Est. 2:1-18
Vic. Harly Erickson Tambunan, S.Th.
Kita buka firman Tuhan dari Ester, kitab Ester, kita baca pasal 2 dari ayat 1-18, agak panjang ya. Saya baca pertama, Ester 1:1, lalu kita baca nanti ayat yang pasal 2 ayat 1-18. Dari ayat 1:1
Pada zaman Ahasyweros–dialah Ahasyweros yang merajai seratus dua puluh tujuh daerah mulai dari India sampai ke Etiopia–,
Jadi ini keadaan zaman Raja Ahasyweros, Raja dari Media Persia, raja yang begitu besar kekuasaannya karena menguasai hampir seluruh dunia pada zaman itu, mulai dari India sampai ke Etiopia. Apa yang terjadi? Singkat ceritanya: dia raja yang begitu besar, bikin pesta, lalu istrinya atau ratu nggak mau datang kepada panggilan raja, dia murka lalu istri diasingkan, lalu singkat cerita mulai galau, dia mau cari istri baru, begitu ya, ratu yang baru.
Nah ini kejadiannya kita baca di dalam pasal 2:1-18, bergantian saya 1, Bapak Ibu Jemaat sekalian ayat 2 dan 3 seterusnya bergantian hingga ayat yang ke-18.
Sesudah peristiwa-peristiwa ini, (yaitu peristiwa yang diatas, pasal 1) setelah kepanasan murka raja Ahasyweros surut (dia sudah marah besar sama Ratu, sudah tenang sekarang), terkenanglah baginda kepada Wasti dan yang dilakukannya (mulai galau, nggak ada istri ya), dan kepada apa yang diputuskan atasnya. Maka sembah para biduanda raja yang bertugas pada baginda: “Hendaklah orang mencari bagi raja gadis-gadis, yaitu anak-anak dara yang elok rupanya;
Nah ini jadi para asisten tahu raja lagi galau, disuruh cari istri, begitu ya. Nah apa yang terjadi, Bapak, Ibu sekalian? Miss World pertama terjadi tahun 485 SM. Nah ini dia Miss World-nya. Biasanya kan datang cewe-cewe cantik segala macam. Ini beneran terjadi. Jadi Miss World-lah, lalu Miss Universe, lalu Miss Universal – macam-macam sekarang, orang gila, sudah Miss World, Miss Universal, Miss… Miss… Miss… an. Ahasyweros sudah melakukannya terlebih dahulu tahun 485 SM.
Hendaklah raja menempatkan kuasa-kuasa di segenap daerah kerajaannya, supaya mereka mengumpulkan semua gadis, anak-anak dara (kata pakai kalimat “anak-anak dara” ini kira-kira umur 14-18 tahun, karena umur itu anak-anak gadis belum menikah. Jadi ini anak-anak sekolahan yang dikumpul ya.) yang elok rupanya, di dalam benteng Susan, di balai perempuan, di bawah pengawasan Hegai, sida-sida raja, penjaga para perempuan; hendaklah diberikan wangi-wangian kepada mereka. Dan gadis yang terbaik pada pemandangan raja, baiklah dia menjadi ratu ganti Wasti.” Hal itu dipandang baik oleh raja, dan dilakukanlah demikian.
Nah sayembara toh? Lalu disuruh pilih dari gadis-gadis. Gadis-gadis dari mana? Seluruh daerah kekuasaan raja. Berapa kekuasaan? 127 negara bagian dari India sampai Etiopia. Dari mulai yang hidung mancung, yang hitam, yang keriting, yang putih, yang cantik, pokoknya semua, 127 wanita, masih anak gadis, masih kurun umur 14-18 tahun dipanggil semua di situ, sayembara nanti dipilih siapa yang paling cantik jadi ratu. Iya toh?
Pada waktu itu ada di dalam benteng Susan seorang Yahudi, yang bernama Mordekhai bin Yair bin Simei bin Kish, seorang Benyamin yang diangkut dari Yerusalem sebagai salah seorang buangan yang turut dengan Yekhonya, raja Yehuda, ketika ia diangkut ke dalam pembuangan oleh raja Nebukadnezar, raja Babel.
Ya dia pada zaman Raja Nebukadnezar, ada orang-orang yang nggak terkenal seperti Hananya, Misael, Azarya, dan Daniel. Ada orang-orang nggak signifikan dalam pemerintahan Raja Babel. Tapi setelah Babel kalah, lalu raja Persia naik, baru mulai diperhitungkan seorang bernama Moderkhai ini.
Mordekhai itu pengasuh Hadasa, yakni Ester, anak saudara ayahnya, sebab anak itu tidak beribu bapa lagi; gadis itu elok perawakannya dan cantik parasnya. Ketika ibu bapanya mati, ia diangkat sebagai anak oleh Mordekhai. Setelah titah dan undang-undang raja tersiar dan banyak gadis dikumpulkan di dalam benteng Susan, di bawah pengawasan Hegai, maka Ester pun dibawa masuk ke dalam istana raja, di bawah pengawasan Hegai, penjaga para perempuan.
Nah karena salah satu daerah jajahannya adalah Yehuda yang sudah kalah, maka perwakilan Yehuda salah satunya wanita Yahuda, Ester dapat bagian. Gitu ya.
Maka gadis itu sangat baik pada pemandangannya dan menimbulkan kasih sayangnya, sehingga Hegai segera memberikan wangi-wangian dan pelabur kepadanya, dan juga tujuh orang dayang-dayang yang terpilih dari isi istana raja, kemudian memindahkan dia dengan dayang-dayangnya ke bagian yang terbaik di dalam balai perempuan. Ester tidak memberitahukan kebangsaan dan asal usulnya, karena dilarang oleh Mordekhai. Tiap-tiap hari berjalan-jalanlah Mordekhai di depan pelataran balai perempuan itu untuk mengetahui bagaimana keadaan Ester dan apa yang akan berlaku atasnya. Tiap-tiap kali seorang gadis mendapat giliran untuk masuk menghadap raja Ahasyweros, dan sebelumnya ia dirawat menurut peraturan bagi para perempuan selama dua belas bulan, sebab seluruh waktu itu digunakan untuk pemakaian wangi-wangian: enam bulan untuk memakai minyak mur dan enam bulan lagi untuk memakai minyak kasai serta lain-lain wangi-wangian perempuan. Lalu gadis itu masuk menghadap raja, dan segala apa yang dimintanya (diminta raja maksudnya) harus diberikan kepadanya (raja) untuk dibawa masuk dari balai perempuan ke dalam istana raja. Pada waktu petang ia masuk dan pada waktu pagi ia kembali, tetapi sekali ini ke dalam balai perempuan yang kedua, di bawah pengawasan Saasgas, sida-sida raja, penjaga para gundik. Ia tidak diperkenankan masuk lagi menghadap raja, kecuali jikalau raja berkenan kepadanya dan ia dipanggil dengan disebutkan namanya. Ketika Ester–anak Abihail, yakni saudara ayah Mordekhai yang mengangkat Ester sebagai anak–mendapat giliran untuk masuk menghadap raja, maka ia tidak menghendaki sesuatu apapun selain dari pada yang dianjurkan oleh Hegai, sida-sida raja, penjaga para perempuan. Maka Ester dapat menimbulkan kasih sayang pada semua orang yang melihat dia. Demikianlah Ester dibawa masuk menghadap raja Ahasyweros ke dalam istananya pada bulan yang kesepuluh–yakni bulan Tebet–pada tahun yang ketujuh dalam pemerintahan baginda. Maka Ester dikasihi oleh baginda lebih dari pada semua perempuan lain, dan ia beroleh sayang dan kasih baginda lebih dari pada semua anak dara lain, sehingga baginda mengenakan mahkota kerajaan ke atas kepalanya dan mengangkat dia menjadi ratu ganti Wasti. Kemudian diadakanlah oleh baginda suatu perjamuan bagi semua pembesar dan pegawainya, yakni perjamuan karena Ester, dan baginda menitahkan kebebasan pajak bagi daerah-daerah serta mengaruniakan anugerah, sebagaimana layak bagi raja.
Kitab Ester terjadi di dalam pemerintahan raja Media Persia, yaitu Ahasyweros. Ahasyweros dalam catatan sejarah memerintah tahun 485-464 SM, jadi kira-kira hampir 500 tahun sebelum Kristus datang, gitu ya. Maka Raja Ahasyweros menjadi raja yang menguasai dunia. Pada saat itu, dengan catatan pasal 1 tadi kita melihat bahwa dia menguasai 127 negara bagian. Setelah tiba-tiba muncul Media Persia. Dulu pertama kali pembuangan muncul Kerajaan Babel. Lalu Kerajaan Babel Tuhan hancurkan di dalam waktu yang sangat singkat, nggak lebih dari 80tahun pemerintahan mereka, lalu akhirnya bangkit lagi sebuah kerajaan baru, Media Persia, mengalahkan Kerajaan Babel, menjadi kerajaan yang jauh lebih besar lagi. Seluruh dari kerajaan Babel akhirnya diambil oleh Media Persia dan dia menambah daerah jajahannya lagi sampai ke Etiopia, itu daerah nya sampingnya Mesir, di bawahnya, gitu ya. Jadi dari India sampai ke Etiopia, 127 negara bagian menjadi negara kekuasaannya, jadi lebih besar daripada Amerika sebenarnya. Menjadi raja yang paling besar, raja yang ditakuti.
