Yak. 1: 15-18
Pdt. Stephen Tong (VCD)
Kali terakhir saya berbicara disini, saya membicarakan tentang nafsu, keinginan, dan mengapa akhir nya menjadi dosa. Saudara2 inilah cara kita memberikan pengertian dosa bukan memang ada. Jikalau kita menganggap dosa memang sudah ada dari kekal sampai kekal, mempersamakan dosa bereksistensi kekekalan dengan Tuhan Allah, maka kita telah menurunkan derajat Tuhan Allah menjadikan Dia sama dengan yang bukan Dia. Saudara-saudara, Dia adalah Dia, yang bukan Dia adalah bukan Dia, itu namanya Allah itu Esa. Allah Esa yang dimengerti hanya Allah itu cuma satu. Memang Allah itu cuma satu. Dan Allah itu Esa adalah semacam pengertian jauh lebih dalam dari pada yang disebut jumlah atau nilai matematika. Allah itu Esa berarti tidak ada bandingnya, tidak ada duanya, tidak ada yang sama seperti Dia, tidak ada yang setingkat, setara, tidak ada yang sekualitas, karena Allah itu adalah Allah. DIA adalah Dia, yang bukan Dia itu bukan Dia; dan yang bukan Dia tidak mungkin menjadi Dia. Dan Dia bukan yang bukan Dia. Itu sebabnya kalau Allah mengatakan Dia Tritunggal, engkau mau mencari yang lain untuk mengerti nggak mungkin karena Dia itu Dia. Engkau hanya bisa menerima dari sedalam dalam hati apa yang diwahyukan oleh Tuhan. Bukan karena Allah perlu disetujui oleh rasio yang dicipta oleh Dia baru Dia menjadi kebenaran, sebab kebenaran itu bukan dijadikan, kebenaran itu adalah kebenaran itu sendiri, dan kebenaran adalah dirinya kebenaran. Dan kebenaran itu adalah Dia itu sendiri. Dia itu sendiri adalah kebenaran maka yang bukan Dia bukan kebenaran. Kebenaran adalah Dia, kebenaran yang beroknum, yang berpribadi, yang berhidup, yang kekal sampai kekal hanyalah satu yaitu Allah sendiri. Itu sebabnya Allah sendiri kekal maka tidak ada yang kekal seperti Dia.
Kalau engkau menganggap dosa memang sudah ada sebelumnya, tapi pada waktu Adam berdosa saat itu dosa masuk ke dalam dia maka dia baru berdosa. Konsep ini salah. Konsep ini mengakibatkan dosa sudah ada seperti Allah, engkau telah menghina Allah karena engkau tidak mengaku Dia adalah Dia, yang bukan Dia bukan Dia. Di dalam diri Allah tidak ada kejahatan, di dalam diri Allah tidak ada kegelapan, di dalam diri Allah tidak ada kekurangan, di dalam diri Allah tidak ada ketidakadilan. Absolutely and fully good, holy, righteous for ever and ever, and the only one, itu Tuhan Allah. Sehingga Agustinus menemukan ini sangat bahaya kalau kita mempersamakan kejahatan seperti Allah, sama-sama ada sebelum segala sesuatu ada. Berarti engkau mensetarakan jahat dengan bajik, mensetarakan setan dengan Allah. Agustinus sendiri pernah ditipu oleh ajaran yang kelihatan seperti enak didengar tetapi salah belaka. 10 tahun, semenjak umur 20 dia sampai umur 30 berkecimpung ke dalam yang disebut manichaeisme. Manichaeisme dimulai dengan seseorang yang namanya Mani, tetapi sebenarnya sebelum dia mengadakan agama itu sudah ada pikiran semacam itu dari orang Persia di dalam zoroasterisme yang percaya tuhan, dewa, satu terang satu gelap, dan yang terang itu adalah sama dengan yang gelap itu berada di kekal sampai kekal, dan bertarung tidak habis-habis. Seperti cerita orang Hindu, seperti banyak agama yang lain yang menganggap di dalam dunia dewa, di dalam dunia supranatural tetap ada dualisme-nya. Itu bukan ajaran Alkitab. Saya takut sekali banyak orang Kristen bagus, gerejanya bagus, khotbahnya enak, bagus, maka ini benar. Engkau belum bisa membedakan benar dan yang tidak benar sampai teliti, sampai prinsip, sampai data-data yang paling mempengaruhi apa yang seluruh yang lain dengan satu kompas yang kuat dari pada Roh Kudus. Dan banyak gereja yang paling banyak bicara tentang Roh Kudus adalah paling banyak salah mengerti Roh Kudus. Banyak orang Kristen atau teolog-teolog yang akan lulus dan dapat PhD, atau yang paling pintar justru hatinya itu sudah mempunyai sesuatu yang tidak taat kepada Alkitab sehingga akademik mereka hanya menjadi budak kemauan mereka. Saudara-saudara, kita bersyukur kepada Tuhan dengan sola scriptura dan dengan orang-orang bapa gereja sampai pada reformator ada pemikir-pemikir yang begitu tajam menemukan kelemahan-kelemahan, kesalahan-kesalahan yang keliatannya sedikit tapi akhirnya akibatnya menghancurkan Kekristenan. Dan itu yang diwariskan kepada kalian.
Agustinus menganggap tidak benar kalau yang jahat sama yang baik sama sama ada. Kalau demikian apa bedanya Allah dengan yang bukan Allah? Maka dia mulai pikir, dan pada suatu malam dia dibangunkan dari tempat tidurnya dimana dia terus berputar-putar tidak bisa tidur karena selama ini orang yang pintar seperti dia diganggu pikirannya dengan konsep-konsep yang begitu konflik. Dia bangun, dia jalan dari rumahnya, keluar ke selatan, dia lihat ke atas angkasa dan dia lihat bintang-bintang, waktu itu masih jelas tidak seperti polusinya sekarang, bisa melihat bintang bintang yang berada begitu banyak di situ. Lalu ada suara mengatakan, “Jikalau konflik antara baik dan jahat terus terjadi, siapa yang mempunyai kekuatan memelihara alam semesta dengan teratur seperti ini?” Menurut teolog Paul Tillich malam itu malamnya perubahan kebudayaan Barat, detik itu detik yang menentukan seluruh kebudayaan Barat sampai hari ini menjadi begini. Saya sangat tertarik dengan kalimat-kalimat yang begitu ajaib, dan saya pikir betul tidak. Betul! Karena jikalau malam itu tidak ada kesadaran Agustinus agama Kristen tidak menemukan apakah jalur yang paling benar mengerti Alkitab. Semua orang bisa baca Alkitab, semua orang bisa mengkhotbahkan Alkitab, tapi yang mengerti secara organik, secara inti, secara kesatuan seluruh Alkitab dengan prinsip prinsip yang paling tajam, orang-orang semacam itu tidak banyak. Saudara-saudara, malam itu ia ambil keputusan meninggalkan manichaeisme, kembali percaya Allah itu satu-satunya, bukan dewa Mazda dan dewa Mainyu yang bertarung, bukan perdebatan antara terang dan gelap, baik dan jahat, suci dan najis, tidak habis-habis; dan manusia hanya menyaksikan peperangan perebutan kedua kekuasaan ini untuk dikoyak-koyak seumur hidup. Berhentilah hidup semacam itu, dan dia berlutut di hadapan Tuhan menjadi orang Kristen yang sejati.
