Gereja yang Sejati
Vik. Nathanael Marvin
19 Februari 2023
Mari kita baca Alkitab kita dari Gal. 3:28-29, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.” Ayat ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, menjadi suatu dasar nyanyian dari anak-anak Kristen, nyanyian dari lagu Sekolah Minggu tentang gereja. Lagunya kurang lebih seperti ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian, “Aku gereja, kau pun gereja, kita sama-sama gereja. Dan pengikut Yesus di seluruh dunia, kita sama-sama gereja. Gereja bukanlah gedungnya, dan bukan pula menaranya. Bukalah pintunya, lihat di dalamnya, gereja adalah orangnya.” Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini adalah lagu anak-anak Sekolah Minggu yang memberikan definisi tentang gereja. Bahasa inggrisnya berbunyi seperti ini, “I am the church, you are the church. We are the church together, all who follow Jesus all around the world. Yes, we are the church together.”
Lalu di bait kedua Bapak, Ibu, Saudara sekalian berbicara soal berbagai macam manusia terdiri dari berbagai bangsa, lain bahasanya dan lain warna kulitnya, tempatnya pun berbeda, tetapi bagi semua orang yang percaya Yesus Kristus, mereka semua disebut sebagai gereja. Inilah keunikan kekristenan. Sebutan gereja itu sama seperti sebutan tempat ibadah dengan orang Kristen itu sendiri. Tempat ibadah orang Kristen di mana? Gereja. Kamu siapa? Gereja juga. Tidak ada sebutan di dalam seluruh agama yang lain itu mengatakan tempat ibadahnya gereja dan orangnya juga adalah gereja. Hanya di dalam kekristenan yang mengatakan aku gereja, kamu gereja, gedung gereja adalah gereja, tempat ibadah orang Kristen pengikut Yesus Kristus.
Bapak, Ibu, Saudara sekalian, pernahkah kita merenungkan apakah gereja itu? kenapa gereja harus menjadi gereja yang sejati? Apa sih gereja yang sejati itu? Apa sih menjadi gereja yang sukses, yang berhasil, yang berkenan di hadapan Tuhan? Ketika kita memikirkan tentang gereja Tuhan sebenarnya kita memikirkan tentang diri kita sendiri. Ketika kita memikirkan gereja Tuhan, sebenarnya kita memikirkan tentang orang-orang yang kita kasihi. Mereka adalah gereja, mereka adalah umat Tuhan, mereka adalah pengikut Yesus Kristus juga. Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita perlu merenungkan tentang gereja yang ideal itu seperti apa. Gereja itu bicara soal gedung kah atau orangnya? Pertanyaan-pertanyaan ini seharusnya menjadi pertanyaan bagi orang Kristen yang cinta Tuhan Yesus Kristus. Kenapa demikian, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Karena Yesus Kristus memberikan nama-Nya sendiri yaitu “Aku adalah kepala gereja”, “Aku adalah pendiri gereja”. Masa kita yang katanya cinta Yesus tapi kita tidak tahu Yesus itu mengepalai siapa? Yesus kepala gereja berarti Yesus itu kepalanya kita juga, kita anggota tubuh Kristus. Yesus kepala gereja berarti Yesus itu pemimpin tertinggi di dalam kehidupan kita.
Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita sebenarnya itu cinta tidak Tuhan kita, Yesus Kristus itu? Sungguh-sungguh cinta kah? Pernahkah kita sungguh-sungguh mengatakan, “Saya cinta Yesus!” Mungkin ini adalah kalimat yang sangat jarang sekali kita sebutkan ya, di dalam doa kita maupun di dalam keseharian hidup kita. Kita perlu katakan itu, bukan bicara soal Tuhan tidak tahu kita mengasihi Dia. Tuhan tahu, tapi yang namanya relasi itu ya berelasi, ngomong, mengakui. Saya cinta Yesus, saya berdoa kepada Tuhan, saya mengasihi Tuhan. Kita cinta tidak Tuhan Yesus Kristus yang sudah mati bagi kita, menebus dosa kita di atas kayu salib? Jika kita cinta Yesus, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, berarti kita mau mengenal identitas siapakah gereja itu, mengenal identitas diri kita sendiri, memiliki impian untuk menjadi gereja yang berkenan di hati Yesus Kristus.
Cinta Kristus berarti cinta gereja Kristus. Jika kita cinta gereja Kristus maka kita perlu pikirkan agar gereja yang menjadi sepenuhnya milik Yesus Kristus. Kita perlu usahakan agar gereja sepenuhnya taat kepada Kristus. Bahkan kita perlu lakukan suatu pengorbanan bagi Yesus Kristus. Bukan saja menjadi baik tapi baik yang berkorban. Bukan saja berdoa, tapi berdoa yang berkorban. Bukan saja merenungkan firman Tuhan, melakukan firman Tuhan, tetapi melakukan firman Tuhan yang berkorban karena mengasihi Yesus Kristus. Kita perlu usahakan gereja ini jangan sampai ada satu bagian gereja ini yang di luar Yesus Kristus. Orang Kristen perlu memikirkan bagaimana menjadi gereja yang sukses, berhasil dan serupa dengan Yesus Kristus sendiri yang adalah kepala gereja.
Charles Haddon Spurgeon, seorang pengkhotbah Reformed Baptist, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dia pernah dijuluki sebagai “Prince of preachers” “Pangerannya para pengkhotbah”. Kenapa dia disebut demikian? Karena di dalam khotbah-khotbahnya dia begitu dipenuhi Roh Kudus. Banyak orang mau mendengarkan khotbahnya. Banyak orang ketika mendengarkan khotbahnya itu ada semangat, ada keberanian, ada hati yang mengasihi Tuhan. Dan juga Charles Spurgeon itu disebut the prince of preachers kenapa? Karena dia begitu terus terang menyatakan kebenaran kepada banyak orang. Meskipun dia tahu bahwa kebenaran itu tidak disukai oleh banyak orang tapi dia nyatakan. Pelayanan yang dia kerjakan juga banyak memenangkan jiwa.
Nah suatu waktu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dia pernah ditanya oleh seorang wanita tentang gereja yang sempurna, “Apa sih gereja yang sempurna itu?” Spurgeon menjawab ya, “Kamu tidak akan menemukan gereja yang sempurna seperti di sorga. Yang sempurna itu nanti, sorga dan Kerajaan Sorga yang akan datang itu. Dan jika kamu menemukan suatu gereja yang sempurna di bumi yang masih jatuh dalam dosa ini, kamu jangan dekat-dekat dengan gereja tersebut. Nanti kamu akan merusaknya. Nanti kamu akan menodai gereja itu dan gereja itu langsung seketika tidak sempurna. Karena apa? Kamu ada di situ.” Kalau ada gereja sempurna, kita datang ke sana, gereja itu jadi tidak sempurna. Dan memang kenyataannya Bapak, Ibu, Saudara sekalian tidak ada gereja yang sempurna. Hamba Tuhan berdosa, pengurus berdosa, jemaat berdosa, semua itu orang berdosa.
Maka kita, Saudara sekalian, sangat sulit sekali untuk bagaimana menunjukkan Kristus di dalam gereja Tuhan karena kita melawan kuasa dosa. Tetapi kuasa dosa ini kita perlu ingat bahwa itu sudah dikalahkan oleh Yesus Kristus. Maka gereja seharusnya menjadi gereja yang terus meneladani perkataan maupun perbuatan Yesus Kristus. Kita mau mencapai kesempurnaan sesuai dengan target yang Tuhan berikan. Maka Tuhan katakan suatu tuntutan yang luar biasa, begitu susah bagi orang Kristen, yaitu, “Hendaklah kamu sempurna seperti Bapamu di sorga adalah sempurna.” “Tapi aku nggak bisa sempurna di bumi ini karena bumi masih berdosa, aku masih berdosa.” Tetapi ada target yang Tuhan tetapkan bagi engkau sendiri. Ada talenta yang Tuhan berikan, nah di situlah kamu sempurna. Kemampuanmu berapa, lakukan sesuai dengan kemampuanmu. Jangan talentamu berapa, lakukan kurang dari talentamu. Nah ini maksudnya “Hendaklah kamu sempurna, seperti Bapamu yang di sorga itu sempurna.” Itu bukan berarti sempurna seperti di sorga, betul-betul tanpa dosa, melainkan sempurna sesuai dengan anugerah yang Tuhan berikan, sesuai dengan kemampuan yang Tuhan berikan.
