Ef. 5:16-17
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita melihat Kitab Suci, maka Kitab Suci selalu menyatakan bahwa ketika Allah mencipta maka Allah mencipta manusia dan segala ciptaan ada di dalam dua batasan: pertama adalah ruang dan kedua adalah waktu. Dan untuk berbicara mengenai batasan ruang, saya percaya itu adalah hal yang mungkin lebih jelas untuk kita lihat dan perhatikan daripada kita berbicara mengenai waktu. Maksudnya adalah, kita lebih peka dan menyadari kalau kita adalah terbatas secara ruang; secara ruang kita tidak mungkin berada di suatu tempat yang berbeda di waktu yang bersamaan. Dan kita sadar bahwa kita adalah orang yang terbatas karena kita tidak bisa hadir di mana-mana. Tetapi ketika berbicara mengenai waktu, kita akan merasa bahwa waktu adalah hal yang sepertinya ada tetapi juga tidak ada, sesuatu yang berharga tetapi realita dalam kehidupan kita seringkali menunjukkan kalau waktu itu tidak terlalu berharga dengan bagaimana kita menjalankan kehidupan kita di dalam dunia ini. Padahal Alkitab mengatakan, pada waktu berbicara mengenai waktu, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan waktu itu menunjukkan sebagai suatu kesempatan, karunia Allah yang terbatas yang diberikan Allah kepada manusia khususnya kepada anak-anak-Nya juga. Misalnya ambil contoh dalam 1 Petrus 1:17, “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dalam dunia ini.” Dalam bahasa Inggrisnya “ketakutan selama kamu menumpang di dalam dunia ini” adalah “pass the time of your soul with fear,” atau istilahnya adalah pada waktu kita menjalani kehidupan ini, bahasa Inggrisnya adalah hidup itu berkaitan dengan waktu. Ada satu waktu tertentu yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita, dan pada waktu kita mengerti bahwa kita hidup di dalam waktu ini, apa yang harus kita lakukan? Jalanilah waktu kita di dalam dunia ini dengan ketakutan atau dengan kegentaran, itu yang harus kita lakukan.
Lalu, pada waktu kita lihat di dalam Kisah Para Rasul 20:24 juga, di situ rasul berkata seperti ini, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan yang kepadaku untuk memberi kesaksian tentang injil kasih karunia Allah.” Ada kalimat “menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang injil kasih karunia,” artinya apa? Satu sisi kita adalah orang yang hidup di dalam waktu, waktu itu adalah sesuatu yang terbatas. Waktu itu adalah, rasul Paulus berkata, di dalam keterbatasan kita waktu yang Tuhan berikan di dalam diri kita, Tuhan memiliki suatu rencana tertentu untuk digenapi di dalam kehidupan kita. Dan rencana itu adalah apa yang ditugaskan Allah pada diri kita masing-masing. Makanya kalau saudara baca Ibrani 12:1 Saudara akan melihat bahwa ternyata pernyataan yang diucapkan Paulus itu bukan hanya sesuatu yang ditujukkan bagi Paulus saja, bukan hanya karena dia adalah rasul, bukan hanya seseorang yang dipanggil Tuhan secara khusus untuk memberitakan injil saja maka dia memiliki tanggung jawab tertentu dalam waktu tertentu di dalam dunia ini, tetapi penggunaan waktu yang efisien yang bijaksana itu adalah sesuatu yang diminta oleh Tuhan dari orang percaya ketika kita hidup di dalam dunia ini. Di dalam Ibrani 12:1 dikatakan, “Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita meninggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita dan berlomba dengan tekun di dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.” Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kenapa kita perlu berlomba di dalam perlombaan yang dipersiapkan bagi kita? Saya percaya karena Tuhan memanggil kita untuk berlomba. Saya percaya setiap manusia yang dicipta oleh Tuhan, dia punya waktu ada di dalam tangan Tuhan. Kadang-kadang kita mengira waktu itu ada di dalam tangan kita. Dan kadang-kadang kita mengira bahwa waktu itu ada tidak terbatas di dalam kehidupan ini, tetapi Alkitab dengan jelas sekali berkata seperti ini, sebelum manusia lahir di dalam dunia sekalipun, tahu tidak, bahwa nama dia, kehidupan dia, apa yang akan dia alami, kapan dia lahir, kapan dia kana mati itu semua tercatat di dalam kitab kehidupan dari Tuhan Allah. Atau kitab kehidupan dari pada Tuhan Allah. Itu dikatakan di dalam Mazmur 139. Jadi pada waktu kita bicara mengenai jalan hidup manusia, Alkitab berkata secara jelas sekali, jalan hidup manusia secara pasti ada awal ada akhir, dan secara pasti ada di dalam tangan Tuhan Allah. Tidak ada satu pun manusia di dalam dunia ini yang bisa berjalan di luar ketetapan yang sudah Tuhan tetapkan di dalam kehidupan kita.
Jadi sebelum langit dan bumi ada, belum ada manusia di dalam dunia ini, Tuhan sudah menuliskan apa yang akan terjadi di dalam dunia ini dan di dalam kehidupan semua manusia. Itu berarti apa? Saya percaya, ini menunjukkan satu sisi ketika kita ada di dalam dunia ini, kita terlahir sebagai manusia di dalam dunia ini, dan bahkan kita terlahir sebagai orang yang percaya kepada Kristus atau sebagai orang Kristen, ada salah satu maksud tertentu di dalam kehidupann kita yang Tuhan sudah rencanakan itu terlebih dahulu. Tetapi pada waktu Tuhan berbicara seperti ini, saya tetap harus berkata kita tidak boleh salah membaca Kitab Suci. Sebagian dari kita ketika membaca dari Kitab Suci ini, kita merasa kalau Allah sudah menetapkan segala sesuatu untuk apa kita melakukan hal-hal tertentu di dalam kehidupan kita, untuk apa kita memiliki suatu rencana? Untuk apa kita memiliki suatu tujuan? Bukankah semuanya sudah ditetapkan Allah di dalam kehidupan kita? Bapak Ibu Saudara yang dikasihi Tuhan, pertanyaannya adalah seperti ini, satu sisi memang Allah telah menetapkan segala sesuatu, tetapi tahukah kita ketetapan Allah di dalam hidup kita itu apa? Apakah kita sudah tahu secara pasti karena Allah tahu secara pasti apa yang terjadi di dalam kehidupan kita? Satu sisi mungkin kita tahu, misalnya, setiap orang yang hidup di dalam Kristus akhir hidupnya adalah kehidupan kekal bersama-sama dengan Kristus. Semua orang di dalam Kristus baik itu yang baik maupun kondisi yang buruk, kita hidup di dalam kebaikan dan kasih karunia di dalam kehidupan kita yang senantiasa memelihara kita. Itu kita tahu secara pasti. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara, yang dikasihi Tuhan, ada tidak yang tahu secara pasti penderitaan seperti apa yang akan kita alami. Ada tidak di antara kita yang tahu pasti apa yang akan terjadi di dalam keluarga kita? Apa yang akan terjadi di dalam keluarga kita, anak-anak kita, atau bahkan diri kita sendiri? Saya percaya kita sendiri tidak akan pernah mengetahui hal itu. Apakah kita akan sukses, atau kita akan jatuh? Apakah kita akan berhasil di dalam kehidupan ini? Apakah kita kan hidup di dalam posisi yang sulit? Tidak ada seorang pun yang tahu, tetapi Allah tahu apa yang akan terjadi di dalam kehidupan manusia. Itu sebabnya ketika kita melihat kepada Kitab Suci, misalnya di dalam Efesus 5:16, di situ dikatakan: Walaupun Allah tahu segala sesuatu, Allah telah menetapkan jalan hidup kita dari awal hingga akhir, tetapi di dalam bagian pasal 5 ayat 15, Paulus juga berkata: “Pergunakanlah waktumu dengan bijaksana,” atau “Janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti apa yang menjadi kehendak Allah. Pergunakan waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat.” Jadi walaupun kita mengerti Allah mengerti segala sesuatu, tetapi Alkitab juga mengajarkan kita perlu mempergunakan waktu yang ada dengan bijaksana dalam kehidupan kita.
