Allah Tritunggal, 26 Mei 2024

Allah Tritunggal

Ef. 1:3-14

Pdt. Billy Kristanto

 

Saudara, bicara tentang Tritunggal biasanya dianggap sebagai satu doktrin yang sulit, yang sulit untuk dijelaskan. Ada orang menolak, nggak mau berbicara tentang ini. Ada orang berusaha menjelaskan rada sok tahu, keminter, dan seterusnya. Yang lain bilang ini misteri, lebih baik kita nggak ngomong dan seterusnya, dan seterusnya. Yang lain bilang ini bukan dari Alkitab. Kita menganggap doktrin Tritunggal sebagai sesuatu yang nggak boleh dibicarakan, yang lain bilang ini bukan dari Alkitab, ini penemuan Bapak-Bapak gereja, dan seterusnya. Lalu waktu orang membicarakan, membicarakan di dalam pengertian yang highly philosophical, yang nggak tahu lagi bagaimana harus menerapkan di dalam kehidupan sehari-hari lalu dianggap sebagai satu semboyan, password atau syibolet. Tahu syibolet Saudara ya? Kata sandi atau what is the password gitu ya. “Satu substansi, tiga Pribadi” “Selamat, welcome brother. You are orthodox.” Kita peluk-pelukan. Lalu terus setelah itu apa?

Waktu kita kembali kepada Alkitab Saudara, ternyata Tritunggal nggak dibicarakan segitu rumit, Tritunggal nggak dibicarakan segitu abstrak, Tritunggal dibicarakan dengan sederhana sebetulnya. Bicara tentang ke-tiga-an Pribadi, Saudara melihat di sini dari ayat 3, Allah yang disebut Bapa itu adalah Allah yang terpuji, yang dipuji, yang terpuji. Dia terpuji karena kita mengenal Dia di dalam Yesus Kristus. Di dalam Kristus Dia mengaruniakan kita segala berkat rohani di dalam surga. Saudara perhatikan di sini ya, waktu Allah bekerja, Dia selalu bekerja itu di dalam atau melalui Kristus. Nggak pernah tanpa Kristus, entah itu mulai dari penciptaan; penciptaan itu dengan Firman bukan tanpa Firman. Saudara membaca baik di dalam Kejadian maupun juga di dalam Injil Yohanes, waktu Bapa mencipta, Dia mencipta itu melalui Firman, bukan tanpa Firman.

Apa sih Saudara pencobaannya di dalam hal ini? Yaitu mencoba untuk mengenal Allah, mencoba untuk memuji Allah, mencoba untuk beribadah kepada Allah tetapi nggak ada Kristusnya. Nggak pakai mediasi. Nggak ada mediator. Padahal konsep mediasi, konsep perantaraan ini sudah sangat jelas di dalam Perjanjian Lama. Dan bukan cuma satu, dua, types nya bukan cuma satu, dua. Misalnya Saudara, contoh, saya ambil, ini nggak harus urut ya. Tapi Musa memimpin bangsa Israel itu melalui Musa. Musa itu type of mediasi sebetulnya, mediasi antara Allah dan Israel. Kita tahu Musa itu adalah salah satu type, tipologi untuk Kristus. Musa sebetulnya menunjuk kepada Kristus. Dan bukan hanya Musa Saudara, tapi kita melihat Taurat ya, Taurat itu sendiri juga adalah mediasi. Tuhan memimpin umat-Nya, Tuhan mengajar umat-Nya, mendidik umat-Nya itu melalui Taurat. Taurat itu adalah mediasi, pengenalan manusia akan Allah. Bukan tanpa Taurat ya Saudara, manusia bukan diajak untuk berspekulasi, pikir-pikir sendiri, tebak-tebak sendiri, proyeksi sendiri. Apa karena di dalam kehidupan kita, kita sering kali seperti itu Saudara, memproyeksikan Allah, mengimajinasikan sesuai dengan ya, mungkin kebutuhan kita, tapi kita nggak kembali kepada Taurat – kalau di dalam sekarang, bagi kita, ya Kitab Suci, firman Tuhan. Kita tahu Taurat pun itu sebetulnya menunjukkan kepada Yesus Kristus ya, Sang Firman. So Taurat adalah mediasi antara Allah dan manusia ya.

Saya bisa lanjutkan sampai banyak sekali ya Saudara. Bait Suci ya, another mediasi. Bait Suci adalah the connecting point between heaven and earth ya. Antara langit dan bumi itu connecting point nya, itu mediasi nya ada di Bait Suci. Makanya kenapa waktu Bait Suci runtuh itu orang Israel kehabisan pengharapan, nggak bisa lagi. Karena nggak ada lagi connecting point. Bukan karena waktu di dalam exile itu nggak maju, negara nya kurang sejahtera. Oh sangat sejahtera itu! Tapi nggak ada Bait Suci itu di sana, jadi nggak ada connecting point, tempat mereka itu mengalami hadirat Tuhan secara khusus. Itu nggak ada.

So, Bait Suci, apalagi Saudara? Nabi-Nabi, itu another mediasi. Tuhan berbicara kepada umat-Nya melalui Nabi-Nabi ya. Di dalam Perjanjian Lama itu dipenuhi dengan konsep mediasi yang seharusnya itu menunjuk kepada Kristus. Tapi juga ada mediasi-mediasi palsu, termasuk juga di dalam Perjanjian Lama Saudara ya. Mediasi palsu apa? Menara Babel misalnya. Itu mediasi palsu. Manusia mau bangun sendiri menara Babel, sampai ke langit. Perhatikan ”sampai ke langit”. Itu bukan istilah sembarangan waktu dibilang “sampai ke langit”. Maksudnya sampai ke langit itu kita nggak perlu mediasi dari sana, kita bisa menciptakan sendiri bridge, jembatan yang kita bangun sampai ke langit, sampai di tempat Tuhan ada. Tuhan ada di langit, kita bangun bisa sampai ke sana. Mediasi ya Saudara, tapi mediasi yang dibuat oleh manusia.

Saudara lihat sekali lagi di sini ya, pencobaannya either hidup tanpa mediasi yang Kristus satu-satunya, tanpa Kristus sebagai satu-satunya mediasi, either hidup tanpa Kristus sebagai mediasi atau ya kita menciptakan mediasi-mediasi palsu yang mengaburkan mediasi Kristus. Saya nggak tahu apa yang di dalam kehidupan Saudara ini ya bisa menjadi mediasi-mediasi yang bisa menggantikan Kristus. Karena di dalam kehidupan yang berdosa kita percaya pentingnya koneksi ya Saudara. Kita bukan mengatakan ini sepenuhnya salah sih ya, ya silahkan Saudara punya banyak networking ya boleh saja. Tapi kalau kita pikir kita nggak ada koneksi, wah kehidupan kita kayaknya bisa kurang sukses gitu. Life is about connection, privilege itu ada pada orang-orang yang punya koneksi, koneksi tentu saja koneksi dengan orang-orang penting maksudnya itu, koneksi orang-orang yang beneficial, koneksi itu. Lalu kalau tidak ada koneksi kita pikir kehidupan kita jadi kurang ada kesempatan, kita kurang bisa berkembang karena kita koneksi dengan orang-orang penting itu. Maka kita sibuk mencari koneksi dengan orang-orang penting.

