Ef. 5:20
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, hari ini saya akan berbicara mengenai apa yang menjadi dasar kehidupan relasi yang baik di dalam sebuah keluarga. Baru setelah itu, kita berbicara mengenai kehidupan suami istri dan kehidupan antara relasi orang tua dengan anak secara lebih mendalam. Pada waktu kita berbicara mengenai kehidupan dari keluarga atau kehidupan dari suami istri, maka faktor yang utama untuk bisa memiliki relasi yang baik di dalam keluarga ataupun di dalam suami istri, itu sebenarnya bukan dimulai dari ayat yang ke-22, tetapi esensinya atau kuncinya itu dimulai dari ayat ke-18 sampai ayat yang ke-21. Di situ Tuhan Yesus melalui Paulus berkata bahwa kita tidak boleh mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh, lalu setelah kita penuh dengan Roh, maka berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung-kidung pujian, nyanyian rohani, bernyanyi dan bersoraklah kepada Tuhan, ucapkanlah syukur senantiasa kepada Tuhan, dan rendahkanlah dirimu seorang akan, atau kepada yang lain. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya satu hal yang pertama mengenai kalimat ini adalah jika kita ingin memiliki suatu kehidupan agama yang sejati, kalau kita ingin memiliki suatu relasi dengan Allah yang sejati dalam kehidupan kita, atau relasi yang sejati dengan Allah yang sejati dalam hidup kita, dan kalau kita adalah seorang yang ingin memiliki ibadah yang sejati dalam kehidupan kita, memiliki kesalehan hidup, dan memiliki kehidupan yang sungguh-sungguh menyenangkan Tuhan Allah dalam diri kita, maka kita perlu memiliki kehidupan yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Itu adalah hal yang menjadi syarat dasar dari kehidupan yang berkenan di hadapan Tuhan.
Hidup yang dipenuhi oleh Roh Kudus, maksudnya apa? Yaitu kehidupan yang dikontrol oleh Roh Kudus sepenuhnya. Saya tidak akan membahas terlalu dalam lagi atau terlalu panjang mengenai point-point ini, tetapi saya akan sekilas berbicara mengenai ini karena kita sudah membahas sebelumnya di dalam khotbah yang cukup panjang, yang kita lakukan di dalam seri khotbah ini, tetapi saya memberikan dasar singkat untuk bisa kita masuk ke dalam relasi suami istri yang baik itu apa. Jadi hidup yang berkenan di hadapan Allah, hidup Kristiani yang saleh, dasarnya apa? Dasarnya adalah kehidupan yang dipimpin dan dikontrol oleh Roh Kudus dalam hidup kita. Dan pada waktu kita tanya lagi, apa itu kehidupan yang dipimpin dan dikontrol oleh Roh Kudus dalam kehidupan kita ? Saya percaya kontrol Roh Kudus itu bukan sesuatu yang berkaitan dengan satu kehidupan yang di luar kontrol kita, sehingga kita menjadi orang yang lepas kendali, kehilangan kesadaran seperti orang yang mabuk dalam kehidupan kita. Pada waktu Paulus berbicara mengenai hal ini, Paulus justru mengkontraskan kehidupan yang dikontrol oleh Roh Kudus atau dipenuhi Roh Kudus daripada kehidupan yang dimabuk oleh anggur. Bukan berarti bahwa kita menjadi orang yang kehilangan suatu kesadaran pada waktu mengikuti Roh Kudus dan dipenuhi oleh Roh Kudus dalam kehidupan kita, tapi saya percaya, pada waktu Roh Kudus memenuhi kehidupan kita, kita memiliki kontrol yang penuh di dalam kehidupan kita, tapi bukan berdasarkan kepentingan dan kemauan diri kita sendiri, tetapi kita menundukkan diri di bawah kebenaran Firman Tuhan. Ini dikatakan oleh Paulus di dalam Kolose 3:16. Pada waktu Paulus berbicara di dalam Kolose 3:16, kita bisa melihat ada paralelisme antara perikop itu dengan Efesus 5:18-21. Dan di dalam Kolose 3:16 itu dikatakan kita hendaklah hidup mengikuti perkataan Kristus, kalau kita hidup mentaati perkataan Kristus maka pada waktu itu kita akan penuh dengan mazmur, hidup penuh pujian dan nyanyian rohani dalam kehidupan kita. Satu kalimat yang persis sama dengan apa yang dikatakan oleh Paulus di dalam Kitab Efesus pasal yang ke-5 ini, hanya yang membedakan adalah satu dipenuhi oleh Roh Kudus, yang kedua adalah taat kepada perkataan Kristus. Ini membuat kita mengerti kalau kehidupan yang dipenuhi oleh Roh Kudus itu adalah kehidupan yang tunduk dan taat kepada setiap perkataan Kristus dalam hidup kita. Bapak Anton kemarin berkata apa yang menjadi ciri seseorang yang memiliki Roh Kudus yaitu mereka tidak memilah-milah kebenaran firman, tetapi mereka melihat kebenaran firman secara komprehensif, bukan yang menguntungkan diri mereka yang mereka ambil dan yang merugikan mereka buang, atau yang mereka bisa jelaskan itu yang mereka ajarkan dan yang mereka tidak mengerti itu kemudian mereka singkirkan dari hidup mereka; tetapi kita harus mengajarkan kebenaran firman secara menyeluruh, secara utuh, tidak ada yang disembunyikan, tidak ada yang dihilangkan atau disingkirkan karena tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan atau kita mengerti dalam kehidupan kita. Pada waktu kita mentaati keseluruhan dari pada firman Tuhan itu maka Alkitab berkata kita hidup dipimpin oleh Roh Kudus atau kita hidup dipenuhi oleh Roh Kudus. Nah kalau ini menjadi dasar kepenuhan Roh Kudus, mungkin tidak kita memiliki kehidupan yang di luar kesadaran? Mungkin tidak kita memiliki kehidupan yang tidak menggunakan rasio kita setiap kita mengikuti Tuhan? Mungkin tidak kita hanya menggunakan perasaan kita di dalam mengikuti Tuhan? Saya percaya tidak seperti itu karena pada waktu kita dipimpin oleh Roh Kudus yang berarti kita tundukkan diri dan taat kepada kebenaran firman maka di situ saya percaya rasio kita bekerja, hati kita bekerja, perasaan kita bekerja, kehendak kita bekerja untuk mentaati diri kita kepada kebenaran itu, atau istilah dari seorang teolog, Jonathan Edwards, kita memiliki afeksi yang kudus, yaitu afeksi yang tunduk kepada kebenaran firman dan kehendak Tuhan dalam kehidupan kita.