Flp. 3:15-19
Vik. Leonardo Chandra, M. Th.
Ada orang pernah mengatakan bahwa tua itu pasti tapi dewasa itu pilihan. Jadi tua itu pasti bahwa di dalam perjalanan waktu secara alamiah orang itu akan menua ya, suka ndak suka orang akan menua, tapi dia menjadi dewasa itu adalah pilihan. Maksudnya adalah kedewasaan itu bukan sesuatu yang otomatis, bukan alamiah, tapi sesuatu yang memang diusahakan, sesuatu yang merupakan pilihan dan berkaitan dengan kepustusan-keputusan dalam kehidupan kita. Dan karena itu saya pikir menarik dalam bagaimana kita mengerti kehidupan kita orang Kristen setelah kita diselamatkan apakah kita lantas hidup bertumbuh menjadi orang Kristen yang dewasa? Itu adalah bagian tanggung jawab kita ya. Di dalam iman kita, saya akan bahas dulu di satu aspek, memang satu sisi ketika bicara keselamatan itu adalah monergism, itu sepenuhnya adalah anugerah Allah, Dia menebus kita, Dia menyelamatkan kita melalui pengorbanan AnakNya yang Tunggal Yesus Kristus dengan Yesus mati di atas kayu salib menjadi korban penghapusan dosa bagi setiap kita.Seperti tadi nats yang dibaca oleh liturgis, “Dia menjadi kutuk bagi kita,” yaitu Dia mati menanggung dosa kita dan melalui kematian dan kebangkitan-Nya kita memperoleh keselamatan itu secara sempurna, sudah lengkap.Itu kita mengerti sebagai juga ada istilahnya justification, kita dibenarkan melalui penebusan karya Kristus, melalui ketaatan Kristus kita menjadi status orang benar. Dan ini adalah keselamatan yang sudah sempurna, yang sudah total lengkap dikerjakan di atas kayu salib ya. Itu adalah satu sisi yang memang sepenuhnya adalah anugerah Tuhan.
Tapi kemudian di dalam bicara aspek keselamatan itu bukan cuma bicara status pembenaran ini tapi juga ada bagian pengudusan, dan di dalam pengudusan ini kita berproses di dalamnya. Sebenarnya di dalam bicara sanctification, pengudusan itu sendiri satu sisi kita sudah sebagaimana di dalam surat-surat Paulus itu sendiri meng-address jemaatnya sebagai jemaat yang kudus, “hai jemaat yang kudus, jemaat yang kudus,” berarti statusnya sendiri sudah kudus ya, secara status. Tapi kemudian bagaimana jemaatnya itu menyatakannya ke luar, bagaimana dia bertumbuh di dalam kekudusan yang di dalam praktek riilnya itu bicara di dalam suatu aspek yang dimengerti sebagai progressivesanctification yaitu pengudusan yang berproses. Di sini ya, jadi kita lihat kalau bicara status kita sebagai orang benar itu sudah genap, itu sudah lengkap ketika apa yang dikerjakan Kristus di atas kayu salib on Christ event, pada saat Kristus mati itu Dia mati menebus dosa kita, keselamatan kita sudah genap di sana. Tapi kemudian ketika bicara di dalam proses pengudusan di dalam kehidupan kita itu adalah kita menjalani proses pendewasaan dan memang kita bertumbuh menjadi orang yang orang Kristen yang dewasa itu adalah aspek tanggung jawab kita. Itu ada aspek tanggung jawab kita dan kita tidak boleh mengabaikan hal itu ya. Dan di dalam bicara progress pertumbuhan orang Kristen semakin dewasa ini kita bisa bilang itu sebagai bentuk ya pilihan kita, tanggung jawab kita gitu ya. Jadi kalau mau dibilang di dalam bagian ini gitu ya dalam scope ini kira-kira, jadi di dalam aspek justification itu berdasarkan pilihan Allah tapi kemudian di dalam aspek kita berproses bertumbuh di dalam pengudusan itu adalah pilihan kita. Kalau mungkin mau, di dalam bagian itu ada faktor itu tanggung jawab kita gitu. Kita ndak bisa bilang, “O saya perlu anugerah Tuhan.” Tiba-tiba saya menjadi kudus otomatis seperti itu. Nggak, itu adalah bagian tanggung jawab kita. Tuhan sudah beranugerah pada kita, Tuhan sudah menggerakkan kita, Tuhan sudah memberikan kita sudah hati yang baru, hati yang rindu mau mempelajari firman-Nya, rindu mau bersekutu di dalam ibadah yang ada untuk memiliki suatu itu ya kerinduan untuk mau melayani Dia secara genuine, ya. Tapi kemudian bagaimana kita mau mengambil langkah dan melakukannya itu ada bagian tanggung jawab kita.
Dan itu di situ makanya menjadi suatu pengertian yang di dalam poin saya pertama bagaimana menjadi orang Kristen yang dewasa, menjadi orang Kristen yang dewasa, ya. Itu juga di dalam bagian ini kadang-kadang ada orang salah mengerti itu ya dengan kalimat Yesus yang mengatakan,“kalau kamu mau masuk kerajaan surga hendaklah kamu seperti anak kecil,” gitu ya. Nanti lantas orang berpikir, “O ya kita harus seperti anak kecil.” Jadi jadinya seperti anak kecil benar-benar seperti anak kecil yang dalam pengertian childish. Nggak ya, nggak seperti itu. Yang Kristus maksud hendaklah kamu seperti anak kecil itu child-like bukan childish, ya. Menjadi seperti anak kecil beda dengan kekanak-kanakan. Kekanak-kanakan ya misalnya seperti hari ini gitu ya, “O pindah ruangannya ibadah di sini. O ya udah dah saya nggak datang ibadah.” Itu ya. Itu model-model pikiran kekanak-kanakan. Atau misalnya karena satu lain hal saya nggak datang ibadah. Ada pemikiran-pemikiran orang yang sebenarnya itu mental kekanak-kanakkan. Bukan itu yang dimaksud Tuhan Yesus. Child-like yang dikatakan Tuhan Yesus itu adalah seperti anak itu mengikuti bapanya. Dia trust sepenuhnya pada bapanya dan dia mau mengikut kemana saja bapanya itu membawa dia dan dia percaya total sepenuhnya kepada bapanya. Itu child-like ya bukan childish. Dan karena itu kita tidak perlu heran di dalam bagian ini ada aspek bicara bahwa kita menjadi orang Kristen itu harus bertumbuh secara dewasa itu. Nah di dalam bicara progress pertumbuhan kita sebagai dewasa lalu menjadi orang Kristen yang dewasa ini adalah pertumbuhan yang tidak otomatis dan harus memang kita upayakan, harus kita usahakan terbaik yang kita bisa lakukan.
Dan ada beberapa aspek yang saya gariskan untuk kita bahas di sini ya. Yang pertama ketika bicara kedewasaan itu bisa ukur dari pertama apa yaitu aspek iman. Yaitu menjadi iman yang lebih dewasa dari sebelumnya. Di dalam bicara aspek iman ini bertumbuh menjadi dewasa secara iman itu adalah apa yaitu kita semakin bergantung pada Tuhan dan semakin kita mendalami iman kita itu sendiri. Iman kita itu semakin bertumbuh dewasa dan semakin kita belajar berserah bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Sebagaimana pengertian iman itu sebenarnya kalau mau istilah iman gitu ya kalau di dalam banyak bahasa yang dipakai di dalam injil Yohanes maka itu pakai istilah sebenarnya believe in, trust in, trust in Jesus gitu ya. Jadi bukan cuma believe, bukan cuma percaya gitu ya, bukan cuma seperti ngomong, “O kamu percaya itu Yesus? O ya percaya.” Tapi believein itu mempercayakan diri kita, mempercayakan nasib kita pada Kristus dan melihat bahwa masa depan saya itu di tangan Kristus. Itu benar-benar itu trust itu di situ. Saya pokoknya bergantung pada Kristus ya seperti makannya anak kecil itu yang memegang tangan Tuhan dan melihat Dia itu akan tarik saya ke mana ya saya percaya. Saya percaya bahwa Dia akan membawa saya sesuai dengan kehendak rencanaNya yang baik, saya tetap percaya Dia meskipun kalau seperti dalam Mazmur 23 mengatakan, “Sekalipun aku melewati lembah kekelaman, gadaMu dan tongkatMu itu yang menguatkan aku, yang menjadi kesukaanku.” Kenapa? Itu bukan karena anak-anak kecil suka masuk dalam lembah kekelaman, ya kita tahu ya anak kecil itu kalau gelap bisa ketakutan nangis, bukan itu tapi karena dia tahu siapa yang memegang tangan dia. Nah itu itu bicara di dalam dan di dalam bagian ini kita ndak bisa tidak yaitu ada aspek trust yang bertumbuh itu. Ada aspek iman kepercayaan kita yang semakin bergantung kepada Tuhan justru ketika kita melewati lembah kekelaman itu. Kembali lagi ya bukan untuk kita sengaja-sengaja masuk ke kesulitan, lembah kekelaman sendiri gitu ya, kalau di sini, “Wah terang sekali kita gelapin gitu.” Nggak, kita nggak masuk ke pandangan askestis yang pokoknya untuk menyiksa diri supaya lebih rohani, enggak.Tapi kita tahu di dalam konsekuensi kita mengikut Tuhan, tidak bisa tidak kita akan mengalami kesulitan, kita akan menghadapi tantangan dan di dalam realita kehidupan kita kenyataannya ada lembah kekelaman dalam kehidupan kita, ada masa-masa yang memang itu seperti kita enggak tahu ya, ini saya masuk di lembah kekelaman ini kapan saya keluar.
