Doa Bapa Kami
Matius 6:9-13
Vik. Nathanael Marvin
Apa itu doa? Octavius Winslow seorang hamba Tuhan mendefinisikan: Doa yang sejati adalah sebuah persekutuan yang hangat dan rahasia antara seorang anak yang beriman dengan Bapa surgawi. Sebuah relasi yang hangat. Doa dapat mengubah hati yang dingin. Akan tetapi perlu hati-hati, yang namanya persekutuan, relasi, berdoa, bisa salah. Kita bisa salah berelasi dengan seseorang. Kita bisa salah berdoa. Maka dari itu Tuhan bukan saja menginginkan kita berdoa, tetapi juga memberikan pedoman kepada kita untuk berelasi dengan Dia dan berdoa kepada Dia dengan benar itu seperti apa. Tuhan memberikan pedoman supaya kita dapat berdoa dengan benar yaitu firman Tuhan. Seluruh firman Allah berguna untuk membimbing kita dalam hal doa. Pedoman khusus untuk membimbing kita ialah rumus doa yang telah Kristus ajarkan kepada murid-murid-Nya, dan yang biasanya disebut Doa Bapa Kami.
Kata-kata pembukaan Doa Bapa Kami, yaitu “Bapa kami yang di surga,” ini mengajarkan kita apa? Pembukaan doa ini mengajar kita menghampiri Allah dengan rasa hormat dan percaya yang suci, mengajarkan kita bergantung pada Allah. Doa “Bapa Kami” merupakan doa yang diajarkan Yesus Kristus secara langsung dan jelas kepada para pengikut-Nya. Dan ini dilakukan Yesus, baik kepada orang Kristen sejati maupun orang Kristen KTP. Maka dari itu, waktu kita berdoa, jangan malu sebut “Bapa” meskipun orang non-Kristen tidak mengerti.
Latar belakang Yesus mengajarkan doa Bapa kami ini dimulai pada awal permulaan pelayanan Yesus, Dia mengajar firman Tuhan, Dia berkeliling di seluruh Galilea, mengajar di rumah-rumah ibadat, memberitakan kerajaan Allah, melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu. Tersiarlah kabar tentang Yesus bahkan ke seluruh Siria, dan banyak orang yang datang pada Yesus. Orang-orang tersebut menjadi rombongan besar dari Galilea, Dekapolis, Yerusalem, Yudea, dan daerah seberang Yordan. Di saat tersebut, Yesus pakai untuk khotbah di bukit. Dapat dikatakan bahwa khotbah di bukit merupakan Pemahaman Alkitab terbanyak sepanjang sejarah di zaman itu. Khotbah di bukit oleh Yesus Kristus kepada ribuan orang. Ribuan orang ini ada yang hanya ikut-ikutan, karena ingin dapat mujizat dari Yesus, tapi ada juga yang sungguh-sungguh mau ikut Yesus. Gambaran sekarang adalah seperti SPIK yang diadakan Pak Tong. SPIK itu sifatnya doktrinal, tetapi uniknya bisa menjangkau sangat banyak orang dari berbagai kalangan. Khotbah Yesus di bukit, sangat mendalam. Yesus mengajarkan ucapan-ucapan bahagia, identitas orang Kristen, hukum Taurat, berbuat baik, BERDOA, dan hal-hal lain selanjutnya.
Doa adalah bagian yang sangat penting bagi kerohanian kita. Pemazmur bernama Asaf pernah mengatakan dalam Mazmur 73:28, mari kita baca ayat ini bersama-sama, “Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah; aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan Allah, supaya dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya.” Terjemahan Inggrisnya seperti ini “It is good for me to draw near to God.” Adalah baik bagiku untuk datang dekat pada Allah. Adalah baik bagi setiap orang Kristen berdoa pada Allah. Sesuatu yang baik, kenapa tidak dilakukan? Lalu Asaf melanjutkan aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan Allah, supaya dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya. Ini adalah wujud keterpautan Asaf terhadap Tuhan. Dia menggantungkan hidupnya kepada Allah, dengan demikian, dia tahu apa pesan Allah, tujuan Allah dan pekerjaan Allah dalam hidupnya, sehingga ia pun mampu menceritakan segala pekerjaan Allah. Itulah manfaat dari doa. Doa menolong kita tahu apa yang Allah kerjakan dalam hidup kita, hidup keluarga kita, sesama kita, bahkan dunia ini.
Orang seringkali bertanya, kalau Tuhan sudah menentukan segala sesuatunya, untuk apa kita berdoa? Jawabannya ada di Mazmur Asaf ini. Supaya kita lebih kenal Tuhan dan pekerjaan-Nya. Supaya kita mengenal pribadi Yesus Kristus dan karya-Nya. Itulah manfaat berdoa. Seorang teolog mengatakan “Kenyataannya adalah tidak ada waktu, tempat, situasi dalam hidup kita yang tidak cocok untuk doa.” DOA ADALAH KEBUTUHAN ROHANI SEORANG MANUSIA. Kita butuh berdoa. Kita semua baik orang Kristen maupun non-Kristen, punya sifat agama. Sifat untuk mencari Allah, memohon kepada Yang Mahakuasa, Yang Mahabesar. Jadi sebagai orang Kristen, kita seharusnya mengerti lebih dalam lagi bahwa doa itu sangat penting dan sangat indah dalam kehidupan kita. Maka jangan pernah berhenti belajar berdoa. Jangan kalah dengan orang-orang yang tidak percaya, tetapi mereka begitu giat belajar berdoa.
Yesus mengerti betapa sulitnya kita berdoa. Yesus menegur terlebih dahulu bahwa kalau kamu berdoa, jangan berdoa seperti orang munafik, orang Farisi yang berdoa di pinggir jalan supaya dilihat orang, tapi doa pribadi di hadapan Tuhan dalam kamar. Jangan juga doa yang bertele-tele seolah-olah Allah tidak Mahatahu dan seolah-olah dengan doa yang rumit maka doanya akan dikabulkan. Mengetahui segala godaan berdoa yang salah dan betapa sulitnya berdoa, maka Yesus ajarkan doa Bapa kami, menolong kita mengerti prinsip doa dan apa yang seharusnya kita katakan pada Tuhan.
Hari ini kita akan mempelajari 4 kebenaran dari sebutan “Bapa”, dan juga 3 kebenaran dari kata ganti “Kami”. Pertama, panggilan Bapa berarti sebuah relasi keluarga antara orangtua dengan anak. Father, bahasa Yunaninya Pateras. Ayah. Di dalam peringatan-peringatan hari sedunia, ada peringatan hari ibu dan hari ayah. Di Indonesia sendiri juga ada itu biasanya tanggal 22 Desember, tetapi seringkali akhirnya kita tidak rayakan karena tertutup oleh peringatan Natal Yesus Kristus oleh orang-orang Kristen. Sehingga kalau mau rayakan hari ibu biasanya di minggu kedua bulan Mei. Peringatan hari ibu adalah untuk mengingat peran ibu dalam keluarganya, baik dalam keluarganya, suami, anak-anak, dan lingkungan. Kita mengingat cinta kasih seorang ibu yang sudah merawat dan menjaga kita sejak kecil.
