Flp. 3:9-11
Vik. Leonardo Chandra, M.Th.
Di bagian ini kita menemukan pembahasan yang berbicara tentang dasar keselamatan kita ya. Di dalam ayat 9 itu mengatakan, “Dan berada dalam Dia,” bicara itu berada dalam Kristus, “bukan dengan kebenaranku sendiri karena melakukan hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan pada Kristus yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.” Ini di sini, di dalam 1 ayat ini menyatakan esensi keselamatan kita itu sendiri seperti apa, yaitu kita dibenarkan karena iman kepada Kristus ya. Dibenarkan atau justification by faith in Christ ya, jadi kita menjadi orang benar melalui iman kepada Kristus itu. Di sini dasar keselamatan orang percaya itu karena iman, tapi bukan karena melakukan hukum Taurat. Dan ini menjadi satu kunci dasar apa yang membedakan iman Kristen dengan berbagai kepercayaan lainnya. Kalau anda melihat di dalam berbagai kepercayaan yang lain, maka selalu kita akan ada tanya bagaimana saya bisa diselamatkan? Maka dibilang ada seperangkat hal-hal yang harus anda lakukan, perbuatan-perbuatan baik seperti apa ya, atau kalau mau dibilang kumpulkan poin ya sampai sekian supaya anda bisa diselamatkan. Atau ada di dalam kepercayaan lain itu anda melakukan ritual-ritual tertentu, mentaati perintaah Tuhan, mentaati aturan-aturan sedemikian, dan itu menjadi dasar keselamatan. Tapi kalau kita lihat di dalam semua kepercayaan agama lain maka anda lihat itu kamu lakukan sampai seberapa taat, sampai seberapa sempurnanya sampai kamu lakukan semua detil-detil, butir-butir poinnya dengan terbaik yang kamu bisa, dengan sempurna, dan kalau itu lebih banyak daripada perbuatan dosamu dan pelanggaranmu, maka kamu akan selamat. Tapi di sinilah perbedaannya dengan iman Kristen, karena perbedaannya itu adalah bukan saja pengertian tentang Allah-nya, tapi bagaimana mode-nya supaya kita bisa diselamatkan itu berbeda. Bukan karena mentaati hukum Taurat tapi karena kepercayaan, karena iman pada Kristus kita diselamatkan. Di sini dasar pembenaran kita itu menjadi adalah karena dasar keselamatan kita itu adalah kepercayaan yaitu kita beriman pada Kristus, dan Kristuslah yang menyelamatkan kita, sehingga keselamatan kita itu bukan karena saya sudah kerjakan ini, ini, ini, saya sudah memberikan amal seperti ini, saya sudah berderma, saya melakukan perbuatan baik sekian banyak, dan itu menjadi kepastian saya genap, saya selamat, tapi adalah karena apa yang Kristus kerjakan di atas kayu salib, yaitu di atas kayu salib dia mengatakan, “Sudah genap.”
Apa yang sudah genap? Bukankah di atas kayu salib itu Kristus kalau mau dilihat ya dari sudut pandang manusia, Dia itu justru titik terendahnya. Itu adalah titik kegagalannya di dalam pelayanan. Iya kan? Kalau kita melihat ya, kembali lagi, secara sudut pandang dunia, kalau kita lihat perjalanan karya Kristus itu seperti anti-klimaks di terakhirnya, iya kan? Sebelumnya bukankah banyak pengikut Dia? Bukankah banyak yang mengelu-elukan Dia? Banyak yang bahkan ketika Kristus masuk ke Yerusalem itu orang teriak, “Hosana, hosana bagi anak Daud,” orang memuji muja Dia. Tapi kemudian di beberapa jam kemudian, malah mereka teriakkan, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Itu kan anti-kilmaks. Di situ justru kalau mau dibilang secara sudut pandang dunia, perspektif dunia lihat, ya itu gagal. Awalnya banyak pengikutnya, awalnya semua pro Dia, terakhir malah bilang, teriakkan “Salibkan Dia” dan malah murid-murid tinggalkan Dia. Tapi di tengah semua yang dialami Kristus itu di atas kayu salib Dia bukan berkata, “Gagallah” tapi Dia bilang, “Genaplah.” Genaplah apa? Genap ada nubuatan di dalam Perjanjian Lama digenapi di dalam sepanjang pelayanan-Nya, dan sampai di dalam penyaliban-Nya itu, dan genaplah juga karya keselamatan itu, yaitu Kristus mati menebus dosa kita dan keselamatan kita tuntas itu di atas kayu salib. Bukan sudah setengah jalan lalu kamu lakukan lagi sisanya, tapi genaplah, yaitu ada karya keselamatan. Dan di sini, karena itulah kita beriman kepada Kristus yang sudah mati menebus dosa kita itu menjadi dasar keselamatan kita. Apa yang membedakan dengan iman dari di luar Kekristenan? Di luar Kekristenan, ya kadang-kadang ada orang juga salah secara pembahasannya ya, seolah-olah itu ngomong, “Oh kalau kamu percaya Kristus selamat, lalu kalau nggak percaya Kristus ya kamu memang masuk neraka.” Tapi dasar orang itu dihukum, dasar orang itu akhirnya tidak diselamatkan itu bukan karena masalah Kristusnya, tapi terutama adalah karena dosanya. Di sini makanya kita mengerti itu ya. Aspek lain lagi memang ketika sudah diberitakan Kristus dia menolak Kristus, itu membuat dobel. Tapi in the first place, kenapa orang itu mendapat hukuman? Itu adalah karena dosa-dosanya. Dan itu yang kita mengerti bahwa di dalam Kekristenan itu memberitakan keselamatan itu secara aspek positif, yaitu memberitakan Kristus mati menebus dosa kita, dan barang siapa yang percaya pada-Nya tidak akan binasa melainkan beroleh hidup kekal. Tapi orang yang tidak percaya, mereka sudah berada di bawah penghukuman, sudah berada di penghukuman itu sedemikian kalau baca di dalam Yohanes 3:16, lalu lanjut ke bawahnya sampai ayat 18 dan ke bawah-bawahnya akan menemukan, itu sebelumnya orang sudah dari status hukuman, kemudian sebagian orang yang percaya akhirnya ditebus dan memperoleh keselamatan. Tapi orang yang tidak percaya ya mereka akan menanggung hukuman atas dosa-dosanya sendiri. Sebaliknya bagi setiap kita yang percaya, maka kita mengerti Kristus sudah menanggung dosa kita, Dia sudah mati menebus dosa kita dan itu menjadi dasar pengharapan kita. Kita tidak mengalami penghukuman itu lagi, yaitu kita sudah ditanggung dosanya oleh Kristus.
Dan kemudian di bagian ini pembahasannya itu dia pakai ada istilah itu ya, kebenaran, “bukan dengan kebenaranku sendiri.” Ini memang bahasa yang lebih teknis ya, yaitu kadang di Indonesia juga kurang clear karena ada pembedaan istilah truth dengan righteousness, kalau righteousness itu bicara kebenaran, gitu ya. Kebenaran ada terjemahan akhirnya kalau di momentum tulis kebenaran keadilan. Tapi righteousness itu sebenarnya bicara kesalehan. Kalau mungkin dalam terjemahan lain, karena itu dari tzadik itu, saleh, kesalehan itu adalah kebenaran karena sudah mentaati perintah Tuhan. Itu beda dengan truth, kebenaran yang adalah kebenaran fakta ya. Itu nanti saya akan bahas juga di poin berikut, tapi bagian sini bicara “bukan dengan kebenaranku” ini bicara adalah bukan karena saya ini telah mentaati hukum Taurat sedemikian makanya saya ini diselamatkan, tapi adalah karena kepercayaan pada Kristus dan kebenaran Kristus itulah yang diperhitungkan pada kita. Yang ini dia bilang, dan ini bicara status ya. Status kita yaitu kita menjadi orang benar adalah karena kebenaran Kristus yang diimputasikan atau diperhitungkan kepada setiap orang percaya. Di dalam bagian ini, dan ini kalau ada yang pernah belajar ya, di mana sebenarnya perbedaannya di dalam perdebatan orang Protestan dengan orang Katolik, ini salah satu kunci pembedanya ya. Saya lihat memang ada beberapa pokok-pokok yang lain, juga kadang secara kita kalau awam ya, ngertinya itu masalah berdoa pada Maria lah, dan seterusnya, dan santo-santo, tapi terutama adalah di sini, bagaimana mengerti kita itu sebagai status orang benar. Nah saya jelaskan dulu pertama kalau pandangan dari Katolik, kalau pandangan Katolik itu karena memang nggak lepas dari kelemahan dari terjemahan bahasa Latin itu, maka bicara righteousness dengan holiness itu jadi blur di situ. Dilihat itu sama katanya itu. Karena dalam kelemahan terjemahan Bahasa Latin. Itu kalau mau lihat dikaio-sune dengan hagiosune itu jadi sama. Dan jadinya mereka mengerti gini. Bagaimana orang itu bisa selamat? Ya dia harus berproses dalam kekudusan, dia hidup makin kudus, makin mentaati perintah Tuhan. Dan tetap memang Katolik juga bilang kita butuh anugerah, tapi setelah anugerah kita dapat lalu kamu hidupi anugerah itu, kamu tumbuh kembangkan, baru akhirnya kamu selamat. Jadi harus menjalani proses kudus sedemikian kudus sampai akhirnya ya kekudusannya ada yang seperti para santo dan santa, gitu ya. Dan bagi mereka itu saya juga ndak ngerti mereka itu bisa set di mana batas cukupnya dan bagi mereka klaimnya itu para santo, santa, bapak-bapak gereja itu yang terkenal ya seperti Fransiskus ataupun seperti Agustinus dan lain-lain, oh itu kekudusannya tinggi sekali sampai kekudusannya sudah melewati porsi yang cukup dan ada kelebihannya. Dan konon katanya kelebihannya itu bisa ditransfer ke orang-orang yang lain. Nah itu kalau prakteknya kita lihat dalam Roma Katolik ada berdoa kepada para santo-santa, ada yang melihat kekudusan mereka, kebenaran mereka itu, itu sudah lebih dari standar cukup untuk keselamatan, jadi kelebihannya bisa dibagi ke orang-orang lain. Ini ada memang perkembangan di dalam teologi dari jaman medieval seperti itu, karena mereka berpikir itu orang itu bisa kudus, bagaimana orang selamat itu dia harus memang hidup kudus, hidup kudus, dan hidup kudus sedemikian sampai porsi kebenarannya, standar kesalehannya itu sudah tinggi sekali bahkan bisa over, bahkan bisa lebih, dan kelebihannya itu ya bahkan bisa di-share, bisa dibagi pada orang lain.
