaya orang yang sudah jatuh di dalam kepahitan, dia akan melihat segala sesuatu, walaupun itu adalah suatu kebaikan, di mata dia adalah jahat.
Bapak Ibu pernah bertemu dengan orang yang ketika berbicara tentang orang lain, semuanya salah paham nggak? Ketika dia berbicara, tidak ada suatu pun yang baik, padahal orang itu nggak seburuk dari apa yang dia bayangkan. Itu mungkin karena dia sudah jatuh ke dalam sifat hati yang kepahitan terhadap orang tersebut. Walaupun ada 99% kebaikan pada diri orang tersebut, dan hanya 1% dari diri orang itu yang jahat. Yang dia lihat apa? Bukan yang 99%, tetapi yang 1% itu. Itu orang yang kepahitan. Sehingga pada waktu dia melihat, orang yang sepertinya jahat itu, dia tidak siap untuk menerima yang baik dari orang itu. Tapi yang dia siap adalah selalu membuka diri terhadap yang jahat. Selalu memperlakukan orang itu secara sinis dalam kehidupan dia, dan disitu membuat dia bukan melakukan suatu kebaikan tapi justru merusak segala sesuatu yang baik di dalam kehidupan dia. Ini adalah orang yang pahit. Dan Paulus berkata: Kita tidak boleh lakukan itu. Kita harus buang semua kepahitan itu dalam kehidupan kita. Tapi mungkin Bapak Ibu berkata, “Tapi hidup ini kan keras, saya kepahitan itu bukan karena saya ingin kepahitan. Tetapi saya ini korban. Karena kehidupan yang keras. Ada orang yang menyakiti saya. Ada keluarga yang saya cintai itu mengalami kecelakaan akibat daripada kelalaian orang lain. Sehingga dia mengalami kematian. Ada orang yang, Saudara saya itu, kelihatannya begitu gila harta sehingga dia tidak mempertimbangkan saya punya kehidupan, pembagian warisan yang seimbang, dan dia mengambil semua yang menjadi hak saya, membuat saya mengalami kepahitan dalam kehidupan saya. Saya ini korban. Bukan karena saya ingin, tapi karena kehidupan ini keras. Maka saya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengalami kepahitan dalam kehidupan saya.” Boleh tidak? Paulus bilang, di dalam ayat ini, dia nggak bilang, ada catatan-catatan yang menyertai perintah: Buanglah kepahitan, segala kepahitan! Tetapi Paulus hanya berkata, “Segala kepahitan harus dibuang daripada kehidupan orang Kristen.” Artinya apa? Nggak ada kompromi. Tidak ada celah. Kalau Bapak Ibu alami kepahitan, segera buang itu. Karena apa? Saya percaya kepahitan tidak akan membawa kebahagiaan dalam kehidupan Bapak Ibu, ataupun kebaikan dalam kehidupan Bapak Ibu, baik pada diri Bapak, Ibu, Saudara sendiri, ataupun bagi orang lain yang mengasihi Bapak, Ibu, Saudara. Karena itu kita harus membuang itu, perasaan masam, perasaan yang melihat segala sesuatu itu buruk dan penuh dengan kelemahan dan kekurangan.
Yang kedua adalah, yang harus kita perhatikan dan kita buang adalah kegeraman dan kemarahan. Kegeraman dan kemarahan ini adalah sesuatu yang merupakan kekuatan yang berada di balik sesuatu tindakan yang kita lakukan. Kalau kepahitan lebih kepada apa yang dikatakan, dilakukan oleh seseorang, tetapi kemarahan dan kegeraman itu adalah sesuatu yang ada dibalik itu, yang mendorong sesuatu tindakan tertentu. Dan kegeraman itu adalah suatu keadaan pikiran yang kasar, yang bengis, yang meluap-luap dengan emosi. Sedangkan kemarahan itu adalah suatu keadaan pikiran yang lebih menetap dan tidak seperti kegeraman. Ini adalah kondisi yang Paulus minta kita buang juga, kenapa? Kalau kita terus pelihara dua keadaan ini, kegeraman dan kemarahan, maka itu akan berbuahkan dua hal yang Paulus catat di bagian ini. Pertama adalah dia akan menjadi seseorang yang bertikai, dan dia akan menjadi seorang pemfitnah. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pertikaian atau clamour itu adalah satu sikap dimana kita mengeluarkan suara yang keras atau teriakan terhadap orang lain, itu adalah pertikaian. Jadi pada waktu Bapak-Ibu merasa geram terhadap seseorang, merasa marah terhadap seseorang, luapan itu akan muncul dari mana? Saya yakin Bapak-Ibu langsung akan meninggikan suara lalu memaki orang itu dan bahkan yang lebih parah adalah mengutuki orang yang Bapak-Ibu merasa marah atau geram tersebut, ini akan terjadi. Tapi di sisi lain mungkin dia juga akan jatuh ke dalam bagian kedua, fitnah. Maksudnya adalah dia akan menjadi seorang yang mengatakan hal-hal yang buruk mengenai orang lain dengan tujuan untuk mencelakakan orang tersebut, dan tindakan itu adalah sesuatu yang bukan didorong oleh perasaan yang merasa bersalah, tetapi Bapak-Ibu akan lakukan itu dengan perasaan nikmat dan tenang, ini fitnah. Coba perhatikan ya, kita seperti itu tidak? Kalau kita marah apa yang kita lakukan, kita mulai memaki, kita mulai mengutuk, lalu ketika kita ketemu orang lain apa yang kita lakukan? Mulai cerita kejelekan orang itu supaya orang lain turut berpihak kepada kita dan membenci orang tersebut. Mungkin yang lebih parah lagi kita menghancurkan hidup orang itu dengan suatu perencanaan yang matang, dan itu semua dilakukan dengan begitu tenang dan kita nikmati. Ini bahaya sekali. Ini adalah ciri orang yang berdosa. Mungkin tidak sampai pada titik itu tetapi ketika Bapak-Ibu bertemu dengan orang selalu mengulangi keburukan orang tiap kali bicara ulangi lagi, tiap kali bicara ulangi lagi keburukan orang, sebenarnya kita sudah jatuh ke dalam dosa fitnah. Ini harus kita hindari, kenapa? Anak Tuhan tidak boleh memiliki itu. Dan Paulus sepertinya kurang penekanan itu, dia berkata, “Jangan jatuh ke dalam kejahatan.” Kejahatan ini berbicara mengenai keinginan dan hasrat hati yang ingin menyakiti orang lain, menghancurkan kehidupan orang lai karena didorong oleh perasaan benci terhadap orang lain. Dia merencanakan segala sesuatu yang buruk kepada orang lain untuk memecah belah orang lain dan untuk membuat orang lain hancur dan disakiti oleh apa yang kita lakukan terhadap diri mereka.
Sekali lagi saya katakan, ini semua tidak boleh kita lakukan dalam kehidupan kita, ini adalah dosa yang Tuhan tidak berkenan. Kenapa seperti itu? Pertama karena kita anak Allah, kita bukan manusia yang berdosa lagi, kita bukan manusia lama tapi kita adalah anak Allah yang Tuhan sudah perbaharui sebagai manusia baru. Tapi yang kedua adalah ketika Bapak-Ibu melakukan hal tersebut, bisa tidak melihat bahwa tindakan itu sebenarnya adalah suatu tindakan penghujatan terhadap Tuhan? Pada waktu Bapak-Ibu membenci orang lain, memfitnah orang lain, merencanakan kejahatan terhadap orang lain, sebenarnya Bapak-Ibu sedang tidak menghargai Tuhan sama sekali dan sedang menghujat kebaikan Tuhan dalam diri orang tersebut. Kok bisa begitu? Coba lihat sebelah-sebelahnya ya, sebelahnya itu siapa ya? Oh Pak Barus, Oh Pak Victor, Bu Lisa, begitu? Sebelah-sebelah kita itu siapa? Alkitab bilang sebelah-sebelah kita itu adalah manusia yang dicipta menurut gambar Allah. Jadi pada waktu Bapak, Ibu, Saudara melihat orang yang berbeda dari diri kita, mereka itu siapa? Mereka juga manusia, seperti kita manusia. Tapi mereka bukan hanya sekedar manusia, seperti diri kita adalah gambar Allah, mereka juga adalah gambar Allah. Sehingga pada waktu Bapak-Ibu berkata, “Kamu jelek ya, kamu jahat ya, kamu penuh dengan segala macam kutukan,” kata-kata binatang mungkin yang keluar dari mulut kita, kita sedang ngomong Allah itu seperti binatang dan jahat. Maka itu adalah suatu penghujatan terhadap Tuhan, dan bukan sesuatu yang hanya berkata, “Saya tidak suka orang itu, saya benci orang itu, dan saya tidak mau dekat-dekat orang itu,” tapi kita sedang mengutuki Tuhan yang mencipta orang itu segambar dan serupa dengan dia. Anak Tuhan tidak bisa melihat ini sebagai sesuatu tindakan yang benar, tapi kita harus membuang semua kejahatan itu dari kehidupan kita.