Dari kisah ini sebagai orang Kristen kita perlu menuntut diri agar gereja itu perlu mereformasi diri terus menerus. Kalau ada gereja yang rusak, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yang dibutuhkan apa? Reformasi! Kalau ada gereja yang hancur, gereja yang tidak sesuai dengan Yesus Kristus, yang dibutuhkan apa? Reformasi! Maka semboyan dari gereja-gereja Reformed itu apa Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Ecclesia reformata, semper reformanda. Gereja Reformed, gereja berteolgi Reformed, gereja yang sesuai dengan kebenaran Alkitab, yang paling setia kepada kebenaran Alkitab, harus senantiasa direformasi oleh Alkitab itu sendiri. Karena apa? Gereja tidak sempurna tetapi mau terus menyempurnakan diri sesuai dengan anugerah dan talenta yang Tuhan berikan. Lewat mana? Alkitab, firman Tuhan. Jangan sampai gereja sudah tidak sempurna, berdosa, terus kita tinggalkan. Terus kita malah ikut merusak gereja, malah tidak jadi sempurna lagi. Malah kita juga nggak mau berkontribusi atau mau melayani sesama di gereja. Gereja harus selalu direformasi. Siapa yang mereformasi? Siapa yang mereformasi? Kita! Kita gereja kok. Kalau kita ada yang salah dengan tubuh kita, kita reformasi kan? Datang ke dokter, pengobatan. Kalau ada saudara kita yang kita kasihi sakit, atau ada yang salah, kita ingin mereformasi dia, memperbaharui, memperbaiki kehidupan dia. Nah itulah wujud dari gereja Reformed, gereja yang mau terus memperbaiki, gereja yang terus mau direformasi oleh firman Tuhan. Itulah sebabnya kita perlu terus mempelajari gereja yang sejati itu seperti apa supaya kita tidak tersesat.
Sekarang di luar sana apakah banyak gereja yang sejati? Banyak, kalau mereka sungguh-sungguh kembali kepada Alkitab. Tetapi kita juga bisa katakan bahwa di luar sana apakah banyak gereja yang sesat? Banyak! Lalu apa yang kita lakukan? Membiarkan mereka? Tidak! Kita bisa mengundang untuk bisa melihat Alkitab. Kita bisa mereformasi mereka, tidak menjauhi mereka. Kita memperbaiki mereka, apa yang kita bisa perbaiki. Nah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, sering kali kan Pdt. Stephen Tong bagaimana caranya dia itu mereformasi gereja lain. Kalau gereja yang dia dirikan sendiri itu sangat mudah, dia pemimpin tertinggi, dia punya otoritas tertinggi sebatas manusia. Meskipun kita tahu bahwa kepala gereja adalah Yesus Kristus. Tetapi bagaimana dia mereformasi gereja lain? Karena apa? Karena seorang hamba Tuhan itu bukan gembala bagi jemaatnya saja tetapi gembala juga bagi jemaat gereja lain. Saya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bukan gembala dari jemaat Bapak, Ibu, Saudara sekalian di GRII Yogyakarta saja, bukan! Tetapi gembala juga dari jemaat-jemaat gereja-gereja yang lain, yang salah, yang tersesat. Bahkan saya juga gembala dari orang-orang yang bukan beragama Kristen.
Nah bagaimana Pdt. Stephen Tong menggembalakan atau mereformasi gereja yang lain? Salah satunya paling mudah adalah apa? Teguran, dari jauh. Teguran dari jauh, mengusik kenyamanan mereka, dan membuat mereka berpikir, betul, apakah yang dikatakan oleh dia dalam khotbah-khotbahnya dalam mengkritik, menegur, menyatakan kebenaran? Itulah yang bisa kita lakukan sebenarnya waktu kita dalam reformasi itu. Reformasi pasti ada kritik, reformasi pasti ada penyampaian kebenaran, reformasi pasti ada selisih, konflik. Pasti. Namanya reformasi kok, memperbaiki sesuatu yang salah, memperbaiki sesuatu yang bahaya. Ini ya, tugas kita perlu memahami gereja yang sejati. Jika kita hidup di lingkungan gereja yang palsu, maka hati-hati, kita nanti imannya pun bisa palsu, bisa sesat.
Nah sekarang kita bagi khotbah ini di dalam 2 bagian Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Bagian yang pertama adalah apa sih gereja itu? Ini kita sudah sedikit bahas ya di dalam outing remaja, pemuda GRII Yogyakarta kemarin, di Puncak Becici. Di Puncak Becici kita sudah sedikit merenungkan gereja, tetapi pada hari ini kita juga akan merenungkan tentang gereja lebih lagi. Definisi pertama gereja adalah umat Allah. Sama seperti lagu anak Sekolah Minggu, “Aku gereja, kamu gereja, kita pengikut Yesus itu adalah semua gereja. Di sepanjang zaman, di seluruh tempat, setiap orang yang mengikut Yesus mereka adalah gereja.” Dan gereja adalah umat Allah, domba gembalaan Allah sendiri. Kita ini milik Tuhan ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Kita perlu perhatikan kita itu bukan milik kita sendiri, hidup kita ini sudah dimiliki oleh Kristus. Kita ada Pribadi yang hidup dalam hati kita, di dalam Roh Kudus, yang membuat kita percaya kepada Yesus Kristus. Kita ini milik Allah. Kita harus sadari hal ini, kita dimiliki oleh Allah maka kita tidak sembarangan untuk menggunakan tubuh kita ataupun hidup kita ini.
Kalau kita pinjam barang orang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, mungkin barang yang mahal ya, mungkin drone-nya orang, mungkin laptop nya orang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita berani nggak ngapa-ngapain barang tersebut? Meskipun sudah dipercayakan, meskipun orang yang meminjamkan itu sudah percaya, “OK, saya minjemin berarti tahu resikonya. Bisa hilang, bisa rusak, dan yang lain-lain.” Tapi terus dipinjamkan. Kita nggak akan berani sembarangan menggunakan barang orang. Maka paling enak kita gunakan barang sendiri untuk bekerja atau melayani Tuhan. Demikian juga kita harus sadar bahwa hidup kita ini tidak kita miliki sendiri, ada yang memiliki yang lain, yaitu Tuhan.
Nah kita bisa lihat bahwa gereja itu visible dan invisible. Visible itu adalah kita yang bisa melihat sesama kita, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yang pengikut Yesus kita bisa lihat. Dan juga gedung gereja yang meninggikan Yesus Kristus. Gedung gereja juga ada filosofi, arsiteknya, mau meninggikan siapa di gedung tersebut. Mau memperlihatkan siapa. Nah kalau kita bisa lihat bahwa di gedung gereja itu ada salibnya, itu sangat puji Tuhan. Itu berarti meninggikan salib Kristus. Saya pernah dengar cerita ya dari pengkhotbah yang lain bahwa justru gereja itu harus bentuknya ada bentuk gereja supaya orang lain tahu itu gereja. Maka pemerintah, kalau nggak salah di Thailand itu, di Thailand itu justru kamu mau bangun gereja, buat gedung gereja dulu. Ketika ada gedung gereja, modelnya gereja maka pemerintah akan langsung setujui. Nggak dipersulit, misalkan seperti di Indonesia ya. Wah harus punya KTP dulu, dan lain-lain, membangun dulu, diam-diam dulu ngumpul. Sampai 60 jemaat baru bangun gedung gereja. Ini nggak. Di negara ateis, negara orang Budha lah ya Thailand itu, justru buat dulu. Kamu bisa nggak buat gedung gereja. Bentuknya gereja dulu, baru aku kasih izin langsung dari pemerintah. Itu sangat mudah ya.
Nah gereja itu visible, bisa dilihat secara manusia maupun gedungnya, tapi invisible itu adalah orang-orang pengikut Kristus sepanjang zaman. Gereja itu orangnya. Gereja itu orang Kristen yang terlihat secara fisik maupun tidak terlihat secara fisik. Itu gereja. Dan umat Allah yang sudah ditebus dengan darah Yesus Kristus. Jadi gereja itu adalah komunitas, gereja adalah pribadi orang, perkumpulan orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus. Dari mana kita tahu definisi ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Mari kita lihat Mazmur 100:3, kita baca bersama-sama ya. Ini adalah ayat yang sangat bagus sekali, sangat indah sekali, “Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.” Tahu… harus tahu dulu siapa Engkau. Tahu dulu, ketahuilah kita ini ciptaan Tuhan. Ketahuilah Tuhan itu memilih kita dan memiliki kita, dan kita adalah umat domba gembalaan-Nya sendiri. Kalau domba Tuhan itu tercerai berai, yang paling sedih itu siapa? Ya Tuhan, karena Tuhanlah gembala utama dari domba-dombaNya. Nah gereja adalah umat perjanjian, kumpulan orang-orang yang sudah ditebus dengan darah Yesus Kristus sendiri. Gereja ini sentral dalam rencana Allah, dalam pengorbanan Allah, dan dalam perhatian Allah sendiri. Kita tuh sentral, kita itu sangat berharga, kita itu betul-betul domba gembalaanNya Allah sendiri.