Tapi kalau kita lihat di dalam bagian ini, status kebenaran kita, kesalehan kita itu bukan karena diri kita sendiri, tapi karena diperhitungkan dari Kristus, itu diperhitungkan pada kita. Dan di sini makannya di dalam cetusan dari Luther, imputasi kebenaran, itu adalah kita memperoleh status orang benar, kita memperoleh status sebagai orang saleh tanpa benar-benar menjadi orang benar gitu ya. Jadi kita itu memperoleh status sebagai orang benar tanpa kita benar-benar menjadi orang benar. Karena pemikirannya itu di situ, ya. Itu yang kalau kita lihat misalnya sederhana saja penjahat yang di samping Yesus. Penjahat yang di samping Yesus yang ketika dia percaya pada Kristus lalu Kristus katakan pada dia apa? Ingat ya ada bagian di dalam catatan Lukas, yaitu ketika mengatakan, “Ingatlah aku ketika Engkau datang dengan kerajaanMu.” Lalu Kristus katakan apa? “Pada hari ini juga engkau akan… masuk api penyucian,” gitu ya? Kenapa? “Kamu itu, aduh, bertobat sih bertobat tapi ini kekudusannya belum cukup,” gitu ya? “Kalau belum cukup, hari ini juga kamu masuk api penyucian”? Nggak. Kristus mengatakan, “Pada hari ini juga engkau akan bersama Aku di Firdaus.” Statement itu ya kalau kita pikir lagi itu mengejutkan sekali lho. Ini yang di samping Kristus itu penjahat, benar-benar penjahat, benar-benar kriminal, dan bahkan di dalam catatan Injil lain itu ada mencatat malah mereka mengolok-olok Kristus ya. Biasanya akhirnya secara tafsiran kita mengerti mulanya mereka dua dua mengolok-olok Kristus tapi kemudian setelah jalan berapa lama kemudian yang satu bertobat yang satu ndak. Nah yang bertobat ini dia itu percaya kepada Kristus dia langsung dapat keselamatan. Lho kita lihat pada saat itu memangnya dia langsung jadi orang suci? Apa dia langsung jadi santo-santa? Ndak. Tapi karena kenapa? Karena kebenaran Kristus, status kesalehan Kristus, itu yang diperhitungkan pada dia. Dia di hadapan Allah menjadi dilihat ini orang saleh. Inilah kelimpahan kebenaran iman kita. Dan ini bilang status kebenaran kita, status keselamatan kita, yaitu bukan karena usaha pencapaian kita tapi karena pencapaian ketaatan dari Kristus. Ini yang menjadi jaminan dasar keselamatan kita. Kenapa ya di dalam Kekristenan, di dalam doktrin Reformed, dan sebenarnya kalau dibilang Reformed itu just kembali ke Alkitab kok, karena kembali di dalam Alkitab itu mengatakan kita sekali selamat tetap selamat. Kenapa? Ya karena itu, karena dasar keselamatan kita bukan perbuatan baik saya, juga bahkan bukan kekuatan iman saya, tapi karena saya di dalam Kristus. Allah Bapa ketika melihat misalnya saya, Allah Bapa bukan cuma melihat saya. Kalau Allah Bapa cuma melihat Leo, itu bukan cuma lihat saya, kalau Dia cuma lihat saya ya Dia cuma melihat ya saya orang berdosa. Tapi Allah Bapa ketika melihat saya, melihat bahwa Leo ini di dalam Kristus. Dan setiap kita di dalam Kristus, dan karena kesalehan Kristus itulah kita diperhitungkan sebagai orang benar, sebagai orang yang suci, sebagai orang yang saleh, bukan karena kesalehan kita, tapi karena kesalehan Kristus yang diperhitungkan kepada kita. Dan itu sebabnya kita mengerti ya penghakiman Allah itu sangat adil dan Allah itu tidak sembarangan, Allah itu tidak sekedar, “O pokoknya diselamatkan, dimaafkan, dimaafkan, selesai.” Nggak. Kenyataannya kita lihat di dalam karya keselamatan itu harus ada yang menanggung akibat dosa kita. Kenyataannya Kristus harus mati dan kemudian setelah kita ditanggung dosanya, dosa kita ada yang mengatakan itu kayak exchange ya, pertukaran kalau istilah dari Luther, ada switch exchange, jadi dosa saya diperhitungkan pada Kristus lalu kesalehan Kristus diperhitungkan pada saya. Itu yang terjadi di atas kayu salib. Itulah kenapa Kristus yang mengalami Dia menyanyakan Tuhan, “AllahKu AllahKu mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Karena Kristus saat itu menggantikan kita menerima penghukuman kita. Lalu sebaliknya apa, bagaimana kesalehan dan ketaatan Kristus selama ini Dia lantas diperhitungkan kepada kita dan menjadi dasar keselamatan kita.
Di sini kita mengerti pertama-tama bahwa setiap dosa dan pelanggaran kita itu ada konsekuensinya. Allah itu bukan cuma, “O pokoknya maafin, selesai.” Kalau memang Allah bisa ya “bisa” maafkan dengan cara ya sudah dimaafin selesai, kenapa harus sang Anak tunggalNya itu mati seperti demikian? Ternyata memang nggak bisa. Kenapa? Karena ada tuntutan keadilan Allah. Dan ketika bicara tuntutan keadilan Allah, perintah Tuhan itu memang ada pelanggaran, maka pasti harus ada penghukuman. Dan sebaliknya ketika kita selanjutnya, ketika kita sudah dosanya itu ditanggung, ketika dosa kita sudah ditanggung Kristus kita tidak mengalami hukuman neraka, tapi apa dasar kita bisa mencapai surga? Itu bukan karena perbuatan kita tapi karena ketaatan Kristus. Dan ini yang dibilang ketaatan, kesalehan Kristus itu diperhitungkan kepada kita sehingga kita layak masuk ke dalam surga itu. Bukan karena kita sendirinya layak, tapi karena Kristus dan ini menjadi dasar keselamatan kita. Itu yang membuat di dalam bagian ini kita mengerti kenapa keselamatan itu tidak bisa hilang: karena sudah genap di atas kayu salib. Kembali ya, kalau berdasarkan perbuatan kita, maka pasti selalu ndak cukup, selalu ndak pernah cukup kok. Orang hidup saleh-saleh saja siapa yang bisa tahu isi hatinya paling dalam? Mungkin ada ketidaksukaannya atau kebenciannya, ataupun kepahitan, kekecewaan kepada Tuhan. Tapi kalau kita mengerti di dalam Kristus maka itu total dan sempurna sudah genap di atas kayu salib. Dan ini yang Paulus katakan menjadi dasar keselamatan kita dan penghiburan bagi setiap kita orang-orang percaya, kapanpun dimanapun di kehidupan ini. Kita diselamatkan karena anugerah apa yang dikerjakan Kristus, bukan karena apa yang kita kerjakan yang menjadi dasar keselamatan kita.
