Ef. 6:1-3
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, sebelumnya kita sudah membahas relasi diantara suami-istri yang ada di dalam keluarga. Kita sudah membahas bahwa seorang istri harus belajar tunduk kepada suaminya dan seorang suami harus belajar mengasihi istrinya. Kenapa ini menjadi dua perintah yang ditekankan di dalam surat Efesus? Karena inilah menjadi kutukan yang Tuhan berikan di dalam keluarga ketika manusia jatuh di dalam dosa. Seorang istri mendapat kutukan untuk susah payah di dalam melahirkan bertambah banyak, tetapi ada satu aspek lagi yaitu melawan suami, tidak mau tunduk kepada suami, dan ingin berkuasa atas suami. Tetapi seorang suami juga ketika dia dikutuk oleh Tuhan selain dia juga harus bekerja keras dalam kehidupan dia untuk menghasilkan uang, menghasilkan makanan dalam hidup dia, tapi dia juga dikutuk untuk menjadi seorang yang kasar, yang berlaku keras kepada istrinya atau menyakiti istrinya. Sehingga pada waktu Tuhan ingin kita hidup sebagai anak-anak Allah, Tuhan telah menebus kita sebagai anak Tuhan, memulihkan kita sebagai manusia yang baru, hal yang perlu kita perhatikan di dalam relasi seorang laki-laki dan perempuan di dalam keluarga adalah istri belajar tunduk kepada suami dan suami belajar mengasihi istri karena ini yang menjadi perintah Tuhan dan kehendak Tuhan dari mulanya ketika Allah mempersatukan laki-laki dan perempuan di dalam sebuah ikatan keluarga.
Setelah kita membahas mengenai aspek ini maka di dalam pasal 6 ayat yang pertama kita diajak untuk melihat kepada perintah yang ditujukan kepada anak-anak. Satu satunya perintah yang Allah tulis di dalam Alkitab yang ditujukan kepada anak-anak untuk menaati orang tua dan menghormati orang tua. Jadi pada waktu kita memperhatikan hal ini, maka saya percaya sebagai orang tua kita memiliki suatu tanggung jawab juga di dalam keluarga kita. Bukan hanya di dalam relasi antara suami-istri saja tetapi sebagai orang tua kita diberikan suatu tanggung jawab untuk mendidik anak-anak kita. Dan dalam aspek apa kita harus mendidik anak anak kita? Di dalam bagian ini, itu dikatakan ada dua aspek yang harus kita ajar kepada mereka, yaitu adalah pertama taat, dan yang kedua hormat kepada orang tua. Ini adalah dua aspek yang kelihatannya begitu sederhana tapi saya percaya ini juga adalah aspek yang bisa dikatakan menyeluruh atau sudah total untuk mendidik anak-anak kita. Dua aspek ini, yaitu untuk mengajarkan kepada anak-anak kita bagaimana mereka harus bisa taat kepada oarang tua dan bagaimana mereka harus menghormati orang tua mereka, saya percaya ini adalah hal yang serius yang harus digumulkan sebagai seorang Kristen di dalam kehidupan keluarga atau membangun sebuah kehidupan keluarga.
Alkitab banyak sekali berbicara mengenai aspek ini. Misalnya kalau Saudara buka ayat yang cukup terkenal yaitu dalam Amsal 22:6, ini juga satu ayat yang menjadi ayat yang dibahas atau dikutip di dalam kebaktian KKR untuk SMK atau retreat untuk SMK yang ada di Kaliurang kemarin Hari Jumat, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Tuhan mengatakan melalui penulis Amsal bahwa seorang tua harus mendidik anak muda, anak-anak mereka. Dan pada waktu kita mendidik anak-anak maka anak-anak itu akan bertumbuh sesuai dengan apa yang dididik sejak muda mereka. Ini bukan sebuah janji, ini bukan sesuatu yang kalau kita lakukan maka pasti output-nya seperti itu, tetapi ini adalah suatu hasil observasi dari pada penulis Amsal, bahwa ketika seorang tua mendidik anaknya dengan sungguh-sungguh maka pendidikan itu tidak akan sia-sia, pasti akan berbuah di dalam kehidupan mereka. Saya sering kali waktu masih kecil orang tua saya, papa saya itu, mengajarkan seperti ini, ini berkaitan dengan tanaman ya. Papa saya tanam sebuah pohon, suka sekali pohon buah, lalu pada waktu dia tanam pohonnya itu pohon mangga. Saya tanya pada papa saya, “Itu pohon masih muda sekali. Kira kira butuh berapa lama ya untuk bisa berbuah?” “Oh kalau itu pohon dari biji kita tanam mungkin lima tahun ke atas, 6 tahun ke atas baru bisa berbuah.” Wah saya bilang nunggu lama sekali ya nunggu waktu seperti itu. Papa saya ngomong, “Oh tidak terasa kok 5-6 tahun itu. Nanti saya tanam waktu kalian masih kecil, sekarang ketika kalian sudah lulus SMA atau lulus kuliah pohon itu sudah berbuah dan kita bisa nikmati buahnya tersebut.” Dan memang ternyata ketika ditanam di usia itu tidak terasa waktu begitu cepat sekali berlalu dan tidak terasa ketika kita sudah mulai dewasa, mulai lulus sekolah, kita memanen hasil yang begitu limpah dan begitu banyak sekali karena pohon itu dari biji dan pohon itu besar sekali. Nah pada waktu kita mendidik anak prinsipnya juga sama. Kalau kita melihat anak kita, kita tidak peduli dengan mereka maka kita akan menuai apa yang kita tanamkan yaitu ketidakpedulian dalam kehidupan mereka, tetapi kalau dari kecil kita tanamkan yang benar dalam kehidupan mereka saya yakin yang benar itu akan tertanam atau firman Tuhan itu akan tertanam dalam diri mereka sampai mereka tua nanti. Walaupun itu tidak menjamin apakah mereka akan menjadi seorang yang sungguh-sungguh takut akan Tuhan atau tidak, tetapi paling tidak apa yang kita didik dalam hidup mereka itu akan tertanam sampai mereka dewasa. Dan keberhasilan itu juga tergantung dari seberapa totalnya kita mau berpegang kepada kebenaran firman Tuhan dan komitmennya kita di dalam menjalankan firman Tuhan di dalam kehidupan kita.