Ahasyweros menggunakan sistem peperangan yang mirip sama Nebukadnezar, tapi ada sedikit perbedaan. Prinsipnya sama, hancurkan bait Allahnya, hancurkan tembok-temboknya, lalu bikin kerjasama, agreement: Oke, saya nggak akan bunuh kamu, saya nggak perlu angkut kamu dan segala macam, silahkan membangun kotamu masing-masingl; dengan catatan, semua orang-orang kuatmu jadi orang pilihan di kerajaanku untuk menjadi prajurit-prajuritnya. Yang kedua, sistem pajak. Nah jadi berbeda dengan Nebukadnezar, ambil orang pintarnya semua, hancurin semua. sedangkan dia, ambil sistem pajak. Jadi tetap kamu jadi negaramu, ada pemimpinmu di situ tapi nggak boleh jadi raja, hanya jadi gurbernur bagian, tapi bayar pajak ke raja. Maka dia menjadi negara yang sangat kaya dan begitu besar. Maka semua orang itu, hebat memang sistem lobi-lobinya, jadi gurbernur-gurbernurnya itu menjadi suka sama dia dan datang kepada dia. Nah singkatnya, di dalam 3 tahun pemerintahannya, dia menjadi raja yang begitu besar, 3 tahun mau jajah ke mana lagi? Daerah Eropa sana masih bangsa gelap, masih bangsa Viking, yang masih primitif, maka itu nggak masuk hitungan, ngapain? Mau ke bawah juga masih primitif. Sudah seluruh daerah maju di seluruh dunia, ya sudah dikuasainya, maka mau ngapain lagi? Pinjam kalimat pak Tong ya, tinggal “Eng Eng Bo Da Lao”(?) tinggal duduk-duduk santai, nggak mau ngapa-ngapain lagi, lihat-lihat. Ya sudahlah sudah 3 tahun, ngapain begini, sudah saatnya bikin pesta.
Maka, singkat cerita, undang seluruh pembesar dari seluruh negara bagian. Raja-raja negara bagian itu datang, bikin pesta di sini. Mari kita pesta, cia po. Lalu ngapain lagi? Pokoknya minum mabuk. Pestanya berapa lama? Kalau orang ke undangan, wa baru kemarin pesta nikah ya… , kondangan ya 1 jam 2 jam, boleh lah… 3 jam boleh lah… tapi kalau kaya, ya seperti anaknya Presiden kita diambil 2 hari, masih boleh lah, begitu ya. Makan enak, segala macam lalu acara-acara. 1 minggu – bosen lah, makan babi tiap hari begitu, wah gimana. Tapi ini raja narsis yang ga karu-karuan, Bapak, Ibu sekalian, kalau kita lihat di dalam pasal 1, pestanya berapa lama? 6 bulan penuh, 180 hari pesta. Ini pulang-pulang, harus siap-siap ganti raja, mati kolesterol semua ini, nggak ada raja lagi. Ganti cari siap-siap raja. Raja nggak pulang-pulang setengah tahun, ngapain? Perang? Bukan. Ngapain? Pesta di raja paling gede. Wah gila, ini nggak karu-karuan. Dia nggak tahu kenapa, setelah setengah tahun pesta, mungkin sudah habis atau sudah bosan, ayo pulang.. pulang.. pulang..! Setelah selesai pulang, belum selesai, bikin pesta yang kedua, 7 hari. Pestanya untuk siapa? Khusus yang di Puri Susan, yang kerajaan dia saja. Negara bagian sudah pulang semua, lah ini dia pesta sak pegawai-pegawainya sama seluruh penduduk yang di dalam bentengnya itu, pesta. Pestanya ngapain? Ini benar-benar narsis. Tapi narsisnya lain. Narsisnya dia tidak membikin dia dipuji-puji narsisnya dia, dia mau semua orang nikmati apa yang dinikmatinya. Ya 7 hari aja, jadi raja selama 7 hari. Lu mau tahu kek mana kenikmatannya saya? Maka seluruh penduduknya diizinkan untuk menikmati kenikmatan raja. Minum dari pialanya raja, makan dari mejanya raja, semua penduduknya selama 7 hari itu boleh coba. Ngantri kali ya, kaya mau ke dufan mau coba roller coaster, ngantriiii sampai 7 hari baru semuanya. Gitu ya. nggak tahu kenapa lagi, selama 7 hari selesai bubar pestanya. Mungkin bubarnya ya karena peristiwa: sudah dipamerin semua, sudah dicoba semua, tinggal 1 yang belum dicoba penduduknya. Apa yang belum dicoba? Istrinya. Lah beneran. Maka apa yang terjadi? Yang dicatat di dalam pasal 1 dikatakan: panggil istrinya. Memang tidak akan mungkin dicoba untuk hubungan untuk hubungan seksual sama ratu yang begitu besar. Paling tidak menikmati dia secara fenomena. Nah panggilan itu adalah memang secara itu, Ester pun akan mengalami itu, kita lihat dalam pasal 2, kemungkinan besar, secara interpretasi dari zaman pada saat itu, raja memanggil istrinya, dia diizinkan untuk telanjang, untuk dipertontonkan ke semua orang. Lu mau lihat? Nggak ada wanita yang lebih cantik dari sini. Dia show, untuk pamer dia semua punya. Semua lu boleh nikmatin, tapi yang ini, ah ini punyanya gua. Begitu ya. Maka Ratu Wasti dipanggil, saat itu Ratu Wasti nggak mau. Lah cari mati si ratu, Ratu Wasti begitu. Akhirnya dia ngambek, singkat cerita bubar pesta, lalu mulailah si raja galau. Nah ini kejadiannya.
Jadi ini bukan peristiwa perang, ini bukan peristiwa yang sangat dramatis, ini drama Korea zaman ini – urusan cinta-cinta, urusan raja narsis dan segala macam. Urusan apa Tuhan tulis kitab begini sama kita? Nah di balik cerita ini, ternyata ada sebuah peristiwa besar. Ini yang mau kita pelajari. Nah kitab ini menceritakan apa sebenarnya, Bapak Ibu sekalian, di balik cerita narsis Ahasyweros mau bicara tentang apa? Ini sebuah ironi yang begitu besar sebenarnya, karena apa? Ini menceritakan tentang nasib umat Tuhan yang minoritas tinggal di tengah-tengah orang kafir yang hidup begitu sekuler. Umat Tuhan sudah pulang, tapi ada yang nggak bisa pulang, karena mereka harus di situ. Siapa? Umat Tuhan, minoritas lagi, sebagian sudah bagaimana? Kembali ke Yerusalem, bangun tembok Yerusalem, sudah direformasi oleh nabi Hagai dan segala macam, mereka sudah beribadah kembali kepada Allah. Tapi yang nggak pulang bagaimana? Harus hidup di tengah-tengah bangsa yang begitu sekuler dengan cara kehidupan yang sekuler. Ini berat, tantangannya begitu besar. Bukankah ini yang menjadi tantangan pada zaman ini? Tantangan hidup kita juga. Kedua, tidak hanya itu, tantangan untuk hidup menjadi sama seperti dunia, sama seperti pola hidupnya orang kafir. Ini yang menjadi tantangan mereka.
Bukan hanya untuk sekedar kompromi. Kalau kita kan tidak dipaksa. Ya okelah, di tengah-tengah dunia sekuler, orang ngedugem, ya ngedugem atau tidak? Itu tantangan anak muda sekarang. Tantangan mereka jauh lebih berat daripada hal itu. Karena apa? Bukan hanya sekedar mau ikut atau nggak ikut. Harus ikut atau mati? Ini tantangannya. Karena apa? Pada saat itu raja adalah dewa yang harus disembah. Maka umat Tuhan bagaimana? Harus ikut. Maka di tengah-tengah, di balik sebuah realita tentang sebuah idealisme kepahlawanan dan tokoh yang begitu hebat seperti Daniel, ada kehidupan umat Tuhan yang dicatat, kehidupan yang kompromi dengan dosa. Tuhan mengizinkan itu pun dicatat. Tapi bukan sebagai excuse untuk kita boleh mengkompromikan dosa. Tapi bagaimana umat yang demikian pun, sekalipun mereka menjadi umat yang kompromi seperti Mordhekai, Ester dan seterusnya yang tinggal, yang akhirnya ikut hidup di dalam kehidupan pola bangsa sekitar, bangsa kafir, tapi Tuhan pun masih tetap berbelas kasih ketika itu menjadi umatNya.