Saudara, saya percaya ketika kita tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu – itu adalah hal yang seharusnya digunakan secara benar dalam kehidupan kita, bukan untuk menyerang Allah, bukan untuk membenarkan diri kita ketika kita melakukan dosa, tetapi untuk mengetahui kalau kehidupan kita senantiasa ada di dalam pemeliharaan Allah yang baik dan tidak pernah keluar dari rencana Allah yang baik dalam kehidupan kita. Itu tujuan Tuhan ingin kita mengetahui kalau Dia mengatur segala sesuatu, Dia memiliki rencana dalam kehidupan kita masing-masing. Dan segala sesuatu yang kita jalankan, tidak pernah lari dari rencana Tuhan yang sudah ditetapkan sebelum langit dan bumi ini diciptakan dalam kehidupan kita. Tapi orang yang berdosa akan berkata seperti ini, “Tuhan, Engkau sudah tetapkan segala sesuatu dalam kehidupanku! Karena itu, kenapa Engkau masih menuntut diriku? Ketika aku lakukan dosa dalam kehidupanku, kenapa Engkau masih mempermasalahkan diriku karena dosa yang aku lakukan?” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya, sikap yang benar tidak seperti ini. Tapi sikap yang benar akan bersyukur kepada Tuhan yang mengetahui dan merencanakan segala sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan kita. Bukan merasa bahwa Tuhan kurang bijaksana dan kurang adil di dalam menjalankan apa yang menjadi rencanaNya dalam kehidupan kita.
Di sisi lain, kita juga akan berkata seperti ini: kita diberikan suatu karunia untuk melihat, melampaui apa yang dilihat oleh manusia. Pada waktu kita menjalani kehidupan kita ini, kita tahu bahwa misalnya, hidup dan mati manusia ada di tangan siapa? Di tangan siapa? Saya kadang-kadang dengar orang-orang ateis itu berkata seperti ini, “Tuhan itu jahat sekali.” Dengan cara apa? “Dengan cara menggunakan orang Israel membinasakan semua penduduk Kanaan. Itu berarti Tuhan itu jahat kan? Padahal Dia memerintahkan: Jangan membunuh!” Tapi Saudara, saya percaya, ketika Tuhan memberikan perintah kepada orang Israel untuk melakukan pembunuhan bagi orang Kanaan, Dia tidak sedang melakukan suatu perintah yang jahat. Dia tidak memberikan bangsa Yahudi suatu hukum yang menentang hukum Dia sendiri. Karena pada waktu Tuhan berkata: Jangan membunuh! “Jangan membunuh” – itu berbicara mengenai suatu pembalasan pribadi, personal, yang tidak mengutamakan atau mengandalkan hukum negara atau pemerintahan untuk menegakkan keadilan. Dia sendiri menganggap diri Dia adalah keadilan yang harus menegakkan keadilan bagi diri Dia sendiri. Makanya Tuhan berkata: Kita sebagai manusia tidak boleh membunuh! Tetapi Alkitab juga mengajarkan, sebagai suatu bangsa, bagi suatu pemerintahan, pemerintahan boleh menegakkan keadilan dan di dalam keadilan itu termasuk hukuman mati bagi orang yang berbuat jahat. Dan Israel adalah negara Teokrasi. Teokrasi berarti Israel adalah suatu negara yang secara langsung dipimpin dan diperintah oleh Tuhan Allah sendiri. Kita bukan negara Teokrasi. Sejak dari Israel dibuang oleh Tuhan Allah, tidak ada satupun bangsa dan negara dalam dunia ini yang Teokrasi. Hanya Israel yang Teokrasi. Karena itu ketika Israel diperintahkan oleh Tuhan untuk masuk ke dalam Tanah Kanaan, membinasakan orang-orang Tanah Kanaan tersebut, dan membunuh mereka, atau menghukum mati mereka, maka kita harus melihat, ini bukan sebagai suatu tindak ketidakadilan tetapi justru ini adalah suatu tindakan keadilan Allah bagi orang yang berdosa. Tuhan sudah menetapkan kapan hari orang itu harus mati, dan kematian itu pasti akan terjadi. Cuma caranya melalui cara siapa? Jalannya melalui jalan mana? Di dalam Alkitab, misalnya Kejadian 15 kita bisa lihat, Tuhan sendiri berkata, “Abraham, kamu akan menempati Tanah Perjanjian ini. Tapi bukan kamu pribadi, tetapi anak cucumu yang akan menempati Tanah Perjanjian ini. Tapi pada waktu anak cucumu menempati Tanah Perjanjian itu, bukan keturunan pertama, kedua, tetapi keturunan yang keempat. Setelah empat ratus tahun berlalu, baru orang Israel boleh masuk ke dalam Tanah Kanaan untuk tinggal di dalam Tanah Kanaan.” Kenapa harus tunggu 400 tahun? Tuhan berkata kepada Abraham, “Sebelum 400 tahun itu, kejahatan orang Amori yang tinggal di dalam Tanah Kanaan itu belum mencapai puncak kejahatannya. Jadi pada waktu orang-orang Israel masuk ke dalam Tanah Kanaan, jangan kira mereka dalam kondisi yang baik-baik, nggak ada masalah, orang-orang yang takut akan Tuhan, beribadah kepada Tuhan, bukan seperti itu. Tapi mereka dalam kondisi yang benar-benar jahat sekali. Dan Tuhan menghukum mereka atas kejahatan mereka. Dengan cara apa? Bukan dengan mencabut nyawa masing-masing daripada mereka, tetapi Tuhan menggunakan Israel untuk menghukum mereka yang jahat tersebut. Ini negara Teokrasi dan hanya boleh dilakukan oleh Israel. Sekarang pun Israel nggak boleh lakukan ini lagi.