Kadang-kadang di gereja pun bisa kayak gini. Very sad ya Saudara gereja pun bisa kayak gini. Dan sudah terjadi di dalam sejarah. Koneksi nggak tanggung-tanggung, bukan cuma dengan Paus ya waktu itu, tapi dengan orang-orang kudus lagi ya. Dengan orang-orang kudus, koneksi supaya dapat treasury dari mereka. Nggak salah sih kita belajar dari kehidupan orang-orang kudus lalu kita berusaha meneladani bagaimana mereka mengikuti Kristus, memang ajaran Alkitab mengatakan demikian. Tapi kemudian memuliakan mereka sampai menggantikan dan mengaburkan Kristus ini masalah, sangat bermasalah. Meciptakan mediasi-mediasi yang sebetulnya tidak diajarkan di dalam Alkitab lalu kita jadi tidak cukup dengan mediasi Kristus. Kita tidak cukup dengan kecukupan Kristus. Kita mau Kristus sih OK, saya tidak akan menentang Kristus, tapi Kristus ada plus ya, ada plus. Tipikal ajaran bidat ya Saudara ya, ajaran bidat ada tambah plus nya. Bukan langsung ditolak, bukan dihujat, bukan di blaspheme, bukan, bukan dinista, bukan, tapi ditambah plus. Ditambah plus seperti seolah-olah Kristus itu tidak cukup memediasi kita, kita perlu securitysecurity yang lain di dalam hidup ini. Kristus sih iya, Kristus sih OK, tapi kita juga perlu financial security kali ya di dalam kehidupan ini, syukur-syukur kalau bisa ada financial freedom. Kristus-nya OK sih, saya tidak akan membuang Kristus tapi alangkah indahnya kalau bisa lebih lengkap gitu ya. Seperti Kristus kurang lengkap di dalam hal ini.

Apa artinya Saudara-saudara percaya Tritunggal itu apa? Percaya Trintunggal di sini percaya bahwa di dalam Kristus kita mendapatkan segala berkat rohani. Perhatikan ya Saudara ya, berkat rohani. Saudara jangan kita hanya berfikir penganut teologi sukses, nggak mengerti berkat rohani, tapi Saudara dan saya, kita kadang-kadang nggak merasa cukup dengan berkat rohani-Nya. Atau ambisi kita kayanya bukan di berkat rohani. Berapa banyak kita sadar waktu di dalam kehidupan kita ini kita miskin rohani, tapi berapa cepat kita sadar kalau kita kurang uang? Yang mana yang lebih sadar di dalam kehidupan kita ya, Saudara lapar rohani “Saya kayanya kurang firman Tuhan” atau Saudara lapar beneran “Saya sudah dari jam tiga kemarin ini belum makan”? Langsung apalagi kalau ada bunyi-bunyinya, lalu kita rasa peka sekali gitu ya. Ada nggak ya Saudara bunyi-bunyi rohani kayak begitu ya? In a metaphorical sense, apa itu simptomnya kira-kira ya kelaparan kayak gitu? Kita mungkin nggak tahu apa-apa tentang itu, karena kita mungkin juga tidak pernah sadar juga waktu kita kekurangan berkat rohani.

Saudara ada satu lagu mengatakan di dalam Kristus kita mendapatkan segalanya, mendapat Kristus itu mendapat segalanya. Lagu itu indah sekali karena menyatakan kecukupan Kristus di dalam kehidupan kita. Tapi sekali lagi ya, di dalam hidup manusia kadang Saudara dan saya rasa nggak cukup gitu. Kita nggak terlalu tertarik dengan berkat rohani, yang kita kejar bukan kepenuhan Kristus, bukan kepenuhan Roh Kudus yang membawa kepada Kristus, bukan kepenuhan Allah, kepenuhan Illahi yang ada di dalam Kristus tapi kita mengejar yang lain. Again, bukan nggak percaya Kristus, tapi borderline menjadikan Kristus itu instrumen. Instrumen untuk sukses di dalam keluarga saya, instrumen untuk well being anak-anak saya gitu ya, bahkan instrumen untuk keberhasilan gereja. Tapi bukan Kristus sebetulnya, sesuatu yang lain ya.

Menakutkan ya Saudara, semakin memikirkan ini semakin menakutkan gitu, kita jadi bertanya “Betul nggak sih, sungguh-sungguh orang yang di gereja itu sudah lahir baru” “Betul nggak sih di dalam kehidupan orang yang sudah sering datang ke gereja itu sungguh-sungguh sudah di lahir barukan atau cuma mengerti nama Kristus saja? Tapi kehidupannya tidak tertarik sebetulnya dengan apa yang dikatakan di dalam Kitab Suci.”

Masih di dalam surat Efesus, ya, doanya Paulus tentang jemaat Efesus apa Saudara ya? Supaya jemaat Efesus itu mengerti betapa dalam, lebar, tinggi, luasnya kasih Kristus. Kita pernah doa ini nggak Saudara ya, untuk orang yang kita kasihi? Nggak usah jauh-jauh tetangga atau apa itu sudah kejauhan ya Saudara ya. Anak, ya, anak, suami, istri gitu, anak, orang tua, ya, orang yang betul-betul dekat dengan Saudara, Saudara mendoakan apa? “Anak saya tolong hidupnya baik-baik Tuhan, supaya dia berhasil, jangan menjadi sampah masyarakat”. Ya, memang sih kita nggak mau anak kita jadi sampah masyarakat gitu ya, tapi kita pernah nggak mendoakan, supaya dia mengenal kedalaman cinta kasih Kristus. Paulus bilang itu lho Saudara, di dalam Efesus, dia nggak bilang yang lain, “Saya doakan kamu ya menjadi gereja ya, jemaat yang terkenal, ya, jemaat yang besar, jemaat yang influential ya, jemaat yang diperhitungkan oleh dunia”, nggak! Nggak ada ya Saudara, itu nggak ada. Bukan itu menurut Paulus. Menurut Paulus adalah berdoa supaya kamu mengenal kedalaman cinta kasih Kristus. Kristus ya, balik ke sana lagi kan ya.

