Hal Berdoa, 27 September 2020

Flp 4:6-7

Vik. Leonardo Chandra, M. Th.

Dalam bagian ini kita menemukan pembahasan dari Paulus ya, kita menemukan seperti yang saya sudah bahas dari yang lampau, keadaan Paulus itu dia berada dalam penjara. Situasi yang sangat-sangat sulit dalam penderitaan dan terutama di dalam penderitaan itu kita pasti akan muncul kekuatiran ya. Bahkan kadang ada orang tidak dalam penderitaan pun bisa kuatir, apalagi berada dalam penderitaan. Kita bisa bayangkan kalau perasaan kita sebagai jemaat Filipi waktu itu seperti apa ya. Yaitu mereka melihat pendetanya gitu ya, kalau mau dibilang, Rasul Paulus dan banyak rasul-rasul dan jemaat-jemaat yang lain itu dipenjarakan, tidak sedikit yang mati syahid ya, tidak sedikit yang sudah mati martir, dan tentu ada banyak kekuatiran gereja ini akan gimana. Apakah gereja ini masih bisa berlangsung? Apakah kita masih bisa di dalam pemeliharaan Tuhan dan seterusnya? Bagaimana nasib Paulus? Kalau sampai Paulus dimatikan bagimana masa depan gereja dan seterusnya. Tentu ada banyak kekuatiran dan pertanyaan-pertanyaan yang demikian ya. Meski saya percaya dalam satu sisi mereka percaya ada pemeliharaan Tuhan tapi kekuatiran itu adalah hal yang kalau mau dibilang secara alamiah, lumrah dijalani dalam kehidupan ya. Konon katanya yang tidak pernah kuatir itu justru hanya anak-anak gitu ya. Kira-kira gitu. Kalau kita lihat anak-anak itu selalu riang gembira, jalan kemana-mana gitu ya. Sampai nyebrang jalan juga nggak kuatir. Kenapa ya? Ya memang ndak ada pengertian gitu ya. Nyebrang jalan kita orang tuanya atau yang lebih dewasa itu yang kuatir dia nyebrang jalan sembarangan seperti itu. Kenapa? Tidak ada kekuatiran seperti itu dan mereka polos seperti itu ya.

Tapi kemudian ketika orang mulai beranjak dewasa mulai ada pengertian segala sesuatu somehow gitu ya muncul berbagai kekuatiran ya sehingga di bagian sini saya bilang kekuatiran di satu sisi itu adalah hal yang lumrah, hal yang alami ya. Kalau orang ndak ada kuatir sama sekali itu mungkin dalam titik tertentu itu malah kita yang kuatir, ini orang ndak ada kuatir gitu ya. Saya ingat satu waktu itu berapa tahun lalu, teman saya itu yang menikah, dia sudah nikah duluan gitu ya, lalu dalam satu periode itu dia istrinya hamil lalu punya anak, lalu dia bilang dia agak kuatir gitu ya. Lalu saya ngomong sama dia ya saya bersyukur kamu kuatir karena sedikit lagi akan menjadi ayah. Kalau kamu nggak ada kuatir saya yang kuatir ya. Kamu ini ndak ada perasaan apa gitu? O lahir lahir saja kalau gitu nggak ada persiapan segala macamnya gitu ya. Jadi kembali lagi kekuatiran itu adalah hal yang lumrah dialami sebagai orang dewasa.

Dalam pengertian yang ada dan dalam kesulitan yang ada itu memang pasti ada kekuatiran. Tapi bagaimana kita sebagai orang Kristen itu bukan masalah kuatir itu ada, tapi bagaimana kita meresponi kekuatiran itu sendiri. Kembali lagi ya kalau orang ndak ada kuatir sama sekali saya juga agak pertanyakan gitu ya. Jangan-jangan ini orang apa ya, saya meski jarang gitu ya, tapi saya ada semacam orang yang ketemu itu dia bilang o ya kita itu pecaya pemeliharaan Tuhan, dia tidak ada tabungan sama sekali. Ini bukan anak kecil ya, ini orang sudah dewasa. Bertahun-tahun bekerja tapi tidak ada tabungan. Itu masalah yang ndak beres gitu ya. Tapi di ekstrim lain kadang-kadang orang sudah nabung tetep bisa ada kekuatiran dalam satu lain hal. Bagaimanakah kita menghadapi kekuatiran dalam kehidupan kita? Di bagian sini mari kita lihat obatnya, obat bagi kekuatiran di dalam bagian ini dibahas adalah lewat doa itu sendiri ya.

Jadi ketika di sini kita lihat padanannya ada muncul kekuatiran, kembali lagi ini adalah hal yang lumrah dalam kehidupan secara manusiawi, tapi bagaimana kita itu tidak memiliki kekuatiran yang sama seperti orang-orang dunia, obatnya, obat penangkalnya maka salah satunya adalah doa. Lewat doalah kita belajar menyerahkan kekuatiran kita pada Tuhan. Di dalam doalah itu menjadi mem-balance gitu ya kalau mau dibilang itu menjadi di dalam kita perlu bergumul kekuatiran akan satu hal, itulah sebenarnya menjadi momen untuk kita belajar mendoakan hal itu ya. Di dalam setiap kekuatiran kita sebagaimana juga dibahas Kristus di dalam bagian lain ya, di dalam pengajaran-Nya, ketika kita ada dalam kekuatiran ingatlah dalam kehidupan kita itu ada dalam pemeliharaan Tuhan. Ya yang dikatakan bahwa sampai rambut kepalamu itu jatuh pun itu Tuhan tahu gitu ya. Itu bukan untuk kita pikir oh ini berapa rambut ini Tuhan tahu ya, sampai segitu Tuhan urusnya sampai gitu. Meski tentu dalam kedaulatan Allah semuanya terjadi seturut ketetapan-Nya demikian, tetapi itu adalah berbicara providensinya Tuhan. Pemeliharaan Tuhan sedemikian dan menjadi penangkal bagi kekuatiran kita. Tapi setelah kita masuk dalam pengertian bahwa Tuhan memelihara kehidupan kita, kita masih ada semacam kekuatiran karena satu lain hal, itu adalah bagian yang kita doakan. Sehingga saya percaya di dalam bagian ini ketika kekuatiran itu muncul secara natural dalam kehidupan kita, respon kita seperti apa itu menyatakan sebenarnya iman kita seperti apa. Ya itu kita naikkan itu dalam doa dan kita serahkan pada Tuhan, dan di dalam bagian itulah kita ketika kita kuatir itu kita serahkan, nyatakanlah dalam segala hal imanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur gitu ya.

Di dalam bagian ini, maaf kalau saya bisa katakan, orang yang ndak pernah kuatir ya ndak doa. Kita kalau pernah alami dalam suatu pergumulan yang sulit ya itu biasanya kita paling umum ingat akan doa. Teman saya yang lain itu pernah ngomong pada saya beberapa tahun yang lalu, dia ngomong itu dia ingat dia doa paling getol, gitu ya kalau mau dibilang, itu kapan. Waktu ujian SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Ujian SBM kenapa? Ya ini nggak tahu lulus nggak sampai dia itu berdoa ya,  berdoa sungguh. Kenapa? Ya itu ada kekuatiran ya. Dan saya lihat di dalam satu sisi kalau kita lihat di dalam aspek ini itu adalah hal yang lumrah dalam kehidupan, tapi bagaimana kita respon itu adalah bagaimana sikap dan karakter kita dalam menyatakan iman kita.

Nah ketika masuk di dalam bagian doa, di sini kita lihat ada beberapa elemen-elemen penting dalam doa, ya, kalau yang dipaparkan di bagian sini. Ya meski dalam kalimat yang sederhana di ayat yang ke-6. Tapi kemudian Grant Osborne menyatakan bagian ini memberikan beberapa elemen penting di dalam doa yaitu, Grant Osborne memberikan setidaknya ada empat elemen di sini, dia katakan pertama adalah bahwa di dalam berbagai situasi itu harus dibungkus, dikaitkan dengan doa ya. Yaitu di dalam segala sesuatu itu yang katakan, sehingga di bagian sini kita mengerti doa itu memang bukan cuma masalah oh saya sudah doa pagi atau saya doa nanti malam, atau saya doa nanti makan gitu ya. Tapi di dalam berbagai situasi. Itulah yang dimaksud jangan kuatir akan apapun tetapi nyatakan dalam segala hal keinginanmu kepada Allah. Bagian itu bicara dalam berbagai situasi kita belajar mendoakan hal ini. Dan ini memang bicara dalam proses ya. Sederhana ya misalnya seperti tadi dikatakan, “Ayo kita mendoakan untuk Global Convention.” Kita terus doakan. Bukan cuma doa ya, kita hadir di dalamnya. Tapi saya percaya dalam satu lain hal ya itu kadang-kadang perasaan kita itu mungkin ya ‘agak tipis.’ Tanpa bermaksud men-judge gitu ya, tapi kadang perasaan kita itu lebih tipis karena itu event itu agak ‘distant’ gitu ya. Apalagi cuma modelnya streaming, dibandingkan kalau memang kita jadi penyelenggaranya. Dibandingkan ketika kita jadi panitianya. Nah di saat itulah kita akan mengerti ketegangannya dan kesulitannya seperti apa. Ada banyak tantangan-tantangannya dan itu kita bisa berdoa, berdoa terus. Dan saya percaya di dalam bagian ini itu ada proses pembentukan iman kita juga. Bagaimanakah di dalam situasi itu kita mendoakan dengan sungguh.