Saudara-saudara sekalian, apakah yang saya katakan tadi ada hubungannya dengan ayat-ayat ini? Semua berhubungan karena itu organik. Karena setelah penulis buku ini, Yakobus, mengatakan sifat manusia yang mempunyai napsu itu kalau dibuahi menjadi dosa, dosa itu bertumbuh dan matang menjadi mati, di sini menyangkut akan kemauan pribadi. Setiap orang mempunyai niat, keinginan. Dan keinginan dan niat itu di dalam aspek begitu banyak sehingga itu yang menjadi suatu dorongan kita hidup terus di bumi. Will. Dang menurut filsafat dari pada Arthur Schopenhauer, seluruh dunia ini hanyalah suatu gejala dari pada gerakan niat saja, the world as a phenonema of will. Seluruh dunia ini hanya menjadi suatu gejala dari pada pertarungan dan dari pada keinginan niat itu saja. Dan buku ini sudah ditulis tidak laku, dia ceramahkan ini tidak diterima, bahkan dia berani begitu mempertaruhkan diri, nasibnya, dengan seorang filsuf sezaman yang besar, yaitu namanya Hegel, Professor dari pada Karl Marx, untuk memakai waktu yang sama, mengajar filsafat di dalam sekolah yang sama, mengadu siapa lebih banyak murid. Karena dia tidak merasa filsafat dia kalah sama filsafatnya Hegel. Akibatnya adalah, kelas Hegel penuh sesak sampai di luar pintu orang mau daftar tidak ada tempat. Di dalam kelasnya cuma 2 murid yang dengar dia. Dia kecewa luar biasa. Dia rasa gagal luar biasa. Dia rasa dipermainkan oleh nasib. Tetapi, menurut dia, niat, will dia tidak mau patah. Nah Saudara-saudara, setelah dia mati, beberapa puluh tahun, bukunya tidak laku, dicetak, dijual di loak, dan tidak ada orang memperhatikan dia. Tetapi seorang pemuda yang namanya Friedrich Nietzsche, Jerman, sezaman dengan Karl Marx, sezaman dengan Kierkeegard, dan sezaman dengan Ludwig Feuerbach, orang ini menemukan buku daripada si Schopenhauer di loak. Dia baca, dia kaget. Inilah yang benar. Lalu Nietzsche mulai memperkembangkan seluruh pikirannya berdasarkan buku daripada Arthur Schopenhauer, yaitu manusia yang paling penting itu adalah will. Saudara-saudara, kalau engkau melihat, semua filsuf anggap mereka sendiri adalah orang paling pinter untuk menginterpretasi seluruh dunia. Memang manusia dicipta oleh Tuhan, Adam dicipta dengan satu kemungkinan: interpretasi. Itu adalah fungsi kenabian. Setiap hari engkau bicara, bicara apa saja, sedang mengutarakan bahwa engkau adalah manusia yang mempunyai fungsi interpretasi, “Menurut saya gini… menurut saya begini. Bukan begini, gini lho. Mustinya begini!” – itu semua interpretasi. Dan orang yang kira suaranya keras sedikit menjadi kebenaran, itu orang bodoh. Ada kebenaran sama kadang-kadang tanpa suara. Pada waktu dia menginterpretasi, dia anggap will itu adalah pusat daripada hidup. sebagaimana Sigmund Freud setelah mereka kira-kira 60 tahun menjelaskan segala sesuatu diinterpretasi melalui seks itu pusatnya dari pada segala yang mempengaruhi orang. Nah Saudara-saudara, saya tidak berbicara banyak mengenai perbedaan antara semua arus pikiran dari pada zaman-zaman. Dan Will to Power menjadi buku dan konsep yang paling penting daripada antropologi Nietzsche. Dan Will to Power menjadi buku yang mempengaruhi seorang bernama Adolf Hitler, yang mengakibatkan peperangan dunia yang menghancurkan dan mati menelan lebih daripada 70 juta manusia. Nah Saudara-saudara, ini semua sudah lewat. Tetapi konsep-konsep yang dicetuskan dari pikiran-pikiran yang tidak sesuai dengan Kitab Suci, berapa bahaya dan menghancurkan seluruh dunia, manusia selalu tidak sadar.
Saudara-saudara, sekarang kembali kepada istilah will; The world as the phenomena of the will, will as the struggling power and impulsing human art, human life. Semua orang mempunyai will: “Saya mau, mau, mau!” Will ini, Saudara-saudara, ini adalah semacam nafsu. Nah dosa kalau tidak ada di dalam kekekalan, dosa tidak bisa disetarakan dengan Tuhan Allah karena Allah itu yang Esa dan Dia satu-satunya dari kekal sampai kekal. Yang lain tidak ada yang dari kekal sampai kekal. Maka dosa itu kapan mulai ada? Karena Allah yang ada. Dan yang lain dicipta. Tetapi dosa tidak dicipta? Maka dosa dari mana? Sekali lagi, Saudara, dengar 3 kalimat ini: Allah itu Sang Pencipta. Yang di luar Allah, semua itu dicipta. Tetapi orang Kristen percaya dosa bukan dicipta, sehingga Allah tidak dicipta, dosa tidak dicipta. Dan yang lain semua dicipta. Kalau begini apa salahnya percaya yang tidak dicipta itu ada pada kekal. Yang dicipta, dicipta oleh Allah, tidak dicipta oleh dosa. Nah itu dualisme. Tetapi kalau percaya, yang dicipta itu, dicipta oleh Allah, dan yang tidak dicipta, tidak dicipta oleh Allah. Maka yang tidak dicipta oleh Allah kok bisa ada? Dia ada mulai kapan? Dia ada dari mana? Dia mengapa bisa ada? Nah ini pikiran yang tajam seperti begini ini, ini namanya pikiran teologis. Lalu kembali kepada Alkitab, itu namanya taat kepada firman. Tidak kembali kepada Kitab, pikir sendiri, itu namanya human anthropocentric philosophy. Allah tidak dicipta, segala sesuatu dicipta. Dan dosa dicipta juga kalau segala sesuatu dicipta? Dosa bukan sesuatu. Dosa kalau bukan sesuatu, se apa? Dosa kalau bukan sesuatu, dosa itu apa? Dosa adalah sesuatu yang tidak termasuk sesuatu di dalam ciptaan Allah. Kalau dosa adalah sesuatu yang berlainan dengan sesuatu yang lain, maka dia satu-satunya lain dari semua yang lain. Dia itu dari mana? Kalau dosa itu tidak dicipta, maka Allah juga tidak dicipta. Maka dosa tidak boleh sama berada seperti Allah karena Dia adalah Yang Esa. Lalu dosa itu dari mana? Saudara, kita membahas seperti ini, sudah lebih mendalam daripada banyak yang namanya Sekolah Teologi. Saudara-saudara, dan inilah kelas besar, untuk Saudara mengerti hal-hal yang penting luar biasa. Tetapi engkau biasa tidak rasa penting. Engkau tidak pernah rasa perlu membahas ini. Engkau yang penting cuma tahu siapa jadi Presiden, saham berapa, dollar naik tidak, dagang naik tidak, itu yang engkau anggap penting. Maka saya harus membawa pikiran engkau kembali kepada Sang Pencipta pikiran, supaya ada sinkron antara rasio yang dicipta dengan kebenaran yang diwahyukan. Karena Allah mewahyukan kebenaran, justru untuk memimpin, membatas, dan membawa kembali pikiran yang dicipta supaya sesuai dengan kebenaran Dia dan kita boleh betul-betul bersatu dengan Tuhan.