Kita sia-sia Saudara, ya, kita merayakan Pentakosta, terus kemudian kalau setelah itu kita berhenti di sana, lalu itu cuma menjadi kalender gereja yang sudah setahun sekali saja. Sudah gitu nasibnya juga rada nggak jelas lagi dibanding Natal dan jumat Agung, ya kan?  Saya pernah mengalami, bukan, ini share ya Saudara, saya nggak usah sebut, ya, hamba Tuhan yang lupa kalau hari itu minggu Pentakosta Saudara ya. Gimana ini ya, dia hamba Tuhan ya. He has one thing to do, gitu ya, tapi dia lupa gitu, karena sangking nggak pentingnya. Kalau natal lupa itu keterlaluan gitu ya. Natal lupa, jumat Agung juga kayaknya nggak bisa lupa kalau itu minggu Pentakosta ya Saudara. Atau yang nggak lupa, merayakan, lalu terus kemudian setelah merayakan apa gitu? Next, next nya itu apa gitu, setelah itu apa? Kita bahkan cenderung self-critisim ya Saudara, ya. Kita cenderung sinis dengan orang-orang yang mempersiapkan hari Pentakosta, gitu ya. Ada doa apa, semalaman, berapa hari sebelumnya kita bilang “non-biblical”. Mana ada Pentakosta kedua, ketiga. Bener sih Saudara, memang nggak ada betul. Tapi bukan berarti persiapannya sendiri salah kan? Lalu kita masuk kepada perdebatan yang tidak berguna itu.

Saya takut lho, saya merenungkan bagian ini, ya, kita lama-lama jadi sinis dan akhirnya kita nggak bergumul untuk mendapatkan kepenuhan Roh Kudus yang membawa kita kepada Kristus, yang di dalam-Nya tersedia segala berkat rohani ya, berkat rohani. Apakah pemberian Roh Kudus yang paling penting? Pemberian Roh Kudus yang paling penting ya diri-Nya sendiri. Pemberian Roh Kudus yang paling penting ya Kristus. Apa yang kita dapatkan di dalam Kristus, ya? Yang kita dapatkan di dalam Kristus ini bukan tautologi, ya Saudara, ya kehidupan Kristus. Saudara mau dapat apa emang di dalam Kristus? Memang apa yang bisa lebih berharga daripada Kristus itu apa gitu? Untuk gereja saudara itu apa ya yang bisa lebih berharga daripada Kristus, ya? Ada yang lebih berharga? Nggak ada kan sebetulnya? I think theoretically kita semua setuju dengan itu ya. Tapi, di dalam praktek ya, di dalam praktek di dalam kehidupan kita berkeluarga, di dalam kehidupan kita berjemaat, di dalam didik anak dan sebagainya, betul nggak ya Saudara, Kristus itu pusat di dalam kehidupan kita? Atau ini cuma ngomong tok, ya, cuma ngomong tok, cuma teori gitu. Sungkan ya gereja kalau nggak ngomong Kristus, somehow sungkan gitu. Tapi menjalani kehidupan sehari-hari, nggak ada hubungannya ya Saudara dengan narasi kehidupan Kristus, nggak ada hubungannya. Itu kehidupan yang bener-bener dikuasai oleh worldview dunia, persis hidup seperti dunia. Cara makan, cara minum, cara tidur, cara kerja, semua persis seperti orang dunia gitu, and yet we believe in Jesus Christ. Lalu setiap minggu kita ngomong Apostles Creed, pengakuan iman rasuli, ya. Nah, in apa ya Saudara hubungannya dengan Kristus sebetulnya ini?

Sekali lagi ya, Tritunggal itu membawa kita kepada, ya, kepada Pribadi Tritunggal. Gerakan ini ya, dari Roh Kudus membawa kepada Kristus, Kristus membawa kepada Bapa. Bapa sendiri mempermuliakan Kristus, Saudara melihat gerakan ini ya. Dan berbahagia kalau kita berbagian di dalam gerakan Trinitatis ini Saudara, ya. Allah itu di sini dikatakan “sumber segala sesuatu” Dia adalah The Origin of every good things. Di dalam Dia, di dalam Kristus, again ya, di dalam Kristus bukan tanpa Kristus, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan. Kita orang Reformed kan memang suka menekankan predestinasi ya Saudara,ya. Duh, sebetulnya kalau kita baca di dalam tulisannya Calvin itu bukan centre sih Saudara, ini apa, lumayan konsensus ya secara, secara apa ini ya, Calvin-scholarship itu bukan, bukan, bukan inti sebetulnya gitu. Ya, saya juga nggak mau bilang itu doktrin pinggiran juga, bukan pinggiran juga sih ya. Tapi waktu dia membicarakan tentang predestinasi, Saudara perhatikan ya, itu centre nya itu adalah lagi-lagi ya, Kristus gitu. Dia membicarakan Predestinasi di dalam kaitan dengan Kristus. Kekayaan Rohani ada di dalam Kristus. Keselamatan, ya, ada di dalam Kristus. Ada kecenderungan, Saudara, waktu orang bicara Predestinasi ya, lalu terus menjadi abstrak, ya, menjadi doktrin yang bukan menghibur, tapi malah menakutkan karena Kristus-nya dilepas, gitu. Ditaruh kepada doktrin sovereignty of God, tanpa Kristus lagi, ya.

Saudara mengerti nggak ya maksud saya? Saudara bisa ngikutin maksud saya, gitu? Ini Allah yang memilih, berdaulat, kita nggak pernah tahu, kita nggak bisa mempengaruhi kedaulatan Allah, tapi nggak ada Kristus-nya sebetulnya itu. Jadi doktrin luar biasa menakutkan. Orang bukan dibawa kepada Injil, orang bukan dibawa kepada Kristus, tetapi dibawa kepada ketakutan, gitu. Akhirnya, makanya penghayatan sebagian orang jadi fatalis. Fatalis kalau kayak gini sudah nggak bisa apa-apa, karena sudah ditentukan dari semula. Jadi fatalis, jadi ngawur banget, ya, Saudara-saudara, ya. Padahal di dalam Kristus nggak ada tempat, ya Saudara, untuk fatalism. Nggak ada tempatnya, gitu. Atau sebagian yang lain malah menghayati predestinasi menjadi sombong lagi, ya, menjadi sombong. Itu kenapa, ya, sombong, ya? Karena nggak ada Kristusnya, Saudara. Di dalam nggak ada Kristus sebetulnya itu, lalu menghayati predestinasi. Kita pikir kita orang yang dipilih, ya. Kita ini bangsa terpilih. Kita ini adalah komunitas terpilih. Perhaps, kita juga gereja yang terpilih, dan seterusnya. Tapi Kristus-nya nggak ada sebetulnya, gitu ya. Di mana ini Kristus-nya?

Kita baca lagi, ya saudara. “Sebab di dalam Dia”. Di dalam Dia, Dia-nya itu Kristus. Di dalam Sang Anak, di dalam Kristus, Allah telah memilih kita sebelum dunia diciptakan. Sekali lagi ya, Saudara ya, pemilihan Allah itu “di dalam Kristus.” Allah bukan memilih di luar Kristus, ya. Allah nggak bergerak memilih manusia tanpa Kristus atau di luar Kristus. Kalau kita mau melihat kepemilihan kita, ya lihatlah Kristus, di situ kita mendapatkan pemilihan kita, Saudara, ya. Ada Kristus nggak di dalam kehidupan ini, gitu. Menarik ya saudara, whereas kita bicara tentang predestinasi, kita sering kali bicara tentang mengapa dan sebagainya. Kita bicara ke belakang, ya. Lalu kita bisa berdebat, ”masa Tuhan kayak begitu? Nggak adil dan sebagai-sebagainya.” Kalau perdebatan klasik, seperti itu, ya. “Kok, kenapa Tuhan nggak memilih semua orang dan sebagainya?” Saya nggak mau membahas ini ya, Saudara, ya. Ini lama sekali membicarakan tentang ini.