Dan lanjut, itulah yang mendorong dia dan dikatakan makanya “yang kukehendaki adalah mengenal Dia,” yaitu di dalam proses setelah saya selamat, selanjutnya apa? Yaitu saya bertumbuh dan menjalin proses untuk semakin mengenal Kristus. Ini bicara mengenal Kristus itu pakai istilah ‘mengenal’ yaitu bukan cuma mengenal itu saya tahu, tapi memang mengenal, ya. Kadang-kadang di dalam bahasa Indonesia itu ketemu saya ketemu orang, “Kamu tahu nggak orang ini? Kamu kenal nggak orang ini?” Lalu saya bilang, “O saya cuma tahu sih dia itu siapa,” gitu ya, “tapi saya nggak kenal.”Ini karena bahasa Indonesiapun ada bedanya antara tahu dengan mengenal. Kenal itu bicara kita bukan cuma tahu orangnya ini seperti apa, mukanya yang mana, atau mungkin sedikit kadang itu misalnya oh dia ini pekerjaannya apa, studinya apa? Tapi mengenal itu kita punya relasi yang dekat, yang lebih dekat dengan orang itu. Dan di bagian sini kita mengerti bagi setiap kita orang-orang yang percaya pada Kristus, yang sungguh-sungguh percaya itu, pasti ada pertumbuhan ingin mengenal Kristus, ingin mengenal Sang Juruselamat itu. Enggak usah kita melihat jauh-jauh ya, anda kalau pernah kena sakit yang parah, lalu sudah cari dokter, wah sulit ini enggak tahu bagaimana cara ngobatin-nya. Lalu anda ketemu satu dokter, lalu dia kasih ini ada resep, “Ini ya obatnya, kamu makan obat ini 3 kali sehari, kamu makan ini selama dua minggu.” Eh sembuh, wah kita benar-benar sembuh. Orang kalau sudah alami itu ya akan jadi “penginjilan” dokter itu, apa saja sakitnya pokoknya pergi dokter itu. Dan ada suatu sukacita, “Oh dokter itu lho sembuhkan saya.” Itu lumrah, karena kita itu ada hutang budi pada dokter itu, dan kita dari dulu mengenal orang itu dan bahkan kita itu akan secara alamiah, kita akan kalau ketemu orang sakit yang serupa, “Pokoknya ketemu dokter itu aja, dokter itu aja ya.” Saya lihat itu waktu di kalau jemaat di solo itu ya, waktu salah satu jemaat itu ada yang hamil, “Oh pokoknya ke dokter mana, dokter mana,” gitu ya, agak “fanatik” ya, pokoknya dokter itu aja, atau enggak sukanya dokter itu, karena apa? Karena sebenarnya berdasarkan pengalaman dia, yaitu “saya ditolong waktu bersalin oleh dokter itu dan sangat baik.” Itu terlepas lagi memang, mungkin untung-untungan juga kan, misalnya kalau kira-kira ada faktor lain, tapi tidak lepas itu adalah karena kita sangat berhutang budi, kita sangat bersyukur apa yang dikerjakan orang itu, dan ingin mengenal, sangat admire orang yang telah melakukan sesuatu yang baik kepada dia.
Di dalam bagian ini, orang yang sungguh mengalami keselamatan, sungguh mengerti bagaimana status kita yang tadinya sebagai hukuman lantas mendapatkan keselamatan di dalam Kristus, dan Kristus mengalami sedemikiannya untuk menyelamatkan kita, tidak mungkin menjadi Kristen yang suam-suam kuku, tidak mungkin menjadi Kristen yang cuma status quo, “Saya pokoknya diam ya, ndak apa-apalah, pokoknya saya percaya Tuhan Yesus, ya pokoknya Yesus tahulah, saya selamat,” dan seterusnya. Tapi dia pasti ada suatu eagerness, ada suatu kerinduan di dalam hati dia yang dia tidak bisa menutup, mau makin mengenal Sang Juruselamat itu. Karena apalagi Kristus menebus dosanya, bukan cuma kasih resep, “Ini ya, makan ini 3 kali sehari,” enggak, Dia sampai mati lho, benar-benar mati untuk menebus kita, hanya untuk menyelamatkan kita. Kalau kita sungguh pahami lebih dalam lagi, bukankah memang secara lumrah saja, secara alamiah saja, tidak terlalu aneh-aneh kok, itu memang orang semakin ada kerinduan ingin berelasi lebih dekat, lebih intim dengan Kristus. Dan ini yang dikatakan Paulus di sini, dia bukan take it for granted, “Oh terima kasih Yesus, Kamu sudah selamatkan saya, sekarang saya berjalan berdasarkan ya sesuka saya,” tapi saya ingin semakin mengenal Kristus. Dan di sini, di dalam pengenalan itu ada banyak aspeknya. Khususnya di dalam bagian ini berbicara mengenal kebangkitan dan kematian-Nya.
Nah ini menarik, itu bicara dua aspek di sini, yaitu kalau Gordon Fee menjelaskan bagian ini bahkan disusun secara kiastik. Bentuk kiastik itu kita lihat ada pengulangan gitu ya, dia seperti A lalu B , B aksen lalu A aksen, ya jadi ada pengulangannya gitu, ada pattern-nya. Di sini kita lihat ya, Paulus katanya itu “ingin mengenal kuasa kebangkitan-Nya,” ini yang bagian A-nya; lalu B-nya “persekutuan dalam penderitaaNya,” dan kemudian B aksen itu “serupa dengan Kristus dalam kematianNya,” lalu kemudian yang A aksennya itu bicara “dan supaya akhirnya aku beroleh kebangkitan dari antara orang mati.” Jadi kebangkitan, penderitaan ya, lalu kematian ini, memang pararel, itu bicara sama, lalu bicara kebangkitan lagi. Di bagian awal ini berbicara, kalau lihat secara flow-nya, ini bicara dari aspek yang present ya, lalu bergerak ke yang future. Bergerak dari apa yang sudah dialami sekarang, dan di bagian yang kedua, poin yang terakhir itu bicara yang akan datang, bicara yang masih di depan. Tapi bagian ini penting ya, jadi kita mengenal Kristus itu bicara dua aspek ini, yaitu bicara tentang kematian dan kebangkitanNya. Dan bahkan menarik ketika disusun kiastik ini, yang inti di dalamnya, yang ter-sandwich ini justru bicara persekutuan dalam penderitaaNya dan serupa dengan Kristus dalam kematianNya. Jadi orang mengenal Kristus itu apa? Mengenal Kristus yang paling kedalamnya itu adalah mengenal Dia di dalam penderitaan-Nya dan serupa dengan Kristus itu di dalam kematian-Nya. Dan kalau melihat ini kan aspek yang kita enggak suka, bagian penderitaan, bagian kematian siapa yang suka? Tetapi ini adalah bagian dalam kalau kita mau mengenal Kristus lebih mendalam, mengenal Dia di dalam aspek itu. Mengenal Dia di dalam aspek penderitaaNya supaya kita makin mengerti apa artinya Kristus menderita menebus dosa kita. Di dalam bagian ini setiap kita itu mengalami kehidupan ini yang memang berbeda-beda, konteks kehidupan berbeda, tapi ingatlah setiap kita mengalami suatu penderitaan, suatu kesulitan karena iman kita. Justru sebenarnya di dalam bagian itu berarti kita diijinkan, dipimpin Tuhan untuk mengerti seperti apakah penderitaan Kristus.
Ketika kita sudah beritakan Injil dengan setulus-tulusnya, sejujur-jujurnya, dengan sebaik-baiknya, kita ditolak, ingatlah Kristus sudah lebih dahulu ditolak. Ketika kita sudah lakukan dengan terbaik untuk memuliakan Tuhan, malah kita dibenci, kita diumpat dan seterusnya, ingatlah Kristus sudah lebih dahulu mengalami demikian. Dan di bagian itu, ketika kita mengalami momen itu, momen yang kita enggak suka itu, itulah kita sedang bertumbuh makin mengenal Kristus, makin serupa dengan Kristus, dan bahkan punya persekutuan di dalam penderitaan-Nya. Persekutuan, fellowship dengan Kristus itu apa sih? Kita itu suka pikirnya kan pokoknya yang kalau mau pakai istilah Luther itu theology of glory dengan theology of the cross, kita sukanya kan yang glory, “Oh Kristus yang baik, oh pakai mahkota, yang keren gitu semuanya.” Tapi persekutuan itu dalam Kristus itu di sini justru dengan theology of the cross, yaitu persekutan dengan Kristus yang paling intim justru di dalam penderitaan-Nya. Dan memang ndak luput kalau kita sudah alami penderitaan bukan kita sengaja cari susah ya, tapi ketika mengalami penderitaan karena iman kita, maka di situlah, “Oh seperti inilah yang dialami Kristus.” Dan di bagian itu, sebenarnya di dalam aspek-aspek itu, di dalam pengalaman kita dan di dalam pergumulan kita bisa bertumbuh semakin mengenal Kristus itu justru di situ semakin mengenal Kristus di bagian situ, bukan menderita karena dosa, tetapi menderita adalah karena iman kita itu kepada Kristus, karena kita mau taat kepada kehendak Bapa, taat kepada Firman-Nya. Kenyataanya adalah kita akan mengalami penolakan dari dunia, dan biarlah kita ingat itu memang hal yang harus, dan memang justru positif, sangat baik dialami oleh orang-orang Kristen. Kembali lagi ya, saya tentu tidak bilang ketika kita lihat saudara kita menderita, kita perlu bersukacita, enggak, kita berdoa Tuhan kuatkan, Tuhan berikan jalan keluar dan seterusnya, tapi ingatlah sebenarnya di dalam penderitaan itu ketika memang itu penderitaan yang Tuhan ijinkan atau bahkan di dalam banyak pencatatan Alkitab itu Kristuspun waktu mau dicobai itu Dia dipimpin di bawa Roh Kudus untuk dicobai di padang gurun. Ingat itu ada pimpinan Tuhan, itu membawa kita masuk kepada pengenalan Kristus yang lebih mendalam.
