Ef. 4:16
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kita saat ini mencapai puncak dari pembahasan kita di dalam pasal 4 ayat pertama sampai ayat 16; suatu pembahasan dimana Paulus menekankan kepada inti dari suatu pertumbuhan jemaat, yaitu adalah kesatuan. Dan pada waktu Paulus berbicara mengenai kesatuan yang ada di dalam jemaat, maka kesatuan ini harus kita bedakan dari kesatuan yang bersifat oikumenis atau kesatuan yang bersifat umum. Kita adalah orang Kristen, orang lain adalah orang Kristen, apakah semua orang Kristen yang mengaku dirinya orang Kristen itu adalah satu? Di dalam Alkitab selalu diangkat: kesatuan itu bukan hanya berdasarkan nama atau label yang diungkapkan, tetapi kesatuan itu adalah suatu kesatuan yang harus bisa sungguh-sungguh terlihat di dalam anggota dari Tubuh Kristus; ada satu kesatuan di dalam pemikiran, ada satu kesatuan di dalam kesehatian untuk pengertian firman, menjalani apa yang menjadi kehendak Allah; kebenaran dari firman Tuhan itu harus ada, baru dari situ gereja bisa dikatakan sebagai gereja yang satu. Jadi pada waktu Tuhan melalui Paulus menuntut suatu pertumbuhan di dalam kehidupan jemaat, maka pertumbuhan rohani dari jemaat itu meliputi 2 hal: pertama adalah pertumbuhan secara individual, pribadi-pribadi orang percaya itu dituntut oleh Tuhan untuk bertumbuh di dalam iman dan kedewasaan; tetapi yang kedua adalah, pada waktu Tuhan menuntut pribadi-pribadi menjadi dewasa, pribadi-pribadi yang dewasa ini tidak boleh terlepas dari yang namanya suatu komunitas atau kelompok yang harmonis, dimana pribadi-pribadi orang percaya itu harus tumbuh bersama-sama dengan pribadi orang percaya yang lainnya di dalam satu kelompok yang namanya Gereja atau Tubuh Kristus. Jadi kita nggak pernah bisa menjadi orang-orang Kristen yang dewasa kalau kita terlepas dari gereja, dan Tuhan pakai gereja untuk mendewasakan iman kita secara pribadi, dan kedewasaan itu juga secara Tubuh akan dicerminkan oleh kesatuan yang ada diantara orang Kristen yang satu dengan orang Kristen yang lain di dalam gereja tersebut.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya ini adalah sesuatu prinsip yang harus senantiasa diingatkan di dalam gereja Tuhan. Walaupun kita mungkin sudah tahu kita adalah orang Kristen, harus bertumbuh di dalam komunitas, tidak bisa bertumbuh dalam kehidupan kita sendiri-sendiri saja, tetapi kita perlu tetap diulangi atau ditekankan prinsip ini bagi kehidupan kita. Petrus di dalam Surat 2 Petrus 1:12 itu berkata untuk menekankan mengenai pertumbuhan, untuk menekankan agar orang Kristen bertekun di dalam iman, itu adalah sesuatu yang tidak akan bosan-bosan ia lakukan dan dia ulangi dalam kehidupan jemaat, sebabnya karena apa? Karena orang-orang Kristen umumnya memiliki suatu penyakit dalam kehidupan mereka yang belum sepenuhnya tuntas diobati atau belum sepenuhnya bisa sempurna kecuali ketika kita masuk ke dalam Sorga; dan karena itu Petrus berkata, “Aku ketika mengingatkan kamu, maka aku akan terus ingatkan itu,” sampai kapan? “Sampai aku tidak lagi bersama dengan engkau.” “Tidak lagi bersama dengan engkau” di dalam pengertian yang lebih jelas itu adalah walaupun sampai aku mati sekalipun, engkau tetap akan ingat apa yang aku katakan.”
Saudara, itu berarti di dalam pengajaran yang Petrus berikan dia akan terus mengingatkan jemaat untuk bertumbuh, untuk setia, untuk bertekun di dalam iman. Saya percaya kalau Tuhan mengaruniakan, menghendaki pertumbuhan di dalam iman, dan kesatuan di dalam jemaat, maka kita sebagai orang Kristen pun harus menuntut suatu perjuangan, kesungguhan, untuk mencapai pertumbuhan itu dan juga kesatuan yang ada di dalam jemaat Tuhan. Kenapa ini sesuatu yang menjadi hal yang harus diulang, diperjuangkan, diulang, diperjuangkan lagi? Saya percaya ini berkaitan dengan 2 hal, pertama adalah, kita adalah orang-orang yang seringkali lupa akan firman. Memang secara pengetahuan kita tahu, memang secara pengajaran mungkin kita bisa memahami apa yang diajarkan, dikatakan, kita bisa menjawab; tetapi pada waktu kita masuk ke dalam suatu kondisi, suatu keadaan, kadang-kadang atau seringkali kita lupa akan firman Tuhan yang selama ini kita anggap kita ketahui. Makanya di dalam keputusan yang kita ambil, prinsip yang kita pegang, atau langkah yang kita ambil, kebanyakan adalah bukan dasarnya firman Tuhan tetapi mungkin aspek-aspek lain atau pemahaman lain yang menjadi latar belakang kita ambil suatu keputusan; dan itu umumnya adalah berdasarkan apa yang menjadi kebijakan orang-orang dunia. Kenapa kita perlu mengulangi firman? Supaya keputusan kita dan langkah kaki kita bukan seperti orang dunia tetapi kita terus diingatkan kita adalah anak Tuhan yang harus berjalan sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan Allah. Yang kedua adalah, karena pada waktu kita menngalami suatu kondisi yang bermasalah, suatu perselisihan atau benturan diantara kita, yang kita akan lihat baik itu adalah diri kita, dan yang kita lihat perlu berubah itu adalah orang lain. Umumnya kita akan merasa diri kita itu lebih baik dari orang lain, umumnya kita merasa yang bermasalah itu bukan diri kita tetapi orang lain; sehingga pada waktu firman diberitakan, firman itu akan membuat kita mulai melihat orang itu yang membutuhkan koreksi dan firman ini tepat untuk orang itu. Tetapi saya katakan, ketika firman diberitakan dan diulang-ulang, sebenarnya pengulangan itu adalah untuk diri kita masing-masing supaya kita bisa hidup lebih taat, lebih setia, lebih serupa dengan apa yang Tuhan firmankan atau Tuhan katakan, atau istilah lainnya adalah lebih serupa dengan Kristus. Jadi hidup dalam kesatuan, hidup dalam pertumbuhan, kedewasaan yang ada dicerminkan dalam kesatuan, ini adalah prinsip hidup yang saya percaya harus menjadi prioritas dari kehidupan orang-orang percaya atau orang-orang Kristen yang ada di dalam dunia ini.