Di dalam Alkitab banyak sekali berbicara mengenai tanggung jawab Tuhan di dalam mendidik orang tua untuk mendidik anak anak ini. Misalnya di dalam Ulangan 6:6-7, “Apa yang Kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Jadi apa yang Tuhan minta melalui Musa untuk diajarkan kepada anak-anak dari pada orang-orang Israel atau umat Tuhan? Yaitu apa yang diperintahkan Tuhan itu harus diajarkan kepada mereka siang dan malam terus menerus di dalam kehidupan mereka, itu menjadi suatu tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anak mereka untuk mengerti akan kebenaran firman dalam kehidupan mereka, untuk mengerti, untuk memiliki kehidupan yang taat dan hormat kepada orang tuanya yang memiliki ketaatan dan hormat kepada Tuhan Allah di dalam kehidupan mereka. Dan Yosua sendiri di dalam bagian-bagian akhir dari pada perjalanan pelayanannya, dia pernah mengumpulkan semua orang Israel dalam suatu pertemuan yang besar. Lalu Yosua berkata seperti ini, “ Hai Israel, sekarang silahkan engkau pilih, engkau sudah mendapatkan firman Tuhan di tengah-tengah engkau, engkau sudah melihat bagaimana Tuhan bekerja dan memelihara umat-Nya, sekarang engkau pilih sendiri engkau setelah mendapat tanah perjanjian engkau mau ikut Tuhan atau ikut berhala-berhala yang ada di dalam tanah ini. Tapi kami, saya, istri saya, anak-anak saya, memutuskan untuk hidup beribadah kepada Tuhan.” Saya percaya ini menunjukkan bahwa sebagai orang tua yang ada di dalam iman Kristen, kita memiliki suatu tanggung jawab terhadap anak anak kita. Dan tanggung jawab itu bukan hanya di dalam mendidik mereka untuk mempelajari ilmu-ilmu yang ada di sekolah-sekolah, tetapi salah satu tanggung jawab yang utama sekali di dalam kehidupan orang Kristen adalah untuk mendidik anak-anak untuk mengerti firman Tuhan, kebenaran Tuhan dalam kehidupan mereka. Nah Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan saya percaya ini adalah hal yang serius, ini adalah hal yang penting sekali, kenapa begitu? Karena harapan dari masa depan bangsa, itu ada di dalam kehidupan orang Kristen. Karena bagaimana masyarakat bisa memiliki, menjadi sebuah masyarakat yang tidak rusak, atau sesuatu masyarakat yang tidak menyimpang atau menghancur atau betul-betul tidak ada harapan sama sekali itu tergantung dari orang Kristen.
Di dalam Kejadian 18, ada satu peristiwa, ketika Abraham sedang duduk di suasana udara yang begitu panas sekali di bawah pohon terbantin, lalu ketika dia duduk, sedang berkipas-kipas, bersantai, dia melihat ada tiga orang yang datang kepada dia. Pada waktu dia melihat tiga orang ini lalu Abraham cepat-cepat datang kepada tiga orang itu untuk mengundang orang-orang ini masuk ke tendanya, lalu dia melayani orang-orang ini, dan menjamu mereka makanan. Nah pada waktu mereka dijamu makanan oleh Abraham, tiba-tiba salah seorang dari pada tiga orang ini berbicara kepada Abraham, bahwa tahun depan engkau akan memiliki seorang anak, laki-laki, dari istrimu Sarah. Dan kita tahu ternyata salah satu dari tiga orang itu adalah Tuhan sendiri yang datang dan berbicara kepada Abraham. Dan pada waktu itu, dua orang yang lainnya ini adalah siapa? Malaikat. Kenapa mereka juga mendampingi Tuhan di dalam perjalanan itu? Mereka akan pergi ke Sodom dan Gomora untuk mengadakan penghakiman terhadap Sodom dan Gomora. Dan pada waktu Abraham tahu bahwa Tuhan mengutus dua malaikat ini untuk pergi ke Sodom dan Gomora untuk menghakimi Sodom dan Gomora, lalu di sini, ayat itu dikatakan Abraham mulai berdoa kepada Tuhan. Lalu apa yang didoakan Abraham? Abraham berdoa seperti ini: “Tuhan, kalau ada 50 orang benar di situ, Engkau musnahkan tidak Sodom-Gomora?” Tuhan ngomong, “Tidak.” “Kalau 40 orang benar?” “Tidak” “Kalau 30?” “Tidak” “20?” “Tidak” “10?” “Tidak” “5?” “Tidak.” Saya tanya, yang membuat Sodom dan Gomora tidak dihancurkan karena apa atau karena siapa? Satu sisi, mungkin karena kehendak Tuhan, tapi di sisi lain dikatakan karena keberadaan orang Kristen di tempat itu, atau orang yang takut akan Tuhan di tempat itu. Kenapa akhirnya Sodom dan Gomora dimusnahkan? Karena tidak ada yang takut akan Tuhan kecuali satu, hanya Lot seorang, yang takut akan Tuhan, yang lainnya tidak takut akan Tuhan, bahkan keluarga Lot pun, isteri dan anak-anaknya tidak takut akan Tuhan, maka nya Sodom dan Gomora dihancurkan.
Saudara, masa depan masyarakat, masa depan suatu bangsa, itu tergantung dari bagaimana Kekristenan hidup dan menjadi terang dan garam di dalam masyarakat ini. Kalau kita tidak bisa menjadi garam dan terang dalam masyarakat, maka masyarakat itu ndak ada harapan sama sekali. Nah ketika Saudara melahirkan anak-anak di dalam sebuah masyarakat yang tidak ada harapan, Saudara punya kekhawatiran tidak? Punya ketakutan tidak, bahwa anak-anak kita, cucu-cucu kita akan hidup di dalam suatu kondisi yang masa depan nya suram, ndak ada pengharapan sama sekali? Saya kadang heran ya, di zaman kita ini sering kali, berulang kali terjadi, kalau di daerah-daerah Kalimantan itu ada asap yang tebal sekali, dibakar hutannya, tiap tahun berulang-ulang seperti itu. Dan tiap tahun kenapa bisa berulang-ulang seperti itu, apakah kelalaian manusiakah? Atau karena memang kesengajaan manusia yang tanpa mempedulikan kehidupan dan kesehatan dari pada orang-orang yang lain, yang penting adalah saya membuka ladang, saya mendapatkan keuntungan karena ladang saya terbuka, yang cara paling gampang adalah bakar hutan, ndak perlu kirim alat berat dan yang lain-lain, ketika bakar hutan, hutan terbuka, saya bisa tanam di situ, saya bisa mendapatkan keuntungan, tetapi yang lain dikorbankan ndak ada masalah. Kita sering kali berpikir hari depan itu suram, tetapi pada waktu kita berpikir hari depan itu suram kita tidak memiliki suatu keseriusan untuk menjaga, mencegah hal itu mulai dari kehidupan kita saat ini. Dan kita anggap itu adalah sesuatu yang biar berlalu begitu saja, tapi kita ndak pikir anak-anak kita bagaimana. Mungkin kita lebih mirip pada raja Hizkia, ketika Tuhan akan mematikan dia, tapi ketika dia sudah sembuh dari sakitnya dia begitu gembira sekali, lalu dia mulai mengajak Babel untuk melihat seluruh kekayaan yang ada di dalam kerajaan dia. Lalu ketika nabi datang dan menegur Hizkia, “Kamu tahu tidak bahwa semua barang-barang ini karena kamu sudah perlihatkan kepada musuhmu, itu akan diangkut semua ke dalam pembuangan?” Hizkia bilang “Enggak masalah, yang penting bukan terjadi pada zaman saya.” Saudara, itu hal yang mengerikan sekali saya pikir. Dan saya harap kita sebagai orang tua, pada waktu melihat hari depan dan mengetahui keberadaan orang Kristen itu memiliki suatu pengaruh yang besar akan masa depan dari pada bangsa ini, kondisi masyarakat, kita boleh memperhatikan apa yang menjadi kehidupan mereka, apa yang menjadi iman mereka, apa yang menjadi kebutuhan mereka, dan bagaimana kehidupan relasi mereka dalam sebuah keluarga. Itu menjadi hal yang kita perhatikan dan kita didik dalam kehidupan anak-anak kita. Kalau kita gagal di dalam mendidik anak-anak kita, maka saya percaya, masyarakat kita akan tidak punya pengharapan sama sekali, hancur dan rusak.