Tapi di dalam ayat ke-empat ya, Saudara perhatikan ada aspek atau dimensi predestinasi yang mungkin kita jarang bahas ya, yaitu untuk apa kita dipilih. Bukan karena apa, Saudara, ya, bukan mengapa, bukan alasannya apa, ya. Karena itu tersembunyi di dalam Kristus. Tetapi kita dipilih supaya apa? Ini bukan bicara tentang reason of election, ini bicara tentang goal of election. Goal-nya, ya Saudara, goal-nya election itu apa sebetulnya? Kita bisa kesulitan tanya terus, ya. “Mengapa? Mengapa?” seperti kayak lagu Why Have You Chosen Me. Jawabannya apa sih, ya, Saudara, ya? Saya tanya ya, lagu itu kan, why have you chosen me, kan? Jawabannya apa memang? Saudara nggak tahu ya, lagu itu, ya? Orang reformed nggak tahu lagu itu, kurang lengkap, ya. Why have you chosen me, memang why? Why? Memang why? Kenapa? Jawab saya dong! Why have you chosen me? Memang jawabannya apa? Nggak tahu kan jawabannya kan? Iya, kasih Kristus. Kasih Kristus, karena kasih Kristus. Kalau Saudara mencari jawabannya di dalam kita, ya kita nggak akan pernah ketemu. Yaitu jawabannya karena Tuhan mengasihi kita di dalam Kristus.

Tapi waktu kita terus mau menyelidiki, ya, “Why? Why?” Kita nggak menemukan kualifikasi yang ada di dalam diri kita. Maka di sini dikatakan memilih sebelum dunia dijadikan, ini berarti apa, Saudara? Nggak bergantung kepada temporal condition. Nggak bergantung kepada kondisi waktu, di mana Saudara dan saya hidup, gitu. Tafsiran Armenian itu mengatakan “Iya, Tuhan memilih karena Dia sudah melihat dari jauh. Foreknowledge, ya. Foresee itu, Tuhan melihat dia bakal percaya, maka dia dipilih,” gitu kan, ya? Tapi di sini dikatakan sebelum dunia dijadikan. Sebelum ada ini semua, gitu. Nggak bergantung juga kepada foreknowledge atau fore.. fore.. apa yang dilihat Tuhan sebelumnya. Tapi di dalam kerelaan kehendak-Nya, dikatakan, dan di dalam Kristus.

Sekali lagi ya Saudara, ya, mau menekankan ayatnya yang keempat, di sini dikatakan “Supaya kita kudus dan tidak bercacat di hadapan-Nya.So, predestinasi itu goal-nya apa, Saudara, ya? Goal-nya itu holiness, Goal-nya itu adalah kekudusan, dan supaya kita tidak bercacat, ya. Disempurnakan di dalam Kristus. Ini lho, Saudara ya, kalau mau bicara tentang keterpilihan. Kitab Wahyu mengatakan orang kudus itu makin kudus, ya. Orang cemar itu makin cemar. Ini bukan statis, ya. Bukan! Orang yang kudus itu akan semakin kudus, yang cemar itu semakin cemar. Nggak ada gerakan sama, tetap di situ ya, stuck. Nggak ada, Saudara ya. Itu mimpi, Saudara ya. Mimpi kalau kita bilang “Hidup saya ini stuck!” Nggak ada stuck, Saudara, ya. Either kita maju atau kita mundur. Nggak pernah ada stuck. Nggak mungkin sama sekali stuck.

Saya dulu, ini ya, saudara, pernah bepergian sama – ini cerita agak lucu, tapi ini papa saya sudah meninggal, tapi nggak apa-apa saya cerita, karena lucu – pernah bareng papa saya, ya Saudara, traveling gitu, terus kita itu salah. Saya salah naik, mau ngejar gate pesawat ya, akhirnya nyasar-nyasar. Akhirnya bukan pergi ke gate yang bener tapi malah masuk bagasi, ya. Gimana ini? Mau berangkat kok malah masuk bagasi. Pergi aja belum, bagasinya siapa mau diambil? Waduh, ini salah lagi ya. Terus kemudian, Saudara, ”Dah mepet deh!” Akhirnya gimana ya, mau balik lagi kan. Nggak ketemu di mana tangganya itu? Yang adanya tangganya semuanya tangga turun gitu. Padahal sebenarnya ada sih di sisi sana. Cuma saya  nggak lihat gitu, ya. Akhirnya saya bilang, “Ayo Pa! Kita mesti naik lagi ke atas! Ini sudah telat banget.” Akhirnya saya naik. Cepet deh sampai atas itu. Ngos-ngosan banget Saudara, ya, sampai bawa koper. Akhirnya ada orang Jerman di atas, itu mukanya udah sebel sekali, ya. “Ini orang Asia nggak tahu order”, ya. Bukan. Sudah sebel saya masih kasih, ”Tuan, koper saya bawain! Saya sudah nggak kuat lagi!”, gitu. Akhirnya dia bohwat dia Saudara. Dia ambil, terus saya keluar. Terus gantian, “Ayo Pa, sekarang Papa yang naik!” Terus Papa saya mulai naik, Saudara, ya. “Pak, pak, pak, pak, pak, pak, pak, pak, pak, pak” (suara langkah kaki). Yang pertama itu. Kan ini turun, ya Saudara, ya. Turun terus dia naik. Kemudian naik. Terus makin lama mau mulai ke bawah. Terus dia jalan di tempat, ya Saudara, ya. Nggak naik, nggak turun, nggak naik. “Lho, ini gimana ya, kayak gini ya?” Setelah itu, nggak lama setelah itu, Saudara, ya. Cuma hitungan detik dia keseret ke bawah, gitu. Turun. Nggak kuat lagi. Setelah sampai turun, “Ayo Pa, coba lagi!”, saya bilang. ”Ah, nggak, nggak usah!” Ternyata ada pintu di situ, ya.

Saya mau bilang apa, Saudara-saudara, ya. Eh, Saudara nggak bisa mengimbangi tarikan dunia ke bawah. Itu nggak mungkin Saudara bisa mengimbangi, gitu. Bisa jalan di tempat itu sudah syukur, gitu. Tapi itu cuma sekian detik doang kok. Cuma sekian detik, gitu. Setelah itu Saudara akan ketarik ke bawah. Pasti ketarik ke bawah! Saudara, ya. Kecuali kita bertumbuh. Nggak ada orang yang terus bisa jalan di tempat. Ini kekuatan dunia segini, saya akan menentang segini, jadi saya terus nggak, going nowhere, gitu, ya. Akrobat seperti itu mau tahan berapa lama, Saudara ya? Itu pun perlu usaha, lho. Itu pun Saudara perlu melawan juga kan, naik, sebetulnya itu? Bukan diam lho. Kalau diam sudah pasti kebawa ke bawah. Setelah itu, ya, Saudara, ya, kalau pertumbuhan kita nggak lebih cepat daripada tarikan dunia ke bawah, ya Saudara pasti akan makin bertambah cemar, itu tadi. Seperti dikatakan di dalam Kitab Wahyu: “Yang kudus itu semakin kudus, yang cemar semakin cemar”.