Itu seolah seperti mungkin kalau kita naik kereta lalu kereta itu berjalan masuk ke dalam terowongan yang gelap, pertama kita masuk itu, kita mungkin oh biasa ya kita orang dewasa masuk ke terowongan itu biasa gelap seperti itu, tapi kalau misalnya sudah sekian menit lamanya masih di dalam terowongan gelap itu, dan katakanlah semua lampunya juga mati, maka akan muncul kekhawatiran, akan ada muncul ketakutan, dan muncul sebenarnya suatu pertanyaan di dalam diri kita, “Sampai berapa lama lagi ya Tuhan? sampai berapa lama saya harus harus di terowongan gelap ini? Sampai berapa lama saya menggumulkan hal ini, saya mendoakan hal ini siang malam dan sepertinya tidak ada jawabannya, dan sepertinya saya tidak tahu Tuhan itu seperti apa, ya, tidak, atau mungkin, atau seperti apa?”Dan ada kalanya Bapak,Ibu,Saudara sekalian, kenyataan dalam kehidupan ini kita memasuki seperti dalam lembah kekelaman itu yang kita enggak tahu ini bisa enggak sih sampai keluar dan apakah hasilnya itu seperti bayangan kita atau tidak, kita tidak pernah tahu. Tapi di dalam bagian itu saya percaya di dalam iman kita yang sesuai dengan Alkitab ya, itu bukan bicara masalah, “Oh akhirnya keluar juga lembah kekelaman, oh akhirnya kelihatan semua terang benderang, akhirnya semua happy ending seperti Allah firmankan, oh baru sukacita,”enggak di situ iman kita, ada tentu bagian situ ya , tapi saya pikir kalau kita terus berpautkehappy ending–nya saja, saya pikir kalau pengertian kita sampai di situ justru itu pengertian anak-anak gitu ya, itu pengertian yang mungkin “tidak terlalu beda” dengan ajaran-ajaran teologi sukses, yaitu pokoknya kamu sakit nanti sembuh gitu ya.Di dalam posisi kita saya percaya bilang bicara pendewasaan itu bukan seperti itu karena kenyataannya tidak semua berakhir happy ending. Kenyataannya saya sendiri dalam kehidupan saya sebagai orang Kristen saya harus bertemu dengan berbagai macam yang terkadang di akhir hidupnya itu tidak tentu kelihatan happy ending lho, kadang ada memang di akhir hidupnya bisa kelihatan sulit sekali.Nanti belum lagi ada yang maksa, “Oh happy ending, pokoknya kalau enggak sembuh di hidupnya, masuk surga kan juga sembuh,” ya enggak harus seperti itu, tapi kita melihat bahwa justru di tengah kesuliatan itu adakah iman kita bertumbuh, adakah trust kita itu semakin bertumbuh, semakin kita berlajar dan menemukan persandaran kita itu di dalam Tuhan?Nah itu memang proses pendewasaan, itu proses pendewasaan.
Sebagaimana ada teolog itu mengatakan,“manusia itu tidak suka kegelapan tapi terkadang dalam kehidupan ini kita membutuhkan gelap, kegelapan untuk boleh melihat terangnya bintang itu.”Maksudnya adalah kadang-kadang memang ya, kembali ya, kita ndak suka masuk ke dalam lembah kekelaman, tapi ada kalanya memang ketika Tuhan ijinkan itu ada didalam kehidupan kita, di bagian situ kita menemukan ada suatu pegangan iman yang jauh lebih mendalam, relasi kita jauh lebih real, kita benar-benar sadar bahwa ya kalau bukan Tuhan yang pegang tangan saya, saya ini pasti sudah lepas loh, saya ini pasti sudah roboh, saya ini pasti pecah, rapuh, dan semuanya.Tapi di tengah semua itu kita lihat bahwa di dalam bagian ini kita belajar bergantung pada Dia, dan kita lihat kita masih bisa somehow itu utuh meski kita itu sangat fragile tapi itu masih bisa berjalan itu karena Tuhan yang topang.Dan di bagian sini memang ada aspek kedewasaan iman, ada aspek kedewasaan iman, asal kita mau belajar lebih melibatkan Tuhan di tengah lembah kekelaman itu ya.Sehingga kembali lagi ya, ada bagian yang memang kita mendoakan,“Tuhan pimpin saya supaya saya keluar dari terowongan yang gelap ini,” betul ada bagian kita mendoakan demikian, tetapi ada kalanya ketika terowongan itu, lembah kekelaman itu panjang sekali, ada bagian ini kita mendoakan supaya,“Tuhan kuatkanlah iman saya di tengah lembah kekelaman ini, saya tidak tahu kapan keluarnya, tapi kuatkanlah saya supaya terus beriman padaMu meski melewati kesulitan ini,” meski melewati masa yang panjang dan bisa membuat kegalauan dalam iman kita, yaitu kita belajar bertumbuh dan menemukan Tuhan itu justru di saat-saat itu.Itu seperti “jauh lebih dekat,” ya Dia sebenarnya memang sangat dekat, Tuhan juga maha hadir, tapi kita sungguh-sunnguh bisa sadar merasakan kehadiran-Nya dalam penyertaan Tuhan itu jauh lebih mendalam daripada sebelumnya justru di tengah masa-masa yang demikian.Itu yang pertama, itu bicara aspek kedewasaan yaitu pertumbuhan iman.
Yang kedua bicara dinamai juga bicara di dalam juga aspek pengertian ya.Di dalam bagian ini, aspek pengertian itu saya lihat ndak lepas gitu ya.Kita bukan cuma bicara kita itu semakin bertumbuh relasinya dengan Tuhan itu semakin bergantung pada Dia, seperti kalau pakai istilah Schleirmarcher itu berarti the ultimate concern gitu ya, yaitu inti iman paling dalam,yaitu kamu itu benar-benar bergantung,total dependence pada Dia, iya ada aspek itu, tapi ingatlah bahwa pendewasaan iman itu bukan cuma aspek secara kebergantungan iman, tapi ada juga pertumbuhan didalam pengertian.Ini ya, dan saya pikir dalam banyak hal kadang-kadang orang itu ekstrim jatuh ke salah satu gitu ya, bertumbuh iman,“Oh pokoknya saya belajar bergantung pada Tuhan,” tapi tanpa pengertian gitu ya; tentu ada ekstrim sebaliknya, yang bertumbuh pengertian, imannya ndak nambah-nambah.Harusnya kita lihat ini saling berelasi, yaitu ada aspek pengertian, ada aspek memang kita bisa mengerti Tuhan kita itu lebih baik, selain kita bergantung dengan Dia lebih baik ya.Sebagaimana seorang anak itu kalau punya relasi yang memang real dengan bapaknya, dia memang semakin bergantung pada bapaknya, kemana saja bapaknya tarik itu dia ikut, itu satu ya; tapi ketika anaknya itu semakin dewasa, dia semakin mengenal bapaknya dengan lebih baik, dengan lebih jelas, itu ada aspek pengertian disitu. Dan di dalam bagian ini, di dalam kehidupan agama, yaitu di dalam kehidupan kita rohani kadang-kadang orang menceraikan dua aspek ini.Kalau orang beriman kayaknya enggak punya pengertian, kayaknya pengertiannya itu,“Pokoknya enggak usah ngomong pengertian apa, pokoknya saya percaya.”Kalau orang cuma mau bilang,“Pokoknya saya percaya, bergantung penuh,” tanpa ada pengertian, itu bisa masuk di dalam ekstrim imannya itu buta, iman yang ‘pokoknya,’ pokoknya Kristen.Atau kadang-kadang orang itu bisa sangat familier dengan kisah-kisah Alkitab, “pokoknya Kitab Suci harga mati.”Andai kata misalnya hari ini saya mengatakan,“Oh ini ya,Alkitab kita itu, itu lho ada satu kitab itu,” misalnya Nahum gitu ya, “itu kitab apa sih? Enggak suka, mulai sekarang kita coret aja.”Saya yakin Bapak-Ibu akan protes, gitu ya.Saya yakin kita semua bilang,“Wah apa ini, ini vikarisnya jadi liberal,” gitu ya, kok bisa mencoret satu bagian Alkitab.Kita mungkin bisa ndak setuju sama sekali seperti itu, tapi coba saya tanya kita mengerti ndakKitab Nahum itu bicara apa?Bisa nangkap maksud saya di sini ya? Kadang orang itu bisa bela mati-matian, pokoknya bela Alkitab itu harga mati, tidak boleh ditawar lagi, orang hina, kita bela mati-matian, tapi ditanya kamu mengerti enggak maksudnya Alkitab itu? “Ya ndak, tapi saya bela mati-matian,” nah itu ya sayang sekali, ada orang pengertiannya kayak gini. Dia bertumbuh imannya tapi tidak bertumbuh pengertiannya sehingga menjadi cenderung iman yang buta, blind faith, iman yang membela sesuatu mati-matian tanpa pengertian.Di dalam bagian ini saya pikir kalau masuk dalam ekstrim ini gitu ya, masuk secara mungkin iman kita “tidak terlalu beda” dengan para teroris itu gitu ya. Mereka itu semua sudah di-brainwashed, pokoknya beriman, beriman, punya spirit tapi tanpa pengertian, pokoknya bondo nekat, pokoknya nekat, berani mati-matian tapi tidak ada bertumbuh pengertiannya. Dan itu sayang sekali. Dan tentu memang ekstrim lain seperti Farisi yang masuk pengertian tanpa punya iman relasi yang jelas bergantung pada Tuhan. Itu masalahnya. Tapi saya bicara makanya di dalam aspek kedua pengertian inisangat penting, yaitu bertumbuh kita semakin bisa mengerti makin lebih jelas, lebih jelas lagi, lebih jelas, dan kita itu disukakan akan hal itu ya.