Nah setelah bicara mengenai hal ini, di dalam aspek apa kita harus bertumbuh? Paulus di dalam ayat 15 itu berkata ketika kita bertumbuh, kita harus bertumbuh di dalam segala hal ke arah Kristus. Maksud “bertumbuh di dalam segala hal” saya percaya ini adalah hal yang penting tetapi juga hal yang tidak disukai oleh manusia ketika mendengarnya. Kita lebih suka dipuji atas apa yang kita miliki, kita lebih suka diangkat atas sesuatu yang kita sudah kuasai dalam kehidupan kita atau kita mahir di dalam situ; tetapi kita sangat tidak suka sekali dibentuk dalam aspek-aspek lain, atau ditegur dalam aspek-aspek lain yang kita lemah di dalamnya. Sehingga pada waktu kita berhadapan dengan seseorang dan orang melihat kelemahan kita, bagian kita yang tidak baik, kita merasa kita anti terhadap orang itu atau kita merasa nggak suka dekat-dekat dengan orang tersebut. Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu Paulus berkata kita harus bertumbuh, bertumbuh dalam hal apa? Paulus berkata bertumbuh dalam segala hal, artinya adalah pada waktu Tuhan menuntut pertumbuhan, Tuhan bukan hanya akan memperhatikan aspek-aspek yang kita sudah kuat di dalamnya. Saudara kalau suka mengasihi atau kuat di dalam kasih, maka Tuhan nggak akan terlalu memacu pertumbuhan itu lagi. Kalau Saudara baik di dalam kesabaran, Tuhan juga nggak akan terlalu menuntut kesabaran dari hidup Saudara. Kalau Saudara adalah orang yang pandai menguasai diri, maka penguasaan diri bukan sesuatu yang akan mungkin Saudara harus sering-sering Saudara hadapi dalam kehidupan Saudara. Tapi yang terjadi adalah. Kalau Saudara adalah orang yang lemah di dalam kasih, maka mungkin Tuhan akan membawa Saudara masuk ke dalam keadaan-keadaan dimana Saudara harus dituntut lebih banyak menngasihi orang. Kalau Saudara adalah orang yang masuk di dalam suatu keadaan yang kurang sabar, atau keadaan yang kurang bisa menerima pendapat orang lain atau menghargai orang lain, maka Tuhan mungkin akan masukkan Saudara ke dalam keadaan-keadaan dimana Saudara akan dituntut lebih banyak sabar dalam kehidupan Saudara. Begitupun dengan seterusnya, penguasaan diri, dan hal-hal lain dalam kehidupan kita.
Tuhan ingin kita bertumbuh, tetapi Tuhan tidak ingin kita bertumbuh dalam satu aspek atau satu segi saja, tetapi justru di dalam semua aspek yang ada dalam kehidupan kita. Saudara bisa bayangkan, kalau Saudara melahirkan seorang bayi, lalu bayi itu waktu kecil kelihatan lucu sekali, bagus sekali, dengan berjalannya waktu pertumbuhan terjadi, tapi yang bertumbuh lebih cepat itu adalah bagian kepalanya daripada bagian tubuh yang lain, sehingga kepalanya itu lebih besar daripada bagian tubuh yang lain. Kira-kira bayi itu bagus tidak? Tidak kan, tetapi yang ada adalah bayi itu sedang dalam kondisi yang sakit, tidak indah sama sekali. Nah pada waktu Tuhan ingin kita bertumbuh, Tuhan ingin kita bertumbuh di dalam satu keseimbangan, kesimetrisan, sehingga kita bisa menjadi orang yang indah, orang yang elok untuk dilihat, memiliki karakter yang baik, yang indah, yang bisa dipuji dan membawa orang memuji Tuhan Allah yang telah membentuk diri kita seperti itu; bukan orang yang aneh di dalam dunia ini. Salah satu sebab kenapa saya seringkali menggoda orang yang sudah usianya agak lanjut untuk segera menikah adalah karena orang yang sudah lanjut usianya kalau tetap hidup single umumnya agak aneh. Tapi Saudara mungkin akan bisa lihat ini dalam kehidupan orang yang single usia mungkin 60-an dengan orang yang memiliki pasangan dalam kehidupannya, mereka akan lebih seimbang, sedangkan yang satu ini karena dia mungkin hidup sendirian, mapan sendirian, segala sesuatu memutusi sendirian, sehingga dia menjadi orang yang agak ekstrim di dalam satu sisi. Tuhan nggak ingin kita menjadi orang yang individualis dalam Kekristenan. Kalau kita adalah orang yang individu thok dan berpikir kita bisa bertumbuh secara individu tanpa melibatkan saudara yang lain, kita akan menjadi orang yang aneh; tapi kalau kita hidup di dalam kelompok, kita tahu ada komunitas, kita membangun keharmonisan di dalam Tubuh Kristus tersebut, maka saya yakin kita akan bisa bertumbuh secara lebih simetris, lebih baik, lebih seragam mungkin, lebih sesuai dengan proporsi dalam kehidupan kita. Nah ini yang Paulus kehendaki dari kehidupan orang Kristen.