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, inilah yang membuat orang Kristen itu berbeda dari orang-orang yang dikatakan Paulus mabuk oleh anggur. Kalau kita lihat dari sejarah orang-orang jemaat Efesus, kenapa Paulus sampai mengeluarkan statement ini? Sebabnya karena kita perlu mengerti ketika orang-orang Efesus beribadah kepada Tuhan Allah mereka punya satu konsep, mereka beribadah kepada banyak dewa, dan salah satu dewa yang mereka sembah adalah Dionysus. Dionysus itu siapa? Dionysus itu adalah anak dewa Zeus, tetapi Deonysus adalah dewa kemakmuran, dewa yang ketika disembah harus disertai penyembahan itu dengan anggur, dengan kemabukan. Dan pada waktu mereka memabukkan diri dengan meminum anggur dan makin mabuk mereka, maka dianggap mereka makin rohani dan makin saleh di dalam beribadah kepada dewa tersebut. Itu sebabnya ketika Paulus mengontraskan kehidupan Kristiani daripada kehidupan orang-orang yang di luar daripada Kristiani yang menyembah kepada dewa Deonysus itu itu, Paulus berkata, “Kamu tidak boleh seperti itu. Kamu harus memiliki kontrol terhadap diri. Kamu harus memiliki kontrol di dalam penundukkan dirimu di bawah apa yang menjadi kehendak Tuhan, Roh Kudus di dalam kehidupanmu. Itu namanya kehidupan yang dikontrol oleh Roh Kudus dan kehidupan yang dipenuhi oleh Roh Kudus.” Dan ini yang membuat saya tadi katakan, pada waktu kita dipenuhi oleh Roh Kudus itu tidak akan kehilangan kesadaran. Itu tidak akan membuat kita mengeluarkan kata-kata yang ada di luar kontrol kemampuan kontrol kita dan ketidakmengertian dari apa yang kita katakan tersebut. Kita harus bisa mengerti dan kita harus memiliki kontrol dari apa yang kita katakan kalau kita adalah orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus dalam kehidupan kita.
Banyak orang Kristen membaca kitab Korintus secara salah dalam aspek ini. Dan berkata bahwa Roh Kudus ketika bekerja maka berbicara bahasa lidah seperti yang diterapkan gereja saat ini. Mereka salah terapkan apa? Mereka tidak melihat konteks sejarah dari Korintus itu seperti apa. Mereka tidak melihat sejarah dari konteks Efesus itu seperti apa. Ketika seseorang itu dipenuhi oleh Roh Kudus justru Paulus itu mau membedakan kamu hidup sebagai orang Kristen jangan seperti sebelum kamu masuk ke dalam gereja, kamu harus berbeda dari kehidupan yang sebelum masuk ke dalam gereja. Tetapi kamu, ketika menerapkan kehidupan yang dipenuhi oleh Roh Kudus, kamu membawa masuk kehidupan dari luar gereja ke dalam gereja, lalu ketika kamu memasukkan ke dalam gereja kamu berkata, kamu dipenuhi oleh Roh Kudus karena kamu sekarang adalah orang Kristen. Itu ndak bisa.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan. Saya harap kita mengerti ini dengan baik, bahwa taat kepada firman Tuhan, atau taat kepada kebenaran Alkitab, itu adalah sama dengan suatu kehidupan yang ada di bawah kontrol dari Roh Kudus dalam kehidupan kita. Dan ketika kita hidup seperti ini, saya percaya, orang-orang Kristen itu adalah orang-orang yang bisa memiliki satu kehidupan yang benar di dalam keluarga; atau keluarga Kristen itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus dalam kehidupan mereka. Di luar itu, saya percaya, mereka mungkin bisa hidup baik-baik, tapi mereka tidak mengerti apa yang menjadi esensi keutuhan kesatuan keluarga yang benar itu seperti apa. Dan mereka tidak punya kekuatan untuk bisa mempertahankan relasi dari kesatuan keluarga seperti yang dimilikki oleh orang Kristen. Ini yang pertama, punya kehidupan yang berada di bawah dari kontrol dari Roh Kudus.
Yang kedua adalah pada waktu seseorang itu memiliki kehidupan yang dikontrol oleh Roh Kudus, maka ayat 19 berkata dia mulai memiliki pujian di dalam hatinya. Dia mulai bermazmur dan dia menaikkan kidung-kidung pujian dan nyanyian rohani dengan segenap hati kepada Tuhan Allah. Bapak Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya nyanyian pujian yang kita naikkan kepada Tuhan itu adalah akibat daripada kita hidup di bawah kontrol dari Roh Kudus, atau dipenuhi Roh Kudus. Saya yakin, dan yakin sekali, setiap orang yang sungguh-sungguh mengerti karya penebusan Kristus dalam kehidupan dia dan mengerti apa yang sudah Roh Kudus kerjakan dalam diri dia, untuk membawa dia dalam iman kepada Kristus dan pengudusan dan kelahiran baru dalam kehidupan dia, kalau dia sungguh-sungguh mengerti ini, dia tidak mungkin tidak bersukacita dalam hati dia, dia tidak mungkin tidak memiliki pujian dalam hati dia, dia tidak mungkin tidak bermazmur dalam hidup dia, dan dia tidak mungkin menyanyikan, tidak menyanyikan satu nyanyian yang menyatakan pertobatan dia di dalam kehidupan dia. Semua itu pasti dia akan keluarkan dan munculkan di dalam mulut dia melalui hati yang sungguh-sungguh telah menerima penebusan Kristus.