Tetapi, pada waktu kita mendidik, hal apa yang harus kita perhatikan untuk membuat anak kita itu memiliki hati yang takut Tuhan? Saya percaya, dua hal yang dicatat di dalam ayat yang pertama, itu adalah hal yang penting, yaitu taat dan hormat kepada orang tua. Kenapa bisa begitu? Karena ketika seorang anak tidak memiliki ketaatan, ketika seorang anak tidak memiliki hormat kepada orang tua, jangan pernah berharap, kalau dia bisa dididik kebenaran. Jangan pernah berharap kalau dia bisa dididik untuk bisa memiliki iman yang takut akan Tuhan. Awal mulanya dari situ, taat dan hormat pada orang tua. Kenapa begitu? Saudara tahu, apa yang membuat Adam dan Hawa diusir dari taman Eden? Sebabnya karena mereka tidak mau taat kepada Tuhan, tidak menghormati perintah Tuhan, atau tidak menghormati Tuhan dalam kehidupan mereka, itu yang membuat mereka diusir keluar. Jadi lawan dari pada keberdosaan, lawan dari suatu sikap pemberontakan yang dimiliki oleh orang-orang atau anak-anak kita itu apa? Didik mereka di dalam ketaatan dan hormat. Dari mana? Mulai dari hormat dan taat kepada orang tua. Saya percaya ini hal yang benar, karena anak-anak itu melihat Tuhan, menghargai Tuhan, dan mentaati Tuhan dari mereka belajar yang mentaati dan menghargai yang kelihatan. Kalau mereka tidak bisa menghargai dan menghormati yang kelihatan, bagaimana mereka bisa menghormati dan menghargai yang tidak kelihatan dalam hidup mereka? Dan begitu seriusnya Tuhan di dalam menghadapi ini, kondisi ini, dan rencana Dia bagi umat manusia yang harus terus menerus ada, nah orang Kristen harus menjadi berkat bagi Tuhan. Bapak-Ibu tahu tidak apa konsekuensi dari seorang anak yang tidak hormat kepada orang tuanya? Saudara-saudara yang merupakan anak-anak, tahu tidak apa yang menjadi konsekuensi kalian di dalam Perjanjian Lama ketika engkau tidak belajar taat dan hormat kepada orang tua? Kita buka dari Kitab Keluaran 21:15 dan 17, “Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati. Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya, ia pasti dihukum mati.” Alkitab bilang apa? Hai anak, kalau engkau ndak hormat orang tuamu, kalau kau tidak taati mereka, kau melawan mereka, bahkan dengan kekerasan kau lawan mereka, dengan mulut engkau melawan mereka, konsekuensinya apa? Mati. Serius enggak? Sangat serius sekali. Saya melihat ini adalah perintah yang menunjukkan Tuhan begitu serius sekali dengan pendidikan, Tuhan begitu serius sekali dengan kekudusan dari umatNya, Tuhan begitu serius sekali tentang bagaimana anak-anak berelasi dengan orang tuanya. Kenapa begitu serius sekali ? Karena dengan cara begitu, baru anak-anak dari orang Israel, dari umat Tuhan bisa ada di dalam dunia ini, bisa menjadi terang, bisa membawa nama Tuhan di dalam dunia ini. Karena dunia ini tidak memiliki ketaatan, dunia ini tidak memiliki suatu respect yang sungguh-sungguh kepada orang tua, dunia ini hidup di dalam suatu kondisi yang rebel, melawan, menolak, memberontak, dan tidak mau tunduk di bawah ordo.
Dan bagaimana orang Kristen bisa menerangi dunia, umat Allah bisa menjadi pengaruh dalam dunia ini kalau di dalam keluarga Kekristenan sendiri ndak ada bedanya dengan orang dunia? Makanya untuk bisa menegakkan kelanjutan dari pada berita Tuhan, Injil, Kabar Baik Tuhan, rencana Tuhan bisa tetap berjalan dalam dunia ini, Tuhan harus mendirikan suatu peraturan yang begitu tegas, begitu keras sekali bagi umatNya sendiri supaya umatNya ndak macam-macam, dan dari situ tumbuhlah anak-anak yang memiliki hati yang takut akan Tuhan. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita melihat kehidupan bangsa ini ya, andaikan ada yang namanya capital punishment, sesuatu yang merupakan hukuman mati yang beberapa negara sudah mulai singkirkan dari hukum negara mereka, tapi coba andaikan ketika ada hukum di dalam sebuah negara di mana anak yang berani melawan orang tua dihukum mati, kejahatan yang dilakukan untuk membunuh orang dihukum mati, kira-kira bangsa ini bagaimana ya? Saya pikir mungkin jauh berbeda, walaupun hukuman itu tidak bisa mengubah hati seseorang untuk menjadi baik, tapi paling tidak dari hukum yang ada di luar, ketegasan hukum dari negara yang mewakili Tuhan untuk menegakkan keadilan itu membuat orang enggak berani sembarangan di dalam berperilaku melakukan kejahatan dan tidak menghormati orang tua. Tapi sayangnya banyak negara mulai meninggalkan kebenaran ini.