Nah, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini berarti pada waktu kita melihat akan hal-hal yang terjadi dalam hidup kita, maka Alkitab mengajak kita melihat melampaui suatu peristiwa yang ada, yang ada di depan mata kita. Pertama adalah, pada waktu kita melihat seseorang itu mati, misalnya. Kenapa seseorang mati? Mungkin kita bisa berkata, “Oh karena keteledoran dari supir yang mengendarai mobil, sehingga mereka kecelakaan.” Mungkin kita berkata, “Oh karena malpraktek dokter yang salah mengobati, maka keluargaku meninggal.” Mungkin kita bisa berkata, “Oh karena orang jahat itu yang membunuh Saudara saya.” Mungkin kita bisa berkata, “Oh karena penyakit yang dia alami, maka dia mengalami kematian, dia nggak bisa menjaga kesehatan makanya dia mengalami penyakit dan akhirnya dia mengalami kematian.” Tapi Saudara, Alkitab berkata, memang satu sisi itu benar, karena ada tanggung jawab dari manusia yang membuat seseorang itu mengambil tindakan yang bisa merugikan atau mencabut nyawa orang lain atau termasuk mencabut nyawa sendiri, tetapi Alkitab juga berkata, “Tidak ada seorang pun yang bisa mencabut nyawanya sendiri kalau Tuhan tidak berkehendak nyawanya dicabut.” Maksudnya adalah, kalau belum waktunya, dia nggak akan mati. Saudara masih ingat, yang ikut di dalam persiapan dari panitia KKR Paskah, sebelum KKR Paskah itu berjalan kita ada renungan, dan di dalam renungan itu saya ada mengutip satu orang yang bernama Henry Martin. Dan dia berkata seperti ini, “Saudara, tahu tidak,” dia bilang, “kita di dalam pelayanan, Tuhan paling tahu kapan kita harus melayani, berapa lama kita melayani. Apa yang harus kita lakukan dengan keberadaan kita di tengah-tengah pelayanan yang ada di dalam dunia ini. Dan Tuhan tidak pernah bersalah di dalam menentukan waktunya berapa lama kita melayani dalam dunia ini. Kalau tugas kita belum selesai,” Henry Martin bilang, “Tuhan nggak akan cabut kita dari dunia ini. Kapan Tuhan akan panggil kita dari dunia ini? Kalau tugas pelayanan kita sudah selesai. Sehingga pekerjaan Tuhan tidak pernah terhalangi oleh keputusan Tuhan Allah sendiri, atau oleh keputusan daripada manusia sendiri.” Nah itu sebabnya Henry Martin berkata seperti ini, “Selama tugas panggilan Tuhan dalam kehidupan kita belum selesai, maka kita akan menjadi orang-orang yang immortal. Kita akan menjadi orang-orang yang tidak mungkin bisa mati selama tugas panggilan Tuhan dalam kehidupan kita belum selesai.”
Jadi, pada waktu kita berbicara mengenai waktu, sekali lagi, waktu yang kita miliki itu ada di dalam tangan Tuhan. Tetapi waktu kita mengerti waktu yang kita miliki ada di dalam tangan Tuhan, kita juga mengerti, bahwa waktu yang kita miliki itu adalah waktu yang terbatas, waktu yang bukannya tanpa batas, tanpa akhir, tapi ada batas waktu yang kita tidak mungkin bisa melampaui waktu tersebut ketika kita menjalani kehidupan kita di tengah-tengah dunia ini, dan ini saya percaya memiliki satu dampak yang besar saatnya dalam kehidupan kita sebagai orang percaya kepada Tuhan nantinya. Tapi sebelumnya, saya akan review sedikit mengenai kenapa Paulus ketika berbicara mengenai hikmat, maka hikmat itu kemudian disambung dengan waktu. Saudara, pada waktu ketika berbicara mengenai ayat 15 di dalam minggu lalu, Paulus berkata bahwa kita sebagai orang-orang percaya perlu memperhatikan dengan seksama bagaimana kita hidup, janganlah kita seperti orang bebal tetapi seperti orang yang arif. Nah pada waktu kita berbicara “perhatikanlah dengan seksama bagaimana cara kita hidup bukan seperti orang yang bebal tetapi orang yang arif,” maksudnya apa? Di dalam pembahasan minggu lalu kita sudah melihat bahwa kehidupan yang berbijaksana atau kehidupan yang arif itu adalah suatu kehidupan yang memiliki satu standar tertentu dalam kehidupan kita. Di dalam kehidupan orang-orang Yunani, mereka punya suatu konsep seperti ini, orang yang bijaksana itu adalah orang yang memiliki pengetahuan yang banyak, makin dia belajar, makin dia mengerti banyak hal, makin dia dikatakan sebagai orang yang berbijaksana. Tapi Saudara, di dalam budaya orang Yahudi, dan di dalam budaya Alkitab hal itu berbeda, makin banyak pengetahuan seseorang tidak menjadikan orang itu bijaksana, tapi yang menjadikan seseorang itu bijaksana adalah pada waktu dia bisa menerapkan apa yang menjadi kebenaran yang dia ketahui dan pengetahuan yang dia ketahui secara tepat, itulah adalah orang yang bijaksana. Jadi pengetahuan yang diaplikasikan itu menjadikan kita seorang yang bijaksana. Tetapi bijaksana ini bukan hanya berbicara mengenai bijaksana bagaimana kita menerapkan pengetahuan yang kita milki atau kita ketahui, tetapi Alkitab juga berkata, pengetahuan itu adalah pengetahuan yang khusus, yaitu mengenai kebenaran Tuhan Allah, baru pada waktu kita bisa menerapkan kebenaran Tuhan Allah dalam kehidupan kita , kita menjadi orang berbijaksana. Jadi artinya adalah pada waktu Alkitab berbicara mengenai orang yang berbijaksana atau orang yang berhikmat, maka bijaksana atau hikmati itu adalah berkaitan dengan suatu standar kehidupan yang harusnya kita miliki dan hidupi dalam hidup kita.