Pengenalan Kristus yang lebih mendalam itu iya kita bisa melalui baca buku-buku teologis, kita bisa melalui pembahasan yang seperti ada dalam kelas di dalam PA dan seterusnya, tapi kemudian adalah masuk dalam ranah kehidupan, masuk ke pengalaman yang lebih mendalam, mengalami kebenaran-kebenaran itu. Dan itu adalah bagian untuk kita bisa masuk ke persekutuan dalam penderitaan ini dan bahkan serupa dengan Kristus dalam kematian Nya. Ya ini bagian ini kan banyak orang enggak suka, apalagi kalau mau dibilang ya orang Kharismatik yang ekstrim itu, pokoknya hajar harus sembuh, kalau sakit itu pasti ada dosa. Lho sampai kalau mati bagaimana? “Oh mati makanya kita doain lagi supaya bangkit,” gitu ya supaya bangkit. Kalau dia bangkit terus tidak pernah mati maka tidak pernah bisa mengalami serupa dengan Kristus dalam kematian-Nya. Di situ kita nanti ada persatuan dalam Kristus yang lebih mendalam itu justru ditempa dalam kematian ketika kita menjalani kehidupan ini sampai ke ambang kematian itu. Ingatlah bahwa di jalan, di dalam proses itu, yang kelam itu, yang masuk ke area mungkin bagi kita unknown ya, tak diketahui dan mengerikan memang menakutkan, tapi ingatlah Sang Gembala jiwa kita sudah lebih dahulu mengalami kematian itu. Orang Kristen kalau enggak mau ke sana ya enggak mau menjadi serupa di dalam Kristus. Kenyataanya kita serupa itu dalam kematian-Nya dan itu memang harus kita alami. Kembali lagi ya, saya tidak suruh kalian bunuh diri, bukan seperti itu, tetapi ketika itu sudah waktunya tiba terimalah itu bagian dalam kita itu dan dinamika kita hidup mengenal Kristus memang termasuk aspek kematian-Nya itu.
Tetapi kemudian di dalam ayat ini, kembali lagi, ketika bicara bagaimana mengenal Kristus bukan cuma bicara kematian tetapi juga kebangkitan, dan bagi saya ini mem-balance dalam pengertian, yaitu memang tidak ada kebangkitan tanpa kematian. Dan kalau sudah mengalami kematian maka juga pasti ada kebangkitan, kenapa? Karena itu sudah dialami Kristus. Dan dua ini di dalam bagian aspek ini dan saya gumulkan di sini, ini mem-balance kita supaya tidak jatuh kepada dua ekstrim dalam pengertian eskatalogi kita. Orang kalau cuma mengerti pokoknya penekanan cuma di dalam penderitaan-penderitaan itu akan under-realized eschatology ya, yaitu eskatologi yang pengertiannya itu cuma seolah-olah itu pokoknya kita ini hidupnya menderita, pokoknya susah, sepertinya ya Kristus juga mati terus ya kita juga enggak bisa apa-apa, jadi kita cuma cenderung pesimis ya hadapi kehidupan ini karena cuma bicara penderitaan dan kematian. Itu lama-lama sampai derajat tertentu bisa masuk ke meaninglessness gitu ya, kayaknya tidak ada artinya hidup ini, pesimis pokoknya, menderita saja. Tapi ingat setelah kematian ada kebangkitan, dan ingat kita tidak bisa dapat kebangkitan tanpa kematian. Orang yang hanya menekankan kebangkitan itu bisa jatuh ke ekstrim lain dengan pengertian yang over-realized eschatology ya. Dan saya lihat mungkin dalam banyak hal sebenarnya orang orang ajaran aliran karismatik yang liar, dan sebenarnya juga beberapa orang Yahudi itu serupa di sininya, itu cenderung pemikiran over-realized eschatology, yaitu Kristus sudah bangkit, Kristus sudah menyelamatkan kita, maka terjadi heaven-nya, surganya itu here and now, lho padahal belum. Nangkap ya? Karena Kristus sudah bangkit, Kristus sudah menyelamatkan kita, Kristus itu menyembuhkan, maka terjadi sempurna sekarang. Lho belum ya, karena kalau orang masuk di bagian sini itu masuk pada itu juga ada kadang teolog bilang over-triumphalism, seolah bicara karena kebangkitan kita menang-menang terus. Oh enggak! Ingat ini berjalan baru aja, dan kita mengenal Kristus itu ada aspek kematian-Nya, juga ada aspek kebangkitan-Nya. Dan ini kita mengerti ada istilahnya itu inaugurative eschatology, yaitu kita melihat menjadi aspek already dan not yet, yaitu di dalam kehidupan ini kita mengenal kuasa kebangkitan itu present, sudah sekarang tapi juga anda ingat ada persekutuan juga dalam penderitaan-Nya. Jadi ini berjalan bersama sama. Kalau orang penekanannya itu cuma bicara kematian-kematian, penderitaan, maka berjalan pergerakan secara geraknya itu makin lama ya makin pesimis ya hidupnya, pokoknya pasif saja, pokoknya saya ini hidupnya menderita memang harusnya itu menderita terus. Dan sebaliknya kalau orang cuma bicara kebangkitan-kebangkitan terus, pokoknya, “Yes, Yes, pokoknya menang-menang terus, pokoknya enggak ada gagal,” lho enggak, bicara ini dua-duanya.
Dan dalam kehidupan kita justru ada dua duanya dan memang ada semacam tension ini ya, ada semacam ketegangan, ya tapi itu menjaga kita itu supaya kita tidak jatuh pada suatu ekstrim dan gagal mengenal Kristus secara realistis. Kita di dalam aspek pergumulan kita bergumul dengan dosa, kita ada mengalami penderitaan, kesulitan, ingatlah kita makin mengenal Kristus di sini. Tapi ingat ada juga bagian kita menang atas kuasa dosa dan itu ngomong present bukan cuma ngomong di future, di present, sekarang, dan itu kita mengalami kuasa kebangkitan-Nya juga yang menang mengalahkan kuasa dosa. Dan bukankah dalam kehidupan kita dinamikanya itu demikian ya. Anda mengalami aspek penderitaan, ada aspek persekutuan dalam penderitaan-Nya tapi juga anda mengenal kuasa kebangkitan-Nya, dan itu mulai dari sekarang, tapi kita masih menanti kesempurnaan yang akan datang. Dan makanya ini tertera doktrin dari Reformed: Already and not yet, ada aspek sudah dan juga belum. Kristus itu sudah menjadi raja, iya Dia sudah, sendiri statement mengatakan di kebangkitan-Nya. “Segala kuasa baik di surga maupun di dunia telah diberikan kepadaKu,” berarti sudah, Dia memang sudah menjadi raja. Sudah! Tapi zaman sekarang masih ada yang mengolok Kristus, ya masih kita masih menantikan penggenapan Dia di akhir zaman nanti. Dan already and not yet ini berjalan bersama-sama dalam kehidupan kita. Satu sisi kita melihat bagaimanapun juga ya orang kalau kembali lagi orang kalau menang terus gitu ya biasanya itu lupa kenyataannya, setelah kita mengenal Kristus ada kemenangan atas kuasa dosa itu. Kenyataanya dalam kehidupan kita melihat Kristus ada kemenangan dan ada kelihatannya ya seperti yang kita kerjakan KKR ya, itu ada kebangunan rohani lho, beneran kebangunan rohani. Kenapa ada kebangunan rohani? Karena Kristus sudah bangkit, ada kemenangan itu. Tapi ingat kemenangan itu tidak memungkiri juga ada aspek kematian dan masih ada aspek yang memang belum segenap, sepenuhnya terjadi di dalam kehidupan bumi ini. Karena memang langit dan bumi yang sekarang ini akan berlalu, kita masih menantikan yang genap dari Dia. Nah ini ya kalau kita bisa balance terus ingat ini jadi berpikir secara ada dua sisi ini ya. Seolah olah satu sisi itu melihat dunia ini memang kita itu pesimis sekali, kadang-kadang Pak Tong bilang, “Oh dunia ini saya pesimis sekali, tapi ketika saya melihat pada Tuhan itu saya bisa lihat optimis, lihat ada pekerjaan Tuhan yang terus juga berkembang.”