Dan sayangnya lagi banyak orang tua Kristen yang walaupun melihat hari depan itu suram bagi anak-anaknya tetapi tidak terlalu ingin tunduk kepada kebenaran firman dan mendidik itu kepada anak dan menjadikan itu sebagai cerminan di dalam ketaatan kepada Tuhan. Dan bahkan solusinya bukan datang kepada firman Tuhan untuk mencari solusi, tetapi mencari jalan-jalan lain untuk mendidik anak kita. Padahal Tuhan sudah kasih cara yang begitu simple, begitu sederhana yang kita bisa lakukan dalam kehidupan kita, nanti kita akan lihat, tetapi paling tidak mulai dari apa? Taat dan hormat kepada orang tua. Mudah enggak? Perintahnya sih simple, perintahnya enggak banyak: taat dan hormat; tetapi di dalam penerapan saya yakin itu tidak terlalu gampang. Dan dalam penerapan itu ada anak-anak yang berbeda satu dengan yang lain sehingga perlakuan yang diperlukan oleh orang tua kepada anak yang satu dan lain itu tidak sama semua. Itu adalah hal yang bisa dikatakan sulit. Tapi kalau kita tanya apa yang membuat perintah yang begitu sederhana: “taat dan hormati,” ketika diaplikasikan menjadi sesuatu yang begitu sulit sekali untuk diterapkan? Saya percaya ada 3 sebab. Pertama adalah karena seorang anak walaupun dia masih kecil terlahir dalam dunia ini, dia bukan orang yang baik tetapi orang yang berdosa. Kesulitan di dalam seorang istri menaati suaminya, tunduk kepada suami, dan seorang suami mengasihi istrinya itu adalah sama sulitnya dengan seorang anak untuk hormat dan taat kepada orang tua. Sebabnya karena apa? Karena papanya berdosa, mamanya berdosa, anaknya juga terlahir sebagai orang yang berdosa. Di dalam Mazmur 51 Daud setelah dia bersetubuh atau berzinah dengan Bersyeba, dia berkata, “Aku telah berdosa sejak dari dalam kandungan ibuku.” Bukan dalam pengertian dia adalah seorang yang terlahir sebagai anak yang haram, tetapi di dalam konteks itu dia mau mengatakan, “Tahu tidak, keberdosaan diri seorang manusia atau diriku itu adalah suatu keberdosaan yang bukan setelah aku lahir, aku melakukan suatu perbuatan baru aku dikatakan aku adalah sebagai orang berdosa, tetapi dasarnya adalah sejak dari dalam kandungan, ketika aku belum bisa melakukan yang baik dan jahat, aku belum tahu yang benar dan salah, aku sudah adalah orang yang berdosa di hadapan Tuhan.” Nah itu yang membuat ketika seorang anak lahir di dalam dunia ini yang muncul adalah apa? Anak yang lucu gitu, imut? Setiap kali lihat anak saya yang kecil itu lucu banget, tetapi pada waktu saya lihat dia sebagai anak yang lucu saya selalu diingatkan oleh teguran Ibu Sari, istri pendeta Agus, “Dawis, ingat, anakmu lucu tetapi dia orang berdosa.” Dari kecil sudah diomongin seperti itu, tapi saya bersyukur juga ada peringatan itu karena itu kondisi manusia. Buktinya apa mereka adalah orang yang berdosa? Saudara perhatikan anak-anak kecil ya, semua fokus pada siapa? Peduli enggak orang tua? Kalau dia mau sesuatu, orang tua ngomong, “Papa mau makan dulu ya, kamu duduk dulu di sini ya,” kalau dia sudah ada maunya dia teriak, nangis, mau apapun tetap tidak peduli kita mau makan atau enggak. Mungkin karena tidak mengerti sih ya, tetapi kalau sudah berulang-ulang kita ngomong kayak gitu masih enggak mengerti, ya mungkin juga masih enggak mengerti, tetapi paling tidak dia tahu lah sedikit bahwa kita mau makan, duduk dulu di sini. Waktu dia ingin sesuatu kadang dia bisa jerit-jerit, baring di lantai untuk nangis. Tapi kita harus, saya nggak mau langsung angkat sih, tapi saya suruh dia diam dulu, ketika dia diam, atau alihkan dulu pikirannya baru saya angkat. Karena apa? Kalau tidak kita mendidik anak itu jadi histeris, kita mendidik anak itu belajar kalau “saya ngamuk saya dapat yang saya mau. Orang tua saya akan tunduk pada saya.”
Sebenarnya karena apa? Karena mereka berdosa. Lucu sih. Tapi jangan kira anak itu bodoh, anak itu bisa ngakalin orang tua. Kalau sudah mulai agak dewasa sedikit bukan makin baik, saya yakin makin banyak hal yang membuat orang tua pusing. Benar nggak? Saudara, seorang anak kalau lahirnya baik, saya yakin dia nggak usah dididik yang baik dia akan jadi anak yang baik. Tetapi kenapa sering kali kita berhadapan dengan anak sering kali kita ngomong, “Jangan! Nggak boleh! Itu jelek!” jarang sekali kita ngomong, “Itu bagus, itu baik,” tetapi yang muncul dari mulut kita selalu, “Itu jelek. Jangan! Nggak boleh! Jangan! Nggak boleh!” Kenapa? Saya percaya karena mereka sudah tercemar oleh dosa. Saya pernah bilang ya misalnya, saya ambil contoh binatang saja ya, kalau seekor kucing, naturnya itu kucing, mau bagaimanapun dia bunyinya meong kan. Bisa nggak kita didik dia untuk gukguk? Saya pikir ndak bisa, dia pasti selalu meong, kecuali dia jadi anjing dia pasti baru gukguk. Anak yang terlahir sebagai orang yang berdosa, bagaimanapun dia akan melakukan dosa dalam hidup dia, itu potensinya. Kita itu disebut sebagai orang berdosa bukan karena kelakuan kita yang berdosa, kita itu disebut sebagai pencuri bukan karena kita mencuri, kita disebut sebagai orang yang membunuh bukan karena kita membunuh orang. Tapi kita disebut sebagai seorang pembunuh karena hati kita yang membunuh, mencuri karena hati kita yang suka mencuri, berbohong karena hati kita suka berbohong. Karena kita berdosa maka buah yang kita hasilkan adalah berdosa. Alkitab berkata orang-orang yang dalam kondisi seperti ini, mereka adalah orang-orag yang ketika lahir bukan dalam kondisi bayi-bayi mungil yang lucu yang tidak berdosa yang baik tergantung pada bagaimana kita mendidik mereka, menjaga mereka dalam suatu lingkungan yang begitu baik sekali, pasti mereka akan hidup sebagai anak yang baik. Saya yakin tidak. Makanya orang tua begitu protektif sekali kepada anak-anaknya ketika mereka berada di dalam lingkungan yang bagi mereka kurang baik karena mereka tahu bahwa kejelekan sedikit yang dari temannya dari keluarga yang lain itu bisa merusak menghancurkan pendidikan yang mereka berikan kepada anak-anak.
Ditambah lagi hal yang kedua. Ketika seornag anak lahir, Alkitab berkata, bukan hanya diri mereka yang sudah rusak, tetapi mereka hidup di dalam sebuah sistem dunia yang sudah rusak, lingkungan mereka tidak baik, orang-orang yang ada di sekitar mereka itu adalah orang yang berdosa. Semua yang mereka terima dalam hidup mereka itu adalah sesuatu yang tidak alkitabiah, bukan sesuatu yang berdasarkan kebenaran firman. Di dalam Roma 12:2 dikatakan, kita harus hidup atau didiklah anak kita untuk memiliki suatu kehidupan yang seperti apa? Boleh buka ya. Roma 12:2, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah, apa yang baik yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Kita harus didik anak kita menjadi seorang yang tidak serupa dengan dunia ini. Kenapa begitu? Karena dunia ini jahat. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya prihatin sekali terus terang, dan maksud saya adalah kepada anak saya yang bukan sesuatu yang gampang untuk mencegah mereka memakai fasilitas internet, apalagi sekolah juga selalu menuntut anak mencari jawaban pelajaran itu dari internet, PR dari internet, sehingga kalau kita menghambat mereka untuk masuk ke dalam internet itu adalah hal yang sulit. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, yang lebih menakutkan lagi adalah apa yang mereka bisa temukan di dalam internet. Segalanya, enggak ada batasan sama sekali. Baik itu yang baik ataupun yang buruk, baik itu yang benar ataupun yang berdosa, mereka bisa dapatkan itu semua. Dan kita sebagai orang tua ndak punya waktu 24 jam berdiri dan awasi mereka. Kita enggak bisa sensor apa yang mereka tonton, apa yang mereka baca di dalam internet, konsep apa yang ditanamkan oleh orang dunia kepada kehidupan anak-anak kita dari kecil. Anak kita masih kecil, dunia sudah rusak, begitu mereka terpapar dengan dunia, saya yakin mereka dituntut untuk berdosa lebih hebat lagi sebelum usia mereka yang mungkin bisa dikatakan usia yang bertanggung jawab. Mereka sudah dicekokin hal-hal yang berdosa karena lingkungan semuanya itu berdosa. Akibatnya apa? Saya yakin anak kita jauh lebih rusak, jauh lebih tercemar, memiliki pikiran yang seperti orang dunia.