Di dalam Persekutuan Pemuda kemarin saya berkata seperti ini, orang yang berbijaksana adalah orang yang mengerti untuk berkata ‘tidak’ dalam kehidupan dia. Tidak pada apa? Tidak pada urusan dunia, tidak pada urusan berdosa di hadapan Tuhan Allah; dia tahu mana yang harus dilakukan, dia tahu mana yang tidak boleh dilakukan; dia tahu mana yang berkenan kepada Tuhan dan dia tahu mana yang tidak berkenan kepada Tuhan Allah, dan dia memilih untuk hidup menurut standar atau prinsip hidup yang Tuhan Allah berikan dan tetapkan di dalam kehidupan dia, itu adalah orang yang berbijaksana. Beda dengan orang yang bebal. Orang bebal atau orang bodoh, itu adalah orang yang dikatakan Kitab Suci adalah sebagai orang yang ateis. Tetapi orang yang tidak percaya akan Allah atau ateis, jangan kita lihat sebagai orang yang berkata, “Aku tidak percaya Allah,” kalau kita berkata orang ateis itu adalah orang tidak percaya Allah mengaku dalam kehidupan dia, kita akan berpikir bahwa di dalam dunia ini orang-orang yang hidup termasuk diri kita mungkin adalah orang yang berbijaksana karena kita percaya ada Allah dalam hidup kita. Tapi realitanya sebenarnya mungkin kita hidup dalam kebodohan atau kebebalan dalam kehidupan kita, karena apa? Karena Alkitab berkata bebal menurut Kitab Suci, pengakuan bahwa Allah itu tidak ada, itu tidak harus dimengerti sebagai bebal, tetapi suatu kehidupan yang tidak menjadikan prinsip ilahi utama dalam kehidupan kita, itu adalah orang yang bebal. Jadi mungkin kita berkata, “Saya tahu ada Tuhan, saya percaya ada Allah dalam kehidupan saya, saya percaya Yesus Kristus Tuhan dan Juruselamat dalam kehidupan saya,” tapi ketika Saudara tidak hidup menurut prinsip Tuhan, cara Tuhan, perkataan Tuhan, menurut Kitab Suci kita adalah orang yang bebal. Jadi orang yang berhikmat adalah orang yang berjalan menurut standar prinsip ilahi dalam kehidupan dia, makanya Alkitab berkata “permulaan hikmat adalah takut akan Allah,” karena apa? Orang yang bijaksana, dia mengerti ada Tuhan dalam kehidupan dia, dan dia harus menghormati Allah itu, dan prinsip prinsip perkataan yang menjadi kebenaran Tuhan Allah di dalam kehidupan dia, itu adalah orang yang berbijaksana.
Dan Saudara, setelah berbicara mengenai hal ini, yang menarik adalah Paulus kemudian melanjutkan di dalam ayat 16: “Pergunakanlah waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat.” Kenapa ketika Paulus berbicara mengenai ayat 15, orang yang arif atau orang yang bijaksana haruslah orang yang memperhatikan bagaimana ia berjalan dalam kehidupan dia dan jangan seperti orang yang bebal yang mengatakan tidak ada Allah tapi dia harus menghidupi suatu standar tertentu, tapi kemudian di ayat 16 Paulus berkata, “Pergunakanlah waktumu yang ada”? Saya percaya dua hal ini ada kaitan yang erat sekali ya. Satu sisi, memang sebagai orang bijakansa, itu adalah orang atau sebagai anak Tuhan, dia harus mengerti nilai-nilai dan prinsip Ilahi dalam kehidupan dia; tetapi kita juga harus mengerti hal yang juga tidak kalah seriusnya dari hal yang pertama, yaitu kita harus mengerti bahwa hidup kita ada di dalam batasan waktu yang terbatas yang Tuhan berikan, makanya Paulus berkata, “Kita harus pergunakan waktu yang ada, yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita.” Saudara, di dalam bahasa Yunani, istilah “waktu” itu sendiri itu memilki dua pengertian. Pertama adalah waktu yang dimengerti sebagai chronos, yang kedua adalah waktu yang dimengerti sebagai kairos. Chronos berbicara mengenai suatu waktu seperti jam, seperti jalannya sejarah, suatu waktu yang berjalan secara continue, rutin setiap hari dalam kehidupan kita, atau setiap detik yang berlalu begitu dalam kehidupan kita. Tapi pada waktu Paulus berbicara mengenai “pergunakanlah waktumu yang ada” di dalam ayat 16, Paulus tidak menggunakan istilah chronos, tapi Paulus menggunakan istilah kairos. Kairos maksudnya waktu itu adalah bukan sesuatu yang secara rutin terjadi dalam kehidupan kita yang terus menerus seperti itu dan berulang ulang terjs seperti itu, tetapi kairos menunjukkan waktu itu adalah sebuah kesempatan, sebuah kesempatan yang kalau berlalu itu tidak akan kembali lagi, suatu kesempatan yang kita harus gunakan dengan baik-baik dan kita harus dapat merebut itu dalam kehidupan kita baru kita bisa menggunakan kesempatan itu.
Sebenarnya istilah kairos sendiri itu di dalam mitologi Yunani kadang dikaitkan dengan seorang dewa yang dinamakan Caerus, dewa Caerus itu adalah seorang dewa yang memiliki tubuh yang licin semua, dan geraknya cepat sekali, kenapa bisa cepat? Karena di kakinya itu ada sepasang sayap, sayapnya itu bukan di punggung dia tetapi di kaki, sehingga pada waktu dia berlari dia bisa berlari seperti terbang, cepat sekali. Dan karena tubuhnya yang licin itu, tidak ada satupun orang yang bisa pegang dia. Tetapi yang menarik, walaupun dia memilki kepala yang licin, tubuh yang licin, tetapi Caerus ini memilki sebuah jambul di depan kepala dia; belakangnya botak, tapi depannya itu ada sedikit jambul. Pada waktu ditanya kenapa ya Caerus digambarkan sebagai seorang yang memilki sayap di kaki, memiliki tubuh yang licin dan memiliki kepala bagian belakang botak tapi memilki jambul di depan? Mereka berkata seperti ini, pada waktu kita melihat kepada Caerus, itu menggambarkan sebuah kesempatan atau opportunity. Dan Saudara, setiap kali engkau mau menangkap opportunity atau kesempatan itu, engkau tidak pernah bisa berdiri di belakang, ketika kesempatan itu tiba maka engkau pasti melewati kesempatan, itu maksudnya. Lalu bagaimana cara kita bisa mendapat dewa Caerus itu, dewa kesempatan itu? Caranya adalah kita harus berdiri sebelum Caerus datang atau tiba, maka pada waktu Caerus akan jalan ke arah kita, kita sudah berdiri di depannya, begitu dia dekat, kita langsung pegang jambulnya maka dia tidak akan lari lagi. Itu namanya merebut kesempatan.