Saudara-saudara sekalian, banyak orang mengatakan, teologi Reformed menjadi teologi yang begitu ekstrim: sekali selamat tetap selamat. Akhirnya kebablasannya, anabaptist muncul setelah reformasi – karena sekali selamat tetap selamat, ya sudah. Toh sudah selamat kan? Main pelacur saja, tetap selamat kok. Menjudi saja, tetap selamat kok. Sepertinya benar. Bahkan kitab Ester pun mendukung hal itu. Karena apa? Toh Tuhan sudah pilih kok, sekarang orang kompromi seperti Ester dstnya Tuhan masih kasihi kok. Ya sudah nggak papa. Oh tidak, bukan itu cara pembacaannya. Justru dibalik. Karena Allah begitu besar kasih karuniaNya, meskipun kita orang yang gagal, keselamatanmu bukan ditentukan dari kegagalan atau keberhasilanmu. Tuhan pilih, Tuhan pilih. Nah ini menjadi suatu peristiwa yang sulit untuk kita mengerti, tetapi menjadi suatu peristiwa yang disalahmengerti atau diputarbalikkan oleh dunia – kalau Tuhan sudah pilih, sekalipun kita gagal, tetap selamat nggak? Nah ini perdebatan teologis ya? Kalau orang gagal, jatuh dalam dosa. Dia sudah percaya Yesus, lalu dia mati, selamat nggak? Kalau orang bunuh orang, belum sempat minta ampun sama Tuhan, lalu dia mati, selamat nggak? Bunuh orang lho! Selamat? Ko Dawis langsung berdoa, neh harus katekisasi ulang neh. Okay, yang itu masih bisa jawab. Ketiga, kalau kamu bunuh diri, kamu sudah percaya Yesus lalu kamu bunuh diri, selamat nggak? Nggak? Katekisasi ulang ya? Selamat nggak? Berarti tergantung kita? Nggak peduli keadaan kamu bagaimana, kalau Tuhan pilih, Tuhan kasih selamat, selamat. Oh kalau begitu saya walaupun main pelacur tetap selamat? Tetap selamat. Wah ekstrim nih, extreme calvinist, hyper-calvinist? Bukan, bukan, Bapak-Ibu sekalian, kalau Tuhan pilih Tuhan pasti kasih selamat; problemnya adalah kalau Tuhan pilih mungkinkah Tuhan biarkan kita menjadi orang yang totally corrupt? Tidak, justru keselamatan membawa kita keluar dari totally corrupt. Tapi apakah orang kalau sudah bunuh diri totally corrupt? Nggak tentu, ada orang yang bunuh diri di dalam Alkitab diselamatkan oleh Tuhan, ada nggak? Siapa orang bunuh diri di Alkitab yang tetap dipilih oleh Tuhan dan diselamatkan? Samson. Iya kan, bunuh diri toh? Ada pencipta lagu rohani yang begitu luar biasa, setelah keluarganya mati, mati, mati, lalu dia menjadi gila, dia ciptakan lagu lalu dia mati dengan kegilaannya. Ada seorang pelukis yang begitu besar yang sampai akhirnya matinya gila tetapi orangnya begitu cinta Tuhan, nah itu kesukaan isteri saya, saya nggak bisa menikmati lukisannya. Siapa namanya? Van Gogh.
Poinnya adalah mau meng-clear-kan, only by grace, musti clear enough tentang hal itu. Maka di sini apa yang terjadi? Ironinya tentang tantangan hidup menjadi sama seperti orang kafir hidup, hidup itu menjadi serba salah. Mau benar-benar beda, untuk tidak sama seperti dunia nggak bisa, karena apa? Ada tekanan minoritas, ada aturan yang harus diikuti segala macam, nah ini tantangan kita sekarang menuju ke situ. Apa itu namanya? Fundamentalisme, harus menjadikan negara khilafah dan segala macam, waduh nanti bagaimana; di Malaysia begitu kan? Gereja masih boleh? Boleh, tapi coba injili orang Melayu, lalu orang Melayunya ketahuan jadi Kristen, dipenjara kita. Kita di sini masih bebas untuk penginjilan karena yang menantang itu massa, tapi hukum di Malaysia, hukum yang melarang untuk tidak boleh penginjilan kepada orang Melayu. Menuntut untuk kehidupan minoritas itu begitu besar, dan nggak tahu sampai berapa lama sustain yang Tuhan kasih ini untuk Indonesia masih ke-sustained, kalau Tuhan tarik sustain-Nya dan benar orang-orang yang seperti itu naik ke atas, habis. Lalu seperti Xi Jinping sekarang, “Ganti semua salib menjadi wajahnya saya; turunkan salib yang di luar, yang di dalam ganti jadi wajah saya,” mau sembah kamu? Benar-benar shen jing bing dia ya, orang gila. Nah ini terjadi di dalam dunia. Bapak-Ibu sekalian, mau sampai berapa lama keadaan yang seperti ini? Kita nggak tahu, kedaulatan Tuhan terjadi. Lanjut, maka apa yang terjadi? Kalau mau protes, apa urusannya; kalau akhirnya mereka menjadi orang yang berani protes konsekuensinya cuma satu, mati dibunuh, makanya ini menjadi pergulatan yang begitu besar di dalam kisah umat Tuhan yang nggak pulang dari pembuangan; bukannya enak tetapi menjadi tantangan. Di satu pihak mereka tahu mereka adalah orang-orang hukuman Tuhan, harusnya di tengah-tengah penghukuman mereka bertobat untuk tidak lagi berselingkuh dari pada Tuhan, untuk tidak lagi kepada berhala; tapi diantara bangsa kafir bagaimana Tuhan? Kami tahu Engkau pukul kami, tapi di tengah-tengah sekarang ancaman kematian kepada kami, mau sama Tuhan dengan konsekuensi mati atau mengkompromikan diri? Jawabannya mereka mengkompromikan diri. Dengan orang-orang seperti ini, Tuhan buangkah? Tidak. Kalau begitu boleh kompromi? Jangan balik lagi seperti dulu, nggak bisa cara baca Alkitab dengan seperti itu. Tapi apa yang Tuhan mau nyatakan? Sekalipun mereka menjadi orang kompromi, Tuhan tarik mereka keluar dari dosa untuk kembali kepada Tuhan; ini yang menjadi ceritanya.
Maka menarik sekali, di dalam proses membaca seluruh Alkitab, Kitab Ester adalah salah satu Kitab yang paling spekulatif di dalam Alkitab; kemudian di dalam sejarah banyak gereja meragukan Kitab ini sebagai firman Tuhan karena Kitab ini debateable lah, ada problem memang. Kenapa Kitab ini ditolak dalam hal menjadi firman Tuhan? Bukan karena isinya menyimpang, justru karena apa yang tidak ada di dalam isinya maka ditolak jadi firman Tuhan. Salah satu alasan Kitab Ester ditolak kita pasti tahu ya, tidak ada nama Tuhan satu kalipun di dalam seluruh Kitab Ester; itu yang pertama. Tapi nggak hanya di situ Bapak-Ibu sekalian, ada 3 dasar untuk menguji satu Kitab itu layak disebut firman Tuhan atau tidak. Yang pertama ada nama Tuhan atau tidak; maka yang pertama nggak ada, OK, masih ada 2 ujian lagi. Yang kedua ujiannya adalah ada peristiwa-peristiwa yang menandakan Tuhan bekerja tidak? Yaitu mukjizat, peristiwa-peristiwa spektakuler yang dilakukan oleh Tuhan; dan semua itu ada di dalam Perjanjian Lama bukan? Mukjizat demi mukjizat dari setiap Kitab demi Kitab, khususnya Kitab sebelumnya yaitu Kitab Daniel, tanda mukjizat dari Tuhan, goa singa, goa api, dan seterusnya. Tapi Kitab Ester nggak ada nama Tuhan, peristiwa tanda Tuhan intervensipun secara mukjizat nggak ada. Yang ketiga, syarat mutlak terakhir; OK nggak ada nama Tuhan, nggak ada mukjizat, ada kutipan dari Kitab-kitab sebelumnya? Seluruh Kitab selalu muncul kalimat “seperti ada tertulis.” Yosua mengutip Kitab Musa, hakim-hakim mengutip Kitab Musa, semua sampai Perjanjian Baru, semua kutip dari yang sebelumnya karena menyatakan klaim dari pernyataan Tuhan. Maka di situ kita mengerti bahwa Alkitab walaupun ada 40 penulis yang berbeda, 1500 tahun kurun waktu penulisan, tetapi di dalam satu benang merah, satu kesatuan. Itu yang membuat kita mengerti bahwa Alkitab menjadi satu Kitab yang utuh di dalam caranya Tuhan. Tapi Kitab Ester nggak ada. Maka 3 hal ini yang membuat orang menolak Kitab Ester, karena Kitab Ester jadinya seperti seolah-olah benar-benar menjadi kitab yang begitu sekuler dan di tengah-tengah sebuah Kerajaan Persia tanpa intervensi Tuhan di dalam proses atau story-nya. Lalu Kitab apa ini?
Nah ini yang menjadi satu pertanyaan maka orang menolak Kitab ini. Tapi bagaimana kita menilainya? Nggak sedemikian, justru cara membacanya dibalik Tapi sebelum kita membaca cara membacanya yang terbalik, kita membaca diri kita adalah sebuah ironis yang sama sebenarnya. Seringkali waktu kita melihat tanda bahwa Kitab Ester ini nggak layak jadi Kitab, kita juga membaca kehidupan kita nggak layak jadi orang-orang umat Tuhan, karena apa? Ironis, seringkali kita melihat hidup kita ini dengan cara yang sama dengan cara membaca Kitab Ester, karena hidup kita yang kita jalani sekarang, khususnya di Jogja, adalah hidup yang di tengah-tengah dunia sekuler, peradaban yang begitu heterogen, orang-orang yang tidak mengenal Tuhan maupun yang mengenal Tuhan dengan cara yang berbeda; dan kedua, tidak ada peristiwa-peristiwa spektakuler yang kita alami. OK lah kalau peristiwa kehidupan kita seperti Daniel enak, ada goa api, goa singa, tanda Tuhan bekerja, tapi di dalam peristiwa kehidupan kita lebih mirip bukan seperti Kitab Daniel, lebih mirip seperti Kitab Ester; “nggak ada saya mengalami tanda mukjizat, nggak ada saya mengalami peristiwa-peristiwa spektakuler, dimana Tuhan?” Mulai muncul pergumulan. Lalu hidup biasa sebagaimana dunia hidup ya kita juga sama-sama hidup, sepertinya seluruh peristiwa dalam kehidupan kita adalah sebuah peristiwa yang digerakkan hanya oleh sekedar pilihan personalnya kita, semata-mata karena proses natural terjadi, nggak ada peristiwa supranatural di dalamnya. Maka percaya sih Tuhan ada, tetap percaya, tapi di mana? Di sana, Tuhan yang ada di sana; jadi tanpa sadar sepertinya kita Kristen tapi mirip seperti Agustinus yang platonis. “Tuhan ada,” tapi di mana? “Di sana, yang ini ya kita, yang di sana itu nanti, urusan nanti.” Maka itu bukan Kekristenan sebenarnya, itu platonis; dan itu bukan Kekristenan yang sebenarnya tapi tanpa sadar kita menghidupi yang seperti itu. Percaya Tuhan ada tapi hanya ‘di sana,’ tidak bersentuhan dengan kehidupan kita; dan ya ibadah sih, jadi bersentuhan Tuhan itu dengan urusan ibadah, itu yang urusan spiritual, setelah itu keluar ya sudah jalani peristiwa kehidupan sehari-hari hanya sebagai sebuah peristiwa natural. Nah ini konflik yang terjadi dalam kehidupan kita. Itu sebabnya di sini kita boleh memikirkan bahwa Kitab Ester menjadi Kitab yang benar-benar real dalam kehidupan kita sekarang; peristiwa-peristiwa yang ordinary, peristiwa-peristiwa tanpa spektakuler, justru Tuhan mau menyatakan di situlah Tuhan ada.