Beberapa contoh misalnya, Bapak-Ibu sadar enggak kadang-kadang kita didik anak kita jadi matrealisme, narsistik, relativisme, pluralisme? Itu kita bisa tanamkan pada diri anak atau itu mereka bisa dapatkan di dalam dunia. Materialisme, cinta materi, uang, dikit-dikit seperti semua duit bisa beli segala sesuatu. Kalau sudah punya uang semua orang bisa diatur semua, dunia milik sendiri. Itu dosa lho. Narsisme, cinta diri yang berlebihan padahal Alkitab berkata kita sebagai umat Tuhan itu nggak boleh cinta diri tetapi yang perlu kita lakukan adalah sangkal diri. Tetapi dunia mengajarkan selalu masalah manusia adalah selalu akibat dari kurang mengasihi diri, kurang dikasihi, sehingga dia perlu mendapatkan kasih yang lebih besar lagi dalam kehidupan mereka, toh itu adalah problem masalah dari manusia yang sesungguhnya. Saya percaya Alkitab nggak pernah salah. Masalah manusia adalah terlalu cinta diri, itu yang membuat manusia berselisih dengan orang lain, itu yang membuat manusia depresi, itu yang membuat manusia tidak bisa menerima keadaannya, selalu menuntut dan tidak pernah puas dalam kehidupan mereka. Saya menemukan orang-orang yang selalu mengkalim bahwa mereka tidak dikasihi, bahwa mereka kurang perhatian dari orang tua. Bukan karena mereka kurang perhatian tetapi karena mereka terlalu diperhatikan dan terlalu disayangi oleh orang tua. Umumnya begitu. Uang, cinta diri, relativisme, bicara tentang “saya tidak mau tunduk pada ordo, saya punya pikiran saya sendiri, saya punya pandangan saya sendiri, saya bebas untuk memutuskan apa yang saya mau, bahkan orang tua sendiri pun tidak berhak untuk mengatur saya.” Kita bisa punya prinsip seperti ini. Kalau bicara tentang pluralisme, itu bicara mengenai kompromi di dalam agama atau di dalam iman. Dunia ingin mencekoki anak-anak kita tentang konsep-konsep yang tidak Alkitabiah, yang bukan firman Tuhan, yang tidak ada takut akan Tuhan di dalamnya. Seks bebas. Saudara, saya percaya sekali ya, pendidikan, hajaran yang kita berikan kepada anak-anak kita, itu punya manfaat yang besar sekali. Nanti kita lihat di dalam kitab Amsal, saya ngomong terlebih dahulu. Kenapa anak susah menguasai diri? Saya pikir bipolar, dari istilah psikologis, yang sebenarnya dalam Alkitab sudah ada, tapi karena kadang-kadang kita minder dengan istilah-istilah seperti itu, maka kita tidak mau kembali kepada Kitab Suci. Bipolar itu sebabnya adalah orang tidak bisa menguasai diri. Dia tidak bisa mengendalikan emosi dia, apa yang dia inginkan. Saudara, sebabnya karena apa? Saya yakin karena dari kecil tidak pernah dididik untuk kontrol diri. Hajaran, itu adalah sesuatu yang penting bagi anak. Supaya apa? Dia ngerti bahwa ketika dia melakukan sesuatu yang tidak benar, yang berdosa, ada akibatnya. Dan akibatnya itu rasa sakit. Dan dia belajar untuk bagaimana hidup mengurangi rasa sakit itu dengan cara menguasai diri untuk tidak lakukan dosa atau sesuatu yang jahat. Itu faktor pendidikan yang kita berikan kepada anak. Tapi nanti kita akan masuk lebih jauh lagi ke arah situ ya. Cuma saya mau ngomong faktor kedua yang membuat anak-anak kita sulit dididik, itu adalah faktor lingkungan.
Yang ketiga adalah, di dalam 2 Timotius 3:1-4, “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.” Alkitab bilang apa? Makin hari dunia ini bukan makin gampang. Makin hari, dunia ini akan makin sulit, anak-anak kita akan makin sulit untuk dididik. Dunia ini akan makin jauh dari Tuhan. Dan bahkan di dalam ayat yang ketiga, “tidak tahu mengasihi” – itu berbicara mengenai mereka akan tidak mempedulikan atau memiliki kasih di dalam keluarga. Tidak peduli terhadap saudara, tidak peduli terhadap orang tua, mereka yang tahunya adalah mengurusi apa yang menjadi kepentingan mereka sendiri. Ini sudah dinubuatkan oleh Paulus, dikatakan kepada Timotius atau kepada jemaat orang Kristen supaya kita antisipasi bahwa hari depan itu adalah makin buruk. Itu yang membuat kesulitan-kesulitan yang akan timbul di dalam sebuah keluarga.
Tapi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, walaupun di dalam kesulitan-kesulitan yang ada, seharusnya sebagai orang tua kita belajar bersyukur karena apa? Karena anak yang Tuhan percayakan kepada kita, atau ada di dalam keluarga kita, Alkitab katakan mereka adalah berkat Tuhan. Mereka adalah sukacita yang Tuhan berikan di dalam sebuah keluarga. Ada banyak sekali ayat-ayat yang berbicara ketika seorang menikah, tujuannya adalah, salah satunya, untuk melahirkan anak di dalam dunia ini. Untuk apa kita melahirkan anak? Alkitab berkata, supaya anak kita bisa menjadi penerus-penerus iman kita. Itu hal yang berbahagia sekali. Itu adalah hal yang harusnya membawa suatu sukacita yang besar dalam kehidupan kita. Kenapa? Bapak Ibu nggak usah susah payah pergi ke tetangga, ke orang lain, ke rumah sakit, atau ke teman-teman yang tidak percaya lalu sharing Injil. Belum lagi mendapatkan penolakan dari mereka. Tapi Bapak-Ibu dipercayakan seorang anak, jiwa yang Bapak-Ibu bisa Injili tanpa ada intervensi dari luar yang menuduh Bapak-Ibu sedang mengkristenkan seseorang. Bapak-Ibu bisa didik mereka di dalam iman kepada Kristus, sampai mereka punya iman yang takut akan Tuhan. Dan meneruskan iman kita. Itu adalah suatu rencana Tuhan.