Dan di bagian ini saya lihat ketika kita melihat dalam bagian ini, Tuhan, di dalam pekerjaan Tuhan yang Dia percayakan pada kita ataupun juga dalam konteks-konteks lain dalam kehidupan ketika Tuhan izinkan, itu sebenarnya dalam kehidupan kita adalah membentuk kita, kita akan mendoakan itu kan? Bisa nangkep ya ini saya pakai perbandingannya gitu. Ini saya bicara dalam pemahaman saya sendiri juga. Dulu waktu pemuda, “Oh ya cuma ikut gitu ya, ikut doakan untuk NREC.” Zaman saya dulu ya, NREC ya doakan saja, ‘biasa aja’ gitu ya paling saya peserta ikut kan. Ya sudah gitu. Tapi ketika masuk ke dalam kepanitiaan, di dalam suatu konteks situasi seperti itu, itu doanya itu kita bisa rasa bebannya lebih mendalam. Ada kesulitan yang lebih. Dan kita belajar untuk berdoa lebih menghayati lagi mengapa kita mendoakan pokok-pokok poin doa itu. Dan seperti dalam banyak hal juga kita kehidupan juga seperti itu sih. Sederhana, misalnya ya bagaimanapun orang yang misalnya belum punya anak ya mendoakan anak itu ada beda lho dan ketika sudah punya anak dan melihat mungkin lihat kenakalan anaknya dan kerusakan yang ada terjadi di kawanan teman-temannya dan mendoakan bagi generasi yang akan datang. Bisa nangkep ini ya? Nah di dalam kehidupan kita kalau kita bisa cermati melihat seperti itu, di dalam berbagai konteks yang terjadi di dalam kehidupan kita itu sebenarnya membentuk kita dan bagaimana kita responnya itu di dalam doa.

Dan di bagian sini inilah sebenarnya kalau kita melihat dalam aspek ini, doa itu ndak pernah habis. Karena kita kehidupan ini bisa berbagai konteks dialami dalam kehidupan kita dan ada dinamika yang mendorong kita bisa terus berdoa. Kita mulai bisa berdoa tentu di dalam bagian pergumulan kita, tapi lebih lanjut lagi kita juga mendoakan bagaimana orang lain, bagaiaman sahabat kita, keluarga kita dan seterusnya. Poinnya adalah di dalam bagian ini bagaimana semua situasi itu dikaitkan dengan doa. Kita sebagai orang Kristen tidak dipanggil untuk menjadi expert menyelesaikan semua masalah yang ada, tapi setidaknya yang kita pasti dipanggil adalah bagaimana kita mendoakan berbagai hal di dalam, bagaimana kita berdoa kepada Tuhan di dalam berbagai situasi permasalahan yang kita hadapi. Nah itu terutama panggilan kita. Bisa nangkep sini ya? Orang bisa menjadi expert, ahli menyelesaikan masalah. Masalah A, masalah B. Oh ada kesulitan ini, ada kesulitan itu, oh ini dia orang ini ahli sekali pokoknya ada kesulitan apa dia bisa beresin gitu ya. Mulai dari genteng bocor dia bisa benerin sampai mungkin pipa bocor dia bisa benerin dan seterusnya. Ada orang yang demikian. Tapi kembali lagi tidak semua orang punya kemampuan seperti itu. Tapi yang menjadi sama rata bagi orang Kristen adalah di tengah berbagai konflik kesulitan yang kita hadapi, bagaimana kita kaitkan itu dengan doa. Ada kesulitan, kita kaitkan dengan doa. Dan itu adalah panggilan yang sama bagi semua orang Kristen ya. Bagi setiap kita.

Nah poin berikutnya yang disampaikan Grant Osborne dalam komentarinya mengatakan bahwa  bahwa doa, yang kedua, juga selain itu di dalam berbagai situasi kita kaitkan dengan doa, dan yang kedua adalah doa itu harus komprehensif gitu ya. Dalam bagian ini itu bicara berbagai hal. Memang kalau sampai komprehensif tuntas sulit juga gitu ya. Kalo nggak kita doanya nanti terus ingat lagi apa lagi yang perlu didoain gitu ya. Tapi setidaknya kita belajar bahwa di dalam doa itu bukan cuma cukup mendoakan yang generik gitu kalau saya bilang. Misalnya gitu ya kadang-kadang orang berdoa, berdoa, nanti sampai terakhir, “Ya Tuhan sempurnakanlah doa ini.” Itu ada poinnya sih. Tapi sisi lain mungkin kadang pikir ndak tahu lagi apa yang mau didoakan pokoknya sempurnakan apa yang mungkin masih kurang Engkau yang isi tambah ya. Sebenarnya bukan begitu. Doa itu adalah kita mencoba mengingat dan mengaitkan apa pokok-pokok penting yang perlu didoakan juga. Ada kadang memang hal-hal yang sederhana dalam kehidupan ini memang kita kaitkan dengan doa. Entah misalnya kita ada kekuatiran tentang kehidupan kita, kesehatan kita, atau keluarga kita itu adalah bagian kita mendoakan ya. Seperti kalau yang nanti ini juga kita ke depan akan ada Global Convention kita mendoakan gitu ya. Dan itu sebisanya komprehensif. Maksudnya itu bicara di dalam berbagai aspek, bukan cuma sekedar lempar kalimat yang kayak ya itu ya, doa ini belum sempurna, sempurnakanlah ya Tuhan. Selesai gitu. Seolah-olah melempar tanggung jawab yang sebenarnya adalah pokok-pokok poin yang harus didoakan. Kita ndak mau lihat, terus pokoknya biar Tuhan yang fill the blank gitu ya kira-kira. Ya nggak begitu. Itu adalah bagian sebenarnya, kembali lagi ya saya bukan menyalahkan kalau orang mau mendoakan itu, tapi kita harus punya pengertian benar bahwa kita coba mendoakan, mengingat ada bagian ini perlu didoakan, ada kesulitan apa perlu didoakan. Kalau seperti dalam kita ibadah saja berapa banyak kita memikirkan sampai kita ada detail-detail kesulitan tertentu kita doakan? Baik secara personal maupun juga secara komunal kita doakan dan itu bicara doa itu bisa mencakup berbagai aspek. Dan ada detail-detail tertentu yang kita bisa doakan ya.

Lanjut, dan poin berikutnya yang disampaikan oleh Osborne adalah elemen ketiga dia katakan adalah bagaimanapun kita ingat di dalam doa, kita juga ingat untuk bersyukur. Makanya dikatakan Paulus di sini bahwa kita dengan segala permohonan dan dengan ucapan syukur ya itu kita jangan lupa dalam kita menaikkan doa meski didorong dengan kekuatiran, kesulitan, kita juga perlu mengingat bahwa dalam doa itu kita bersyukur atas apa yang Tuhan berikan. Ya ini kadang-kadang kalau orang lupa bagian ini, ini jadi ‘aneh’ gitu ya. Karena relasi dengan Tuhan itu cuma bolak-balik kayak minta. Doa, “Tuhan tolong saya, saya sulit ini. Tuhan tolong saya, saya sulit ini.” Itu jadinya relasi kita itu cuma minta-minta. Tapi kalau di dalam kehidupan doa yang lebih, saya ingat itu kadang-kadang dalam pokok doa kita ada dari liturgis atau hamba Tuhan itu ngomong, “Doa ucapan syukur jangan minta, pokoknya ucap syukur saja apa yang Tuhan berikan.” Kadang-kadang itu bisa jadi pokok doa gitu ya karena di bagian itu kadang-kadang kita lupa untuk bersyukur atas apa yang Tuhan kasih sih. Nah ini kadang-kadang kalau kehidupan doa itu kalau tidak utuh gitu ya dia cuma akhirnya bolak balik bicara permohonan tapi tidak ada ucapan syukur. Kalau saya tanya di hari ini apa sih yang kita kuatirkan? Nah mungkin bisa masing-masing tulis ya. O saya kuatir ini ada kesulitan gini, o ini pak ada aneka macam gini, ada masalah apa gitu ya. Tapi coba kalau kita mau tanya apa sih yang kita bisa syukuri hari ini? Apa yang bisa kita syukuri hari ini? Dan berapa banyak dalam kehidupan kita, kita bisa melihat ada anugerah Tuhan, ada pemeliharaan Tuhan, baik secara ‘besar’ ya misalnya anugerah keselamatan-Nya yang tetap dalam kehidupan kita. O itu anugerah besar. Jangan take it for granted. Banyak orang di luar sana nggak punya kepastian tentang keselamatan. Kita sewaktu-waktu memang tempatnya ya sudah kita tahu kita masuk surga. Itu sebenarnya kalau kita renungkan di dalam bagian itu saja itu anugerah Tuhan besar, dan masih banyak anugerah-anugerah lain dalam kehidupan kita masing-masing yang Tuhan berikan juga. Dan itu bisa kita syukuri. Kita syukuri.