Dan pada waktu berbicara mengenai pertumbuhan yang bersifat total ini, yang menyeluruh ini, maka itu berbicara mengenai suatu pertumbuhan yang berkaitan dengan pengetahuan, berkaitan dengan perasaan dan emosi, dan juga berkaitan dengan apa yang menjadi perilaku dan kebiasaan hidup kita. Saudara, pertumbuhan seseorang pasti nggak mungkin bisa lepas dari pengetahuan. Orang nggak mungkin bisa mengklaim dirinya bertumbuh hanya berdasarkan perasaan yang menggebu-gebu dalam kehidupan dia. Saya tanya, waktu dia begitu menggebu-gebu, menggebu-gebu untuk apa atau untuk siapa? Lalu pada waktu dia merasa menggebu-gebu untuk melayani Tuhan, sebenarnya pada waktu dia melayani, istilah melayani sendiri itu menyatakan dia melakukan apa yang sesuai dengan kehendak tuannya atau tidak? Kalau dia melakukan suatu pelayanan yang dia klaim sebagai pelayanan tapi yang diisinya adalah tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, itu bukan pelayanan; walaupun dia begitu gembira, begitu senang, dia tidak tahu bahwa tuannya itu begitu dongkol sekali melihat dia melayani dengan begitu gembira, begitu senang tetapi nggak sesuai dengan apa yang menjadi keinginan tuannya. Saudara, karena itu Alkitab berkata ketika kita ingin bertumbuh maka aspek pertama dalam pertumbuhan itu harus berkaitan dengan pengetahuan yang kita miliki.
Tapi pada waktu kita berbicara mengenai pengetahuan akan firman, akan kebenaran, akan Kristus yang kita harus bertumbuh di dalamnya, maka aspek lain adalah perlu ada ketekunan di dalamnya. Saudara nggak mungkin bisa bertumbuh kalau Saudara nggak bertekun untuk menuntut pertumbuhan itu, atau setia di dalam menuntut pengetahuan tersebut dalam kehidupan Saudara. Belajar firman, mengenal Allah melalui firman, saya kira tidak beda jauh dari ketika kita menuntut ilmu di dalam kelas-kelas kita. Pada waktu Saudara masuk ke dalam dunia kuliah, mungkin Saudara masuk di situ, duduk di dalam satu pembahasan pelajaran tertentu; Saudara ada pelajaran-pelajaran yang neggak mengerti sama sekali, tetapi Saudara sudah ada di dalam bidang itu, lalu apa yang harus dilakukan? Saudara ngomong sama dosennya, “Aduh saya salah ambil SKS deh, karena itu mulai besok saya batalin deh mata kuliah ini, karena saya nggak megerti sama sekali pembahasan di dalam kuliah itu, dosen ngajar nggak ngerti sama sekali, karena itu saya lebih baik nggak ambil saja SKS itu.” Saudara kalau berani nggak ambil SKS itu, Saudara pasti nggak lulus-lulus. Tapi bagaimana kalau kita ambil SKS itu? Kita nggak mengerti tetapi kita duduk, dengar dosennya bicara jelasin. Nggak ngerti, minggu depan kita datang lagi dengar lagi. Masih kurang mengerti, kita cari tahu lebih dalam maksudnya apa, lalu kita duduk lagi, dengar lagi maksud yang dosen itu ajarkan; kira-kira bagaimana? Saya pikir yang kita nggak mengerti, makin lama makin menjadi lebih jelas, makin lebih jelas, akhirnya kita mulai mengerti, dan bukan hanya mengerti, kita mulai menguasai bidang itu, memahaminya dan mungkin kita menjadi seorang yang ahli dalam bidang itu; padahal mulanya kita nggak mengerti sama sekali.
Saudara, saya kadang bingung melihat orang Kristen ketika datang ke dalam suatu kebaktian mendengar firman, lihat minggu depan dia nggak pernah pernah muncul lagi; lalu pada waktu dicari tahu, dia menjawab seperti ini, “aku bingung deh, yang disampaikan dalam firman itu apa, aku nggak mengerti deh, terlalu berat untuk saya mengerti.” Tapi Saudara, bagaimana kalau kita datang tidak mengerti, lalu kita duduk di situ minggu ini tetap nggak mengerti, minggu depan kita datang lagi dan duduk dengar, minggu depan kita datang dan duduk dengar lagi; setelah 6 bulan kemudian, setelah 1 tahun kemudian, mungkinkah kita nggak mengerti? Saya yakin yang ada adalah makin kita mendengar, makin kita beri waktu bagi diri kita untuk mendengar firman, maka kita akan makin mengerti, makin jelas dan makin bertumbuh, dan bahkan mungkin makin memahami apa yang disampaikan, mulai mengerti apa yang menjadi kerangka pikir yang disampaikan, kenapa pengkhotbah ini bicara ini, dasarnya apa, kebenaran firmannya dimana; dan ini membuat kita mulai bertumbuh. Saudara jadi orang Kristen sudah berapa tahun? Atau nggak usah bicara berapa tahun, dalam satu tahun ini saja, saya pingin tahu, coba uji kembali ke belakang, tahun 2018 Januari dengan tahun 2017 Januari Saudara punya pemahaman akan firman bertambah atau tidak? Kalau Saudara punya pemahaman firman itu sama seperti tahun 2017 di bulan Januari, itu berarti kita nggak mengalami pertumbuhan sama sekali. Apalagi lebih parah lagi adalah setelah kita puluhan tahun jadi orang Kristen pemahaman kita tetap sama seperti kita waktu baru pertama kali jadi orang Kristen. Itu adalah sesuatu yang fatal, Tuhan nggak menghendaki hal ini terjadi dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen, tetapi Tuhan menghendaki kita bertumbuh, bertumbuh dalam pengetahuan, dan untuk bertumbuh dalam pengetahuan butuh konsistensi, butuh ketekunan di dalam itu.