Di dalam berbicara aspek pengertian dan terutama bicara iman ya karena kadang-kadang terutama untuk orang Asia cenderung pengertian imannya itu karena sangat personal dan sangat private juga sehingga kita itu sepertinya tidak mau mengutarakan dan seolah seolah itu fine ya. Nah di dalam pengertian iman itu sendiri menarik, kalau saya lihat contoh misalnya seperti pendekatan orang Barat, itu memang mereka suka dengan istilah definisi gitu ya. Memang mereka suka dan memang betul Alkitab itu memberikan banyak definisi ya, Allah itu seperti ini, seperti itu, dan makanya mereka menjadi suatu kebiasaan juga bisa berapologetika, berdebat. Kenapa? Karena mereka memperdebatkan definisi, debat mengenai pengertian ini, pengertian ini. Kayaknya kok begitu sekali, tentang iman aja ribut, kayak gitu ya. Tapi memang saya lihat itu karena ada perbedaan kebudayaan. Kebudayaan orang Barat memang suka dengan definisi. Saya lihat ini pendekatan pengertian secara via positiva, yaitu pendekatan secara positif saya harus bisa mengutarakan Tuhan itu seperti apa via positiva ya, secara positif statement kalimat ini ini, definisinya begini, lalu ketika saya bertemu ada statement yang kontranya, saya akan benar-benar lihat,“Oh ini bukan begitu dan begini,” dan yang benar itu seperti apa. Lalu nanti bisa juga silogisme gitu ya, premis A,premis B, dikombinasi yang benar seperti apa. Itu ada pengertian-pengertian seperti itu. Tapi saya lihat dalam kebiasaan orang Asia, orang Timur ya, kadang-kadang kalau aspek pengertian itu suka pendekatannya itu bukan via positiva tapi via negativa,yaitu bukan dengan positif tapi ngomongnya bentuk negatif. Maksudnya itu ngomong, Tuhan itu apa? Tuhan itu begini, Tuhan itu banyak,ya kalau misalnya kita ditanya orang,“Oh Allah orang Kristen itu polytheist ya, banyak Allahnya?” Bukan. “Oh Berarti kamu percayanya cuma satu, Satu saja Tuhan?” Oh juga bukan. “Lalu kalau gitu Tuhannya itu yang bagaimana?” Oh itu, itu pokoknya bukan ini, bukan itu. Bukan ini, bukan itu tapi ya adalah itu satu gitu ya. Jadi cuma menegasi, negasi, kita tidak bisa menjelaskan ya seperti apa. Dan kadang-kadang saya lihat, ketemu itu, seolah kalau orang masuk kesitu itu sepertinya dalam sekali. Itu sebenarnya suatu prinsip kalau orang zaman sekarang, bukan cuma zaman sekarang ya,zaman dulu juga orang biasa pake istilahneti-neti(?). Bukan ini, bukan itu,neither nor gitu ya. Jadi bukan ini, bukan itu. Tuhan saya itu bukan begini, bukan begitu, bukan ini, bukan itu. Lalu gimana? Ya itu. Apa? Pokoknyaya itu, bukan ini, bukan itu, gitu ya. Jadi sesuatu sepertinya kita tidak berani mendefinisikan secara real itu pengertian kita seperti apa. Ya memang saya percaya dalam bagian ini pendekatan via negativa itu juga diperlukan dan memang pengertian kita seperti dalam Kristologi juga ada muncul via negativa. Menarik itu kalau belajar dalam sejarah Kekristenan itu ada juga bicara itu ya, yaitu tentang Kristus yaitu dua natur yang berbeda ini, Dia 100% Allah,100% manusia, tidak bercampur, tidak terpisahkan, dan seterusnya, itu juga kan via negativa. Tapi dia bisa menjelaskan definisinya,Dia seluruhnya Allah dan seutuhnya manusia juga. Dan saya lihat ini harusnya dalam pengertian itu harusnya kita masuk lebih mendalam disitu. Jadi kita bisa berani mengerti, bertumbuh didalam pengertian yang benar.
Dan di dalam bagian ini memang ada aspek tanggung jawab kita, kita mau bertumbuh semakin mengenal Tuhan lebih benar, lebih tepat lagi. Saya percaya dalam kehidupan kita ada banyak pergumulan-pergumulan, maupun termasuk pengertian ini, dan pertanyaannya kita mau belajar bertumbuh di bagian ini atau tidak. Kadang-kadang saya ketemu juga orang Kristen yang sudah ada bagiannya bingung terus masalahnya dia juga tidak mau belajar. Dan itu juga masalah gitu ya. Sudah tahu ada bagian-bagian dia kurang clear, tapi sudah ada misalnya kayak kelas ini ya STRIY atau seminar,dan seterusnya,“Ah enggak mau belajar,” gitu ya. Kayaknya dia bisa self-discovery gitu ya,temukan sendiri. Oh enggak lah, melalui pembelajaran yang ada itu sebenarnya sudah ada banyak wadah-wadah yang sudah kita sediakan untuk membuat kita semakin bertumbuh di dalam pengertian. Dan sebenarnya di dalam suatu bentuk ketaatan yang sederhana dengan kita misalnya menghadiri kegiatan-kegiatan yang ada itu juga menumbuhkan pengertian kitauntuk kita bisa semakin dewasa. Nah itu ya iman dan pengertian.
Lalu kemudian ada aspek lagi yang lain itu bicara kekudusan. Yaitu kekudusan ini bicara setelah kita punya iman yang semakin kita bergantung kepada Tuhan, semakin kita percaya kepada-Nya, dan kita punya pengertian yang benar akan Dia, itu makin lama kita itu bertumbuh semakin kudus. Kudus, ya ini pertama tentu ada aspek didalam kesucian, didalam moral kita bertumbuh semakin mau taat kepada firman Tuhan, semakin kita mau mempelajari firman-Nya kita bertumbuh semakin mencintai firman-Nya dan mau hidup di-khusus-kan bagi Dia karena pengertian kudus itu disitu ya. Pengertian kudus itu berarti dipisahkan dan dikhususkan bagi Tuhan, dipisahkan dari dunia dan dikhususkan bagi Tuhan. Dan di dalam aspek kekudusan ini, kembali lagi memang di dalam aspek pertama itu bicara kekudusan didalam aspek moral, kita semakin mentaati perintah Tuhan, kita semakin bertumbuh bisa semakin kudus gitu ya. Kalau mau secara sederhana mungkin ya, saya enggak tahu Bapak-Ibu ketika hari ini beribadah disini, mungkin ada kita bergumul,struggle, bahkan saya mau bangun pagi saya mau ibadah atau enggak, kita masih ada struggle di bagian sini. Tapi orang bertumbuh dengan kekudusan salah satunya adalah semakin lama itu semakin natural dan dia merasa malah kalau dia bangun pagi hari Minggu dan tidak ke gereja, ada yang hilang. Kenapa? Karena dia rasa itu memang saya seharusnya beribadah gitu ya. Dan itu sebenarnya tanda pertumbuhan, tanda orang itu semakin kudus, dia semakin tahu saya hidupnya ini didedikasikan bagi Tuhan, dan itulah arti kekudusan itu sendiri. Semakin kita sadar kalau hidup kita ini dikhususkan bagi Tuhan untuk kemuliaan Dia. Dan baik bicara di dalam ibadah kita, aspek ibadah seperti hari Minggu ini maupun juga di dalam pekerjaan, kita semakin kita sadar bahwa saya bekerja ini bukan cuma sekedar mencari uang, bukan cuma untuk sekedar mengejar profesi dan semuanya, karir, tapi saya boleh makin memuliakan Tuhan di dalam profesi pekerjaan ini. Ya itu ya kita belajar semakin mengkuduskan Tuhan di dalam berbagai aspek kehidupan kita. Dan kita semakin bisa melihat bagaimana kebenaran-kebenaran firman Tuhan itu kita implementasikan dalam pekerjaan kita, dalam kehidupan kita, dalam keluarga kita, dalam relasi kita, dalam berbagai aspek-aspek lainnya. Kalau enggak maka itu artinya kekudusannya itu cenderung bersifat plurarisme, yaitu jadinya, ya, kira-kira, saya kalau di gereja kudus, tapi di luar itu, apa itu ya, kudis ya, kudis atau apa gitu ya, enggak, kita lihat kudus itu keseluruhan hidup kita dan bagaimana firman Tuhan itu di implementasikan bukan saja dalam ibadah kita, hari Minggu, tapi dalam ibadah harian kita, kalau mau dibilang ya. Seperti Paulus dalam Roma 12 itu katakan,“Karena itu, persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah,”lalu terakhir dikatakan apa? “Itu adalah ibadahmu yang sejati.” Nah, itu menarik ya, jadi keseluruhan hidup ini, itu adalah ibadah kita, yang kita persembahkan menjadi suatu yang memuliakan nama Tuhan, dan itu adalah bagian kita menguduskan Tuhan juga dalam aspek-aspek itu, bagaimana di dalam aspek keuangan kita, bagaimanakah di dalam aspek misalnya di dalam kehidupan seksual kita, bagaimanakah di dalam aspek kita kehidupan bermasyarakat, adakah juga kita bisa di situ menjadi wakil Tuhan, menjadi orang Kristen yang memang kudus, yang memang menyatakan nilai-nilai iman kita itu dalam lingkungan sekitar kita. Itu adalah bagian kita bertumbuh dalam kekudusan.