Maka Bapak-Ibu sekalian, kalau kita mau jujur, cara hidup kita yang seperti ini adalah cenderung kita jalani untuk memilih melakukannya secara natural tanpa intervensi Tuhan. Untuk menerima Tuhan ada, untuk menerima Yesus sebagai Juruselamat, itu satu soal yang nggak susah bagi kita; tapi untuk menjadikan Tuhan Yesus sebagai Tuhan yang berotoritas dalam seluruh aspek hidup kita, ini problem besar. Inilah kerusakan kerohanian kita, tidak benar-benar mempertuhankan Tuhan di dalam seluruh totalitas hidup kita. Di satu pihak sepertinya kita percaya Tuhan, kita mau berserah kepada Tuhan; tapi di pihak lain sepertinya kita jalani hidup sehari-hari tanpa intervensi Tuhan, tanpa ada kepedulian Tuhan, jalani ya jalani saja sesuka-sukanya kita, toh juga semua ditentukan dari kita, doa ya doa sepertinya nggak ada jawaban, nggak ada bisikan, dan segala macam. “Coba kalau saya bicara Tuhan bicara, kan enak, tapi nggak ada, semuanya natural.” Nah ini yang membuat hati kita menjadi kering dan kerihanian sepertinya menjadi satu hal yang ya boleh ada boleh tidak. Nah ini yang menjadi problem sebenarnya, kerohanian yang bermasalah. Semua pergumulan kita menjadi pergumulan yang sepertinya berdasarkan kita. Jadinya dimana Allah? Allah tersembunyi, tidak terlalu nyata dalam kehidupan kita karena rasanya terlalu jauh Allah di sana; ini problemnya. Maka di sini kita boleh belajar justru itu adalah pergumulan di dalam Kitab Ester, yang menjadi pembelajaran untuk kita mengerti bagaimana mengerti Allah di dalam keberadaan yang demikian.
Maka Bapk-Ibu sekalian, bahwa perasaan yang demikian, sepertinya Allah jauh, itu bukan hanya sekedar urusan masalah perasaan kita, tapi di belakangnya sebenarnya adalah urusan masalah teologis, itu urusan yang berat karena di dalam hati itu kita melihat justru ada satu pergumulan “benar nggak, ada Allah?” Kita mulai meragukan. Ini urusan teologis, bukan urusan perasaan. Tapi justru Bapak-Ibu sekalian, kita bersyukur karena itu, kenapa kita harus bersyukur? Justru di dalam Kitab ini sebagaimana perasaan kita alami dimana Tuhan terasa terlalu jauh, justru kita boleh belajar, Kitab ini dituliskan menjadi bagian dari kanon Kitab Suci untuk menunjukkan kepada kita bahwa Allah benar-benar bekerja di dalam kehidupan kita, bekerja dengan cara yang unik dimana bahwa Allah bekerja justru lebih banyak dengan cara yang unik ini, yaitu cara the silence sovereignty of God. Bahwa Allah memang bekerja secara intervensi, Allah menyatakan mukjizat, tapi itu terlalu minor karena Allah tidak pakai cara itu; Allah lebih suka memakai cara yang ordinary untuk menyatakan kemuliaan-Nya, bahkan kalau kita menyelidiki Alkitab, perhatikan kalimat ini: Bapak-Ibu sekalian, Allah memilih menggunakan benda yang terbatas, kepada kita yang terbatas, untuk menyatakan ketidakterbatasan-Nya, maka Allah memilih untuk menggunakan bahasa manusia yang terbatas untuk menyatakan diri-Nya yang tak terbatas, maka dituliskanlah Alkitab. Kalau mau pakai cara yang extra-ordinary nggak pakai bahasa ini, setiap kali muncul mene, mene, tekel upharsin di dindingmu, baru ini Tuhan bekerja gitu? Ya jadi gila kita, nggak mungkin, karena itu teror jadinya karena tiba-tiba spektakuler, tiba-tiba spektakuler, itu bukan caranya Allah; Allah selalu memakai cara yang ordinary untuk menyatakan ketidakterbatasan-Nya. Tapi coba bayangkan jika Allah yang tak terbatas menggunakan cara yang tak terbatas, menyatakan ketidakterbatasan-Nya kepada manusia yang terbatas, mengerti nggak? Ya nggak bisa. Tapi sayangnya kebodohan kita selalu minta yang extraordinary; sudah tahu diri terbatas, mau yang tak terbatas untuk melihat yang tak terbatas. Mimpi. Itu namanya kebodohan. Tapi ironis, justru Tuhan memakai hal yang paling terbatas untuk menyatakan ketidakterbatasan-Nya kepada kita yang terbatas, untuk menunjukkan kasih-Nya karena Dia tahu kita terlalu remeh, tapi kita tetap tolak.
Nah di sini kita boleh melihat inilah caranya Tuhan yang paling paling luar biasa, bahwa Dia dibalik layar mau menyatakan kuasa-Nya dengan cara tidak menunjukkan kuasa-Nya. Ambil contoh biar kita mengerti ini, sebenarnya ini apa sih? Bapak-Ibu sekalian, hidup kita ini adalah sebuah film. Kalau kita melihat film, kita suka nonton film kan, “Bagus, wah keren filmnya,” sebenarnya film itu bagus karena ada siapa? Film itu jadi atau nggak keren ditentukan satu orang di belakangnya, siapa? Sutradara, simpel banget. Maka pertanyaannya adalah kalau nggak ada sutradara mau jadi apa? Kalau orang cuma mau cari senang thok maka dia tidak peduli siapa sutradaranya maka dia bilang “wah keren film nya,” pulang gitu? Kita seringkali begitu selesai nggak peduli itu tulisan-tulisan yang banyak itu, “Ahh sebodo teuing,” kata orang Sunda. Tapi kalau orang yang benar-benar mengagumi film dia akan lihat siapa sutradaranya. Maka sebuah film menjadi film yang begitu keren karena ditentukan oleh sutradaranya. Bahkan kalau kita membuat sebuah film, sang pemain itu nggak pernah benar-benar tahu jadi seperti apa itu film, nanti si sutradara akan edit-edit, lalu premier. Waktu premier si pemainpun pingin nonton karena dia penasaran nanti filmnya jadi apa, dia nggak tahu yang mana yang di-cut. Semua ditentukan oleh sutradara, film itu menjadi sukses karena sutradara. Pertanyaannya, siapa yang paling tidak ada di film itu? “Nggak mau, maunya sutradara muncul di depan,” jadi apa itu film? Maka sama di dalam kehidupan kita yang ordinary ini, maunya extraordinary, setiap kali kita melangkah Tuhan bilang, “Hei,” lalu mau tidur, “Selamat tidur,” lalu mau bikin dosa, “Ku tempeleng lu!” Kalau Tuhan terus secara extraordinary selalu muncul, itu bukan kehidupan, itu teror. Maka Tuhan yang penuh kasih karunia dengan rela menyembunyikan diri-Nya di belakang, sepertinya Dia tidak berkuasa, sepertinya Dia tidak mampu melakukan apa-apa; tapi Dia ada di belakang untuk menjadikan film kehidupan kita menjadi film yang extraordinary dengan cara yang ordinary.
Bapak-Ibu sekalian, terpujilah kita punya Allah yang demikian, bukan Allah yang teror. Hai engkau orang Kristen, kenapa engkau beribadah? Karena Kristus menebusmu dengan kasih-Nya, bukan teror. Dan bagaimana cara Ia menebusmu? Bukan dengan cara spektakuler, superhero anak datang dari El dari sana lalu tulis ‘S’ lalu selamatkan semua orang. No! Dengan cara yang ordinary. Dia yang tak terbatas rela untuk menjadi terbatas dan hina untuk menebus kita yang berdosa. Untuk apa? Menyelamatkan kita dan mengasihi kita sehingga kita datang kepada-Nya bukan karena teror, tetapi karena sebuah kerinduan menikmati kasih-Nya. Coba bayangkan cinta yang selalu dengan peristiwa extraordinary. Saya mau menikah, kata seorang wanita, kalau apa? Kalau ada pria yang datang tiba-tiba terbang antar bunga. Ya sudah nikahlah kamu sama itu, pasti teror hidupmu. Tapi sebuah peristiwa ordinary yang konsisten datang menjadi sebuah cinta yang kuat. Bukankah demikian terjadi dalam kehidupan kita? Ini yang dilakukan Kristus. Maka Tuhan menggambarkan hubungan antara Dia dan umat-Nya seperti antara seorang suami dengan istri.