Tetapi bukan hanya butuh pertumbuhan di dalam aspek pengetahuan saja. Kalau kita bertumbuh dalam pengetahuan seperti bayi tadi, kepalanya begitu besar tetapi bagian lain itu nggak sesuai dengan proporsi dari bentuk kepala itu. Yang kita perlu lakukan adalah bukan hanya dalam aspek pengetahuan tetapi aspek emosi, aspek perasaan itu juga perlu bertumbuh dalam kehidupan kita. Ketika kita mendengar firman atau Saudara mendengar firman sekian lama, saya tanya, ada nggak perasaan yang makin mau mendekati Tuhan? Ada nggak dorongan menggebu-gebu dalam hati Saudara yang makin merasa Tuhan itu lebih mulia, Tuhan itu lebih agung, Tuhan itu luar biasa, Tuhan itu begitu indah, begitu menyenangkan, firman-Nya itu adalah suatu firman yang betul-betul kebenaran, yang harusnya saya tekuni, saya hidupi, karena di luar dari kebenaran firman saya tidak mungkin bisa hidup dalam terang, saya tidak mungkin bisa hidup di dalam satu kehidupan yang diperkenan oleh Tuhan Allah; ada nggak perasaan seperti itu muncul dalam kehidupan Saudara? Saya harap itu menjadi sesuatu yang kita perhatikan, karena salah satu aspek dari seorang yang memiliki kerohanian sejati adalah dia dilahirbarukan oleh Roh Kudus, tapi yang kedua adalah dia bisa melihat kalau jalan Tuhan yang Tuhan pimpin, yang Tuhan nyatakan bagi dia dalam Kitab Suci, itu adalah satu jalan yang agung, yang indah, yang mulia dan menyenangkan. Ini adalah aspek kehidupan dari seorang yang memiliki rohani yang sejati.
Kita seringkali tahu yang benar tapi kita tidak suka memilih yang benar itu. Mungkin sebabnya adalah kita nggak melihat dibalik ketaatan itu ada sesuatu yang mulia dan indah yang harus kita akan terima di dalamnya. Tapi orang percaya harus bertumbuh di dalam aspek ini. Jadi pada waktu Tuhan berfirman, dia tahu ini adalah kesenangan Tuhanku, ini adalah karakter Tuhanku, aku ingin memiliki karakter itu, aku ingin hidup dalam kesenangan itu, walaupun Tuhan tidak memberikan berkat dalam kehidupanku secara fisik, sesuatu yang aku harapkan tapi aku tahu jalan Tuhan itu lebih indah daripada berkat fisik. Saudara, saya pikir ini hal yang mungkin bertentangan dengan yang seringkali kita dengar, tetapi ini adalah ciri dari orang yang dewasa di dalam kerohanian atau bertumbuh dalam kerohanian. Dia tidak akan lihat berkat fisik itu menjadi hal yang dominan untuk membuat diri dia mengikut Tuhan. Kadang-kadang saya waktu bicara dengan orang saya tanya, “kenapa kamu percaya Kristus?” Dia hanya bilang karena Kristus baik. Baik dalam hal apa? “Pokoknya apa yang saya inginkan, saya doakan, Dia kasih, Dia baik makanya saya ikut Kristus.” Tapi ciri kedua dari orang yang memiliki kerohanian sejati adalah bukan karena berkat-Nya yang baik-baik itu yang Dia berikan maka kita mengikut Kristus tetapi kita mengenal kalau jalan yang Dia berikan, yang Dia nyatakan itu adalah jalan yang mulia, yang menyenangkan, yang indah, yang agung, yang harusnya kita tekuni.
Saudara, ini adalah akibat dari suatu pertumbuhan di dalam kerohanian kita. Kita makin mengenal Tuhan seperti yang Tuhan nyatakan, itu membuat perasaan kita mulai menundukkan diri di bawah apa yang menjadi kebenaran yang Tuhan nyatakan. Kalau Tuhan berkata percaya kepada Dia itu adalah sesuatu yang benar, kita belajar percaya; kalau Tuhan berkata hidup mentaati perintah Tuhan itu akan membawa sukacita, pada waktu kita hidup mentaati Tuhan kita juga membuat perasaan kita timbul sukacita di dalamnya; ini namanya baru pertumbuhan. Jadi antara pikiran, pengetahuan kita, emosi, perasaan kita itu harus sejalan di dalam pertumbuhan itu sesuai dengan kebenaran firman. Bukan hanya itu saja, tetapi apa yang menjadi perilaku kita dan kebiasaan kita juga harus berubah sesuai dengan firman Tuhan, ini namanya pertumbuhan. Di dalam pembahasan kita sebelumnya, kita sudah membahas disiplin itu juga adalah salah satu aspek yang harus ada. Ketika kita makin mengenal Tuhan, kita bisa mendidik tubuh, mendidik kebiasaan kita untuk diubah seturut dengan apa yang menjadi kebenaran firman Tuhan, ini namanya pertumbuhan; kalau tidak, kita sebenarnya sedang mungkin bertumbuh dalam satu aspek tetapi tidak dalam aspek lain, yang membuat kita bukan mejadi orang Kristen yang sehat, yang seimbang, yang sempurna, tetapi orang Kristen yang aneh. Saudara, hal-hal seperti ini yang harus kita perhatikan ya. Lalu bertumbuh ke arah mana? Paulus berkata bukan ke sembarangan arah tetapi ke arah yang namanya Kristus. Berarti Kristus sudah menetapkan suatu standar atau pola dimana kita harus bertumbuh sesuai dengan arah itu atau standar yang Tuhan berikan, nggak bisa sembarangan dalam hidup ini.