Nah setelah kita tahu jati diri kita, Bapak Ibu Saudara sekalian, apa yang harus kita lakukan? Kisah Rasul 20:28, di situ dikatakan, karena itu, kalau kita sudah tahu kita ini adalah domba-dombaNya Allah, di dalam Kisah Rasul 20:28, di situ dikatakan, “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan,” Saling menjaga, saling mengasih, “karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri.” Setiap orang punya tugas penggembalaan, setidaknya menggembalakan dirinya sendiri. Setelah Tuhan berikan kemampuan menjadi penilik, minimal overseer, minimal bukan orang yang memikirkan diri sendiri tetapi pikirin orang lain juga. Tapi jangan kepo ya, pengen tahu semua tentang orang. Jangan ya! Tapi pikirin orang lain, kebutuhan orang lain apa, pergumulannya apa, kita bisa tolong apa, itu kamu menjadi overseer, penilik. Dan setelah menjadi penilik, kita jaga dia, dirawat.
Orang Kristen bukan orang yang pengikut Kristus, sempurna, tahan banting, tahan konflik, tahan kejelekan orang, tahan kebebalan orang. Nggak! Kita bisa muak kok pada kebebalan orang. Kita bisa benci kepada ketidakteraturan orang. Kita bisa jengkel kok, orang ini kok susah banget ya diajak ngobrol, misalkan ya. Kita manusia berdosa kok. Maka dari itu di sini dikatakan, bukan hanya bicara soal anugerah Tuhan, tapi usaha kita bagaimana menjaga sesama kita, menjaga kawanan kita. Itu nggak mudah. Kita bisa terpecah belah kok. Allah sangat mengasihi gereja kita, komunitas orang percaya.
Nah ini ada ayat lagi yang saya sangat suka, Bapak Ibu Saudara sekalian, Zakharia 2:8. Ini adalah bahasa antropomorfis dari Tuhan sendiri tentang gereja. Zakharia 2:8, saya akan bacakan untuk kita semua, “Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam, yang dalam kemuliaan-Nya telah mengutus aku, mengenai bangsa-bangsa yang telah menjarah kamu — sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya —:” Mata Tuhan. Gereja adalah biji mata Tuhan. Tuhan menaruh gereja itu bukan sekedar di hati-Nya. Memang di hati-Nya, tentu. Tetapi digambarkan sebagai di mata-Nya juga, di mana Tuhan selalu melihat umat-Nya, Tuhan selalu melihat anak-anakNya, Tuhan selalu menjaga domba-dombaNya. Kita ini berharga di mata Tuhan. Maka, Bapak Ibu Saudara sekalian, sekecil rasa apapun, kalau kita menganggap diri kita, “Aku nggak berharga, aku sakit, aku lemah, aku nggak bisa apa-apa. Aku nggak bisa melakukan hal yang besar.” Dan mengatakan bahwa aku ini tidak berharga ya – itu salah besar. Salah besar. Kita jangan pernah anggap diri kita sekecil apapun ya. Kita tuh nggak berharga – jangan! Tuhan saja nggak anggap demikian. Tuhan katakan, “Engkau adalah biji mataKu, engkau itu di hatiKu. Aku selalu melihat engkau.” Jangan sampai kita anggap diri kita itu tidak berharga. Jangan minder, tapi rendah hati. Jangan sombong, tapi percaya pada Tuhan, bergantung pada Tuhan.
Kalau kita ingat kisah pertobatan di Jalan Damaskus, Damaskus ini selalu paralel dengan pertobatan Paulus, Bapak Ibu Saudara sekalian. Kisah itu bagaimana Saulus itu menganiaya orang-orang Kristen. Dengan berkobar-kobar, Saulus mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Dia hadap Imam Besar, dia minta kuasa untuk menangkap pengikut Kristus, baik laki maupun perempuan, untuk dibawa ke Yerusalem dan dianiaya. Dan di tengah perjalanannya itu, ada cahaya yang memancar dari langit mengelilingi Saulus, ia rebah ke tanah dan kedengaranlah, “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?” Nah ini ya, kita bisa tahu siapakah kita ini, yaitu apa? Ketika orang menganiaya kita, Tuhan Yesus itu mengidentifikasi bahwa berarti menganiaya Tuhan Yesus juga. Tuhan itu bukan menganggap kita biji mata saja, tetapi ternyata diriNya sendiri. Engkau adalah umat Allah, engkau adalah anak-anakKu, engkau menjadi bagian dalam hidupKu. Karena itulah relasi orang tua dan anak, Bapak Ibu Saudara sekalian. Anak sakit, orang tua juga merasa kesakitan dan kesusahan anak. Anak sukacita, orang tua juga merasa sukacita anak. Sampai sekarang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang tua saya selalu ya tanyanya adalah Kesehatan saya, “Bagaimana Kesehatan? Baik?” “Baik.” Kalau ada sakit, langsung dikirimin obat, vitamin, dll. Karena mereka merasa, mereka tahu saya ini anak, dan saya adalah bagian dari kehidupan mereka. Kalau saya sehat, mereka pun ada kekuatan untuk bisa sukacita.
Nah di sini kita bisa melihat, orang-orang jahat yang menganiaya gereja atau umat Allah, dan pengikut Kristus, itu pun berarti: menganiaya Yesus Kristus. Ini adalah dosa yang sangat besar sekali sih. Menganiaya tuh kan berarti posisinya dia di atas, orang yang dianiaya itu di bawah. Sekarang, kalau ada seseorang yang menganiaya Kristus, berarti dia posisinya di atas Tuhan. Dia di atas Tuhan dan menganiaya Tuhan. Ini suatu penggambaran yang kita tidak bisa bayangkan betapa Tuhan itu mengasihi kita, menganggap kita itu adalah bagianNya, sampai Tuhan inkarnasi itu ya, Tuhan mau jadi manusia. Luar biasa. Kita ini biji mata Allah, Yesus anggap kita itu sebagai bagian dari diriNya sendiri. Bukankah ini sangat berharga? Maka, jangan anggap dirimu tidak berharga! Kita ini milik Kristus! Yesus milik kita. Memukul anak-anak Allah, berarti memukul Yesus sendiri.
Definisi kedua dari gereja adalah rumah Tuhan. Ini sederhana ya, kita sudah tahu. Gereja itu adalah wadah di mana kita bisa melayani Tuhan. Kumpul orang-orang Kristen, ngumpulnya di mana waktu ibadah di Hari Minggu khususnya ya? Rumah Tuhan, dan suatu tempat pelatihan bagaimana kita bisa bertemu dengan Tuhan, mencintai gedung gereja ini, mencintai apa yang ada di perabotan-perabotan yang digunakan untuk menyembah Tuhan, kita sayang kursi-kursi, kita sayang alat musik, dll. Kita hargai, kenapa? Karena semua alat itu dipakai sebagai instrumen untuk memuliakan Tuhan.
Nah ini mempersiapkan kita nanti, beberapa bulan lagi, kita akan beribadah di Jalan Leres, ya itu bahasa Jawanya ya, Jalan Bener. Kita akan mendapatkan suatu anugerah Tuhan, kita harus setiap terhadap Rumah Tuhan. Bagaimana wujud seseorang itu penuh kasih kepada kepemilikannya? Bapak Ibu Saudara sekalian, caranya adalah memikirkan dan merawatnya, kan? Kalau kita rawat binatang, Bapak Ibu Saudara sekalian, tahu dari mana si perawat itu tuh penuh kasih kepada apa yang dia rawat, binatangnya? Ketika binatang itu baik, sehat terus senang sama pemiliknya. Karena ada binatang-binatang juga takut sama pemiliknya, kaya gitu ya. Nah itu, Bapak Ibu Saudara sekalian, kita bisa melihat, kita bisa mewujudkan kasih kepada Tuhan lewat apa? Lewat sesama manusia. Memang tujuan akhir kita menghargai alat-alat atau benda-benda mati itu bukan tujuan akhir ya. Itu tujuan akhirnya adalah memuliakan Allah dan mengasihi sesama. Tetapi itu bentuk salah satu sarana kita menghargai dan mengasihi Tuhan dan sesama adalah kita sungguh-sungguh merawat benda-benda mati ini untuk dipakai bagi kemuliaan Tuhan.