Saudara-saudara, dosa tidak dicipta. Dan Allah Sang Pencipta. Segala yang dicipta itu dicipta oleh Allah. Tetapi dosa tidak dicipta. Bagaimana kita mengerti dosa dari mana? Nah ini tugasnya Agustinus. Maka, jawaban tidak pernah ada di buku lain kecuali Yakobus. Saya kira Yakobus ini mempunyai kecerdasan dan sesuatu ketaatan yang luar biasa sehingga Tuhan memberikan pewahyuan, dia tangkap langsung: dosa itu emergence. Istilah “emergence” bukan “emergency”. “Emergence” berarti keluar dengan dihasilkan, bukan dicipta. Nah Saudara-saudara, di dalam sejarah dunia baru ditemukan 4 hari yang lalu, pertama kali kasus virus bird flu bisa dari manusia menular manusia. Bird flu yaitu influenza burung, flu burung, itu nggak pernah bisa dari manusia ke manusia. Kasus pertama baru terjadi. Kenapa? Karena virus itu sudah menjadi kuat luar biasa sehingga tidak lagi seperti dulu. Dan itu diciptakan atau bagaimana? Itu menjadi. Nah kalau “menjadi” sama “diciptakan” berbeda, berarti evolusi itu mungkin. Ini menyangkut lagi Biologi. Kalau Allah tidak menciptakan bird flu yang kuat seperti itu, sekarang dia menjadi kuat seperti itu, jadi itu evolusi dong? Evolusi secara mikro, sama evolusi secara makro, itu harus dibedakan. Nah Saudara-saudara, jadi orang Kristen susah ya? Engkau mau menghindarkan diri dari semua kesulitan, semua tantangan dari pada ilmu, enak aja masuk gereja tidak mau mikir. Tapi kalau engkau berani menghadapi semua kesulitan dunia ini, engkau harus bersedia untuk menjadi orang yang bersedia kepala pecah untuk menghadapi kesulitan di mana engkau mengerti apa kebenaran yang engkau percaya. Sekarang saya mengeluarkan 2 kalimat: Makro evolusi sama mikro evolusi itu lain. Makro evolusi: dari jenis menjadi jenis – tidak ada. Mikro evolusi: di dalam satu jenis, beda variasi menjadi berbeda bentuk dan berbeda fungsi dan berbeda gaya – itu ada. Sehingga umpama kalau Tuhan menciptakan anjing, sebagai satu jenis tersendiri, maka anjing menjadi kucing itu tidak ada. Anjing menjadi macan juga tidak ada. Tetapi anjing itu menjadi anjing Herder, menjadi anjing Buldog, menjadi anjing macam-macam, itu ada. Itu adalah micro evolution, sehingga anjing diperkirakan di dunia sampai 40 tahun lalu macemnya ada lebih 456. Sekarang mungkin lebih lagi, nah itu mungkin anjing paling besar dengan anjing biasa menikah dikawinkan bisa menghasilkan anjing yang mirip ini , mirip itu, lain lagi, itu mikro evolusi, itu perubahan, di dalam satu jenis itu ada.
Sekarang kita kembali dalam prinsip itu tadi, kalau Allah tidak menciptakan dosa, tetapi dosa itu menjadi ada, itu dosa itu sesuatu dari sesuatu yang lain atau bagaimana? Nah ini harus dimengerti yang disebut sesuatu yang dicipta dari sesuatu yang tidak dicipta itu berbeda lagi, dosa hanya terjadi pada ciptaan, ya dosa tidak ada pada Sang Pencipta, ya, Allah tak mungkin berdosa. Nah Allah tak mungkin berdosa, sehingga Allah berhak istimewa untuk suci selama-lamanya maka ia mempunyai sewenang-wenang untuk menghakimi manusia yang berdosa begitu? Silahkan tanya semua pertanyaan, jawaban sudah terkandung di dalam Alkitab. Saudara sekalian, Allah tidak berdosa, yang berdosa hanya yang dicipta oleh Allah. “Sayangnya saya ini dicipta ya, enak ya Dia jadi Allah, karena Dia Allah, Dia satu-satunya yang tidak berdosa maka Dia sewenang-wenang memakai hak istimewa itu untuk mengadili saya, menghakimi saya, besok melemparkan saya ke dalam neraka, enak juga loe ya, kenapa loe Sang Pengcipta, kenapa saya sang dicipta, siapa yang mengatur semua ini?” Nah Saudara, waktu engkau mengatakan kalimat ini Saudara membuktikan engkau sedang memakai salah satu aspek yang dicipta oleh Tuhan di dalam dirimu untuk melawan Sang Pencipta yaitu will. Nah sekarang ini kait mengkait satu dengan yang lain, kalau saya dicipta saya adalah sesuatu yang dicipta lalu tadi yang sesuatu yang dicipta ini karena kurang taat kepada menjadi berubah menjadi sesuatu yang dicipta yang tidak beres, itu sesuatu menjadi sesuatu yang lain yang berubah itu tetap sesuatu, tetapi diantara saya dicipta tadinya baik menjadi saya dicipta akhirnya menjadi berdosa, berdosa berarti, saya sudah berdosa menjadi sang yang dicipta, yang sudah berdosa, ini terjadinya karena dosa kait sama saya. Nah dosa itu apa? Dosa itu bukan dicipta, kalau begitu dosa itu apa? Nah Maka ini menjadi satu tantangan kepada Agustinus, apakah dosa itu sesuatu atau bukan sesuatu, apakah dosa itu sesuatu entity atau bukan entity? Maka Agustinus menemukan dari Alkitab prinsip yang begitu besar dan akhirnya ia berani mengatakan, dosa itu bukan sesuatu, realitanya ada, dosa adalah satu yang ada yang bukan realita. Nah kalimat-kalimat seperti itu sulit dimengerti, tetapi perlu mengerti karena kita orang berdosa dan kita harus menghadapi dosa, dan kita harus juga menjadi orang Kristen menghindarkan diri dari dosa sehingga harus kita mengerti, kalau menjadi orang Kristen memang tidak gampang.