Satu sisi, kalau kita lihat zaman ini, zaman ini maju ya? Terus terang kenyatannya makin merosot secara moral, makin rusak di dalam banyak praktek kehidupan, makin makin merosot. Bahkan saya enggak tahu ya berapa yang mengikuti perkembangan,apa yang dulunya itu ilegal lama-lama menjadi legal ya. Kayak terakhir ini ada isu tentang marijuana, itu mau dilegalkan. Dulunya itu cuma di beberapa state ya, beberapa negara bagian, lama-lama itu menjadi legal, sah, bahkan jadi bisnis ke depannya. Lho ini dulunya ilegal lho sekarang jadi legal, lama-lama kok jadi bisnis dan sah-sah saja. Kita lihat kemerosotan moral itu sedemikian. Zaman yang katanya teknologi itu makin maju, orang itu angka pembunuhan itu sudah rendah, kita lihat itu teror terjadi di mana-mana. Dan di aspek lain ya, kalau mau dilihat saja, memang ada banyak, bisa bahas ya, tentang pembunuhan, kita lihat kalau di negara yang maju saja, seperti Amerika itu bisa, itu ada ribut masalah orang kalau aborsi itu pro-choice atau pro-life, gitu ya. Orang kalau aborsi itu apa? Oh itu kalau orang itu bilang itu pro-life, ndak, ndak boleh aborsi, kenapa? Karena itu janin di dalam kandungan itu adalah kehidupan, tidak boleh digugurkan. Tapi kemudian, orang bilang tapi itu kan pilihan ibunya, kalau dia rasa itu yang gerak-gerak di perutnya itu mengganggu, ya dia boleh aja, gitu. Itu pembunuhan, tapi legal. Bayangkan, sebegitu merosotnya, sebegitu bejatnya dilakukan, dan bahkan pembunuhan mereka legal–kan. Maju? maju, majunya di situ. Nah itu kita lihat ya, kalau kita melihat dunia yang begitu jahatnya dan makin kejam dan makin sulit, tapi di aspek lain kita juga bersyukur lihat pekerjaan Tuhan, penginjilan juga makin lebih luas dari sebelum nya. Nah, ini memang berada dalam ketegangan ini, dan ini kita melihat dalam kehidupan ini, ketika kita melihat Kristus, realita ini seperti ini berjalan adanya. Semakin kita lihat dunia, kita biarlah ingat ini, mundurnya semakin pesat. Tapi semakin rusaknya dunia ini menyadarkan kita betapa Injil juga makin penting harus diberitakan. Dan kenyataannya, memang lebih banyak lagi orang yang dimenangkan bagi Kristus. Bukankah kalau kita lihat dalam zaman sekarang ya, itu kita bisa meng-akses kebenaran firman, itu sudah jauh, jauh lebih luas lagi daripada jaman dulu. Dan bahkan konon katanya ada di berapa negara makanya, di negara-negara yang kalau dunia itu yang radikal itu secara imannya dan kepercayaannya, bedanya itu sangat me-limitasi itu dengan akses intenet dan segala macam, kenapa? Karena mau mem-blokir itu, sampai Alkitab juga diblokir, seperti itu ya. Tapi, dengan kemajuan teknologi sekarang, itu bisa masuk dengan berbagai macam cara. Kita lihat ya, dengan kemajuan ini, ini satu sisi Injil itu bisa maju, sudah melebar masuk ke berbagai pelosok, ke berbagai bangsa, negara yang dulunya itu kita lihat sangat anti pada Kekristenan, dan kenyataannya sekarang sudah masuk. Masih sembunyi-sembunyi tapi ya ada di mana-mana.
Di sini kita lihat sangat positif, sangat optimis, dan kalau kita melihat pekerjaan Tuhan, terus berjalan, terus berkembang sekaligus dunia ini juga terus merosot. Jadi, dunia ini makin maju atau tidak, makin baik atau tidak? Iya dan tidak. Ya, makin berkembang dengan makin banyak orang yang dimenangkan, tapi juga tidak ketika dosa juga makin parah. Dan ini berjalan dinamikanya ini seperti begini, makin banyak orang-orang mengalami penderitaan, sekaligus makin banyak orang yang dimenangkan, dan ini mencapai nanti kulminasinya, puncaknya itu ketika akhirnya di titik klimaksnya di mana ketika Kristus datang. Perjalanan sejarah seperti ini. Jadi kita lihat, orang-orang makin rusak, tapi sekaligus juga makin banyak orang yang dimenangkan, karena apa? Karena bicara kehidupan ini seperti ada kenyataannya, ada kematian Kristus dan kebangkitan Kristus, dan kita melihat di realita ini berjalan, karena memang Kristus sudah alami itu. Dan ini yang kita mengerti di dalam kita bergumul semakin mengenal Kristus, masuk ke dalam pengertian ini. Masuk pengenalan Kristus yang realistis.
Kemudian saya masuk ketika bicara iman kita, itu makanya ada banyak aspek dalam iman kita ya, saya poin ketiga ini saya akan bahas tentang iman kita. Ini ada bicara aspek pertama itu bicara aspek kebenaran dari iman kita, the truth of our faith, yaitu kita mengerti iman kita itu adalah suatu kebenaran, dan ini adalah suatu kebenaran yang realita, yang suka ndak suka memang begitu adanya. Orang bisa ndak suka, ndak suka, saya ndak suka itu melihat penderitaan itu, saya tutup mata, tetap penderitaan itu ada. Kehidupan kita ini dalam kita mengikut Kristus, dan di dalam iman kita, itu ada aspek kebenaran ya, ini aspek truth itu ya, yaitu kebenaran iman Kristen ini adalah suatu kebenaran yang memang sudah terjadi, memang demikian adanya, terlepas dari suka atau ndak sukanya kita, terlepas dari orang mengakui atau tidak. Nah ini, aspek truth, gitu ya, sama seperti misal nya dalam kehidupan kita, kita bilang bumi ini bulat, tapi ada yang bilang, “Enggak, saya enggak suka itu bulat, saya sukanya kotak, atau trapezium mungkin ya,” ya kamu mau bilang sampai berapa kali bumi ini trapezium, trapezium, ndak jadi trapezium. Kenapa? Karena itu truth, dan tidak tergantung pada kamu terima atau tidak, tidak tergantung dari kamu rasa itu benar atau tidak. Truth is truth. Kebenaran itu kebenaran. Dan bicara iman kita itu demikian adanya. Kenapa? Karena Kristus sudah mati dan Dia sudah bangkit, dan itu sudah terjadi. Orang ndak percaya, orang bilang, “Oh itu diganti muka lah, ganti Yudas lah atau siapa yang lain itu,” loh kenyataannya itu sudah terjadi, itu tidak merubah apa-apa. Orang yang tidak percaya, orang yang tolak kebenaran itu tidak merubah kebenaran itu, hanya menyatakan kebebalannya menerima kebenaran.
Dan memang di dalam aspek kebenaran ini makanya kebenaran itu, truth ya itu ya, kebenaran itu adalah suatu yang absolut, suatu yang universal, orang tahu ndak tahu itu sudah terjadi. Dan ini bukan sekedar opini atau pendapat pribadi, orang bisa tolak Kristus, ya tidak merubah Kristus itu memang sudah mati, menebus setiap orang yang percaya pada-Nya, dan karya keselamatan itu sudah digenapi di atas kayu salib ya. Itu karena memang, kebenaran itu juga seperti itu ya. Dan juga ada unsur memang sifat exclusive dari kebenaran itu sendiri juga. Ya, sama seperti 1+1= …berapa? 2. Ini exclusive sekali ya. 1,5 boleh enggak? Cincai lah, 1+1 = 1,5 boleh enggak? Aduh, kamu pelit banget ya, sudahlah saya dikasih sedikit, saya nego sedikit ya, 1+1 = 1,75, bisa enggak? Ya enggak bisa, kenapa? Karena 1+1 memang 2, itu memang exclusive, sudah begitu kebenaran, ndak bisa diganggu gugat, kamu terima enggak terima, suka enggak suka memang itu adanya. Dan di sini makanya berapa banyak kita mengerti iman kita, itu bukan cuma aspek saya percaya personal, pribadi, tapi berdasarkan kebenaran realita yang begitu adanya. Yang membedakan kita dengan orang yang tidak percaya, itu, selain memang masalah kita itu diselamatkan dan yang satu itu menerima penghukuman atas dosanya, tapi adalah kita mengerti dan menerima kebenaran itu lebih dahulu dan lebih jujur adanya. Tapi yang lain, yang menolak, mereka menutup mata terhadap kebenaran, tapi suatu saat akan nyata memang Kristus akan datang. Itu bukan aspek, pokok nya apa ya, kayak itu lah, pokoknya kamu imani, percaya perandaian gitu. Ndak, ndak seperti itu. Memang begitu adanya, dan memang itu adanya, kenapa? Karena Kristus sendiri menyatakan demikian. Demikianlah tercatat di dalam Kitab Suci. Ini adalah benar, dan kita adalah orang-orang percaya itu sudah menerima kebenaran itu sebelum nyata tampak di depan mata kita, sebelum kita mengalaminya. Dan karena itu kita mengerti dasar iman kita itu bukan pengalaman, tapi dasar iman kita itu berjangkar kepada kebenaran, yaitu kepada Kitab Suci sendiri. Dari aspek kebenaran Kitab Suci, turun di implementasi kepada pengalaman, bukan sebaliknya. Karena ada memang ada kelemahan, ada kelemahan dan keterbatasan dalam pengalaman, tidak tentu semua hal harus kita alami, ya kan. Tapi aspek kebenaran itu ya memang begitu adanya, kita ndak paham atau ndak mengerti pun ya itu benar sudah adanya.