Maka mari kita lanjutkan ke kitab ini. Maka di sini kita boleh melihat seperti sebuah film kehidupan kita, Allah yang rela silent di belakang justru untuk menyatakan sovereignty-Nya, kemuliaan-Nya, kedaulatan-Nya, kuasa-Nya. Maka di dalam kitab Ester kita mau belajar sebuah peristiwa penting atau prinsip penting bahwa, Bapak Ibu sekalian, Tuhan mendidik kita untuk percaya kepada Dia bukan bersandar kepada tanda ataupun mujizat; tapi Tuhan mendidik kita untuk percaya kepada Dia dengan iman sekalipun Dia tak kelihatan; sebab di dalam-Nya dia mau bekerja untuk membentuk kita untuk melihat kemuliaan-Nya. Di dalam Dia kita dibentuk untuk menyatakan kemuliaan-Nya; bukan hanya untuk melihatnya tapi menyatakan kemuliaan-Nya. Dia sengaja menyatakan kemuliaan-Nya di tengah-tengah dunia ini bukan dengan Dia yang menyatakan-Nya tapi memakai kita yang tak mulia untuk menyatakan kemuliaan-Nya yang tak terbatas. Melalui siapa? Orang-orang yang sama sekali tak mulia seperti kita. Paradoks cara berpikirnya Tuhan untuk membawa kita mengerti Dia mau memakai benda-benda terbatas dan hina seperti kita untuk menyatakan kemuliaan-Nya yang tak terbatas dan mulia. Siapa orang-orang itu? Orang-orang yang dikasihi-Nya.
Mari kita lanjutkan. Maka ada begitu banyak peristiwa dalam kehidupan kita yang sulit untuk kita mengerti ataupun sulit untuk kita terima, entah itu duka dalam kehidupan kita, entah itu penderitaan sakit, ketidakadilan, disalahmengerti, fitnah, kehinaan dan semacam-macam lainnya di dalam pergumulan kita yang sulit untuk kita hadapi, tapi Bapak-Ibu sekalian, maukah kita percaya akan firman Tuhan, bahwa Dia mau membuka mata kita untuk kita melilhat bahwa di balik semua peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan kita, ada tangan Tuhan yang tidak kelihatan yang menyertai? Dan tidak hanya menyertai, membentuk; dan tidak hanya membentuk, melalui tangan yang tidak kelihatan itu Dia mau menyatakan kemuliaan-Nya melalui hidup kita. Maka di dalam terang Perjanjian Baru di dalam Roma 8:30 menjadi ayat yang membuat saya gentar dan menangis di hadapan Tuhan, “Yang dipilih-Nya, dibenarkan-Nya, dimuliakan-Nya.” Siapa memuliakan siapa? Bukan kita yang memuliakan Tuhan tapi Tuhan memuliakan kita. Saya tersungkur dan gentar di hadapan Tuhan mendengar ada Tuhan yang mulia yang memuliakan hamba-hamba-Nya. Tidak ada agama apa pun di dunia ini yang mengatakan bahwa Tuhan memuliakan umat-Nya, tapi Kristus melakukan-Nya bagi kita. Dan di dalam Kitab Ester kita boleh melihat bagaimana peristiwa itu terjadi, Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya di mana Dia sepertinya tidak ada. Tidak ada nama-Nya, tidak ada mujizat-Nya, tidak ada peristiwa spektakuler, tapi justru di situ Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya. Tidak ada peristiwa spektakuler dalam kehidupan kita, tapi di situ Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya. Mampu nggak melihat itu? Atau, mau nggak melihat itu? Atau tetap minta hal-hal yang extraordinary? Maka iman kita menjadi iman yang nggak akan pernah bertumbuh.
Mari kita perhatikan, Kitab Ester sendiri dan nama Ester sendiri, seperti Daniel, Ester mempunyai arti. Di dalam bahasa Persia nama Ester itu adalah simbol dari dewi cinta dan dewi perang. Maka kata Ester itu sendiri justru, nama Ester itu sendiri dari arti cinta dan perang sekaligus; nama Ester itu dewi-dewinya justru itu dipakai menjadi simbolik dari karakternya Tuhan. Tuhan yang merepresentasikan dirinya dari nama Ester untuk menunjukkan bagaimana dengan cintanya Dia berperang dengan umat kafir yang sedang menindas umat Tuhan. Tapi di dalam tidak hanya secara bahasa Persia, di dalam bahasa Ibrani yaitu Hadasa itu ada arti namanya juga; bahwa Ester itu berarti “Aku tersembunyi.” The silent sovereignty of God; melalui nama Ester. Nah, menarik, jadi dari nama sendiri Tuhan sedang menyiratkan berita yang ingin disampaikan-Nya. Kisah Ester menjadi kisah yang sangat penting bukan hanya secara peristiwa tidak ada nama Tuhan tapi di belakangnya ada suatu hal yang begitu indah karena apa? DI dalam kisah ini umat yang Tuhan pilih sendiri melalui perjanjian dengan Abraham diteruskan Ishak Yakub menjadi umat yang terancam untuk punah. Karena apa? Di dalam Kitab Ester sebuah peristiwa yang sebenarnya sedang berusaha untuk menggagalkan rencana Allah. Tuhan mengatakan dari Abraham akan keturunan Mesias. Tapi apa yang dilakukan di dalam kisah Ester? Ada seorang bernama siapa? Haman. Lalu iri kepada Mordekhai lalu berusaha untuk bunuh; tapi dia tidak hanya ingin membunuh Mordekhai. Dia ingin bunuh siapa? Seluruh orang Yehuda di seluruh negara bagian; berarti semua orang Yehuda yang sudah ada di Yerusalem karena itu bagian dari jajahan Persia, dan semua orang yang tersebar di mana pun sudah dikasih catatan, tanda tangan oleh Raja, stempel untuk semuanya dibunuh tanggal sekian, tanggal sekian. Dikirimnyalah surat itu dulu. Menarik. Haman tidak langsung melakukan, padahal dia sudah minta surat itu sama raja, dia lakukan apa? Dia pending satu tahun; untuk jadi apa? Teror. Maka di satu pihak sepertinya ini sebuah peristiwa biasa; tapi di belakangnya ini adalah peristiwa peperangan kekal antara si iblis dan kuasa Tuhan; bahwa si iblis berusaha untuk terus menggagalkan rencana kekal Allah. Ketika bangsa Yehuda mati, maka Mesias tidak akan lahir. Jadi peristiwa Ester bukan peristiwa sembarangan; tapi peristiwa kekal yang Tuhan sengaja catatkan.
Kita lanjut. Maka dalam hal ini, ini bukan hanya sebuah peperangan antara Haman dan Mordekhai, tapi ini adalah peperangan kekekalan antara si iblis yang memakai Haman untuk berperang melawan rencana Allah untuk menggagalkan kedatangan Sang Mesias. Inilah berita dari Kitab Ester. Nah dalam, dan kalau kita melihat lebih jauh lagi Kitab Ester, ini sebenarnya adalah kitab yang paralel dengan kitab Kejadian dengan peristiwa kitab Yusuf, kisah Yusuf. Apa yang terjadi? Sama-sama di dalam kisah umat Tuhan yang minoritas. Kisah Yusuf yang pergi ke Mesir lalu nanti keluarganya 70 orang pergi ke Mesir, minoritas. Sekarang Ester, Mordekhai, dan beberapa orang yang tinggal, pulang dari pembuangan, minoritas. Satu peristiwa yang mirip, paralel. Tidak hanya di situ, sama-sama dibangkitkan seorang pemimpin dengan cara yang unik, yaitu siapa? Yusuf dibangkitkan tiba-tiba melalui cara yang begitu ordinary dari budak lalu akhirnya jadi dipenjara dan seterusnya, sedangkan Ester melalui peristiwa Miss Universe yang tadinya nggak dikenal dan segala macam akhirnya menjadi, persiapan menjadi seorang juruselamat, begitu ya. Menjadi juruselamat bagi umat Tuhan. Lalu turning point-nya, peristiwa perubahannya untuk menyelamatkan umat Tuhan melalui apa? Tuhan memakai cara raja yang diganggu dari tidurnya; di dalam kisah Yusuf Raja Mesir yang akhirnya bermimpi; di dalam kisah Ester raja yang malam itu nggak bisa tidur, coba tidur tidur nggak bisa, akhirnya buka catatan tentang peristiwa sejarah dia pernah diselamatkan oleh Mordekhai; melalui cara tidur. Lalu yang terakhir, berikutnya, bagaimana Yusuf digoda berhari-hari oleh istri Potifar, demikian juga Mordekhai digoda berhari-hari oleh temannya, “Sudah, jangan cari masalah sama si Haman, Lu sembah saja.” Tiap hari diingatkan, tetap Mordekhai nggak mau sampai akhirnya Haman sakit hati mau bunuh dia, sampai seperti istri Potifar yang sakit hati dia memenjarakan Yusuf. Demikian ya. Maka dalam hal ini kita melihat ada sebuah peristiwa paralel untuk menunjukkan bahwa peristiwa dalam sejarah berulang, berulang, untuk tunjukkan bahwa penyertaan Tuhan nggak pernah meninggalkan. Maka prinsip yang sama, Bapak Ibu sekalian, ketika peristiwa di dalam Kitab Kejadian kisah Yusuf disimpulkan di dalam Kejadian 50:20, walaupun itu tidak tercatat di dalam kitab Ester, melihat pola yang sama, kesimpulannya akan menjadi sama.