Ada satu hal yang menarik juga, pada waktu Paulus meminta kita membuang segala kejahatan itu, itu berarti pada waktu kita menjadi orang Kristen dan manusia baru, kejahatan bukan sesuatu yang otomatis tiada dari kehidupan kita. Kejahatan, kegeraman, kepahitan, kemarahan, dan fitnah itu bukan sesuatu yang otomatis hilang dari kehidupan orang percaya. Tapi Paulus berkata kita harus membuang itu, berarti ada bagian kita setelah Tuhan menebus kita dan ada Roh Kudus yang diberikan dalam kehidupan kita, kita harus punya keinginan dan kemampuan untuk bisa membuang dan menyingkirkan itu dari kehidupan kita. Dan itu bukan sesuatu yang cukup hanya didoakan kepada Tuhan. Saya seringkali dengar orang Kristen berdoa ketika dia jatuh di dalam suatu perbuatan dosa dan satu kejahatan atau kebencian, dia minta Tuhan tolong berikan pengampunan dalam hidup dia, Tuhan boleh memberikan kasih dalam kehidupan dia. Benar sih, nggak salah. Tapi Saudara, nggak cukup hanya berdoa, Saudara sendiri harus buang itu dan singkirkan itu dari kehidupan. Ini yang harus dilakukan. Berarti hidup orang Kristen harus selalu berada di dalam penyangkalan diri, karena keinginan daging kita bukan hal yang baik tetapi hal yang buruk. Saya tanya aja kayak gini, marah kepada orang dan memendam kemarahan itu enak nggak? Ayo jujur lah. Ada yang merasa enak nggak? Kalau nggak enak kenapa kadang-kadang ada orang yang terus suka memendam kemarahan kepada orang lain? Saya harap itu tidak menjadi sesuatu yang kita nikmati ya, tetapi kita lihat itu adalah suatu keburukan, sesuatu yang jahat seperti seorang yang menyimpan bangkai binatang di dalam rumahnya atau di dalam tasnya, kemana-mana dia pergi bawa bangkai itu, busuk dan tidak menyenangkan sama sekali. Tapi kita seringkali melihat yang ada di depan mata itu nikmat, menyenangkan sehingga kita terus pelihara. Nggak boleh seperti itu, kita harus singkirkan itu dari kehidupan kita. Dan kita harus mengganti itu dengan kasih, sukacita, atau buah-buah Roh dalam kehidupan kita. Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, jangan kembali ke dalam kehidupan manusia lama kita. Semua yang dikatakan tadi itu adalah orang yang belum dilahirbarukan oleh Roh Kudus, itu adalah kehidupan manusia lama yang harus kita singkirkan.
Tapi apakah cukup dengan membuang? Apakah cukup dengan tidak melakukan hal-hal itu lagi dalam kehidupan kita? Saya percaya tidak. Itu sebabnya ketika Paulus bicara mengenai ayat 31 tentang segala dosa dan kejahatan, Paulus membawa kita melihat ke ayat 32. Ini kunci ya. Di dalam kita mau menyingkirkan dosa dan kejahatan, pertama kita tidak cukup hanya berdoa tetapi kita harus mematikan atau membuang itu dari kehidupan kita. Tetapi doa dan membuang itu juga tidak cukup, kita harus melanjutkan dengan kebaikan seperti yang dicatat di dalam ayat 32, “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Artinya apa? Pada waktu kita ingin membuang kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah, dan kejahatan, Paulus bilang kamu harus mengganti itu dengan keramahan seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni satu dengan yang lain; atau istilah lainnya, kalau Bapak-Ibu ingin menyingkirkan afeksi negatif dalam kehidupan, Bapak-Ibu harus mengganti itu dengan afeksi yang positif. Afeksi itu adalah keinginan hati yang membuat kita melakukan sesuatu. Kalau sesuatu itu adalah sesuatu yang buruk, Bapak-Ibu nggak bisa hanya ngomong “stop, saya nggak mau lakukan,” Bapak-Ibu harus ganti dengan yang positif. Karena dosa tidak pernah netral, dosa itu adalah suatu kuasa yang akan merenggut dan terus menyeret Bapak-Ibu masuk ke dalam keadaan yang lebih dalam lagi. Ketika Bapak-Ibu berhenti dan tidak melakukan sesuatu yang baik, tetap Bapak-Ibu ada di dalam bagian yang dosa dan dibawah kuasa kejahatan, karena dosa tidak pernah netral. Itu sebabnya Paulus bilang kita harus ganti dengan sesuatu yang baik. Nah ini dikatakan bukan hanya oleh Paulus tetapi juga oleh Tuhan Yesus di dalam Injil Matius 12:43-45. Sebelumnya kalau Bapak-Ibu lihat Tuhan Yesus mengusir roh jahat dari seseorang lalu dituduh telah mengusir dengan kuasa Belzebul yang kemudian masuk ke dalam bicara tentang ketika Dia mengusir dengan kuasa Allah itu berarti Kerajaan Allah datang, tetapi