Saudara-saudara, entity yang dicipta ada sama sesuatu yang bukan entity itu sendiri itu apa bedanya? Saudara-saudara sekalian disini ada terang, disini ada buku, di belakang buku ini ada bayang-bayang, bayang-bayang ada nggak? Ada? Ada. Sebenarnya bayang-bayang ada nggak? Coba bayang-bayang tangan saya, ada kan? Ada bayang-bayang, bayang-bayang itu sama tangan bedanya apa? Tangan adalah dicipta oleh Tuhan, bayang-bayang tidak dicipta oleh Tuhan. Tadinya ada tangan, tidak ada bayang-bayang; sekarang ada tangan, ada bayang-bayang. Di sini adalah yang dicipta, disitu adalah yang muncul tetapi bukan dicipta. Tapi siapa sih nganggur kayak begini sampai mikir sampe begini? Itu Agustinus, dan ini penting, kalau ini tidak penting maka kita akan mempersamakan dosa dengan Allah karena sama-sama tidak dicipta. Nah dari mana prinsip itu? Saya percaya prinsip itu yang paling jelas dalam Alkitab itu Roma 3:23. Saudara kalau baca Alkitab bosan ya, nggak ada apa-apa, jadi seperti nggak ada sesuatu yang menarik, nggak ada sesuatu yang rahasia, gampang, dan istilahnya begitu gampang nggak usah cari di dalam kamus saya sudah ngerti semua? Belum, Saudara belum mengerti. Banyak yang sudah dapet gelar doktor teologi masih belum mengerti kalau dia tidak takut kepada Tuhan. Saudara-saudara, dosa itu bukan suatu entity yang ada, dosa itu bukan sesuatu substansi yang ada, dosa adalah sesuatu kekurangan dari sesuatu yang tidak taat kepada sesuatu, yaitu Allah sendiri. Itu apa itu? Kita tidak mau berdosa, kita benci dosa, tapi yang kita benci, yang kita senang, yang kita jalankan ,yang kita tolak, dosa itu sesuatu yang nggak ada. Kalau nggak ada kenapa ada? Kalau ada kenapa bilang nggak ada? Karena ini sebab ada itu yang dicipta oleh Tuhan, yang nggak ada yang tidak dicipta oleh Tuhan. Mungkin seumur hidup engkau tidak berapa banyak kali bisa mendengar tentang ini begitu jelas dan ini pagi akan menpengaruhi konsepmu mengenai Tuhan, mengenai dirimu, mengenai dosa. Kalau bayang-bayang itu ada, adalah karena cahaya sekarang sedang menyinari saya sehingga di belakang saya yang tidak kena cahaya menjadi bayang-bayang, ngerti?
Nah ini relasi, between me as being created by God and God as my Creator. Relasi itu mengakibatkan sesuatu yang tidak ada menjadi keliatan ada, nah itu namanya dosa. Maka Agustinus mengerti dengan pencetusan kalimat di mana tidak ada terang di situ gelap. Gelap adalah absensi dari terang, dosa adalah absensi dari pada kebenaran Tuhan, itu namanya dosa. Jadi dosa itu tidak perlu dicipta, engkau bilang kenapa sih kita tidak boleh percaya kalau Allah menciptakan dosa? Kalau Allah menciptakan dosa maka kalimat ini sudah mengandung Allah sudah bermotivasi jahat. Oh ini kurang ajar sekali. Kadang-kadang kita ngomong kita anggap itu benar, tidak sadar ngomong kita sudah merusak sesuatu yang kita tidak sadar, dan kerusakan itu begitu besar dan kita tidak tahu akibatnya bagaimana? Allah Sang pencipta segala sesuatu, kejahatan pun dicipta, kalimat ini kalau sudah keluar berarti engkau sudah mempunyai pikiran secara sadar atau tidak Allah mempunyai motivasi jahat, dan Allah mencipta kejahatan, menjadikan tidak ada jahat menjadi ada jahat, sehingga jahat itu berada karena Allah yang mau dia ada, sehingga Allah menjadi pencipta kejahatan. Dan inilah satu tuduhan dari pada Katolik kepada orang Protestan 500 tahun yang lalu. Melalui “engkau begitu menekankan kedaulatan Allah, Allah menetapkan ini, menetapkan itu, akibat nya secara konklusi logika protestanisme akan membawa kepada sesuatu kesimpulan: Allah pencipta kejahatan.” Nah itu ditolak. Saya sudah berbicara dalam beberapa minggu yang lalu, itu sudah ditolak dan orang yang menolak cepat sekali menangkap firman Tuhan dari Yohanes 8:44, “Ia adalah bapa segala orang berdusta, dan dia berdosa berdasarkan dari dia sendiri.” Di sini Alkitab konsisiten. Saudara-saudara, nggak ada satu yang buku memakai buku 1500 tahun akhirnya dari halaman pertama sampai halaman terakhir itu sinkron, sinkron, yang paling sulit itu sinkron.