Nah Saudara, pada waktu kita melihat Paulus berkata “pergunakanlah waktumu yang ada,” saya percaya, di balik itu ada suatu pengertian: kesempatan, atau waktu itu adalah suatu kesempatan, dan kesempatan yang kita hidupi dalam kehidupan ini adalah kesempatan yang berharga sekali. Dan “pergunakanlah waktumu” sendiri itu dalam bahasa Yunani mungkin secara lebih tepat bisa dimengerti “belilah kesempatan itu.” Jadi, saya percaya maksud Paulus adalah kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan percayakan dalam kehidupan kita. Kita harus menggunakan waktu yang ada di dalam kehidupan kita yang adalah kesempatan itu dengan sebaik mungkin, kalau kita adalah orang yang arif atau bijaksana dalam kehidupan kita. Nah Saudara, tapi pertanyaannya begini, apa yang menjadi kesempatan itu, yang berharga, yang tidak boleh kita lewatkan dalam kehidupan kita, yang membuat Musa dalam Mazmur 90:12 itu berkata, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian rupa sehingga kami beroleh hati yang bijaksana”? Apa yang membuat kita menjadi bijaksana itu dalam kehidupan kita? Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya, yang bijaksana itu bukan hanya berbicara mengenai bagaimana kita bisa mencukupkan kehidupan kita, bagaimana kita bisa menjaga kesehatan kita, bagaimana kita mendapatkan nilai yang baik dalam studi kita, bagaimana kita mendapatkan prestasi di tengah-tengah dunia ini, bagaimana kita bisa mencapai apa yang kita inginkan dalam kehidupan kita. Saya percaya itu bukan bijaksana yang dimaksudkan oleh Kitab Suci, walaupun saya percaya hidup boleh menikmati itu juga. Tetapi bijaksana yang dikatakan oleh Kitab Suci adalah kita mengerti ada sesuatu yang lebih baik atau lebih indah daripada kita menikmati rekreasi dalam kehidupan kita. Ada suatu posisi yang jauh lebih berharga yang Tuhan akan karuniakan bagi kehidupan kita daripada yang bisa diberikan dunia dalam kehidupan kita. Ada suatu kekayaan yang jauh lebih limpah yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita daripada uang yang banyak dalam hidup kita. Itu adalah bijaksana. Atau istilah lainnya adalah, pada waktu kita mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam kehidupan kita pada waktu kita menjalankan suatu kehidupan yang memuliakan Allah dalam kehidupan kita, maka kita menjadi orang yang menggunakan waktu kita secara bijaksana.
Saudara, waktu kita itu tidak banyak. Waktu kita itu adalah terbatas dan kita tidak pernah tahu kapan batas waktu itu akan berakhir. Kalau seandainya kita dipanggil oleh Tuhan Allah, lalu pada waktu kita berdiri di hadapan Allah dan Allah berkata, misalnya, “Saudara Leo, apa yang sudah engkau lakukan bagi-Ku ketika engkau hidup di dalam dunia ini?” Saudara akan jawab apa? “Tuhan, aku sudah berkeluarga. Aku punya anak. Aku punya pekerjaan, aku sudah tolong orang ini dan itu.” Atau apa ya? Saudara akan jawab apa? Ada tidak sesuatu yang kita bisa katakan di hadapan Tuhan, bukan dengan kebanggaan ya, tapi saya percaya dengan sikap yang rendah hati, “Tuhan, aku sudah mengerjakan apa yang Engkau tugaskan kepadaku sampai pada titik akhir dalam kehidupanku,” seperti yang Paulus katakan. Saya sendiri selalu bergumul dan gentar sekali ketika berbicara mengenai hal ini, karena tiap kali kita merenungkan bagian ini, atau saya merenungkan bagian ini, saya diingatkan kembali, Tuhan kita bukan hanya Tuhan yang ketika memberikan satu tanggung jawab maka Di a akan melepaskan itu bagi kita, terserah kita mau lakukan apa dan Dia tidak pernah menuntut tanggung jawab itu kembali.
Saya pernah bicara di dalam renungan kita KKR di Pasific, di malam gladi bersih. Di situ saya ada kutip perumpamaan tentang talenta. Di dalam perumpamaan talenta itu, Tuhan Yesus mengibaratkan Kerajaan Allah itu seperti seorang raja yang mempercayakan talenta kepada hambanya. Ada yang lima, ada yang dua, ada yang satu. Lalu setelah dia percayakan talenta itu, dia pergi. Pergi ke suatu tempat tertentu nggak tau di mana, tapi tempat yang jauh, dan ketika dia kembali, apa yang dia lakukan? Dia tidak berkata kepada hamba yang memiliki 1 talenta yang menyembunyikan 1 talenta itu dengan kalimat “Engkau adalah hamba yang baik dan bijaksana. Ayo marilah ke mari, aku akan mempercayakan hal-hal yang besar kepada engkau,” tetapi Tuhan Yesus berkata, “Engkau adalah hamba yang jahat” pada orang yang 1 talenta yang tidak menggunakan atau mengelola talenta yang Tuhan berikan bagi diri dia dengan baik. Tetapi dia memuji hamba yang memiliki 5 talenta dan 2 talenta yang mengelola dan menghasilkan 5 talenta dan 2 talenta dalam kehidupan dia. Jadi Saudara, Tuhan kita bukan Tuhan yang ketika mempercayakan sesuatu dalam kehidupan kita, karunia dalam kehidupan kita, suatu tanggung jawab dalam kehidupan kita, Dia biarkan kita menjalani hidup kita tanpa ada sesuatu tuntutan sama sekali. Tapi Alkitab selalu berkata, Tuhan akan menuntut apa yang sudah Tuhan berikan dalam kehidupan kita, kita gunakan itu dengan baik atau tidak. Pada waktu Tuhan ingin kita memuliakan Dia dalam kehidupan kita, sungguhkah hidup kita dari awal kita percaya sampai akhir kehidupan kita, kita memiliki suatu kehidupan yang memuliakan Dia atau tidak? Itu akan Tuhan tanyakan dalam kehidupan kita. Makanya di dalam Perjanjian Lama, di dalam kitab Yosua, ada satu kalimat seperti ini, pada waktu Yosua diminta untuk memimpin Bangsa Israel menaklukkan tanah perjanjian, merebut tanah perjanjian untuk dijadikan wilayah dari pada Israel, waktu itu Kitab Suci menyatakan, “Yosua sudah tua, tetapi masih banyak tanah yang belum ditaklukkan, dan Tuhan menegur Yosua atas hal tersebut.”
Saudara, waktu yang Tuhan berikan itu ada tujuannya. Tuhan ingin kita menggenapi waktu itu. Tuhan ingin kita menggunakan kesempatan yang ada yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita untuk melakukan sesuatu yang baik, sesuatu yang bernilai kekal. Dan ketika berbicara mengenai kesempatan yang akan dituntut oleh Tuhan Allah, itu berarti satu-satunya kemungkinan Saudara bisa melakukan sesuatu yang diperkenan Tuhan atau tidak itu adalah selama kita hidup dalam dunia ini. Ketika Saudara punya waktu habis, nggak ada kesempatan lagi untuk kita bisa hidup memperkenan Tuhan Allah. Ketika Saudara ingin mengumpulkan harta yang di sorga, satu-satunya kesempatan adalah selama kita masih bisa menikmati hidup dalam dunia ini. Setelah ini habis, maka nggak ada lagi kemungkinan kita bisa mengumpulkan harta di sorga tersebut. Karena itu Saudara, saya harap kita memperhatikan bagaimana kita menggunakan setiap detik yang kita lalui dalam setiap hari kehidupan kita. Dan hari itu bukan berbicara mengenai masa lalu, bukan berbicara mengenai masa depan, tetapi apa yang Saudara bisa lakukan saat ini juga. Karena apa? Masa lalu adalah sesuatu yang kita nggak bisa ubah lagi. Masa depan adalah sesuatu yang belum ada, sesuatu yang kita bisa rencanakan, kita bisa bayangkan, tetapi itu semua belum ada dan semuanya itu belum terjadi. Sehingga kita tidak mungkin bisa pastikan itu pasti terjadi seperti itu. Tapi yang kita miliki sekarang adalah saat ini, detik ini. Ini adalah waktu kita, ini adalah kesempatan kita.