Dan kalau ini sungguh-sungguh terjadi, Bapak Ibu Saudara yang dikasihi Tuhan, ketika kita memuji Tuhan karena kita terhanyut oleh karya penebusan Kristus dan kita sering kali oleh kasih Kristus yang begitu luar bisa dalam kehidupan kita, saya tanya, orang seperti ini gampang tidak dibuat marah? Orang seperti ini gampang tidak diprovokasi? Saya yakin orang ini sulit sekali dibuat marah oleh orang lain dan orang ini sulit sekali untuk terombang-ambing atau diombang-ambingkan oleh situasi keadaan yang ada di dalam kehidupan dia. Karena apa? Hatinya selalu bersyukur, hatinya senantiasa menaikkan pujian di dalam setiap hal yang terjadi di dalam kehidupan Dia. Roma 8:28, pada waktu dia mengalami suatu kedaan yang baik, dia bersyukur kepada Tuhan, pada waktu dia mengalami keadaan yang tidak baik, dia juga belajar bersyukur kepada Tuhan Allah. Pada waktu dia ribut dengan istrinya atau suaminya, dia bersyukur kepada Tuhan Allah karena dia melihat ada sisi baik dari pada keributan itu misalnya. Pada waktu, mungkin nggak usah pakai ribut lah ya, pada waktu terjadi suatu perbedaan pendapat di dalam kehidupan dia, dia nggak akan terpancing, dia nggak akan mudah terpancing karena dia belajar menerima keadaan itu karena dia bersyukur kepada Tuhan Allah. Karena orang yang telah Tuhan tempatkan di sisi dia, tidak seperti Adam yang kemudian menyalahkan orang yang Tuhan tempatkan di samping diri dia, tapi dia tahu itu bersumber dari Tuhan, dia tahu bahwa Tuhan memberikan itu adalah sesuatu yang baik dari diri dia. Dan saya percaya, dia tidak mungkin tidak bersyukur. Dia akan belajar bersyukur pada Tuhan Allah. Dan itu sebabnya saya bilang, pada waktu orang memiliki kehidupan yang betul-betul dikontrol oleh Roh Kudus, mungkin tidak dia menjadi orang yang gampang diprovokasi untuk ribut berselisih dan bahkan akhirnya memisahkan diri daripada pasangan dia? Saya percaya itu nggak gampang terjadi, karena hatinya ucapan syukur dalam kehidupannya. Tapi saya mau tanya satu hal, enak nggak hidup dengan orang seperti ini? Enak nggak? Saya yakin enak sih. Karena apa? Dia sangat mengerti kita. Tapi persoalannya adalah, kalau dia hanya lakukan itu bagi diri kita, dia nggak boleh lakukan itu kepada orang lain. Seringkali kita punya prinsip seperti ini ya. Tapi saya percaya itu adalah suatu sikap yang egois sekali dari diri kita yang ingin diperhatiin, yang ingin dilayani, yang ingin ditinggikan, yang ingin dihargai melebihi dari orang lain. Nanti kita akan lihat, kepada siapa kita harus belajar menundukkan diri kita? Dan itu dikatakan oleh Paulus dengan jelas sekali di dalam ayat 21 ini. Tetapi pada bagian ini saya mau berkata, orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus dalam kehidupan dia, dia pasti menjadi orang yang hampir tidak mungkin hidup di dalam perselisihan. Karena hatinya senantiasa dipenuhi dengan ucapan syukur, sukacita dan ujian dalam kehidupan dia. Apalagi di dalam Alkitab, di dalam Galatia 5 ayat 22, orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus, adalah orang yang akan memiliki buah-buah Roh, dan buah-buah Roh itu apa? Pertama adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, dan kelemahlembutan, penguasaan diri. Kalau itu menjadi buah yang Roh Kudus kerjakan di dalam diri kita, mungkin tidak kita tadi dapat terprovokasi? Saya yakin nggak gampang. Kita nggak gampang tersinggung, kita bukan orang yang sangat sensitif sekali, tapi kita akan menjadi orang yang lebih punya penguasaan diri dalam kehidupan kita.
Paulus tidak berhenti hanya sampai di sini, tapi dia lanjutkan ke dalam ayat yang ke-21. Di dalam ayat 21, dikatakan, “Dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain, di dalam takut akan Kristus.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu berbicara mengenai “takut akan Kristus”, saya percaya Alkitab punya konsep adalah bukan mentaati Tuhan dengan kegentaran untuk dihukum oleh Tuhan Allah. Tetapi prinsip takut akan Tuhan, takut akan Kristus, itu dimunculkan dari satu hati yang mengasihi dan menghormati, yang rela untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan di dalam kehidupan kita. Karena kita adalah orang yang mengerti karunia dan anugerah Tuhan yang begitu besar, yang Tuhan telah berikan di dalam kehidupan kita. Sehingga pada waktu kita melayani Tuhan, yang kita lakukan adalah kita rela untuk lakukan itu. Bukan karena kita takut dihukum oleh Tuhan Allah, bukan karena kita takut untuk dibuang ke dalam neraka, tapi karena saya mengerti: Ini yang terbaik. Karena saya mengerti: Ini yang menyenangkan Tuhan saya. Karena saya mengerti: Ini adalah yang kudus, yang benar dalam kehidupan saya, dan saya ingin lakukan itu dalam kehidupan saya. Apalagi saya sudah ditebus oleh Kristus, melalui kematian Dia di atas kayu salib, itu lebih-lebih lagi membuat saya rela untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam kehidupan saya, atau kehendak Kristus dalam hidup saya.