Apa yang menjadi kesimpulan dari Kitab Kejadian? Mari kita baca Kejadian 50:20. Kejadian 50 menjadi penutup dari seluruh kisah kejadian, menjadi pola yang sama kita baca tadi pola Yusuf dan Ester, menjadi kesimpulan yang sama di dalam kitab Ester; walaupun tidak dicatat, tapi kita melihat cara penulisan Alkitab, begitu ya. Sama-sama kita baca ayat 20, “Memang kamu telah mereka-rekakakn yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” Prinsip yang sama; memang manusia mereka-rekakan yang jahat, peristiwa Haman mereka–reka yang jahat dan segala macam, tapi tidak ada tanda-tanda dan mujizat, tapi di balik semua orang-orang mereka yang jahat kalaupun kita percaya the sovereignty of God, the silent sovereignty of God, justru Tuhan sedang mereka-rekakan yang baik melalui setiap peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan kita; persis seperti Kitab Ester, maka ketika hampir semua umat Tuhan dimatikan untuk membatalkan janji Mesias, apa yang terjadi? Justru berbalik dari teror kematian selama 1 tahun menjadi sebuah perayaan hari raya Purim berbicara tentang peristiwa keselamatan bagi Bangsa Yehuda. Menarik sekali ya, maka di dalam hal ini secara kesimpulan kita boleh melihat apa arti sovereignty of God di dalam kitab ini, untuk menyatakan bagaimana kita boleh percaya kepada Allah yang tak kelihatan, percaya kepada tangan Tuhan yang tak kelihatan; bukan hanya sekedar percaya, tapi melihat bahwa Tuhan mau bekerja melalui seluruh peristiwa itu.
Penutup, tiga hal yang kita boleh pelajari dari Kitab Ester. Yang pertama, Bapak Ibu sekalian, bahwa Allah selalu bekerja meskipun tidak kelihatan. Sekali lagi saya tekankan hal ini, ini menjadi sebuah tekanan bukan hanya untuk kejadian Kitab Ester, tapi menjadi sebuah pembelajaran bagi kita untuk menjalani hidup kita. Lihatlah, Allah yang tak kelihatan itu adalah Allah yang bekerja meskipun tak kelihatan, mau percaya atau tidak? Ini poinnya. Kalau kita benar-benar mengerti bahwa Yesus Juruselamat, maka tidak berhenti di situ tapi kita mempercayakan seluruh hidup kita secara total, mempercayakan kepada Dia yang tak kelihatan. Sebuah kepastian dan sebuah jaminan bahwa kedaulatan dan tangan Tuhan yang tak kelihatan itu tidak pernah meninggalkan kita. Ini cara kita beriman. Maka apa itu iman? Seperti Kitab Daniel tadi pagi, iman bukan sekedar percaya karena Tuhan intervensi. Iman bukan sekedar percaya karena Tuhan memberikan mujizat. Iman justru percaya walaupun Tuhan tidak menyelamatkan Hanaya Misael dan Azaria. “Sekalipun kami akan dimatikan, Tuhan ndak selamatkan, kami tetap ndak menyembah patung tuanku raja.” Artinya apa? Kami tetap percaya kepada satu Tuhan. Maka inilah iman, tidak bersandar kepada hal-hal yang mujizat atau intervensi; tapi percaya kepada kedaulatan dan tangan Tuhan yang tak kelihatan yang tak pernah meninggalkan kita. Maka mari kita melihat di dalam Kitab Ester. Apa yang terjadi? Ceritanya dimulai dengan pesta raja Ahasyweros, singkatnya tadi Ratu Wasti ndak mau lalu raja marah lalu mengasingkan Ratu Wasti. Maka dijadikanlah peristiwa Miss Universe pertama dari 127 negara bagian dipanggil wanita-wanita minimal pasti 1, paling tidak ada 2 katakan, berarti saya percaya ada 127, lebih dari 127 wanita. Faktanya Ester sendiri itu tidak diketahui bangsa negaranya pokoknya masuk kualifikasi ikut juga. Jadi mungkin ratusan atau tiga ratusan orang wanita yang ikut dalam sayembara ini untuk bertemu dengan raja.
Maka apa yang terjadi, Bapak Ibu sekalian? Maka di dalam hal ini dicatat, sebelum ketemu Raja, walaupun mereka sudah lulus kualifikasi, mereka harus dibentuk dulu. Kalau Daniel tadi di dalam pemerintahan untuk sebelum masuk ke pemerintahan 3 tahun sekolah dulu ya. Kalau ini wanitanya harus masuk salon dulu. Wah, enak begitu ya. Apa yang terjadi? Mereka harus masuk salon. Persoalannya berapa lama mereka masuk salon? 1 tahun. Setengah tahun direndam parfum ini, setengah tahun direndam parfum itu, begitu ya. Maka apa yang terjadi? Kalau kita ibu-ibu senang, mau ke salon bilang, ya sekali-kali ke salon yang keren lalu rambutnya di-creambath, diapain, diapain lagi saya nggak ngerti, lalu pedicure, manicure, segala macam. Enam ratus ribu jangan bilang-bilang sama suaminya, sekali setengah tahun kok. Diem-diem, 600 ribu ke salon, gitu ya. Padahal bapak-bapak cuma pangkas 15 ribu, setsetset selesai gitu. Tapi ibu-ibu sekali setengah tahun 600 ribu boleh lah memanjakan diri katanya. Oke, senang gitu. Lalu kita lihat, oh ini satu tahun di salon. Oh enak e, kalau saya bisa jadi wanita yang seperti Ester. Kita pikirnya enaknya, kita nggak bayangkan dibelakangnya ada peristiwa apa. Setengah mati Bapak Ibu sekalian. Satu tahun di salon emangnya enak? Satu kali di salon 3 jam diginiin oke. Satu tahun digini-giniin, pedicure, manicure, lalu capek pinggangnya, mau keluar, “eh jangan keluar lu. Nanti lu kena matahari lalu kulitnya hitam pas giliranmu dipanggil raja. Dipenggal lu.” Oh mati ya. Oh iya ya, shampo, shampo, shampo lagi. Itu bukan, cantik sih, kulitnya mulus, tapi pikirannya itu bagaimana? Sudah stress. Jadi kalau jumpa raja bukannya cantik sudah akhirnya bebas keluar dari salon neraka ini begitu ya, satu tahun nggak boleh keluar. Wangi sih wangi, tapi pikirannya nggak tau ke mana, ndak kenal dunia dan segala macem. Sakit lho Bapak Ibu sekalian. Sakit. Tapi nggak ada yang lihat di situ apa yang terjadi.
Setelah satu tahun mereka di salon, mereka akan jumpa sama raja. Sengaja dicatat; Datang sore hari, petang hari, keluar pagi hari. Untuk apa? Tidur sama raja. Setelah raja tidur sama mereka lalu raja memutuskan suka ndak suka. Kalau mereka raja nggak suka, apa yang terjadi sama mereka? Dari ratusan wanita itu yang paling banyak, yang pertama sudah pasti mereka tidak boleh kembali ke kampung mereka karena mereka milik raja. Jadi kalau keluarga mau datang, keluarga yang datang untuk lihat dan harus melewati batasan-batasan, peraturan kerajaan; dan hanya beberapa jam lalu pulang lagi. Maka saat mereka dipilih, saat itu mereka terputus dari keluarga. Ini yang pertama. Tapi kalau raja nggak suka, mereka akan diasingkan di rumah itu; dapat semua fasilitas tapi mereka menjadi janda yang ndak pernah kenal siapa pun seumur hidup mereka, habis di situ seumur hidup. Mau dengan laki-laki? Dipenggal dua-duanya mati. Yang kedua, katakanlah mereka tidak seburuk itu, kalau raja suka, paling tidak dia suka sesekali akan dipanggil. Tetapi tetap aja sesekali, kapan raja ingat saja; sama seperti Salomo 700 istri 300 gundik. Ditanya namanya pun mungkin nggak kenal. Yang mana itu ya? Dari mana ya? Nggak tau itu, nggak tau. Nah ini yang terjadi, maka kalau raja suka ya dipanggil sesekali, atau pun yang paling tidak lagi, kalau raja suka paling tidak dua atau tiga yang dipanggil untuk jadi istri kedua, ketiga, keempat, yang akan diperhitungkan namanya kalau anaknya lahir diakui jadi anak raja. Yang tadi-tadi itu kalo lahir anaknya nggak akan pernah diakui jadi anak raja, tapi yang dua, tiga, empat orang akan diperhitungkan anaknya kalau-kalau ratu yang pertama nggak punya anak, maka akan mengangkat anak dari sini. Maka dari seratusan lebih wanita yang menang cuma siapa? Ya namanya miss world, ya satu orang. Maka siapa yang akan menang? Maka menarik sekali di dalam kejadian ini berapa menderitanya para wanita-wanitu itu; tapi singkat ceritanya Ester yang terpilih.
Tapi Bapak Ibu sekalian, sebenarnya inilah, “Wah enaknya jadi Ester.” Tidak. Mari kita perhatikan pasal 2 ayat 16. Saya bacakan, “Demikianlah Ester dibawa masuk menghadap raja Ahasyweros ke dalam istananya pada bulan yang kesepuluh–yakni bulan Tebet–pada tahun yang ketujuh” tadi peristiwanya dari tahun keberapa? Tahun ketiga. Sekarang Ester baru bisa jumpa raja tahun keberapa? Berapa tahun harus di salon nggak boleh keluar? Bukannya datang samabraja cantik, sudah gila. Sudah nggak bisa; 4 tahun nggak boleh keluar, jadi apa? Tapi dia tetap bertahan karena sedang dipersiapkan untuk menjadi juruselamat atas Bangsa Israel. Nggak gampang. Maka Bapak Ibu sekalian, sepertinya enak atau nggak enak bukan tentang itu, soal kesadaran yang kau mau dipakai Tuhan atau tidak? Nggak perduli enak atau tidak enak, mau nggak? Ini tantangan panggilan kehidupan kita. Dan menarik di dalam hal ini, Ester tunggu 4 tahun lalu kemudian apa yang terjadi? Muncul bencana, setelah dia menjadi ratu, lalu singkat cerita tentang Haman, orang Agag, musuh bebuyutannya Israel, singkat cerita benci sama Mordekhai, lalu berusaha untuk membunuh orang Israel semuanya. Tidak ada hal bisa menjadi jalan, tidak ada tanda mukjizat Tuhan, mereka adalah ancaman diteror selama setahun “kapan kami mati, kapan kami mati, kapan kami mati?” Maka, di dalam hal ini kita boleh melihat apa yang akan terjadi, dimana Tuhan? keturunan Abraham yang akan menggenapi janji Tuhan, akan dihancurkan dan dimusnahkan. Dan, disini kita bisa melihat bahwa tidak ada satu peristiwa pun yang kebetulan. Nah, ini yang jadi cara pembelajarannya kita, bahwa Allah pasti bekerja dalam setiap hal, termasuk dalam peristiwa ini, sepertinya Tuhan nggak ada.