Sedangkan hari ayah bagaimana? Hari ayah itu bulan November. Dan kita memperingatinya untuk menghormati kebapakan/fatherhood dan pengaruh ayah dalam masyarakat. Kebapakan itu seperti apa sih? Pengaruh ayah terhadap keluarganya itu seharusnya bagaimana? Ambil contoh kisah Yusuf, ayahnya Yesus sendiri. Yusuf adalah seorang ayah dan suami yang baik. Dia tahu Maria hamil bukan dari dirinya, dia ingin memutuskan pertunangan diam-diam supaya Maria itu tidak dituduh sebagai perempuan yang berzinah padahal sudah bersuami. Jadi niatnya itu baik, tetapi malaikat Tuhan dalam mimpi menyatakan bahwa jangan ceraikan, sebab yang dikandung oleh Maria itu dari Roh Kudus. Maria akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan kamu harus namai Dia Yesus. Yusuf taat pada Allah. Ini ciri seorang ayah yang baik. Dia mau memelihara Yesus. Yusuf terima anak laki-laki dalam rahim Maria itu, meskipun bukan dari benihnya sendiri. Hati yang lapang dan besar. Dia ambil keputusan untuk melindungi Yesus dan membesarkan Yesus dengan baik.
Seorang ayah yang baik berarti mau memelihara istri dan anaknya. Dia seorang pemimpin yang baik agar keluarganya mengenal Tuhan. Dia seorang guru dan teladan yang baik. Dia melindungi dan memelihara keluarganya, dan dia menyediakan segala sesuatu bagi keluarganya. Di antara kita, pasti punya penilaian dan kenangan sendiri tentang ayah kita. Mungkin ada kenangan baik atau bahkan kenangan yang buruk tentang ayah. Kalau penilaian dan kenangannya baik, sesuai dengan apa yang dikatakan Alkitab, kita puji Tuhan. Namun bila kenangannya buruk, bahkan penilaiannya tidak sesuai dengan Alkitab, harus belajar terima karena apa? Di dunia tidak ada ayah yang sempurna, karena semua manusia sudah jatuh dalam dosa.
Namun di surga, ingat dan ketahuilah hal ini bahwa kita punya ayah yang sempurna, yaitu Allah Bapa sendiri. Jadi jangan alasan hidup kita terpuruk, berdosa, karena kita tidak punya role model yang baik dari orangtua. Jangan salahkan orang tua, meskipun kita tahu bahwa pengaruh banyak atau sedikit itu ada dari orangtua, tapi kita harus sadar kita punya role model dari surga, yaitu Bapa surgawi. Ketika ada masalah, pergumulan, jangan salahkan orang lain dulu, tetapi salahin diri dulu, introspeksi diri dulu. Jangan salahin orang lain dulu. Kita punya Bapa surgawi kok.
Kata-kata pembuka “Bapa kami”, nah ini diajarkan oleh Yesus bila mau berdoa. Dengan berdoa mengucap “Bapa”, kita sedang mentaati Yesus Kristus yang mengajarkan cara berdoa yang baik dan benar. Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian perlu perhatikan ya, kita waktu berdoa itu sering ngomong apa sih? “Tuhan Yesus”? “Roh Kudus”? Ya mungkin lebih jarang lagi ya, “Roh Kudus”. Tiba-tiba “Roh Kudus”, gitu ya, “kami bersyukur atas pertolongan Engkau”. Itu sangat jarang kan ya. Kalau orang Kristen yang masih remaja, pemuda, seringkali saya dengar waktu berdoa itu “Tuhan Yesus”. Tapi ya itu masih OK, tapi sebenarnya kurang tepat seperti yang diajarkan oleh Yesus. Kalau Bapak, Ibu betul-betul mau menghormati Yesus, nurut Yesus Kristus. Yaitu berdoa dengan apa? “Bapa kami”. Kalau bahasa Inggris, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, doa Bapa kami ini disebut dengan The Lord’s prayer. Maksudnya The Lord nya siapa? Yesus. Yesus berdoa, Yesus mengajarkan berdoa itu seperti ini. Berarti kalau kita langsung, “Saya pengennya doanya ke Tuhan Yesus”, kita sedang melanggar perintah Yesus. Kita nggak nurut ajaran Tuhan Yesus. Kita doanya ke Yesus, doanya ke Roh Kudus. Seringkali kita doa itu semau kita. Allah aja lah, Yesus aja lah, Roh Kudus aja lah, Bapa nya mana? Kalau kita betul-betul percaya doa Bapa kami adalah The Lord’s prayer, doanya Tuhan Yesus, kenapa kita tidak mengikuti teladan Yesus Kristus?
Yesus ingin agar pengikut-Nya mendoakan doa ini juga. Nah ini menjadi jawaban para murid yang bergumul “bagaimana saya berdoa kepada Tuhan?”. Karena kita tahu bahwa konsep mereka tentang Allah itu betul-betul kudus, nggak boleh ngomong salah tentang Allah. Tapi Yesus mengajarkan satu kalimat yang begitu indah, “panggil Allah itu Bapa”. Ini adalah cara Yesus memenuhi permohonan pergumulan para pengikut-Nya supaya bisa berdoa dengan lebih baik. Yaitu apa? Mengakui relasi antara Allah dengan manusia di dalam hubungan keluarga. Panggil Allah itu Bapa, itulah orang Kristen yang sejati. Orang non-Kristen, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, nggak bisa memanggil Allah itu sebagai Bapa. Coba lihat seluruh agama di dunia ini, apa pernah mereka sebut allah mereka itu Bapa? Nggak ada! Lalu kenapa kita ikut-ikutan mereka? Kalau betul-betul sudah diajarkan panggil Allah itu Bapa, kenapa kita sebut Bapa itu Allah saja, seperti orang yang tidak mengenal Allah.
Agama-agama dunia selalu sebut yang mahakuasa atau allah itu yang mahakuasa, pencipta. Lalu ada teman saya yang Katolik itu ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, mau menyebut Allah aja nggak berani dia. Dia hanya bilang, “ya, yang di atas”. Yang di atas aja terserah lah, pengaturan Dia bagaimana. Sebut Allah pun nggak berani. Kalau orang-orang yang tidak kenal Tuhan, mereka sebut dewa, dewi, tuhan, allah, kayak gitu ya. Itu sebutan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan yang sejati. Tapi bagi orang Kristen kita itu bisa menyebut Tuhan itu Bapa kita. Wah luar biasa. Justru kita harus rendah hati, harus bersyukur, waktu kita bisa sebut Tuhan itu Bapa surgawi. Wah itu adalah suatu makna yang begitu dalam. Jangan sebatas panggil Tuhan itu Tuhan saja, tetapi dengan keberanian dan kerendahan hati panggil Tuhan itu Bapa.