Ya, gereja itu adalah tempat kasih, tempat Rumah Tuhan, pemimpinnya Yesus Kristus sendiri. Maka itu jangan sampai ada orang yang terlalu berkuasa di gereja, apakah itu orang kaya, apakah itu pendetanya. Nggak! Kita semua tunduk pada Yesus Kristus. Mazmur 122:1, di situ dikatakan, “Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: “Mari kita pergi ke rumah TUHAN.”” Nah ini sukacita. Waktu kita Hari Minggu, seneng nggak kita pergi ke rumah Tuhan? Ke gereja? Wow, tempat yang paling aku senangi, paling semangat, paling on time, paling rapih. Kita persiapkan diri, kita senang, karena mau ketemu siapa? Ketemu Tuhan. Lewat mana ketemu Tuhan? Lewat seluruh liturgi yang sudah ada. Ketemu Tuhan lewat apa? Waktu kita menyanyikan pujian. Ketemu Tuhan lewat apa? Lewat votum, pujian pembukaan, doa, pujian bersama, pembacaan Alkitab. Yang terutama adalah pemberitaan firman Tuhan – kita sedang bertemu Tuhan, Bapak Ibu Saudara sekalian. Kita sedang bertemu Tuhan melalui komunitas gereja ini. Hari Minggu orang Kristen beribadah di mana? Gereja, gedungnya. Gedungnya di mana? Nah itu nanti kita akan menikmati gedung gereja di Jalan Leres ya.
Definisi ketiga. Definisi ketiga dari gereja adalah Ekklesia – berarti dipanggil keluar. Siapa yang dipanggil keluar, Bapak Ibu Saudara sekalian? Kita kan ya. Gedung gereja nggak bisa pindah-pindah. Dipanggil keluar, yok GRII Yogyakarta pindah ke Bantul, misalkan ya. Pindah. nggak bisa. Kita bisanya buat cabang, buat cabang. Sinode GRII mengatakan bahwa kalau gerejanya sudah kurang lebih yang hadir di dalam ibadah Minggu itu 200 orang, kita mungkin hanya 100an ini, baru bisa memikirkan buat cabang gereja lainnya. Kalau sudah 200. Masuk akal? Masuk akal. Ya itu perhitungan manusia, tapi ya tetap itu perhitungan manusia yang sudah dihitung-hitung dengan baik. Tetapi kalau Tuhan memimpin, bisa saja. Kita masih 100, OK ada kebutuhan gereja di Bantul, gereja di mana gitu ya, Sleman dll., bisa aja nggak masalah ya, asal pimpinan Tuhan. Rasul Paulus saja keliling-keliling kok. Keliling-keliling buat jemaat di Efesus paling cuma 20 orang, pindah lagi. 10 orang, pindah lagi. 40 orang, pindah lagi. Semua bisa berkembang kok, asal mengerti gereja itu adalah bagaimana.
Nah, gereja itu dipanggil keluar, ekklesia – dari mana ke mana? Dari dunia menuju dunia. Nah ini unik ya. Kita ini dipanggil keluar dari dunia, maksudnya dunia di sini adalah meninggalkan duniawian, keduniawian, meninggalkan dosa. Kita dipanggil keluar dari dosa, kubangan dosa, terus menuju balik lagi ke dunia, dalam arti menjadi saksi Kristus bagi dunia yang berdosa ini. Menjadi saksi, garam dan terang. Hal ini tersimpul dalam Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus yang mengatakan, “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi, karena itu pergilah….” Gereja itu pergi, gereja itu aktif, gereja itu dinamis, gereja itu senantiasa bergerak, dia tidak diam di tempat. Apa yang diam di tempat? Gedungnya. Berarti orangnya ke mana? Pergi-pergi. Pergi ke rumah jadi saksi terang garam di rumah. Hari Minggu dipanggil lagi ke markas besar, mabes. Mabes orang Kristen kan di sini, gereja ya. Panggil lagi ke mabes, dapat kekuatan Hari Minggu, kita merayakan kebangkitan Kristus, kita sukacita dalam Tuhan, disegarkan, istirahat, full lagi tenaganya. Full lagi, pergi lagi ke rumah, ke kantor. Pergi lagi ke sekolah, ke mana-mana. Hari Minggu panggilan Tuhan, Hari Sabat, hari istirahat, dipanggil lagi, ke mabes lagi, dapat kekuatan. Orang yang tidak pergi ke gereja justru mereka itu tidak semakin kuat, semakin lemah. Makin tidak ke gereja, makin lemah. Justru di dalam gereja kita dapat kekuatan untuk menjadi saksi, garam.
Jadi, ketika ditanya, seberapa penting gereja? Bapak Ibu Saudara sekalian, dari tiga definisi yang kita bahas barusan, gereja itu orangnya, umat pilihan. Gereja itu gedungnya. Gereja juga dipanggil keluar. Maka gereja itu sangat berharga, penting sekali. Kita itu sangat berharga di mata Tuhan, kita itu adalah umat kesayangan Tuhan. Bukankah gereja itu sangat indah, Bapak Ibu Saudara sekalian? Bisa bayangkan jika tidak ada gereja apa jadinya? Nggak ada markas besar ya, nggak ada tempat kita dapat kekuatan rohani yang besar dari Tuhan. Sama, ibarat kita itu bayangkan kalau tidak ada rumah tinggal, gimana kita ya? Nomaden terus. Tidur di halte, di pasar. Nggak ada rumah kita. Mau kembali ke mana? Mau dapat tempat peristirahatan di mana? Mau tidur dengan tenang di mana? Nggak ada rumah kok! Tetapi Tuhan buat rumahNya sendiri, kamu gereja berkomunitas, ada gedung gereja dan juga jangan lupa kamu bukan untuk berkumpul-kumpul sebatas di gereja saja, tetapi dipanggil untuk keluar. Maka, Bapak Ibu Saudara sekalian, tidak ada salahnya kita umat Kristen itu ada persekutuan rumah tangga, di luar gereja kan? Nggak masalah. Memang panggilan gereja adalah pergi ke luar kok. Nggak ada masalah, KTB-an di café, apalagi para pemuda ya, suka ngafe. KTB-an baca paling berapa sih, merenungkan firman Tuhan 15 menit, sisanya doa 15 menit lagi. Terus ngobrol-ngobrol. Indah kan? Itu seperti kita menikmati persekutuan dengan Tuhan sendiri.
Pdt. Stephen Tong pernah katakan, “Bisa bayangkan kalau Indonesia tidak ada GRII? Bagaimana iman kita?” Nah itu mengacu denominasi GRII. Bagaimana arus Kekristenan? Apakah orang-orang lebih banyak tersesat atau lebih banyak ke jalan yang benar? Nah ini ya. Apalagi kalau kita tahu ada denominasi paling setia pada Alkitab, Bapak Ibu Saudara sekalian, ya kita harus lebih bersyukur lagi. Lebih giat lagi ajak orang datang, beribadah, bukan akhirnya ya sudah saya sendiri, setahun dua tahun sendiri menikmati anugerah Tuhan, nggak pernah ngomong ke orang. Kita ini kurang bisa mengabarkan Injil seperti kita kurang bisa memberitakan ada makanan enak yang kita sudah makan, kaya gitu ya. “Restoran enak di sana! Kalau ke Jogja, ke mana?” Pikir langsung. Langsung tahu, ”Ini restoran yang enak!” Tapi kalau kita ditanya, “Gereja mana yang bagus? Yang enak?” “Ya.. GRII lah mungkin ya..,” gitu ya. Tidak PD. “GRII paling bagus!” Kenapa kita tidak PD GRII yang paling bagus? Mungkin, jangan-jangan ada kita di sana. Karena kita yang tidak sempurna, gitu ya, yang berdosa, mungkin demikian. Tapi kita harus PD ya. Kita harus PD untuk bisa mengembangkan gereja Tuhan.
Sebenarnya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau saya perhatikan, merenungkan, beberapa tahun kita ibadah di tempat ini, Oke lah ya. Gedungnya agak tua, remang-remang. Sinarnya kan kurang ya. AC-nya kurang dingin, mungkin ya, dan lain-lain. Tapi ini kapasitas besar. Parkiran cukup, nggak kurang-kurang ya. Parkiran bisa. Kita bisa mulai pikirkan ya. Kita bisa harusnya lebih banyak lagi menjangkau orang datang beribadah ke rumah Tuhan.