Saudara-saudara, saya mau gerakan ini sinkron. Orang kira saya diktaktor, saya mau pendeta sinkron, saya mau semua pendapat sinkron, supaya gerakan ini bisa menjadi kuat, karena kalau tidak sinkron itu pecah belah, kalau tidak sinkron itu akan menjadi aneh. Bedanya apa orang baik-baik sama orang gila? Dites darahnya nggak ada salahnya, betul gak? Panggil orang gila, tes darahnya semua beres, nggak ada sakit apa-apa, tapi gila, kenapa ? Nggak sinkron. Bedanya orang biasa sama orang gila, sinkron, orang gila nggak sinkron. Ngomongnya nggak sinkron. Pagi sama sore jadinya nggak sinkron. Dia punya tindakan nggak sinkron. Kenapa? Gila. G-I-L-A. Gila. Jadi orang orang sinkron sama orang nggak sinkron itu bedanya bukan dalamnya, bukan orangnya. Jantungnya lebih baik dari Stephen Tong, levernya tidak pernah terkontaminasi. Semua beres. Diperiksa darah, semua beres. Di-MRI atau di-CT scan semua beres. Nggak beresnya cuma satu, nggak sinkron. Lalu orang gila sama orang gila, sama-sama orang gila, semua juga nggak sinkron. Maka dua polisi tangkap kembali 10 orang gila gampang. Kalau 100 orang gila mau tangkap 1 polisi sulit, karena mereka nggak sinkron. Seratus orang, ayo pergi cari. Sesudah cari, ini lari ke situ, lari ke situ, lalu di tengah jalan dia lupa tangkap polisi. Dia tangkap perempuan, karena dia gila. Nggak sinkron. Begitu saja.
Nah Saudara-saudara, pada waktu Philipp Melanchthon mengatakan dari dia sendiri, di situ memberikan jawaban, dosa bukan dari Allah dan dosa bukan diciptakan oleh Allah, dan dosa tidak berasal dari Allah. Nah kalimat itu mulai dari Yesus Kristus. Yesus berkata, “He sins from He Himself.” Dia berdosa berdasarkan dia sendiri. Nah konsistensi seluruh Kitab Suci. Ini menjadikan Kitab kita ini Kitab yang teragung karena dari satu pikiran, Kitab ini dari pada Allah, satu otak. Otak yang sama memberikan firman kepada Musa 1500 tahun yang lalu, dan otak yang sama Allah memberikan firman kepada Yohanes 1500 kemudian tahun di Wahyu, seluruhnya berjuta-juta huruf, sinkron karena Dia Allah yang sama, otak-Nya tidak gila. Saudara-saudara, barangsiapa mau memecahbelahkan, men-dualisme-kan, mem-pluralisme-kan Alkitab, itu orang gila. Nah mereka kira Allah gila, maka perkataan Allah di-kontra-kan, firman sama firman di-kontra-kan. Kita banyak hal yang tidak ngerti. Kita baca Alkitab banyak hal yang melampaui kemampuan kita mengerti, tapi mari kita mempunyai iman bahwa Allah itu tidak gila. Allah itu Allah yang konsisten. Maka dari permulaan sampai akhir Allah bagaimana bersatu di dalam kesatuan yang tidak pernah bisa dipecahkan, keutuhan itu kita yang temukan. Kita harusnya menemukan demi kita mengerti, bukan demi kebenaran menjadi benar. Saudara-saudara, Yesus Kristus sinkron dengan prinsip itu. Katakan satu kalimat lagi yang memberikan makanan kepada Yudas dan berkata, “Silakan kerjakan apa yang engkau ingin kerjakan.” Do what you want to do. You can go. Di situ berarti Yesus Kristus menolak teori-teori yang menganggap Yudas direncanakan menjual Yesus. Karena Yesus mengatakan, “Kau menjual Aku, itulah apa yang engkau ingin kerjakan. Dari you kan? Bukan dari Saya. Kau ingin kerjakan, silakan kerjakan.” Nah Saudara-saudara, mengapakah ada orang mengerti Alkitab begitu fragmentalis akhirnya menjadikan ayat-ayat yang begitu penting tidak mengerti. Dari saya menjadi Kristen umur 2 sampai sekarang, umur 17 saya diselamatkan, umur 2 saya dibaptiskan, Saudara-saudara, nggak pernah saya mendengarkan orang mengupas kalimat “kerjakan apa yang kau ingin kerjakan” sebagai dosa menjual Yesus bukan sumber rencana Allah atau diatur oleh Yesus, tapi itu adalah kemauan dari pada Yudas.
Nah semua ini konsistensi tentang dosa asal dari mana? Sudah kita simpulkan, bahwa dosa itu adalah bukan entiti, bukan sesuatu substansi. Dosa itu bukan dicipta oleh Allah, dan dosa tidak sama dengan Allah, dan dosa itu adalah sesuatu yang terjadi yang tadinya tidak ada. Dari tidak ada menjadi ada, itu bisa disebut sebagai creatio. Dari tidak ada menjadi ada juga bisa menjadi satu emergencio, yaitu emergence theory. Teori menghasilkan yang tidak ada, sehingga menjadi ada seperti itu. Tapi keadaan itu, eksistansi itu, bukan suatu eksistensi realita yang dicipta, satu keadaan yang absensi realita. Nah ini Agustinus. Itu sebab, di mana tidak ada terang, di situ ada bayang-bayang. Bayang-bayang itu ada, justru adanya bayang-bayang adalah tidak adanya terang. Nothing. Adanya bayang-bayang ini adalah daerah yang ada bayang-bayang, ada daerah yang tidak ada terang, sehingga adanya bayang-bayang sama dengan tidak adanya terang; maka adanya bayang-bayang. Sudah jelas? Di mana absensi terang Allah tidak ada, di situ dosa. Di mana eksistensi kebenaran Allah itu tidak menjadi absensi, di situ ketidakbenaran. Di mana sucinya Allah tidak ada, di situ adanya dosa, ada kenajisan. Nah pengertian yang lincah seperti ini mengakibatkan orang Kristen mengetahui, “Oh yang di situ pihak Allah, yang lain dari pihak gelap,” sehingga kita harus selalu memihak dan selalu mengamat-amat semua janji Allah, firman Allah, eksistensi Allah, presentasi atau presence yaitu keberadaan, penyertaan dari Tuhan Allah untuk menjadi kekuatan kita hidup dan kita tidak melayani yang gelap.