Kenapa manusia ada di dalam dunia ini? Kenapa dunia ini dicipta? Alkitab berkata, tujuan utamanya adalah supaya manusia mengenal Kristus dan berita Injil, keselamatan di dalam Kristus. Itu yang menjadi rencana Tuhan yang paling utama sekali. Adanya dunia, adanya manusia, dan adanya suatu anugrah di mana manusia bisa terus berlangsung di dalam kehidupan di tengah-tengah dunia ini, walaupun begitu banyak kejahatan, supaya Injil itu bisa dinyatakan, supaya Injil bisa diberitakan, supaya orang-orang pilihan bisa dimunculkan dan datang kepada Kristus, supaya nama Tuhan bisa dimuliakan, baik itu melalui orang-orang yang percaya, orang-orang pilihan, maupun orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus. Tujuannya seperti itu. Dan kita dibawa untuk berbagian, untuk memuliakan Tuhan, mengerjakan pekerjaan Tuhan di dalam keluarga kita dan melalui anak-anak kita dan cucu kita. Itu hal yang mulia sekali. Dan saya harap itu menjadi hal yang kita pegang dan kita teruskan sebagai orang yang takut akan Tuhan. Dan saya harap itu menjadi sesuatu yang serius, yang papa-papa pegang di dalam keluarga karena umumnya, laki-laki, suami itu tidak terlalu peduli akan pendidikan anak-anak dan serahkan kepada ibu semua. Padahal Alkitab berkata, orang tua, boleh buka nanti kita buka Amsal satu persatu. Yang menjadi tanggung jawab, itu bukan cuma ibu, tapi ayah memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak. Kita buka saja ya Amsal. Amsal mulai dari…., banyak sekali ya, dan semuanya ayat 1, ayat 1 semua umumnya, misalnya, Amsal 3:1-2, lalu misalnya, Amsal 4:1-4. Tanggung jawab siapa? Ibu saja? Alkitab bilang tidak, itu adalah tanggung jawab seorang ayah juga di dalam mendidik, seorang ayah yang takut akan Tuhan. Misalnya Amsal 5:1, “Hai anakku, perhatikanlah hikmatku, arahkanlah telingamu kepada kepandaian yang kuajarkan.” Pasal 7:1-4. Saudara boleh telusuri, masih banyak sekali berbicara mengenai anak harus mendengar ajaran dari orang tuanya. Anak harus mendengar ajaran dari ayahnya, karena itu akan membuat mereka memiliki umur yang panjang di dalam dunia ini.
Saudara, saya percaya dunia sudah menyatakan akibat dari pemberontakan anak itu adalah kemusnahan anak. Kenapa anak-anak masuk ke dalam penjara? Kenapa anak-anak bunuh diri? Kenapa anak-anak jatuh di dalam narkoba? Kenapa anak-anak jatuh di dalam pergaulan bebas dan seks bebas? Semuanya sebabnya karena mereka tidak menerima didikan dari orang tua. Apakah orang tuanya tidak bertanggung jawab di dalam mendidik, atau memang ada anak-anak yang memang pemberontak. Boleh buka Amsal bicara tentang ini ya. Amsal 30:11-15, kita baca sama-sama saja. Saudara, Amsal sudah memberikan suatu peringatan, seorang anak yang tidak dididik oleh Tuhan, dalam naturnya yang berdosa, dia bisa menjadi seorang yang betul-betul tidak tahu diri, tidak tahu hormat, tidak tahu ketaatan, dan bahkan melawan orang tuanya. Lalu ketika mereka melawan orang tuanya, apa yang mereka pikir? Mereka bukan mikir bersalah, tapi mereka berpikir kalau mereka adalah orang yang benar, mereka pikir jalannya itu baik menurut pikiran mereka sendiri. Dan mereka sombong dengan pandangan mereka dan bahkan menganggap orang yang tua itu salah dan orang yang memberi nasihat kepada mereka itu salah, dan mereka sendiri yang benar. Tetapi Alkitab berkata apa? Mereka itu adalah seperti lintah yang punya dua saudara, anak perempuan itu adalah dua gigi. Ini orang menafsirkan sebagai lintah yang ada pada kuda yang gigit kuda, hisap darahnya, dan lintah itu nggak pernah puas. Selalu ingin menyedot. Seperti apa? Bumi yang tidak pernah puas dengan air, dunia yang tidak pernah puas untuk menerima orang mati untuk masuk ke dalamnya, atau rahim yang mandul. Saudara, itu akan terjadi dalam kehidupan keluarga kalau kita tidak pernah didik anak kita dengan baik-baik.
Tapi sekali lagi, didik anak bukan hal yang gampang. Dan masing-masing anak itu berbeda. Lalu untuk bisa mendidik mereka, hal apa yang diajarkan oleh Kitab Suci dalam mendidik itu? Saudara bisa buka, pengertian pendidikan sebenarnya nggak terlalu macam-macam ya. Alkitab sudah memberikan jawaban itu kepada kita ya. Saudara boleh buka dari Amsal 3:11 dan 12. “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi.” Ini bicara mengenai apa? Ini kalau Saudara lihat di dalam referensi di bawah itu dikutip oleh Ibrani 12:5 dan 6. Waktu baca ayat 5 dan 6 dari Ibrani 12, di situ bicara mengenai disiplin yang Tuhan berikan kepada anak-anak-Nya yang tidak mau taat kepada Dia, atau bicara tentang pendidikan dan pendidikan itu berupa disiplin. Dan ketika bicara mengenai disiplin, apa yang harus diperhatikan? Dua hal. Kalau anak itu taat, lakukan sesuatu yang benar, beri upah. Kalau dia tidak melakukan sesuatu yang benar, beri dia sesuatu upah yang bersifat negatif atau hukuman. Itu didikan. Dan kenapa bicara seperti ini? Karena Tuhan sendiri di dalam mendidik anak-anakNya seperti itu. Saudara boleh lihat di dalam Perjanjian Lama Tuhan berkata, “Kalau engkau taat, engkau akan diberkati. Kalau engkau tidak taat, engkau akan menerima kutukan. Kalau engkau taat, maka Tuhan akan memperpanjang umurmu di dalam Tanah Perjanjian ini. Kalau engkau tidak taat, engkau akan dibuang ke dalam bangsa-bangsa lain dan engkau akan mati oleh pedang.” Tuhan ngomong seperti ini. Jadi, di dalam dunia pendidikan saya percaya ada dua aspek, yaitu ketika anak melakukan sesuatu yang benar, sesuatu yang baik kita harus memberi upah sesuai dengan apa yang mereka lakukan yang benar dan baik itu. Kalau mereka tidak melakukan yang benar, yang baik, kita harus memberi hukuman pada mereka. Supaya apa? Mereka belajar itu adalah sesuatu yang berdosa, itu adalah sesuatu yang tidak baik, dan mereka tidak boleh lakukan itu dalam hidup mereka.
