Doa dengan iman
Yak. 5:12-18
Vik. Nathanael Marvin
Bapak, Ibu, Saudara sekalian, apakah kita sebagai orang Kristen itu adalah orang Kristen yang tekun berdoa? Apakah orang di gereja ini adalah orang-orang tekun berdoa? Bapak, Ibu, Saudara sekalian, apakah kita berani menjawab pertanyaan ini? Pertanyaannya sangat jelas. Bisa dijawab “iya” dan “tidak”. Tetapi jawabannya ini sebenarnya cukup rumit, cukup tricky, cukup menjebak. Karena apa? Kalau kita jawab tekun, mungkin kita adalah orang yang sombong. Ya ngaku-ngaku “Saya rajin berdoa sebagai orang Kristen”. Dan mungkin kita seperti orang Farisi dan nanti dianggap sombong juga oleh orang lain. Bisa saja demikian. Kalau kita misalkan “Saya rajin berdoa”, wah itu mungkin sombong, mungkin kita dianggap sombong atau kita jujur ya mungkin. Kalau kita jawab tidak tekun berdoa, kita mengakui kelemahan kita dan akhirnya orang menganggap kita jelek. “Masa hamba Tuhan jarang berdoa”, kan jelek banget ya. Masa orang Kristen katanya sudah diselamatkan di dalam Kristus nggak pernah berdoa ke Tuhan Yesus. Kan kurang baik dan kurang taat kepada Tuhan. Meskipun mungkin kita mengatakan itu pun pernah kita alami, sebagai orang Kristen kita pun manusia yang berdosa.
Namun, pertanyaan ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian, sebenarnya merupakan pertanyaan refleksi bagi kita. Khususnya untuk memperhatikan kerohanian kita sendiri. Dan sebenarnya baik untuk kita, supaya kita tahu sejauh mana sih kita mengenal Tuhan. Dan sejauh mana kita mau taat pada perintah Tuhan. Karena ada seorang teolog mengatakan bahwa wujud praktek sederhana dari seseorang yang beriman dan mengenal Tuhan adalah apa? Adalah berdoa. Itu praktek pertama waktu kita kenal Tuhan. Itu praktek beriman. Ketika kita mengenal Tuhan, kita punya iman, pertama-tama itu kita bisa lakukan apa? Kita bisa lakukan berkomunikasi kepada Tuhan. Karena relasi itu yang terputus sudah menyambung kembali. Menyambungnya dengan cara apa? Anugerah Tuhan dan kemudian kita bisa berelasi kembali.
Pertanyaan refleksi ini perlu kita biasakan dalam kehidupan personal kita. Supaya apa? Supaya kerohanian kita itu tetap terpantau. Dan kita bisa memperbaiki hidup kita sendiri dalam pertolongan dan anugerah Tuhan. Jadi kita bisa tanya, kita itu sendiri sudah rajin berdoa atau belum. Sudah, jawab sendiri. Tidak perlu orang lain tahu bahkan. Kita sudah sungguh-sungguh belajar firman Tuhan atau belum. Kita refleksi sendiri. Karena pandangan orang lain belum tentu pandangan yang objektif dan benar juga. Jadi ini bicara soal waktu kita bertanya, “Kami ini Tuhan sudah tekun berdoa atau belum?” itu sebagai refleksi, sebagai introspeksi, evaluasi bagaimana kerohanian kita di hadapan Tuhan.
Andai ada orang, teman-teman kita di sekitar kita itu menegur kita, “Ayo rajin berdoa dong!”, “Ayo kamu harus rajin berdoa!”. Kita bagaimana meresponinya Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Ya sudah, kita terima baik-baik saja. Jangan pikir bahwa “Wah dia sudah menghakimi saya. Bahwa saya itu tidak rajin berdoa. Saya rajin berdoa kok, kamu menghakimi sebatas ketemu berapa jam sih di luar dalam seminggu.” Terus akhirnya kita sombong dan tidak mau menerima nasehat tersebut. Tidak! Kalau orang mengatakan “Ayo rajin berdoa.” Kita mau lebih rajin berdoa, terima saja. Itu sebagai masukan, sebagai peringatan, supaya kita mungkin memang perlu lebih tekun lagi berdoa kalau memang kita anggap diri kita sudah tekun berdosa, misalnya ya.
Bapak, Ibu, Saudara sekalian, mengapa sih banyak orang Kristen akhirnya tidak tekun berdoa kepada Tuhan? Ada orang menganggap “Saya sudah rajin berdoa. Pagi doa makan. Pagi doa bangun tidur. Siang doa makan. Malam doa makan. Malam lagi doa sebelum tidur.” Sudah kan, rajin. Tetapi sebenarnya tuntutan Tuhan itu bukan doa di dalam waktu-waktu tertentu saja, melainkan doa senantiasa. Itulah kenapa rasul Paulus mengatakan “Berdoalah senantiasa!”, “Berdoalah tanpa henti!”. Jadi doa itu bisa setiap jam, setiap detik. Dan kalau kita merefleksikan kehidupan kita berapa banyak kita terus memperhatikan Tuhan? Terus berdoa kepada Tuhan? Mungkin kita bisa berubah jawabannya, dari yang “Saya katakan saya rajin berdoa” jadi “Saya katakan saya kayanya kurang untuk berdoa kepada Tuhan”.
Nah mengapa akhirnya banyak orang Kristen tidak tekun berdoa kepada Tuhan? Salah satu yang membuat akhirnya kita tidak tekun berdoa adalah karena kita tidak mengerti manfaat dari doa itu sendiri. Kenapa seorang businessman, seorang karyawan dia tekun bekerja? Karena dia mengerti manfaat dari bekerja; dapat nafkah, dapat hal baik untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari. Kenapa para mahasiswa tekun untuk kuliah? Nggak boleh bolos, kalau sampai bolos 3x bisa sampai di drop out. Kenapa? Karena manfaatnya penting, untuk masa depan. Nah demikian juga, kalau kita menjadi orang Kristen yang jarang berdoa, salah satu kemungkinannya adalah kita tidak mengerti manfaat doa itu apa dalam kehidupan kita. Kita kurang ingin tahu tentang doa, kita kurang belajar tentang doa, kita tidak minta anugerah Tuhan untuk menolong kita supaya kita bisa berdoa dengan tekun sesuai dengan kehendak Tuhan. Alkitab sering mengatakan bahwa jangan jemu-jemu berdoa, tekunlah berdoa.
John Calvin, seorang tokoh reformator gereja, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yang sangat suka firman Tuhan, suka meneliti firman Tuhan, suka mencari kerajaan Allah serta kebenaran tentang kerajaan Allah tersebut, dia jelaskan di dalam tulisan-tulisannya, kita bisa menemukan bahwa ada beberapa manfaat doa yang kita peroleh. Apa saja? Kurang lebih 6 ya, saya sharing-kan sedikit saja. 6 hal yang menjadi manfaat doa bagi kehidupan kita sebagai orang Kristen adalah pertama membangkitkan semangat hidup. Kedua, supaya memiliki hasrat yang tulus. Ketiga, menambah rasa syukur. Keempat menolong kita untuk merenungkan jawaban-jawaban Tuhan atas doa kita. Kelima, supaya kita yang lebih besar di dalam Allah. Dan juga yang keenam, konfirmasi providensia Allah. Jadi doa itu betul-betul adalah seperti nafas hidup rohani kita. Membangkitkan semangat hidup supaya kita bisa terus bekerja, terus belajar, terus beribadah, terus taat kepada Tuhan, terus hasrat kita semakin kudus karena kita bertemu dengan Tuhan yang kudus. Kita juga merasakan, pasti, kalau kita berdoa itu selalu yang paling mudah kita ucapkan adalah “terima kasih”. Menerima kasih dari Tuhan, mengucap syukur atas anugerah Tuhan. Waktu kita berdoa kita juga bisa merenungkan jawaban-jawaban doa Tuhan itu seperti apa, dan kita memperoleh sukacita yang besar. Dan konfirmasi providensi Allah adalah dengan cara berdoa. Kalau kita masih bisa berdoa berarti Tuhan yang menopang tangan kita dan kerohanian kita untuk bergantung kepada-Nya.