Tapi, mari kita perhatikan, Bapak-Ibu sekalian, dari awal, siapa yang membuat Ahasyweros mabuk, sehingga harus memanggil ratu Wasti? Dari awal siapa yang membuat Ester menjadi ratu untuk menyelamatkan umat Tuhan? Dari awal, siapa yang menggerakan untuk Haman men-delay 1 tahun untuk membunuh, kalau langsung hari itu dibunuh habislah semua rencana Tuhan gagal? Siapa yang membuat Ahasyweros gelisah untuk tidak bisa tidur sehingga baca catatan tentang Mordekhai yang pernah menyelamatkan dia? Nah, disini kita melihat sepertinya peristiwa ordinary, ordinary, ordinary, tapi dibalik seluruh peristiwa ordinary itu kita percaya tangan Tuhan yang tak kelihatan bekerja. Justru melalui seluruh peristiwa ordinary itu ada maksud Tuhan yang bukan ordinary, bahkan extraordinary yang bekerja melalui peristiwa ordinary itu. Maka, Allah bekerja dengan cara yang bukan cara spektakuler, justru dengan cara yang biasa, tapi justru disitu Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya. Karena dengan demikian, kita sadar bahwa sekarang pun, dengan cara kitab Ester, Tuhan bekerja dengan cara yang biasa ini yang menjadi penghiburan buat kita karena Tuhan pun pasti bekerja dalam kehidupan kita yang ordinary ini. Kalau di dalam sejarah Dia bekerja dengan cara yang ordinary, mengapa kita tidak bersyukur bahwa sekarang kehidupan kita yang ordinary bukan karena Tuhan tidak bekerja, bukan karena Tuhan tinggalkan kita, justru Tuhan mau berperkara dengan cara yang sama dengan kehidupan kita. Nah, disini kita melihat Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya.
Tapi nggak berhenti disitu Bapak-Ibu sekalian, hari dimana Tuhan mau menyatakan kemuliaan-Nya, pembelajaran kedua yang kita boleh pelajari dari kitab Ester; disatu pihak Tuhan bekerja dengan cara yang tidak kelihatan, tapi poblemnya dunia sangat terobsesi untuk bekerja dengan cara yang kelihatan, dunia sangat terobsesi dengan penampilan yang kelihatan. Apa yang terjadi? Ahasyweros, raja yang narsis itu pengen dilihat terhormat, selama setengah tahun pesta, pamer seluruh kekayaannya, lalu disini kita boleh melihat secara psikologis pribadi dia adalah orang yang ingin secara kuasa dan materi untuk menunjukan kepribadiannya atau ke-dirian-nya. Apakah wanita tidak mengalami hal yang sama? Dengan cara yang berbeda tapi dengan prinsip yang sama. Wanita juga pengen dihormati kok, pengen menunjukan diri karena seluruh tantangan dunia adalah image, seluruh tawaran dunia adalah penampilan untuk mencari kemuliaan. Di dalam Roma 3 dikatakan, “karena semua manusia telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Setelah manusia itu kehilangan kemuliaan Allah, separuh jiwa kita itu hilang, karena yang membuat kita menjadi manusia yang berharga karena kita dicipta untuk memuliakan dan menikmati Allah, tapi hari dimana manusia kehilangan kemuliaan Allah, maka manusia tidak bisa lagi kembali kepada Allah maka hal yang paling mulia dalam diri kita itu hilang. Satu-satunya tujuan manusia diciptakan untuk memuliakan Allah, tapi sekarang manusia tidak bisa lagi memuliakan Allah karena telah kehilangan kemuliaan Allah, maka apa tujuan manusia yang tak punya tujuan ini? Kosong. Maka, separuh jiwa kita hilang, lagunya Anang; “separuh jiwaku, pergi..” yang memang benar tapi bukan soal urusan wanita, ini tentang kemuliaan Allah sudah hilang dari diri kita. Maka apa yang menjadi tujuan manusia yang kehilangan kemuliaan? Ya Cuma satu tujuannya, cari kemuliaan.
Persoalannya kemuliaan Allah itu bernatur kekal, sekarang kita mau cari kembali kemuliaan-Nya itu nggak bisa, maka kita ciptakan kemuliaan sendiri, yaitu apa? Pride. Dengan cara dipuji orang, dilihat orang, begitu banyak cara manusia untuk mencari pujian; laki-laki mencari pujian dari hartalah, atau orang datang ke gereja bukan karena benar-benar mengerti kemuliaan Tuhan, tapi dengan cara rohani, yaitu dipuji oranglah, semua prinsipnya sama. Manusia mencari harga dirinya, mencari kemuliaannya karena kemuliaan yang hilang, mencari penerimaan. Wanita juga sama, mencari kemuliaan dengan cara terus memoles dirinyalah, dengan cara segala hal yan seksilah supaya dilihat. Nah, sama dengan pria, pengennya dilihat ganteng. Sama, manusia hanya terus mencari apa yang diinginkannya, rusak. Ahasyweros pun demikian di dalam keinginannya, lalu apa yang dilakukannya? Di dalam obsesi demi obsesi, akhirnya kita hanya menjadikan orang lain sebagai alatnya kita untuk menikmati apa yang kita inginkan. Orang menikah hanya untuk keinginannya, memuaskan kebutuhannya dan segala macam. Maka, apa yang dikatakan Ahasyweros kepada ratu atau Ester, kalau kamu lakukan ini, lakukan ini, sayembara itu tadi ya, kalau kamu sudah begini, lulus syarat maka kamu akan menjadi ratuku. Inikan yang dilakukan dunia? Dan apa yang kita lakukan? Kita berusaha untuk menjadi kehidupan kita. Saya lakukan ini, lakukan ini supaya saya begini dan begitu, supaya saya dilihat orang, semua urusan pencarian dan penerimaan diri, maka sakit jiwa kita dimulai dari bibit di dalam hati untuk terus memuaskan diri, inilah berhalanya kita. Tapi, apa yang terjadi, Bapak-Ibu sekalian, semua ironi itu adalah ironi yang dilakukan juga oleh Akhan. Apa yang dilakukan oleh manusia? Mencari penerimaan, cari penerimaan dari diri sendiri, cari penerimaan dari orang lain, cari penerimaan dari Tuhan. orang yang mencari penerimaan dari Tuhan bikin agama, saya lakukan perbuatan baik ini,ini,ini supaya diterima Tuhan, sama, cara beda-beda, kepada yang beda-beda, tapi prinsip yang sama; manusia cari penerimaan, cari penerimaan, cari penerimaan, inilah sakit jiwanya kita. Maka, orang sombong mencari penerimaan, orang minder mencari penerimaan. Orang sombong, pinjem kalimat pak Tong, orang sombong angkuh ke atas, orang minder angkuh ke bawah, maka orang minder pun adalah orang sombong, sama karena problemnya akarnya satu, mencari penerimaan diri, persoalannya yang menentukan pencariannya siapa? Diri. Yang bermasalah diri, yang pengen keluar dari masalah diri, yang menentukan solusi masalah diri, akhirnya dari satu masalah keluar menghasilkan masalah baru. Sudah tahu masalah, pengen keluar dari masalah, bikin solusi dari manusia yang bermasalah, ya masalah, inilah dunia yang berdosa. Maka agama, benar kata Haegel, pembodohan terbesar di dalam kehidupan masyarakat.
Maka, apa yang dikatakan Tuhan? Jawaban yang ketiga: Tuhan bekerja membebaskan kita dari perbudakan dunia yang mengikat kita. Maka jawabannya bukan manusia yang mencari, jawabannya cuma Tuhan yang mencari, Tuhan yang bekerja. Jika Tuhan tidak datang, jika bukan dari atas ke bawah, maka seluruh pengharapan itu hancur. Apa yang dikatan Roma 3:24, “karena semua manusia telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” maka di dalam Kristus, Bapa membenarkan kita.” Artinya apa? Bukan karena apa yang kita lakukan kita menjadi benar, bukan karena pencarian kita, kita menjadi benar, tetapi karena apa yang Kristus lakukan bagi kita, maka kebenaran Kristus diimputasikan kepada kita untuk kita menjadi benar dihadapan Bapa. Maka, dalam hal ini kita boleh melihat, Tuhan membalikkan keadaan, Tuhan yang bekerja, bukan keadaan kita yang bekerja.
Raja yang tidak bisa tidur akhirnya membaca catatan sejarah, singkatnya akhirnya Mordekhai diberikan penghargaan lalu disitu terjadi pembalikan ketika Haman yang berusaha menggap dengan pakai baju raja dia narsis keliling semua-semua itu sembah-sembah orang, lalu ketika Mordekhai nda mau dia sakit hati, mau bunuh Mordekhai, lalu Mordekhai meminta kepada Ester untuk datang kepada raja, mengadu, tapi Ester takut, nanti kalau aku datang kepada raja, bukan giliranku dipanggil, raja bisa ngamuk, aku dibunuh. Apa kata Mordekhai? Mordekhai menegur Ester, menarik sekali, disini bayang-bayang iman keselamatan di dalam hatinya Mordekhai saya bacakan kepada kita, pasal 4 ayatnya yang ke-13 sampai 14, pasal 4:13, “maka Mordekhai menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Ester: “jangan kira, karnea engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi. Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan,”terjemahan yang lain, bagi orang yahudi akan datang keselamatan.