Saya tanya, apa yang akan Saudara gunakan dalam setiap kesempatan, setiap hari yang Tuhan berikan dalam kehidupan Saudara? Untuk apa? Bersenang-senang? Memboroskan waktu? Atau Saudara akan gunakan itu untuk kemuliaan Tuhan, untuk mengerti kehendak Tuhan? Saudara, jangan jadi orang yang selalu punya planning ke depan, yang baik-baik, tetapi dia tidak pernah menjalankan itu saat ini. Maksud saya adalah, ketika Saudara berbicara mengenai urusan duniawi, kadang-kadang kita akan mengerti istilah urgensi di dalam mendapatkan apa yang kita inginkan saat ini. Tetapi pada waktu kita berbicara mengenai hal yang bersifat rohani dan kekal, kita nggak punya sense of urgency itu, kita nggak punya desakan kesadaran, desakan bahwa ini penting, serius, harus saya kerjakan saat ini juga. Sehingga yang terjadi adalah kita selalu berjanji, “Tuhan, saya akan jadi orang yang lebih baik.,” “Tuhan, saya akan baca Kitab Suci-Mu,” “Tuhan, saya akan berdoa,” “Tuhan, saya akan lebih aktif melayani Engkau,” “Tuhan, saya akan lebih rajin beribadah,” “Tuhan, saya akan datang Persekutuan Doa,” “Tuhan, kalau ada kesempatan saya akan gunakan itu dengan baik dalam kehidupan saya,” tapi Saudara, semua itu cuma tinggal janji, karena apa? Semua itu hanya kita katakan “nanti, ya Tuhan, suatu hari nanti,” bukan sekarang yang kita bisa lakukan, tapi nanti. Nantinya kapan? Nantinya adalah suatu waktu yang kita sendiri nggak tahu kapan itu bisa terwujudkan atau kita masih punya kesempatan untuk bisa memasuki hari nanti itu atau tidak. Di dalam Yakobus 4 itu ada kalimat, “kalau engkau merencanakan segala sesuatu, libatkanlah Allah dalam kehidupanmu.” Jangan berpikir engkau bisa rencanakan ini dan itu seolah-olah hari depan itu ada di dalam tanganmu. Kita nggak ada yang tahu hari esok itu . Kita tidak ada yang tahu hari esok itu seperti apa. Karena itu kita perlu libatkan Tuha di dalam setiap pengambilan keputusan kita. Saya percaya ini berbicara mengenai hari depan ada di dalam Tuhan dan kita yang bijaksana tahu bagaimana kita merencanakan hari depan itu di dalam tangan Tuhan, tetapi kita juga tahu bagaimana kita menggunakan rencana kita hari kita saat ini di dalam suatu kesadaran di hadapan Tuhan Allah.
Saudara waktu kita tidak banyak, waktu kita terbatas, kesempatan kita terbatas, Saudara mau menggunakan untuk apa? Saudara mungkin bisa kalau ini bisa menolong Saudara membayangkan bagaimana kira-kira sikap hati Tuhan ketika melihat kehidupan kita. Alkitab berkata pada waktu Allah mencipta langit dan bumi ini. Allah mencipta langit dan bumi dalam kondisi yang bukan baik lho, sangat baik, sangat baik, dari hari pertama sangat baik, hari kedua sangat baik, hari ketiga sampai hari ketujuh ketika Allah beristirahat Allah katakan hari yang Tuhan ciptakan itu sangat baik dihadapan Tuhan. Lalu tiba-tiba setelah Tuhan mencipta segala sesuatu yang baik itu maka timbulah suatu keinginan hati di dalam diri manusia pertama untuk melawan Allah yang mengakibatkan apa yang menjadi rencana Tuhan itu sepertinya gagal atau apa yang menjadi kebaikanNya yang Tuhan berikan dalam ciptaan ini sepertinya menjadi rusak karena keputusan Adam yang melawan perintah Tuhan Allah dalam hidup dia. Lalu sejak saat itu Alkitab mencatat manusia hidup di dalam kejahatan demi kejahatan yang makin lama makin jahat, makin jahat, makin jahat. Dan bahkan di dalam Surat Timotius dikatakan jangan pernah punya harapan bahwa manusia dalam dunia ini bisa akan menjadi makin baik. Antara kebaikan dengan kejahatan itu akan menjadi sesuatu yang terpisah satu dengan yang lain. Makin lama makin lebar jurang pemisah itu. Atau manusia akan makin lama makin jahat dan ditandai dengan keinginan hati yang tidak mau mendengarkan kebenaran, salah satunya mendengarkan kebenaran Tuhan dalam kehidupan dia.
Jadi Saudara, pada waktu Allah melihat dunia ciptaan Dia yang Dia cipta dengan baik, mendadak ciptaan itu merusak yang baik itu, kira-kira hati Tuhan akan bagaimana? Lalu pada waktu Dia melihat ciptaan yang merusak ciptaanNya itu, lalu Dia kemudian menebus dari antara yang rusak itu untuk menjadi anakNya, umatNya, lalu dengan harapan umatNya ini memuliakan Dia dan mentaati Dia selama hidup dalam dunia ini tapi kita setiap kali melihat kesempatan yang Tuhan berikan kita melewatkan itu dalam kehidupan kita, kira-kira hati Tuhan bagaimana? Saya pikir Dia akan lihat kita sebagai dengan hati yang begitu sedih sekali. Seperti Dia melihat pada anak muda yang datang kepada Dia yang berkata, “Tuhan, apa yang harus aku perbuat untuk beroleh hidup yang kekal.” Tuhan bilang, “Lakukan lima bagian kedua dari 10 perintah Allah.” Lalu anak muda ini berkata, “Aku sudah lakukan itu semua.” Lalu Tuhan Yesus dengan kasih mulia pada anak muda ini, “Kalau begitu, jual seluruh hartamu dan ikutlah Aku,” tapi anak muda itu tidak mau datang kepada Dia, tapi dia pergi karena hartanya yang banyak. Saya pikir itu adalah sesuatu yang menyedihkan. Seperti Dia ketika melihat pada Yerusalem juga. Dia berdoa sambil menangis, “Yerusalem, Yerusalem, betapa Aku merindukan mengumpulkan engkau seperti induk ayam kepada anak-anak ayam kepada induk ayam, tapi engkau tidak mau untuk dikumpulkan.” Tuhan Yesus menangis ketika melihat Yerusalem yang seperti itu. Atau Saudara, mungkin kita bisa bayangkan juga seperti ini, ketika kita memiliki anak, yang tidak punya anak atau belum punya anak atau belum menikah mungkin belum bisa bayangin, orangtua yang mempunyai anak. Kita punya anak, kita ingin yang terbaik bagi anak kita. Kita sediakan fasilitas yang baik bagi anak kita, kita berikan iman yang baik kepada dia, pendidikan yang baik, kita berikan sekolah yang baik kepada dia, kita berikan kursus, dan yang lain-lain yang terbaik yang kita bisa berikan kepada dia. Tapi bagaimana perasaan orangtua ketika melihat anak kita itu kemudian tidak serius di dalam menekuni studinya, tidak serius di dalam menekuni kursus yang diberikan orang tua untuk dia bisa tekuni, menyia-nyiakan iman yang di wariskan oleh orang tua kepada mereka, bagaimana perasaan orangtua itu? Saya percaya orangtua itu akan kecewa sekali, sedih sekali melihat anaknya hidup di dalam suatu kehidupan yang menyia-nyiakan semua fasilitas atau suatu kebaikan yang orang tuanya berikan kepada diri dia. Itu yang Tuhan lihat ketika Dia berikan segala sesuatu yang baik bagi kehidupan kita, segala kesempatan yang ada untuk melakukan suatu pekerjaan yang memiliki nilai yang mulia atau nilai yang kekal dalam kehidupan kita, tetapi kalau kita mengabaikan itu saya percaya Tuhan melihat kita dengan suatu kesedihan hati dan hati yang hancur.