orang-orang Yahudi tersebut merasa tetap tidak bisa melihat keadaan itu lalu mereka meminta tanda kepada Yesus Kristus tapi Yesus Kristus bilang, “Aku tidak akan berikan tanda lagi, yang Aku akan berikan hanya satu yaitu tanda nabi Yunus,” yaitu Dia mati dan bangkit pada hari yang ketiga. Tapi Yesus tidak berhenti di situ, lalu Dia memberikan suatu peringatan kepada orang-orang Yahudi yang tidak percaya kepada Dia yang mengusir setan dengan kuasa Allah, dengan yang tadi: kalau roh jahat diusir dari diri seseorang, dia pergi, dia punya hati tidak pernah diisi maka dia akan kembali dengan 7 roh yang lebih jahat lagi. Artinya apa? Orang yang menolak Kristus jangan pernah pikir kehidupannya bisa menjadi lebih baik, Yesus sedang memperingatkan dia, “Kalau engkau menolak Aku datang dari Tuhan Allah untuk menebus dosa-dosamu maka keadaanmu akan jauh lebih buruk daripada keadaanmu yang sekarang ini ketika engkau menghadapi penghakiman dari Tuhan Allah. Kau akan dikuasai oleh iblis dalam kehidupanmu.” Arti lain adalah, ketika seseorang mengira dia bisa hidup benar di hadapan Tuhan tanpa membutuhkan Kristus, yang terjadi adalah dia tidak mungkin bisa hidup benar di hadapan Tuhan, dia akan jatuh ke dalam keadaan yang jauh lebih buruk lagi. Ini bicara mengenai dosa yang tidak pernah netral.
Lalu bagaimana caranya untuk menggantikan yang jahat itu, yang berdosa, kuasa iblis dalam kehidupan kita, dengan kuasa Allah? Terima Kristus, atau menggantikan kekuasaan iblis dalam diri kita dengan kekuasaan Allah yaitu dengan kita beriman kepada Kristus dan mengakui Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, dan menundukkan diri di bawah pemerintahan Yesus Kristus. Itu caranya. Berarti pada waktu Saudara ingin menyingkirkan yang berdosa, cara menyingkirkannya bagaimana, cukup berdoa minta pengampunan? Berubah kelakuan? Paulus bilang tidak, atau Yesus juga bilang tidak, kamu harus ganti itu dengan kebaikan di dalam kehidupanmu. Paham ya? Kenapa kita seringkali gagal untuk hidup kudus? Karena kita tidak menggantinya dengan yang benar, kita pikir cukup dengan tidak membenci orang itu tapi kita diamkan orang itu terus, pasti benci terus. Yang benar adalah bukan kita cuma tidak benci orang itu, kita lupakan kejahatannya kepada diri kita, lalu kita berdoa untuk kebaikan orang itu, lalu kita berbuat baik kepada orang itu, itu yang benar. Baru Saudara bisa melakukan kebaikan dan meninggalkan yang dosa dalam kehidupan Saudara. Tanpa itu kita tidak akan pernah bisa keluar dari keadaan yang jahat. Karena itu Paulus berkata ketika kita hidup di dalam dosa, untuk membuang itu semua kita harus mengganti dengan keramahan, dengan kasih mesra, dan saling mengampuni. Keramahan bicara mengenai apa? Suatu tindakan yang berguna bagi orang lain, suatu tindakan yang menolong orang lain, itu adalah keramahan. Kalau kasih mesra bagaimana? Kasih mesra itu adalah suatu tindakan dimana kita tidak hidup di dalam kedegilan hati dan kekerasan hati kita dan dalam dosa, tetapi kita mulai membuka hati, menolak yang keras, yang jahat, yang berdosa itu, tetapi mulai melakukan yang baik kepada orang lain. Memiliki belas kasih kepada orang lain, dan kemurahan kepada orang lain, dan saling mengampuni. Saling mengampuni artinya apa? Saya tanya Bapak, Ibu, Saudara, mengampuni itu artinya apa? Kalau saya kalau bilang melupakan yang jahat dari orang itu, mungkin Saudara kurang setuju. Tapi saya pikir melupakan itu adalah kata yang baik. Pada waktu melupakan, Bapa-Ibu mungkin akan berkata, “Saya nggak bisa lupa kejahata orang itu, dia benar-benar jahat, saya nggak pernah bisa lupa,” ya Tuhan juga nggak minta supaya kita lupa kok.” Lalu maksudnya mengampuni dan melaupakan itu apa? Setiap kali Bapak-Ibu berhadapan dengan orang ini, jangan ingat-ingat dan ungkit-ungkit lagi kejahatan oarang itu lagi terhadap Bapak, Ibu, Saudara, itu namanya melupakan, itu namanya mengampuni. Tapi kalau kita setiap kali ingat orang itu kita trauma terhadap orang itu, mulai jaga jarak, mulai merasa nggak nyaman dengan orang itu, lalu ingat lagi apa yang menjadi kejahatan dia itu bukan mengampuni. Mengampuni itu harus melupakan dan perlakukan orang itu dengan kebaikan seperti dia tidak pernah melakukan kesalahan terhadap Saudara, itu namanya mengampuni.