Nah keuntungan ini adalah keuntungan rohani khususnya bagi kita. Kita bisa berpikir, “Oh itu banyak manfaatnya untuk saya”. Maka kita harusnya mau berdoa. Tetapi manfaat rohani tersebut sebenarnya adalah demi apa? Demi kemuliaan Tuhan, demi kepentingan kerajaan Tuhan. Tuhan sendiri tidak ingin anak-anakNya itu menjadi orang Kristen yang tidak sukacita, penuh dengan keputusasaan. Inginnya bunuh diri terus, inginnya langsung pengen cepet masuk surga. Langsung betul-betul meninggalkan tugas-tugas dan juga tanggung jawab di Bumi ini. Nggak! Justru Tuhan menginginkan anak-anakNya itu bertanggung jawab atas tugas yang Tuhan berikan dan juga melakukan kehendak Tuhan di dalam dunia ini. Rasul Paulus terus mengatakan kepada jemaat Tesalonika “Berdoalah senantiasa. Jangan berhenti berdoa. Terus berdoa kepada Tuhan dalam segala hal.” Karena Paulus tahu betapa pentingnya dia berdoa. Dan dia tahu bagaimana doa itu menjadi kehendak Tuhan atas kehidupan orang-orang percaya, khususnya di masa-masa sulit.
Asal doa yang dinaikkan itu adalah doa yang berpusat pada Allah dan demi kerajaan Allah, hidup kita akan mengalami Tuhan sendiri. Karena kita bisa ada waktu. Bisa bedakan ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, doa itu ada doa yang kudus, ada doa yang tidak kudus. Semakin banyak orang berdoa dengan tidak kudus, semakin sebenarnya mencelakakan dia. Karena apa? Doa yang tidak kudus berarti apa? Egosentris, berpusat pada diri, menganggap Tuhan itu budaknya yang bisa diatur-atur, bisa diperintah-perintah, Tuhan itu sebagai tong sampah yang kita curahkan seluruh sampah dalam kehidupan kita, kebencian kita. Tuhan kita manfaatkan. Itu adalah doa yang tidak kudus. Tetapi doa yang kudus, kalau betul-betul dilakukan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tadi, manfaatnya kita akan memperolehnya.
Nah perhatikan kebenaran ini ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kehidupan doa yang teosentris adalah kehidupan doa dengan iman yang sejati kepada Yesus Kristus. Itu kehidupan doa yang teosentris. Kita berpusat pada Yesus Kristus yang adalah Tuhan dan pengantara kita kepada Bapa di surga. Dari bagian yang kita bahas ini dalam kitab Yakobus, Yakobus menasihatkan kita untuk bicara tentang berdoa. Orang-orang Kristen harus tekun berdoa. Tetapi bukan sekedar doa-doa terus tanpa ada pembelajaran, tanpa ada pertumbuhan dalam berdoa. Banyak orang berdoa, rajin berdoa, bahkan orang non-Kristen pun berdoa dalam versinya sendiri, tetapi doa itu adalah doa yang salah. Itu sangat disayangkan. Kita doa tapi doanya salah. Kita berbuat baik tapi perbuatan baik yang tidak tepat, yang salah bahkan di hadapan Tuhan, yang dikatakan oleh Tuhan ini juga adalah kain kotor. Dosa itu salah, melawan Tuhan, kamu berdoa pun menjadi salah dan melawan Tuhan. Padahal usaha kita sudah katakan, “Saya berdoa, saya rajin berdoa.” Tapi Tuhan lihat doa itu adalah doa yang busuk, doa yang tidak kudus, doa yang melawan Tuhan, doa yang memberontak Tuhan. Itu mengerikan. Justru harus stop berdoa kalau doanya kayak gitu terus. Jangan berdoa! Karena doanya tidak kudus kok, malah melawan Tuhan. Ngapain! Kalau doa malah melawan Tuhan itu perbuatan dosa. Orang-orang Kristen harus tekun berdoa, tapi jangan lupa ada doa yang salah. Hati-hati. Tuhan nggak suka juga, tapi orang Farisi berdoa, dia dapat upahnya lah, dipuji orang. “Wah orang Farisi itu rohani.” Tapi bertele-tele, muter-muter, bosan gitu ya. Dan tidak memiliki prinsip firman Tuhan yang benar. Itu pun salah di mata Tuhan.
Doa itu adalah sebuah kemampuan atau skill, seperti main musik, seperti bersosialiasi, seperti menggambar atau berkendaraan maka terus perlu belajar. Sampai kita sudah otomatis tahu, “Oh doa yang benar itu seperti ini. Saya nggak boleh doa seperti ini. Ngapain doa ini, kurang ajar kepada Tuhan. Minta-minta yang tidak menjadi hak kita.” Jangan pikir kita selalu doa pasti benar. Doa belum tentu benar di hadapan Tuhan. Justru orang berdoa itu berdosa malah, karena doanya tidak kudus. Bisa saja demikian. Meskipun kita tahu bahwa orang yang berdoa tidak kudus tentu lebih baik daripada orang yang tidak berdoa. Tidak berdoa sama sekali, ya tentu kita banding-bandingkan bisa. Tapi kalau dibandingkan dengan doa yang benar, dibandingkan dengan doa yang tidak benar ya pasti, tuntutan Tuhan adalah doa yang benar. Makanya Tuhan Yesus sendiri di dalam kehidupan-Nya di Bumi ini pernah mengajarkan doa. Doa itu yang benar gini, doa Bapa kami. Bukan kata-katanya persis, tapi prinsipnya. Ini standar doa yang the best bagi orang Kristen adalah doa Bapa kami. Ngomongnya ke Bapa, ada permohonan, ada pengagungan, ada pengakuan dosa, ada permintaan, ada unsur pengampunan, ada juga soli deo gloria, dan juga kita berdoa itu di dalam pengantara Yesus Kristus. Melalui Yesus Kristus menuju kepada Bapa.
Nah Yakobus menjelaskan bahwa doa itu perlu dilakukan bukan hanya doa pribadi, tetapi berdoa di dalam setiap keadaan kita maupun orang lain. Konteks komunitas itu juga perlu doakan. Bahkan bukan hanya itu, konteks di mana kita tinggal, negara kita, di mana kita juga sebagai saudara seiman adalah sama-sama satu gereja dengan umat Allah di seluruh penjuru dunia. Nah di sini Yakobus lebih fokus kepada 3 keadaan yang pada umumnya orang sangat mungkin bisa lupa berdoa. Jadi Yakobus tahu prinsip doa itu harus senantiasa, doa itu harus dalam setiap keadaan. Tapi dalam bagian ini Yakobus menjelaskan 3 keadaan di mana kita hati-hati, jangan sampai tidak berdoa. Yaitu pertama adalah kalau keadaan menderita, berdoalah. Ketika orang menderita, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, apakah betul-betul orang itu langsung berdoa? Belum tentu. Banyak orang yang justru menderita hidupnya, kesulitan dalam hal ekonomi, keluarga, kesulitan dalam hal relasi, justru tidak berdoa. Mereka anggap Allah itu sudah mati, tidak ada. Buktinya apa? Semua jahat kok di sekitar saya. Orang tua saya jahat, keluarga saya jahat. Sudah Allah itu tidak ada, saya berhenti berdoa. Karena apa? Penderitaan, sakit hati, luka hati. Allah itu tidak menolong mereka sehingga sekalipun ditimpa kesulitan, mereka tidak mau berdoa. Apalagi kalau orangnya itu terlalu ingin menguasai segala sesuatu. “Kalau Tuhan itu baik, kenapa ada orang diperkosa terus akhirnya dibunuh? Tuhan itu nggak ada!” Dia melihat penderitaan bukannya berdoa malah menghakimi Tuhan, “Tuhan itu nggak ada! Buktinya membiarkan perbuatan dosa yang begitu kejam itu terjadi terus. Mana Tuhan itu Mahakuasa?” Justru malah nggak berdoa. Yakobus katakan saat menderita, respons yang paling tepat kita lakukan adalah berdoa. Jangan andalkan diri, jangan andalkan orang lain, andalkan Tuhan terlebih dahulu, bagaimana Tuhan memberikan pertolongan kepada kita. Tuhan memang bisa menggunakan orang lain untuk menjawab doa-doa kita tetapi Tuhan pun ingin kita memiliki prinsip bahwa ketika menderita, ingat, engkau itu bergantung kepada Tuhan, harus berdoa.