Lalu kemudianyang keempat itu bicara bijaksana. Bijaksana itu adalah mengerti bahwa di dalam kebenaran-kebenaran iman itu, bagaimana kita praktekkan, implementasikan dalam kehidupan itu, memang ada suatu proses yang tidak mudah. Menarik di dalam bagian ini ya, ketika bicara bjiaksana, kita menemukan dalam kehidupan ini ada banyak orang pandai itu tidak tentu bijaksana. Heran ya. Ada orang itu bisa ini lho, saya juga heran gitu ya, ada riset itu mengatakan ada orang itu, professor-professor, atau pun orang S3, bahkan S3 di pendidikan ataupun etika, kehidupan moralnya itu berantakan sekali, ya. Saya percaya di dalam bagian ini kita bukan,“Oh, itulah kepinteran, kalau gitu kita bodoh-bodoh aja ya, kalau bodoh lebih suci ya,”enggak, enggak begitu pengertiannya ya. Tapi ada kita mengerti bahwa ternyata pengertian yang kita punya, data-data yang kita punya itu, kalau kita tidak ada suatu skill, atau socialskill mungkin ya, atau punya kelincahan dalam kehidupan kita itu mengerti bagaimana diimplementasikan, kita punya enggak bijaksana dalam hidup ini? Kita mungkin bisa mahir di dalam menulis paper-paper yang ada, di dalam perdebatan yang ada, tapi herannya ada orang-orang demikian itu tidak mahir di dalam mengimplementasikan kehidupan itu. Bagaimana pengertian-pengertian benar, bagaimana iman kita yang terus bertumbuh, berserah kepada Tuhan dan kita semakin hidup dikhususkan bagi Tuhan, tapi kita juga hidup semakin berbijaksana di dalam menyikapi ada banyak pergumulan dalam kehidupan, dalam menyikapi ada banyak mungkin kesulitan atau case-case yang kita hadapi, itu juga bicara kita bertumbuh semakin bijak. Dan di dalam bagian ini saya percaya harusnya orang Reformed itu ketika bertumbuh sudah dalam pengertian benar, imannya benar, dia semakin hidup kudus, itu bukan semakin Farisi, tapi dia semakin hidup berbijaksana di dalam kehidupan ini. Dia semakin mengerti bagaimana dalam semua doktrin-doktrin yang ada itu membentuk kacamatanya, cara berpikirnya, cara pandangnya, atau paradigmanya melihat dunia ini, dan dia bisa hidupnya itu semakin bijaksana. Dalam bagian ini makanya kita mengerti,apalagi kalau kita membaca Kitab Amsal ya, itu ada mengatakan itu, misal Amsal itu ada bunyinya seperti ini,“Jangan menjawab orang bodoh dengan kebodohannya,” tapi ada nanti ada “Jawablah orang bodoh dengan kebodohannya” gitu ya, itu kok, kok kayaknya bertentangan gitu ya, lho ini kontrakdiksi, inkonsisten atau apa gitu ya? Kita percaya enggak begitu, orang kalau bacanya letterlijk, hitam-putih, kayak gitu itu, itu kayaknya juga aneh gitu ya, itu ndak mengerti bahwa dalam kehidupan ini, ada berbagai macam kasus, dan kadang memang kita harus bisa punya kelincahan di dalam kita mengimplementasikan firman Tuhan dalam menghadapi orang yang berbeda, yang situasinya bisa berbeda, gitu ya. Apalagi Amsal itu kan itu kita mengerti itu ditulis oleh Salomo, orang yang dikatakan paling berbijaksana, raja yang paling bijaksana. Jadi, kalau dia, kita bisa lihat misalnya ya, ada contoh ayat gitu ya, ayat itu kok kayaknya bertentangan dua ini, ini berbicara kasus berbeda, lalu bisa enggak, ambil eksekusinya itu juga berbeda.Dan di dalam bagian ini bukan karena kita kompromikan atau apa, tapi kita lihat kasusnya beda, kita punya kelincahan dan kebijaksanaan dalam mempraktekkan dan menerapkan bagian-bagian kebenaran firman ini, ya.Dan orang-orang Kristen itu juga seharusnya semakin mengerti, dia semakin dewasa dia justru semakin bijak. Orang yang semakin dewasa itu bukan semakin meng-eksklusif-kan dirinya, tapi di tengah kehidupan bermasyarakat yang majemuk ini, dia bisa bertemu banyak orang, dia bisa berinteraksi dengan banyak orang, tapi dia tetap menjaga kekudusannya, tapi dia bisa berelasi dengan orang-orang yang non-Kristen itu juga, tanpa mengkompromikan imannya. Dan di bagian ini, kita lihat contoh yang paling real adalah dari kehidupan Kristus sendiri. Kristus itu sungguh betul-betul dekat dengan orang-orang berdosa, tapi Dia bisa tetap hidupNya tetap suci tanpa ditawarkan sama sekali. Ya itu kita lihat ya, bagian situ, kekudusan-Nya tidak di kompromikan, tetapi Dia juga belajar berbijaksana, di mana bertemu berbagai orang berbeda. Dan itu sebenarnya bagian kita belajar semakin bertumbuh meneladani Kristus di dalam aspek itu, di dalam kebijaksanaan-Nya.
Lalu poin kedua yang saya mau katakan dalam bagian ini, kita bertumbuh semakin dewasa, dan di ayat bagian 15b-nya, itu di situ dibilang, “Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu.” Yaitu yang dimaksud bagian sini saya mengerti adalah Tuhan akan menyingkapkan itu dalam kita, God will reveal it to you. Poin kedua yaitu memang ada progress dalam kehidupan ini, kita bertumbuh dari terang kepada yang lebih terang, light to lighter, gitu ya. Kita itu, ada progress–nya, pertumbuhan, karena memang ndak lepas di dalam kalau bicara kembali dalam aspek Alkitab saja, memang ada yang sebagaimana para teolog katakan itu sebagai progressive revelation, pewahyuan yang bertahap, ya. Pewahyuan yang bertahap, yaitu memang ada pewahyuan yang mulanya dinyatakan seperti apa, lalu ada progress–nya di dalam kemudian hari, ya. Itu juga kita bisa dilihat dalam Alkitab kita itu clear sekali ya, ambil contoh kaya kadang-kadang orang bilang,“Coba lihat di Alkitab Perjanjian Lama, itu ndak ada itu cerita Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus, itu karangan orang Kristen Perjanjian Baru.” Terus kita dengar begitu terus gelisah gitu ya atau apa ya, tapi istilahnya kalau kita telusuri itu sebenarnya sudah ada ya, tersebar dalam Perjanjian Lama itu menyatakan Sang Firman, lalu juga Allah itu ada, gitu ya, dan yang berbeda dengan Allah yang sebagai Allah Bapa. Tetapi di bagian sini kenapa ya kalau muncul dalam Perjanjian Baru kita mengerti itu sebagai pewahyuan yang bertahap, dan memang ber-progress seperti demikian.Di dalam bagian ini kalau konteks dekatnya kita baca dari Kitab Filipi, jadi ketika Paulus katakan,“Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu,”saya percaya dalam bagian ini maksud konteks dekatnya bagi jemaat kita adalah ketika ada bagian yang belum clear sekarang, ingatlah dan percayalah bahwa Tuhan akan nyatakan kemudian, akan ada wahyu lagi yang kemudian, bisa ngerti bagian sini ya. Karena waktu Paulus sudah tulis surat Filipi, ya masih ada Surat-surat kemudian, dan masih ada juga seperti Injil Yohanes, yang biasa dimengerti, dicatat belakangan, ataupun seperti Kitab Wahyu. Jadi ada memang bagian grand progress, dan memang pembelajaran seperti itu. Kitapun ketika belajar dari Perjanjian Lama, kita akan temukan ada bagian-bagian kok enggak langsung clear bicara Tuhan Yesus gitu ya, tapi diberikan bayang-bayangnya, kayak kalau mau dibilang itu apa ya,teaser gitu ya, atau mungkin trailer gitu ya, akan ada Mesias yang akan datang, seperti itu. Tapi memang baru clear itu di Perjanjian Baru, ketika genapnya Kitab Suci, dan memang kenyataannya itu lebih lengkap.