Sama seperti kalau bicara Allah Tritunggal misalnya, coba bagaimana alami Allah yang Tritunggal? Atau kamu meditasi sendiri gitu, terus muncul Allah Tritunggal, muncul dari mana? Kenyataannya memang kita membutuhkan Kitab Suci yang memberikan kita kebenaran itu, yang kemudian kita imani, kita pegang, kita percaya, meski kita belum lihat realitanya. Tapi kemudian di dalam kebenaran doktrin Tritunggal itu, di mana diimplementasi ke pengalaman-pengalaman itu justru tunduk kepada kebenaran itu, bukan sebaliknya.
Pengalaman kita itu bagaimanapun juga terbatas ya. Pengalaman kita terbatas, dan memang pengalaman itu juga relatif ya. Kita bisa alami pengalaman apa, bisa beda dengan orang lain. Pengalaman itu ndak bisa absolut. Pengalaman kita di suatu waktu, di tempat tertentu, ternyata dipraktekkan tempat lain, tidak tentu jalan ya. Mungkin berapa rekan-rekan ini yang pernah pindah-pindah kota itu pernah tahu kayak gini ya. Kita, misalnya ya, saya buka toko di kota A, caranya gini, jualannya gini, lokasinya gini, kita coba di kota lain ndak tentu bisa lancar sama. Kenapa ? Karena itu aspek pengalaman, itu tidak mutlak. Tapi kalau bicara kebenaran, dan iman kita itu Kristus mati menebus dosa orang percaya dan ini satu-satunya jalan keselamatan. Itu berlaku di manapun, karena ini kebenaran, ya. Sama seperti 1+1=2, itu berlaku di mana ? Ya di mana saja. Bukan cuma di bumi, mau sampai ke bulan juga ya sama, memang satu tambah satu sama dengan dua, karena itu kebenaran, eksklusif sudah begitu adanya. Tidak bisa disangkali. Orang semua suka ndak suka, dia tetap benar adanya. Dan itulah, saya mau kita lihat itu aspek iman kita di situ. Ini bukan fanatisme. Kalau fanatik itu, saya ndak tahu, terserah ya, pokoknya gini. Ndak. Kita, dasar iman kita karena Alkitab yang ngomong begitu. That’s it, itu dasar iman kita.
Justru orang yang kadang-kadang ya, saya ketemu di dalam kesempatan pelayanan itu, kadang-kadang orang, eee saya bertemu dari jemaat yang sharing gitu ya, bilang : Iya pak, saya ajak teman untuk datang ibadah, terus teman saya bilang : “Iya, kamu jangan terlalu fanatiklah..” Ya kadang-kadang juga pernah kita alami gitu ya. Saya juga pernah alami seperti itu. “Kamu jangan terlalu fanatiklah.” Ya, kenapa? “ Ya pokoknya percaya Yesus, sudah secukupnya gitu.” Gitu ya. Pokoknya saya percaya Yesus, Yesus pokoknya baik. Oke, Yesus baik. Lalu seperti apa Yesus? Pokoknya Dia ndak pernah marah, Dia sayang sekali sama kita, gitu ya. Pokoknya begitu, lho yang bilang pokoknya gitu, itu justru dia yang fanatik lho. Nangkap ya? Karena maksud dia, “Yesus yang saya percaya itu pokoknya Dia baik, ndak pernah marah.” Ehh, coba baca di Alkitab, Yesus pernah tunggangbalikkan lho itu ada orang jualan di Bait Suci. “Ooo, kasar itu.” Tapi itulah Yesus adanya. Yesus yang sama bilang : “Datanglah kepadaKu orang yang jerih lelah dan berbeban berat,” tapi juga Dia mengatakan, “Pikullah kuk yang akan Kuberikan.” Kristus yang sama, yang mengucapkan Ucapan Bahagia, juga Kristus yang sama mengatakan “Sebab setiap orang yang mau mengikut Aku, itu harus sangkal diri, pikul salib, dan ikut Aku.” Jadi memang berjalan seperti itu. Kristus yang sama yang mengampuni orang yang berdosa, ya, di dalam banyak kisah-kisah di dalam Alkitab, Kristus yang sama juga yang menyembuhkan orang-orang sakit, Dia juga mengucapkan kalimat-kalimat teguran yang paling keras pada orang Farisi. Dan juga Kristus yang sama, yang menghibur, menguatkan orang banyak dalam penderitaan, Dia juga yang mengatakan : “Barangsiapa yang tidak membenci ayahnya, ibunya, istrinya, tidak layak untuk menjadi pengikutKu.” Di dalam bagian itu maksudnya adalah barangsiapa yang tidak mengasihi Kristus lebih daripada apapun, tidak layak menjadi pengikutnya. Lho, itu Kristus yang sama lho mengatakan itu. Dan kita percaya itu, kenapa ? Bukan karena karangan kita, karena Alkitab memang menyatakan begitu. Take it or leave it, yang memang di situ adanya. Justru orang yang pikir cuma Kristus pokoknya gitu, “Dia gembala karena dari dulu tahu lukisannya, Dia itu gembala,” cuma tahu, dia berdoa berdasarkan lukisan itu. Itu yang justru fanatik. Saya coba mau Kristus versi saya, bukan versi Alkitab. That’s not Jesus. That’s not Jesus at all. Itu yang Michael Horton pernah katakan sebagai Christless Christianity, Kekristenan yang tanpa Kristus di dalamnya, cuma pakai ide proyeksi dirinya, Kristus harus begini, dan menurut perspektif posisi pandangan saya, ndak boleh lebih dari itu. Tapi bacalah kembali Alkitab dan menjadi dasar jangkar kebenaran kita bahwa biarlah Dia apa adanya, apa yang Dia katakan, apa yang Dia kerjakan, dan apa adanya, jangan karikatur lagi. Dan di bagian situ, Kristus mengatakan setelah semuanya itu, maukah kamu percaya, tetap percaya kepada Kristus ? Itu pengertian iman Kristen yang utuh sebagai kebenaran yang solid, yang komprehensif, yang sepatutnya. Iman kita sebagai kebenaran, bukan cuma perasaan, bukan cuma suatu pengandaian, bukan cuma suatu ide kita sendiri, tapi berdasarkan memang ya Alkitab ngomong seperti itu. Kita suka atau enggak suka, itu bagian kita bergumul tetapi biarlah kita lihat ya itu kebenaran adanya. Bukan karena saya katakan, baca sendiri yang ada di dalam Alkitab bagaimana dikatakan. Dan di situ saya lihat dalam banyak hal mem-balance pengertian kita tentang apa yang Kristus lakukan dan kerjakan, bukan berat sebelah tetapi melihat keseluruhannya.
Dan di bagian ini, termasuk ketika bicara aspek keselamatan kita lihat, “Kok bisa sih dasar keselamatannya begitu,” ya memang Alkitab ngomong begitu. Kenyataannya adalah Alkitab ngomong begitu dan itu dasar keselamatan kita. Kita diselamatkan karena genap, bukan genap kalimat hamba Tuhan tetapi Kristus sendiri yang ngomong, “Sudah genap.” Dalam karya keselamatan itu genap, Dia menggenapi pekerjaan itu, memang terjadi seperti demikian. Dan kembali, ini adalah aspek kebenaran dari iman kita, bukan hanya terbawa perasaan, bukan cuma ide-ide dari kita tetapi kembali berdasarkan kebenaran Kitab Suci adanya. Nah ini aspek pertama dari iman, jadi aspek kebenaran. Orang harus menangkap ini sebagai suatu kebenaran yang memang begini adanya. Suka atau enggak suka, saya alami atau enggak alami, ya orang jalan ini, “Ah rasanya rata kok, ya tetap buminya bulat bagaimanapun juga.” Ya karena itu kebenaran. Kenyataannya pengalaman itu bisa keliru, makanya kita hidup berdasarkan kebenaran bukan pengalaman. Ini aspek pertama dari iman kita, adanya aspek kebenaran.