Kadang-kadang orang kurang menyadari dan kurang mensyukuri bagian-bagian itu sampai kita memang di dalam waktu kita doa gitu ya. Dan biasanya makanya sikap kita menjadi biasanya kalau doa itu kita tutup mata, lipat tangan, itu sebenarnya adalah untuk kita waktu kita diam dan tidak fokus lihat mungkin ada kesulitan depan, dan fokus memikirkan iya di hadapan Tuhan sebenarnya apa sih yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita? Dan kita bersyukur nggak atas hal itu? Kita mensyukurinya nggak? Jangan sampai ketika akhirnya sudah lewat gitu ya atau sudah ndak ada baru kita menyesal gitu ya. Anne Frank pernah mengatakan bahwa orang yang mati menerima lebih banyak bunga daripada orang hidup. Karena perasaan regret itu ya, perasaan menyesal itu jauh lebih kuat daripada perasaan grateful. Ndak tahu ya habis ini pada bagi bunga gitu ya. Tapi maksudnya itu adalah bicara dalam kehidupan kita itu sering kali begitu, oh sudah sampai mati itu orang nya, wah sudah ndak bisa, itu baru orang merasa oh menyesal, datang lagi, datang lagi, ziarah lagi, ke kuburan lagi, terus gitu. Permisi tanya ya, waktu orangnya hidup kamu baikin nggak? Permisi tanya waktu orangnya hidup kamu sendiri sering kunjungi nggak? Nah itu banyak penyesalan-penyesalan gitu ya. Kadang-kadang memang dalam kehidupan itu katanya kita tidak menyadari berharganya sesuatu sampai itu hilang dari kita, dan kadang kehadiran sesama kita itu, juga keluarga kita, dan sebagai macamnya, karena kita take it for granted gitu. Karena itu juga ada di dalam pemeliharaan anugerah Tuhan yang Tuhan berikan kepada kita.

Nah itu dikaitkan dengan ucapan syukur. Lalu elemen ke-4 yang dikatakan Grant Osborne dalam komentarinya dikatakan bahwa ingatlah bahwa Tuhanlah fokus dari kehidupan doa kita. Doa itu bukan berfokus kepada, “Oh pokoknya saya ini tahu yang saya mau doakan ini, lengkapi, saya maunya A, B, C, D,” dan seterusnya. Tapi sebenarnya kita ingat di dalam doa itu adalah komunikasi kita dengan Tuhan, percakapan kita dengan Tuhan ya, atau kalau dia seorang Reformed mengatakan pemberitaan tentang firman Tuhan berbicara kepada kita melalui hamba-Nya, lalu kemudian di dalam doa itu kita berbicara balik kepada Tuhan. Berdasarkan dari apa yang Tuhan nyatakan dalam kehidupan kita, kita utarakan itu dalam doa, dan ingat kita doa itu fokusnya itu pada Tuhan bukan pada diri kita. Fokus bahwa di dalam kehidupan doa kita itu kita bergumul mengerti kehendak Tuhan dalam kehidupan kita seperti apa, rencana Tuhan seperti apa. Itu sebenarnya menjadi fokusnya di dalam doa itu sendiri. Sehingga di bagian inilah kita sangat mengerti dalam banyak hal di dalam pengajaran radikal ya dari karismatik yang dengan teologi suksesnya, “Oh pokoknya kamu klaim, klaim, nanti kamu kalau doa itu pasti sembuh. Kamu kalau doa pasti sembuh, klaim!” Kenapa? “Percaya dengan iman.” Kalau kaya gitu fokusnya pada diri, pokoknya saya sembuh. Lho kalau Tuhan mau memang izinkan kita mengalami sakit gimana? Dan sampai akhirnya kenyataannya ya kita akan mengalami kematian kan? Terus klaim, oh kalau anak Tuhan pasti akan bangkit gitu ya. Ya ndak habis kalau kayak gitu. Itu akhirnya doanya gagal fokus. Doa yang gagal fokus itu fokus ke diri, setiap dia doa bicara dirinya, bicara dirinya terus. Kapan kita doa itu sebenarnya fokus pada Tuhan dan pekerjaan-Nya? Dan dalam relasi interpersonal dengan kita itulah kita mengerti apa kehendak Tuhan yang Dia mau nyatakan dalam kehidupan kita, dan itu kita doakan, doakan.

Dalam doa itu karena kaitannya komunikasi, kita saja kalau berkomunikasi dengan seseorang dan punya relasi yang baik dengan seseorang gitu ya, seseorang ataupun lebih dari satu orang tentu, itu kan di dalam komunikasi yang ada, itu kan kita bertumbuh makin kenal dia ini maunya apa. Bahkan kadang kalau sudah relasi itu lebih mendalam, lebih intim, lebih dekat dan lebih mengenal satu sama lain, itu kadang-kadang tidak perlu kalimatnya terlalu panjang sekali, kita sudah mengerti dia ini maunya apa, atau maksudnya seperti apa. Nah di dalam bagian itu kalau kehidupan doa kita itu sungguh benar, bertumbuh mengenal Tuhan, dan bukan hanya bicara pada diri sendiri di dalam doa itu, adalah kita akan makin mengerti sebenarnya Tuhan rencananya apa? Dan di dalam bagian itu kadang-kadang ada suatu kepekaan ya, bagi saya di dalam doa itu, ketika kita mau doakan apa, kadang-kadang itu Roh Kudus bisa menggerakkan kita pikir, nggak, lebih tepat itu doakan apa. Ataupun setelah kita doakan suatu pergumulan itu lama, dan ternyata Tuhan menjawab baik di dalam pemberitaan firman, ataupun di dalam kita bergumul secara dinamis dalam kehidupan kita, kita menemukan jawaban dari Tuhan dan kita tidak mendoakan itu lagi. Atau ya kita bersyukur, karena sepertinya Tuhan sudah menjawab pergumulan itu dengan jawaban tertentu.

Saya ingat di berapa tahun lalu ya, saya ada baca satu artikel tentang ada pasangan yang bergumul untuk punya anak. Lalu mereka mendoakan mendoakan mendoakan sekian lama, sampai satu titik itu, seingat saya itu adalah, pembicaraan dengan dokter, dan dikatakan bahwa memang ternyata ada karena masalah tertentu, mereka ndak mungkin punya anak. Dan mereka berdoa bersyukur. Lho kita pikir bingung ya, kok bersyukur? Pasangan itu menjawab, “Ya karena akhirnya kami tahu jawaban Tuhan apa.” Simple gitu ya. Kalau orang fokus kepada Tuhan, dia bergumul, “Tuhan ini kapan kasih saya anak?” dan seterusnya. Kami juga ada bergumul itu dan semua setiap kita mungkin ada hal-hal lain. Bergumul bergumul, bergumul itu kalau kita fokusnya pada Tuhan ya jawaban Tuhan seperti apa, itu yang kita nantikan. Bukan cuma masalah Tuhan kasih saya ya atau tidak. Kalau kayak gitu itu cuma doanya hanya berfokus pada diri. Kembali lagi ya, orang berdoa fokus pada diri, itu kalau Tuhan ndak kasih, “Aduh pokoknya kecewa, pokoknya saya maunya gini,” gitu ya. Lho itu ndak bertumbuh lho dalam relasi. Dalam kita relasi saja satu sama lain kita mengerti, dalam relasi yang sehat gitu ya, itu bukan cuma apa ya, saya minta saya kasi, saya minta, selalu dikasih, lho ada kalanya ndak dikasih. Atau ada kalanya orangnya beda pandangan dengan kita dan seterusnya, tapi relasi itu bisa bertumbuh di situ. Dan sama dalam relasi dengan Tuhan terutama kita berfokus pada Tuhan dan ada satu titik kita mengerti memang itu jawaban Tuhan untuk ndak kasih, ya sudah. Kita bersyukur Tuhan sudah memberikan kejelasan jawaban Dia. Dan kemudian selanjutnya apa? Ya kita jalani kehidupan ini, berarti Tuhan sedang membentuk kehidupan kita seperti apa.

Setiap kita punya kisah kehidupan masing-masing yang berbeda ya. Kita tidak harus menjadi patokan bagi, apa melihat orang lain menjadi patokan kehidupan kita seperti apa ya. Tapi lihatlah di dalam masing-masing Tuhan mau pakai kita seperti apa. Kalau misalnya sini ada beberapa pemuda gitu ya, tidak setiap orang menikah, misalnya. Orang berpacaran tidak semuanya juga orang berpacaran akhirnya menikah dan seterusnya. Tapi pertanyaannya adalah kehendak Tuhan seperti apa dalam kehidupan kita itu kita genapi atau tidak? Tuhan bisa pakai aneka macam orang. Tuhan sebagaimana Tuhan bisa pakai seperti kisah dari Jimmy Elliot ya. Nikah, belum lama ya, lalu pergi bermisi di suku Auca, langsung mati di sana. Mati dalam misi. Tapi dia menggenapi panggilannya. Lalu kita pikir oh menggenapi panggilannya gimana? Pokoknya saya nekat gitu ya. Pokoknya cari di mana suku yang paling ekstrem, Amazon gitu ya, pergi ke sana gitu ya, atau apa ya, suku kanibal, pergi ke sana sampai mati, genapi, ndak tentu lho. Datang itu kenapa, kita mengerti ndak panggilan Tuhan di dalam kehidupan kita, di dalam limitasi umur yang Tuhan kasih, Tuhan mau pakai kita seperti apa? Dan kalau kita genapi di bagian situ, kita bersyukur. Bahkan ketika misalnya Tuhan juga memberikan kita anak dan seterusnya, itu kita mengerti, ya aneka macam gitu kan.