Dan kalau mereka masih berkeras hati, bagaimana? Alkitab bilang, jangan sungkan gunakan rotan. Orang tua, jangan sungkan pukul anakmu yang terlalu bebal, yang tidak pernah mau mendengar ajaran orang tua. Kita boleh buka ya, Amsal 22:15, “Kebodohan melekat pada hati orang muda tetapi tongkat didikan akan mengusir itu daripadanya.” Lalu ada satu lagi, 29:15, ”Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya.” Satu lagi adalah ayat yang berbicara mengenai punggung menjadi tempat untuk kita memukul anak kita. Amsal 10:13, “Di bibir orang berpengertian terdapat hikmat tetapi pentung tersedia bagi punggung orang yang tidak berakal budi.” Jadi sebagai orang tua kalau kita mendapatkan anak yang kurang ajar, anak yang sudah diomongin tidak mau denger, terus melawan, keras hati, bahkan mencari-cari celah untuk melakukan dosa dalam hidupnya, cara yang terbaik bagaimana? Ya dipukul. Itu cara yang paling gampang kan? Saya pikir dalam zaman sekarang banyak orang yang ndak setuju dengan prinsip ini, seolah-olah ini adalah suatu prinsip yang akan membuat anak benci kepada diri orang tuanya, seolah-olah pendidikan yang baik itu adalah suatu pendidikan yang kita hanya bicara teguran kepada anak-anak dengan kata-kata saja ndak boleh ada suatu tindakan fisik yang kita berikan kepada anak-anak. Bahkan di luar negeri mungkin orang tua yang berani pukul anaknya bisa dimasukin dalam penjara karena ada yang nuntut orang tuanya kembali. Saya pikir itu adalah suatu tindakan yang tidak hormat sama sekali dan tidak taat pada orang tua atau orang tua ndak bisa didik anak dengan benar. Tetapi Alkitab nggak berkata seperti itu. Saya percaya sekali Alkitab berkata orang tua harus gunakan rotan kalau anaknya terlalu keras dan bebal. Kenapa begitu? Karena di sini dikatakan, bahkan Alkitab ngomong, ada tempat mukul. Dan mukulnya di mana? Bukan di pantat tapi di punggung. Kadang-kadang kita kalau kita mukul pantat itu bisa meleset ya, tapi coba kalau mukul punggung, enggak mungkin bisa meleset karena Tuhan sudah siapin tempat itu untuk kita pukul. Dan mukul anak itu baik tidak? Anak-anak baik nggak dipukul orang tua? Sakit sih saya tahu, enggak enak. Tapi begitu kalian dipukul oleh orang tua, masih berani nggak lakukan hal yang salah? Nggak kan? Belajar menguasai diri tidak? Saya yakin belajar menguasai diri. Belajar hormat kepada orang tua tidak? Saya yakin belajar hormat. Belajar tunduk tidak dengan keinginan orang tua, perkataan orang tua? Saya pikir akan belajar seperti itu. Karena pada waktu mereka melakukan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang mereka, yang orang tua sudah berikan aturan, mereka tahu ada konsekuensi. Dan konsekuensinya ndak menyenangkan. Sakit lho. Mereka belajar untuk bagaimana menghindari rasa sakit itu dan mulai belajar respect kepada orang tua. Ini hal yang dari dulu sampai hari ini orang-orang didik, saya yakin orang-orang yang sudah generasi lebih tua, orang tuanya suka, kalau dia nakal dipukul oleh orang tuanya.
Bapak-Ibu ada sakit kejiwaan? Saya sendiri suka dipukul oleh papa saya lho. Suka nakal, suruh istirahat belajar saya nyelonong keluar saat orang tua tidur, saya lari keluar main sama orang kampung, kayak gitu. Kadang-kadang, bocorin sedikit ya, ambil orang tua punya uang pergi beli apa yang kita suka. Tapi ketika Tuhan melalui orang tua mendidik, menghajar, respect kepada orang tua itu ada. Bukan berarti orang tua nggak pernah salah ya. Orang tua bisa salah. Tetapi hormat kepada orang tua, bukan takut ya, hormat dan mendengarkan apa yang menjadi perkataan mereka itu ada di dalam hati kita kalau didiknya benar. Makanya di dalam Amsal ada bilang bukan hanya pukulan tetapi juga teguran kita perlu berikan pada anak kita. Kalau anak ndak tahu apa salahnya kita pukul terus, atau kita karena emosi melampiaskan kekesalan kita, kita pukul anak bukan karena anak itu salah, anak itu akan hina kita. Tapi kalau anak itu belajar konsekuensi dari tindakannya yang salah dan dia tahu itu salah, dia akan belajar respect kepada kita, bukan menghina orang tuanya. Justru kalau orang tua tidak mendidik anaknya, tidak memukul dia, dia tidak akan punya respect kepada orang tua dan dia akan meremehkan orang tua, dan dia akan hanya ngomong, “oke,” orang tua hanya bisa ngoceh-ngoceh saja, nggak ada konsekuensi kok, nanti juga diam sendiri, baik sendiri, dan dia terus lakukan dosa dalam hidupnya. Saya percaya ini adalah sesuatu yang tidak akan menghancurkan anak kita. Walaupun perkembangan pendidikan sekarang nggak setuju kepada hal itu, tapi saya percaya kita sebagai orang Kristen perlu belajar untuk melihat perkataan Tuhan sebagai suatu kebenaran yang benar, yang baik untuk kita. Dan lagipula Amsal berkata kalau engkau didik anakmu dengan pukulan, mereka nggak akan mati kok. Boleh buka Amsal 23:13, “Jangan menolak didikan dari anakmu, ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan.” Justru bukan mati tetapi justru menjadi anak yang baik, anak yang belajar taat dan hormat kepada orang tua. Dan itu akan membuka celah untuk kita bisa mendidik takut akan Tuhan dalam hidup mereka. Ingat ini baik-baik. Ini prinsip. Saudara mau cari solusi yang lain, silahkan. Mungkin Saudara akan cari solusi-solusi dari dunia yang butuh waktu bertahun-tahun, belasan tahun mendidik anak, itupun tidak beres. Tapi dengan cara seperti ini mungkin hanya berapa kali anak sudah belajar patuh. Saya percaya dia enggak akan jadi orang yang benci rohani kalau kita didik secara benar. Anak saya juga dari kecil saya suka pukul kok, sampai besar masih normal kan, kalau saya ngomong juga dengar, tapi mereka juga belajar taat, dan hormat, dan takut kepada Tuhan. Saya juga dipukul dan dididik seperti ini. Tetap sekali lagi, enggak semua anak itu sama ya. Ada anak yang cukup diomongin sudah dengar, tapi ada anak yang bebal yang harus dengan pukulan rotan baru mendengar. Kalau kita tidak bisa didik dia secara tepat dengan apa yang menjadi kondisi anak, yang terjadi adalah justru masalah di kemudian hari, engkau telah menjerumuskan anakmu untuk suatu kehidupan yang berdosa, yang bisa menghancurkan nyawanya, merusak hidupnya, bukan mengasihi dia tetapi tidak mengasihi dia.