Nah, dengan pengertian gereja yang begitu limpah ini, sangat sayang bila orang Kristen itu tidak cinta gereja Tuhan. Tidak cinta gereja Tuhan berarti apa? Tidak cinta dirinya sendiri. Tidak cinta dirinya sendiri berarti apa? Dia kurang bisa mengenal dirinya sendiri. Sayang sekali, ada orang Kristen, tapi tidak mau menguduskan hari Sabat. Ada juga yang punya kekecewaan kepada gereja, akhirnya kadang-kadang ibadah di gereja. Ada orang Kristen yang enggan dan tidak mau datang ibadah di gereja Tuhan karena berbagai alasan yang dia buat sendiri. Nah, sebenarnya kita sedang kalah oleh dunia, oleh setan, oleh diri kita sendiri kalau kita tidak melakukan firman Tuhan. Itu kan musuh kita ya. Musuh rohani kita adalah kedagingan kita sendiri, dunia yang berdosa, orang lain yang berdosa itu, dan juga setan, penipu yang ulung.
Setan ini yang membuat strategi kita tidak melakukan firman Tuhan bukan karena 2 alasan dari musuh yang lain. Yaitu apa? “Kamu tidak melakukan firman Tuhan tidak apa-apa. Itu bukan salah kamu. Itu bukan salah orang lain. Bukan salah siapa-siapa, tapi salah setan sendiri.” Bayangkan ya, setan rela menyalahkan dirinya sendiri. Setan rela mengalah supaya orang Kristen tidak lakukan firman Tuhan. Dari sini kita bisa melihat. Wah, setan ini mengerikan ya. Pribadi yang mengerikan. Pribadi yang sangat berkorban. Kita nyalahin setan. “Ini serangan dari setan sih! Saya nggak bisa melakukan firman Tuhan.” Setan rela disalahkan supaya firman Tuhan tidak dijalankan oleh kita. Dan akhirnya, kita juga bisa menyalahkan orang lain. Menyalahkan diri, ”Saya nggak melakukan firman Tuhan, nggak masalah. Orang lain yang salah, bukan saya.” Tetapi paling susah itu, kita menyalahkan diri kan ya. “Saya enggak melakukan firman Tuhan karena apa? Bukan saya yang salah!” Kalau sudah mengacu ke diri, “Oke. Memang saya yang lemah, yang berdosa.” Nah, itu ada kesempatan kita bisa mendapatkan pertobatan. Kesempatan untuk bisa lebih baik lagi. Kita perlu terus ya berjuang untuk memuliakan Tuhan di dalam gereja Tuhan.
Orang Kristen memang orang yang berdosa, orang yang lemah. Dan kita perlu minta pimpinan Roh Kudus dalam memandang gereja itu apa. Seringkali kita kan mengkarikatur gereja itu sebagai, apa sih gereja? Pemimpinnya! Pemimpin manusia maksudnya ya. Nggak mungkin kan kita menyalahkan Yesus. Kan nggak mungkin lah ya. Kita nggak akan berani menyalahkan Yesus Kristus. Tapi kita bilang, “Apa sih gereja?” Pemimpinnya! Betul, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Ketika kita katakan gereja, biasanya mengacu ke pemimpinnya kan. Hamba Tuhan, pengurus, terus juga jemaatnya. Kita sendiri sebenarnya. Dan itu tidak salah. Tidak salah. Tapi yang salah adalah kita fokus kepada seluruh dosa-dosa dari gereja Tuhan. Itu yang salah. Jangan lupa, manusia yang sudah ditebus dengan darah Kristus itu simul iustus et peccator. Simultan, orang benar sekaligus orang berdosa. Jadi, ketika kita memandang pribadi itu memang bisa ada dosa yang menjadi fokus dan juga bisa menjadi kebaikan, kebenarannya. Cuma, kita jangan sampai tertipu fenomena. Kadang kita anggap orang baik itu jahat, orang jahat itu baik. Karena kita hanya sebatas fenomena. Tapi kita minta supaya firman Tuhan memberikan mata rohani bagi kita ya, supaya bisa memandang dengan benar sesama kita, sesama gereja Tuhan. Itu perlu ya. Perlu!
Mazmur 26:8 mengatakan hal ini, “Aku cinta pada rumah kediaman-Mu dan pada tempat kemuliaan-Mu bersemayam.” Gedung gereja, kita perlu cinta juga lho ya. Bukan saja mencintai sesama, tapi kita perlu cinta juga gedung gereja. Jadi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, masih ada kesempatan kita melihat ke Jl. Bener. Ya, lihat saja gedungnya, doakan di situ. Saya juga sudah lama ya, sudah lama nggak berkunjung lagi. Hanya melihat di foto saja. Sudah tingkat berapa? Tingkat ketujuh kali ya. Nggak ya? Ya sudah berapa tingkat? Tingkat 3. Nah, itu sudah semakin besar. Nanti kita bisa melihat proses Tuhan memimpin gedung gereja GRII Yogyakarta. Nah, itu bagian pertama, apa itu gereja?
Yang kedua, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tanda gereja yang sejati. Kata “sejati” kita sudah kurang lebih tahu. Gereja yang sejati itu adalah gereja yang memiliki standar utama sebuah hal yang ideal. Keidealan, itulah sejati, orisinil, benar. Setiap orang sangat mengagumi apa yang dinamakan dengan sejati, asli. Bunga ini bagus, tapi palsu. Nggak masalah, tapi masih bagus. Yang palsu pun kurang lebih ada kelebihannya ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Tahan lama, ya kan? Bagus. Kalau yang asli cuma berapa hari sudah layu. Tetapi pada umumnya kita lebih suka yang asli meskipun yang asli itu ada kelemahan. Kecuali orang yang sudah berdosa besar ya. Misalkan, orang di Jepang sukanya boneka manusia. Itu kan aneh banget ya. Pengen menikah dengan boneka manusia. Manusia yang palsu atau robot ya. Kita bagaimana pun suka yang asli. Bukan suka pasangan yang palsu. Enggak! Suka pria atau perempuan yang kita sukai itu asli manusia, bukan yang lain. Tidak ada yang suka yang palsu, uang palsu, makanan palsu, segala hal yang palsu. Maka, kalau kita memikirkan tentang gereja, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita itu harusnya tidak suka gereja yang palsu. Suka gereja yang sejati.
Kapankah pembahasan tanda-tanda gereja sejati itu mulai menjadi penting? Menurut sejarah kekristenan, pembahasan tentang mana gereja yang sejati, tanda-tandanya apa sih, dibedakan dengan gereja-gereja yang palsu? Nah, itu muncul ketika ada gereja yang satu mengklaim, ”Aku benar! Aku sejati! Aku gereja yang benar! Aku paling mendekati firman Tuhan! Paling setia sama Alkitab!” Tapi di satu sisi, ada gereja yang lain juga mengatakan, “Enggak! Gereja kami yang setia pada Alkitab. Gereja kami yang betul meneliti firman Tuhan itu bagaimana. Kami yang benar!” Lho, tapi prakteknya beda, perbuatannya berbeda, Injil yang diberitakan juga berbeda. Semua mengklaim benar. Benar, benar, benar. Semua gereja benar. Ya, begitu banyak. Saling bertentangan lagi, sehingga orang-orang Kristen itu mulai bertanya-tanya, manakah yang benar? Manakah yang paling baik? Manakah yang sejati? Apakah semuanya gereja yang sejati? Kalau semua gereja sejati ya sudah, boleh pergi ke mana pun kamu mau. Ke gereja paling dekat. Sekalipun itu palsu, kamu mau anggap sejati, ya datang ke sana. Nah, ini ya. Orang mulai berpikir dan membingungkan. Akhirnya mereka membuat suatu ciri atau tanda.
John Stott menganalisa dari kitab Wahyu tentang gereja yang sejati. Dia katakan seperti ini. “Kasih, penderitaan, kekudusan, ajaran yang sehat, kesungguhan, penginjilan, dan kerendahan hati.” Tujuh. Tujuh buah. Tujuh sikap, tujuh perbuatan dari gereja yang sejati itu apa? Yaitu kasih, penderitaan, kekudusan, ajaran yang sehat, kesungguhan, penginjilan, dan kerendahan hati. Semua ini adalah apa yang ingin ditemukan Kristus dalam semua gereja-Nya ketika Kristus hadir dalam gereja-Nya. Ya, dari buahnya. Tujuh buah ini. Ada kasih, ada penderitaan bagi Kristus, ada kekudusan hidup, ada ajaran yang sehat. Dia kasih ciri ajaran yang sehat itu keempat. Di tengah-tengah ya. Kesungguhan, penginjilan, dan kerendahan hati. Nah, ini adalah ciri gereja yang sejati. Ketika Tuhan Yesus hadir di gereja, Tuhan Yesus ingin melihat itu. Ada kasih. Adakah kamu menderita karena kebenaran? Adakah kekudusan? Adakah ajaran yang sehat sesuai Alkitab? Adakah penginjilan? Adakah kerendahan hati? Adakah kesungguhan melayani Tuhan? Itu John Stott ya, teolog modern.