Nah di dalam bagian ini, ketika kita ngertiprogressive revelation, yaitu di dalam natur Alkitab sendiri itu ada bagian progress–nya, proses bertahap dalam pewahyuan, karena bukan sekaligus, bahkan rentangnya panjang sekali, seribuan tahun lebih ya. Bagian ini juga menjadi cerminan kita dalam kehidupan kita, yang misalnya ngerti dengan istilah progressive illumination in our life, yaitu adanya iluminasi yang berprogress dalam kehidupan kita, yaitu Tuhan memang mencerahkan pemikiran kita itu juga setahap demi setahap. Saya pikir ya, dalam banyak hal dalam kehidupan ini ya, sama seperti dulu ketika saya masih pemuda, ya sekarang juga masih muda sih, ya, anyway gitu ya, waktu saya dulu masih pemuda itu ya bergumul, “Oh Tuhan, tolong pakai saya jadi apa?” Lalu mungkin jadi hamba Tuhan. Lalu pikir, Tuhan maunya apa sih, jadi hamba Tuhan itu seperti apa? Lantas andaikata, misalnya Tuhan kasih tahu, “Oh ya supaya kamu melayani di Solo dan Jogja.” Wah, saya kaget kali ya, Solo dan Jogja itu di mana, enggak pernah datang ke sini sebelumnya. Tapi itu adalah bagian iluminasi, Tuhan celikkan pikiran kita itu di kemudian hari, memang Dia nyatakan kemudian hari. Dan saya percaya dalam banyak hal, kalau ada suara yang menyatakan, mungkin saya juga ngejeplak gitu ya, dan terus bingung, ini ngomong apa, tiba-tiba out semuanya gitu. Enggak, Tuhan itu mengajar, mendidik kita itu sebenarnya memang kita mengerti di dalam pendidikan yang baik itu, bukan sekaligus ditumpahkan semuanya, tetapi diajar bertahap, diajar bertahap. Dan memang kenyataaannya ya, kita bisa serap begitu juga lebih baik. Sebagaimana anak kecil dari dia kecil ya, even kalau Albert Einsteinpun, itu belajar dari paling basic, 1+1=2,ya itu basic sekali ya, tapi memang itu basic–nya diajar dulu, bukan langsung dari kecil itu diajar misalnya differential gitu ya, langsung pingsan dia, langsung benci matematika mungkin, dan seterusnya. Tapi kalau kita lihat di dalam pengajaran dalam pendidikan memang ada progresnya, ada makanya, istilahnya itu kalau dalam pendidikan, istilahnya kurikulum, ada pembelajaran, apa yang ditata dikasih di awal, lalu kemudian disusun di kemudian, lalu ada yang disistematiskan, lalu ada advance-nya, pengembangannya. Demikian juga di dalam pengertian iman kita dan bahkan di dalam Tuhan mendidik kita, itu juga demikian.
Saya contoh saja, berapa Bapak, Ibu di sini yang sebagai pengurus, siapa ya di antara Bapak, Ibu pengurus waktu kecil itu punya cita-cita, saya kalau dewasa mau jadi pengurus? Ada ya? Wuih enggak ada ya? Sedih sekali sini pengurus enggak ada yang cita-cita jadi pengurus, lantas jadi pengurus kenapa? “Ya terpaksa, Pak”? Ya mungkin enggak gitu ya. Tapi kita itu dalam proses pimpinan Tuhan dalam kehidupan kita, Tuhan akan nyatakan di kemudian hari. Ada memang hal-hal yang hari ini kita alami, yang kita kerjakan bahkan dalam pelayanan kita, kita lihat ini menjadi proses kita bertumbuh di dalam Tuhan karena baru kita tahu sekarang, kenapa? Karena demikianlah Tuhan memproses hidup kita. Dan bahkan di dalam aspek teologi kita juga ada progressive illumination dalam pengertian teologi itu semakin bertumbuh di kemudian hari. Itulah sebabnya saya lihat makanya kalau di dalam aspek ini saja, bicara progresif di dalam iluminasi, iluminasi itu bicara pencerahan pemikiran kita semakin dibukakan kebenaran firman. Itu sama misalnya saya lihat di bagian ini pentingnya ada pengajaran-pengajaran dari Sekolah Minggu. Anak-anak Sekolah Minggu itu saya ingat sekali di dalam banyak kelas persiapan itu kadang ada guru Sekolah Minggu ngomong, “Ah Pak, ini diajar anak ini juga enggak mengerti,” tapi ada guru yang lain itu bilang, “Ya memang apalagi kalau kelas yang kecil itu memang kita menabur.” Ngomong bahwa Allah itu Tritunggal, Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus, tapi Mereka ini Satu, pengertiannya apa ya enggak dijelaskan, tetapi ditanamkan ke anak, memang itu tabur. Nanti ketika mereka telah lebih dewasa, mungkin masuk kelas besar, muncul pertanyaan itu, coba dijelaskan ke anak, tetapi karena dia sudah ditanamkan yang benar di awal. Justru di dalam bagian ini makanya pelayanan-pelayanan yang seperti kepada anak-anak kecil, seperti yang Pak Tong juga katakan every now and then, dia sedih bahwa tidak ada di zaman ini yang meneruskan pelayanan dia yaitu KKR anak, meski kita bilang ada KKR regional, tapi maksudnya Pak Tong itu mengadakan KKR besar untuk anak-anak ini, dan memang itu bukan hal yang mudah. Kalau kita lihat kadang-kadang, “Ini efektif enggak sih?” Ada ribuan anak-anak terus Pak Tong khotbah gitu ya. Dan apalagi kita yang usher tahu kadang ada yang ribut lah, ada yang enggak dengar, ada yang main-main. Tapi itu memang ada bagian pendidikan, ditanamkan sejak mereka kecil dan memang akan berprogres.
Kita ini orang Reformed enggak sih, percaya kedaulatan Allah enggak sih? Percaya enggak Tuhan itu yang beranugerah, yang akan bekerja dalam diri anak itu asal kebenaran yang sejati kita beritakan, anak itu akan terima berproses. Memang dia belum mengerti seperti kita yang dewasa, tapi memang itu adalah proses pertumbuhannya. Dan kenyataannya di dalam banyak pelayanan, khususnya bicara aspek Sekolah Minggu ya, meski kita itu tidak terlalu membedakan anak-anak kita ya dan kita harus fair, perlakukan mereka sama, tapi kenyataannya memang saya temukan bahwa anak-anak yang sudah dari dulu lama di Sekolah Minggu dengan yang baru kenyataannya beda sih. Kembali, bukan gurunya mau membeda-bedakan tetapi anak yang sudah dididik dari lama di Sekolah Minggu dan anak yang baru belajar, kenyataannya beda. Bedanya apa? Yang dari dulu belajar di Sekolah Minggu sudah ditanamkan pondasi yang benar, dan ketika sudah dibangun, dia semakin besar justru semakin nyaman. Bahkan kadang-kadang anak Sekolah Minggu kita itu, saya sudah beberapa kali dengar, ketika di sekolahnya gurunya mengajar ngawur, dia bilang, “Wah Miss, itu salah,” atau “Pak, itu salah.” Dia bilang itu yang benar begini. Dia tahu enggak itu siapa yang ngajar? Mungkin dia sudah lupa, tapi apa yang kita tanamkan sejak mereka kecil, kita enggak tahu di pertemuan kapan, di minggu keberapa, entah saat itu kita lagi semangat atau biasa saja, tapi ketika kita tanamkan yang benar itu masuk ke dalam pikiran mereka, itu modal mereka, dan itu membangun pondasi demi pondasi. Dan sebagaimana juga banyak dari orang meneliti ya, kenyataannya memang hamba-hamba Tuhan yang besar itu adalah justru kebanyakan adalah orang yang modalnya dari kecil itu memang besar di gereja, memang ikut Sekolah Minggu dari kecilnya, sehingga sampai dewasa dia dipupuknya sudah dalam, dia kuat sekali. Ada bisa satu titik itu dia mengalami goncangan karena suatu lain hal, masa remaja mungkin atau masa tertentu, tapi dia ketika balik lagi itu dia pondasinya itu kuat. Kita bisa lihat ini juga dalam kehidupan Pak Tong, dia dari kecil itu ya memang dia ada alami satu goncangan di fase dia remaja tapi kita lihat juga itu tidak lepas ada memang dari ibunya yang dari dulu bawa masukkan ke Sekolah Minggu, tanamkan, ajarkan iman yang benar pada dia dari sejak kecil, dari kecil, itu menjadi modal dia yang luar biasa.