Saudara, karena itu pergunakan waktu kita dengan bijaksana dengan sebaik mungkin. Karena waktu kita itu terbatas. Tapi ada satu hal lagi yang harus kita perhatikan. Bukan hanya karena waktu dan kesempatan itu terbatas tapi karena waktu hidup kita dalam dunia ini. Kita bukan hidup dalam dunia yang baik tapi kita hidup di dalam dunia yang jahat, dalam hari-hari yang jahat di dalam dunia ini. Karena lingkungan kita itu adalah lingkungan yang jahat maka kita harus gunakan waktu kita dengan bijaksana. Maksudnya apa? Maksudnya adalah, yang umum yang kita lihat di dalam dunia ini bukan sesuatu yang baik. Kalau ada kebaikan di depan mata kita, apa yang harus kita lakukan? Maksudnya adalah kita harus rebut kebaikan itu dan kesempatan itu, jangan biarkan kesempatan itu berlalu karena hari-hari ini jahat. Dan Alkitab memberikan contoh kepada kita ya, mengenai kejahatan-kejahatan apa yang ada di hadapan kita. Misalnya kalau Saudara baca dari pasal 4 ayat yang ke-14, disitu ada kelicikan dari hati manusia, dari guru-guru palsu yang ada di dalam gereja dan di dalam dunia ini. Lalu di ayat yang ke-19, manusia hidup di dalam keinginan hawa nafsu baik itu ketamakan, kerakusan, dan hawa nafsu seks. Lalu ayat 25, penuh dengan kebohongan, seterusnya kemarahan, dunia ada di bawah kuasa setan. Ada pencurian dan korupsi, penggunaan kata-kata yang kotor, kosong, dan jorok. Lalu Saudara bisa teruskan banyak hal yang merupakan kejahatan yang ada di dalam dunia ini. Pada waktu kita melihat kejahatan-kejahatan yang ada, kita hidup di dalam lingkungan orang yang mungkin berusaha menyesatkan, kita hidup dalam lingkungan orang yang penuh dengan hawa nafsu, berbicara mengenai hal-hal yang tidak baik.
Saya kemarin waktu dari Jakarta pulang ke sini. Saya ketemu dengan satu alumni universitas yang dulu saya kuliah satu angkatan dengan saya. Dia kenali saya. Saya agak lupa nama dia siapa. Akhirnya saya tau nama dia siapa. Lalu akhirnya dia bilang, “Wis, kamu sudah masuk ke dalam grup teknik elektro 94 belum? Mau nggak masuk?” Ya boleh lah, saya pikir saya masuk. Akhirnya dia masukin saya ke dalam grup teknik elektro. Saya pikir ada baiknya bertemu dengan teman-teman lama lagi. Tapi Saudara, tahu nggak di dalam grup itu isinya apa? Mungkin di grup grup lain juga hal yang sama ya? Di WA itu gambar cewek seksi, kata-kata yang saya pikir kurang baik, seperti itu. Saudara-saudara, kita hidup di dalam dunia seperti ini lho. Suatu yang seharusnya tidak boleh dibicarakan tapi bagi dunia inilah kehidupan yang menarik. Hidup dalam hawa nafsu, hidup dalam kondisi yang korupsi, hidup dalam kebohongan, hidup dalam kata-kata kotor, dan segala macam. Lalu kita yang hidup diantara mereka, bagaimana kita menggunakan waktu kita? Apakah kita terjerumus ikut ke dalam kehidupan mereka atau kita gunakan kesempatan yang ada untuk sesuatu yang baik walaupun bagi orang dunia itu suatu kebodohan? Saudara-saudara, saya harap kita pertimbangkan ini baik baik, Tuhan kita telah menebus kita untuk suatu pekerjaan mulia yang Tuhan sediakan bagi kita. Saudara mau mengecewakan Dia, menghancurkan hatiNya, atau kita akan memilih tindakan yang menyenangkan Dia? Kita sekarang bukan lagi milik kita, kita adalah milik Allah di dalam Kristus. Itu berarti ketika Tuhan menebus kita, Dia mengorbankan Anak-Nya yang paling berharga atau sesuatu yang paling berharga di dalam hidup Dia, yaitu Anak-Nya yang Tunggal demi untuk diri kita yang seolah-olah membuat kita mungkin berpikir: “Tuhan kok bisa ya, lebih mengasihi kita daripada mengasihi AnakNya sendiri?” Tapi Saudara, ini realitanya Tuhan mengorbankan Anak-Nya sendiri yang Dia sangat kasihi, demi untuk kita bisa dikasihi oleh diri Dia. Saudara mau menghancurkan hati dari Tuhan Allah yang begitu baik, begitu mengasihi, begitu memberi kesempatan bagi kita untuk hidup bagi Dia? Hidup bagi Dia itu bukan suatu paksaan, saya percaya. Hidup bagi Dia itu bukan sesuatu yang jahat. Tetapi hidup bagi Dia itu adalah sebenarnya suatu keharusan yang kita miliki sebagai ciptaanNya, karena Tuhan mencipta kita dari awal memang untuk hidup bagi diri Dia, tapi kita nggak mau. Akhirnya Tuhan berikan kita kesempatan kedua untuk bisa hidup bagi Dia di dalam Kristus. Maukah Saudara? Kalau Saudara mau, gunakanlah waktumu dengan bijaksana, dengan baik, bukan untuk memuaskan nafsu daging kita, tetapi untuk memuaskan apa yang menjadi kehendak Allah dalam kehidupan kita.