Sekarang, setelah bicara mengenai hal ini, Paulus kemudian masuk ke dalam ayat 16. Dan di dalam ayat 16 kita bisa mengerti ini mungkin dengan sebuah pertanyaan yang membuat kita bisa bantu memahami ayat 16, yaitu kenapa kita harus bertumbuh ke semua arah itu, lalu kenapa pertumbuhan dalam segala arah itu adalah sesuatu yang harus bersifat komunal atau sesuatu yang bersifat kelompok dan berkaitan dengan orang-orang Kristen yang lain di dalam gereja lokal? Kenapa pertumbuhan itu bukan sesuatu yang kita bisa alami secara pribadi? Mungkin bisa, tetapi untuk bisa menjadi sempurna tidak boleh terlepas dari orang Kristen yang lain? Nah jawaban itu Paulus berikan di dala ayat yang ke-16. Di situ Paulus memberikan suatu ilustrasi atau metafora antara Kepala yang adalah Kristus dengan Gereja yang adalah Tubuh dari Yesus Kristus. Saya percaya ini adalah suatu metafora yang penting, dan ini menjadi suatu metafora yang membawa kita semakin mengerti posisi kita, dan peran kita, dan apa yang menjadi keinginan Tuhan dalam kehidupan kita. Nah pada waktu kita membaca metafora ini, jangan Saudara memposisikan diri seperti sedang membaca sesuatu pengetahuan, tapi saya mau Saudara melihat ini sebagai sesuatu misteri yang Tuhan bukakan kepada kita, jemaat-Nya, di dalam kaitan relasi antara Kristus dengan kita jemaat-Nya. Apa yang menjadi relasi yang ada? Dari mana kekuatan kita hidup sebagai orang Kristen? Kenapa kita bisa menjadi orang Kristen? Apa yang mendorong kita hidup bagi kemuliaan Tuhan? Itu semua kebenaran ini adalah dijawab di dalam relasi ini atau ilustrasi, metafora antara Kristus sebagai Kepala dan Tubuh sebagai jemaat.
Nah di dalam bagian ini kita akan lihat, pada waktu Paulus memposisikan Kristus, Paulus memposisikan Kristus sebagai kepala dari tubuh; dan pada waktu Paulus memposisikan jemaat, Paulus memposisikan jemaat sebagai tubuh, tetapi dalam 2 pengertian. Pertama adalah, tubuh itu adalah tubuh yang rapi tersusun; dan yang kedua adalah, tubuh itu adalah terikat satu dengan yang lain, terhubung oleh sendi-sendi yang ada. Ini adalah 2 gambaran mengenai tubuh dan 1 gambaran mengenai kepala. Nah apa maksud Paulus ketika berkata Kristus adalah kepala dari pada tubuh itu? Nah ini adalah hal yang saya percaya memiliki unsur yang penting sekali dan mendasar, dan kita harus mengerti ini baik-baik. Pada waktu Kristus dikatakan sebagai kepala, Paulus mau mengatakan, Kristus itu adalah sumber pokok, sumber satu-satunya, dari apa? Dari keberadaan gereja. Kenapa kita bisa ada dalam gereja? Kenapa kita bisa menjadi orang Kristen? Jawabannya karena Kristus yang membuat kita menjadi orang Kristen. Apa yang membuat kita memiliki energi atau kekuatan untuk bisa hidup bagi Kristus, hidup di dalam kebenaran Kristus, hidup di dalam kekudusan? Paulus berkata, sebabnya karena Kristus memberi kekuatan itu untuk kita bisa hidup di dalamnya. Apa yang membuat kita mengalami pertumbuhan di dalam kehidupan rohani kita? Apa yang membuat gereja itu bertumbuh? Jawabannya adalah karena Kristus yang memberi pertumbuhan di dalam kehidupan kita secara rohani ataupun di dalam gereja.
Saudara, Kristus itu adalah segala-galanya. Harusnya kita sebagai orang Kristen mempunyai mata yang melihat seperti ini. Kalau saya angkat masalah ini mungkin saya bisa ajukan pertanyaan ya, kalau Saudara percaya Kristus adalah yang menyebabkan gereja ada karena Dia adalah kepala, Kristus adalah yang memberikan kekuatan atau energi dalam kehidupan gereja, Kristus adalah yang memberikan pertumbuhan dalam gereja, pertanyaannya adalah, mungkin nggak kita masih bisa hidup di dalam ketidakkudusan? Mungkin nggak kita masih bisa hidup di dalam ketiadaan kasih? Mungkin nggak kita masih bisa hidup terus menurut apa yang menjadi keinginan kita yang bukan yang merupakan kehendak dan keinginan dari Tuhan Allah? Saya yakin jawabannya nggak mungkin. Karena apa? Gereja adalah ada karena Kristus, dan bisa tetap ada karena Kristus, dan tetap bertumbuh karena adanya Kristus. Kristus yang memberi itu semua. Dia adalah kepala, sumber pokok dari segala sesuatu. Tapi relasi itu kelihatan dari mana? Nah ini dikatakan di dalam perumpamaan mengenai tubuh. Saudara kalau makin mengerti tubuh maka kita akan berkata kita nggak mungkin bisa hidup seperti kehidupan kita yang lama tanpa pertumbuhan, tanpa kesatuan, tanpa kesehatian, tanpa pengetahuan yang benar, tanpa penundukan diri di bawah kebenaran tersebut dalam kehidupan kita.