Di dalam bagian ini di kalau mau bicara tentang Sekolah Minggu,saya harap kita semua sama-sama concern tentang hal ini, sama-sama bukan cuma pikir Sekolah Minggu itu tempat penitipan anak, ndak, Sekolah Minggu itu adalah tempat kita penginjilan, tempat kita mewariskan iman yang kita miliki itu diterapkan bagi anak-anak. Saya sendiri, saya sudah dewasa gini ya itu ada banyak pengertian-pengertian iman yang saya dapat dari kecil, dan itu saya ndak lupa gitu ya. Guru saya mungkin saya sudah lupa gitu ya, ada beberapa saya sudah lupa, tapi apa yang mereka tanamkan itu terus saya ingat.Dan sebenarnya sama dalam bagian itu kita kalau mau ya, saya dorong setiap kita kalau punya ada beban di situ kita gumulkan, kita terjun dalam pelayanan Sekolah Minggu.Ayo kita sama gumulkan bagaimana kalau kita teruskan iman yang sudah kita miliki ini kita lanjutkan pada anak, berikan kepada mereka. Dan itu ketika dari kecil sudah dipupuk itu makin kuat, semakin besar, dan biarlah ketika gereja ini semakin dewasa generasi selanjutnya ini juga sudah dipersiapkan untuk meneruskan pekerjaan Tuhan dari tempat ini. Saya percaya dalam bagian ini ketika bicara dalam doktrin, teologi kita itu ada bagian tanggung jawab kita, ketika kita sudah dapat diwariskan ini dari para pahlawan gereja, apa yang sudah kita dapatkan itu adalah bagian yang harus kita teruskan lagi ke generasi selanjutnya. Setelah dari rasul diberitakan pada kemana saja, lalu dari bapak-bapak gereja itu meneruskan lagi ke generasi-generasi selanjutnya, sampai ke kita. Biarlah kita mengerti bahwa injil itu kalau sudah sampai kita itu bukan cuma,“Oh Puji Tuhan saya diselamatkan,” tapi berarti tongkat estafet ini saya harus teruskan ke berikutnya. Saya harus teruskan ke berikutnya, ke orang berikutnya, ke generasi berikutnya, itu tanggung jawab kita, itu panggilan kita. Kalau berhenti sampai pada kita saja, ya kalau mau dibilang, itu berarti kita gagal menjalankan amanat agung itu sendiri. Kembali kita ingat amanat agung itu “pergi jadilakanlah semua bangsa murid-Ku,” itu bukan pilihan, penginjilan itu bukan pilihan tapi itu adalah perintah. Its not a choice, its a command. Itu adalah perintah Tuhan untuk kita wariskan lagi, beritakan kepada semua orang. Bentuknya seperti apa? Banyak sekali. Kita bisa lakukan lewat KKR, lewat terlibat dalam pelayanan seperti dalam Sekolah Minggu. Itu adalah bagian kita, bagaimana kita teruskan itu kepada orang selanjutnya, itu adalah bagian tanggungjawab kita.Dan di dalam bagian ini, ketika Tuhan singkapkan lebih banyak, lebih banyak dalam kehidupan kita untuk teruskan, bagikan kepada orang-orang selanjutnya.
Lalu di dalam bagian ayat 16 yang di dalam terjemahan Indonesia itu saya juga ndakmengerti karena dia bahasakan agak lebih kompleks ya, tapi di dalam ayat 16 itu menyatakan untuk kita terus setia berpegang pada apa yang telah kita terima, yaitu kita terus berpegang pada pengajaran yang benar. “Apa yang kita terima” itu bicara iman yang kita terima tapi kemudian ada perkembangan selanjutnya.Di dalam bagian ini ketika bicara kembali di dalam perkembangan iman kita ada perkembangan kebenaran itu.Biasanya orang tanyadarimana, ada muncul ini satu trend yang baru, ini benar atau salah? Kuncinya adalah perkembangan kebenaran yang kemudian tidak bertentangan dengan kebenaran sebelumnya. Ini ada bicara di dalam pemahaman yang baru ini tidak boleh kontradiksi dengan kebenaran sebelumnya dan ini justru semakin membentuk doktrin kita itu justru semakin integratif dan semakin koheren. Jadi di dalam perkembangan pertumbuhan iman kita dan darimana kita tahu seperti pimpinan Tuhan yang kemudian hari dan dasarnya sederhana: tidak bertentangan dengan sebelumnya. Itu sama sederhananya ya seperti,ya kita terus doakan ya, kelak kita akan membangun gedung gereja kita, dari mana kita tahu kita membangunnya itu benar? Sederhana, yaitu ketika disusun batu batanya, batu bata itu disusun-susun makin tinggi ya kita lihat saja patokannya itu dari batu bata sebelumnya, dari pondasinya itu patokannya. Sederhana ya. Darimana tahu ketika dibangun itu suatu bangunan itu sudah bangunnya benar? Itu sesuai dengan desainnya, yaitu lihat kita susun batu bata yang di atas itu harus sesuai dengan di bawah dan dari yang sebelummnya. Karena itulah memang di dalam pengertian orang Reformed itu selalu dikatakan Reformed people stand on the giants shoulders, yaitu orang Reformed itu berdiri di atas pundak para raksasa-raksasa iman, itu maksudnya kita tidak berdiri sendiri seolah pengertian kita itu dari mana tidak ada dasarnya, tapi kita meneruskan dari benang merah teologi kita dan iman kita yang kita dapatkan dari Alkitab, kita teruskan dari bapak-bapak gereja, dan kita lanjutkan kedalam kehidupan kita sekarang.
Dan di bagian sini ada bagiannya memang kita justru semakin dalam perkembangan-perkembangan kemudian, kembali ya, tiap kita lihat muncul ada suatu trend yang baru,“Oh ini kayaknya menarik,” cek ini masih bisa konsisten enggak, masih bisa koheren tidak dengan pengertian sebelumnya? Kalau bertentangan kita harus tolak.Jangan hanya karena itu trendatau update gitu ya, kita takut kudet lalu kita ikut-ikut semua tapi akhirnya justru keliru.Tapi kalau kita mengerti orang Reformed itu justru pertumbuhannya itu ya seperti itu, kembali lagi kayak bangunan, sudah ada pondasinya, sudah ada strukturnya, sudah ada tiang pancangnya lalu ya kita bangun berdasarkan situ. Bukan bangun,tiba-tiba setengah jalan lalu kita pindahkan ke gedung sebelah ya ndak seperti itu. Kita lihat justru semakin dibangun keatas, kenapa?Di situ kita mengerti kita bangun ada dasarnya yang jelas, bukan karena kita melihat ada suatu pengalaman yang baru, ada satu cerita yang baru lagi, ada fenomena yang baru lantas kita langsung ganti gitu ya,kita harus cek, itu sesuai enggak dengan pengertian dari Alkitab, sesuai enggak dengan apa yang dbiasanya diajarkan oleh bapak-bapak gereja?Dan ketika kita lihat itu bertentangan justru kita itu harus tolak. Ataupun kalau kita lihat kayaknya enggak yakin, ya kita meragukan dahulu.Janganlah Bapak-Ibu sudah langsung terima karena ini adalah sesuatu yang baru, karena ada banyak juga kekeliruan-kekeliruan yang bisa muncul.Bahkan menarik ketika Bapak-Ibu kalau misalnya ikut kelas seperti STRIY gitu ya, nanti itu bicara ada banyak bidat-bidat, ajaran-ajaran sesat.Itu saya juga heran, ketika saya belajar itu,“Oh bidat ini arianisme, Oh bidat ini apollinarianisme, bidat ini, bidat itu, itukita pikir namanya orang kuno ya dan memang zaman kuno, zaman sekarang muncul lagi.Bidat-bidat yang aneh itu muncul lagi, bentuknya, namanya lain, atau versi neo-nya, versi barunya ya, tapi bidatnya sama. Heran ya. Dan di dalam bagian ini makanya kita perlu belajar belajar banyak dan mawas diri untuk tidak sembarangan dan bergegas terima ada pengajaran-pengajaran yang ngawur, yang sepertinya kreatif, tapi kreatif yang ngawur, kreatif yang tidak sesuai dengan Kitab Suci. Dan di bagian ini, itu bicara itu ya, makanya kita terus setia pegang apa pengajaran yang ada dan kita sambil kita pegang apa yang benar, kita tidak bekukan pengertian ini tapi kita bertumbuh lagi di dalam pengertian yang lebih luas, lebih mendalam, tapi berdasarkan pengertian dasar yang sama itu.