Dan apa yang menjadi kehendak Kristus? Ayat 21 bilang apa? “Rendahkanlah dirimu.” Atau, “Tundukkanlah dirimu!” Kepada siapa? Istri kepada suami? Anak kepada orang tua? Kepada siapa? Ada bagiannya memang. Di dalam ayat 22, di situ dikatakan, “Istri harus tunduk kepada suami!” di dalam pasal 6 ayat 1, ada kalimat yang menyatakan bahwa anak-anak harus taat kepada orangtuamu. Tetapi pada ayat 21 ini, Paulus tidak berkata itu hanya dikhususkan bagi istri untuk tunduk kepada suami atau kepada anak-anak kepada orangtuanya. Tetapi Paulus berkata, menundukkan diri itu adalah suatu prinsip yang harus dilakukan oleh setiap orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Berarti baik laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun anak, keluarga dengan orang lain, atau pribadi dengan pribadi, itu harus belajar saling menundukkan diri. Suami belajar menundukkan diri kepada perempuan, istri yang belajar menundukkan diri kepada suaminya, anak-anak menundukkan diri kepada orang tuanya, orang tuanya belajar menundukkan diri kepada anak-anak. Hei tunggu dulu, kayanya nggak Alkitabiah sama sekali ya kalau seperti ini ya! Saya percaya bukan seperti itu maksudnya. Tapi saya ingin menekankan kepada Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu berbicara mengenai penundukkan diri ini, memang secara kata, kosakata Yunaninya, “menundukkan diri” itu berarti saya menempatkan diri saya di bawah orang lain dalam kehidupan saya. Saya menempatkan diri saya di bawah kepentingan daripada orang lain dalam hidup saya. Itu yang menjadi dasar. Tetapi bukan berarti ketika seseorang menundukkan diri, dia melepaskan posisi dia atau otoritas yang Tuhan berikan di dalam kehidupan dia. Itu yang akan kita lakukan dalam hidup kita. Nanti kita akan sampai kepada poin itu, tapi sebelumnya kita bahas ini dulu ya.
Kita harus pegang satu hal. Penundukkan diri satu dengan yang lain, itu adalah menjadi dasar dari kehidupan pernikahan yang diberkati oleh Tuhan Allah. Itu adalah dasar dari sebuah pernikahan yang berbahagia. Kalau Bapak-Ibu, ya ini mungkin lebih ke arah keluarga ya, dan mungkin di sini ada banyak anak-anak muda, tapi saya percaya suatu hari kalian akan menikah kan? Tapi ini semacam bimbingan pranikah bagi Saudara yang belum menikah ya, untuk mempersiapkan diri sebelumnya. Setiap keluarga, Alkitab berkata, di bawah atap rumah, pasti ada masalah. Pasti ada masalah. Walaupun kadang-kadang, saya dengar ada anak-anak yang berkata kepada saya, orangtuanya nggak pernah ribut, benar-benar nggak ribut. “Benar nggak pernah ribut?” saya tanya. “Benar, nggak pernah ribut! Saya nggak pernah lihat orang tua saya ribut!” Apakah orangtuanya bener-bener nggak pernah ribut? Saya nggak yakin deh! Tapi mungkin dia ribut di tempat lain, di mana anaknya nggak lihat. Dan saya pernah dengar, orang tua-orang tua mengatakan hal ini supaya mereka tetap menampilkan diri sebagai contoh yang baik kepada anak-anak mereka.Tetapi maafkan, saya tidak terlalu setuju karena kita akan mendidik anak-anak kita menjadi orang yang naïf, pikir keluarga itu nggak ada masalah. Berkeluarga itu nggak ada keributan, semuanya baik-baik, seperti siapa? Orang tua saya nggak pernah ribut sama sekali. Saya percaya di bawah setiap atap pasti ada keributan, ada masalah dalam kehidupan sebuah keluarga, tapi yang menjadi pertanyaan adalah pada waktu seorang suami berselisih dengan seorang istri solusinya apa ya? Kalau istrinya kamu kurang romatis, mulai hari ini laki-laki harus lebih kreatif membuat suasana yang romantis begitu. Kalau istrinya bilang, “kamu kurang perhatian,” maka mulai hari ini suaminya mulai tanya, “kamu sudah makan belum, kamu mau makan apa?” Kalau istri saya selalu bilang, “terserah, terserah,” kadang susah jadi suami kalau tanya, “mau makan apa?” Terserah. “Mau makan ini?” Nggak. “Mau makan itu?” Nggak. Tapi apakah membawa istri, tanya dia sudah makan atau belum, apa bertanya kamu mau makan apa, apakah dengan melayani istri misalnya di depan umum, ada orang yang berkata kalau suaminya membawakan air minum, “oh suaminya romatis,” seperti itu, apakah dengan memberikan suatu kesan romatisme di situ, dan mungkin pandai di dalam mengatur waktu , membagi antara pekerjaan, pelayanan di gereja dan juga kehidupan berkeluarga, itu bisa menjadi solusi terhadap masalah dalam keluarga, bisa tidak? Tambah lagi mungkin suami yang pandai masak , mungkin istri-istri akan lebih senang, apakah itu kalau jadi, kalau ada masalah suaminya boleh masak-masak kesukaan istri, itu bisa membuat solusi masalah begitu? Saya percaya tidak ya. Kalau Bapak-Ibu ada masalah, Saudara punya masalah dengan pacar Saudara, lagi masalah, saudara mau buat bagaimanapun saya yakin itu nggak akan perbaiki