Paulus bilang, tubuh itu adalah seperti sesuatu kumpulan batu yang tersusun dengan rapi, pertama ilustrasinya. Rapi tersusun. Kita pernah bahas di dalam pasal sebelumnya, tapi mungkin saya perlu ulangi karena Paulus ulangi lagi di bagian ini. Maksud batu yang rapi tersusun seperti apa? Waktu itu saya setelah menjelaskan bagian ini, ada satu pemudi kita Julyetta itu yang belajar arkeologi, dia bilang kepada saya seperti ini, “Pak Dawis, kenapa Pak Dawis nggak gunakan ilustrasi batu candi saja untuk rapi tersusun itu?” “Lho memang kenapa batu candi?” saya bilang. “Batu candi itu, itu ada lobang-lobang atau selup-selup seperti pasangan-pasangannya. Mungkin kalau mau gambarin kayak puzzle ya, nggak bisa dicocokin dengan pasangan yang lain, harus itu yang menjadi pasangannya. Dan pada waktu disusun batu yang satu di sini, maka batu yang lain harus cocok untuk pasangan ini. Lalu ketika batu kedua disusun, batu yang ketiga harus cocok dengan batu yang berikutnya, sampai akhirnya membuat sesuatu candi. Kalau kita gunakan batu-batu yang lain untuk menempati posisi yang tidak seharusnya maka candi tidak akan terbentuk dan tidak akan kuat. Itu namanya batu yang rapi tersusun. Jadi siapa orang Kristen? Paulus mau katakan, orang Kristen itu seperti ibarat batu-batu itu masing-masing. Lalu batu-batu di mana individu-individu Kristen yang ada di dalam gereja itu adalah individu-individu yang tidak tergantikan oleh individu yang lain atau batu yang lain. Setiap kita punya peran masing-masing. Setiap kita punya kepentingan masing-masing yang Tuhan pakai untuk membentuk tubuh itu. Siapa pun itu yang mulia, yang punya banyak karunia ataupun yang punya sedikit karunia, kita nggak boleh sepelekan yang punya sedikit karunia karena dia juga adalah bagian dari tubuh itu dan memiliki peran yang penting di dalam tubuh itu. Kalau dia kita kesampingkan maka tubuh itu tidak akan menjadi sempurna. Jadi ini adalah tubuh, digambarkan sebagai batu yang rapi tersusun untuk membentuk tubuh Kristus.
Lalu yang kedua adalah, batu itu diikat oleh, atau dikaitkan dan dihubungkan oleh sendi-sendi. Saudara, ini berarti ketika kita berbicara mengenai tubuh yang satu-satu itu, tetapi Paulus sebenarnya mau mengatakan, yang satu-satu itu yang terkait itu juga ada dialirkan oleh kekuatan atau energi sumber pertumbuhan yang dari Kristus. Kalau Saudara buka Surat Kolose 2 di situ kita bisa dapatkan arti yang lebih jelas, Kolose 2:18-19, “Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi,” ayat 19, “sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya.” Jadi Saudara, Paulus mau berkata, “Ingat, orang Kristen, kalian memang individu-individu yang memiliki peran dan tempat masing-masing; tapi juga ingat, ada urat sendi-sendi Tuhan atau urat-urat yang menyatukan kalian, yang membuat kalian menerima pertumbuhan itu.” Kita nggak mungkin bisa lepas satu dari yang lain. Kita semua mendapatkan asupan sama, pertumbuhan yang sama dari Tuhan Allah, atau Kristus yang adalah sumber dari asupan dalam kehidupan kita, atau sumber pertumbuhan dari kehidupan masing-masing orang Kristen. Makanya tadi saya bilang, kalau kita sungguh-sungguh mengerti Kristus adalah kepala kita, mungkin nggak kita bisa tetap hidup tanpa pertumbuhan rohani? Jawabannya pasti nggak mungkin. Mungkin nggak kita masih bisa hidup di dalam kesombongan dan keinginan diri kita sendiri? Jawabannya pasti nggak mungkin. Mungkin nggak kita masih bisa hidup dalam satu kehidupan yang berdosa? Jawabannya pasti nggak mungkin. Karena apa? Tuhan sudah memberikan setiap karakter yang dibutuhkan oleh anak Allah, Tuhan sudah memberikan setiap kekuatan yang dibutuhkan oleh anak Allah untuk bisa hidup sesuai dengan karakter Kristus dan sesuai dengan sifat-sifat Allah dalam kehidupan kita. Saudara, kita pasti bertumbuh, dan memang harus bertumbuh karena Tuhan menghendaki kita bertumbuh dan kita pasti bertumbuh di dalam hal itu.
Makanya di dalam terjemahan tadi yang kedua, di situ dikatakan, “kalau tiap-tiap anggota itu bekerja seperti yang seharusnya, maka seluruh tubuh itu akan bertumbuh menjadi dewasa dan kuat melalui kasih.” Kenapa “seharusnya”? Karena Kristus yang memberikan itu dan mengerjakan itu dalam kehidupan kita. Dan ini membawa kita masuk ke dalam aspek yang lain yang juga tidak kalah penting, yaitu apa? Pada waktu kita berbicara Kristus adalah kepala, maka ini membuat kita sebagai tubuh harus senantiasa siap sedia untuk mematuhi apa yang menjadi keinginan kepala. Saudara kalau punya penyakit, kepala perintah apa, maka tubuh tidak akan menjalani itu kalau berkaitan dengan saraf. Tapi kalau kita dikaitkan dalam urat dan sendi yang berelasi dengan kepala, berarti ada satu kesatuan antara kepala dengan tubuh. Apa yang diinginkan kepala, yang diperintahkan kepala, itu pasti akan langsung dijalankan oleh tubuh. Dan ini prinsip saya lihat bukan hanya sesuatu yang dikatakan dalam Perjanjian Baru, tapi Saudara bisa temukan itu dalam kehidupan bangsa Israel ataupun kehidupan dari tokoh-tokoh iman yang ada di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Saya ambil contoh seperti ini. Andaikan, bayangkan kalau kita adalah umat Israel – memang kita adalah umat Israel yang rohani – tapi andaikan kalau kita adalah umat Israel yang hidup pada zaman Musa, yang pada waktu itu Tuhan perintahkan Musa untuk bawa mereka keluar dari Mesir, dan pada waktu mereka keluar dari Mesir Tuhan bawa mereka untuk berjalan di padang gurun selama 40 tahun. Lalu dalam perjalanan itu jumlah mereka adalah 2 juta orang, mereka harus bawa ternak, bawa kebutuhan-kebutuhan lain, pakaian, atau makanan, atau mungkin anak, atau tempat tinggal, seperti itu, kemah untuk mereka bisa tinggal di situ; lalu mereka berjalan selama 40 tahun. Pertanyaannya adalah, kapan mereka harus berjalan, kapan mereka harus berhenti?