Kenapa kita harus mengampuni? Kenapa kita harus melakukan kasih mesra dan berkemurahan? Karena itu sesuatu perbuatan baik? Karena itu memang sesuatu yang harusnya dilakukan oleh manusia? Bukan ya, jawabannya di bagian terakhir, “sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Artinya apa? Saudara, ketika kita memberikan kasih mesra, kemurahan, dan mengampuni orang lain, itu menjadikan kita seperti Allah, pertama. Karena di sini dikatakan “sebagaimana Allah.” Saudara jangan pernah pikir tindakan orang terhadap diri kita itu lebih buruk dari tindakan diri kita kepada Tuhan Allah. Pada waktu seseorang melakukan kejahatan kepada kita, memendam kemarahan dan kebencian, memfitnah kita, dan mengumpat diri kita, mengutuki diri kita, dan melakukan semua kejahatan yang lain, sebenarnya kita juga lakukan hal yang sama kepada Tuhan. Makanya pada waktu kita membuang itu semua, kita melakukan kebaikan, kemurahan, kasih mesra, dan saling mengampuni, buah-buah Roh hidup di dalam kehidupan kita, itu mencerminkan Allah hidup di dalam diri kita karena Allah tidak memiliki kebencian dan kejahatan dalam diri Dia. Makanya ketika kita lakukan itu semua kita menjadi serupa dengan Tuhan Allah, serupa dengan Kristus, itu yang pertama. Yang kedua adalah pada waktu kita melakukan ini itu menunjukkan kalau kita sudah menerima pengampunan. Paulus tidak pernah berkata, “Kamu mengampuni maka Allah akan mengampuni dirimu,” tetapi Paulus berkata, “Kalau engkau telah diampuni oleh Kristus maka engkau pasti mengampuni.” Artinya adalah, hanya orang-orang yang ada di dalam Kristus saja dan mengalami kelahiran baru baru dia bisa mengampuni, baru dia bisa melakukan kebaikan yang benar-benar baik di hadapan Tuhan. Tanpa dia mengalami kelahiran baru, tanpa dia mengalami pengampunan dari Kristus, Allah akan terus melihat kebaikannya adalah kebaikan yang penuh dengan cacat cela dan dosa, ada kekurangan. Hanya yang ada di dalam Kristus yang bisa melakukan itu. Dan ini juga boleh menjadi suatu dasar kita menguji jaminan keselamatan kita. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Bapak-Ibu sudah diselamatkan atau belum/ Bapak-Ibu sudah diampuni oleh Tuhan atas dosa-dosa? Cara tahunya bagaimana? Cara tahunya cuma satu, Bapak, Ibu, Saudara bersedia tidak mengampuni orang yang telah menyakiti Bapak, Ibu, Saudara? Kalau tidak bersedia, kemungkinan besar Bapak-Ibu harus menguji kembali apakah sungguh-sungguh Bapak-Ibu telah mengalami pertobatan di dalam Kristus atau tidak? Tapi kalau Bapak, Ibu, Saudara bisa mengampuni dan bersedia mengampuni orang yang bersalah kepada kita, saya dengan berani berkata itu berarti Bapak, Ibu, Saudara sudaj diampuni oleh Allah di dalam Kristus. Ini adalah cara menguji itu. Jadi perbuatan baik itu bukan sesuatu yang kita kakukan karena itu adalah perbuatan baik itu sendiri, tetapi perbuatan baik itu adalah suatu refleksi, suatu cerminan dari orang-orang yang sudah sungguh-sunggu mengalami cinta kasih Kristus dan penebusan Kristus dalam kehidupan kita, baru dia bisa melakukan yang diperkenan oleh Bapa bagi Saudara. Kiranya Tuhan boleh memberkati kita melalui firman pada hari ini.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]