Yang kedua, Bapak, Ibu, Saudara sekalian kalau keadaan gembira, berdoa juga, jangan lupakan Tuhan. Banyak orang yang dapat berkat melimpah akhirnya lupa akan Tuhan. Waktu miskin berdoa supaya kaya. Ketika sudah kaya tidak berdoa, akhirnya melupakan Tuhan, akhirnya menganggap ini karena usahanya sendiri. Waktu susah berdoa, waktu gembira lupa bersyukur kepada Tuhan. Kita menjadi orang yang tidak tahu diri, tidak tahu terima kasih kepada Tuhan. Maka dari itu Yakobus katakan ketika sukacita ingat, bersyukur, memuji Tuhan, bernyanyi dikatakan ya. Ketika gembira, ketika cukup, ketika banyak berkat jasmani, bersyukurlah, jangan malah akhirnya semakin menjadi-jadi.
Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau kita melihat hal ini, kita bisa tahu, andai kita mengalami penderitaan, andai kita itu tidak semakmur orang lain, kita bisa tahu mungkin kalau kita gembira, semakmur orang lain, kita akan melupakan Tuhan. Jadi bersyukurlah atas keadaan kita hari ini. Bahkan peng-Amsal juga mengatakan, “Sudahlah, jangan berdoa minta kaya. Tapi juga jangan berdoa minta miskin.” Nggak ada kayaknya ya orang yang minta miskin itu. Tapi kita bisa berdoa supaya jangan berikan aku kekayaan sampai aku melupakan Tuhan, dan juga jangan sampai aku dalam keadaan miskin sehingga aku harus mencuri dan berdosa di hadapan Tuhan. Sudah! Syukurilah apa yang Tuhan sudah berikan kepada engkau. Baik menderita, baik gembira tetap berdoa memuji nama Tuhan.
Orang Yahudi punya tradisi membuat doa yang begitu panjang kepada Tuhan. Akhirnya terbentuklah pujian. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, pujian Mazmur itu adalah doa yang diberikan nada. Kitab Mazmur, kitab paling banyak itu adalah kitab doa, kitab pujian kepada Tuhan, kitab yang adalah doa kemudian diberikan nada-nada. Orang berpuisi untuk berdoa kepada Tuhan, memuji Tuhan, terus puisinya itu dijadikan lagu. Atau memang ada yang memang sengaja untuk dibuat lagu untuk dinyanyikan bersama-sama dalam ibadah. Itu kan keindahan orang Kristen Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ketika kita sedih, kita tetap bisa memuji Tuhan. Ketika kita gembira, tetap bisa memuji Tuhan. John Calvin mengatakan “singing is praying”. “Singing to God is praying to God”. Waktu kita menyanyi pujian itu bukan cuma keluar suara yang bagus, yang keras. Bukan! Tapi kita sedang berdoa kepada Tuhan dengan bersama-sama, dengan fokus, teratur, nadanya baik. Itu melatih emosi, melatih hati kita supaya teratur. Bahkan Agustinus juga mengatakan bahwa musik hymne ketika dinyanyikan itu adalah berarti kita itu praying twice. Waktu kita menyanyikan lagu-lagu hymne, kita sedang berdoa 2x. Bukan saja berdoa dengan kata-kata, tetapi melalui usaha tambahan. Yaitu apa? Menarik nafas. Kita berusaha berdoa, menarik nafas yang panjang, meregangkan nada yang tinggi ataupun rendah. Kita sedang berusaha untuk belajar berdoa. Maka sangat penting kita menyanyikan pujian dengan sikap berdoa sebenarnya. Jadi sikap sungguh-sungguh di hadapan Tuhan karena kita sedang betul-betul memuji Tuhan.
Ambil contoh saja ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita kalau berdoa dengan kata-kata saja kita bisa katakan, “Tuhan Engkau adalah Allah yang Maha suci.” Tapi kalau pakai lagu kita tahu ya, “Suci, suci, suci..” 3x sudah ngomong suci kepada Tuhan. “Allah Maha kuasa…” Wah itu juga langsung memuji terus. Jadi pujiannya itu berlanjut. Tapi kalau sekedar kata-kata ya sudah, stop. OK lah kita bisa panjangkan, dan yang lain-lain, tetapi kalau bayangkan ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ada lagu-lagu tertentu yang bisa dinyanyikan 3 menit, 4 menit, 5 menit. Kita bisa enjoy aja. 1 bait, berapa bait. Tapi kalau doa panjang-panjang kira-kira enjoy nggak ya? 10 menit Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tutup mata, terus dengerin saya 10 menit berdoa. Itu berat ya. Kadang-kadang bisa ada ngantuknya, lupanya, banyak pikiran. Tapi kalau nyanyi, itu membuat kita fokus untuk memuji Tuhan. Maka Yakobus sendiri katakan kalau gembira, ayo menyanyi. Lebih 2x lipat berdoanya. Harusnya ya menderita juga tetap berjuang untuk berdoa ya.
Kemudian 3 ya, kalau kondisi sakit berdoa. Nah ini adalah sakit penyakit ya. Meskipun banyak orang sakit di rumah sakit, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tetap sandaran nya itu obat, sandarannya itu dokter, sandarannya itu adalah tenaga medis. Bukan berarti kita tidak mengakui kemampuan mereka. Tuhan memang menyatakan kasih yang umum, anugerah umum itu melalui ilmu dan teknologi. Jangan salah! Ilmu medis dan lain-lain. Tetapi yang salah adalah kalau kita bergantung kepada mereka saja. Bergantung kepada obat-obatan saja dan lupa bergantung kepada sumber anugerah itu sendiri, yaitu Tuhan. Maka Yakobus katakan kalau sakit, berdoa pertama-tama. Doa akan menuntun engkau untuk bisa melakukan hal yang diinginkan Tuhan. Andaipun salah keputusan, kita sudah berdoa. kita salah itu salah kita. Salah, kita sendiri namanya mengambil keputusan, tetapi kita sudah berdoa kepada Tuhan terlebih dahulu.
Yakobus menasihati dengan tradisi zaman itu, kalau sakit nih, bahkan kalau perlu, panggil penatua jemaat. Sebenarnya kenapa sih perlu panggil penatua jemaat, ini konteks zaman 2000-an tahun yang lalu. Sudah lama sekali. Panggil penatua jemaat. Selain bicara soal teologi Alkitabiah, atau teologi yang benar, ketika ada penatua kan minimal doanya itu teologinya benar, ajarannya benar. Tapi ingin juga supaya prakteknya itu benar juga, tidak melenceng dari Alkitab ketika dia berdoa atau mendoakan orang yang sedang sakit. Ketika Yakobus memberi nasihat tersebut, panggil penatua, itu wujud dari OK-lah, teologinya harusnya benar ya. Jangan sampai doanya itu doa macam-macam lah, kurang lebih. Terus kemudian Yakobus juga katakan oleskan minyak dalam nama Tuhan. Itu pun pernah dijelaskan di dalam Injil Markus 6:13.