masalah. Kalau kita lagi berselisih dengan orang lain bahwa bagaimanapun kita membaiki orang itu, yang terjadi adalah bukan makin baik tetapi orang makin curiga dengan diri kita, dan makin pikiran negatif pada diri kita, sering sekali seperti itu. Jadi saya percaya itu bukan solusi yang sangat esensi atau mendasar di dalam menyelesaikan suatu masalah. Mungkin bisa diselesaikan tapi suatu waktu, buktinya apa, pasti ada masalah lagi, pasti ada keributan lagi, dan umumnya keributan yang terjadi di dalam keluarga, itu adalah keributan yang berulang, dan ulang, dan ulang. Makanya perempuan-perempuan dan istri-istri yang ahli sejarah sering kali bohong, “kau tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang selalu membuat masalah yang sama.” Dan sangat menjengkelkan, sekali dua kali masih diterima, kalau tiga empat kali lima kali, kalau dia tidak jadi orang yang apatis mungkin tingkat frekuensi marahnya makin besar, dan tingkat mendiamkan suaminya itu lebih panjang lagi kali. Karena apa? Dia jengkel sekali, suaminya tidak pernah belajar. Atau suaminya yang sangat perfeksionis, dia juga bisa sangat jengkel sama istrinya, apakah itu bisa menjadi sumber penyelesaian? Saya kira itu bukan sumber penyelesaian, tetapi sumber penyelesaian sesungguhnya adalah kalau kita hidup menundukkan diri seorang kepada yang lain, yang didasarkan dari satu hati yang penuh dengan sukacita dan ucapan syukur yang disebabkan oleh karena Roh Kudus memenuhi hidup kita, itu yang membuat ada solusi di dalam masalah keluarga. Atau ekstrim seperti ini, walaupun Bapak-Ibu bukan orang yang sangat romatis, walaupun Bapak-Ibu bukan yang pandai masak, walaupun Bapak-Ibu bukan orang yang sangat kreatif di dalam membuat suasana yang menyenangkan di dalam keluarga, walaupun Bapak-Ibu bukan seorang yang pandai masak, atau pandai membagi waktu, tetapi kalau Bapak, Ibu, Saudara memilki hati yang dipenuhi dengan pimpinan Tuhan, ketaatan kepada firman, ucapan syukur dan menundukkan diri satu dengan yang lain, saya yakin masalah bisa selesai.
Karena itu saya berkata ini adalah standar atau dasar kehidupan pernikahan Kristen. Dan saya harap kita sungguh-sungguh memegang prinsip ini dalam hidup kita ya, saya yakin sekali ini jadi dasar. Misalnya ambil contoh kalau kita lagi jengkel sama seseorang, maka yang ada muncul dalam pikiran kita adalah selalu asumsi-asumsi yang jelek mencurigai orang tersebut. Apalagi kalau kita punya pengalaman yang kurang baik terhadap orang itu, itu akan terjadi. Tapi bagaimana kalau relasi kita dengan orang itu dalam kondisi baik, atau suasana hati kita dalam kondis yang baik dan kita nggak ada masalah? Pada waktu orang itu melakukan kesalahan, kita akan pikiran negatif nggak? Saya yakin tidak akan, yang ada adalah kita akan belajar untuk tetap mengasihi orang itu, kita lebih berbesar hati untuk menerima orang itu walaupun dia ada kesalahan dalam hidup dia pada diri kita. Nah ini yang Alkitab katakan, kalau kita memelihara hati yang sungguh-sungguh taat kepada apa yang jadi kehendak Tuhan, yang membuat kita penuh dengan sukacita, pikiran yang baik, yang positif yang senantiasa memuji dan menudukkan diri satu dengan yang lain, saya yakin kita nggak gampang curiga, kita nggak akan gampang marah atau merasa tersinggung akibat dari pada kelakuan pasangan kita. Dan pada waktu ada masalah kita akan belajar menyelesaikan itu, tapi penyelesaian masalah itu, bukan dengan menyuruh pasangan kita berubah tetapi dengan kita belajar melayani pasangan kita berdasarkan apa yang baik dari pasangan kita tersebut. Saya percaya hidup orang Kristen satu hal yang penting adalah pada waktu Roh Kudus bekerja dia ada penguasaan diri, selain dari kasih dan semua itu saya yakin akan ada, tetapi yang kedua dia pasti punya kerendahan hati dan kelembutan hati. Kerendahhatian dan kelembutan hati, itu akan menandai kehidupan orang yang takut akan Tuhan. Dia tidak akan mengeraskan hati kalau dia tahu dia salah. Dia tidak akan terus meninggikan diri terhadap pasangannya, dia akan belajar untuk merendahkan diri dia demi untuk kebaikan relasi yang ada di dalam kehidupan keluarga. Dan saya yakin ini nggak mungkin bisa dilakukan oleh orang non-Kristen. Prinsip orang non-Kristen itu adalah selama engkau menguntungkan saya, saya akan setia kepada engkau, tapi ketika engkau tidak menguntungkan lagi, saya juga akan pikir-pikir ulang. Kalau engkau berubah, oke mungkin saya bisa balik, tapi kalau engkau sama-sama ngotot dengan saya, sama-sama kerasnya, sama-sama tidak mau mengalahnya, yang akan terjadi adalah perpisahan. Dan itu sering kali kita lihat, termasuk juga sering kali kita lihat di dalam kehidupan Kristen sendiri. Orang-orang yang mengklaim diri sebagai anak Tuhan.
Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya harap kita mengerti baik-baik bahwa kehidupan kita harus ditandai dengan penundukan diri satu dengan yang lain, kasih, sukacita, ucapan syukur, tapi didasari ketaatan kepada apa yang menjadi perkataan Tuhan. Dan saya percaya Alkitab banyak sekali berbicara mengenai hal ini. Bapak-Ibu bisa search di dalam hp atau konkordansi, ‘tunduklah,’ saya yakin semuanya akan keluar ayat-ayat berbicara mengenai kehidupan yang menundukkan diri satu dengan yang lain. Bapak-Ibu bisa search ‘kerendahan hati,’ di situ bisa banyak sekali keluar yang menjadi dasar kehidupan orang Kristen, dan ‘kelemahlembutan’ seperti itu akan keluar semua ayat-ayat. Tapi saya mau katakan, salah satu contoh dari pada pribadi yang punya kerendahan hati dan kelemahlembutan itu adalah Yesus Kristus. Alkitab berkata di dalam Yohanes 13, ketika Dia ingin, menjelang penyaliban Dia, ketika Dia ada di dalam rumah atas itu, Dia kemudian mengambil kain, ikat pinggangnya, lalu mengambil baskom dan mulai membasih satu per satu dari pada kaki murid-murid-Nya. Itu artinya apa? Saya yakin pada waktu Yesus ada di dalam kamar atas itu, Dia melihat murid-murid-Nya itu bertengkar satu dengan yang lain, berusaha menonjolkan diri dibandingkan yang lain, dan merasa diri lebih berharga, lebih penting, dan harusnya layak mendapatkan jabatan yang tinggi di dalam Kerajaan Allah. Dengan cara apa? Merendahkan teman-teman dia atau saudaranya yang lain. Tapi pada waktu Yesus ada di dalam rumah atas itu untuk menerima perjamuan Paskah, dan setelah mereka makan itu, Tuhan Yesus kemudian mengambil baskom, mengikat pinggangnya dengan kain dan membasuh kaki murid-murid-Nya. Artinya apa? Dia mau berkata, “kalau Aku sendiri yang adalah Tuhanmu dan Gurumu mau merendahkan diri untuk melayani engkau dengan membasuh kakimu, mementingkan engkau daripada diri-Ku, meninggikan engkau daripada diri-Ku sendiri, engkau juga harus melakukan hal yang sama di dalam kehidupan pelayananmu.”
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya, bagi orang dunia ini adalah hal yang bodoh. Ini adalah hal yang nggak masuk akal. Ini hal yang merugikan hidup kita. Tapi bagi kita anak-anak Tuhan yang memiliki Roh Kudus, ini adalah hal yang baik, yang benar, yang mempersatukan, yang melayani, dengan melayani satu dengan yang lain, mendahulukan kepentingan yang lain lebih dari pada kepentingan diri kita sendiri. Itu adalah hal yang utama. Karena apa? Karena Kristus sendiri, yaitu Tuhan dan Guru kita, melakukan hal yang sama itu bagi kehidupan kita. Saya tanya, hidup siapa yang lebih penting? Pasangan atau saya? Kehendak siapa yang lebih utama? Pasangan saya atau saya? Kebutuhan siapa yang harus didahulukan, pasangan saya atau saya? Hayo siapa? Nggak mau ngomong? Makanya suka ribut ya? Coba ngomong ya, hidup pasangan saya lebih penting dari hidup saya. Ayo, satu, dua, tiga, “hidup pasangan saya lebih penting dari saya.” Keinginan pasangan saya harus lebih didahulukan dari keinginan saya. Ayo ngomong, “Keinginan pasangan saya harus lebih didahulukan dari keinginan saya.” Kebutuhan pasangan saya lebih utama dari kebutuhan saya. Kalau ini Bapak-Ibu lakukan, ada ribut nggak? Ada nggak? Nggak kan? Jadi coba kita belajar menerapkan firman ya. Jangan hidup seperti orang dunia, kita bukan orang dunia, kita manusia baru. Jangan adopsi nilai-nilai dunia masuk ke dalam keluarga kita, karena kita bukan orang dunia. Jangan mengklaim diri kita adalah orang Kristen sedangkan prinsip hidup kita dan nilai yang kita gunakan untuk menjalani kehidupan kita adalah nilai dunia. Itu bukan orang Kristen. Tapi kalau kita menggunakan prinsip dari Tuhan itu adalah orang Kristen, nilai Tuhan itu adalah orang Kristen. Dan ini yang paling sulit ya dalam kehidupan orang percaya, lebih sulit daripada mempertobatkan orang mungkin. Maafkan kalau saya ngomong, memang mempertobatkan orang itu mustahil ya kecuali kalau Roh Kudus itu bekerja untuk melahirbarukan dia dan membawa dia ke dalam iman pada Kristus, baru dia bisa datang kepada Kristus. Tapi setelah datang kepada Kristus, nggak selesai lho. Kenapa ada khotbah setiap hari? Kenapa ada firman Tuhan setiap Minggu yang harus disampaikan? Kenapa ada PA? Kenapa ada KTB dan yang lainnya? Kenapa ada konseling? Supaya kita belajar mengubah konsep-konsep kita yang sebelumnya, yang lama, yang tidak sesuai dengan kebenaran firman untuk ditundukkan di bawah kebenaran firman. Baru kita bisa hidup berjalan sebagai orang yang mengatakan diri, saya orang Kristen, saya murid Kristus, saya adalah anak Allah. Di dalam renungan doa kemarin saya ada bahas satu hal ada satu konselor itu berkata seperti ini. Khususnya berhadapan dengan orang yang punya penyakit schizophrenia, yang suka ada suara suara di belakang kepalanya yang berbicara bicara tentang orang lain, tentang diri dia, mungkin untuk menyakiti orang lain atau menyakiti diri dia dan yang lain-lain hal yang negatif seperti itu. Pada waktu kita menghadapi orang-orang seperti ini ada suara di belakang kepala dengan perkataan suatu otoritas mana yang paling tinggi. Otoritas mana? Pada waktu kita menerima suara-suara dari orangtua, dari keluarga, dari masyarakat dengan firman Tuhan, otoritas mana yang lebih tinggi? Pada waktu dalam hati kita ngomong, “Saya tidak boleh kalah dengan pasangan saya, saya harus lebih penting dan lebih utama daripada pasangan saya,” otoritas mana yang lebih tinggi dibanding dengan firman Tuhan? Otoritas siapa? Otoritas firman, itu anak Tuhan, itu ciri orang Kristen yang sejati. Saya harap kita belajar untuk lakukan ini dalam kehidupan kita.