Di gereja bisa ada fenomena yang menarik, ya, Saudara ya. Orang yang dipakai Tuhan, semakin dipakai Tuhan. Yang nggak mau dipakai, semakin terbuang. Sedih ya, Saudara, ya, lihat kayak begini, ya. Saya bukan menakut-nakuti, by the way. Undangannya adalah, Saudara, supaya kita dipakai Tuhan, gitu. Tentu saja ke sana, gitu. Tapi ada orang yang, entah kenapa, mungkin terlalu banyak sakit hati atau apa, gitu, akhirnya, akhirnya ya makin nggak dipakai Tuhan, gitu. Lalu dia pikir dengan nggak dipakai Tuhan terus seluruh dunia akan kasihan kepada dia, gitu? Oh, makin nggak dipakai, ya, Saudara! Makin nggak dipakai! Akhirnya orang yang sibuk, makin sibuk, ya. Kenapa, ya, kok nggak, lagi-lagi seperti ketidakadilan, gitu? Karena apa Saudara, ya? Ya karena yang kudus makin kudus, yang cemar makin cemar, gitu. Yang kudus akan makin kudus, yang cemar akan makin cemar. Jangan makin cemar, Saudara, ya! Jangan makin cemar! Jangan nggak bertumbuh di dalam kasih! Jangan nggak bertumbuh di dalam sukacita! Jangan nggak bertumbuh di dalam damai sejahtera! Jangan nggak bertumbuh di dalam self-control! Terakhir, ya, Saudara, ya. Jangan nggak bertumbuh di dalam buah Roh. Karena waktu kita nggak bertumbuh ke sana, kita akan ketarik ke bawah. Pasti ketarik ke bawah, Saudara, ya!

Tanda orang pilihan itu apa? Ya kita memang membicarakan tentang pilihan ini banyak misteri. Of course banyak misteri, gitu. Tapi tanda orang pilihan itu apa, Saudara, ya? Bertumbuh di dalam kekudusan! Semakin disempurnakan kehidupannya. Ini bukan bicara tentang perfection, Saudara, ya, perfectionism. Bukan! Nggak ada sih yang perfect! Saudara dan saya tetap perlu pengampunan Tuhan seperti kita baca di dalam bagian ini, ya. Ayat 7: “Di dalam Dia kita beroleh penebusan melalui darah-Nya yaitu pengampunan atas pelanggaran menurut kekayaan anugerah-Nya”. Bukan nggak perlu pengampunan, Saudara-saudara, ya. Tetap perlu pengampunan. Di dalam Kristus kita  memerlukan pengampunan dan kita mendapatkan pengampunan. Berarti ini bukan perfeksionisme. Bukan. Tapi gerakan menuju kepada Kristus, ya. Christ-likeness. Kekudusan, kehidupan yang makin lama makin nggak bercacat, ya. Ini kalau nggak ada, Saudara, ya, kalau nggak ada di dalam kehidupan kita, mungkin Saudara belum lahir baru sebetulnya itu. Mungkin Saudara tidak di dalam Kristus. Dan ini jangan diganti dengan kesibukan-kesibukan gerejawi, ya, Saudara, ya. Itu nggak ada di sini. By the way, saya bukan men-discourage Saudara ikut seminar, PA, atau persekutuan. Bukan, ya Saudara, ya. Atau kasih persembahan dan sebagainya. Bukan itu. Tapi ini nggak bilang itu, gitu. Di sini nggak bilang “Sebab di dalam Dia, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan supaya kita ikut paduan suara”. Nggak ada itu Saudara! Nggak ada! Bukan supaya kita ikut paduan suara. N5ggak ada ini! “Supaya kita melayani sebagai kolektan”. Juga nggak ada di sini. Supaya kita kudus! Dan tidak bercacat di hadapan-Nya! Dikuduskan. Ada karakter Kristus.

Kita waktunya terbatas, ya, membahas ini, ya. Sebetulnya Efesus 1 ini sangat limpah, ya. Itu Lloyd-Jones, saya nggak tahu itu, ya, mengkhotbahkan berapa kali ya ini. Berkali-kali ya, itu nggak selesai-selesai khotbah ini. Tapi ini termasuk salah satu pasal yang sangat limpah. Apalagi untuk kita, orang Reformed, ya. Kita mendapatkan penggalian dari doktrin keterpilihan, anugerah Tuhan, Solus Kristus, dan sebagainya itu dalam bagian ini. Sangat menjanjikan. Tapi kita sekarang membicarakan tentang Roh Kudus, ya. Roh Kudus. Tentang Kristus Saudara bisa baca lagi dalam ayat-ayat yang lain, ya, masih muncul gitu. Termasuk di dalam istilah ‘Dia’, itu Dia-nya sering kali menunjuk kepada Kristus. Tetapi berbicara tentang Roh Kudus, Saudara membaca di ayat yang ke-13, ya. “Di dalam Dia”, again masih di dalam Kristus, ya. “Karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu – di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus—dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan itu”. Roh Kudus sebagai materai di sini, ya. Apa sih, ini artinya, ya, Saudara, ya. Gambaran Roh Kudus, ya. Sebagai materai. Stamp.

Saudara, di dalam zaman dulu, ya, itu apa ternak, ya. Ternak atau bahkan budak, ya. Budak. Itu mereka ada, ada materai, ya. Ada seal, seal dari pemiliknya gitu. Ya, mungkin sekarang ini, ya, Saudara, di dalam dunia modern Saudara juga bisa, bisa gitu juga, ya. Itu apa, mungkin anjing ada dikasih kalung terus ada namanya gitu, ya. Itu mungkin saja kayak begitu. Masih bisa kebayang lah, ya, Saudara. Ya, di dalam zaman dulu itu ternak, budak, dikasih seal. Maksudnya itu—seal itu menyatakan apa, Saudara, ya? Seal itu menyatakan ini adalah tanda kepemilikan, ya, daripada nama itu, gitu. Sewaktu dikatakan di sini Roh Kudus itu adalah materai, ya, itu mau mengatakan apa, Saudara, ya? Kita ini milik Kristus. Roh Kudus itu adalah Roh Kristus. Sewaktu kita mendapat seal, ya, materai, segel, Roh Kudus, itu mau menyatakan bahwa kehidupan kita itu bukan milik kita sendiri. Kita ini adalah milik Kristus. Dan Roh Kudus itu akan—apa, ya, Saudara, ya—stamp, memateraikan, ya, akan stempel. Itu—itu—image kan, ya, Saudara, ya? Karakter dari pemiliknya. Progresif, ya, Saudara, ya. Ada cicipan yang sudah diberikan, itu cicipannya tapi ini progresif. Ini bukan progresif sebenarnya yang sering dibicarakan ini, ya, Saudara, jangan kacau istilah progresif sekarang. Saya bicara progresif sanctification maksud saya, ya. Sanktifikasi yang progresif, ya, kita semakin menyerupai Kristus, ya. Waktu Saudara membaca di dalam bagian ini, ya, kita bisa melihat apa sih, khusus di dalam Efesus pasal yang pertama di sini, ya. Apa sih terutama, itu ya tandanya, ya.