Kita mundur lagi. John Calvin menyebutkan 2 tanda gereja yang sejati. Sederhana, John Calvin ya. Dia kasih 2 tanda saja, yaitu pemberitaan firman Tuhan yang murni, Alkitab yang diberitakan, bukan hal yang lain. Jadi, John Calvin sangat menentang adanya dongeng-dongeng, pengalaman-pengalaman, motivasi-motivasi dari mimbar, dari pengkhotbah. Yang penting, firman Tuhan diberitakan dengan baik. Itu ciri pertama. Yang kedua, pelaksanaan sakramen perjamuan kudus dan baptis. Ini yang diakui ya oleh gereja yang sejati. Ini adalah perintah Tuhan yang diperintahkan oleh Yesus Kristus sendiri. Dan Yesus sendiri sudah menjadi teladan bagi sakramen ini. Yesus Kristus dibaptis dan Yesus Kristus pun menjalankan perjamuan kudus. Lalu, ada tambahan tanda dalam tradisi reformed mengenai gereja yang sejati, yaitu adanya disiplin gereja yang bijaksana. Disiplin gereja itu ada ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Minimal lah ya, kalau di dalam gereja reformed itu disiplin gereja itu kan misalkan firman Tuhannya yang menegur. Firman Tuhannya menegur. Minimal hal itu ya, disiplin gereja yang paling kecil.
Tetapi ada gereja-gereja tertentu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Saya baru tahu juga ya. Gereja karismatik padahal, tetapi punya konsep disiplin gereja adalah mengeluarkan jemaatnya. Kenapa? Karena hari Minggu jarang beribadah. Terus diajak ketemu, dikonseling. “Sudah, kamu keluar dari gereja ini!” Bayangin ya. Itu gereja karismatik lho. Ternyata bisa kayak reformed juga ya. Reformed yang salah tentunya ya. Kita mengusahakan umat Tuhan itu selalu ada di gereja, nggak pengen lepas. Gitu kan. Sayang, lepas 1 jiwa. Tetapi gereja karismatik yang diajarkan cinta jiwa, cinta orang, tapi bisa sampai tindakan demikian. Ya jelaslah, orang tersebut. Dia punya alasan sendiri. Kenapa saya nggak datang ke gereja? Ada alasan sendiri. Entah alasan pekerjaan, entah alasan apa ya yang sebenarnya kita bisa memahami lah. Oke. Dan itu pun kita serahkan penghakiman kepada Tuhan. Ya kan bukan kita sendiri yang ngatur. “Kamu pergi aja dari gereja ini!” Terus, dia ke gereja mana? Terus, dia ke gereja mana, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Heran ya, kadang-kadang ada gereja yang seperti itu juga. Karena apa? Disiplin yang tidak bijaksana.
Yang paling susah itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, mendisiplin anggap hamba Tuhannya yang salah. Gimana ya mendisiplin hamba Tuhan? Jangan salah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, hamba Tuhan itu kerohaniannya bisa lebih rendah dari jemaat kok. Kedewasaannya bisa lebih rendah dari jemaat. Itu hamba Tuhan. Bisa! Bisa. Jemaat bisa hidup kudus tanpa perselingkuhan, tanpa perzinahan. Hamba Tuhan yang sudah khotbah bertahun-tahun, puluhan tahun, berzinah. Itu berarti kan kerohaniannya lebih rendah daripada jemaat. Cuma, jabatannya di gereja yang lebih tinggi, bukan kerohaniannya.
Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini ya. Ini adalah disiplin yang bijaksana. Disiplin bagi umat Tuhan yang tidak mau bertobat dan melakukan dosa yang begitu besar. Sesuai firman Tuhan yang mengatakan, bagaimana cara menegur orang yang berdosa? Ajak ketemu 4 mata dulu. 2 orang. Lho, 2 orang nanti nggak ada saksi? Ya nggak masalah, nggak ada saksi. Saksinya Tuhan. Atau mau CCTV ya, melihat kalau ada KDRT, eh bukan ya. Bukan KDRT ya. Ada kriminalitas. Boleh ada CCTV, tapi 2 orang dulu, supaya kalau ditegur dia nggak merasa rendah. Orang lain juga nggak bisa merendahkan dia. 2 orang lho. Aneh ya. Katanya konseling nggak boleh berdua? Ya memang. Tapi ini menegur kok. Menegur. Berdua dulu. 4 mata ya. Setelah ditegur, lihat sebulan, 2 bulan, bertobat nggak orang tersebut? Kalau nggak bertobat, ajak lagi orang lain. Tambah matanya ya. Tambah matanya supaya menyaksikan bahwa, “Aku ini sudah menegur dia lho ya. Nah, sekarang kamu menyaksikan. Kita tegur lagi. Kamu masih ada dosa yang sama. Kenapa kamu demikian?” Dan lain-lain. Akhirnya, diskusi-diskusi sudah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Apa yang dilakukan? Diusir? Enggak. Yang dilakukan orang Kristen ketika mendisiplin orang itu adalah menyerahkannya pada Tuhan. Terserah Tuhan mau apakan dia. “Tanggung jawabku sebagai orang Kristen sudah selesai. Aku sudah ngomong 4 mata. Aku sudah ajak orang untuk menasehati. Harus diapain lagi sih untuk orang itu bisa berubah? Nggak ada! Ajak omong 4 mata dan ajak ngobrol lebih banyak orang itu sudah teguran paling besar. Itulah kenapa di pengadilan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kan kayak gitu kan? Menegur, memvonis, ada saksi banyak. Malah banyak ya di pengadilan itu. Karena itu teguran yang paling keras. Disaksikan banyak orang. Tapi ada juga, ini lebih halus. Yaitu ketemu 4 mata, hanya ngobrol dari hati ke hati supaya rada aman, ada CCTV gitu ya. Dibuktikan, tapi nggak ada suaranya ya. Nggak bisa dengar suara, CCTV-nya.
Nah, dalam buku Mark Dever tentang 9 tanda gereja yang sehat, dia menjelaskan ciri-ciri dari tanda gereja yang sehat. Ada 5 tanda pertama dari gereja yang sehat itu ternyata berkaitan dari si pemimpinnya, pengkhotbahnya. Oh, berat ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian kalau mau menilai gereja itu sehat, gereja itu dewasa dari pemimpinnya, pengkhotbahnya, gembalanya. Saya belum jadi gembala ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, jangan lihat saya. Bukan. Maksudnya, lihat kok mimbarnya. Mimbar yang diberitakan. Mark Dever katakan, yang pertama tanda gereja yang sehat itu selalu khotbahnya eksposisi. Wah, saya nggak eksposisi nih, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Bagaimana ya? Jangan-jangan, saya nggak sehat. Jangan-jangan, saya bukan menjelaskan gereja yang sehat. Maksudnya begini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, maksudnya bukan eksposisi itu kan bayangannya ayat per ayat seperti Yakobus. Saya kurang lebih 1.5 tahun baru Yakobus 3 di Yogyakarta. Saya tidak khotbahkan Yakobus ini di Solo, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Saya khotbahkan hanya di Yogyakarta, Yakobus ini ya. Di Solo itu 1 Yohanes. Nah, itu kan urutan. Ayat per ayat, perikop per perikop, paragraf per paragraf, bisa kayak gitu.
Tetapi eksposisi juga, itu bukan saja sekedar urutan seperti itu, tetapi menjelaskan suatu tema secara limpah dari berbagai perspektif Alkitab yang disebut sebagai tematik. Meskipun tematik itu bertema, memang kurang lebih beda pembawaannya, tetapi tematik juga adalah suatu penjelasan dari berbagai sisi firman Tuhan. Jadi, firman Tuhan itu menjelaskan apa? Menjelaskan janji Allah, pengharapan yang begitu agung, menjelaskan pribadi Yesus Kristus itu siapa, firman Tuhan itu menyampaikan apa yang harus kita percaya, dan bagaimana kita hidup semakin saleh. Nah, itu khotbah eksposisi. Itu Mark Dever yang mengatakan.