Jadi di sini kita bisa tahu bahwa waktu kita berdoa tujuan utamanya adalah bukan kepada Yesus, bukan kepada Roh Kudus tapi tujuan utamanya adalah Pribadi Pertama dari Allah Tritunggal. Itu yang ingin kita tuju. Itu yang kita ingin datang kepada-Nya. Dan Yesus menjadi pengantara, Roh Kudus yang menolong kita supaya bisa berdoa kepada Bapa itu, Pribadi Pertama. Ini adalah tujuan waktu kita berdoa, ternyata kepada Allah itu, Pribadi Pertama. Jangan berhenti di Tuhan Yesus, jangan berhenti di Roh Kudus, tapi mencakup keseluruhan Allah Tritunggal yang kita kenal melalui Alkitab. Kita diangkat oleh Allah sebagai anak-Nya. Ini adalah satu kebenaran yang menghibur dan menenangkan kita.
Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu kita mulai berdoa “Bapa kami yang di surga”, wah itu adalah sebuah ketenangan, sebuah relasi yang hangat, sebuah persekutuan yang begitu harmonis yang kita bisa berhubungan dengan Allah yang begitu rendah hati, Allah yang begitu baik. Ini yang membuat kita bisa menyebut Allah sebagai Bapa, yaitu apa? Karya keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus di atas kayu salib. Kenapa kita bisa sebut Allah itu Bapa? Ingat Yesus. Kenapa kita bisa mengingat Yesus? Karena Roh Kudus. Justru karena kita berdoa kepada Bapa, kita menghormati Yesus dan Roh Kudus. Tapi waktu kita berdoa hanya kepada Roh Kudus, kita tidak menghormati Yesus dan Bapa. Waktu kita berdoa kepada Yesus, kita tidak menghormati Yesus sendiri, yang memerintahkan mengajarkan doa Bapa kami. Meskipun kita tahu lah, Allah Tritunggal ini betul-betul melampaui logika kita, bahwa Allah Tritunggal 3 Pribadi tapi satu kesatuan. Ya memang betul. Waktu kita berdoa kepada Yesus pasti ada hubungannya dengan Bapa dan Roh Kudus. Tapi yang Yesus ajarkan adalah coba ya, berdoa dengan benar, doa Bapa kami ini.
Octavius Winslow mengatakan bahwa ungkapan panggilan kepada Allah sebagai Bapa adalah bentuk iman yang tertinggi. Kita betul-betul bisa panggil Allah itu Bapa kita. Bukankah kita percaya Allah sudah menebus dosa kita? Bukankah kita percaya kita betul-betul diadopsi oleh Allah, diangkat anak oleh Allah sendiri? Maka kita bisa sebut Bapa. Kalau kita tidak percaya kita sudah diadopsi, kita tidak percaya penebusan Kristus, kita nggak akan berani sebut Allah itu sebagai Bapa. Bukan saja itu, Bapak, Ibu sekalian, waktu saya juga merenungkan sebutan “Bapa” ini, itu juga adalah ungkapan cinta yang terdalam kepada Allah yang di surga dari kita. Kita betul-betul mengasihi Allah seperti Bapa yang baik itu. Dan kita sadar bahwa kita adalah anak, di mana anak harus menghormati orang tuanya. Kita rendah hati, kita ini anak, kita ini dipelihara oleh Bapa kita di surga. Kita ini anak, kita ini wajib untuk mentaati perintah-perintah Bapa di surga. Ini adalah pengakuan Allah adalah Allah di dalam kehidupan kita.
Terus yang pertama Bapak, Ibu, Saudara sekalian, panggilan “Bapa” berarti menunjukkan relasi keluarga antara orang tua dan anak. Yang kedua, panggilan “Bapa” berarti Allah yang mau dekat dengan kita. Seperti konteks orang-orang Yahudi di dalam Perjanjian Lama, orang Yahudi itu mau menyebut Allah saja sangat sungkan, sangat takut. Maka kata YHWH itu betul-betul mereka tidak mau sebut sebenarnya. Maka ada pengganti kata YHWY atau Allah itu sendiri dengan cara mengatakan Allah yang lain, dalam arti nama yang lain. Yaitu apa? Elohim, Allah biasa, bukan YHWH itu tapi sebut Tuhan. Bukan saja itu, mereka pun sungkan menyebut nama Allah YHWH itu yang betul-betul Allah sejati yang mengacu kepada Bapa. YHWH itu sebenarnya mengacu kepada Bapa, dan kemudian mereka menyebut, waktu ngomong sama Tuhan atau bicara tentang Tuhan dengan sesama, dengan teman, mereka sebut sebagai Tuan atau Adonai. Adonai, Elohim, mereka nggak berani sebut YHWH itu. Karena itu adalah nama yang begitu kudus dan sakral.
Tetapi, di dalam Perjanjian Baru, Allah yang begitu transenden di dalam Perjanjian Lama diperkenalkan demikan – transenden berarti melampaui segala hal, tidak terjangkau oleh kita, begitu sempurna, begitu mulia tak terbatas – sekarang, Yesus Kristus mengatakan, “YHWH itu kamu panggil sebagai pateras, sebagai Bapa. Kamu ini sudah didekatkan relasi kamu oleh Aku!” Yesus Kristus sebagai pengantara satu-satunya kepada Bapa. “Panggil YHWH yang kamu tidak berani mengatakan itu dengan panggilan Bapa, dengan panggilan yang imanen.” Dari transenden menuju imanen. Tetapi Allah tetap transenden, Allah tetap imanen. Kitanya yang berubah, kita yang berubah menjadi dekat dengan Allah. Tetapi Allah tetap transenden, Allah tetap imanen, berarti apa? Allah yang dekat dengan kita, Allah yang mau mengerti kita, Allah yang sungguh-sungguh berbicara kepada kita, Allah yang sungguh-sungguh mendengar setiap keluhan kita. Allah yang dapat dijangkau, Allah yang dapat dipegang bahkan, yaitu di dalam Pribadi Yesus Kristus.
Bukan kah ini sebuah keajaiban relasi? Manusia berdosa, sudah berdosa, Allah yang kudus, tetap kudus, terpisah jaraknya karena dosa. Tapi kemudian Allah di dalam Yesus Kristus mengembalikan relasi yang sudah rusak sekalipun itu menjadi dekat kembali. Yang sudah jauh menjadi dekat kembali, itu adalah keajaiban relasi. Karena apa? Karena pengorbanan Yesus yang begitu besar. Pertolongan Yesus yang membuat kita bisa berdamai dengan Bapa di surga. Kita bisa panggil Allah itu Bapa, dan Bapa juga menganggap kita anak-anak-Nya. Kita betul-betul anak-anak Allah Bapa, ditolong oleh Yesus Kristus. Setiap manusia yang berdosa dulunya bukan anak-anak Allah. Kita tidak punya kuasa menjadi anak-anak Allah karena kita di luar Yesus Kristus. Berarti kita adalah anak-anak siapa? Yaitu anak-anak setan, yaitu bapa juga. Setan itu ingin seperti Allah kan? Ingin jadi sama dengan Allah, dia itu juga bertindak sebagai bapa kepada kita. Dia ingin meniru Allah Bapa, setan itu ingin menjadi bapa-nya kita. Tetapi Alkitab sendiri mengatakan bahwa setan ini adalah bapa segala pendusta. Kita pikir kita punya bapa yang baik, sebenarnya itu setan. Kita pikir nasehat-nasehat dari setan itu baik ya, menggemburkan keinginan kita, membuat kita nyaman, tetapi itu sebenarnya itu bukanlah kebenaran. Itu adalah kesesatan, dusta.