Makanya di dalam 1 Korintus 11:3, walaupun Alkitab berkata ketika melihat laki-laki dan perempuan ada suatu kesetaraan dalam hidup tetapi juga tetap ada ordo dalam kehidupan kita. Walaupun kita harus mendahulukan satu dengan yang lain dalam kehidupan kita dan membutuhkan diri satu dengan yang lain dalam kehidupan kita, tetapi tetap ada yang menjadi kepala dan memimpin dalam kehidupan kita. Saya mungkin bahas dari aspek Kristus. Siapa Kristus? Apakah Kristus lebih rendah dari Bapa? Alkitab bilang kan tidak. Apakah Kristus memiliki esensi yang berbeda dari Allah Bapa? Alkitab bilang tidak, Mereka memiliki esensi yang sama yaitu Allah. Apakah tingkat Yesus lebih rendah derajatnya daripada Bapa? Alkitab berkata tidak. Apakah Yesus berkata lebih kecil dari Bapa? Alkitab berkata tidak, Mereka sama, Mereka sekelas, Mereka setingkat. Tetapi pada waktu Allah Tritunggal memiliki suatu rencana untuk menebus manusia maka Alkitab berkata di situ Kristus belajar menundukkan kehendak Dia di bawah kehendak dari pada Bapa. Bapa ingin manusia yang jatuh dalam dosa diselamatkan, Yesus berkata, “Iya kalau itu adalah kehendakMu, Aku akan lakukan untuk taati dengan menyelamatkan mereka.” Ketika Bapa berkata, “Aku ingin Engkau menyelamatkan mereka dengan Engkau mengalirkan darah di atas kayu salib,” berapapun harganya, berapapun menyakitkannya itu, maka Yesus berkata, “Kalau itu adalah kehendakMu biarlah Aku meminum cawan itu.” Dan Yesus lakukan itu, Dia pergi ke atas kayu salib untuk mati bagi dosa manusia yang berdosa. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam penyelamatan manusia Yesus belajar menundukkan diri di bawah apa yang menjadi kehendak BapaNya. Roh kudus menundukkan diri di bawah menjadi kehendak Kristus dan kehendak BapaNya. Dan di sini Paulus berkata ketika kita hidup dalam sebuah keluarga yang menjadi kepala laki-laki itu adalah Kristus, yang menjadi kepala perempuan adalah laki-laki. Jadi pada waktu kita berelasi di dalam kehidupan kita dengan Tuhan Allah, Alkitab berkata memang laki-laki dan perempuan itu setara, dan laki-laki dan perempuan itu harus belajar menundukkan diri satu sama lain; tetapi Bapak, Ibu, Saudara saudara yang dikasihi Tuhan, bukan berarti perempuan boleh injak-injak kepala laki-laki, atau bukan berarti perempuan boleh berkuasa atas laki-laki karena tetap ada ordo di dalam relasi keluarga.
Nanti kita akan membahas ini lebih mendalam lagi pada waktu kita masuk dalam ayat yang ke 20 dan seterusnya, tapi saya mau katakan ada ordo itu di mana kita harus menghormati. Dan ordo itu berbicara mengenai apa? Ordo itu berbicara laki-laki sebagai penanggungjawab di dalam apa? Suami-suami, ketika engkau ditunjuk oleh Tuhan, dipanggil oleh Tuhan sebagai laki-laki, sebagai kepala keluarga, tanggung jawabmu apa? Pemeliharaan keluarga nggak? Melindungi istri tidak? Mencukupkan apa yang menjadi kebutuhan dari keluarga tidak? Mendidik dan membesarkan, membimbing anak di dalam Tuhan, itu tanggung jawab papa lho ya. Ya kan? Itu ordo. Nanti perempuan kita akan bahas sendiri ya. Tapi saya akan katakan ada ordo itu di dalam kehidupan keluarga. Tetapi kalau kita kaitkan ordo itu di dalam aspek penundukkan diri jadinya bagaimana? Jadinya adalah saya walaupun memelihara keluarga saya, walaupun saya memenuhi kebutuhan dia, walaupun saya membesarkan anak dan membimbing anak di dalam itu adalah tanggung jawab saya, walaupun saya telah melindungi istri saya bukan berarti dia milik saya yang harus dengerin saya total 100%, tetapi saya melayani dia berdasarkan apa yang baik bagi dia. Itu namanya penundukkan diri, tetapi Dia melayani apa yang jadi kerinduan kita, yang paling penting, yaitu keselamatan hidup kita, Dia memulihkan kondisi kita, Dia memperbaharui kita, baru dari situ, Dia, bukan cuma sampai di situ, Dia memberi contoh bagaimana hidup di dalam ketaatan kepada Tuhan. Diri Dia itu yang menjadi contoh, Dia lakukan apa yang baik, dan kemudian baru Dia minta kita lakukan. Dan saya harap ini menjadi dasar kita menjalankan kehidupan kita ya. Jangan lupa tanggung jawab sebagai seorang suami, jangan lupa tanggung jawab sebagai seorang istri. Tetapi tanggung jawab itu ketika dijalankan bukan berarti tugas kita selesai, dan kita tidak lagi perlu melakukan hal yang lebih daripada kita sekedar menjalankan tanggung jawab itu. Selama kita belum melakukan yang terbaik bagi pasangan kita, selama