Pernah kami itu, kita ber-joke, bercerita, bergumul ya, gimana ya, kita bergumul memang rindu Tuhan berikan kita anak-anak yang takut akan Tuhan. Tapi gimana kalau Tuhan ternyata kasih anak yang bukan pilihan. Hayo seperti apa itu? Atau di sini nggak pernah pikir ya. Di dalam doktrin itu jelas lho. Tuhan yang tetapkan segala sesuatunya kan? Bagaimana kalau ternyata anak yang lahir dalam keluarga kita ternyata bukan anak pilihan memang? Seperti apa? Atau dalam bentuk-bentuk pelayanan yang lain, bagaimana kalau orang-orang kita layani, misalnya, di dalam misalnya pelayanan pemuda, pelayanan remaja, pelayanan sekolah minggu, ternyata dalam satu ‘batch’ itu memang bukan anak-anak Tuhan? Itu, itu sebenarnya entitlement-nya Tuhan lho. Kita sudah habis tenaga, curahkan semua untuk ajar, ajar, kok ndak masuk-masuk gitu, ya memang Tuhan ndak beranugerah. Pertanyaannya adalah kita bisa terima itu ndak? Kalau kita lihat memang fokusnya di dalam pelayanan itu siapa. Orang yang cuma berfokus pada dirinya akan bolak-balik lihat, “Saya mau mencapai apa yang saya mau.” Tapi kalau kita fokus pada Tuhan, kita akan fokus lihat apa yang sedang Tuhan didik kita melewati fase ini. Bagian-bagian seperti itu. Dan di dalam pelayanan, dan belum lagi tentu juga, bisa juga dalam bentuk lain ya, ternyata mungkin hal lain, mungkin dia belum lahir baru. Mungkin di kemudian hari bisa bertobat. Tapi kemudian hari dia bertobat ndak tentu lapor kita. Ya iya to, siapa kita? Nangkep ya? Misalnya kita layani sekelompok pemuda gitu ya. Kita layani sekian lama, eh kagak bertobat ini. Aduh percuma ya? Lho ndak tentu percuma. Kalau memang Tuhan baru mau dia nanti lahir barunya di berapa tahun kemudian ya itu kan kedaulatan Tuhan. Terus waktu mereka kemudian hari baru bertobat, terus harus info kita ya? Ndak tentu kan. Bagian kita hanya mengerjakan yang harus kita kerjakan. Terbaik yang bisa kita kerjakan. Dan bagian itu kita bisa gentar bayangkan seperti apa kita kerjakan pekerjaan Tuhan. Karena fokusnya itu adalah Tuhan sendiri, dan dalam doa pun demikian.

Dan lanjut di dalam konteks yang dialami oleh Paulus, banyak kesulitan dia hadapi. Ada banyak kalau kita temukan dalam surat-surat Paulus, sudah dia layani, sudah diberitakan yang benar, ternyata muncul lagi pengajar-pengajar yang sesat, muncul lagi penyimpangan, dan seterusnya. Dan penyimpangan itu sebenarnya kalau mau bilang itu bukan di abad-abad belakangan. Dari jaman para rasul itu sudah muncul banyak ajaran sesat. Kalau kita mau lebih fair dan teliti lihat kenyataannya memang demikian. Tapi apakah Paulus menjadi kecewa? Tawar hati? Ndak. Dia tetap kerjakan, kenapa? Karena dia percaya. Fokusnya pada Tuhan, pekerjaan Tuhan yang dia kerjakan, kalau sudah dia kerjakan terbaik ya sudah Tuhan akan pimpin dan peliharakan gereja-Nya. Akan jalan seperti apa ya serahkan ke dalam tangan Tuhan.

Lalu kemudian menarik di dalam bagian ini, lalu di ayat 7 dia katakan, “Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” Kalau kita lihat sebenarnya di dalam teks ini, ini menarik ya. Kalimat ‘bahwa damai sejahtera Allah,’ atau bicara kepada God of peace gitu ya, Allah yang adalah sumber damai sejahtera itu sendiri itu menyertai, menyertai kita gitu. Itu menarik ketika kita kaitkan di dalam, seperti saya baca, di dalam Kisah Rasul 16:22-25, atau saya ndak usah bacakan, itu bagian itu kita temukan Paulus itu ketika masuk penjara dan Silas, itu bisa digebukin. Ya Kisah Rasul mencatat demikian, dan ya kembali lagi tidak harus dia masuk penjara dicatat dia dipukul berapa kali kan, tapi kita mengerti itu dia bisa mengalami kesulitan yang berat seperti itu. Tapi menarik ya di Kisah Rasul itu dicatat setelah mereka digebukin seperti itu tapi kemudian mereka itu bisa berdoa dan menyanyi puji Tuhan. Aneh ya. Mungkin kepala penjaranya juga bingung. “Ini orang, oh masuk ya.” Kembali lagi di dalam penjara orang Romawi zaman dulu itu memang sering di-abuse itu para tahanan-tahanan itu. Dipukul atau apa, atau mungkin kepala penjaranya lagi ciong sama istrinya gitu ya, lagi ribut, wah lampiasin ini mumpung ada ini, gebukin gebukin gitu ya. Sudah benjol-benjol masuk gitu, eh mereka di dalam menyanyi, memuji nama Tuhan. Dan sebenarnya di dalam bagian inilah saya percaya ada kesaksian dalam kehidupan orang Kristen yang sedemikian itu membuat para orang Romawi atau bahkan kepala penjara itu jadi heran. Kok mereka ini tetap bisa puji Tuhan ini orang gila atau apa? Tapi setelah dicek, oh tetap waras kok, tetap bisa menjelaskan. Kenapa kamu puji Tuhan? Itu bukan oh jadi sudah sedeng gitu, sudah gila gitu, kayak kerasukan gitu. Bukan. Tapi dia bisa menjelaskan, kenapa kamu bisa memuji Tuhan? Karena kami percaya kehendak Tuhan itu yang menjadi fokus pelayanan, dan pekerjaan Tuhan tetap berjalan dengan cara yang mungkin berbeda dengan yang kami bayangkan, tapi ya tetap berjalan. Lalu mereka beritakan Injil. Dan akhirnya, kepala penjara bertobat.

Dan kita temukan itu begitu banyak itu yang dialami oleh para rasul seperti demikian. Mereka dianiaya, mereka diperlakukan dengan jahat, tapi mereka tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, mereka membalas kejahatan dengan kebaikan. Mereka memuji nama Tuhan, mereka berdoa, dan melalui kesaksian itulah membuat juga banyak para tawanan itu bertobat juga termasuk para kepala penjara. Dan sebenarnya kisah-kisah kesaksian seperti ini itu bukan cuma dialami oleh para rasul. Sebenarnya banyak itu kita temukan dalam kisah-kisah orang lain. Seperti yang diceritakan oleh, seingat saya Vikaris Lukman ya, yang lalu cerita ada seorang misionaris yang melayani, dia dimasukkan penjara. Terus masuk penjara ngamuk-ngamuk gitu ya, ngomel-ngomel gitu ya? Bukan. Ya sudah dia penginjilan tetap kepada para tawanan penjara itu. Semua jiwa sama berharga di mata Tuhan kan? Injili saja. Dan kalau memang Tuhan sudah dalam kedaulatan-Nya ya sudah itu sudah ketetapan Tuhan sudah masuk penjara, berapa lama? Ndak tahu. Tapi pokoknya dalam berapa waktu ke depan pokoknya di dalam ruangan itu yang kamu bisa injili ya pokoknya ya sekitar situ. Injili saja.

Dan di bagian situ kita mengerti itulah yang dikerjakan oleh Paulus, dan ini makanya menarik, ketika dia kerjakan itu dan dia doakan, ada damai sejahtera Tuhan yang melampaui segala akal yang memelihara hati dan pikirannya. Di dalam bahasa Yunaninya itu pro reo ya. Itu seperti bayangan, istilah pro reo itu gambarannya itu apa ya, bukan cuma kayak pelihara seperti dipeluk gitu ya, bukan gitu, tapi itu adalah mempunyai konotasi militer dan menjadi gambaran seperti tentara, yang menjaga hati dan pikiran orang percaya dari kekuatiran, ketakutan dan keraguan itu. Ini dia katakan dalam study bible ya. Jadi istilah damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal itu akan menjaga hati dan pikiranmu dan itu bicara gambaran seperti tentara. Dan saya pikir ini dia pakai kata ini ndak lepas, ya dia lihat itu kayak tentara itu jaga dia gitu ya, jaga supaya ndak keluar gitu ya. Dia mengerti apa? Terutama Tuhan dengan anugerah-Nya ketika dia doa, Tuhan yang jaga dia, yang menjaga hati dan pikiran dia itu supaya tetap di dalam Yesus Kristus.