Dua, tanda gereja yang sejati adalah teologi yang Alkitabiah. Jadi, teologi itu adalah turunan dari firman Tuhan. Teologi itu bukan firman Tuhan. Ini firman Tuhan, 100% benar. Teologi ini diolah. Firman Tuhan yang diolah dan itu usaha manusia untuk mengenal Tuhan. Teologi, ilmu pengetahuan tentang Allah. Dan teologi itu bukan firman Allah. Pengolahan terhadap firman Tuhan. Dan teologi itu tidak bisa 100% benar sempurna. Teologi reformed pun pasti ada kelemahan. Cuma, kita mengakui ini adalah teologi reformed yang paling sesuai dengan Alkitab. Teologi yang lainnya itu jauhlah, jauh sekali dari kebenaran Alkitab. Doktrin yang tegas, kebenaran yang komprehensif dan pemahaman tentang Pribadi dan karya Allah yang begitu jelas. Nah, ini teologi yang Alkitabiah. Bapak, Ibu, Saudara sekalian bisa carilah di internet, di google, jenis-jenis teologi itu apa sih? Teologi kristen. Jangan sampai kita malah cari teologi agama lain ya. Teologi Kristen, jenis-jenisnya apa sih yang muncul dalam sejarah gereja? Nah, itu kita bisa pilih ya, bisa lihat.
Tiga, ciri gereja yang sejati, yang sehat itu adalah Injil yang sejati. Maka, ada yang buat tesis ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Para mahasiswa teologi itu buat tesis. Bagaimana seorang pengkhotbah itu punya khotbah yang Kristosentris? Bagaimana khotbah dari ayat apa pun bisa mengacu kepada Yesus Kristus? Dari kitab Yakobus bisa dikaitkan ke Yesus Kristus? Nah, itu yang dilakukan oleh kurikulum dari Show Me Jesus, kurikulum sekolah Minggu kita. Kisah apa pun, Show Me Jesus. itu Christocentric preaching. Ya itu Injil yang sejati. Bagaimana kita memberitakan Yesus satu-satunya jalan, kebenaran, dan hidup.
Yang keempat, pemahaman tentang pertobatan. Pertobatan itu benar nggak? Sungguh-sungguh bertobat dari segala dosa, menegur orang untuk bertobat atau tidak? Atau gerejanya itu cuma mengelus-elus terus? “Yo, kamu pasti diberkati. Kamu berdosa? Tenang, kamu diampuni. Kamu dapat pertolongan kok. Tuhan itu nggak diam. Tuhan itu ada bersama kamu.” Padahal, Tuhan juga bisa diam. Padahal, Tuhan juga bisa menentang kita kalau kita berdosa. Kita ditentang oleh Tuhan. Kita didisiplin oleh Tuhan sendiri, meskipun kita anak-anak Allah. Anak itu dihajar oleh orang tua yang baik dan mengasihi dia.
Yang ciri ke-5, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, pemahaman tentang penginjilan yang setia atau tidak. Di gereja itu ada pekabaran Injil nggak? Kalau kita lihat gereja itu nggak pernah mengabarkan Injil, bahaya! Itu gerejanya kurang sehat. Nggak ada misalkan pelatihan personal evangelism. Sudah tanda tanya. Nggak ada KKR regional. Tanda tanya! Nggak ada pelayanan rumah sakit, misalkan. Tapi pelayanan rumah sakit juga, Bapak, Ibu, Saudara sekalian sebenarnya kurang lebih itu penginjilannya itu cuma 25% lah. Nggak 100%. Kita kunjungi orang Kristen kok. Kita doa kepada orang yang siap didoakan kok, bukan orang yang tidak siap didoakan ya. Sudah ditanya dulu sama rumah sakit, “Bapak, Ibu. Bapak, Ibu Kristen ya? Mau didoakan nggak kalau ada pelayan Tuhan?” “Nggak!” Ya sudah, nggak didoain. Kalau iya, ya kita doain, kita datang. Berarti sudah siap, sudah Kristen, meskipun tentu ada orang-orang Kristen yang belum sungguh-sungguh ya. Kita bisa injili. Ada orang kristen yang bisa kita injili. Maka saya bilang itu 25%. KKR regional pun, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita bilang mungkin 50% lah itu penginjilan yang murni. Penginjilan yang 100% adalah ketika kita ketemu orang yang beda agama, kita mulai beritakan Yesus. Itu baru 100%. Penginjilan itu ada gradasinya juga kok ya. Bukan serta merta, “Kita sudah kabarkan Injil, kabarkan Injil!” Ya, ini juga kabarkan Injil! Ibadah hari Minggu, kalau kayak gitu! Tapi, maksudnya adalah pemahaman tentang penginjilan itu diutus keluar.
Lalu, 4 tanda gereja yang sehat yang lain adalah 6, pemahaman Alkitabiah yang tentang keanggotaan gereja itu seperti apa? Disiplin gereja yang Alkitabiah tadi juga sudah disebutkan. Terus yang kedelapan, perhatian tentang pemuridan dan juga pertumbuhan rohani jemaat. Dan ke-9, kepemimpinan gereja yang Alkitabiah. Kepemimpinan gereja yang Alkitabiah itu seperti apa? Nah, itu perlu menjadi ciri dari gereja yang sehat. Kalau ada salah satu yang kita rasa gereja kita itu kurang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ya kita perlu memperbaiki, perlu mereformasinya. Apakah itu penginjilannya kurang? Apakah disiplin gerejanya kurang? Apakah pemahaman Alkitabnya kurang?
Paling susah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, saya tahu sebagai jemaat itu memberitahu seseorang yang di atas jabatannya. Paling susah itu menasehati siapa, Bapak, Ibu, Saudara sekalian di gereja? Hamba Tuhan! Ya, hamba Tuhan paling susah dinasehati. Gimana cara nasehatinya, coba? Dia kan di atas kita? Tapi waktu kita menasehati hamba Tuhan, kita sedang menyehatkan gereja ini. Sulit ya? Kalau hamba Tuhan menasehati jemaat ya gampang kan ya. Kurang lebih. Namanya juga hamba Tuhan, pengurus, jabatannya di atas, gitu ya. Jemaat itu di bawah. Tetapi pengurus dan hamba Tuhan pun manusia yang berdosa kok. Memangnya jemaat doang yang berdosa ya? Pengurus, hamba Tuhan juga berdosa, maka perlu nasehat. Kasihan lho, kalau ada hamba Tuhan yang nggak pernah dinasehati. Coba bayangkan, Bapak, Ibu, saudara sekalian. Okelah, hamba Tuhan kan nasehatnya langsung dari firman Tuhan. Oke, firman Tuhan dibaca terus, direnungkan. Tapi bapak, Ibu, Saudara sekalian, apa berarti orang itu nggak perlu dinasehati sama sesamanya? Perlu! Maka dari itu kita perlu, minimal kita mendoakan. Anggap kalau hamba Tuhan yang perlu dinasehati, ada salah, berdosa.
Nah, itu ya. Inilah 9 tanda gereja yang sehat, dan GRII Yogyakarta itu harus menjadi gereja yang dewasa. Apalagi sebentar lagi, berapa bulan lagi kita pindah ke tempat ibadah, gedung gereja yang baru. Nggak senyaman ini sementara. Mungkin berapa bulan itu seperti di oven. Mungkin ya, tapi ada AC juga mungkin. Ya nggak tahu, nanti lihat. Nanti seperti apa kita bisa ibadah sementara di gedung yang sedang dalam proses itu. Kita harus persiapkan diri. Gereja seperti orang yang mau menikah dan tinggal di tempat tinggal yang baru bersama-sama. Kalau kita menikah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya, ini pelajaran untuk para mahasiswa ya. Orang tua itu tuntutannya kadang-kadang tinggi juga. Calon mertua kalian nanti. Kalian harus pikirkan, nanti ditanya sama mertua itu, “tinggal di mana?” Bukan saja itu, “tinggal di mana, punya rumah atau enggak?” Tapi Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di gereja pun kalau melengkapi administrasi ternyata harus ada “alamat tinggal kamu di mana?” Nah, jadi para mahasiswa ya yang sudah mau lulus, harus pikirkan juga. Nanti mau tinggal di mana? Rumah dari mana? Tinggal di mana? Itu suatu kayak kurang lebih hukum tidak tertulis. “Masa, anak saya di kos-an?” Misalkan kayak gitu ya. Itu mertua bisa ngomel juga. Tapi bukan berarti ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita tidak menikah karena ada omelan mertua. Nggak, kita tetap belajar untuk setia mempersiapkan yang terbaik. Demikian kita nih, mau berelasi dengan Kristus lebih baik lagi. Kita mempersiapkan tempat ibadah yang terbaik. GRII Yogyakarta harus menjadi gereja yang dewasa dan sehat juga. Bukan saja dewasa, tapi juga sehat. Kalau dewasa tapi sakit-sakitan ya sayang kan ya. Tidak produktif ya. Tidak bisa menjadi hal yang berkembang.