Nah di dalam Bilangan 9 Musa berkata, yang memerintahkan mereka untuk berjalan dan berhenti itu adalah Tuhan Allah sendiri. Bukan Musa, tetapi Tuhan Allah sendiri. Kapan mereka berjalan? Dikatakan, ketika tiang awan yang memimpin mereka sebagai simbol kehadiran Allah yang memimpin mereka itu naik dari atas kemah suci, maka saat itu Israel harus siap-siap untuk berjalan. Ketika tiang awan itu turun di atas kemah suci, maka Israel harus tinggal di situ dan menetap di situ. Berapa lama? Tunggu sampai tiang awan itu naik lagi. Kapan itu? Nggak ada yang tahu, Musa nggak tahu, Musa juga mengikuti pimpinan dari pada Tuhan Allah. Kapan tiang itu naik, Israel jalan; kapan tiang itu turun, mereka berhenti. Berapa lama? Nggak tahu. Bisa 1 hari, bisa 1 bulan; bisa pagi hari, bisa di malam hari. Mereka harus siap untuk jalan sesuai dengan pimpinan dari pada Tiang itu. Kita buka Bilangan 9. Bilangan 9:15-23. Saudara, bayangkan kita punya anak, kita punya perbekalan, kita punya peralatan, kita punya kebutuhan-kebutuhan rumah tangga, kita punya bayi, kita punya hal-hal lain dalam kehidupan kita, yang harus dibawa selama perjalanan itu menuju ke dalam Tanah Perjanjian. Mudah tidak? Saya pasti yakin nggak mudah. Saya saja sudah 7 tahun tinggal di Jogja masih ada kotak-kotak buku yang sampai hari ini nggak dibuka. Karena apa? Saya merasa pindah rumah itu susah. Sudah buka semua, nanti di hari mau pindah, harus ngepak lagi, masukin dalam kotak, satu-satu dikirim ke tempat yang lain lagi. Sampai di tempat atau rumah yang baru dibuka lagi semua. Akhirnya saya cuma mikir buka barang-barang yang dibutuhkan, yang belum waktunya dibutuhkan mungkin tetap tinggal di situ, dalam kotak itu. Makanya sampai hari ini kalau ke rumah masih ada lihat di bawah lemari-lemari buku itu ada kotak-kotak yang belum dibuka seperti itu. Israel bagaimana? Tuhan ngomong enggak tahu kapan itu, kamu tinggal di satu tempat berapa lama? Nggak tahu. Kapan baru jalan? Nggak tahu, bisa pagi, bisa malam; bisa satu hari, bisa satu bulan kemudian. Kalau beberapa bulan kemudian baru jalan bagaimana? Mungkin Israel juga terlanjur nyaman tinggal di situ. Barang-barang sudah mulai dibongkar, mendadak ketika mereka mulai nyaman, Tuhan ngomong, “Ayo jalan.” Dan pada waktu jalan itu, bisa nggak kita ngomong “Tuhan, tunggu ya. Aku masih ngantuk; Tuhan, tunggu ya, bayiku masih tidur. Tunggu dia bangun ya baru saya pergi ikut, Kamu ya; Tuhan, tunggu, transaksiku belum selesai. Tunggu sebentar ya.” Saya pikir nggak bisa. Begitu tiang awan itu naik, yang ada adalah kita harus langsung siap untuk ikut Tuhan ke mana Tuhan pimpin. Ini namanya Israel mematuhi Allah atau Kristus itu sebagai Kepalanya, Pimpinan dalam kehidupan dia. Dan itu bukan sesuatu yang mudah.
Dan saya harap gereja juga belajar hal ini. Ketika kita mengikut Kristus, menjadikan Dia Kepala kita, Pemimpin kita; Apa yang Dia kehendaki, kita lakukan. Saudara bisa lihat dari tokoh-tokoh hidup orang saleh juga seperti itu. Abraham, ketika Tuhan berkata, “Keluar dari pada Ur-Kasdim,” dia bilang nggak, “Tuhan, mau ke mana? Kapan ya, Tuhan? Tunggu ya, Tuhan. Mungkin, ada hal-hal yang harus saya selesaikan dulu”? Tapi Alkitab bilang, dia langsung keluar. Waktu Abraham dikatakan, “Korbankan anakmu, Ishak, di atas Gunung Muria.” Dicatat esok hari, pagi-pagi, dia langsung pergi untuk bawa anaknya ke gunung itu. Pada waktu Daud ditegur untuk meninggalkan dosa, dia nggak ngomong “Tunggu ya, Tuhan. Masih enak tuh.” Tapi dia langsung saat itu juga dia bertobat. Waktu Yusuf diminta untuk menikahi Maria: “jangan ceraikan Maria;” dikatakan begitu dia bangun tidur, besoknya, langsung dia kawini Maria. Saudara, orang kudus selalu punya sikap yang siap mentaati apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kalau Tuhan menghendaki dia meninggalkan dosa, dia langsung meninggalkan dosa itu. Kalau Tuhan menghendaki dia taat kepada Tuhan, dia langsung taat menjalankan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Siap sedia; itu baru namanya kita melihat dia sebagai Kepala kita di dalam kehidupan kita, berjalan bersama-sama dengan Tuhan di dalam dunia ini. Saya harap kita belajar mulai bertumbuh di dalam hal ini. Dalam kehidupan kita, ketika kita berani mengatakan diri kita adalah orang Kristen atau umat Allah.