Nah point-nya adalah ketika panggil penatua jemaat, sebenarnya bukan berarti kita harus memanggil penatua jemaat waktu kita sedang sakit. Nanti si hamba Tuhan, penatuanya juga kalau setiap jemaat panggil dia, nanti nggak kerja, nggak ada pelayanan yang lain ya. Tetapi maksudnya adalah kita perlu belajar doa yang benar. Kalau doa salah, maka ya sayang, salah juga. ada orang yang pernah terganggu ketika ada pelayan Tuhan sedang mendoakan yang sedang sakit. Dia terganggu mendengarkan doa tersebut karena apa? Doa itu menjelaskan bahwa sakit ini berarti ada kuasa kegelapan di dalam diri orang tersebut. “Wah pasti ada kuasa kegelapan nih, harus bertobat!” Dinasihatinya di dalam doa tapi ya, bertobat! Terus juga, “Tuhan tolong jangan sampai dia binasa, hilang keselamatan. Tuhan berikan pertolongan.” Ini doa apa ya. Doa orang sakit atau doa KKR. Suruh bertobat, ditakut-takutin nanti bisa hilang keselamatan. Ini sudah sakit kok, di rumah sakit, sudah masuk ICU. Jadi keselamatan kurang lebih dijelaskan di dalam doa tersebut keselamatan itu di dalam tangan orang itu, bertobat atau tidak. Kemudian kalau sakit, berarti pasti karena dosa atau karena ada kuasa kegelapan. Ini kan ajaran yang salah. Kita didoain orang tapi disesatkan dengan doanya. Itu maksud Yakobus hati-hati berdoa. Memang nggak bisa doa sendiri kalau sakit? Bisa kan? Bisa! Tapi bukan sebatas itu, kalau memang pada zaman itu konteksnya adalah jemaat masih sedikit, penatua juga memang memberikan pelayanan itu dengan terbuka. Sudah, panggil saja kalau ada yang sakit. Supaya doanya itu benar, bisa kasih firman, kasih penghiburan. Jangan malah disesatkan. Jangan malah ditakut-takuti orang yang sedang sakit.
Seringkali, saya juga ya, sebagai hamba Tuhan itu antenanya langsung bergerak kalau doa yang didengar itu salah, ngaco. Mungkin nggak terlalu parah lah kesalahannya. Misalkan doanya langsung ke Tuhan Yesus atau ke Roh Kudus. Nggak masalah. Tapi secara publik itu Yesus ajarkan doa itu ngomong Bapa. Kita itu tujuannya kepada Allah Bapa, Allah Tritunggal Pribadi pertama. Nggak salah ngomong ke Tuhan Yesus itu betul, kan Tuhan Yesus Tuhan. Roh Kudus juga betul, Roh Kudus adalah Tuhan. Tapi untuk secara baku, untuk secara menjelaskan teologi, ada unsur pengajarannya, apalagi di dalam publik itu lebih baik doa ke Bapa di surga. Kita ini anak-anak Tuhan. Berdoa menurut pimpinan Roh Kudus di dalam nama pengantara kita. Untuk bisa kita datang kepada Bapa, yaitu melalui Yesus Kristus. Itu jelas, itu enak gitu ya, ketika kita tahu yang benar itu kayak gini. Terus mendengar doa yang salah itu, ya sudah lah, toleransi, toleransi. Toleransi antar umat beragama gitu ya, umat Kristen. Ya sudah.
Terus juga kita itu orang Reformed tidak suka kalau ditutup dengan “Haleluya, amin.” Kenapa Bapak, Ibu, Saudara sekalian nggak suka? Bukan berarti kita rasis ya, bukan berarti kita nggak nyaman nggak benar. Bukan. Karena waktu kita berdoa nih, kita sedang berhadapan dengan Bapa di surga, “dalam nama Tuhan Yesus.” Terus “haleluya” itu kita memalingkan ke orang lain. Haleluya. Terus amin. Haleluya kan artinya puji Tuhan. Puji Tuhan berarti apa? Mengajak manusia memuji Tuhan. Bukan mengajak Tuhan puji Tuhan. “Puji diri Kamu sendiri.” Bukan! Haleluya itu ngajak orang lain memuji Tuhan. Nggak gitu. Masa gini ya, anggap lah orang Kristen berdoa, terus “Alhamdulilah, amin.” Kan nggak. Nggak enak ya. alhamdulilah itu apa, puji syukur kan ya. Artinya memuji Tuhan. Tapi itu balik lagi, sudah lah, toleransi lah. Toleransi lagi. Ya maksudnya apa, ya sudah ketika berdoa kepada Tuhan, kita berpaling dulu dari Tuhan, ngomong ke manusia, “Ayo pujilah Tuhan.” OK. Terus ngomong lagi ke Tuhan, “amin”. Ya sudah. Tapi Bapak, Ibu, Saudara sekalian, secara teologi itu salah. Haleluya itu memuji Tuhan, ngajak orang memuji Tuhan. Kita nggak ngomong ke Tuhan itu haleluya. Kita ngomong ke sesama itu baru haleluya. Tapi ya balik lagi ya, kita perlu belajar supaya jangan salah. Kita ngomong ke presiden atau orang yang lebih tinggi dari kita saja hati-hati, tapi ke Tuhan kok bisa memalingkan muka. Udah, tapi terus bali lagi, “amin” gitu ya. aneh sekali ya.
Nah penafsir mengatakan bahwa ini betul-betul hati-hati. Memang the power to heal is invested in prayer, not the elder. Jadi kuasa untuk menyembuhkan itu bukan dari si elder-nya, bukan dari si penatuanya, tapi dari doa yang benar itu sendiri yang dari Tuhan sendiri. Kalau doa yang benar, seseoarang itu bisa berdoa dengan benar karena siapa? Karena Tuhan, bukan karena kita. Berarti waktu kita menjalankan perintah Tuhan, Tuhan bisa menjawab doa kita. Doa yang benar, doa yang Alkitabiah, itu adalah menyatakan kuasa Tuhan sendiri, bukan pada penatuanya. Balik lagi ya, kita tidak bisa mendewakan kalau sakit langsung panggil pendeta. Siapa kita. Siapa pendeta itu juga harus berjasa untuk mendoakan sesama. Nggak! Kuasa itu di dalam Alkitab, firman Tuhan yang benar. Maka sekalipun kita sakit, kita nggak panggil orang lain, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Kita berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan nggak masalah. Apakah kita harus menjadi orang yang harus diperhatiin orang? Nah berarti pusatnya adalah diri kan? Justru Tuhan katakan harus memperhatikan orang lain. Berarti kita yang menwarkan, “Mau didoakan nggak?” Kalau dia nggak mau didoakan ya nggak masalah. Apa ruginya di kita? Kita sudah jalankan perintah Tuhan untuk saling mengasihi satu dengan yang lainnya.
Lalu balik lagi Bapak, Ibu, Saudara sekalian, minyak dalam konteks ini bukanlah minyak urapan yang seperti digunakan oleh gereja zaman ini atau bangsa Israel di dalam Perjanjian Lama. Di Perjanjian Lama itu dijelaskan minyak urapan, betul. Tapi jarang sekali dan itu konteks bangsa Israel sebenarnya. Waktu apa? Waktu bangsa Israel mau membuat Rumah Tuhan. Tuhan kasih aturan sendiri, ini bahan minyak urapan, itu apa? Minyak mur, kayu manis, tebu, minyak zaitun. Itu bahan-bahan yang khusus. Bahan alami yang Tuhan perintahkan di dalam Kitab Keluaran. Jadi minyak urapan di dalam Perjanjian Lama itu digunakan sesuai dengan apa yang Tuhan perintahkan. Itu ramuan khusus. Tetapi digunakan untuk apa? Digunakan untuk kemah suci. untuk perabotan-perabotan yang kudus. Bahkan kalau orang boleh memakai minyak urapan itu siapa orang tersebut? Orang yang dipilih Tuhan sebagai imam. Jadi imam besar atau para imam boleh dicurahkan minyak urapan. Tetapi itupun tidak mengandung kuasa supranatural di dalam Perjanjian Lama ya. Nggak mengandung kuasa supranatural tetapi sebagai simbol bahwa ini itu sudah dipisahkan hanya untuk Tuhan, pekerjaan Tuhan, khususnya dalam ibadah di kemah suci. Perabotan-perabotan, kemudian para imam dioleskan minyak atau dicurahkan minyak urapan.