Saya baca ini, ya, sekali lagi, ya, Saudara, ya. Di dalam ayat yang ke-13, “Di dalam Dia kamu juga – karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu – di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Roh Kudus itu jaminan warisan kita sampai kita memperoleh penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.” Beberapa hal, ya, Saudara, ya, termasuk di dalam ayat 12 ini konteks dekat, ya. Saudara membaca di situ ada harapan. Menaruh harapan pada Kristus. Lalu boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya. “Ini lho, Ce, cicipan’e.Cicipan apa, ya? Kalau semakin kita dikuduskan oleh Roh Kudus, kita akan semakin menaruh harapan kita pada Kristus. Kristus itu adalah objek pengharapan kita.

Nah, bicara ini saja, ya, Saudara, ya, bicara tentang Kristus yang adalah harapan, ya, sering kali kita nggak menjadikan Kristus itu tumpuan pengharapan kita, ya. Kita berharap ada kondisi yang lebih baik di sana gitu, ya, kita berharap kepada, saya sakit ini, saya sakit, saya berharap saya bisa disembuhkan, ya. Lalu saya berharap Tuhan menyembuhkan saya. Boleh, sih, boleh. Tapi pertanyaannya gini, ya, Saudara, ya, kita itu, apa yang kita harapkan sebetulnya, gitu, ya? Kita mengharapkan, saya sakit lalu terus kemudian saya bisa sembuh gitu, ya. Lalu Kristus adalah sarana supaya saya bisa sembuh. So, kesembuhan itu, ya. Kristus—saya berdoa kepada Dia supaya sakit saya jadi sembuh gitu, ya. Atau, atau, ya, Saudara, ya, atau, ya, pengharapan saya itu adalah Kristus lalu kalau saya sehat, ya, saya berharap supaya saya semakin mengenal Kristus. Kalau saya sakit, ya, harap penyakit ini juga dipakai Tuhan supaya saya semakin mengenal Kristus, ya. Berarti goal-nya itu Kristus, ya. Goal-nya itu bukan yang lain, itu goal-nya is always Kristus. Entah kita sakit, sehat atau—atau keadaan apa pun ya, Saudara, ya. Lagi sendiri, lagi dikritik, difitnah, atau dipuji, ditinggikan, disenengin orang dan sebagainya, ini goal-nya itu Kristus, ya.

Tapi sering kali dalam kehidupan kan nggak begitu, ya, Saudara, ya. Kebalik. Jadi kebalik, ya. Kristus bukan jadi goal-nya, tapi Kristus jadi semacem sarana untuk mencapai goal-goal di dalam kehidupan saya. Banyak lagi, Saudara, ya, goal-nya itu. Plural. Dia anak yang mapan, gitu, ya. Saya yang masa tuanya sehat lalu gereja yang apalah gitu, ya, dan seterusnya, dan seterusnya. Kita banyak goal dan sebetulnya waktu kita pikir-pikir lagi, kita melakukan discerning, ini benar nggak, sih, sebetulnya itu Kristus? Mana yang sebetulnya substansial di dalam kehidupan Kristen? Mana yang sebetulnya esensial di dalam kehidupan Kristen? Mana yang sebetulnya itu boleh ada, boleh nggak ada? Mana yang sebetulnya itu accidental? Accidental lawan katanya substansial. Ini boleh ada, boleh nggak ada. Substansial, accidental, ya.

Itu besi, ya, Saudara, besi itu, kalau kita bicara substance, substansial besi itu apa, ya? Kita bisa bilang senyawanya itu substance. Substance itu. Kita bisa bilang berat jenisnya itu substance karena unik. Kita bisa bilang besi itu waktu dipanaskan, dia melebur pada berapa derajat Celcius? Itu substance, itu, tapi besi bentuknya segitiga atau lingkaran atau apa, itu accidental, Saudara. Itu bukan substansial. Yang accidental itu nggak boleh jadi substansial. Apa yang substansial di dalam kehidupan Kristen, Saudara, ya? Jawabannya sederhana, ya, yaitu Kristus. Itu yang substansial, Saudara, ya. Might sound cliche, ya, Saudara. Kita pikir ini seperti kayak kalimat cliche, tapi waktu kita urai di dalam kehidupan kita, sering kali yang menjadi saingan itu banyak sekali, ya, Saudara. Banyak sekali. Kadang di dalam kehidupan kita, bukan itu sebetulnya yang betul-betul kita dambakan. Kita juga nggak tertarik mendoakan orang lain untuk bertumbuh di dalam Kristus. Kita mendoakan yang lain. Kita berdoa untuk gereja. Kita mendoakan yang lain juga, Saudara, untuk gereja, bukan berdoa untuk pengenalan akan Kristus yang makin dalam. Kita mendoakan yang lain, Saudara tentang ini, tentang gereja ini.

Sekali lagi, ya, Saudara, ya. Segala sesuatu yang nggak berkait pada Kristus, waktu Kristusnya hilang, ya, itu kita sebetulnya nggak bisa lagi dibilang Kristen, lho! Waktu di peringatan Reformasi 500, saya masih ingat itu, Pdt. Ivan Kristiono, dia berkhotbah – saya lupa itu yang dikutip siapa, either Magnol atau siapa ya – lalu di situ, Teolog itu mengatakan, ya, Saudara, ya, “Ya, gereja boleh bicara tentang apa pun, boleh bicara tentang bagaimana orang mesti berkorban, bagaimana orang mesti hatinya luas, bagaimana orang mesti mencintai sesama.” Ajaran Alkitab, kan, Saudara? Tapi, 1 hal yang kemudian nggak sadar bisa ditarik oleh setan adalah apa, ya, Saudara, ya? Nggak ada Kristusnya gitu. Jadi, Christ-less preaching. Jadi moralism akhirnya gitu. Jadi pengajaran membuat orang-orang itu menjadi lebih baik, ya, to be a better human being. Tapi setelah Saudara dengar, Kristusnya di mana? Injilnya itu ada di mana gitu? Nggak ada sebetulnya, ya, Saudara, ya. Sebetulnya cuma di-encourage jadi orang-orang yang lebih manusiawilah gitu, ya, lebih bersungguh-sungguh, lebih bertanggung jawab, ya, lebih baik kepada tetangga, dan sebagainya. Itu tuh bukan jahat, lho, Saudara. Bukan, itu! Bukan hal jahat. Itu hal positif semua, tapi waktu Saudara dengar, Kristusnya ada di mana, Saudara, sebetulnya gitu?