kita belum merindukan untuk mendahulukan kepentingan dia, saya pikir kita belum menjalankan apa yang menjadi perintah Tuhan, dan kebenaran Tuhan. Dan ini yang, saya sembari katakan ya, ndak mungkin orang dunia bisa lakukan prinsip ini kecuali dia adalah anak Tuhan. Dan sebenarnya Paulus tidak hanya berhenti di sini, Paulus tarik lebih jauh lagi, yaitu di dalam 1 Korintus Pasal yang ke 7. Di dalam 1 Korintus Pasal yang ke 7, ketika kita berbicara mengenai kebaikan untuk pasangan, itu juga berkaitan bukan hanya makanan, dipelihara, disayangi, dididik dalam firman anak-anaknya, tapi untuk suami istri, Paulus katakan secara khusus ketika engkau menikah tubuhmu bukan milikmu lagi tapi milik pasanganmu. Itu berarti, suami istri punya tanggung jawab, tanggung jawab untuk melayani satu sama lain di dalam hal seksual juga. Dia tidak boleh menghukum pasangannya dengan relasi seksual tersebut, tapi dia harus belajar melayani pasangannya dengan aspek ini juga dalam hidup dia. Itu namanya saya menundukkan diri saya untuk kebaikan dari pasangan saya. Kiranya Tuhan boleh memberkati kita ya.
Dan Bapak, Ibu, Saudara, boleh ingat ini baik-baik, ini adalah dasar dan kunci untuk suatu kebahagiaan dan kesatuan di dalam keluarga. Kalau kita abaikan ini, saya yakin keluarga kita ndak akan bertahan, keluarga kita tidak ada kebahagiaan di dalamnya, keluarga kita tidak ada suatu kehidupan yang memuliakan Tuhan di dalamnya. Tetapi yang ada adalah mungkin membuat anak-anak kita melihat ini bukan orang Kristen yang baik atau yang di teladani, membuat mereka mungkin menyangkali iman mereka, meninggalkan iman mereka suatu hari karena orangtuanya ndak pernah menjadi panutan sama sekali di dalam kehidupan keluarga yang takut akan Tuhan. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya sedih sekali, ketika orangtua ribut, seringkali adalah pikirannya pendek sekali, cuma pikir saya butuh kebebasan dari orang itu, saya tidak mau menderita lagi dari dia, saya terpaksa ada di dekat dia, saya mengikut dia adalah menjadi beban dalam hidup saya. Dia ndak mikir akibat dari keputusan dia, anaknya itu bagaimana nasibnya. Bapak-Ibu tahu tidak, engkau sedang menghancurkan anakmu kalau engkau ribut dalam keluarga tanpa ada solusi penyelesaian kasih karunia di dalam Kristus. Dan itu jiwa lho, jiwa yang engkau mau bawa dalam kekekalan atau kau mau buang dia ke dalam neraka. Kalau dia masih bisa hidup dalam iman yang baik, itu anugerah Tuhan yang besar sekali, tapi umum nya, anak itu mungkin kurang confident diri dan hal-hal lain yang akan dia alami secara psikologis. Belajar tunduk kepada Firman, kebenaran Firman, itu hal yang terbaik, dan saya percaya kita sebagai anak Tuhan harus utamakan ini dalam kehidupan keluarga kita ya. Pasangan bukan beban ya! Tapi orang yang Tuhan tempatkan untuk apa? Bapak-Ibu, lihat pasangan atau ketika kalian pacaran lihat pasangan itu, pasangan itu siapa ya? Orang yang Tuhan tempatkan di sisi kita untuk apa? Untuk memuaskan saya? untuk menyenangkan saya? Atau untuk membentuk saya menjadi seperti Kristus? Yang benar yang mana? Jadi seperti Kristus kan? Karena itu belajarlah jadi seperti Kristus ya, melalui pasangan ya. Kiranya Tuhan boleh berkati kita, mari kita masuk ke dalam doa.
Kami sekali lagi bersyukur Bapa, ada firman yang senantiasa menerangi dan memimpin jalan hidup kami. Kami senantiasa bersyukur ya Bapa, Engkau boleh membukakan kepada kami atau telah memberikan kepada kami apa yang menjadi rahasia dan kunci suatu kehidupan yang ada dalam relasi yang baik dalam suami dan istri, dan di dalam keluarga, yang tentunya untuk membawa kemuliaan bagi nama Tuhan. Dan kami mohon, kiranya Engkau boleh berikan kepada kami mata hati yang melihat kepada kebenaranMu sebagai kebenaran yang bersumber dari Tuhan, bukan sebagai suatu pilihan untuk kami jalani atau boleh tidak kami jalankan dalam kehidupan kami, tetapi sesuatu yang benar dan harus kami teladani, lakukan di dalam kehidupan kami, karena ini adalah kebenaran yang mutlak dari Tuhan Allah sendiri. Bukan hanya Tuhan yang telah mencipta kami, tapi Tuhan yang telah menebus kami untuk hidup di dalam ketaatan tersebut kepada Kristus. Beri kami hati yang takut kepada Engkau ya Tuhan, beri hati kepada kami yang takut akan Kristus dalam hidup kami. Dalam Nama Tuhan Yesus kami telah berdoa. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]