Saudara-saudara sekalian, nah di sini dikatakan, dosa itu dari nafsu. Nafsu itu sendirinya bukan dosa. Tapi nafsu menjadi dosa. Ingat, keinginan-keinginan semua itu baik. Semua keinginan yang berada di hatimu itu baik. Nggak ada keinginan yang tidak baik. Tapi keinginan kalau sudah tidak ada penyertaan terang Tuhan, itu keinginan menjadi tidak baik. Nah Saudara-saudara, keinginan seks, baik? Kalau nggak ada keinginan seks nggak ada orang bisa melahirkan anak. Secara manusia sudah berhenti pada waktu mereka tidak mau lagi seks. Keinginan seks itu yang melestarikan umat manusia. Baik. Keinginan seks yang memuaskan hidup manusia, apalagi waktu masa muda engkau dipuaskan dengan istrimu atau dengan suamimu yang betul-betul mempunyai nafsu seks, baik. That’s very good, something so beautiful. Mempunyai keinginan berkuasa, itu baik. Mempunyai keinginan untuk menjadi bertumbuh itu baik. Mempunyai keinginan untuk suci itu baik. Mempunyai keinginan apa pun itu baik. Keinginan itu sendiri bersifat netral. Keinginan sendiri itu bersifat baik, karena keinginan pun dicipta oleh Tuhan. Tetapi kalau keinginan itu sudah menjadi nafsu buruk bagaimana? Karena di dalam keinginan tidak ada campur tangan kehendak Allah, tidak ada campur tangan firman Allah, tidak ada campur tangan kebenaran Allah, tidak ada campur tangan cahaya dari Tuhan. Di mana absensi terang di situ keberadaan bayang-bayang. Bayang-bayang itu adalah karena eksistensinya terang itu sudah tidak mencapai di situ. Kenapa begitu? Nah di sini adalah satu pikiran yang penting sekali, yaitu kita harus bagaimana sinkron dan taat kepada Tuhan sehingga kita boleh melarikan diri dari pada terjadinya bayang-bayang. Bayang-bayang itu ada. Di mana? Di belakang saya, kalau saya menghadap terang. Nah ini menjadi satu hal, isu mengenai arah.
Nah Saudara-saudara, arah. Saya berdiri di sini, bayang-bayang ada di belakang tidak? Ada. Saya berdiri di sini, bayang-bayang ada di sini tetap, sama. Tetapi, waktu saya menghadap bayang-bayang, saya melihatnya bayang-bayang, tidak melihatnya terang. Kalau saya berarah balik kepada terang, saya melihatnya terang, saya tidak melihat bayang-bayang. Dengan demikian, terang tidak akan menjadi tidak ada hanya karena saya tidak menghadap dia. Sama, bayang-bayang tidak akan menjadi tidak ada hanya karena saya membelakangi dia. Dia tetap ada. Terang tetap ada. Keberadaan saya di tengah-tengah terang yang menyinari saya dan bayang-bayang yang menjadi tutup saya untuk tidak datang ke cahaya, ke tempat di mana saya ini, adalah suatu eksistensi yang tidak ada entitinya. Dan ini semua dari pada satu kalimat Paulus, yaitu, “manusia mengurangi kemuliaan Allah”. Absensi kemuliaan Allah, itulah dosa. Semua orang sudah berdosa dan mengurangi atau menghutang kemuliaan Tuhan Allah. Nah Saudara-saudara, dengan demikian, di mana keinginan itu ada dan dibuahi, yang disebut dibuahi keinginan itu nggak apa-apa. Seperti telur dari pada seorang perempuan di dalam tubuhnya, itu adalah potensi yang melahirkan anak-anak. Nggak apa-apa. Telur itu baik. Seperti keinginan itu baik, tapi keinginan itu kalau dibuahi, dibuahi oleh apa? Dibuahi oleh arah yang tidak menghadap Tuhan. Saudara-saudara, engkau ingin menjadi presiden? Baik. Tapi ingin menjadi presiden supaya dapat uang supaya kaya, supaya sesudah selesai empat tahun menjadi presiden dapat rumah 20 milyar? Itu tidak baik. Engkau ingin menjadi presiden? Baik. Keinginan harus ditambah dengan “supaya saya boleh melayani rakyat, supaya saya boleh memakai kekuatan yang dimandatkan Tuhan membereskan negara, membawa bangsa maju,” itu baik. Keinginan itu baik. Keinginan itu tidak ada salahnya. Keinginan dicipta oleh Tuhan. Tetapi keinginan kalau dibuahi, apa artinya definisi dibuahi? Sekarang diberikan sesuatu yang melawan kehendak Tuhan, arahnya kepada kegelapan, arahnya kepada yang negatif. Itu semua menjadi rusak.
Saudara-saudara, hari ini saya sudah sampaikan kepada engkau poin arah. The direction of your life. The direction of your spirit. The direction of your will. Yang disebut iman itu pada hakekatnya prinsip dasar adalah Allah. Iman prinsip dasar pertama adalah Allah. To live before God, to live to face God. To live to please God. Hidup menyenangkan Tuhan, hidup menghadap Tuhan, hidup untuk Tuhan. Hidup demi Tuhan. Hidup berarah kepada Tuhan itu namanya orang beriman. Iman dari pada orang-orang yang begitu sembarangan tafsir, “Saya percaya saya pasti sembuh, percaya dengan iman engkau disembuhkan,” itu iman egois. Karena itu adalah semacam kemauan untuk dirinya dapat berkat, dirinya dapat sesuatu. “O saya paling penting saya harus disembuhkan.” Saudara maafkan saya, saya hampir tidak pernah berdoa untuk kesehatan saya sendiri. Karena saya serahkan itu kepada Tuhan pada waktu saya menyerahkan diri seumur hidup. Cara hidup kekristenan saya lain dengan hidup banyak orang lain. Saya disuruh doakan orang sakit pasti saya doakan, tapi saya hampir tidak pernah doakan kesehatan saya sendiri. Karena saya bukan hidup untuk itu. Dan kalau sehat atau saya mati, saya bisa khotbah atau tidak, kalau itu kemauan Tuhan asal saya taat kepada Dia kalau belum waktunya mati, bagaimanapun sakit tetap tidak bisa mati. Saya percaya kalau ini kali tidak di angioplasti 90% menjadi 99% tetap kalau bukan kehendak Tuhan, belum mati. Amin? Ini saya baru dengar kemarin dulu pulang, kemarin kita rapat baru dengar, itu seorang pendeta di Jakarta dapet visi, saya tidak sebut namanya sampai saya menemukan kasetnya, bahwa Pendeta Stephen Tong dapet kanker berat. Itu masih penuh kasih lho. Kan ada orang mengatakan dia sudah dengar bahwa Stephen Tong sudah mati. Dan di Singapore baru menyiarkan Pendeta Stephen Tong di Amerika otaknya rusak, brain damage. Minggu depan saya akan kotbah di situ lebih rumit daripada kotbah dulu, dan mereka bukan damage tapi komplikasi. Complicated. Nah saudara-saudara, mungkin ini gejala yang baik, supaya memberi tahu kalau itu nabi palsu. Bagaimana kita menguji pikiran kita ini? Ada fitnah. Saya mengatakan itu ajaran salah. Orang bilang wah ini iri hati. Itu salah, bahwa ini fitnah. Biar dia sendiri menyatakan apa yang dia terima dari Tuhan, akhirnya terjadi tidak. Saya tidak kanker berat. Saya tidak mati. Dan itu kalau dari Tuhan, tapi saya tetap awet. Berarti tuhan dia yang salah atau Tuhan saya yang salah kan? Yang satu Tuhan yang satu balik, hantu. Itu saja. Untuk membuktikan siapakah kebenaran, siapa tidak benar yaitu barang siapa yaitu barangsiapa demi nama Tuhan bernubuat tapi tidak jadi orang itu, jangan takut dia, lempar dia pakai batu sampai mati, ini Ulangan 19.