Dari bagian ini kemudian dikatakan Paulus, di ayat berikutnya, “Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu.”Di sini Paulus kembali mengingatkan bahwa untuk kita menjadi teladan, menjadi teladan bagi sesama kita. Karena memang kenyataannya dalam banyak hal itu kadang-kadang orang bilang gitu ya, “Saya tidak tahu Kristus, tapi ya saya lihat kamu. Saya lihat Kristen,” dan pertanyaannya apakah orang Kristen itu memancarkan Kristus itu? Itu menjadi teladan kehidupan kita bagi sesama.Tidak semua orang kita ada kesempatan bisa mengutarakan, menyampaikan Injil secara verbal kepada mereka, tapi mereka bisa lihat hidup kita. Dan pertanyaan itu, dalam kehidupan kita sendiri, kita itu bisa sungguh menjadi teladan bagi orang lain atau tidak? Dan bagian sini bicara kita kita menjadi terang bagi orang lain dengan berdasar apa? Kita meneladani Paulus. Menarik, bagian sini memang dia katakan: “Teladanilah aku.” Ya ini, kadang-kadang ya, kalau sepintas kita pikir, “Wah, sombong sekali, ngomong: “Teladani aku!”” gitu ya. Dulu waktu saya masih remaja, gitu ya, “Sombong sekali ngomong, ‘Ikut saya!’ – memangnya kamu siapa?” Tapi setelah saya lebih dewasa, dan seterusnya saya mengerti bahwa sebenarnya ini kalimat yang justru sangat berani, sangat membuka diri itu siap ditantang, di-challenge. Kalau saya bilang, “Ikutilah aku, seperti aku meneladani Kristus.” – itu berarti bicara saya siap diri saya dinilai sedemikian rupa, apakah saya konsisten menjalankan apa yang saya katakan atau tidak. Menjadikan diri saya sebagai patron, cerminan, seperti menjadi etalase untuk boleh dilihat, “lihatlah seperti ini hidup meneladani Kristus. Dan kamu teladani.” Jadi statement ini bukan menjadi suatu statement yang kesombongan, tapi justru keberanian dalam kedewasaan iman, itu karena mengasihi orang-orang yang terhilang dan mengasihi sesama kita, kita justru menjadikan diri kita menjadi contoh terang bagi orang lain. Dan di bagian sini, kalau masih berkait tadi, seperti saya cerita Sekolah Minggu, gitu, sadar enggak sadar, anak-anak kita itu mengikuti apa yang dilihat dari guru Sekolah Minggunya. Kadang-kadang gitu ya, guru Sekolah Minggu-nya itu punya kebiasaan apa gitu ya, wah anak-anak ini ngikut. Kadang-kadang, mungkin ya, ada guru Sekolah Minggu suka gini-gini, terus anak ini tuh suka begini-gini juga, gitu ya. Kenapa, begitu? Mereka tuh meneladani kita, mereka tuh melihat tingkah laku kita. Saya ingat sekali tuh bahkan, saya ingat gitu ya, ada sepupu saya tuh, orang tua saya ngomong, “Oh dia tuh jalannya persis sama bapaknya.” Saya bilang, “Orang jalan kayak gini doang, apa bedanya?” Tapi kenapa? Karena dia melihat patron, contoh, teladan dari ayahnya setiap harinya, sehingga dia tuh sadar nggak sadar dia menginternalisasi apa yang dilakukan bapaknya, apa yang dilakukan orang tuanya, apa yang dilakukan ibunya, dan dia mengikutinya.
Sehingga di bagian sini itu, ada makanya pengertian bagian ini, sebenarnya dalam pengertian para rabbi, di dalam kebiasaan Yahudi, yaitu mengimitasi, atau meniru guru itu adalah suatu pengetahuan menginternalisasi dan menghidupi model yang dipresentasikan oleh gurunya itu sendiri. Jadi dia lihat gurunya tuh seperti apa, dia teladani, dia ikuti,dia menghidupi apa yang contoh kehidupan dari gurunya. Bukan saja di dalam apa yang dia katakan, dia sampaikan, tapi di dalam bagaimana dia terapkan dalam kehidupannya. Dan ini berapa banyak kita sadar, atau tidak sadar gitu ya, itu kita dipanggil memang untuk kita meneladani orang lain, meneladani Paulus. Tapi juga, kita juga akan dipakai untuk menjadi teladan bagi orang lain. Suka enggak suka orang menilai kita, suka enggak suka orang akan lihat kita. Kalau dibilang, “Orang Reformed itu dingin.” – Ah enggak jugalah, orang sini kan hangat, gitu ya? AC-nya aja memang kadang dingin. Gitu ya, kalau kaya gitu.Tapi kadang orang itu suka, orangnya nggak mengerti dia di dalam Reformed, tapi dia lihat itu orang Reformed itu kayak apa? Sehingga sadar enggak sadar, orang itu melihat kehidupan kita, dalam bagian kita belajar senantiasa menjadi teladan Kristus yang benar atau tidak, itu adalah bagian tanggung jawab kita. Dan kita belajar menjadi model yang memang bisa merepresentasikan Kristus bagi orang-orang sekitar kita.
Dan di bagian sini, lalu di bagian terakhir, meski akan lebih detail saya bahas di berikutnya, yaitu: akan ada orang-orang lain yang disebut Paulus di sini bahwa, “Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus.” Ini bicara adalah enemies of the cross. Orang-orang ini siapa? Orang menjadi musuh Kristus ini siapa? Musuh salib Kristus ini siapa? Kalau kita cek dari beberapa commentary akan temukan bahwa ini bukan bicara musuh yang di luar, tapi musuh yang di dalam. Yaitu orang-orang yang kelihatannya Kristen, tapi tidak sungguh-sungguh mengikuti Kristus, tidak sungguh-sungguh meneladani kehidupan Paulus dan juga kepada orang-orang yang setia kepada Kitab Suci. Dan akhirnya mereka menjadi musuh salib Kristus.Ini statement yang begitu, kalau saya mau lanjutin, tajam sekali. Ketika orang tidak meneladani Kristus, ketika mereka tidak hidup seperti apa yang diterapkan dari bapak-bapak gereja, dari para rasul, maka orang-orang ini, bukan disebut: “Oh ini Kristen nominal.” – gitu ya, kadang-kadang istilah kita masa kini. Tapi ini justru dibilang sebagai musuh salib Kristus. Kenapa? Orang-orang yang pikirannya tertuju pada perkara duniawi, orang Kristen palsu yang akhirnya percaya Kristus tapi tidak sesuai dengan Alkitab. Orang yang bisa berkata dia sungguh percaya Tuhan Yesus, tapi ya, Kristus seperti apa? Ya Kristus versi dia sendiri, bukan di dalam Alkitab. Ya ini dimengerti sebagai Kristen yang syncretist, yang mencampurkan, gitu ya. Mungkin ada, bagian sini dia percampuran dari kebiasaannya, dari tradisinya, dari budayanya. “Oh ya, saya Kristen,” tapi Kristen campuran seperti itu. Dia campur banyak di dalam kebiasaan-kebiasaan lama, dan akhirnya di dalam satu ketegangan tertentu menjadi musuh salib Kristus. Saya akan elaborate ini di kesempatan di berikutnya. Tapi saya mau mengajak kita melihat gini lho, dia itu ini nggak ada pilihan di tengah, gitu. Ini cuma antara kita itu memang mau hidup meneladani Kristus, sungguh mengikuti teladan Paulus dengan bapak-bapak gereja lainnya. Sikap kita terus mau betul mengikut Kristus, atau pilihan lainnya kita akan menjadi musuh dari salib Kristus. Tidak ada di tengah-tengah ini. Tidak ada yang netral! Hanya ada antara 2 ini. Entah kita mau terus bertumbuh secara konsisten, semakin bertemu dengan progress, semakin kita mengerti kebenaran firman, semakin kita mencintai firman, atau justru kita itu menjadi musuh salib Kristus.Dan di bagian sini ingin dipaparkan oleh Paulus bagaimana kita kalau tidak menjadi bertumbuh dewasa, itu bukan namanya oh kekanak-kanakan, ya itu ada satu sisi gitu ya, tapi di dalam banyak hal, yang begini akan menjadi musuh salib Kristus. Kenyataannya dalam kehidupan kita temukan orang Kristen yang kekanak-kanakan, kembali saya bedakan dengan yang masih anak-anak juga, ya itu tentu lain, tetapi yang kekanak-kanakan itu kenyataannya menjadi musuh salib Kristus. Menjadi musuh salib Kristus. Dan di bagian sini menjadi suatu teguran dan peringatan Paulus yang keras mengingatkan, “Ingatlah, kamu jangan seperti mereka.” Dan lawannya yang ini ya,“Kamu harus bertumbuh menjadi Kristen yang dewasa.” Menjadi Kristen yang dewasa, yang semakin bertumbuh dalam kebenaran firman, semakin kita pun ada bagian-bagian yang kita belum tahu kita serahkan pada Tuhan dan kita percaya Tuhan akan singkapkan di kemudian hari, dan kita bertumbuh semakin menyadari dari pada apa yang dikatakan dari para pemimpin gereja.