Orang kalau sudah masuk dalam penjara itu bisa aneka macam, orang sudah masuk dalam penderitaan, sewaktu-waktu itu bisa jadi lain. Ndak usah terlalu jauh lah, ada orang putus cinta, dia keluar dari gereja tok ya, atau pindah gereja, saya ndak ngerti kenapa gitu ya. Patah hati, udah langsung tinggalin gereja. Ya meski ada kesulitan di situ, tapi kalau kita lihat apa yang dialami Paulus ini berat sekali, tapi dia tetap percaya pada Tuhan, tetap beriman bersandar pada Dia, tetap mendoakan dan dikatakan menariknya ketika dia doakan Tuhanlah yang menjaga dia sedemikian, menjaga hati pikirannya dekat dengan Kristus Yesus. Ini bicara adalah ada anugerah Tuhan yang melampaui segala akal itu, makanya kan damai sejahtera yang melampaui segala akal itu bukan kemampuan dia. Dia bukan menjadi orang stoik di sini yang kayak oh kamu perbuat saya jahat nggak apa-apa saya nggak berubah, tenang gitu dan seterusnya, bukan kekuatan dia. Dia sendiri mengakui di sini adalah bukan karena kekuatan saya bisa tetap memiliki damai sejahtera itu tapi karena Tuhanlah yang menjaga saya sedemikian. Nah di bagian situ baru kita mengerti dalam pergumulan kita di dalam doa itu bukan cuma saya berdoa pada Tuhan dan Tuhan mendengar doa saya dan Tuhan beserta saya di dalam doa itu. Berapa banyak dalam kehidupan kita di dalam doa itu kaitannya seperti tak ada relasi yang hidup dengan Tuhan dan bukan hanya berdoa berelasi minta-minta gitu ya.

Dan saya lanjut pada poin saya berikutnya di dalam bagian ini saya membahas seperti apakah makanya teologi doa itu sendiri? Ada banyak hal yang tentu bisa dibahas tentang dalam doa. Salah satunya kita ingat bahwa bagaimanapun ada suatu ungkapan there are no atheist in foxholes. Itu bicara bahwa di dalam ketika orang mengalami peperangan dan dia bersembunyi di dalam suatu celah lubang gitu ya, foxholes namanya biasanya orang bilang gitu, tentara itu bersembunyi situ, ada serangan peluru. Kamu akan berdoa. Ya itu dalam suatu bayangan militer, orang kalau mau ateis kek, sampai sudah dalam titik posisi itu dia akan berdoa juga gitu ya. Itu dalam istilah militer. There are no atheist in foxholes. Yaitu ketika tentara itu yang mungkin dengan bangganya, dengan kejantanannya oh saya ini kuat, saya ini militer kuat terlatih segala semacamnya, oh saya tidak percaya Tuhan. Sampai dia di dalam serangan-serangan dari musuh dia cuma bisa bersembunyi di balik celah, berlindung di sana, dia cuma bisa berdoa. Nah itu dia nggak jadi ateis sebenarnya gitu ya. Orang itu bisa karena ada pride, kesombongan, dan rasa aman, kuat gitu ya, bisa pada diri sendiri, self-sustained, segalam macam. Tapi orang kalau sudah dalam titik yang sulit dan titik pergumulan yang berat pasti akan berdoa.

Kita kalau pernah pengalaman naik pesawat gitu ya. Saya pernah pengalaman naik pesawat, terus terbang, perjalanannya aman, ya biasa saja. Tapi mulai goyang. Ada itu, saya pernah alami itu goyang sampai saya doa. Terus mulai lagi turbulence-nya sampai kalau kalian pernah alami itu kayak naik roller coaster gitu ya. Ini kayak roller coaster gitu. Wah langsung yang lain-lain juga ikut doa. Karena apa? Karena di dalam titik-titik kekuatiran itulah kita berdoa. Titik sulit itulah mengajarkan kita bahwa kita memang perlu bergantung, bersandar pada Tuhan. Dan saya percaya di dalan bagian ini ketika Tuhan izinkan dalam kehidupan anak-anak Tuhan itu baik, karena itu belajar mengenal, kita belajar merendahkan diri kita. Karena di dalam doa kita belajar merendahkan diri kita bahwa kita sungguh takut dan bersandar pada Tuhan. Orang seringkali di dalam kesombongannya bilang saya ndak perlu doa. Atau cuma doanya cuma lip service gitu ya, cuma sekedar mekanistik ya. Mau pakai istilah apa itu pencitraan gitu ya dan seterusnya. Tapi orang yang sungguh-sungguh bergumul di dalam kesulitan yang real dia ada tindakan sungguh-sungguh dia rasakan, dia akan mau ndak mau diajak berdoa.

Nah ketika di bagian itu kita akan berdoa seperti apa? Di dalam bagian ini dalam doa iman Kristen kita mengerti adalah umumnya itu ada triune prayer ya. Berdoa kepada Allah Trituggal yaitu kita berdoa kepada Allah Bapa di dalam nama Allah Anak dan melalui pertolongan dari Allah Roh Kudus. Kembali lagi ya doa yang paling umum meskipun tidak satu-satunya, tapi paling umum doa kepada Allah Tritunggal itu adalah kita berdoa kepada Allah Bapa. Kita berdoanya kepada Bapa lho. Bukan kepada Anak bukan kepada Roh Kudus gitu ya. Ini paling umum. Doa kepada Allah Bapa tapi kemudian di dalam nama Allah Anak. Kenapa? Ketika di bagian ini kita mengerti kita doanya kepada Bapa tapi kemudian karena mengenali pengorbanan Kristuslah di atas kayu salib itu membuat kita itu layak bisa didengar oleh Allah Bapa. Di dalam nama Allah Anak itu di situ. Jadi ini bukan cuma sekedar oh pokoknya saya ingat terakhir ditutup dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Ya itu betul, tapi dalam pengertiannya adalah kita bisa menaikkan doa ini itu bukan karena kita layak, bukan karena kita ini beres semuanya, bahkan kadang kita menaikkan doa minta pengampunan dosa, permohonan pengampunan dosa, tapi melayakkan kita itu karena di dalam Allah Anak. Dan melalui pertolongan dari Allah Roh Kudus seperti dikatakan dalam Roma pasal 8 itu bicara dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Ya ketika melihat dalam kehidupan doa kita, Allah Roh Kudus menuntun kita dalam doa. Kadang kalanya saya percaya kalau kita memang kehidupan rohaninya sehat dan doa pribadi kita itu ada kalanya memang kalau saya bilang itu kayak pause gitu ya. Kita sudah doa begini terus kita berhenti sejenak, pikir kita ngomong ini kepada siapa? Ngomong kepada Allah Bapa. Dan pikir bagaimana kita harusnya menaikkan doa itu.  Dan termasuk ada kalanya juga di dalam kesempatan-kesempatan itu kita bisa bergumul sebenarnya itu ndak perlu didoakan. Kenapa? Itu cuma sekedar kengininan kita. Kadang-kadang ada begitu kok. Saya bukan bilang mungkin semua pergumulan kita ya bisa. Tapi ada kalanya kalau memang kita bergumul di dalam pimpinan Roh Kudus, ada kalanya kita mendoakan sesuatu itu, dan ada kalanya ya sudah ndak perlu minta itu. Dan itu dalam pimpinan Roh Kudus juga.

Kembali lagi ini bicara dalam kepekaan relasi kita dengan Tuhan itu demikian sehingga bukan sekedar mekanis. Dan itu menjadi poin saya makanya juga doa itu dari hati kita yang terdalam itu bukan mekanistik. Doa mekanistik itu cuma hafalan dan cuma diulang-ulang. Itu kenapa sebabnya maka banyak hal kita itu against dengan praktek-praktek Roma Katolik. Doa ini, doa Bapa Kami diucapkan sepuluh kali. Ini kan mekanis. Bukan ndak bisa ya, boleh juga. Tapi kan akhirnya mekanis kan cuma dihafal? Ini kaya jimat atau mantra atau apa. Tapi kalau kita ingat doa itu yang benar itu adalah bicara relasi kita dengan Tuhan, dan sebenarnya di dalam doa Bapa Kami itu memberikan suatu lebih ke formula, ke prinsip kita mengerti seperti apa poin-poin yang harus didoakan itu. Saya tidak bahas Bapa Kami sih. Pak Tong sudah ada bahas di streaming dia ‘Doa Bapa Kami.’ Tapi kita mengerti itu yang Kristus ajarkan itu bukan doa yang mekanistik tapi doa dari hati kita terdalam. Doa yang ketulusan tapi juga kemudian doa dengan suatu pengertian, praying with understanding, sehingga bukan cuma sekedar ketulusan yang naif pokoknya dari hati saya, saya setulus-tulusnya ngomong, tapi di dalam setiap kebenaran firman yang kita dengarkan di dalam pembelajaran doktrin yang benar gitu ya, itu mengarahkan kita sehingga kita bisa praying with understanding. Doa dengan pengertian benar. Ya ini saya perlu doakan atau tidak? Dan kadang-kadang dalam kehidupan kita, dalam kita berelasi saya sama lain bisa gitu kadang-kadang ada yang kita secara intuitif rasa perlu kita ngomong tapi kemudian kalau kita pikir-pikir lagi ini ndak perlu. Nah sebaliknya ada hal-hal yang kita nggak terpikir tapi setelah kita pikir-pikir lagi ini yang perlu kita ngomongkan ya.