Saudara-saudara, Gereja Reformed sedang berperang, you tidak tahu. Stephen Tong terus berada dalam status berperang, engkau tidak tahu? Karena yang tidak benar sedang merebut yang benar. Manusia sebanyak mungkin untuk menjadi pengikut mereka. “O.. sama-sama melayani Tuhan nggak apa-apa tho?” Bukan. Gereja yang ajarannya salah, yang arahnya salah makin banyak makin anggota, makin mencegah orang banyak mengerti kebenaran. Itu konsep saya. Jadi tidak perduli gereja engkau besar, saya tidak akan takut, karena engkau satu juta anggota tapi kotbahmu salah berarti engkau merintangi satu juta orang mendengar firman Tuhan. Itu dosanya dobel, dosanya seratus kali lipat ganda. Dosanya satu juta lipat ganda. Biar orang dapat visi dari Tuhan, orang dapat suara dari Tuhan Stephen Tong mau mati, lalu akhirnya kalau dia berani katakan tanggal berapa matinya lebih baik. Kalau dia tanggal 2 Oktober mati, atau tanggal 2 Desember mati, saya kotbah tanggal 3, Tuhan dia mati. Bukan dia yang mati. Ini peperangan rohani. Kita di dalam abad di mana manusia sudah begitu menyeleweng. Dan mentegakkan kepada kebenaran kita berat. Dan kalau itu benar saya tidak perlu hidup di dalam dunia.
Saudara-saudara, kita kembali kepada ayat, nah kalau dibuahi, dibuahi harus dimengerti dengan sesuatu arah yang sudah diputarkan. Sehingga kita tidak lagi hidup di hadapan Tuhan. Saudara-saudara, saya berkotbah di Los Angeles hari Minggu, dua hari minggu yang lalu mengenai tujuh tahap di Taman Eden. Saya belum pernah kotbahkan itu di sini. Nah Taman pertama adalah kebutuhan. Banyak orang hidup di dunia hanya mencari kebutuhan. Saya butuh uang makanya saya bekerja. Kenapa jadi pelacur? Saya butuh uang tapi ndak bisa kerja yang lain cuman bisa jual badan. Kebutuhan. Kenapa cari pelacur? Saya butuh. Karena Nyonya saya sudah tua saya butuh. Kebutuhan menjadi first drive. Menajdi satu gaya, menarik, mempengaruhi, menghancurkan, manusia karena kebutuhan. Kamu butuh apa? Yesus katakan, manusia hidup bukan karena hanya dari roti saja. Bersandar. Pada firman Tuhan. Kamu butuh apa? Dua ini kontra. Aspek pertama kebutuhan, aspek terakhir firman dan kehenak Allah di dalam Taman Eden itu.
Saudara-saudara sekalian, kebutuhan, kebutuhan, karena butuh maka aku kompromi, karena butuh maka aku menjual diri. Karena butuh maka aku menginjak kebenaran. Karena butuh aku mengkoyak-koyak janji dengan Tuhan karena kebutuhan. Nafsu kalau dibuahi itu nafsu itu baik, nafsu itu pemberian Tuhan. Nafsu itu tidak salah. Tapi sekarang nafsu itu musti menghadap Tuhan, untuk Tuhan menghadap Tuhan menjadi suatu keinginan yang beres. Yang berarah. Di mana arahmu? Di mana arah hidupmu? Engkau hidup menghadapi siapa? Saya sangat peka akan hal ini. Sekali lagi kalau anak-anak sekolah teologi, masuk sekolah teologi, yang diminta, yang diarahkan, yang dituntun, yang diharapkan hanyalah titel gelar akademik, keluar! Tuhan berkata, “Carilah Aku, cari muka-Ku dan cari kuasa-Ku.” Saudara-saudara, to seek after the face of God and His power. Seorang hamba Tuhan yang hidup menghadap Tuhan dan menjadi kepuasan bagi Tuhan. Dan seorang hamba Tuhan dia mempamerkan pintea kotbah banyak pengetahuan, lain. Satu gereja yang mau menyenangkan Tuhan atau satu gereja yang sombong di dunia ini, lain. Saudara-saudara, kita harus membedakan arah. Arah itu prinsip pertama iman. Arah itu prinsip pertama ketaatan. Arah itu prinsip pertama kerohanian. Arah itu prinsip pertama dari pada penyerahan kepada Tuhan. Dedication of your offerings, your submission, ministry, your believe, your obidience, your submission, your faith, your spirituality, depending on the direction of your spirit. Apakah engkau hidup menghadap Tuhan? Kalau mempunyai keinginan yang besar tetapi arahnya bukan untuk Tuhan itu keinginan menjadi seperti setan. Tapi keinginan begitu besar tetapi untuk Tuhan, itu keinginan menjadi sesuatu pengejaran tuntut kehendak Tuhan Allah.