Tapi kalau ada orang iseng, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, namanya manusia berdosa kan suka iseng ya, terhadap hal-hal tersebut itu pengen ambil minyak tersebut, kemudian si orang ini, “Saya juga pengen kaya imam ah. Berlagak kaya imam. Sudah siapa tahu dapat kuasa, jadi superhuman.” Kemudian apa yang terjadi? Tangkap orang itu, hukum mati. Sembarangan, melawan perintah Tuhan. Tuhan sudah nyatakan kok ini untuk para imam dan kemah suci. Harus dihukum mati. Jadi dalam Perjanjian Lama sendiri tidak ada penjelasan bahwa minyak urapan itu kuasa supranatural.
Kalau sekarang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, minyak urapan yang dipakai gereja itu apa betul bahannya minyak zaitun, minyak mur, kayu manis, tebu? Nggak. Itu minyak curah ya. Minyak curah, minyak biasa, didoakan oleh pendeta. Berkuasa. Luar biasa. Berarti kuasa pendeta itu, bukan kuasa Tuhan. Kuasa pendeta kuasa apa? Itu cuma minyak goreng, diplastikin kecil-kecil, terus tidak ada tujuannya. Terus dikatakan karena sudah didoakan oleh penatua, besar kuasanya. Ini malah mirip seperti dukun. Dukun mendoakan ramuan-ramuan, besar ini kuasanya. Minum, sehat.
Banyak orang memiliki pengertian yang salah tentang perminyakan. Ini kita bahas perminyakan ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Orang Kristen mendoakan minyak urapan, saya sampai mikir-mikir ya ketika persiapan khotbah ini, OK minyak urapan didoakan. Kita setiap hari kan doain makanan. Apa bedanya mendoakan minyak urapan sama mendoakan makanan? Jangan-jangan salah kita doain makanan? Ya nggak salah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Sempat berpikir. Terus tadi persiapan doa, doakan peralatan yang akan dipakai untuk ibadah. Kita doakan mic, kita doakan Alkitab kita, sound system, video, kita doakan. Apa bedanya dengan mendoakan minyak urapan? Apa perbedaannya, bukankah sama-sama dipakai kita dan memberkati kita kurang lebih ya? Yang menjadi perbedaan atau kesalahan adalah fungsinya yang tidak tepat. Waktu kita berdoa untuk makanan ataupun sarana prasarana, kita mendoakan supaya secara natural terjadi sesuai dengan fungsi yang baik. Tetapi kalau kita mendoakan minyak urapan, itu tidak untuk digoreng. Kita mau goreng ikan kan nggak. Minyak urapan itu kan dioles sembuh. Itu kan supranatural. Itu yang tidak boleh kita doakan supaya terjadi hal yang supranatural. Itu fungsinya tidak tepat.
Bahkan terlalu berani ketika kita berdoa “Sucikan minyak ini dengan darah Yesus supaya minyak ini penuh kuasa.” Kita boleh doakan makanan, “Ya Tuhan kuduskanlah makanan ini.” Kalau berlebihan boleh “dengan darah Yesus”. Tetapi ujung-ujungnya kan naturalnya supaya makanan ini itu ya kita terima dan sehat. Kuasa supranatural kan nggak mungkin kan kita doakan “jangan sampai ada racun ya Tuhan. Dengan kuasa Yesus pasti racunnya hilang.” Kan nggak juga. jadi itu cuma sebatas natural, makanan ini diberkati, berikan kecukupan dan berikan rasa nyaman, kesehatan kalau bisa. Tapi kita tahu logikanya adalah ilmu pengetahuan juga. Supaya kita yang berubah. Balik lagi, waktu kita berdoa untuk makanan ini diberkati, kitanya yang berubah. Supaya apa? Supaya kita memiliki pola hidup yang sehat. Dan kita juga mengucap syukur kepada Tuhan untuk makanan yang memang Tuhan berikan kepada kita. Jadi nggak ada proses-proses supranatural. Makan segini kenyang bisa seharian. Wah itu apa lagi ya itu, harus didoakan ya itu. Setiap tetes bisa menyembuhkan penyakit, ditempelkan ke bagian yang sakit. Ini minyak urapan zaman sekarang. Dijual lagi, mahal harganya. Padahal minyak goreng biasa ya, dikasih pewangi. Wah bahaya lagi kalau diminum ya. Setiap tetes bisa mengusir kuasa setan, oleskan di rumah angker, yang banyak setan, jadi tidak ada setannya. Jadi setan takut sama minyak yang sudah didoakan. Setan takut sama minyak yang sudah didoakan. Itu katanya minyak urapan. Jadi, supranatural. Ini nggak benar.
Doa yang terus mengacu kepada supranatural itu tidak benar. Demi kepentingan diri, meskipun doa itu supranatural. Bagaimana kita tutup mata, kita memasuki hadirat Tuhan yang kudus. Ada teolog yang mengatakan, doa itu membawa kita ke holy grounds. Doa itu membawa kita kepada tanah yang kudus. Nggak bisa sembarangan kalau kita doa. Itu supranatural. Dan kita pun boleh mendoakan yang supranatural dalam hal apa? Khususnya dalam hal yang bisa dikerjakan oleh Tuhan sendiri. Entah kelahiran kembali, entah pertobatan, entah kekuatan untuk taat firman Tuhan. Itu boleh didoakan, supranatural. Tetapi kalau untuk hal-hal yang sudah sebenarnya alami, yang bisa terjadi, ya sudah. Itu tanggung jawab kita. Pikirkan ini juga ya dan Tuhan kiranya memberikan bijaksana kepada kita. Orang yang kerasukan, pakai tetes minyak, biar setannya lari. Ini juga yang salah ya. Jadi, sebenarnya mereka juga, gereja-gereja itu mengatakan, ini minyak biasa. Tetapi kalau sudah didoakan, jadi luar biasa. Nah, itu salahnya juga ya. Masa makanan yang kita doakan, jadi makanan itu luar biasa? Jadi enak gitu. Tiba-tiba ada bumbunya pas gitu. Kan aneh juga ya? Itu betul-betul sebenarnya doa mantra. Doa betul-betul melampaui kehendak Tuhan sendiri. Maka kita katakan, itu doa yang tidak kudus. Itu doa yang melawan Tuhan. Itu doa yang betul-betul egois.
Nah, pengertian yang benar bagaimana, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Pdt. Esra Soru pernah menjelaskan bagian teks Yakobus maupun Markus ini. Jadi konteksnya, waktu penatua bawa minyak urapan tersebut, itu bukan minyak urapan seperti Perjanjian Lama. Perjanjian Lama sudah lewat kok. Dalam konteks memberitakan kekudusan Allah, waktu Tuhan perintahkan pada kemah suci dan bait suci, sudah. Sudah selesai, sudah. Tetapi yang dibawa oleh penatua adalah minyak ramuan obat. Minyak gosok, minyak tawon, minyak kayu putih, itu yang dibawa. Tetapi konteks zaman sekarang, setiap rumah mungkin ada minyak-minyak tawon itu ya, minyak kayu putih, maka tidak perlu panggil penatua. Karena apa? Konteks zaman itu, yang punya minyak gosok, minyak ramuan obat itu adalah gereja. Waktu itu banyak yang sulit kok, nggak ada apotek kan ya? Nggak ada membeli minyak dengan mudah, sehingga gereja patungan. Mahal juga itu, minyak obat gosok itu yang bisa menyehatkan, menenangkan, memberikan kenyamanan, relaksasi kayak gitu itu jarang, sehingga gereja itu beli dan itu dipegang oleh penatua. Dan ketika si jemaat itu, “Panggil penatua!” nah, itu adalah usaha yang terbaik seperti memanggil dokter. Dikasih obat. Dan itu adalah kuasa yang alamiah juga, natural. Dengan obat itu, orang mungkin ada bengkak, ada racun, bisa agak sembuhlah, baikan daripada tidak diberikan obat sama sekali.