Sekali lagi, ya. Waktu Roh Kudus dikatakan di sini, dia memateraikan. Roh Kudus itu adalah materai. Dimateraikan dengan Roh Kudus. Dia akan semakin menimbulkan pengharapan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Kita ini adalah makhluk yang berharap, Saudara, ya. Ini berarti di sini dan sekarang, kita belum selesai gitu. Orang yang berhenti berharap, Saudara, ya, dia kehidupannya itu, ya, mandek itu tadi. Bukan mandek, decline, ya. Pdt. Stephen Tong mengingatkan kita, ya, di dalam bahasannya, dia bilang selalu lihat dari poin alfa, ya. Lihat dari apa yang masih belum itu. Itu orang yang berharap berarti. Berarti ada eschatological drive, ya. Belum selesai gitu. Belum selesai. Memang, Saudara, ya, kayak gini bisa ada excess-nya. Kalau kita nggak berhati-hati, bisa jadi kayak orang yang kurang ada ucapan syukur begitu ya, seperti kok apa-apa semuanya nggak puas gitu. Bukan itu, tapi di dalam pengertian bahwa di dalam hidup ini, ada yang masih bisa kita harapkan.

Viktor Frankl menulis buku yang terkenal, best seller, “Search for Meaning.” Dia coba mengobservasi kenapa orang-orang di kamp konsentrasi di dalam zamannya Hitler itu ada yang nggak bertahan, ada yang bertahan. Ternyata bukan karena keadaan fisik, yang satu lebih sehat, yang satu lebih sakit-sakitan, ya, atau alasan-alasan yang lain, ya. Dia mendapati yang bisa bertahan di dalam saat-saat seperti itu adalah yang lebih ada pengharapan, Saudara, ya. Hidup kalau sudah nggak ada pengharapan itu sinis, sarkastik. Kalau orang Indonesia bilangnya nyinyir. Selalu ngurusin pekerjaannya orang lain. Sendiri nggak bisa kerja, selalu nyinyirin pekerjaan orang lain. Kasihan banget orang kayak begini, ya, sebetulnya itu. Dia pikir, dia contribute to something. Dia sedang menelanjangi dirinya sendiri. Orang yang terus kritik pekerjaannya orang lain itu loser mungkin, ya. Itu orang yang nggak bisa kerja apa-apa mungkin. Sampai nggak ada yang kritik dia juga gitu, kan? Lebih berbahagia mana, Saudara, ya? Kritik atau dikritik? Dikritik at least, ya, ada yang bisa dikritik orang lain. Kalau Saudara dibenci orang lain, at least ada, ini bukan mengajarkan Saudara sombong ya, bukan, at least ada sesuatu yang membuat orang lain itu iri atau benci. Tapi kalau kita yang iri kita yang benci, kita yang nyinyir dan sebagainya itu berarti kita nggak ada apa-apanya gitu ya sampai ngurusin urusannya orang lain keberhasilan orang lain dan sebagainya.

Tapi kenapa ya Saudara sampai ada kebudayaan seperti ini? Karena nggak ada pengharapan. Terlalu sakit untuk berharap. Terlalu sakit, terlalu kecewa, terlalu patah hati. Nggak mau berharap lagi. Tapi sebelum kita bisa berharap kepada Tuhan, ya, sebelum kita berharap kepada Tuhan, jangan lupa Saudara, jangan lupa, Tuhan itu nggak putus harapan terhadap Saudara dan saya. Tuhan for sure nggak putus harapan terhadap pekerjaan-Nya. Saudara jangan putus harapan karena Kristus itu nggak pernah putus harapan. Salah satu gambaran tentang Mesias dalam Perjanjian Lama itu dikatakan itu buluh yang terkulai itu ya, Dia nggak putuskan tapi ditegakkan. Itu nggak putuskan ya, Dia tegakkan. Biasanya kalau Saudara lihat kita punya apa ini namanya Saudara, rangkaian bunga di rumah yang sudah kayak gini-gini, apalagi yang sudah kayak gini-gini Saudara, itu sudah diputus. Ini mengganggu keindahan yang lain. Hati-hati ya Saudara gereja. Lihat jemaat yang sudah putus ini kayak-nya kurang rapi ini, terus diputus. Kita mau jemaat-jemaat yang kuat yang militan, yang ini ya sudah putus saja sudah sekalian karena mengganggu rangkaian bunga. Jangan ya Saudara. Itu bukan Mesias. Mesias itu repot ya, repot memang, Dia tegakkan satu per satu gitu ya, yang tidak ada harapan, yang mengganggu pemandangan Dia tegakkan satu per satu. Sumbu yang sudah mau padam, Dia bukan tiup sekalian saja padam supaya jelas identitasnya daripada nggak jelas seperti ini. Tidak ya. Dia nggak memadamkan sumbu yang sudah padam, tapi Dia kipas lagi sampai nyala lagi.

Ini panggilan gereja ya Saudara, bukan cuma menerima orang-orang yang besar yang talented, yang mampu bersaing atau whatever ya Saudara, tapi pekerjaan ini ya Saudara, menegakkan harapan ya. Saudara mungkin pikir kalau Saudara kritis ya, lho tadi bilang katanya dipakai semakin dipakai, yang nggak dipakai semakin nggak dipakai, jadi kontradiksi sama yang ini. Nggak kontradiksi Saudara. Ini nggak ada kontradiksi. Tanggung jawab Saudara dan saya kalau lihat ada orang yang kecewa ya, ada orang yang patah asa harapan, seperti Kristus kita diminta untuk menegakkan ya. Tapi Saudara dan saya juga mesti tetep dikuduskan. Orang itu sendiri juga punya tanggung jawab untuk dikuduskan kehidupannya, nggak ada benturan sama sekali. Panggilan gereja adalah bagaimana merangkul mereka yang lemah.

Saya pelayanan di Eropa ya Saudara, luar biasa sulitnya, ibaratnya kalau saya suka joking, kalau di sini itu nggak ngapa-ngapain juga dicari orang – bukan GR ya Saudara ya – nggak ngapa-ngapain juga gereja ramai. Orang datang. Nggak ngapa-ngapainnya tanda kutip ya Saudara, kita bukan nggak ngapa-ngapain, Saudara jangan salah ngerti. Tapi di sana itu, ibaratnya kita sudah jual harga obral murah, orang tetap nggak mau beli. Nggak ada yang siapa yang perlu lho, sulit sekali. Karena orang itu merasa Tuhan itu cuma filling the gap, itu orang-orang lemah yang hidupnya nggak terlalu berhasil ya, yang radak mental, yang radak minum obat makanya mereka masih ke gereja. Tapi orang-orang yang strong, yang punya pendirian, yang bisa ada self-determinasi gitu ya ngapain perlu gereja. Kita bukan orang susah, kita bukan orang yang miskin, kita orang yang berhasil kenapa masih perlu gereja. Sulit Saudara memperkenalkan kekristenan di sana. Somehow ya Saudara, itu apa negara-negara maju, nggak maju banget sih sebenarnya, tapi negara-negara itu merasa ya Tuhan itu adalah relik peninggalan zaman dulu gitu ya. Kita sekarang orang itu sudah dewasa. Sudah bergantung pada diri sendiri. Nggak sedikit-sedikit bergantung pada Tuhan gitu lho, nggak seperti pada zaman dulu orang nggak tahu science soalnya, semua penjelasan harus dijelaskan pakai Tuhan. Sekarang kan science makin maju.