Dan pada waktu kita melihat Dia sebagai Kepala, hal ketiga adalah kita akan melihat Dia menjadi tempat kita meninggikan atau memberikan kemuliaan-Nya. Saudara, kalau melihat segala sesuatu bersumber dari Kristus, dari Kristus, dan untuk Kristus, oleh Kristus, maka nggak ada satu bagian dari kehidupan kita yang bisa dijadikan tempat untuk kita meninggikan diri atau berbangga diri. Tapi justru kita tahu: saya bisa melayani karena Tuhan yang berikan pelayanan dan karena Tuhan yang peliharakan pelayanan itu dalam kehidupan saya, maka itu yang membuat saya berhasil. Kalau saya bisa menjabat suatu posisi, karena Tuhan yang memberikan jabatan itu dan memelihara jabatan itu sehingga membuat saya mungkin ada orang yang mendengarkan itu dan memberkati itu, bukan karena faktor sayanya. Mungkin kita ada faktor yaitu cuma bertekun, setia, pada pekerjaan yang Tuhan percayakan. Tetapi, di yang lain hal, semuanya adalah bersumber dari Allah, dan oleh Allah, dan untuk Allah. Dan itu membawa kita harusnya mengembalikan kemuliaan hanya bagi nama Kristus saja; bukan untuk diri kita.
Dan terakhir, Saudara. Pada waktu kita melakukan semua hal ini, hal yang menjadi pengikat terakhir yang harus ada adalah kasih. Saudara mau punya pengetahuan sebanyak apa pun, kalau itu tidak membawa ke dalam suatu kehidupan yang memiliki kasih, pengetahuan Saudara nggak ada gunanya sama sekali. Saudara mau punya sesuatu emosi yang kelihatannya begitu menggebu-gebu bagi Tuhan, suatu dorongan yang begitu besar untuk melayani Tuhan, sepertinya, tetapi kalau itu tidak didasarkan dari hati yang mengasihi, itu semua nggak ada arti dan nilainya sama sekali. Bahkan, ketika Saudara menyerahkan hidup Saudara sekali pun, demi untuk orang lain, atau untuk Tuhan, tapi bukan karena kasih, maka itu tidak ada nilainya atau artinya bagi Tuhan. Karena itu kita jangan sampai melupakan hal ini. Rasul Yohanes di dalam kitab terakhir, akhir-akhir kehidupannya di dalam surat Yohanes, kalau Saudara baca, selalu yang diangkat adalah kasih. Kasih tanda kita adalah anak Allah. Kasih adalah tanda kita hidup dalam terang. Kasih adalah tanda kita mentaati Tuhan Allah. Kasih menjadi unsur yang penting. Saudara, makin hidup mengenal Tuhan, saya harap kita tidak menjadi Farisi-Farisi. Dan yang tidak membuat kita menjadi Farisi apa? Ada kasih dibalik pengetahuan dan pengenalan kita akan Tuhan. Dan ini yang harusnya kita bangun dalam gereja.
Jadi, harus bertumbuh? Bertumbuh. Pribadi? Ya. Totalitas gereja? Orang-orang Kristen yang lain bersama-sama bertumbuh? Harus begitu. Tapi, harus ada kasih yang mengikat. Kala nggak ada kasih, yang terjadi adalah perpecahan di dalam gereja. Tapi kalau ada kasih, yang muncul adalah kesatuan dalam gereja, makanya membangun gereja itu susah sekali. Yang satu sudah mengerti, yang lain belum mengerti. Bisa nggak yang satu itu jalan sendirian? Saya pikir sulit sekali. Yang satu itu harus narik yang belum mengerti untuk bisa ikut bertumbuh bersama. Dan itu membuat sering kali gereja sulit dan terseok-seok di dalam pelayanan. Tapi saya pikir itu sesuatu yang mungkin Tuhan izinkan untuk masalah kita bertumbuh bersama dalam gereja. Dan kita bangun bersama dalam iman kepada Kristus. Dan itu adalah suatu keindahan. Jadi mulai sekarang kalau melihat orang yang aneh di sebelah kita jangan cepat marah. Kalau orang yang emosional, orang yang kurang disiplin,dan yang lain lain. Bukan berarti mereka boleh seperti itu terus ya. Kita harus bawa mereka mengenal yang benar itu seperti apa dan hidup dengan pendewasaan. Mari kita masuk dalam doa.
Kembali kami bersyukur Bapa, untuk cinta kasih, belas kasihan yang boleh Engkau nyatakan dan untuk keterlibatan kami yang ada di dalam Tubuh-Mu, untuk menjalankan apa yang menjadi kehendak-Mu dalam kehidupan kami. Tolong, pimpin kami, biarlah Firman yang telah dinyatakan, itu boleh menjadi suatu kebenaran yang kami mengerti. Biarlah relasi antara Kristus dengan Tubuh-Nya, yaitu jemaat, itu juga boleh menjadi sesuatu dasar membuat kami lebih berani, lebih bertekun, untuk hidup di dalam kebenaran dan ketaatan dalam kehidupan kami; dan kesalehan dan kasih. Tolong, masing-masing kami, Bapa, dan pimpin kehidupan kerohanian kami. Karuniakan pertumbuhan, berikan pengetahuan yang makin dilimpahkan dalam kehidupan kami dalam Kristus, dan karuniakan kami dengan suatu kehidupan yang semakin menundukkan diri, dan semakin diubahkan oleh Firman dan kebenaran yang telah Engkau nyatakan. Berikan kami cinta kasih akan tubuh-Mu juga Bapa, akan Saudara-saudara seiman kami yang lain, yang melaluinya kami boleh bertumbuh bersama di dalam kemuliaan Tuhan dan kebenaran Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami bersyukur dan berdoa. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]