Ambil contoh perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Orang Samaria yang baik hati ketika melihat ada seseorang Yahudi yang terkapar, sudah dipukuli orang, sudah dirampok, para imam lewat, para orang Lewi lewat, tetapi si orang Samaria ini datang untuk menolong dia. Pertama-tama, dia kasih pertolongan pertama bagaimana? Kasih minyak. Kasih minyak gosok itu, ramuan obat yang begitu mahal itu diberikan supaya dia tidak luka. Lukanya itu bisa sembuhlah. Nah, itu adalah minyak obat yang bisa dipakai oleh gereja untuk bisa menolong, melakukan pekerjaan kemurahan hati kepada yang sedang sakit. Konteks sekarang, dokter melimpah. Dokter sudah murah jugalah. Konsultasi nggak terlalu mahal. Bahkan kalau kita betul-betul perlu, ada teman, kenalan kita dokter. Terus, apotek sudah banyak. Kalau tidak perlu, panggil penatua juga nggak perlu. Gereja juga nggak sediakan kan obat-obat khusus, sinshe, dan lain-lain? Nggak. “Sudah, ke dokter saja kalau sakit. Saya doakan, saya doakan. Saya datang, datang.” Perhatikan, nggak bawa obat. Bawanya mungkin bisa buah, roti, dan lain-lain. Jadi, itu semacam obat atau terapi pada umumnya.
John Calvin katakan, minyak berbau wangi adalah simbol kehidupan dan kesembuhan. Maksudnya adalah waktu kita bawa minyak itu, kita mengharapkan kehidupan. Ayo, supaya sembuh. Masa kita doakan supaya dia mati? Kan enggak. Sembuh, wangi. Tapi bau busuk menandakan adanya penyakit pembusukan dan proses kematian. Ya kan mungkin ada orang tua yang sudah semakin down itu bau begitu ya. Ya kita kasih apa? Kasih minyak supaya tidak terlalu bau. Kita hibur dengan aromaterapi begitu ya. Jadi, pengolesan minyak pada orang sakit adalah selain memang untuk kesembuhan secara medis, itu juga adalah simbol bagaimana kuasa Tuhan itu menganugerahkan kehidupan, sanggup memberikan kehidupan dan kesembuhan.
Jadi, kurang lebih kita mengenal ada 3 jenis minyak ya. Sebagai orang Kristen perlu juga ya mengetahui 3 jenis perminyakan. Satu, minyak urapan itu hanya di dalam konteks Perjanjian Lama dan juga orang-orang Yahudi ketika mengkhususkan barang dan para imam pada Tuhan. Yang kedua, minyak obat. Ini konteks setelah Yesus naik ke surga, sudah selesai, dan Kisah Para Rasul, itu Perjanjian Baru sampai sekarang. Itu minyak obat. Yang ketiga adalah sembarangan minyak. Sembarangan minyak yang didoakan. Ya campur-campur. Di PL minyak urapan diambil, terus di PB dicampur lagi tafsirannya ini menjadi obat yang supranatural. Itu salah. Jadi, kalau ada yang jual minyak urapan, Bapak, Ibu, Saudara jangan beli ya. Kita bilang, “Sudah ada kok minyak tawon!” gitu ya. Sudah ada untuk kesembuhan ya. Kalau ada pendeta yang mengajarkan minyak urapan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita harus dengan kesedihan, dengan kerendahan hati mengatakan, ya salah, tidak sesuai Alkitab, minyak urapan itu. Dan perlu hati-hati, kalau masalah minyak urapannya salah ya, bagaimana doktrin-doktrin yang lain? Kita sudah Puji Tuhan punya Roh Kudus, punya Allah, dan juga punya akal budi yang Tuhan berikan. Kalau kita fokusnya minyak urapan, kita nggak pakai akal budi. Kita menghilangkan akal budi ini. Sudah, dibuang! Yang penting adalah mujizat supranatural. Waktu kita sudah punya akal budi, punya Roh Kudus, punya anugerah Tuhan, punya Allah sendiri, kita bisa mengucap syukur dalam kelemahan tubuh dan kita juga cukup untuk menghadapi semua penyakit dengan kekuatan yang Tuhan berikan tanpa perlu tambahan-tambahan minyak urapan. Kita sudah punya Roh Kudus, kita punya akal budi, kita punya Allah Tritunggal. Sakit, kita bisa hadapi bersama dengan Tuhan. Nggak perlu cari minyak urapan. Salah lagi itu juga.
Lalu kita bisa lihat ayat ini juga ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Kalau kita lihat versi dalam terjemahan Inggrisnya, kita bisa lihat sebenarnya itu ada sifat tanya. Dalam terjemahan English Standard Version, itu ada sifat tanya dalam terjemahan Yakobus ini yaitu mengatakan, “Adakah di antara kamu yang sedang menderita? Berdoalah. Sedang gembira?” Jadi, itu sebenarnya pertanyaan refleksi. Kamu sedang menderita? Coba pikir dulu. Yang menderita, berdoa. Kamu sedang gembira? Kamu sedang sakit? Berdoa. 3 pertanyaan itu yang diungkapkan oleh Yakobus itu menunjukkan apa pun keadaanmu, tetaplah berdoa. Itu respons pertama dan iman pertama ketika kita sedang mengalami kondisi apa pun. Doa perlu ketekunan. Doa tanpa ketekunan, bukanlah doa yang sejati. Nah, ini kita perlu perhatikan ya. Doa itu tekun. Jangan bilang kita sudah berdoa, baru doa sekali kok. Doa itu perlu ketekunan sampai kita melihat jawaban Tuhan.
Lalu Yakobus memberikan 1 istilah baru, yaitu doa yang lahir dari iman itu akan selamatkan orang sakit itu. Tuhan akan bangunkan dia, dan jika dia telah berbuat dosa, dosanya akan diampuni. Nah, kita bisa lihat bahwa doa yang lahir dari iman ini berarti doa yang kudus, doa yang benar, doa yang teosentris, sedangkan kita bisa tahu, doa itu ada jenis yang lain, yaitu doa yang tidak lahir dari iman. Berarti berdosa. Bahkan, Alkitab secara prinsip sudah katakan bahwa apa pun yang tanpa iman kepada Allah yang sejati itu dosa, tidak berkenan di hadapan Tuhan. Maka, waspadalah terhadap doa dan sikap doa kita. Jangan sembarangan berdoa. Kita kalau sembarangan berdoa, maka itu bentuk pemberontakan dan penolakan kepada Allah sendiri.
Maka, kadang-kadang saya bingung, Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya. Ada orang berdoa, tapi gayanya begini. Waduh, apa itu grogi, atau bagaimana ya? Saya bingung juga ya. Kalau kita ngomong dengan presiden begini? “Wah, Bapak Presiden hebat!” Kan enggak kan? Ada yang doa, terus kemudian garuk-garuk, merapikan rambut mungkin ya, karena semua orang tutup mata. Ada orang yang berdoa itu melotot. Pengen mengincar siapa? Ada yang membuka mata. Ya sudahlah. Tutup mata, bentuk iman karena kita berdoa itu supaya fokus kepada Allah. Ada yang terjadi? Ya sudah. Kalau kita di restoran, kadang-kadang doa sambil pegang HP. Kok bisa? Takut dicuri. Ya itu boleh saja ya, kalau fungsi-fungsi yang benar. Tapi kalau nggak ada fungsinya, melotot? Kalau saya mengajar anak sekolah Minggu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kadang-kadang saya nginceng, ini doa nggak ya? Anak kecil kan biasa begini. Kalau dia buka mata, saya suruh tutup mata. Tapi sambil ngomong, sambil berdoa. Itu nggak papa, supaya mendidik anak itu, doa itu ya tutup mata. Bukan bicara soal gelap atau apa, tapi supaya fokus kepada Tuhan. Nah, yang bisa tahu adalah, kenapa kita bisa tahu ada orang yang begini, ada orang yang mungkin gayanya lain-lain? Itu berarti ada orang yang doanya melihat sekitar. Bahaya, Bapak, Ibu, Saudara. Nanti hati-hati kalau kita berdoa. Hati-hati ada orang melihat sekitar. Jadi tahu semuanya ya, sikap doa kita bagaimana. Aneh-aneh, ada yang sambil tiduran. Nanti kita malam sudah capek kegiatan. Sudah, “Tuhan..” tidur. Mungkin itu bisa ditoleransi. Kita ngobrol sama pasangan, anak, sambil tidur juga ya misalkan, tapi apa sih yang bisa kita usahakan supaya kita berdoa itu dengan benar dihadapan Tuhan?