Terakhir, Bapak, Ibu, Saudara, mari kita sama-sama melakukan firman Tuhan tentang gereja Tuhan ini. Yehezkiel 34:15. Mari kita lihat. Kita baca bersama-sama Yeh 34:15. Yeh 34:15, mari kita baca bersama-sama ayat ini, “Aku sendiri akan menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan membiarkan mereka berbaring, demikianlah firman Tuhan ALLAH.” Jangan sampai kita berpikir bahwa kitalah kunci dari penggembalaan diri kita sendiri maupun saudara-saudara kita yang kita kasihi. Kunci penggembalaan itu bukan di dalam diri kita, melainkan di dalam diri Tuhan sendiri yang menggembalakan umat-Nya. Di Yeh. 34:15, “Aku sendiri kok yang menggembalakan domba-domba-Ku.” Tuhan sendiri bisa kok. Menggembalakan itu tidak terlalu sulit bagi Tuhan. Memberitakan firman Tuhan itu tidak terlalu sulit bagi Tuhan, dan juga mengabarkan Injil juga tidak terlalu sulit bagi Tuhan. Tetapi kita yang susah, karena kita masih diproses sebagai manusia berdosa untuk bisa melakukan firman Tuhan. Kita yang ikut sang gembala yang agung itu. Kita yang ikut sang gembala yang baik itu. Mari kita belajar menghargai dan mencintai gereja Tuhan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian dengan cara milikilah gereja itu sendiri. Kita rasa, kita memiliki.
Kadang-kadang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, saya itu merasa dengan jemaat itu di dalam relasi keluarga kok. Kalau orang tua, apalagi berumur sesuai dengan orang tua saya, saya anggap dia itu orang tua saya. Jadi, saya nggak pernah merasa nggak punya orang tua. Kalau orang tersebut lebih tua dari saya, saya anggap sebagai kakak saya. Brothers. Big brother. Kalau ada yang lebih muda dari saya, saya anggap sebagai adik saya. Kalau ada anak-anak sekolah Minggu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, saya anggap sebagai anak saya sendiri. Wah, berarti kita itu punya relasi yang indah karena kita anggap gereja ini adalah keluarga kita sendiri, Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya. Kita berbakti di GRII Yogyakarta, bertumbuh di GRII Yogyakarta, kita dapat kesempatan melayani di GRII Yogyakarta, kita bertemu teman di GRII Yogyakarta, apakah kita punya ucapan syukur atas gereja yang sudah Tuhan berikan kepada kita bertahun-tahun ini? Atau malah kita take it for granted ya terhadap GRII Yogyakarta yang sudah sekian lama tahun berjalan.
GRII Yogyakarta adalah gereja yang salah satu tertua di sepanjang sejarah GRII. GRII Pusat itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kan berdiri tahun 1989. Umur berapa tahun ini? 34. Tapi Yogyakarta, coba lihat. Setahu saya, umurnya Yogyakarta itu sesuai dengan angkatan katekisasi ya. Angkatan katekisasi yang keberapa? 28. Berarti umurnya sudah 28 tahun. Wah, sudah lama ya! Sudah lama lho. Sudah dewasa, sudah siap menikah, punya anak, kurang lebih kalau gitu gambaran manusia. Maka, kita harus senantiasa dewasa. Gereja kalau ada kekurangan, diperbaiki, direformasi, jangan dicuekin. Dicuekin, semakin parah.
Saya ambil ilustrasi kayak gini aja, Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya. Kita sekarang dalam beberapa tahun ini kan musim hujan yang tidak teratur. Lalu ada yang mengatakan bahwa nanti, mungkin akhir tahun ini atau tahun depan atau 2 tahun ke depan itu musimnya kemarau terus parah. Kalau di dalam musim hujan ini yang banjir di mana-mana, itu mungkin masih ada kebakaran hutan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian di Kalimantan yang begitu banyak hutan, apalagi di masa kemarau. Nah, ketika di masa kemarau itu ada kebakaran, api itu kan kebakar ya. Kalau dicuekin apinya ya, kalau dibiarin apinya, terus bakar kan? Terus bakar, akan jadi masalah. Maka paling bagus itu ada masalah jangan dicuekin, tapi coba tunggu waktu yang tepat, padamkan. Diberesin gitu, jangan dicuekin. Salah satunya bagaimana? Reformasi ini. Memperbaiki, menasehati, ngobrol, dan lain-lain. Mendoakan. Yang paling penting mendoakan. Kiranya kita boleh sama-sama ya menjadi gereja yang lebih dewasa, lebih baik lagi,lebih mampu lagi untuk melayani Tuhan.
Dan prinsip Pak Tong tidak boleh kita lupakan. “No one comes to help. No one comes to contribute. Everyone comes to learn and to serve.” Jangan sampai kita menjadi orang yang sombong. Jangan sampai kita menjadi orang yang cari jasa. Waktu kita datang ke gereja, menyelesaikan masalah-masalah di gereja, tetapi tetap menjadi servant, menjadi pelayan Tuhan. Mari kita sama-sama coba ajak ya. Ini bagian kiri ini banyak kursi kosong. Kita bisa ajak sama-sama. Ayo, teman kita siapa sih? Masa Tuhan nggak sertai kita sih? Sudah gereja, gerejanya baik, firman Tuhannya, firman Tuhan betul sesuai Alkitab, masa Tuhan nggak menyertai saya sih, waktu saya mengabarkan Injil ke teman saya di sekolah, teman saya yang di kampus, tetangga saya di rumah, keluarga saya sendiri di rumah? Itu paling susah ya, mengajak keluarga sendiri. Anggap anggota keluarga kita itu malas ke gereja. Coba, ngajaknya gimana? Caranya, ya ajak. Jangan bingung, ajak saja. “Ayo, mau ke gereja hari ini?” Ditolak? Siap ditolak. Yesus pun ditolak kok. Ajak saja. Masa sih 1x nggak berhasil? Kita ajak 100x, masa 1x dia nggak mau? Masa kita kalah sama marketer-marketer yang datang terus, ajak terus. ”Belilah!” Dengan belas kasihan mintalah, “Belilah produkku!” kurang lebih begitu ya. Orang itu ada belas kasihannya juga kok. Orang itu akan melihat, “Ajak terus, ajak terus, kenapa ya?” Mereka nanti dibuat mikir dulu. Okelah, nanti kita bisa lihat, orang itu jadi antipati, kita diam dulu. Kita nggak ajak dulu berapa bulan. Tapi hati yang terus mau mengajak itu perlu kita tanamkan. “Sudah 3 bulan aku nggak ajak kau!” Ajak lagi! Wah, dia makin membara. “Apa sih, ajak-ajak lagi!” Ya sudah, kita diam lagi. Naik turun saja, gitu ya. Bukan berarti kita cuek gitu ya. Mereka sedang dalam bahaya. Mereka sedang dalam terjun ke jurang. Mereka sedang terbakar. Kita masa diam saja? Begitu ya, gambarannya seperti itu.
Kita berdoa agar gereja Tuhan memiliki penerus-penerus yang tekun setia melayani Tuhan dan juga terus berdoa ya. Ada pemuda-pemudi dari GRII Yogyakarta juga menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Itulah gereja yang sejati. Itulah gereja yang sehat. Itulah gereja yang dewasa. Ingat, kita ini adalah umat pilihan Tuhan. Harus setia jalankan terus firman Tuhan dan beritakan Injil. Kiranya kita boleh jadi gereja yang senantiasa sehat, bertumbuh, dan dewasa. Amin. Mari kita sama-sama berdoa.
Terima kasih Tuhan, pada hari ini kami boleh dapat kesempatan kembali merenungkan tentang gereja Tuhan. Kiranya kami bisa menjadi gereja yang sejati. Kiranya kami bisa mengikut Yesus seumur hidup kami. Kami menyangkal diri, kami memikul salib, kami sungguh-sungguh taat pada perintah Yesus Kristus. Berkatilah setiap kami, Tuhan. Berkatilah GRII Yogyakarta. Berkatilah pembangunan gedung gereja GRII Yogyakarta dan peliharalah Tuhan seluruh gereja ini, supaya bisa terus memuliakan nama Tuhan dan dilindungi oleh kuasa kasih Tuhan sendiri. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami sudah berdoa. Amin. (HSI)