Aspek kedua dari iman kita, yaitu ada aspek misteri. Menarik ya, karena iman Kristen itu bukan hanya aspek pengertian, itu ada, tapi juga ada aspek misterinya. Misteri ini bukan suatu horor ya, kita bukan masuk pengertian misteri seperti itu. Saya masuk pengertian ini tidak lepas dari ada buku dari Scott Oliphint yang menulis The Majesty of Mistery: Celebrating the Glory of an Unincomprehensible God, yaitu kemuliaan dari misteri, merayakan kemuliaan dari Allah yang tidak bisa kita pahami secara komprehensif itu. Yaitu di dalam Kekristenan kita mengerti memang kadang-kadang ada orang 2 tendensi ya, satu sisi itu melihat kita bisa rumuskan Allah seperti ini, “Oh Allah-nya keselamatan seperti ini,” kita mengerti logikanya seperti apa, Kristus mati menebus dosa kita yang tadi saya jelaskan di awal ya dimana kebenaran Kristus diperhitungkan kepada kita, kita di dalam Kristus sehingga Allah melihat kita sebagai orang benar. Itu aspek truth, kebenaran, terjadi, tapi tetap menyisakan misteri. Saya pikir dalam banyak hal ya aspek misteri itu sama seperti lagu hymn, “Why have You chosen me?” Mengapa Engkau memilih aku dari sekian banyak orang? Itu kan bagian misteri. Itu bukan bagian, “Why have You Chosen me? Oh karena gue ganteng.” Rupamu! Memang bukan bisa dijawab. Bukan, itu kan bagian misteri. Ketika Kristus mati menebus dosa umat manusia, dari sekian banyak orang yang dipilih, oh saya terpilih? Dan kenapa saya dipilih, itu ada memang bagian misteri Allah. Kenapa Dia memilih kita? Kenapa Dia nyatakan belas kasihan kepada kita? Kenapa kita hari ini bisa mendapatkan anugerah? Mengapa hari ini kita bisa dapat kesempatakan mendengarkan injil sejati? Ada banyak orang-orang lain tidak mendapatkan kesempatan ini. Kenapa? Itu adalah misteri jalan Tuhan. Itu memang tetap akan menyisakan tanya. Tetapi itulah bagian kita justru merayakan kalau di sini pakai dari judul bukunya Scott Oliphint banyak dibahas, karena memang Allah itu meski bisa kita pahami tapi kita tidak bisa pahami Dia itu sampai tuntas, sampai komprehensif seperti rumusan di dalam fisika atau ilmu-ilmu science, karena Allah itu pribadi adanya dan Dia lebih besar dari rumusan-rumusan proposisi yang ada. Ada limitasi di dalam penjelasan kita. Dan sama seperti saya pikir juga bukan kebetulan ya seperti kayak tadi di dalam pembacaan Alkitab kita, ya kan, pembacaan Alkitab kita tadi dari Mazmur 148, “Haleluya, pujilah Tuhan di Surga, pujilah Dia di tempat yang maha tinggi.” Ini bicara mengenai kebesaran Tuhan di Surga, Dia yang maha tinggi. “Pujilah Dia, segala malaikat tentara-Nya, matahari, bulan. Pujilah Dia hai langit yang mengatasi segala langit.” Lalu kita pikir logikanya, “langit mengatasi segala langit,” langit tingginya berapa km, ditambah lagi langitnya, kira-kira naik berapa meter ya? Thats not the point karena kita masuk di dalam sisi misteri, dalam keagungan, kebesaran Tuhan yang memang kita rayakan dan Alkitab utarakan demikian. Memang ada aspek kebesaran Tuhan yang apa ya, yang sampai kata-kata itu tidak cukup mengutarakan itu. Kita cuma bisa jelaskan Allah kita itu besar, begitu besar. Terus ditanya anak kecil, “Besarnya kayak apa sih? Segini?” Nggak cukup. “Segini?” Nggak cukup. “Segini?” Ya nggak, lebih besar dan itu memamg bukan untuk kamu bisa tampung begini karena memang otak manusia kita terbatas.
Kristus mati menebus dosa kita, kita dapat kepastian keselamatan. Kita sulit pahami kenapa Dia memberikan anugerah itu kepada kita? Itu masuk dalam aspek kita mengenal Dia secara pribadi dan bukan serangkaian proposisi saja. Bukan cuman serangkaian “Oh Dia ini seperti ini.” Dan saya lihat di dalam kehidupan kita, itu perlu ya seperti ini. Kita perlu menyelami aspek-aspek ke dalamnya. Sama seperti Phillip Yancey pernah mengatakan bahwa, “Saya mengerti Allah itu agung adanya. Dia itu besar, Dia itu mulia. Tetapi ketika saya melihat alam semesta ini saya baru mengerti apa arti kata besar. Apa arti kata mulia itu,” yang dalam pengalaman Philip Yancey ketika dia jalan di Green Canyon dan dia melihat kebesaran itu. Ini yang ciptain Tuhan saya yang ciptain alam semesta sebesar ini, Dia juga Tuhan yang menebus kita. Kembali lagi dikatakan itu nggak cukup. Dan kembali kita masuk ke dalam aspek misterinya, yaitu masuk ke kedalaman yang kita mengerti ada keterbatasan, limitasi kita untuk bisa mengenal sampai tuntas, komprehensif ini. Dan saya percaya di dalam banyak hal, seperti ada pujian yang kita naikkan atau seperti ibadah-ibadah yang kita jalankan, itu justru menyadarkan kita akan kebesaran Allah kita. Ambil contoh misalnya apa sih bedanya kalau kita ibadah di sini dengan seperti nanti di KKR Natal? Kadang saya ketemu jemaat itu kalau ngomong, “Pak kalau KKR itu pokoknya ibadah yang versi repot.” Semua repot, semua pelayanan, semua keringetan, kalau di sini adem, tenang-tenang gitu, enak ada yang melayani. Kalau KKR semua repot, semua melayani, ada humas, segala macam. Tapi percaya Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya, kalau kita ada pengalaman KKR-KKR besar seperti itu melatih kita bahwa Allah kita itu memang besar. Begitu besarnya disembah orang begitu banyaknya. Yang sebenarnya kalau kita itu ya kalau ibadah gitu kecil apalagi kalau ibadahnya di rumah, kita ngomong Allah kita besar itu besarnya seberapa? Dan ini saya bukan bicara untuk kita dorong kita KKR ya, ini saya bicara juga dari dalam, saya pergumulan pribadi, dari pengalaman itu memang kadang kala kita hadir dalam ibadah yang memang besar, memang massive seperti itu, itu mengingatkan kita akan kebesaran Allah sih. Dan itu di dalam ibadah seperti itu memberikan makanan bagi jiwa kita, menumbuhkan iman kita, mengingatkan betapa Tuhan kita besar, begitu besarnya, begitu banyaknya orang menyembah Dia. Ribuan orang ibadah bersama-sama seperti itu memuji memuliakan Allah yang sama. Dan itu bagian itu baru anda ngerti Allah kita itu besar, besar, besar sekali, dan anugerahNya itu berlimpah sekali. Bukan karena saya yang ngomong ya.Kita juga tahu kan Allah itu anugerahnya besar. Itu kelimpahan anugerah Tuhan. Bahkan kadang-kadang yang maju KKR itu ya, tahu ya kalau KKR Pak Tong altar call itu yang maju lebih banyak daripada jumlah jemaat kita. Memang meski yang maju itu lantas tidak masuk ke sini sih tetapi kita lihat, dan itu begitu banyak orang yang bsia meresponi kebenaran firman, dan bisa ratusan, dan kadang-kadang di tempat lain bisa sampai ribuan, itu mau bicara apa? Kita merayakan kebesaran Allah.
Dan kita masuk dalam aspek misterinya memamg lebih cosmic ya, dan memang tidak bisa kita pahami kalau cuma kita rayakan di dalam ibadah yang sederhana. Dan kembali saya bukan bilang cuma penting yang besar dan yang kecil tidak, dua-duanya jalan karena memang di dalam kelas, atau di dalam persekutuan yang lebih kecil kita bisa masuk di dalam analisa kedalaman yang lebih detail. Tetapi ada momen-momen itu ya, kalau kita mengalami kebesaran itu kita mengerti itu akan membuat kita makin kagum, gitu ya. Kita kadang itu begitu sempit pikiran, “Kenapa sih kalau saya ini orang pilihan, ya saya bersyukur saya orang pilihan, kenapa sih yang ini enggak dipilih?” Sampai kita lihat dalam KKR besar banyak kok yang dipilih, ya tapi memang tergantung pilihan Allah, siapa yang Dia pilih, siapa yang Dia pertobatkan, sesuai anugerahNya, dan ada waktunya sendiri. Dan justru kalau orang yang kita gumulkan, yang biasanya kadang-kadang keluarga kita, orang yang kita kasihi, kita bergumul kenapa dia tidak mengenal Tuhan, ya bawalah datang, bawa dalam KKR, biar mengalami kebangunan itu sendiri. Dan kita sungguh mendoakannnya, dan lihat bagaimana Tuhan bekerja dalam kedaulatan-Nya. Itu adalah aspek juga berbicara mengenai kedaualatan Allah sebab ada tetap aspek itu, sampai di titik tertentu kita cuma bisa definisikan sampai sana, sisanya memang misteri. Kita menjadi Kristen itu bukan seolah-olah kita mmemiliki kunci jawaban semua pertanyaan dalam kehidupan ini, nggak. Alkitab memberikan jawaban-jawaban yang prinsip dan tuntunan yang final bagi seluruh kehidupan kita, bagi orang Kristen sepanjang segala zaman, itu iya, tetapi memang tidak memberikan semua detail dalam kehidupan kita. Dan memang ada bagian yang tetap tidak dijawab, ada bagian yang memang tidak dibahas. Dan agaknya memang tidak ada buku yang bisa bahas semua itu ya. Kalau kita lihat dalam pencatatan, Yohanes itu ada mencatat bahwa sebenarnya masih ada banyak apa yang Kristus kerjakan selama di dunia tetapi nggak dicatat di sini, dan dia tambahkan memang kayaknya kalau mau tulis semua ya tidak ada buku yang mencukupi. Itu bicara pelayanan Kristus saja itu lho yang selama 3,5 tahun itu, dan memang ada bagian-bagian lain yang kita tidak tahu, tapi itulah bagian kita percaya kepada Tuhan, bukan percaya buta di sini ya, dengan pengertian. Tapi kita ingat, ada bagian itu, sisanya kita serahkan pada bijaksana Tuhan, karena Dialah yang Maha Bijaksana, dan kita bersandar bahwa memang ada keterbatasan kita memahami kebijaksanaan Dia itu. Dan yang dibalik situ, kita tahu, Dia lakukan pasti yang terbaik, karena Dia kasih adanya, Dia kudus adanya, Dia baik adanya, tidak ada satupun rencana-Nya yang gagal, dan tidak ada satu pun rencana-Nya yang salah. Kita yang seringkali bisa gagal memahaminya. Ini ya. Ada pengertian kebenaran,dan juga ada misterinya.