Hal pertama yang mendasari doa pada Allah adalah kerendahan hati dan ketaatan. Bagaimana kita rendah hati kalau sikapnya sembarangan? Bagaimana kita wujud ketaatan kepada Tuhan akhirnya doanya juga jarang-jarang di hadapan Tuhan. Kepada presiden atau atasan kita saja, kita tidak berani sembarangan kok, tapi kepada Tuhan kok berani ya, salah berdoa demikian? Yakobus menjelaskan efek doa yang benar. Semakin lama, kita akan semakin lepas dari sakit rohani dan juga perbuatan dosa semakin berkurang. Doa itu kita bisa ucapkan atau kita bisa lakukan itu setelah kita lahir kembali. Kita betul-betul doanya tepat kepada Tuhan.
Dan waktu kita berdoa secara tepat kepada Tuhan melalui pertolongan Roh Kudus, kita bisa menyingkirkan segala dosa-dosa kita karena kuasa Tuhan sendiri. Kita menjadi orang yang tidak suka melakukan dosa. Karena apa? Doa orang benar akan menolong orang tersebut untuk memiliki hati dan perasaan dan pikiran seperti Yesus Kristus. Karena doa itu juga ditopang oleh Roh Kudus. Dan ayat 16, “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” Yakobus mendorong agar orang-orang Kristen itu rajin dan tekun berdoa dengan benar. Dan kemudian apa? Saling mengaku dosa. Kan ayat 16 itu ada karena itu, jadi ada sambungannya ya, jangan dipisah. Ayat 16 dalam Yakobus 5 itu ada “karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu.” Karena apa? Karena konteks doa. Jadi, pengakuan dosa itu konteksnya adalah berdoa, bukan sengaja kita ngaku-ngaku ke orang, “Saya sudah membunuh. Ampuni saya ya!” Wah, mana ada ya orang bisa menerima. “Terima saya! Saya sudah ke penjara berapa kali!” Bukan! Ini konteksnya adalah berdoa. Saling mengaku dosa itu adalah dalam konteks doa. Berarti apa? Pengakuan dosa ini masuk ke dalam pokok doa syafaat. Maka, kita kan waktu mau doa syafaat, kita mengaku dosa dulu. Ya bagus. Itu saling mengaku dosa. Kita sudah bisa dikatakan saling mengaku dosa waktu kita berdoa mengaku dosa di hadapan Tuhan. Karena apa? Engkau berdosa, saya berdosa. Sudahlah, kita manusia berdosa. Tidak ada manusia yang tidak ada kelemahan. Sudahlah, saling memahami, saling menolong. Itu sudah saling mengaku dosa, bukan seperti orang-orang Kristen juga yang akhirnya, “Ayo, siapa yang mau kesaksian pengakuan dosa? Silakan pakai mimbar ini untuk mengaku dosamu.” Lho, itu pemberitaan apa? Pemberitaan firman Tuhan atau pemberitaan diri? Pengalaman diri, dosa diri. Karena apa? Ayat ini katakan saling mengaku dosa. Berarti semuanya giliran dong? Pakai mimbar ini untuk mengaku dosa. “Yang sudah menyembunyikan dosa begitu lama!” Lho, dosa itu saja sudah Tuhan buang ke tubir laut. Kita angkut lagi. Kita nyatakan ke orang. Akhirnya jadi apa? Bukan pengampunan, adanya penghakiman. Adanya peperangan karena kita mengaku dosa bukan dengan tepat.
Ayub itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, memberikan teladan doa yang sangat indah yaitu dia berdoa untuk 10 anaknya. “Tuhan, aku berdoa. Aku berikan persembahan kepada Tuhan, sembelih lembu, supaya kalau ada anakku yang berbuat dosa, kiranya Tuhan ampuni.” Wah, ini doa yang betul-betul mengakui bahwa anak saya bisa berdosa, saya sendiri berdosa, Tuhan ampuni. Jadi pengantara. Itu dalam konteks doa, saling mengaku dosa itu, bukan konteks kesaksian, ngomong di depan publik. Banyak orang Kristen pun salah. Ada gerakan-gerakan seperti itu, bahwa menunjukkan, “Ayo, dasarnya ayat ini, kita harus saling mengaku dosa.” Suami istri mengaku dosa. OK, kalau memang relasinya sudah dekat seperti best friend itu mengaku dosa bisa memahami. Kalau relasinya lagi rusak, mengaku dosa, makin perang, makin cerai. Itu kan nggak bijaksana. Ingat, mengaku dosa itu konteks berdoa kepada Tuhan. Mengaku dosa, terus juga, kita betul-betul untuk berdoa, semakin dekat dengan Tuhan, bukan pamer-pamer. Bukan kita itu hebat, bisa mengaku dosa, seperti itu ya.
Gereja Tuhan mengalami gerakan-gerakan yang sesat seperti ini karena salah menafsir ayat ini. Saling mendoakan, saling mengaku dosa, supaya kamu sembuh. Jadi, kesembuhan itu dari apa? Perbuatan manusia, pengakuan dosa, dan doa. Padahal bukan begitu. Kesembuhan itu datangnya dari Tuhan sendiri. Ya, ini bicara soal sembuh jasmani. Tapi sembuh rohani juga sebenarnya kalau rohani yang sudah mati, lalu dibangkitkan itu hanya dari Tuhan sendiri ya. Jadi pertama-tama, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ayo kita itu kalau mengaku dosa itu dengan cara yang benar juga. Dengan kesiapan hati juga, supaya ada rekonsiliasi. Karena seringkali juga malah ya, ketika kita coba merekonsiliasi orang, malah makin parah, juga mungkin bisa ya. Itu sulit juga ya. Mendamaikan orang yang bertengkar itu bagaimana? Ya, tanggung jawab kita sebagai orang Kristen yang mengikuti teladan Yesus Kristus sebagai pengantara. Yesus kan mendamaikan kita dengan Allah Bapa. Nah, kita juga katanya anak-anak damai. Anak-anak pembawa damai. Nah, bagaimana itu? Kita bingung juga. Di dalam dunia yang berdosa ini, ada kalanya kita nggak ngerti bagaimana bisa mewujudkan rekonsiliasi atau perdamaian di tengah-tengah relasi yang sudah rusak. Tetapi, intinya adalah kita bisa belajar bahwa kita ini sama-sama manusia berdosa. Kita harus belajar rendah hati untuk saling mengampuni dan saling memaafkan. Yang perlu disiapkan adalah dari ayat ini ya kalau kita mau tafsirkan, yaitu betul-betul rendah hati untuk menerima orang yang penuh kelemahan. Terutama suami istri, kayak gitu ya.