Bapak-Ibu sekalian, inilah iman dengan Tuhan nggak ada, iman dengan intervensi mukjizat Tuhan nggak ada, tapi Tuhan bekerja dengan cara yang ordinary untuk menyatakan kuasa-Nya yang extraordinary. Justru Tuhan membalikkan, akhirnya ketika Ester sadar, dia meresikokan nyawanya untuk menjadi juruselamat, menjadi bayang-bayang atau tipologi dari Kristus, dia rela datang kepada raja, walaupun resikonya nyawa, karena kalau dia datang, raja nggak suka dia bisa dibunuh, tapi dia datang meresikokan nyawanya dan saat itulah justru Ester datang menjadi juruselamat bagi bangsa Yehuda. Maka seluruh cerita tentang tokoh-tokoh di dalam Alkitab Perjanjian Lama, bukan tentang tokoh-tokoh itu, dan seluruh kisah dalam Alkitab bukan tentang tokoh-tokoh yang harus kita tiru, tapi tokoh-tokoh itu adalah tipologi atau bayang-bayang dari Kristus sebagai Juruselamat yang membawa kita untuk menyadari cara atau tangan Tuhan yang tak kelihatan bekerja dalam kehidupan kita. Maka dalam ini kita boleh melihat dunia bisa bilang; “O.. kamu begini-begitu maka saya akan lakukan ini kepada kamu,” tapi apa yang menjadi jawaban Tuhan? Tuhan berbeda, Tuhan menyatakan hal yang begitu indah kepada kita, “Aku tidak hanya menjadikan kamu ratu-Ku, Aku tidak hanya menjadikan kamu umat-Ku, Aku tidak hanya menjadikan kamu budak-Ku, tapi Aku menjadikan kamu Anak-Ku,” bahkan kalimat yang lebih indah dalam Perjanjian Baru Yesus berkata apa? “Aku akan menjadikan kamu mempelai-Ku, tapi bukan karena apa yang kamu lakukan, bukan apa yang harus kamu kerjakan, tapi apa yang Ku kerjakan bagimu.” Kita menjadi mempelai Kristus bukan karena apa yang kita kerjakan, kita menjadi mempelai Kristus karena apa yang Kristus kerjakan bagi kita. Maka Tuhan menebus kita dengan cara yang paling sederhana, yaitu Dia rela menjadi paling hina itu, untuk menjadikan kita menjadi mempelai-Nya yang paling mulia itu, untuk menjadikan kita, menjadi umat tebusan-Nya, menjadikan kita orang-orang yang dipakai-Nya, menyatakan kemuliaan-Nya dengan cara yang ordinary.
Maka Bapak-Ibu sekalian, disini kita boleh melihat only by grace di dalam Reformed theology menjadi suatu hal yang real, menjadi suatu hal yang nyata, melalui peristiwa yang ordinary. Dia yang rela menanggalkan segala keindahan, kemuliaan-Nya, justru menjadi yang paling hina untuk menunjukan keindahan dan kemuliaan yang ada di dalam kita melalui penebusannya beda dengan dunia. Dunia mencoba mengejar kecantikan, kemuliaan dengan cara diri dan diri, tapi Tuhan memberikan kemuliaan dan kemulian dengan cara Dia mengorbankan diri bagi diri kita. Justru di dalam Kristus kita dibebaskan untuk hidup di dalam kekudusan, justru di dalam Kristus kita dibebaskan untuk mengarahkan seluruh kehidupan kita bagi kemuliaan Allah, di dalam Kristus kita justru mendapatkan keindahan hidup yang sejati, bukan karena apa yang kita kerjakan, tapi apa yang Kristus kerjakan bagi kita. Di dalam Kristus kita menjalani hidup yang ordinary ini, namun tidak menjadi sama dengan dunia, karena di dalam Kristus kita menjadi hidup di dalam purpose of God.
Demikianlah mereka, meskipun sepertinya mereka tergantung di dalam negara kafir untuk mengkompromikan diri dengan mereka tapi disitu Tuhan menarik mereka sampai puncaknya ditengah kompromi dan ketakutan mereka, menjadi sebuah perayaan Purin, merayakan keselamatan di dalam Allah. Di dalam segala ordinary kehidupan kita yang nggak tahu mau ngapain, kita berharap kita mau melayani supaya benar-benar melayani. Diterima Tuhan harus jadi Stephen Tong? Tidak, Bapak-Ibu sekalian, setiap orang dipanggil dengan cara yang berbeda-beda, persoalannya adalah satu, kita mau menjadi orang yang menempel kepada Tuhan atau tidak? Tuhan nggak minta kita jadi super hero, Tuhan nggak minta kita untuk menjadi Stephen Tong semua, karena itu panggilan yang begitu besar dan nggak semua orang diberikan; yang Tuhan minta satu: adakah hati yang sudah Ku kuduskan menempel kepada-Ku, yang dengannya engkau mengerti isi hati-Ku? Maka di dalam seluruh peristiwa hidupmu yang ordinary, yang sepertinya sama dengan dunia, tapi totally berbeda dengan dunia, karena apa? Kemuliaan Tuhan dipancarkan disitu. Maka, jangan menuntut diri untuk menjadi Stephen Tong, jangan menuntut diri untuk menjadi orang lain, tapi menuntut diri untuk menjadi seperti isi hati Tuhan atas hidupmu, inilah cara hidup orang Kristen. Maka kita bebas bukan karena kita bisa lakukan ini dan itu, kita bebas karena kita mengerti isi hati Tuhan. Maka yang diinginkan Tuhan adalah bagaimana hati yang melihat kepada kemuliaan Allah, dimulai pada sebuah dasar I and Thou relationship dan memiliki kesadaran kepekaan isi hati Tuhan dan memiliki ketaatan untuk mengerjakannya meskipun suatu hal yang ordinary, tapi dibalik itu, peristiwa-peristiwa yang extra ordinary akan terjadi karena kemuliaan Tuhan dinyatakan, mau engkau? Maka ketika itu terjadi Bapak-Ibu sekalian, nyawa taruhannya, ketika semua itu terjadi harga diri kita dihancurkan, ketika semua itu tejadi kita seperti tidak signifikan, tapi dibalik semua itu nama Tuhan dipermuliakan.
Penutup, siapa kita, sehingga Tuhan mempertaruhkan kemuliaan-Nya kepada kita yang ordinary dengan cara yang ordinary? Selayaknya Allah yang mulia melakukan peristiwa-peristiwa extraordinary melalui orang extraordinary untuk menyatakan kemuliaan-Nya yang begitu besar; tapi Tuhan yang begitu mulia memilih kita yang terlalu tidak signifikan dengan cara yang terlalu ordinary untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Hak istimewa yang sebesar itu Tuhan berikan kepadamu, mengapa engkau lari? Mengapa engkau menjadi sombong? Mengapa engkau menjadi minder? Bukankah Allah yang bekerja di dalam hidupmu, mari rela untuk membiarkan Tuhan bekerja secara total di dalam kehidupan kita, sehingga terpujilah Allah, kalimat Pak Tong itu begitu anggun sekali, bukan saya sedang memuji dia, tapi itu kalimat inti sari dari pergumulannya bersama Tuhan dengan memaksa diri untuk rela dipakai Tuhan hingga akhirnya di dalam kepekaan untuk rela terus memaksa diri dipakai Tuhan untuk kemuliaan Tuhan. It’s not about me, it’s not about us, it’s about the glory of God. Mari kita berdoa.
Apa yang kami cari Tuhan? Gereja menjadi kompromi dengan dunia, selalu memaksa Tuhan memberi mukjizat, kekayaan, peristwa-peristiwa spektakuler yang sepertinya percaya Tuhan tapi malah memaksa Tuhan, menghina Tuhan, menundukkan Tuhan seperti apa yang kami mau. Betapa celakanya keberdosaan yang seperti itu, betapa najis kami menghina Tuhan, ampuni kami. Tapi kalau kami belajar untuk mengerti firman Tuhan, membawa kami kepada kehidupan yang tertunduk kepada Allah, membawa kami kepada semua kerelaan untuk terus dibentuk dan dikuduskan untuk kemuliaan Tuhan, membawa kami untuk taat, memikirkan seluruh kehidupan kami bukan tentang kami, bukan tentang kenikmatan kami tapi tentang kemuliaan Tuhan yang dipertaruhkan kepada kami. Tuhan, hak istimewa sebegitu besar Kau berikan kepada kami, bukan hak istimewa untuk menikmati kenikmatan yang sementara, untuk kenikamatan yang begitu dangkal, tapi menikmati kemuliaan yang Kau berikan kepada kami; tapi seringkali kami menjadi buta karena kemuliaan itu Kau berikan dengan cara yang begitu sederhana, begitu sepertinya pandangan dunia begitu remeh, tapi dibelakangnya ada kemuliaan yang begitu besar dan ajaib. Tuhan ajar kami, buka mata kami, pimpin kami untuk terus mau dipimpin dan dipakai oleh-Mu, supaya boleh menyaksikan, kemuliaan-Mu dalam kehidupan kami hamba-hamba-Mu. Tolong kami, pakai kami, berkati kami. Dalam nama Tuhan kami Yesus Krisuts, Juruselamat kami yang hidup kami berdoa. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]