Kembali lagi kita kalau dalam relasi keseharian pun ada begitu kan? Apa kita ketemu orang itu ngomong langsung apa yang saya pikir langsung apa yang saya langsung intuisi saja keluar semua. Ndak to? Kita pikir to? Pikir dulu sebelum bertindak, katanya gitu kan. Ya pikir dulu sebelum ngomong. Kita ngomong dengan atasan kita saja kita akan pikir baiknya ngomongnya apa. Atau ada poin tertentu misalnya dalam meeting ya kita perlu bahas apa. Tidak semua harus dibahas dan seterusnya. Bagaimana dengan kita relasi dengan Tuhan juga ada bagian itu makanya saya bilang bisa kayak ada pause gitu ya, seperti kayak berhenti sebentar, kita pikir yang apa yang harusnya kita doakan. Apa yang kadang-kadang ndak mesti, ndak selalu, apa yang kadang-kadang kita rasa ini yang paling kita rasa nanti kita pikir-pikir lagi sebenarnya ini ndak perlu. Atau kita bisa ubah doanya. Ya termasuk misalnya contoh kita sedang tertarik dengan suatu hal, kita sangat mengidam-idamkan sesuatu. Contoh paling sederhana lah,  seorang pemuda sangat ingin ada handphone baru. Bisa nggak doa? Tuhan tolong supaya saya dikasih hape baru gitu ya. Mungkin bisa saja secara naif gitu ya. Tapi orang kalau sudah bergumul, bertumbuh itu bisa nanti titik tertentu dia bergumul, “Tuhan kenapa ya saya terus diikat, terus ingin handphone ini? Tuhan berikan saya kekuatan mengingat bahwa hidup saya cukup dengan ataupun tanpa handphone ini.” Itu ada bisa bagian-bagian itu lho. Itu bicara dalam kehidupan doa kita itu bertumbuh karena praying with understanding, karena kadang-kadang ada hal yang kita doakan itu sebenarnya cuma kaitan dengan keinginan kita ya, nanti kita bisa bahas lagi gitu ya di kesempatan lain itu apa yang kita inginkan kadang-kadang tidak kita butuhkan, sebaliknya kadang ada hal yang sangat kita butuhkan tapi kita tidak inginkan. Nah itu ada kesulitan itu dalam kehidupan gitu ya. Bagaimana kita berdoa dan mengerti Tuhan kuduskan kita dalam proses itu.

Dan terutama adalah di dalam kita berdoa itu kita mau berkait, mau belajar sinkron dengan kehendak Tuhan. Tuhan ketika saya dalam satu pergumulan ini, saya belum tahu jawabannya seperti apa, tapi saya mau mengerti kehendak-Mu itu seperti apa. Dan Engkau sedang memproses saya seperti apa melalui proses-proses seperti ini. Ya kita bisa lihat yang dialami oleh seperti misalnya Bapak Abraham. Abraham dari pertama dipanggil keluar dari tanah kelahirannya, dipanggil apa? Kamu akan dijadikan bangsa besar. Melalui kamu, keturunanmu, segala bangsa dapat berkat. Dari umur 75 gitu ya. Mungkin kita pikir ini udah telat gitu ya. Ini udah engkong-engkong. Di sini kita berapa yang cucu 5 gitu ya? Udah tua gitu ya, tapi ada janji Tuhan. Dan meski kita nggak tahu bagaimana Abraham bergumul tapi saya percaya dalam bagian ini dia bergumul karena kita tahu, kalau kita baca Alkitab ya, kita tahu kenyataannya Abraham baru punya Ishak itu umur 100. Ya adalah dikasih spoiler setahun sebelumnya, tahun depan gitu ya berarti di umur 99 tahun. Tapi itu lama lho nunggunya. Dan menarik lagi dalam fasenya setelah akhirnya punya anak Ishak ya, selain tentunya sebelumnya juga ada Ismael, dia pikir itu caranya dengan cara Tuhan berbeda, lalu Ishak itu kemudian bertumbuh mulai remaja atau mungkin sekitar pemuda, diperintahkan untuk dipersembahkan. Di bagian itu ya kalau kita lihat dari sisi sini, ini maksudnya apa sih? Plin plan gitu ya kayaknya. Tuhan ini katanya janji, eh lama banget kasih. Sudah dikasih, eh berapa tahun disuruh kembalikan, ini gimana sih? Tapi kalau kita lihat di bagian sini bukan Allah yang berubah tapi Allah sedang memproses Abraham untuk mengerti apakah dia tetap berforkus kepada Tuhan? Apakah di dalam pergumulan doanya dia sendiri sungguh mengerti kehendak Tuhan seperti apa? Dan kalau kehendak Tuhan memang di dalam pergumulan dia itu baru punya anak yang sah dari Sara gitu ya, yang memang sesuai kehendak Tuhan, anak perjanjian itu seperti yang difirmankan Tuhan, ya segala kemuliaan bagi Tuhan karena itulah kehendak-Nya. Lalu kemudian hari setelah berapa mungkin 20-an tahun gitu mungkin Tuhan minta, minta balik gitu ya waktu di Kejadian 22 bilang, “Persembahkanlah Ishak,” fokusnya adalah kehendak Tuhan. Kembali lagi fokusnya adalah kehendak Tuhan.

Di bagian sini dalam aplikasinya kalau mau dibilang itu bisa berubah-ubah, tapi kita mengerti itu ada kita berproses mengikuti kehendak Tuhan atau tidak. Dan itu adalah elemen penting dalam doa karena kita ingat kita berdoa kepada Allah yang berdaulat. Allah yang sanggup. Allah yang mampu memberikan yang terbaik dalam kehidupan kita sehingga ketika ada sesuatu yang kita gumulkan, dan kita minta, dan dia tidak berikan, kita tahu itu bukan karena Dia nggak sanggup ya. Bukan karena Dia nggak sanggup tapi memang itu dalam ketetapan rencana Dia belum mau. Atau mungkin memang tidak akan berikan itu juga, bisa juga kan? Di dalam doa Paulus ada pergumulan itu Tuhan minta untuk duri dalam dagingnya itu dilepaskan tiga kali dia doakan itu ya. Para komentator bolak balik itu duri dalam dagingnya apa, duri dalam dagingnya kira-kira apa gitu ya. Tapi kita tahu bukan itu bicara ada kesulitan yang dalam, yang mengganjal yang dialami oleh Paulus di situ. Dan dia bilang itu utusan setan memberikan duri dalam daging itu. Tapi Tuhan kenapa? Ya anugerah-Ku cukup bagimu. Dikatakan aku sudah doa itu sampai minta tiga kali, itu bicara nanti kita bilang bukan persis oh sudah satu, terus oh bulan depan berdoa lagi 2, bulan ketiga 3, selesai gitu ya. Bukan. Tapi itu ungkapan di dalam bahasa pengertian orang Yunani itu saya sudah minta sedemikiannya dan dalam pergumulan itu saya menemukan bahwa anugerah Tuhan cukup bagiku. Biarlah itu di dalam kelemahanmulah kuasa-Ku itu makin limpah dinyatakan. Ya ini Paulus dalam pergumulan itu tetap ada duri dalam daginya sampai di akhir hidupnya. Bahkan mungkin ya waktu sudah kembali itu, selesai akhirnya, saya nggak bergumul lagi dengan duri dalam daging ini. Kira-kira seperti itu. Tapi kita lihat ada bagian di sini dia bergumul dalam, tapi kita melihat karena fokus kita itu kita berdoa kepada Allah yang berdaulat, yang menetapkan segala sesuatunya, dan Dia sanggup dan mampu memberikan apa yang terbaik bagi kita, dalam pergumulan kita, kita bergumul dan mendoakan hal itu dan kita lihat kehendak Tuhan itu terjadi seperti apa.

Kadang-kadang ada orang masuk ke dalam permasalahan ekstrim gitu ya karena bilang, “Ya masalahnya Pak, kadang-kadang bicara Allah itu berdaulat jadi sulit berdoa,” gitu ya. “Karena doa kan tidak merubah kehendak Tuhan. Ketetapan Tuhan sudah ditetapkan dari semula, tidak akan gagal dan tidak akan berubah. Kalau gitu ngapain berdoa?” gitu ya. Yang pertama tentu kita toh tidak tahu kehendak Tuhan itu seperti apa. Dan terutama makanya kalau kita mengerti doa itu bukan cuma salah minta, minta saya dapat atau nggak gitu ya, tapi adalah kita bergumul Tuhan itu seperti apa. Ada kesempatan saya pernah ngomong dalam satu grup, kita kayak waktu masih kecil kadang-kadang minta permen ke papa kita. Kadang-kadang kita takut papa kita ndak kasih. Ini pernah ada yang mengalami tidak ya? Atau minta apa gitu, kita tahu dari sebelum kita ngomong sudah tahu papa kita nggak akan kasih. Kenapa? Biasanya kita sudah tahu. Tapi kita tetap minta to? Kenapa? Ya asumsi paling sederhana ya itu papa gua. Atau lagi kalau ada minta kakek aja karena biasanya kakek kasih gitu ya. Kalau orang tua sendiri ndak kasih. Tapi kenapa kita tetap minta? Karena itu bicara adalah kita menyatakan ekspresi dari hati kita yang terdalam kita nyatakan untuk kehidupan itu. Dan di bagian itulah terbangun relasi.