Kemudian, “Saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ambil contohlah ya pengalaman saya sendiri. Maksudnya besar kuasanya bagaimana sih? Doa orang benar itu besar kuasanya? Apa selalu keinginannya berhasil atau boleh yang sebaliknya? Ambil contoh, ketika bulan Mei menikah. Nah, itu doa orang benar bukan ya? Bisa menikah. Lalu, akhirnya menjadi seorang suami. Ini juga saya belajar, baru beberapa bulan menjadi suami dan tinggal serumah dengan istri. OK, saya sudah doakan. Doa menikah itu sudah agak lama ya. Bertahun-tahun, akhirnya terjadi. Nah, itu kita bisa katakan, doa orang benar besar kuasanya. Mungkin kayak gitu. Tapi kemudian, bulan Juni akhir, tahu istri saya hamil, kita bersukacita. Wah, kita doa. Doa supaya sehat-sehat saja, meskipun saya sendiri sebenarnya ada perasaan, apa betul, istri saya benar-benar hamil? Makanya ada test pack kan ya. Bahkan mungkin bisa tidak jadi bayinya, karena banyak kasus juga keguguran kok. Bahkan, saya sempat puasa, berdoa, puasa untuk kesehatan, untuk kebaikan keluarga. Kegiatan sudah dikurangi. Istri juga sudah sempatlah tidak ke Jogja. Pokoknya kurangi. Tapi ternyata pada waktu kontrol ke dokter bulan Agustus, di-USG, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bayinya itu ternyata ukurannya sudah 1,7 cm, saya nggak tahu segini, sudah ada bentuk, tetapi yang kurang adalah tidak ada denyut jantungnya. Sudah mati. Nah, biasanya kata dokter, sudah 2 bulan itu harusnya ada detak jantungnya, meskipun sudah ukuran harusnya juga 2cm-an lah kalau 2 bulan.
Nah, kami berdua kaget. Terus, dokter kandungan kan bukan dokter yang suka mengkonseling. Akhirnya, dia cuek aja. Bukan orang yang bisa menghibur, maksudnya. ”Wah, bayinya mati. Bayinya sudah tidak ada.” Dia akhirnya bagaimana ya, si dokter itu juga menjelaskan juga harus kuret daripada menunggu sampai pendarahan. Itu sudah jelas kok, sudah dicek USG, sudah dicek yang lain. Sudah dobel-dobel diceknya ya. Sudah, sudah pasti mati. Nggak perlu second opinion, third opinion lagi. Sudah mati kok! Jangan sampai ditunggu natural saja. Natural sampai nanti keluar sendiri kan kalau memang mati bayinya, sampai pendarahan. Sudah, dikuret saja. Tapi si susternya mengatakan, “Oh ya, kakak saya juga mengalami kayak gitu kok.” Jadi, maksudnya berusaha menghibur. Jadi, dokter kandungan dan suster itu tidak ada kewajiban menghibur pasangan yang kemudian keguguran.
Lalu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, berkaitan dengan hal ini, perenungannya ayat ini berlaku nggak? “Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” Bisa nggak kita katakan berlaku? Mungkin kita ada gap. Wah, kayaknya nggak berlaku nih. Sudah didoakan kok. Diusahakan sebaik mungkin yang kita tahu. Bagaimana, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Jawabannya adalah kuasa doa ini berlaku. “Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” betul-betul berlaku. Karena apa? Kuasa doa itu terletak pada jawaban dari Tuhan. Kita doa supaya anaknya sehat, diusahakan dengan demikian. Jawaban Tuhan adalah tidak. Berarti apa? Belum boleh punya anak cepat-cepat. Harus pacaran lagi. Nggak boleh punya anak cepat-cepat. Jika diizinkan untuk mengalami keguguran, berarti itu pembentukan dari Tuhan sendiri. Saya bisa katakan bahwa “Oh ya, ini besar kuasanya.” Itu menguatkan kami. Karena apa? Tuhan menjawab doa kami. Wah, berat ya, alami kesedihan dan belum boleh punya anak dalam waktu cepat. Dan itu adalah kedaulatan Tuhan, di mana kami harus tunduk dan bertumbuh di dalam pembentukan waktu. “Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” Tapi jangan lupa juga, kita lihat Yohanes 14:14. Di dalam Yoh 14:14, mari kita sama-sama baca. “Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.” Jadi, besar kuasanya itu bicara soal perubahan diri. Jawaban dari Tuhan itu bisa iya, bisa tidak, tetapi yang penting adalah kehendak Allah.
Lalu, kita perlu melihat bahwa Yakobus menggunakan kisah doa tentang Nabi Elia ya. Jadi, di ayat 17 sampai 18, saya bacakan ya. “Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya.” Nabi Elia ini dianggap sebagai nabi terbesar kedua setelah Musa ya. Nah, kenapa Elia begitu dihormati, Bapak, Ibu? Karena kisahnya di Gunung Karmel. Jadi, kisah di Gunung Karmel, ketika Nabi Elia melawan 450 nabi Baal dan 400 nabi Asyera dan kita tahu bahwa nabi Asyera ini punyanya si Izebel, istri dari Raja Ahab. Karena apa? Nabi Asyera ini dikatakan mendapat makanan dari meja istana Izebel. Jadi, 1 Nabi Elia menghadapi 1.000, bisa dikatakan 1.000 ya, 450 nabi Baal dan 400 nabi Asyera. Baal yang katanya dewa hujan, ternyata kalah kuasa dari Nabi Elia yang manusia biasa, tetapi diutus Allah yang sejati.
Jadi, Yakobus jelaskan bahwa Elia itu nabi biasa, sama-sama manusia seperti kita. Manusia biasa yang bisa lelah, bisa takut, dan tidak percaya. Cuma, ia telah sungguh-sungguh berdoa supaya hujan jangan turun dan hujan pun tidak turun di bumi selama tiga setengah tahun. Lalu, Elia berdoa lagi dan langit menurunkan hujan dan bumi mengeluarkan buahnya. Jadi, kita bisa lihat, ada anugerah sini adalah praktek atau tanggung jawab dari nabi Elia sendiri yang sungguh-sungguh berdoa, beriman, dan bergantung pada Tuhan, seolah-olah sampai Tuhan itu nurut sama Elia. Meskipun kita tahu di dalam kedaulatan Tuhan, bahwa Tuhan memang mau menghentikan hujan, maupun juga Tuhan memang mau menurunkan hujan setelah 3.5 tahun tersebut. Jadi, kita tahulah, bicara soal kedaulatan Tuhan kan sama sekali betul-betul kita tidak bisa mengubahnya ya. Tapi yang kita bisa ubah adalah tanggung jawab kita. Tanggung jawab kita, apakah kita bisa berdoa dengan sungguh-sungguh dengan benar ataukah kita doa yang melenceng di hadapan Tuhan? Dari sini, kita bisa belajar bahwa kita harus tekun berdoa dalam iman yang benar, berdoa dengan cara yang benar, dan takut akan Tuhan.
Mari kita, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita sama-sama berdoa seperti Yesus berdoa. Yesus itu berdoa dengan sungguh-sungguh beriman. Dia jujur ya, waktu Yesus mengatakan, “Tuhan, Bapa di surga, biarlah cawan ini lalu daripada-Ku.” Jadi, Yesus pun kalau Dia mau, bisa sebagai manusia itu, dia tidak mau mati di atas kayu salib karena penderitaannya begitu besar, begitu susah. Tetapi Yesus pun mengatakan, balik lagi, kehendak Tuhanlah yang boleh jadi. Nah, inilah teladan berdoa dan prinsip doa yang benar yang Tuhan nyatakan kepada kita semua. Kiranya kita boleh sama-sama terus berpusat pada Allah dan memuliakan Allah senantiasa. Mari kita sama-sama berdoa.
Tuhan, Bapa kami yang di surga, kami bersyukur, Tuhan, pada hari ini, kami boleh beribadah. Kami adalah manusia yang lemah dan membutuhkan Tuhan sendiri. Ajar kami supaya bisa berdoa dengan baik sesuai yang Tuhan inginkan. Kiranya Tuhan memberkati kami semua dan pimpin supaya kami boleh hidup berkenan di hadapan Tuhan dan boleh mengasihi Yesus dengan lebih sungguh-sungguh lagi. Dalam setiap keadaan, kami bisa berdoa kepada Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami sudah berdoa dan mengucap syukur. Amin. (HSI)