Akhirnya apa Saudara ya? Ya akhirnya pengharapan kepada Kristus itu menjadi sesuatu yang ridicule ya. Tapi ya Saudara, sejak dari dulu, entah Saudara seneng atau nggak seneng, gereja itu memang dekat dengan orang yang patah hatinya, dari dulu Saudara. Saudara membaca cerita kebangunan Rohani dan sebagainya, itu bukan menantang, “Hai siapa di sini orang-orang kaya angkat tangannya,” “Hai orang-orang talented siapa yang mau percaya pada Yesus Kristus?” “Hei kamu orang-orang terpelajar ya ini apa yang S3 ke atas silahkan angkat tangan, ikut Kristus.” Nggak ada Saudara di dalam sejarah nggak ada. Bukan itu Saudara, bukan. Tapi waktu ada kebangunan rohani ya Saudara, itu Tuhan dekat dengan siapa? Tuhan dekat dengan orang-orang yang disisihkan di dalam dunia.

Tapi pencobaan gereja zaman sekarang, Saudara, ya, pencobaan gereja zaman sekarang, maunya dapat orang-orang elite, orang-orang yang nggak bermasalah, orang-orang yang militan, ya. Perhaps, orang-orang Reformed, gitu ya, yang nggak jelas terus nggak mau Reformed ini, ya, putuskan saja, gitu ya. Ini mengganggu peradaban, mengganggu kebudayaan, mengganggu circle-nya kita dan sebagainya, orang-orang yang tidak setia dan sebagainya. Akhirnya, gereja makin lama makin nggak tahu ke mana ini gerakannya. Lain dengan gerakan yang dilakukan Kristus. Lain dengan gerakannya Kristus, ya. Gerakannya Kristus itu ke bawah, ya Saudara, selalu ke bawah. Yesus itu inkarnasi. Tapi gerakannya manusia itu adalah ke atas, membangun menara Babel. Saudara jangan mengikuti narasi itu, ya, narasi orang nggak percaya kepada Tuhan. Kalau kita betul mengenal Tritunggal, Roh Kudus itu meterai. Betul sih, kita nggak sempurna, ya, meterai, ini cicipan. Dia memberikan kepada kita cicipan, ya, cicipan, supaya kita boleh bertumbuh di dalam keserupaan kita dengan Kristus.

Saya nggak cukup waktu Saudara untuk membahas, mungkin kita mesti berhenti di sini. Tapi, ini pasal yang indah sudah bisa gali sendiri. Tadi kita mengakhiri pada pengharapan pada Kristus, ya. Selama berada di dalam dunia, kita terus menerus berharap. Ada kesulitan, ada perlawanan, ya, ada narasi kerajaan dunia, ya, terus dihadirkan, dan terus berperang dengan narasi kerajaan Allah. Ini bisa bikin discourage, discourage gitu. Apalagi kalau di dalam gereja yang hadir ternyata adalah narasi kerajaan dunia, itu bisa very discouraging Saudara ya. Apalagi kalau di dalam kehidupan orang Kristen, ya, Saudara, itu yang hidup adalah lifestyle orang dunia, ya, bukan lifestyle orang percaya, bisa very discouraging.

Kemarin waktu di, ini Saudara, ya, di saya kesempatan memberkati salah satu jemaat, ya. Dia keluarganya ada banyak orang non-Kristen, ya, yang hadir Saudara tahu, ada banyak, ya. Mereka kepercayaan lain, lalu terus kemudian mereka juga datang ke resepsinya, ya. Mereka akan melihat orang Kristen gimana partying. Mereka akan melihat orang Kristen bagaimana waktu berpesta. Orang Kristen bagaimana holy matrimony nya, orang Kristen bagaimana melihat pernikahan. Mereka itu menyaksikan semua. Lalu kalau kita punya lifestyle, ya, kalau kita punya cara hidup, ya, Saudara, itu mempermalukan Kristus. Waduh gelap, ya, Saudara sebetulnya itu. Benar-benar gelap loh. Lalu Saudara pikir orang akan ditarik karena apa, Saudara, ya? Karena kita punya gedung gereja, gitu maksudnya? Maaf ya bukan men-discourage Saudara punya gedung gereja. Saudara pikir itu, orang akan menarik dunia? ”Oh ini ada gedung gerejanya”, gitu maksudnya, gede? Mereka bisa bangun lebih gede lagi. Apa, ya, yang sebetulnya dilihat? Gitu ya, apa yang sebetulnya disaksikan? Sekali lagi, ya, kalau kita mengenal Tritunggal, kita akan makin dikuduskan, kita akan makin Christ-like. Betul nggak sempurna. Saudara dan saya masih perlu pengampunan Kristus, betul. Tapi apa itu artinya, Saudara? Bertumbuh di dalam kekudusan. Bertumbuh di dalam pengharapan akan Kristus. Hopefully ini menjadi satu realita, ya, Saudara, di dalam kehidupan kita. Mari kita masuk di dalam doa.

Tuhan kami bersyukur karena Engkau adalah Allah yang mengasihi kami, Engkau sudah memilih kami sejak di dalam kekekalan, bukan bergantung kepada apa yang ada pada kami, tapi Engkau melakukan semua-Nya di dalam putra-Mu, Tuhan kami Yesus Kristus, yang di dalamnya kami boleh mendapati segala yang kami perlu, kelimpahan berkat rohani yang senantiasa cukup bahkan berkelimpahan. Tuhan ampuni kehidupan kami ketika kami tidak terlalu tertarik dengan kelimpahan berkat rohani. Kami mungkin mengejar yang lain, kami mungkin terlalu banyak khawatir dengan hal-hal yang tidak terlalu berkaitan dengan kepenuhan Kristus. Kami tidak khawatir kalau kami tidak dipenuhi oleh Kristus, kami kurang khawatir kalau kami tidak dipenuhi oleh Roh Kudus, tapi kami punya kekhawatiran-kekhawatiran yang lain yang sebetulnya Tuhan sanggup mencukupinya karena Engkau adalah Allah yang memelihara kehidupan kami. Tuhan mengampuni kami ketika kami kurang menaruh harapan kami kepada Engkau dan kami berharap kepada yang lain atau mungkin kami berhenti berharap, kami menjadi sinis, kami menjadi orang-orang yang sakit hati, kecewa, dan tidak bisa lagi melayani Engkau, tidak bisa memberkati sesama kami. Kami berdoa supaya di minggu Trinitatis ini, Engkau menyentuh hati kami, Engkau membawa kami kepada Tuhan dan kami boleh semakin mengasihi Engkau karena kami sudah terlebih dahulu dikasihi oleh Tuhan. Terima kasih Tuhan untuk semua berkat dan anugerah yang Tuhan beri. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa, kami bersyukur. Amin. (HS)