Orang yang relasinya itu tidak ada bertumbuh secara relasi dewasa, dia cuma itu ya masalah saya minta dikasih atau nggak. Kalau nggak ya jadi kayak anak-anak gitu ya nangis di mall. “Waaaa..” nangis muter-muter, kenapa? Itu mau mobil ndak dikasih gitu ya. Heran nanti kalau kerohaniannya juga masih gitu sampai dewasa juga kayak gitu. Pokoknya sampe Tuhan kasih, saya tidak akan gerak dari sini. Itu ngawur. Tapi kalau kita lihat dalam relasi dewasa, kalo Tuhan nggak kasih itu kenapa? Dan kalau Tuhan bilang kita bergumul di dalam bagian itu, Tuhan izinkan kita bergumul di sana itu maksudnya apa? Sehingga di bagian sini kita dalam berelasi dengan Allah yang berdaulat itu bukan menjadikan kita malas berdoa, bukan juga membuat kita menjadi apatis, “Ya terserahlah, pasrahlah Tuhan mau kasih apa,” gitu ya. Terkadang orang bilang, istilah orang Jawa istilahnya nrimo gitu ya. Saya percaya bukan cuma sekedar begitu karena itu bisa fatalisme juga, tapi kita mengerti bergumul. Kita bukan berkait pada nasib gitu ya. Apa bedanya? Kalau di dalam kepercayaan lain itu kan bicara nasib sudah takdir, kita selalu ingat nasib atau takdir itu impersonal. Takdirmu sudah begini, ya sudah terima. Tapi kalau kita mengerti Allah yang berdaulat itu adalah pribadi, maka ketika Tuhan dalam penetapan-Nya, dalam pimpinan-Nya ataupun dalam perizinan-Nya, kalau mau pakai istilah Pak Tong itu kita mengalami suatu hal, kita bisa bergumul, “Tuhan, kenapa Engkau bawa saya di dalam konteks seperti ini? Kenapa Engkau hadirkan konteks kehidupan seperti ini? Kenapa Engkau izinkan hal ini saya alami?” dan seterusnya. Dan bagian itu kita bergumul karena mengerti kehendak Tuhan, mengerti kehendak Tuhan atas hidup kita.

Saya kemarin itu sempat ada bahas di remaja, secara umum, dari wahyu umum itu kita bisa tahu kalau Tuhan itu ada. Jadi kita tidak butuh Alkitab untuk tahu bahwa Tuhan itu ada. Ya kita bisa berdoa tanya, tapi sebenarnya di dalam wahyu umum, masuk dari ciptaan, dari hati nurani kita sebenarnya sudah menyatakan Allah itu ada. Tapi kemudian wahyu khusus atau Alkitab itu diberikan untuk apa? Untuk kita tahu kehendak Tuhan dan memang biasanya khususnya dalam keselamatan. Jadi Alkitab ini kita pelajari, kita bahas dan kita kupas, khususnya untuk apa? Untuk tahu kehendak Tuhan dalam kehidupan kita. Jadi kalau misalnya, kita bolak balik baca Alkitab cuma, “Oh pokoknya Tuhan itu ada.” Ya oke sih satu sisi bisa. Tapi lebih mendalam dari itu, tahu kehendak-Nya, tahu isi hati-Nya, tahu maksud Dia dalam kehidupan kita seperti apa. Apalagi panggilan Dia dalam kehidupan kita, vocation kita pribadi di hadapan Tuhan itu seperti apa itu kita gumulkan di sana. Dan di dalam kita bergumul itulah kita mengerti ada cara Tuhan secara organik dan dinamis itu Dia menjawab juga pergumulan kita itu.

Tapi kadang-kadang saya ingat ini kalau bicara tentang doa, kadang-kadang ada orang bilang, “Wah kalau bicara doa pemahaman umum itu susah Pak. Karena kalau diadakan PA (Pendalaman Alkitab) tentang doa, yang hadir ramai tapi Persekutuan Doa malah sepi. Kalau PA khusus tentang doanya Luther wah itu mungkin bisa ramai. Doa ala pengertian orang Reformed, itu bisa ramai PA-nya. Tapi nanti Persekutuan Doanya tetap sepi, Pak.” Gimana gitu ya. Jadi action-nya sulit. Saya coba gali di dalam bagian ini sehingga saya bisa rumuskan beberapa poin. Bagi saya kita perlu berdoa. Apa yang menjadi motivasi dan dasar doa kita? Harusnya kita lihat pertama-tama doa itu adalah perintah Tuhan sendiri. Jangan lupa, doa itu diperintahkan oleh Tuhan sehingga ketika kita tidak berdoa atau kita tidak, ini bukan formula kembali lagi gitu ya, tapi adalah di dalam pergumulan kita itu kita tidak kaitkan dalam doa, itu adalah suatu bentuk kita tidak taat kepada Tuhan. Tuhan memang ingin, Dia kalau mengizinkan kita mengalami suatu konteks tertentu, kesulitan tertentu, Dia ingin adalah untuk kita mendoakan hal itu. Sehingga di bagian ini kita mengerti prayer is an act of obedience. Doa adalah suatu tindakan ketaatan karena itu diperintahkan Tuhan. Pak Tong mengatakan ketaatan itu adalah ibu dari pengetahuan yang benar akan Allah. Itu bicara apa kalau kita memang semakin mengenal Tuhan itu membuat kita semakin mau berdoa bersandar kepada Dia, bukan cuma mengalami intellectual satisfaction, oh puas Allah itu begitu luar biasa, seperti abstraksi. Tapi itu membawa kita pada suatu pietas, itu satu sisi, dan itu membuat kita menjadi taat, mau belajar taat pada Dia, karena dari situlah kita lebih bisa mengerti Tuhan. Sebagaimana Pak Tong sendiri pernah mengatakan untuk mengerti Tuhan itu, “To understand God, you should stand under God.” Tahu ya istilah Pak Tong ini ya? Untuk mengenal Tuhan, kamu harus stand under God. Itu bicara kamu berdiri di bawah Tuhan, maksudnya kamu merendahkan dirimu demikian dan dalam wujud yang paling umum itu lewat doa. Bagaimana kita misalnya mau mempelajari suatu doktrin tertentu lalu kita mengerti Allah itu maksudnya begini gini gini, tapi kenapa ya kadang seperti Tuhan keras dengan kehidupan? Nah bagian itu ada bagian kita doakan ini. Kita doakan ini.

Lalu juga berikutnya adalah prayer is an act of faith or humility. Yaitu doa itu adalah suatu tindakan iman, sebenarnya, yaitu iman sebagaimana dalam pengertian klasik yaitu bicara tiga aspek yaitu ada notitia, assensus, dan fiducia. Notitia itu saya tahu, assensus itu saya setuju, fiducia itu saya menyandarkan sepenuhnya diri saya kepada Dia yang saya percaya itu. Sehingga iman ketika kita mengerti kita ada aspek persandaran kepada Tuhan, reliance on God, di bagian itu iman menjadi bukan saja sekedar statement, tapi bagaimana kita bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, itu juga tentu bicara tentang keselamatan kita berdasarkan pada apa yang Kristus sudah kerjakan bukan apa yang kita kerjakan, tapi termasuk ya di dalam doa itu. Doa itu menjadi ekspresi tindakan dari iman itu sendiri. Karena saya bersandar kepada kamu. Kalau saya bersandar kepada kamu ya saya bicara kepada kamu. Iya kan? Karena kita bersandar kepada Tuhan sedemikian, kita menyandarkan nasib kita, diri kita, dan banyak pergumulan kita yang kita ndak bisa jawab. Kadang-kadang memang ada pergumulan itu kita nggak tahu jawabannya kok.

Mungkin saya contoh saya ya dalam satu sisi, Ayub itu ya, kalau mau dibilang pergumulan dia sampai akhir dia tahu nggak sih jawabannya kenapa dia menderita? Nggak tentu tahu lho menurut saya. Dia cuma mengerti pada akhirnya dia serahkan ke dalam tangan Tuhan, bahwa Tuhan yang lebih berbijaksana, dan menyerahkan kepada kehendak dan kedaulata-Nya. Tapi bagi saya kalau mau dibilang apa yang menjadi makna penderitaan Ayub ya itu akhirnya menjadi Kitab Ayub, yang menjadi pembelajaran bagi orang Kristen sepanjang segala zaman. Ayub tahu nggak itu? Nggak tahu. Tapi ya itu kalau kita lihat dia masuk dalam rencana Tuhan dan dia taat di dalam itu, Tuhan yang akan pakai. Tuhan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, bisa dipakai seperti itu. Berapa banyak orang sudah mendapat berkat melalui tulisan Ayub? Kitab Ayub itu? Berapa banyak orang dikuatkan di tengah penderitaan yang sulit, kita lihat kisah Ayub begitu menguatkan kita. Tapi Ayub sendiri waktu mengalami ya nggak mengerti. Ndak mudeng gitu ya istilahnya. Ndak mudeng kenapa ini saya alami gini. Sudah sampai separah itu terus dipulihkan. Oh ya oke. Terus kemarin itu kenapa ya? Mungkin Ayub kalau mau kejar-kejar itu kemarin kenapa Tuhan sampai harus hilang mati semua itu, itu nggak ketemu jawabannya. Tapi kembali, karena memang di dalam kedaulatan Allah Dia tidak harus memberi kita jawaban segala sesuatu tapi kita mau taat nggak di dalam proses panggilan kita masing-masing? Dan biarlah kita lihat Tuhan yang akan bekerja mendatangkan kebaikan di dalam waktu dan rencana-Nya.