Nanti kita akan lanjutkan lagi mengenai hal apa yang harus kita berikan ke dalam diri anak kita. Atau saya sampaikan sedikit saja ya. Di dalam didikan, Alkitab berkata Tuhan memang berikan hati nurani kepada manusia, itu adalah suatu sistem alarm untuk kita mengerti kalau apa yang kita lakukan itu adalah hal yang salah atau tidak salah. Tetapi hati nurani itu tidak punya standar sendiri karena sudah distorsi oleh dosa. Memang di dalam Roma pasal 2 dikatakan seorang anak yang lahir mereka akan diberikan hukum Tuhan, sepuluh hukum Tuhan di dalam hati mereka, maka mereka melakukan apa yang dituntut hukum Tuhan walaupun mereka tidak pernah baca Alkitab dalam hidup mereka. Tetapi karena hati nurani itu adalah suatu sistem moral yang ada di dalam diri manusia yang sudah tercemar oleh dosa dan mereka hidup di dalam lingkungan yang berdosa, maka lingkungan berusaha untuk mengisi hati nurani itu, mengajak hati nurani mendidik anak ini dengan apa? Prinsip-prinsip yang merupakan prinsip duniawi sehingga pada waktu mereka dididik dengan hal-hal yang bersifat duniawi alarm mereka mungkin bunyi enggak? Bunyi ,tetapi bunyinya adalah untuk hal yang salah. Kayak misalnya alarm kebakaran kadang-kadang kita bunyi, dan bunyi kek gitu, bel, kita panik, orang yang ada di ruangan itu atau di mall itu tetap tenang-tenang saja. Kok tenang? Waktu ditanya, itu alarm apa? Itu alarm ngawur, bukan kebakaran tetapi alarmnya itu korslet. Hati nurani kita bisa salah, hati nurani kita bekerja menurut standar moral tertinggi yang kita anggap sebagai suatu kebenaran. Kalau kita dididiknya adalah materialisme itu benar, mencuri itu benar misalnya, suatu sisi hati nuraninya itu mungkin teriak. Semula iya, tetapi ketika disuruh curi-curi terus, lama-lama hati nuraninya itu ditekan-tekan terus lalu diam, dan dia merasa mencuri itu enggak bersalah. Kalau ia terbiasa bersetubuh sebelum menikah, berzinah, maka awal mulanya mungkin salah, tetapi kalau itu dia teruskan dia akan ngomong, “aku ndak salah dong melakukan, kan itu suatu yang benar,” itu bisa terjadi. Nah untuk atasi ini bagaimana? Di dalam kita mendidik tanggung jawab orang tua adalah berikan mereka hukum Tuhan, perintah Tuhan, moral dan etika Tuhan yang Tuhan didik dalam Kitab Suci, karena itu adalah standar yang tertinggi yang harus menjadi suatu panutan yang mereka harus ikuti di dalam kehidupan mereka.
Nah ketika mereka berjalan di dalam dunia ini, dia ada komparasi antara pengajaran di dalam dunia dengan hukum Tuhan, itu membuat hati nurani mereka yang menyimpang bisa balik lagi ke dalam jalur yang benar karena ada terang firman yang menerangi hati mereka. Orang tua harus didik firman pada anak, kebenaran Tuhan, jangan cuma pikirkan sekolah dan nilai sekolah yang bagus. Saudara kalau tidak perhatikan ini, maka Saudara akan jadi orang yang pintar, tapi orang pintar yang jahat, orang pintar yang berdosa, bukan orang pintar yang memuliakan Tuhan. Jadi sekali lagi ya, Tuhan sudah berikan mandat, Tuhan sudah berikan prinsip, Tuhan sudah berikan suatu hukum, cara, yang sebenarnya tidak perlu sulit-sulit, Saudara tinggal pilih mau ikuti prinsip Alkitab yang saya pasti percaya itu adalah kebenaran atau Saudara lebih percaya konsep pendidikan di dalam dunia ini? Tapi Saudara tahu tiap kali mendidik, peraturan pemerintah selalu berubah; Saudara tahu tiap kali orang keluarkan ilmu di dalam psikologi, di dalam mendidik anak, sekali lagi saya bukan anti psikologi ya tetapi Saudara harus tahu kelemahan, kan seorang mengeluarkan ilmu untuk mendidik anak, dari tahun ke tahun juga berubah, karena ada yang melawan dan menyangkali ilmu atau teori yang mereka kemukakan, jadi saya percaya kita ndak usah tunggu lama-lama untuk tahu kebenaran, untuk bagaimana tahu solusi untuk anak kita, karena Alkitab sudah beritahu solusi yang begitu simple sekali di dalam mendidik anak, dan saya harap kita sebagai orang tua mengikutinya. Dan sebagai anak muda, ketika engkau sudah salah dididik oleh orang tua, jangan beralasan dan mencari alasan “itu gara-gara orang tua saya saat ini, maka saya sekarang menjadi seperti ini,” itu namanya engkau memberontak kepada Tuhan dan orang tua yang Tuhan percayakan untuk membesarkan engkau, tapi engkau harusnya bertobat dari perbuatan mu sekarang yang berdosa, untuk kembali belajar tunduk dan hormat pada orang tuamu, dan belajar hormat dan takut akan Tuhan dalam hidupmu, bukan membenarkan diri untuk melakukan dosa dengan menyalahkan orang tua, itu adalah hasil didikan dunia. Dunia selalu mengatakan, “bukan engkau yang salah, engkau adalah korban,” korban siapa? Korban orang tuamu. Korban siapa? Lingkunganmu. Korban siapa? Segala yang lain yang bisa dikambing hitamkan. Kalau engkau selalu mencari kambing hitam engkau ndak akan menjadi orang yang bertobat dan berubah dan dewasa dan diselamatkan oleh Tuhan. Tapi kalau engkau bertobat dan tahu kalau engkaulah yang berdosa, engkaulah yang salah, ada harapan dan masa depan bagi engkau, bukan hanya di dalam dunia ini tetapi di dalam kekekalan. Kiranya Tuhan boleh memberkati kita, mari kita masuk di dalam doa.
Kami sungguh bersyukur Bapa untuk firman KebenaranMu yang senantiasa Engkau boleh sediakan di tengah-tengah kami. Kiranya firman itu boleh kami makin hormati, hargai dan taati dalam kehidupan kami karena kami makin disadarkan bahwa Alkitab adalah perkataanMu yang pasti benar dan tidak mungkin bersalah. Dan biarlah kami boleh memiliki suatu kehidupan yang belajar untuk mentaati kebenaran firmanMu ini ya Tuhan, dan membangun sebuah keluarga yang takut akan Tuhan, baik di dalam berelasi antara suami dan istri ataupun orang tua dan anak-anak. Tolong kami, pimpin keluarga-keluarga Kristen, keluarga-keluarga anakMu yang ada di dalam gereja ini, pertumbuhkan iman mereka, pertumbuhkan pengertian mereka akan Tuhan, dan biarlah ada suatu rasa hormat dan ketaatan di dalam kehidupan anak-anak kepada orang tua mereka, dan orang tua belajar untuk hidup menjadi teladan yang baik kepada anak-anak mereka. Kami berdoa bersyukur hanya di dalam nama Yesus Kristus. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]