Terakhir, mungkin saya kasih ilustrasi. Pada waktu Saudara menghadap Tuhan, lalu Tuhan mungkin berkata: “Engkau telah menyia-nyiakan waktu, kesempatan. Engkau berkata, engkau hidup percaya kepada Kristus, tetapi engkau punya kehidupan tidak mempermuliakan Tuhan,’’ jangan pikir Tuhan akan memberikan kesempatan kedua. Nggak ada lagi kesempatan itu. Tuhan akan memperlakukan kita seperti Dia memperlakukan orang-orang yang hidup sezaman dengan Nabi Nuh. Saudara tahu apa yang terjadi ? Selama hidup Nabi Nuh, Tuhan memberi kesempatan kepada orang-orang yang hidup sezamannya untuk mendengarkan berita Kabar Baik melalui Nabi Nuh, supaya mereka bertobat dari dosa mereka, supaya mereka percaya bahwa Tuhan akan memberikan air bah dan supaya mereka mau masuk ke dalam bahtera itu dan turut diselamatkan bersama Nabi Nuh. Tetapi yang terjadi adalah, selama Nuh membangun bahtera itu, berapa puluh tahun dia membangun bahtera itu, tidak ada satupun manusia yang menggunakan kesempatan itu untuk bertobat dan percaya kepada pemberitaan Nabi Nuh. Sampai pada hari di mana ketika Tuhan tentukan waktunya untuk turun air bah, Tuhan membuka tingkap di langit, air bah turun, curah hujan yang deras turun ke dalam bumi ini. Alkitab juga berkata, Tuhan masih berikan kesempatan kepada orang-orang itu untuk percaya. Sebelumnya, mungkin melalui pemberitaan Nuh. Kedua, melalui binatang yang berpasang-pasangan masuk ke dalam bahtera. Suatu hal yang luar biasa sekali, saya percaya, artinya orang terbuka matanya melihat ada sesuatu peristiwa yang, mujizat apa yang terjadi, kalau bukan Tuhan yang menggerakkan bagaimana mungkin binatang bisa berpasang-pasangan masuk ke dalam bahtera itu. Nuh nggak mungkin nangkepin mereka satu per satu. Tetapi Alkitab juga berkata, sampai titik Tuhan menurunkan hujan, baru Tuhan suruh Nabi Nuh masuk ke dalam bahtera. Tapi tetap nggak ada orang yang mengikuti perkataan itu, ikut masuk ke dalam bahtera untuk diselamatkan. Akhirnya Tuhan tutup pintunya.
Saudara, jangan pikir Tuhan kita itu kejam dan tidak adil. Seperti yang tadi saya katakan di awal, pada waktu Allah menyuruh Israel membinasakan orang-orang Kanaan, bukan berarti Tuhan kejam dan jahat, tetapi waktu hidup bagi orang-orang itu sudah habis. Kesempatan bagi dia untuk bertobat sudah habis dan sudah lewat. Dan begitu juga dengan diri kita. Pada waktu kita terus menyia-nyiakan waktu yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita, jangan pikir ada kesempatan yang ketiga, kesempatan kedua percaya kepada Kristus. Saya bukan berbicara, ada kemungkinan keselamatan kita hilang, tetapi orang yang hidup di dalam menggunakan kesempatan kedua anugerah di dalam penebusan Kristus, saya yakin dia akan menjadi orang yang bijaksana, hidup menurut standar Ilahi, dan hidup menggunakan waktu dengan bijaksana. Tetapi kalau dia tidak menggunakan waktu dia untuk hidup menurut standar Ilahi, dan dia terus melewatkan kesempatan yang Tuhan percayakan dalam hidup dia, saya berkata mungkin dia nggak ada kesempatan yang ketiga lagi dalam kehidupan dia, Tuhan akan tutup pintu itu seperti perempuan yang bodoh ketika pengantin pria datang. Mereka melihat suluh mereka itu sudah mulai redup, mereka minta kepada perempuan bijaksana, “Tolong berikan minyakmu kepada kami.” Perempuan bijaksana ngomong, “Sorry ya, kalau ini saya berikan kepada engkau maka kami mungkin akan kehabisan minyak juga, karena itu kamu pergi sendiri beli.” Akhirnya mereka pergi beli, tapi pada waktu mereka pergi, pengantin pria itu datang dan bersama gadis bijaksana masuk ke dalam Kerajaan Allah lalu pintu ditutup. Gadis bodoh dimana? Mereka di luar ketok minta kesempatan masuk, tapi Alkitab bilang pengantin pria itu berkata, “Aku tidak mengenal engkau.” Saudara, saya percaya Tuhan sudah memberikan banyak kesempatan, kesempatan untuk kita mengenal Kristus, kesempatan untuk mengerti bahwa ada Allah yang adil dalam kehidupan kita, kesemmpatan untuk kita hidup bagi Tuhan, kesempatan untuk memuliakan Dia, kesempatan untuk bertobat dan kesempatan untuk yang baik-baik kita lakukan dalam kehidupan kita bagi Tuhan. Tapi Saudara, kesempatan itu ada batasnya. Saudara mau gunakan kesempatan itu secara bijaksana atau Saudara akan terus membuang waktu Saudara dan pikir masih banyak kesempatan di kemudian hari, padahal kita tidak pernah tahu ada berapa banyak kesempatan di kemudian hari yang Tuhan siapkan bagi diri kita. Kiranya Tuhan boleh memberkati kita. Mari kita masuk dalam doa.
Bapa yang di Sorga, kami bersyukur untuk firman yang boleh Engkau berikan, kami bersyukur untuk kebenaran yang boleh Engkau nyatakan, kami bersyukur untuk suatu peringatan yang penuh dengan kasih yang boleh Engkau berikan bagi kami mengerti bahwa hidup ini adalah hidup yang terbatas, sementara, yang ada batas akhirnya, dan kami sebagai anak Tuhan harusnya menggunakan waktu kami dengan bijaksana, bukan untuk hal-hal yang memuaskan napsu kami, kedagingan kami seperti orang-orang dunia lakukan, tetapi kami boleh mengejar apa yang menjadi kehendak Tuhan, apa yang memiliki nilai kekal dalam kehidupan kami yang memuliakan nama Tuhan. Tolong kami masing-masing ya Bapa. Ampuni dosa kami, ampuni kesalahan kami yang seringkali melalaikan waktu kami dan digunakan untuk kenyamanan diri kami sendiri, kesenangan diri kami, kemalasan kami tapi bukan untuk kemuliaan namaMu. Tapi biarlah kami boleh Engkau berikan hati yang bijaksana, hati yang bisa menggunakan waktu dengan seksama, menghitung hari-hari kami dan menggunakannya dengan sebaik mungkin untuk pekerjaan yang bernilai kekal. Sekali lagi kami berdoa, bersyukur hanya dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]