Lalu ada aspek ketiga, tapi aspek ketiga ini, kalau saya mau bahas itu, saya mungkin bahas dari pengalaman saya dulu ya. Pengalaman saya ini, ada seperti ini. Saya punya seorang teman, kami teman main lama, bersahabat seperti itu, terus suatu ketika itu lama nggak ketemu. Teman saya ini sudah lama nggak ketemu, lalu saya ketemu dia lagi, lalu, “Wah apa kabar kamu teman?” Ngobrol ya, lalu dia kenalkan ada pasangannya. Terus saya itu heran, gitu ya, kok dia sukanya yang kayak gini. Nah ini ada yang mengalami gitu nggak ya? Terus apalagi orangnya itu sebenarnya berantakan, urakan, gitu ya, tapi demi pacarnya itu dia mulai hidup, ya, lebih rapih dikit. Wah saya juga bingung, mungkin itulah ada frase yang lama, gitu ya, memang beauty is in the eye of the beholder – gitu ya. Ya keindahan itu memang itu di dalam mata dari orang yang melihatnya. Ya memang nggak sepenuhnya benar, gitu ya. Tapi kadang-kadang kan pengalaman kita lihat seperti itu, “Kenapa sih dia itu naksirnya kaya gitu ya?” – tapi kan, ya kan dalam hati kan nggak ngomong, nggak enak gitu ya sama temen. Tapi kadang-kadang saya pikir, ya sudahlah yang dia naksir saya nggak suka, yang saya naksir dia nggak suka, memang cocok kita teman. Kira-kira gitu. Nah tapi di sini kita bilang, ada suatu aspek keindahan yang menawan teman saya ini sehingga dia itu merubah kehidupannya dan dia memilih pasangan ini. Dan di bagian ini saya bahas poin berikut, yaitu ada sisi beauty, keindahan dari iman kita itu sendiri. Di sini ada pemikiran dari Jonathan Edwards, saya ambil yaitu, the beauty of holiness. Saya akan kutip banyak pembahasan dari dia. Dia mengatakan, “Kebajikan atau virtue itu, adalah suatu kualitas dan pelatihan hati yang indah, yang di mana tindakan itu muncul daripadanya.” Dia bilang, “Seringkali kita gagal memahami moralitas itu sebagai cuma satu set aturan, ini boleh begini atau ini nggak boleh, sebagai cuma rangkaian aturan dan regulasi DO’s and DON’T” gitu ya. Tapi bagi Edwards, dia mengatakan, “Moralitas itu justru menyatakan keindahan Allah, akan keteraturan dan keadilan.” Sehingga pertanyaan yang paling krusial bagi Edwards itu bukan masalah, “Ini boleh atau nggak boleh. Pak, orang Kristen boleh begini nggak? Orang Kristen boleh ini nggak?” – tapi adalah apa yang benar-benar indah itu? What is truly beauty for it? Dan ini, bagian sini, pembahasan Edwards itu sehingga mengatakan di dalam pemikiran kerohanian yang baru, gitu ya, itu bukan suatu penambahan, suatu kapasitas intelektual untuk memahami adanya satu wahyu baru, misalnya. Nggak! Tapi melainkan adalah karya dari Roh Kudus yang mencerahkan pikiran supaya kita mengerti, bisa mengenal Allah lebih baik, dan bisa mengenali keindahan ilahiNya itu, yang sebenarnya tidak bisa kita pahami.
Sehingga di sini, di dalam aspek iman kita itu ada aspek beauty, ada aspek keindahannya. Sebagaimana yang diilustrasikan Jonathan Edwards itu, dia mengatakan, “Kalau kita tahu madu itu manis, itu tidak sama dengan mencicipi madu itu sendiri, dan mengalami manisnya.” Sama halnya sebelum kita mengalami lahir baru, kita mungkin tahu Allah itu suci, Allah itu indah, tapi kemudian setelah kita mengalami lahir baru itu, kita mengalami sendiri apa itu keindahanNya dan kesucianNya itu secara langsung. Sehingga di sini ada anugerah Tuhan, yang bukan anti intelektual ya, tapi justru meng-improve, meningkatkan pikiran kita, mencerahkan pikiran kita, menumbuhkan segala panca indra kita sedemikian supaya kita bisa memahami keindahan Allah, kebenaranNya dan gerakan bekerjaNya yang memang orang tidak percaya itu tidak bisa pahami. Ada keindahannya itu, dan di dalam iman itu masuk ke dalam aspek situ. Mungkin saya jelaskan dengan satu contoh sederhana saja ya penjelasan Edwards sini, yaitu ambil contoh misalnya, setelah kita ibadah nanti, ini nanti akan selesai ibadah, lalu nanti siang jam 1-an, ada sekumpulan dari antara kita ini, akan kumpul lagi di Jalan Kranggan. Ngumpul jam 1, ngapain? Latihan padus. Aduh, sudah capek, siang itu, itu jam ngantuk kan, tapi datang ngumpul. Terus datang ngumpul apa? Bukan duduk ngopi, bukan! Latihan nyanyi pake suara. Wah bacanya tauge-tauge, gitu ya, ini huruf apa? Atau pake angka-angka, gitu, kan nyanyinya gimana? Latihan lho, capek lho! Sudah ibadah, sudah persiapan semua, capek lho! Ngapain gitu? Dan mungkin ya, saya nggak tahu kalau kita sebetulnya mungkin ya, kalau orang sudah latihan seperti gitu, latihan paduan suara, lalu lantas misalnya ketika pulang, gitu ya, lalu ketemu orang yang bukan percaya, dia mungkin bilang, “Kamu dari mana?” “Dari gereja.” “Gereja ngapain?” “Latihan paduan suara.” “Aduh ngapain sih capek-capek, repot amat sih? Gereja doang! Udahlah gereja yang penting ibadah pagi, sudah siang selesai, udah capek, pulang bobok, jam segitu bobok. Ngapain sih nyanyi-nyanyi lagi? Nyanyi juga bisa kan di rumah? Nyanyi di kamar mandi. Ngapain sih sampai repot-repot seperti itu? Latihan lagi, latihan lagi, latihan lagi.” Ya memang mereka nggak bisa lihat beauty-nya, itu dia. Bahwa ada keindahannya ketika kita menyanyi, memuji, memuliakan Tuhan dan itu suatu ekspresi iman kita, bahwa kita memuji keagungan kebesaran Tuhan, keindahanNya itu. Dan di dalam pelayanan kita, dalam kita mengikuti Dia, kita mengerjakan bagian yang kita bisa kerjakan. Kita lihat, kita sedang memuliakan Tuhan, itu indah, itu indah adanya. Dan di dalam bagian itu, aspek iman kita itu ya, ada aspek kebenaran, kemutlakan kebenaran yang tidak bisa diganggu gugat, lalu ada aspek misterinya yang kedalamannya itu tidak bisa kita selami sampai akhirnya, dan juga ada aspek keindahannya yang kita nikmati. Dan lihatlah ketika kita mengerti dalam ini, dalam kehidupan ini ada aspek already and not yet – Kita bergerak dari ada keindahan yang sekarang, already kita nikmatin, tapi kita masih menantikan yang not yet itu. kesempurnaan keindahannya di sukacita surgawi yang disediakan bagi setiap kita yang percaya kepada Tuhan. Adakah iman demikian yang kita miliki hari ini? Mari kita satu dalam doa.
[Transkrip Khotbah belum diterima oleh Pengkhotbah]