Di dalam bagian ini ya, saya percaya ketika kita mempelajari firman Tuhan semakin mendalam, semakin mendalam, maka kita akan bergumul.Mungkin kalau saya mau pakai istilahnya ini di poin saya yang terakhir, apa yang dikatakan Luther:Law and Gospel. Law and Gospel gitu ya, hukum dan Injil. Di dalam firman Tuhan kalau kita baca, ini dalam cara pendekatan hermeneutik dari Luther, apa-apa dibaca oh ini ada bagian law, ini bagian hukum, ini bagian perintah Tuhan, ini bagian perintah Tuhan. Tapi nanti ada bagian Gospel, ada bagian Injil, kabar baik, kabar baik. Dan Luther membedakan dua itu ya. Kalau Luther melihat di dalam bagian-bagian, bisa nangkap ini ya? Bagian jadi ketika kita baca Alkitab tentang Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, ada bagian, oh ini perintah Tuhan, oh ini perintah Tuhan, ini bagian law; tapi ada nanti bagian, oh ini bicara anugerah, keselamatan, keselamatan, ini bicara Gospel. Di dalam Luther mengatakan dua ini yang menyusun dalam Alkitab tentu secara garis besarnya, dan Luther mengatakan tujuan law diberikan adalah untuk membawa kita pada Gospel itu. Jadi semakin kita bertumbuh mengerti Taurat, semakin mengerti Kitab Suci, semakin mengerti firman Tuhan, justru akan menyadarkan kita bahwa kita itu berdosa dan kita tidak mampu memenuhi tuntutan firman Tuhan, dan ketika kita makin sadar ini membawa kita justru semakin sadar betapa kita membutuhkan Injil itu dan betapa mulianya Kristus itu di dalam apa yang dinyatakan dalam Kitab Suci. Kembali ya, kalau di dalam bagian-bagian pembahasan seperti kayak hari ini ataupun dalam kesempatan lainnya, kita bertumbuh semakin dewasa terus kita sadar kita ini enggak mampu. Ada bagian kita harus bertumbuh dalam pengertian kita, sadar ada kemalasan kita, ada kekurangan kita, ada banyak masalah-masalah, kendala dalam kehidupan kita, ada pergumulan yang menghambat kita, tapi ketika firman Tuhan yang dipaparkan, perintah ini dipaparkan, biarlah itu justru semakin kita sadar betapa kita membutuhkan Injil itu sendiri. Bisa nangkap ya ini? Semakin kita mengerti tuntutan firman Tuhan itu begitu besar, betapa kita semakin menghargai dan melihat kemuliaan Kristus yang mati menebus dosa kita, memberikan keselamatan bagi setiap kita. Itu orang yang bertumbuh, itu juga pertumbuhan. Semakin kita sadar kita tidak mampu menghidupi tuntutan firman Tuhan dengan sempurna, semakin kita mempelajari firman Tuhan.Sebagaimana kadang orang bilang, “Pak, semakin saya belajar, saya semakin merasa sering makin berdosa sekali. Saya makin sadar saya ini bodoh sekali. Semakin saya sadar saya ini tidak mengerti apa-apa.” Tapi di bagian situlah, di tengah kelemahan kita, semakin kita sadar, oh betapa sukacitanya Injil itu karena kabar keselamatan yang sempurna yang dikerjakan Kristus dengan Dia mati di atas kayu salib dan Dia bangkit memberikan keselamatan yang final bagi setiap kita. Nah ini bagian pengertian Luther ini. Jadi semakin ya kita mengerti firman Tuhan, perintah-perintah Tuhan, semakin kita tahu sulit, semakin kita tahu ketika kerjakan tuntutan pelayanan itu berat sekali, semakin kita tahu itu kita nggak sanggup, semakin kita belajar ya bersandar pada anugerah.Dan di situ ada bagian keindahannya di situ ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang yang semakin mengerti tentang firman Tuhan, semakin sadar ada banyak kekurangan-kekurangan, semakin kita sadar, oh ya begitulah anugerah itu justru semakin besar di hadapan kita. Dan kita lihat, tidak bisa tidak, kita selama ini itu karena anugerah Tuhan. Jadi law membawa kita pada Gospel. Hukum Tuhan membawa kita semakin melihat untuk kita bersandar pada salib Kristus. Itu dalam pengertian Luther.
Tapi kemudian ada, kalau saya bilang second step ya, langkah keduanya, itu dari pemikiran Calvin, yang dia membuat, kayak vice versa gitu ya, yaitu semakin kita mengerti Injil, semakin kita sadar betapa anugerah keselamatan itu diberikan pada kita begitu limpah besarnya, lebih besar dari yang kita bisa bayangkan sebelumnya, dan kita semakin bertumbuh dalam anugerah demi anugerah, dan di dalam terang keselamatan kita itu kita juga bertumbuh dengan sukacita mau belajar mentaati firman Tuhan. Benar tidak? Jadi kayak bergerak dua arah gitu. Pertama ya, ketika di langkah pertama, ketika kita sadar perintah-perintah Tuhan kita akan sadar betapa kita ini tidak sanggup mentaati sempurna dan semakin sadar betapa besarnya anugerah Tuhan pada kita. Tapi kemudian semakin kita sadar betapa besar anugerah Tuhan dalam kehidupan kita, itu bukan, “Oh ya sudah kalau begitu saya di rumah saja enggak usah ke mana-mana, pokoknya anugerah Tuhan besar,” enggak, tapi justru mendorong kehidupan kita untuk semakin kita mau berjuang menjalankan firman Tuhan itu, semakin kita mau mentaati kehendak-Nya dalam hidup kita. Jadi Injil itu membawa kita untuk semakin hidup mau hidup dalam terang firman Tuhan itu, semakin mau mentaati hukum Tuhan. Ini berjalan bersama-sama. Sehingga ketika bicara Law and Gospel, saya percaya ini dua poin ini atau dua kekuatan ini ya, di dalam perintah Tuhan dan juga di dalam anugerah Tuhan atau Injil yang diberikan itu justru membuat kita itu hidup berjalan seimbang. Orang cuma melihat perintah Tuhan, perintah terus itu akan jatuh ke dalam pengertian sebenarnya dia cuma ngerti,“saya tidak sanggup, saya tidak sanggup, saya tidak sanggup. Oh saya ini memang tidak layak, tidak layak, tidak layak di hadapan Tuhan.” Pendeta Anton itu pernah mengatakan, hati-hati, ada kerendahan hati yang palsu, yang terus merasa diri tidak layak tapi tidak mau bertobat. Dan akhirnya juga dalam aspek lainnya adalah, “sudahlah, tahu saya ini berdosa, berdosa,”tapi tidak bisa melihat ada anugerah Tuhan yang disediakan bagi orang berdosa. Ini ya, perintah Tuhan membawa kita kepada Injil. Tapi kemudian setelah kita hidup dalam kemuliaan Injil, oh kita sukacita dan kita diselamatkan. Itu di dalam hati kita sedalam-dalamnya ada suatu kerinduan, saya ingin menyenangkan Engkau Tuhan, Engkau begitu mengasihi saya, Engkau mengorbankan Anak-Mu yang Tunggal mati menebus saya yang berdosa ini.Apa sih yang menahan saya untuk tidak melayani Engkau? Ya itu ada bagian kita bertumbuh mentaati perintah-Nya.
Dan di bagian ini, di dalam aspek keadilan Tuhan dan di dalam kasih Tuhan justru berjalan bersama-sama di kehidupan kita. Keadilan membuat kita semakin mengerti kasih Tuhan, dan di dalam kasih Tuhan yang besar, kita belajar menerapkan keadilan Tuhan, perintah-Nya itu dalam kehidupan kita. Menjalani sedemikian, inilah membuat kita semakin beriringan, berjalan dalam dewasa. Satu sisi mata itu melihat ada perintah Tuhan, keadilan Tuhan, penghakiman Tuhan pada orang berdosa. Tapi juga ada anugerah Tuhan yang terus membimbing kita, terus menyadarkan kita betapa besar anugerah Tuhan pada kita. Dan itu yang terus kita beritakan. Dan sebagaimana Pak Tong tadi dalam klip KPIN itu mengatakan, pertobatan, bertobatlah dan hidup suci. Ini memang bicara dua hal ini, bertobat karena melihat dari perintah Tuhan kita sadar kita tidak sanggup mentaatinya dan kita bertobat. Tapi setelah bertobat, hiduplah bertumbuh dalam kesucian itu, bertumbuh untuk mau mentaati firman Tuhan, bertumbuh menyenangkan Dia. Dan semakin hari ketika kita bertumbuh di situ kita melihat, inilah menjadi perjuangan seumur kita dan itu menjadi panggilan hidup kita orang Kristen yang dewasa. Biarlah melalui kebenaran firman Tuhan hari ini sungguh boleh menggugah kita, mengoreksi kita, dan menumbuhkan kita semakin dewasa melayani Dia. Mari kita satu dalam doa.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]