Bapa yang mau dekat dengan kita Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bukan saja Dia memberikan diri-Nya untuk didekati tetapi juga Bapa yang senantiasa memberikan segala hal yang dibutuhkan oleh kita. Jadi ketika kita memahami Bapa yang mau dekat dengan kita, Dia datang dengan kehadiran-Nya, dengan kehadiran dari Allah Roh Kudus. Karena Allah Roh Kudus diutus oleh Bapa dan Yesus kan ya. Roh Kudus ada di dalam hati kita, itu berarti Allah begitu dekat, Bapa begitu dekat dengan kita. Dan kemudian, bukan saja Bapa itu ingin dekat dengan kita Pribadi-Nya, tetapi Bapa yang baik itu juga ingin memberikan segala yang Dia miliki demi kebutuhan kita. Apa yang Dia punya, Dia berikan. Dan pemberian yang terbesar yang sudah diberikan kepada kita adalah Yesus Kristus. Makanya di Alkitab mengatakan bahwa kalau Yesus Kristus saja sudah diberikan, apa sih yang tidak Tuhan berikan? Kalau anak-Nya yang tunggal sudah Bapa berikan, masa sih Tuhan tidak mau mencukupkan kebutuhan kita yang betul-betul kebutuhan kita? Kita masih terus mengeluh, tidak puas terhadap hidup, masih memohon berkat-berkat-Nya. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bahkan se-ekstrim-ektrimnya pun, kalau kita tidak berdoa pun untuk kebutuhan sehari-hari, Tuhan cukupkan. Meskipun itu bertentangan dengan doa Bapa kami sendiri ya, “berikanlah makanan kami yang secukupnya”. Tapi kalau mau dipikir, pemberian yang terbesar, yaitu Yesus saja mau diberikan kok, masa yang lainnya nggak mau diberikan? Kitab Roma mengatakan demikan, Tuhan pasti cukupkan. Tapi bukan berarti kita tidak berdoa minta kecukupan ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Makanan, minuman, itu tetap kita berdoa, tetapi bukan doa yang menggebu-gebu, itu menjadi suatu sumber sukacita kita yang terutama. Bukan! Allah itu tahu kebutuhan kita, Allah yang dekat dengan kita itu mau memberikan berkat-berkat-Nya. Asal apa? Asal kita siap! Percuma dikasih uang banyak juga kalau kita tidak siap, kita foya-foya kan, kita jadi berdosa kok. Lebih baik miskin hidup kudus daripada kaya itu tidak hidup kudus. Maka secukupnya saja Tuhan memberikan kepada kita.
Dan ingat juga Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bicara soal relasi orang tua dan anak, sebenarnya itu ada relasi keterkaitan dengan kepemilikan juga. Apa yang dimiliki anak, kurang lebih dimiliki orang tua. Apa yang dimiliki orang tua, kurang lebih itu juga milik anak, atau dipercayakan kepada anak. Misalnya ya, ambil contoh Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu seorang anak SMP, SMA sekolah, ditanya, “Rumah kamu di mana?”. Jawabannya kan bukan seperti ini ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, “Saya belum punya rumah. Saya masih tinggal di rumah orang tua saya. Rumah orang tua saya di sana.” Kan nggak gitu kan ya. Ketika ditanya, seorang anak, “Rumah kamu di mana?”, “Oh rumah saya ini”. Itu rumah orang tua, betul, yang beli kan orang tua. Masa anak membelikan rumah, kayak gitu ya? Jarang, tidak ada yang masih kecil terus membelikan rumah, itu langka sekali. Tetapi intinya apa? Si anak itu memiliki juga apa yang dimiliki oleh orang tua. Memang secara jawaban benar ya, “itu rumah orang tua saya, bukan rumah saya.” Memang betul ya secara detail nya, tetapi kita jawabnya tidak demikian kan ya. “Rumah saya di sini. Saya tinggal nya di situ bersama orang tua.” Jadi apa yang dimiliki oleh orang tua sebenarnya dimiliki oleh anak juga. Nah itu harus bersyukur, meskipun betul-betul secara kepemilikan itu adalah milik orang tua. Tetapi harta milik orang tua, harta anak juga.
Bukan saja itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ketika orang tuanya meninggal dunia, secara hukum, warisan dikasih ke siapa? Bisa ke pasangan, betul. Tapi bisa juga ke anak. Dan sebutan Bapa ini mengingatkan kita kembali bahwa kita ini punya kekayaan Bapa surgawi. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu kita ngomong “Bapa kami”, “Bapa” saja, menunjukkan kita punya surga. Sudah pasti masuk surga. Surga-nya Bapa, Allah itu adalah surga-nya kita juga. Apa yang dimiliki Allah Bapa di surga, yaitu Yesus, diberikan kepada kita. Allah Tritunggal itu diberikan kepada kita. Betul-betul anugerah Tuhan begitu limpah. Kita diingatkan bahwa Allah kita yang di surga adalah Allah yang baik, yang memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan. Itulah kasih sayang dari Bapa di surga, Dia mau memberikan diri-Nya dan Dia pun mau memberikan segala berkat kekayaan surgawi. Bapa di surga punya pengampunan, Dia berikan kepada kita. Bapa di surga punya Yesus Kristus, anak-Nya yang tunggal, Dia berikan kepada kita. Bapa di surga punya jalan keselamatan, Bapa berikan kepada anak-Nya. Bapa di surga punya pemeliharaan, ketenangan, perlindungan, Bapa berikan kepada kita. Begitu banyak anugerah Tuhan yang Tuhan berikan kepada kita.
Dan yang ketiga, panggilan “Bapa” berarti menyatakan bahwa Allah sebagai sumber kehidupan. Dalam relasi keluarga yang pertama, kemudian Allah yang mau dekat dengan kita, Bapa yang mau dekat dengan kita dan juga panggilan “Bapa” itu menunjukkan bahwa Dia adalah sumber segala yang ada, sumber ciptaan, dan sumber kehidupan. Ada definisi lain, Bapak, Ibu sekalian mengenai ayah atau bapa itu ya, yaitu sebagai sumber. Sumber kehidupan. Benih seorang laki-laki menghampiri benih perempuan. Yang aktif siapa? Laki-laki! Perempuan tinggal diam, duduk dengan tenang, menunggu benihnya laki-laki masuk ke dalam dia. Berarti, sumber yang menghidupi siapa? Laki-laki! Maka ada definisi bahwa ayah itu apa? Sumber. Sumber kehidupan karena yang bergerak itu adalah benih laki-laki kok. Benih perempuan diam, menunggu sampai waktunya, sampai dibuahi. Anak bisa hidup karena apa? Benih bapanya aktif menuju benih ibunya. Bukan saja itu bapa sebagai sumber kehidupan, tetapi bapa juga adalah sumber pemeliharaan agar anaknya bisa hidup, yaitu dengan apa? Bagaimana menjalankan pekerjaan mencari nafkah untuk memelihara kehidupan keluarganya.