Dan yang ketiga prayer is an act of love. Kita bisa lihat dalam Lukas 22:31-32. Saya bacakan, ini konteksnya percakapan waktu perjamuan malam ya, saat-saat terakhir Kristus. Lalu Kristus mengatakan ini kepada Simon Petrus, “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.” Kita kalau jadi Simon, responnya kira-kira apa? Atau kira-kira kalau Simon ini orang Reformed gitu ya, jawabnya apa? “Oh nggak usah doa Tuhan, karena saya sudah dipilih sebelum dunia dijadikan. Nggak usah doain iman, saya nggak akan gugur.” Nggak gitu. Saya percaya di dalam bagian ini sebenarnya banyak yang tentu bisa dikupas bagian ini ya. Ada yang mengatakan karena kesadaran sebagai imam kita Dia terus berdoa bagi kita sehingga iman kita tidak akan gugur, menurut penggambaran orang percaya. Bagian sini saya percaya itu bicara suatu act of love, tindakan kasih dari Kristus yang berdoa bagi Simon Petrus. Dan itu yang berbeda dengan Yudas kalau mau dibilang di bagian sini.

Jadi kita lihat doa itu sebagai tindakan kasih kepada sesama, kasih kepada setidaknya kita mengasihi yang kita doakan itu. Kita tidak akan mendoakan sesuatu yang tidak kita kasihi. Atau mungkin mekanis, “Tolong doakan ini.” Kita ndak ada perasaan pokoknya doa aja gitu. Cuma centang gitu ya. Checklist gitu ya doakan ini ini ini. Ya sudah ndak ada perasaan gitu. Tapi kalau memang kita mengasihi sesuatu itu atau mengasihi seseorang itu, saya percaya kita akan mendoakannya. Ayo sini yang pemuda pemudi gitu ya kalau pernah ada pacarnya itu bilang, “Tolong doain ya besok saya presentasi.”

“Kenapa presentasi aja didoain?”

“Iya sulit sekali karena dosennya killer.”

Kalau kita pengalaman itu kita mikir apa? Gak penting gitu ya? Saya percaya kita tetap doakan lho. Kenapa? Ya pacar kita. Pacar gua ya gua doain lah. Jadi itu adalah sesuatu alamiah sebagai suatu tindakan kasih. Dan itulah juga sebabnya tidak heran makanya Kristus mengatakan, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Itu bicara kita mengasihi musuh itu seperti apa? Ya itu sulit. Tapi sampai sedemikian ekstrim itu ya mendoakan mereka yang menganiaya kita itu, kira-kira apa ya? Satu sisi mungkin kita bilang doa supaya mereka dipukul, Tuhan biar nyatakan penghakiman-Mu. Itu bisa, itu ada di dalam Mazmur. Tapi terutama adalah ketika bahas teksnya itu, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu,” maka kita mengerti tindakan doa adalah tindakan kasih, yaitu sedemikian kita bisa mengasihi musuh kita sampai-sampai kita pun mau berdoa untuk dia. Itulah tindakan kasih itu.

Dan terutama adalah ketika misalnya ada musuh di sini, ya kita bisa mendoakan pertobatannya, kita bisa mendoakan Tuhan merubah dia. Itu tindakan kasih lho. Dan bahkan makanya di dalam Mazmur ketika ada Mazmur-Mazmur yang mengucapkan kutukan penghukuman kepada orang yang berdosa, satu sisi itu menyatakan keadilan Allah, sisi yang lain adalah memang supaya orangnya bertobat. Karena kenyataannya dalam kehidupan kita kadang-kadang ada orang sampai dipukul baru dia bertobat. Kalau secara logika dan teorinya, ya janganlah. Orang yang keras gitu ya sudahlah Tuhan sentil-sentil saja. Nggak tahu ya saya pernah ketemu ada orang, janganlah, jangan sampai dipukul, Tuhan sentil saja. Kadang-kadang butuh Tuhan sentil baru nanti saya datang, mau ibadah atau apa gitu ya, mau ikut Tuhan. Nggak tentu lho. Dan kenyataannya dalam kehidupan ada kita lihat orang itu sudah dihajar Tuhan, baru dia insyaf. Baru dia belajar merendahkan dirinya, dan akhirnya dia bertobat ikut Tuhan. Dan saya percaya dalam Mazmur itu sebenarnya ada bagian-bagian di situ, ketika kita berdoa untuk serahkan penghakiman pada Tuhan, ketika Tuhan menyatakan penghakiman-Nya bukan untuk, “Hore! Akhirnya dihukum.” Nggak. Tapi supaya ada pertobatan. Selagi belum penghakiman terakhir, di dalam penghakiman sekarang, tentu di dalam bagian ini asumsinya orangnya masih hidup, masih ada kesempatan orang itu bertobat. Sehingga bagian sini kita mengerti, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu,” itu kita mengerti berbicara mengenai tindakan mengasihi itu karena kita merindukan pertobatannya. Tindakan kasih lebih besar apa lagi yang kita merindukan orang itu bukan hanya berdamai dengan kita karena dia musuh kita kan, tapi dia didamaikan dengan Tuhan.

Berapa banyak kita mengerti dalam bagian ini, dan kalau saya tarik dalam beberapa poin ini setidaknya kalau kita kering di dalam doa kita, kita minta ada bagian itu kita berdoa seperti ini, kita bisa doa yang lebih struggle gitu ya, kita doa misalnya kita kering doa kita, kita doa minta tolong Tuhan tambahkan iman saya, atau tambahkan sungguh kesadaran saya bahwa saya sepenuhnya bergantung kepada Kamu dalam mengerjakan ini. Mengerjakan sesuatu yang mungkin sudah ‘ahli’ kerjakan tapi bagaimana saya tetap mengandalkan Engkau dan ajarkan saya mendoakan ini. Kenapa? Karena tindakan ketaatan.

Di dalam bagian ini, aspek ini kadang-kadang misalnya kita ikut Persekutuan Doa itu menjadi suatu latihan iman juga kan. Seperti saya ngomong minggu lalu, karena kadang-kadang kalau bukan konteksnya doa begitu, kita nggak doakan, kita ‘nggak doakan.’ Misalnya, “Ada pekerjaan Tuhan, begini, begini.” Jarang kan? Mungkin jarang. Dan sebenarnya ada dalam bagian itu menjadi latihan iman untuk kita bagaimana kita belajar taat, karena kita juga dipanggil untuk mendoakan pekerjaan Tuhan. Dan sebagai tindakan kasih. Kalau mungkin kita sudah kering di dalam doa kita, entah pengalaman kita sendiri atau tentang seseorang, atau bahkan tentang gereja dan seterusnya, ada bagian yang kita berdoa minta Tuhan tumbuhkanlah melalui saya suatu kasih, kasih sebagaimana Engkau melihat orang ini, kasih sebagaimana Engkau mengasihi gereja-Mu. Dan kalau memang ada kasih itu, maka saya pasti akan mau berniat mendoakannya. Dan itu ada bagian yang sebenarnya kita bisa mendoakan itu. Kembali lagi ya kita bisa berdoa suatu pekerjaan ini ini. Ada yang bisa kita doakan itu tumbuhkan kasih untuk saya mengasihi pekerjaan-Mu, untuk saya mengasihi umat-Mu, untuk saya mengasihi orang yang menjadi musuhku, supaya saya bisa membawa mereka mengenal kepada Tuhan sebagaimana Kristus sendiri yang di atas kayu salib Dia berkata, “Ya Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Itu adalah tindakan doa dan itu juga adalah tindakan kasih Kristus kepada orang berdosa. Mari kita satu dalam doa.

Bapa kami dalam surga, kami bersyukur untuk kesempatan kami boleh mendengarkan firman-Mu. Kami berdoa ya Bapa kiranya Engkau yang pimpin setiap kami dalam kehidupan kami pribadi lepas pribadi, terutama di dalam aspek doa kami, kehidupan doa kami baik secara pribadi maupun bersama-sama, komunal. Kami berdoa ya Bapa kiranya Engkau yang hidupkan kembali kehidupan doa kami. Kami berdoa ya Bapa biarlah di dalam banyak kesulitan dan tantangan yang kami hadapi, kami boleh diingatkan untuk kembali mendoakan hal itu, untuk kembali bersimpuh, berlutut dihadapan-Mu, untuk kembali sadar bahwa kami tidak bisa mengerjakan semua ini jikalau bukan di dalam topangan anugerah-Mu. Dan karena itu ya Bapa kami berdoa biarlah dalam banyak kesulitan dan tantangan yang kami hadapi, justru membawa kami semakin mendekat kepada Engkau dan semakin mengenal Engkau khususnya di dalam aspek kehidupan doa kami pribadi lepas pribadi. Terima kasih Bapa. Demi Putra-Mu yang tunggal Tuhan Yesus Kristus kami berdoa. Amin.

 

Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah (KS)