Kalimat “seperti Allah.” Kalau kita hidup seperti Allah baik nggak? Baik. Kalau saya ingin seperti Allah baik nggak? Baik. Tetapi dosa terbesar adalah seperti Allah, lho apa sih ini? Saudara-saudara, dengar kalimat dua ini: keinginan menjadi seperti Allah itu adalah tujuan Tuhan mencipta kita, we are created in order to be like God, we are created to chase to be the image and likeness of God. Kita dicipta supaya kita boleh hidup seperti Allah, itu tujuan. Tetapi dosa terbesar justru adalah seperti Allah, kenapa? Karena malaikat Lucifer mengatakan, “Saya tidak puas, saya mau seperti Allah, saya mau di tempat yang paling tinggi,” itu dosa terbesar. Lho seperti Allah kok bisa menjadi kebajikan tertinggi juga bisa menjadi dosa terbesar, kenapa? Karena “Saya ingin, saya mau seperti Allah,” itu adalah kemauan, itu adalah napsu, itu adalah sesuatu yang baik, dicipta oleh Allah itu baik; tetapi seperti Allah, ingin menjadi seperti Allah, sebab apa? “Sebab saya mau menggeser Allah. Karena saya seperti Allah, saya menghakimi semua, saya menentukan semua, saya menjadi replacement of God,” Itu keinginan sudah dibuahi oleh allah yang salah. Sebaliknya, engkau mau seperti Allah, “Aku mau seperti Kristus karena Allah mengutus Kristus, dan Kristus begitu taat, begitu lembut, begitu rela mati untuk yang mengutus Dia, saya mau seperti Allah ini,” itu Allah yang benar, itu menjadi kebajikan terbesar. Jadi napsu itu baik, napsu tidak salah. Orang-orang yang mempersalahkan napsu mereka telah tidak sadar, tidak secara langsung mempersalahkan Sang Pencipta napsu, yaitu Tuhan Allah. Napsu itu baik. Kalau engkau mengatakan lebih baik nggak bernapsu, berarti engkau tidak puas dengan keberadaan segala sesuatunya dirimu yang dicipta oleh Allah. Pada waktu saya masih muda, saya ketakutan kalau saya jatuh di dalam seks maka saya minta Tuhan cabut fungsi seks. Aduh puji Tuhan Dia nggak dengar doa saya, kalau Tuhan cabut fungsi seks dari pada saya darimana saya dapat anak-anak yang baik-baik mau mengasihi Tuhan? Napsu itu baik, apalagi semua napsu itu dicipta Tuhan, harus kita mengatakan itu semua baik, tapi kalau dibuahi dengan allah yang salah, bukan lagi untuk Allah, bukan berpusat kepada Allah, itu menjadi paling buruk, makin besar makin buruk. Engkau memiliki kemauan yang kuat? Baik. Kemauan yang kuat untuk kejahatan, jelek. Engkau mempunyai sesuatu emosi yang meluap? Baik. Emosi yang meluap untuk setan, tidak baik.
Arah, the direction of your spirit. Kalau napsu itu sudah berbuah, menjadi dosa. Buah itu dari pada diri. Buah itu dari pada menghadap diri. Arah menghadap Allah, napsu semua menjadi baik. Arah menghadap diri, napsu menjadi jelek. Itu sadari. Dibuahi itu apa, dibuahi oleh apa? Dibuahi oleh sesuatu egoisme-egosentris, allah yang salah. Dan sesudah berbuah itu menjadi dosa. The lust becomes sin, and sin becomes death. Nah kalau yang disebut evolusi seperti ini berarti bukan evolusi lagi, devolusi. Napsu yang baik menjadi dosa yang jelek, dosa menjadi penggerogot hidup sehingga hidup menjadi mati. Hidup yang mempunyai napsu dari Tuhan, napsu di dalam hidup dicipta Tuhan, tetapi hidup yang bernapsu sekarang bukan berarah kepada Tuhan itu menjadi buah menuju kepada dosa. Dan dosa itu tidak dikuasai, tidak dibersihkan, tidak ditebus, akhirnya dosa itu membuahkan kepada kematian, sehingga hidup yang bernapsu mengakibatkan hidup dimatikan oleh napsu, cuma begitu saja. Nah prinsip-prinsip ini nggak ada di buku Einstein, Isaac Newton, tidak ada di buku Keppler, tidak ada di buku Kant, Kierkergaard, kalau ada kalimat-kalimat yang mirip dari Kierkergaard “we are only sin, the only power is the power to kill ourselves, to hurt ourselves,” itu kalimat Kierkergaard berdasarkan pengertian sedikit dari dia tentang Alkitab yang diwahyukan Tuhan. Saudara-saudara, kita mempunyai segala yang diberkati oleh Tuhan, itu semua baik tapi itu semua bisa menjadi buruk. Engkau cantik? Bagus, perempuan yang cantik nggak usah sekolahpun laku, perempuan yang cantik bagaimanapun masih dikasihani oleh orang karena cantik. Itu baik, tetapi karena ada kebaikan yang dimiliki lalu kamu peralat untuk tidak berarah kepada Tuhan, itu menjadi buruk. Orang kalau mau jadi pelacur jelek-jelek nggak laku juga lho. Jadi kebaikan bisa diperalat menjadi satu sumber kejahatan. Engkau mempunyai pintar, rasio tinggi, engkau mempunyai bakat musik? Semua bagus. Tetapi kalau kalau bukan untuk Tuhan itu besok akan menjadi alat setan. Engkau mempunyai fasih, lancar berpidato, itu baik, tetapi kalau itu bukan untuk Tuhan tapi untuk menipu orang, untuk membesarkan diri, itu jahat.
Saudara-saudara, kalau umat manusia mengerti prinsip seperti ini dunia ini akan menjadi lebih baik. Kalau pemimpin-pemimpin politik mengerti ini masyarakat akan lebih baik. Banyak orang memanipulasi bakat, karunia, berkat, dan segala sesuatu yang baik dari Tuhan dan dibuahi dengan arah yang salah, dibuahi dengan egoisme, akhirnya menjadi dosa dan dosa menghancurkan orang lain, dan sebelum menghancurkan orang lain menghancurkan orang itu sendiri. Ini selesai, minggu depan kita akan mengerti ayat selanjutnya mengapa kalimat ini muncul. Ini saya tidak temukan di dalam buku tafsiran, tetapi ini ditemukan dari pada sistem pikiran saya, organic theology. Sesudah kalimat ini selesai, “Saudara-saudara yang kekasih, jangan salah ya,” Indonesia ‘jangan sesat,’ “setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna datangnya dari atas.” Jadi engkau mempunyai napsu, engkau mempersalahkan Allah? Nggak usah. Engkau mempunyai kebebasan, engkau mencela Allah? Nggak usah. Engkau mungkin berdosa, engkau mengutuk Allah? Tidak perlu, karena semua yang kau pakai lalu akhirnya rusak menjadi akibat engkau berani membantah kepada Tuhan Allah, itu hanya menyatakan kekurangajaran dan keadaan engkau yang tidak berarah kepada Tuhan. Sebaliknya, kalau engkau mengetahui semua potensi yang mengakibatkan berdosa asalnya baik, engkau harusnya hanya bersyukur, berterima kasih, bersyukur, berterima kasih, memberikan kemuliaan hanya kembali kepada Tuhan karena Dia Sang Pemberi segala pemberian dan segala anugerah. Ini ayat selanjutnya. Mengapa selesai mengatakan, “Nggak usah mati, napsu,” mendadak mengatakan, “Jangan sesat ya, semua anugerah itu dari Tuhan, semua pemberian itu baik”? Ini ada organic relationship. Minggu depan kita akan meneruskan, mengerti bagaimana kita harus bersyukur kepada Tuhan untuk segala pemberianNya. Dan jangan membatasi pemberian hanya di dalam keuangan, di dalam materi karena terlalu banyak pemberian Tuhan yang bukan bersifat materi, yang bikin kita bernilai sebagai manusia.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]