Bukan saja itu, Bapak, Ibu sekalian ya. Kita melihat bagaimana Allah bertindak sebagai Bapa atas seluruh ciptaan-Nya. Kita tahu bahwa Allah menciptakan seluruh dunia ini dengan firman-Nya, kecuali manusia. Manusia dengan kuasa dan napas-Nya sendiri. Segala sumber kehidupan bagi ciptaan ini adalah Tuhan. Dengan firman-Nya, Dia ciptakan segala sesuatu dan Allah juga menciptakan manusia. Allah yang menciptakan bumi ini. Itu menunjukkan sebagai sumber. Waktu kita sebut Bapa itu sumber segala yang baik. Dan ada sebuah lagu yang menggambarkan tentang Allah Bapa sebagai sumber kehidupan, yaitu apa? Ini lagu yang bagus sekali, “Ini Dunia Bapa”. Salah satu baitnya, di situ dikatakan, “Ini dunia Bapa. Hai, mari dengarlah. Langit, bumi memuji Dia, bintang pun menggema. Ini dunia Bapa, hatiku tenanglah. Pohon, bunga, langit, dan laut nyatakan kuasa-Nya.” Wah, ini adalah lagu yang begitu indah. Bagaimana kita menyadari dunia ini dari Bapa kita. Bapak, Ibu sekalian, kita bersyukur segala ciptaan Allah di dunia ini itu ada jejak Allah di seluruh ciptaan-Nya karena Dia adalah pencipta seluruh alam semesta.
Jadi, kita bisa tahu ya, Tuhan kan ciptakan segala sesuatu dengan apa? Firman-Nya. Waktu Tuhan ciptakan hewan, di situ ada apa? Pesan Allah. Ada hikmat Allah, ada firman-Nya di dalam hewan, entah tumbuhan. Karena apa? Dengan firman-Nya kok, dari yang tidak ada jadi ada. Berarti, di situ ada hikmat Allah. Kita bisa sebut sebagai jejaknya Allah di dalam penciptaan. Sering kali, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ketika saya melihat suatu video tentang hewanlah, itu begitu banyak jenis-jenis hewan dan tumbuhan itu begitu rumit, begitu aneh-aneh, bahkan ada hewan-hewan yang disebut sebagai eksotik atau langka dan begitu aneh. Dan di situ ada jejak tangan Tuhan. Tuhan yang ciptakan dia. Tuhan yang ciptakan hewan maupun tumbuhan. Begitu indah hikmat Allah yang bisa kita lihat dari hewan dan tumbuhan dan itu menunjukkan bahwa Allah itu Bapa. Dia sumber dari segala sesuatu, apalagi kita melihat manusia. Nah, itulah kenapa di hari Sabat, Tuhan inginkan manusia berkumpul secara fisik, bukan online. Karena apa? Supaya kita bisa melihat, oh, ini manusia secara utuh. Gambar dan rupa Allah secara fisik. Riil mata kita melihat. Kita bisa lihat bahwa sidik jari kita berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Begitu indah. Muka kita nggak ada yang sama dengan satu dengan yang lainnya. Aneh ya? Betul-betul nggak ada yang sama, satu-satunya, unik, talentanya juga luar biasa berbeda satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ketika kita ibadah secara fisik itu bukan saja kita taat perintah Tuhan, melainkan juga menikmati keindahan ciptaan Tuhan yang adalah gambar dan rupa Allah. Kita bisa melihat Allah di dalam ciptaan-Nya dan ciptaan yang paling mirip dengan Allah adalah manusia, maka waktu kita sama-sama berkumpul, kita sedang menikmati Allah, melihat Allah di dalam ciptaan-Nya yang sudah begitu indah menciptakan manusia.
Sekarang ambil contoh, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Jonathan Edwards, seorang teolog besar dari Amerika Serikat pernah menulis surat yang menjelaskan dengan cermat kemampuan hebat binatang laba-laba. Siapa yang di sini suka laba-laba, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Mungkin setelah mendengar khotbah ini jadi suka. Si Jonathan Edwards ini begitu terkesan melihat laba-laba, mungkin ya. Entah dia lihat laba-laba di mejanya atau mungkin Bapak, Ibu sekalian pernah mengalami ya laba-laba turun di atas kepala, dengan jaringnya itu, dengan benangnya itu. Kalau saya pernah, lagi nunggu, tiba-tiba ada laba-laba di sini, terus langsung saya buang. Oh, ada laba-laba kecil itu ya, yang kayak semut gitu ya. Terus kemudian, Bapak, Ibu sekalian, si Edwards ini menjelaskan bahwa dari semua serangga, tidak ada yang lebih hebat dari laba-laba, terutama dalam hal kearifan cara kerja mereka yang mengagumkan. Jonathan Edwards kalau betul-betul bukan pendeta, mungkin dialah yang pertama kali membuat film Spiderman ya, tapi dia anak pendeta, ya dia khotbahin, ambil ilustrasi laba-laba itu begitu indah, bekerjanya, dan lain-lain. Kita bisa lihat, kaki laba-laba ada 8. Dia bergerak secara harmonis, bisa ke kanan, ke kiri, ke atas, bawah, mungkin diagonal juga ya. Itu suatu karya Tuhan yang begitu dinamis. Dia dapat mengeluarkan benang seperti sutera untuk melilit mangsanya.
Dan kalau kita lihat, laba-laba juga ada punya corak yang menarik. Tentu coraknya mungkin seperti di film Spiderman ya, corak biru dan merah itu ya, sehingga akhirnya jadi Spiderman. Laba-laba memiliki corak yang indah. Zaman saya masih kecil, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, zaman yang masih polos dan tidak ada ketakutan itu, saya mainin laba-laba, pegang laba-laba. Yang saya ingat adalah coraknya kuning. Nah, itu laba-laba yang jinak, bisa dipegang, dimainin, nggak gigit ya, bisa kita lihat begitu indah laba-laba ya. Dan ada laba-laba yang banyak jenisnya itu ada yang namanya laba-laba lonceng selam. Laba-laba biasanya kan di darat, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tetapi laba-laba ini pengennya di laut. Ini memang mengesalkan ya mereka ya, padahal ikan kan di air. Nah, ini kurang lebih ikan pengen di darat. Nah, ini laba-laba di darat, tapi pengennya di laut. Dengan cara apa? Dia bisa seperti kapal selam. Dia buat tabung oksigen, lalu laba-laba lonceng selam ini membangun sarang dengan jaringnya di bawah air. Jadi, ada udara. Dengan udara itu, dia bisa tenggelam di bawah air. Sarangnya dibangun di antara tanaman air. Dan bentuknya itu seperti lonceng, sehingga dia di situ. Dan dia banyak menghabiskan waktu di sana. Bisa untuk cari makan, bisa untuk kawin. Dan ketika dia membutuhkan udara, dia tinggal naik, terus masuk lagi ke air. Wah, dia membentuk jaringnya itu seperti kanopi untuk memerangkap udara di bawah air, jadi gelembung udara yang bisa memberikan dia napas. Ya, itu keindahan Tuhan waktu kita lihat laba-laba saja. Wah, kalau kita pelajari sungguh-sungguh, kita bisa mengenal hikmat Tuhan yang luar biasa. Laba-laba juga adalah predator yang mencegah jumlah serangga lain tidak terlalu banyak jumlahnya ya, mungkin semut atau lalat. Mereka mengatur untuk serangga yang lain tidak terlalu banyak. Mereka juga punya racun yang mematikan untuk berburu dan bertahan hidup. Racun laba-laba telah terbukti terbuat dari campuran protein beracun yang sangat kompleks dengan efek yang bervariasi. Salah satu contohnya, ada laba-laba jaring corong Sydney. Itu terdiri dari 40 protein yang berbeda. Jadi, racun ini sangat mematikan bagi manusia dan hewan-hewan primata, tetapi uniknya tidak bagi hewan yang lain. Jadi, aneh juga ya? Tuhan bisa menciptakan racun yang efektif bagi manusia maupun hewan primata, tapi tidak efektif bagi hewan yang lain. Ini adalah kerumitan yang dirancang dengan disengaja oleh Allah Bapa sumber laba-laba. Bapa sumber ciptaan. Tuhan betul-betul sebagai Allah yang menciptakan semuanya.
Dan ketika kita melihat laba-laba yang begitu mengerikan ada racunnya, itu pun kita bisa belajar hal rohani. Yaitu apa? Ada ketakutan. Manusia itu bisa takut. Manusia itu bisa menderita kalau kena racun. Kalau kena racun laba-laba, kita bahkan bisa mati. Ini adalah konsep yang akhirnya membawa seseorang akhirnya melihat kepada kematian hidup, penderitaan hidup, dan juga ketakutan dalam diri manusia. Alkitab sendiri, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tidak berbicara banyak tentang laba-laba, hanya menyebutkan secara sekilas dalam kitab Ayub. Mari kita lihat ya. Ayub 8:13-15. Mari kita buka suara, kita baca sama-sama. “Demikianlah pengalaman semua orang yang melupakan Allah; maka lenyaplah harapan orang fasik, yang andalannya seperti benang laba-laba, kepercayaannya seperti sarang laba-laba. Ia bersandar pada rumahnya, tetapi rumahnya itu tidak tetap tegak, ia menjadikannya tempat berpegang, tetapi rumah itu tidak tahan.” Jadi, di dalam kitab Ayub ini menyoroti kelemahan dari laba-laba. Dia buat rumah, tapi dia harus berpindah-pindah kan. Begitu mudah hancur. Benangnya itu begitu halus, tetapi bisa buat tempat tinggal dia, tetapi kalau dihancurkan ya hilang. Nah, begitulah orang-orang yang melupakan Allah. Dia tidak memiliki pegangan yang kokoh dalam hidupnya dan apa yang dibuatnya sering kali runtuh percuma.
Intinya di dalam point ini adalah Bapa sebagai sumber kehidupan. Tuhan bisa mendandani laba-laba begitu rumit. Bukan saja 1 jenis, tapi jenis-jenisnya lain. Ada yang suka di darat, ada yang suka di laut, di air. Tuhan mendandani seluruh ciptaan-Nya dengan hikmat yang luar biasa dan kompleks. Tuhan begitu peduli kepada binatang ciptaan-Nya. Tuhan begitu peduli kepada tumbuhan ciptaan-Nya, apalagi manusia. Yesus sendiri pernah bandingkan dengan dunia hewan ya. Burung pipit saja Tuhan pelihara kok. Dia tidak pernah bekerja untuk mendapatkan makanan, tapi Tuhan sediakan makanan dari tumbuhan di mana dia bisa makan. Rambut di kepala Tuhan tahu, Tuhan hitung. Pekerjaan yang tidak mungkin dihitung oleh manusia mungkin ya, menghitung rambut kepala, tapi Tuhan tahu kok. Tuhan sangat peduli kepada ciptaan-Nya.
Maka dari itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, sebagai pemuda Kristen ya, sebagai para mahasiswa yang belajar di kampus itu, nikmatilah pelajaran-pelajaran yang ada di kampus. Itu menunjukkan ada hikmat Allah kok. Apa yang kita pelajari di kampus yang betul-betul kebenaran umum dari Allah itu adalah anugerah Tuhan di mana kita bisa mengenal hikmat Allah. Tidak ada salahnya mempelajari hewan, tumbuhan. Tidak ada salahnya mempelajari sejarah manusia. Tidak ada salahnya mempelajari ilmu-ilmu matematika pasti atau rumus-rumus kimia itu. Itu menunjukkan adanya kepastian dari Allah. Kita bisa mengenal Allah melalui seluruh ciptaan-Nya, tetapi jangan lupakan anugerah atau wahyu khusus Tuhan yang Tuhan berikan di dalam Alkitab. Alkitab dan Yesus Kristus. Allah menciptakan segala sesuatu dan ketika kita sadar bahwa seluruh segala sesuatu itu dari Tuhan, kita akan memiliki sikap memuji dan mengagungkan Tuhan.
Lalu, point yang keempat tentang Bapa, yang terakhir ya. Panggilan “Bapa” berarti hak istimewa yang sangat berharga. Hak istimewa yang sebagai anak, di mana kalau kita sudah sebut sebagai Bapa itu relasinya itu akan bertahan sampai kekekalan. Ini menunjukkan juga, menjelaskan bahwa keselamatan tidak mungkin hilang. Sekali Bapa, Bapa kita itu. Sekali ayah kita, itu ayah kita. Meskipun omongan kita kadang, “Engkau bukan ayahku!” Meskipun ayah kita mengatakan, “Engkau bukan anakku!” Itu tidak bisa menyangkali kebenaran. Ayah ya ayah. Anak ya anak. Dan demikian juga, waktu kita berelasi dengan Bapa kita. Kita bisa sebut “Bapa” karena kita sudah lahir kembali oleh Roh Kudus. Tidak ada yang bisa membatalkan hal tersebut. Ya Pribadi Kristus yang adalah Allah yang memberi jaminan keselamatan, kita berelasi dengan Bapa itu tidak mungkin hilang. Tiba-tiba tidak menjadi anak Bapa lagi, jadi anak setan lagi. Nggak! Ya. Kita sekali anaknya Bapa, anak-anak Allah itu kita tetap sampai selama-lamanya sampai masuk ke Surga. Alkitab sendiri mengatakan bahwa Roh sendiri memberi kesaksian bersama roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Siapa yang betul-betul menjaga hubungan Bapa dan kita sebagai anak-Nya? Roh Kudus. Roh Kudus yang akan memelihara terus kehidupan kita. Kita tahu bahwa Yesus adalah Anak Tunggal dari Allah Bapa, Yesus sendiri panggil Allah Bapa itu adalah Bapa. Nah ini adalah teladan dari Yesus Kristus. “Aku adalah Anak, Bapa-Ku adalah Allah Bapa itu. Aku di dalam Bapa-Ku, Bapa-Ku di dalam Aku.”
Maka dari itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian, semakin kita mengenal siapakah Yesus nanti kita pun akan semakin mengenal siapakah Bapa. Dan ketika kita mengenal Bapa itu, kita akan mengenal seluruh juga Pribadi dari Allah Tritunggal yang kita akui dan percayai. Mengenal Yesus, mengenal Bapa, mengenal Bapa mengenal Yesus, mengenal Roh Kudus mengenal Yesus, mengenal Yesus mengenal Roh Kudus. Itu sinkron kok. Tidak mungkin ada pemahaman yang terpisah satu dengan yang lainnya saat kita mempelajari Pribadi Allah Tritunggal. Dan di dalam hak istimewa ini kita akan selalu memperoleh kasih Bapa yang begitu besar di dalam kehidupan kita, ya. Itu kasih-Nya itu pasti, terus mengalir, tidak berhenti karena kita anak-Nya kok.
Dan Bapa itu bukan saja Bapa yang mengasihi, tetapi juga Dia Bapa yang adil yang akan menghajar anak-anak-Nya ketika tidak taat kepada-Nya. Ya. Seorang Bapa yang penuh kasih adalah seorang juga yang penuh disiplin. Yang menggunakan tongkat untuk mengingatkan anak-Nya untuk tidak berdosa. Dalam pendidikan Kristen, Bapak, Ibu, Saudara-saudara sekalian, mereka sangat mengagung-agungkan yang namanya pantat. Bukan berarti mereka itu suka terhadap pantat itu bukan. Tetapi kenapa pantat diciptakan seperti pantat itu, yang punya banyak daging dan empuk gitu ya? Supaya ketika orang tua mendidik anaknya, mereka tegur anaknya yang berdosa itu, pukul pantatnya supaya sadar gitu ya. Kadang-kadang kita perlu shock therapy gitu ya. “Oh ya, saya salah.” Sakit, cepet sembuh karena ini banyak dagingnya. Jadi kalau perlu pukul anak, tapi pukul di tempat yang tepat. Yaitu pantat. Maka pendidikan Kristen itu mengajarkan ayo gunakan pantat itu. Selain untuk duduk, untuk mengingatkan dosa anak itu. Tetapi jangan pukul di kepala ya, wah itu kasar sekali, bisa bahaya ya. Pukul di tempat-tempat yang keras. Tulang kering misalnya ya aduh itu menyiksa. Tapi kalau pantat ini ada per nya, ada shock breakernya, supaya anak sakit tetapi cepat sempuh. Supaya apa? Supaya sadar akan dosa-dosanya, supaya dia itu lebih baik.
Nah kita ingat kisah Yesus ketika menghormati Bapa yang di Surga, Dia betul-betul dibentuk, Dia ingin taat kepada Bapa di Surga. Tentu Yesus nggak pernah ditegur dosanya ya, tidak pernah, tapi Yesus diberikan pembentukan yang luar biasa dari Bapa, dengan segala pencobaan di padang gurun, dengan melawan iblis, ya, atau setan, kuasa setan, tetapi sejak kecil Yesus Kristus itu dilatih oleh Bapa di Surga bagaimana Yesus berumur dua belas tahun ke Bait Allah. Kita tahu kisah ini, Dia adalah anak dari Yusuf dan Maria, tetapi ketika waktunya pulang, setelah perayaan Paskah, Yusuf berjalan sendiri, Maria berjalan sendiri. Pikirnya Yusuf, Yesus ada di Maria, pikirnya Maria, Yesus ada di Yusuf. Udah satu hari perjalanan, mereka ketemu, “Mana Yesus?” “Wah nggak ada, hilang, anak ini hilang!” Hilang ya, “oh ini anak durhaka ya hilang, ya kita balik ke Bait Allah ya, atau ke Yerusalem, cari-cari lagi ke Yerusalem atau ke Bait Allah”. Satu hari lagi perjalanan. Yesus dengan santainya ngobrol sama ahli Taurat, orang Farisi dan lain-lain. Maria sebagai ibu-Nya, marah! Mungkin Maria memukul pantat Yesus, tidak tahu ya, tidak dijelaskan ya. Tetapi yang dijelaskan adalah, Maria tanya, “Mengapa Engkau berbuat demikian terhadap kami? Kami ini orang tua Kamu. Mengapa Kamu diam di sini? Terus ketika Kamu kami temui Kamu biasa aja. Nggak minta maaf, nggak apa. Kenapa Kamu berbuat demikian? Bapa-Mu itu Yusuf ya sudah cemas mencari Engkau!” Kemudian apa yang dikatakan Yesus Kristus, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? “Mengapa Engkau mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Terjemahan lainnya adalah, “Bukankah Aku harus mengurus urusan Bapa-Ku? Bukankah Aku harus menghormati Bapa Surgawi-Ku? Selain menghormati engkau?” Di sini Yesus sedang mengatakan diri-Nya bahwa Dia itu adalah Anak Allah. Anak Allah, Anak Tunggal Allah Bapa harus mendahulukan kepentingan Bapa Surgawi dibanding kepentingan bapa jasmani. Dan di sini Maria dan Yusuf mengenal bahwa Yesus ini sudah berbeda. Umur dua belas tahun sudah dewasa, ya Dia menyatakan diri-Nya adalah Anak Allah.
Tetapi Yesus apakah tidak menghormati orang tuanya? Tidak. Di situ ketika sudah datang ya sudah Yesus ikut, sama orang tua-Nya, berjalan bersama mereka untuk pulang. Ke Nazareth. Nah di sini kita lihat bahwa Yesus tidak pernah ditegur dosanya karena Yesus tidak berdosa. Tapi Bapa memperlakukan Yesus itu dengan cara yang begitu baik, bagaimana Yesus dibentuk juga untuk semakin dewasa, mengenal siapakah diri Dia, diri Bapa itu sendiri. Dan ketika sampai akhir, di kematian Yesus Kristus ya, menjelang kematian Yesus, Yesus pun berdoa, “Bapa, bukan kehendak-Ku yang terjadi melainkan kehendak Bapa yang di Surga.” Yesus mendahulukan kepentingan Bapa Surgawi.
Dan Bapak, Ibu, saudara, ini adalah empat makna panggilan Bapa. Pertama hubungan keluarga, yang kedua adalah bagaimana Bapa atau Allah Bapa itu mau dekat dengan kita, yang ketiga bagaimana Bapa itu berarti sumber segala ciptaan-Nya, dan yang keempat, Bapa itu adalah Allah yang memberi kan hak istimewa kepada kita yang sangat berharga.
Terakhir, Bapak Ibu Saudara, makna kata “kami”, nah ini singkat saja, ketika kita berdoa itu, Yesus ajarkan “Bapa kami” ya. Pertama, ini menunjukkan bahwa Yesus mengajarkan secara kepada orang publik ribuan orang di atas bukit itu, sekumpulan orang, bukan secara privat kayak gitu ya. Yesus membahasakan diri dengan kata “kami”, bukan hanya orang itu yang berdoa, tetapi juga langsung Dia bersama dengan sekitar-Nya yang berdoa kepada Bapa di Surga. Jadi menunjukkan kami sekumpulan, sekumpulan manusia berbicara kepada Allah yang adalah Engkau. Ya. Di sana. Kami ciptaan berdoa kepada Bapa yang adalah Pencipta.
Nah hati-hati Bapak, Ibu, saudara sekalian ya, jangan sampai “kami” tertukar dengan “kita” ya. Sering kali kita tertukar “kami” dan “kita” itu ya. Kadang-kadang ada orang Kristen yang sering tertukar antara “kami” dan “kita”. Kami itu kami. Kami dan belakang kami, tapi kalau kita itu adalah kita ngomong kepada orang terus mengajak dia juga bersama dengan kita. Maka kita nggak boleh berdoa Bapa kita, ya kan. Karena ketika kita berdoa Bapa, ya, Bapa Kita, itu juga menunjukkan kita juga membawa Allah kepada posisi yang sama dengan kita. Jadi doa di publik itu pakai “kami”. Ya. Kita berdoa secara publik bersama-sama dengan kami. Doa bersama dengan menggunakan kata “kami.” Nah kalau doa sendiri itu ya Bapak Ibu Saudara sekalian itu terserah ya memanggil diri kita itu seperti apa. Bisa “aku”, bisa “saya”, bisa “hamba-Mu”, ya. Tetapi waktu kita sekumpulan orang tu betul-betul “kami”, kita sekumpulan orang.
Yang kedua, makna kami itu berarti sekumpulan orang Kristen yang berdoa ini memiliki semangat kebersamaan. Ya. Semangat kesatuan, bukan semangat individualistis atau semangat yang semangat yang memecah belah, ya, bukan semangat yang kamu ya kamu, saya saya, tapi kita semua satu kok. Kita sedang berdoa kepada Bapa yang satu itu, dengan hati yang menyatukan diri berdoa di dalam dalam dasar nama Yesus Kristus. Ini yang perlu kita mengerti bahwa kita gereja Tuhan itu punya kesatuan, ketika ada yang sedih, kita pun sendih. Kita tidak cuek. Ketika ada yang sukacita, kita pun sukacita, kita tidak bisa hidup berkomunitas itu terpisah-pisah, kita selalu mengingat unsur simpati atau empati ya. Kita menjejakkan kaki kita di sepatunya orang, kita betul-betul memahami perasaan mereka, betul-betul punya solidaritas satu dengan yang lainnya. Dan sering kali inilah pekerjaan setan ya, bagaimana setan itu tidak suka komunitas Kristen itu bersatu, untuk mengembangkan kerajaan Allah, selalu akhirnya memberikan semangat yang tidak mau bersatu atau perpecahan itu. Mengingatkan kalau kita berdoa Bapa Kami itu kalau kita adalah satu ya Bapak, Ibu saudara sekalian. Kita betul-betul dalam kesatuan iman yang sama, baptisan yang sama, Tuhan yang sama, kita memperjuangkan kerajaan Tuhan.
Dan yang ketiga, terakhir, “kami” berarti apa? “Kami” berarti kita mengingat kepentingan bersama, bukan mengingat kepentingan diri. Kalau berdoa sendiri ya udah lah, kita mengingat kepentingan diri. Tapi kita berdoa itu sering kali bersama lho, jarang sekali kita berdoa sendirian. Dan kita kita berdoa dengan Bapa kami, ya, sebutan kami, ya, sebagai gereja Tuhan kita punya tugas untuk saling menolong, untuk bersama-sama kita mentaati perintah Tuhan. Perintah Tuhan bukan untuk kita jalankan sendiri saja, tetapi lebih berdampak ketika kita menjalankannya bersama-sama. Ya. Berkumpul, “ayo, kita mau mengasihi sesama kita.” Ke panti asuhan seorang diri, dibandingkan ke panti asuhan banyak orang kan efeknya lebih bagus banyak orang. Ada kesatuan. Bukan berarti yang sendirian salah ya, tetap bagus juga, itu memberikan teladan bahwa kita pun memperhatikan orang yang tidak kita kenal, tetapi mereka betul-betul membutuhkan kasih dan pertolongan kita. Tetapi kalau kita bisa menggerakan bersama-sama satu hati, itu adalah hal yang benar-benar Tuhan inginkan kita sama-sama belajar untuk mengasihi Allah, sama-sama belajar untuk mengasihi sesama kita. Ini mendorong kita menjadi seseorang yang memikirkan kepentingan bersama bukan hanya memikirkan kepentingan diri kami. Ya.
“Kami” ini menunjukkan semangat kebersamaan. “Kami” ini menunjukkan semangat bersama-sama, kesatuan, kepentingan bersama. Nah kiranya kita sebagai orang Kristen menyadari bahwa hidup kita itu bukan sendirian, kalau kita pikir hidup kita hanya untuk diri kita itu salah. Kita hidup itu untuk orang lain juga. Jangan pikir kalau kita rugi, kita sakit, kita bahkan mati, tidak ada orang Kristen itu sedih. Bersedih juga. Ya orang yang mendapat celaka, keburukkan, kita itu bersama-sama secara komunitas, merasakan apa yang mereka sedang derita. Kita mati untuk Kristus, kita hidup untuk Kristus. Tetapi kita mati juga, itu berdampak kepada sesama kita, yang mengenal kita, kita hidup juga untuk sesama kita di mana kita hidup bersama-sama. Maka dari itu Bapak, Ibu, sekalian mari kita sama-sama belajar berdoa seperti yang Yesus ajarkan, ketika kita berdoa ingat, mulai dengan Bapa kami, dengan pengertian yang sudah kita terima hari ini. Maka doa itu betul-betul menjadi doa yang bukan doa biasa saja. Bukan sembarangan. Tetapi sebuah pengertian yang begitu indah, begitu mendalam, dan bahkan sampai menguatkan iman kita dengan dua kata ini saja, Bapa kami.
Mari kita sama-sama berdoa. Ya Tuhan, Bapa kami yang di surga, kami mengucap syukur Tuhan, boleh memanggil Engkau sebagai Allah yang begitu Maha Besar, begitu luar biasa, sebagai dengan panggilan Bapa. Kami sadar Tuhan, ini adalah anugerah yang begitu besar, begitu indah yang sudah dilakukan oleh Yesus Kristus dengan pengorbanan-Nya di atas kayu salib, mati menanggung hukuman dosa kami, sehingga kami boleh mengenal Engkau, memanggil Engkau sebagai Bapa kami yang di surga. Terima kasih Tuhan kami boleh menerima kebenaran ini yang begitu indah, kami adalah anak-anak yang sudah jatuh ke dalam dosa, tetapi Engkau angkat kami menjadi anak-anak Allah. Kami bersyukur untuk berkat yang terbesar ini, ajar kami Tuhan untuk senantiasa mencintai waktu-waktu di mana kami boleh dekat dengan Engkau, kami bisa bersandar kepada Engkau, kami mencintai waktu-waktu kami berdoa kepada Tuhan karena kami boleh memanggil Engkau sebagai Bapa kami yang di surga. Terima kasih Tuhan untuk segala berkat anugerah-Mu Tuhan, pimpilah hidup kami Tuhan, supaya kami menjadi anak-anak Tuhan yang betul-betul mengasihi Engkau, dan mengasihi sesama kami manusia. Ajar kami Tuhan untuk sungguh-sungguh hidup mementingkan kepentingan bersama juga, bukan saja kami memikirkan diri kami, tapi juga kami hidup di dalam kebersamaan dengan orang lain yang sama-sama hidup di dalam bumi ini. Kami mau, Tuhan, menjadi berkat untuk sesama kami saling menolong, saling membantu, saling mengasihi, saling membangun iman satu dengan yang lainnya di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami sudah berdoa dan bersyukur. Amin. (HSI)