Mzm. 127:1-5
Vik. Bakti Anugrah Tjoandra, M.Th.
Saudara sekalian, Mazmur ini dapat dibagi menjadi dua. Jadi ayat 1 sampai dengan ayat 2, kemudian ayat 3 sampai dengan ayat yang ke-5. Ada yang mengatakan dua ini kalau dibagi itu temanya 2: vanity and value. Vanity itu ayat 1 sampai ayat 2, sia-sialah; kemudian value, apa yang bernilai, adalah dari ayat yang ke-3 sampai dengan ayat yang ke-5. Jadi apa yang sia-sia dilakukan di ayat 1 sampai kedua, kemudia ayat 3 sampai 5 berbicara berbicara tentang apa yang bernilai. Nah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, berbicara mengenai sebetulnya tema keseluruhannya kalau kita mau tarik dan nyatakan ini adalah tema bagaimana merubah house jadi home, how to change a house to become a home. Jadi kalau house terjemahan di dalam bahasa indonesia mengatakan “rumahnya” tapi sebetulnya lebih tepat gedung ya, house ya. House bisa berarti rumah ya. House of representative itu berarti Gedung DPR, House of Sampoerna gedung Sampoerna, begitu ya dan seterusnya. Tapi kalau kita bilang home, itu lain. Orang bisa datang ke house tapi dia tidak merasa hommy gitu ya. Orang bisa datang ke sebuah rumah, sebuah gedung, tanpa dia merasa hommy. Nah tetapi ngomong-ngomong Bapak Ibu, saya mau survey ya, saya mau survey singkat. Kebanyakan orang hidup dan bekerja untuk memperoleh rumah, boleh tanya Bapak Ibu yang sudah punya rumah ada berapa orang? Siapa yang masih kredit cicil? Siapa yang masih kos? Ya mahasiswa gitu ya. Yang mengaku puji Tuhan, yang tidak mengaku ya bertobatlah. Orang rata-rata bekerja untuk memperoleh tempat tinggal ya, rumah ya. Sementara harga rumah tambah lama melambung mahal ya. Jadi kalau barang yang dipakai lama yang lain nilainya berkurang tetapi kalau rumah nilainya tambah lama tambah mahal, begitu kan. Tetapi Bapak Ibu, begitu kita punya rumah mulailah hal yang lain ya. Dari tinggal kos enggak pusingin apa-apa, begitu tinggal di rumah dia harus bayar listrik, PBB, pajak, air, ini sebentar lagi mau SPT tahunan lho Bapak, Ibu, Saudara, jangan lupa. Saya rasa setiap hari itu ada hubungannya dengan isi formulir, segala sesuatu itu ada hubungannya dengan isi formulir. Paperwork-nya itu banyak sekali, sehingga isi formulir itu apalagi kalau kita punya kendaraan harta dan sebagainya harus ditulis apa segala macam. Bapak ibu memiliki segala seusatu, memiliki kediaman tapi belum tentu punya rumah. Ada orang bekerja keras untuk memperoleh tempat tinggal, memperoleh rumah dan seterusnya, tapi dia nggak punya home. Dia selalu bekerja keras, dia tidak punya rumah.
Nah Mazmur ini seolah-olah mau mengajarkan kita bagaimana kita bisa memiliki bukan sekedar gedung atau bangunan atau harta bendanya tetapi miliki rumahnya. Nah ini adalah lagu yang dinyayikan, sebetulnya Mazmur kan pujian ya, lagu. Ini merupakan lagu yang dinyayikan pada waktu mereka naik ke bait suci untuk menyembah. Jadi kalau disebut nyanyian ziarah Salomo ada dua tafsiran, yang pertama menyatakan Salomo yang menulis lagu ini, atau yang kedua mungkin Daud yang menuliskan lagu ini untuk Salomo. Jadi either one, kita enggak tahu yang mana, apakah Daud yang tuliskan atau Salomo. Ini lagu yang dituliskan untuk mereka naik ke Bait Suci untuk menyembah, jadi song of ascend, lagu waktu mereka mendaki. Nah Yerusalem atau bait Suci itu kan terletak di atas, setiap tahun bangsa Israel di zaman itu kalau saya tidak salah ingat itu ada tiga perayaan besar ya, mereka mudik. Mereka mudik, mereka pulang untuk ke tempat itu untuk beribadah setiap tahun sekali. Dan pada waktu itu betul-betul mendaki, dan waktu mendaki lagu itu dinyayikan, Bapak Ibu. Nah kita tidak ada notnya jadi kita tidak tahu seperti apa, tetapi ini adalah satu lagu yang menyatakan tentang kesia-saiaan dan apa yang berharga. Jadi a house build on vanity dan a home build on value. Ada yang mengatakan begitu. Jadi satu dan dua itu adalah gedung dan segala sesuatu dibangun di atas kesia-siaan. Jadi 3-5 home build on value, rumah yang dibangun di atas nilai. Nah Bapak Ibu, ada yang mengatakan kenapa kita masih mendengarkan kalimat ini, kenapa kita masih mendengarkan perkaataan Salomo? Ada dua hal. Yang pertama adalah dalam 1 Raja-raja pasal 4, itu dikatakan bahwa Salomo adalah raja paling bijaksana di antara semua orang, enggak ada yang lebih bijak dari dia. Pada orang- orang yang sangat bijak di zamannya dia adalah orang yang paling bijak, enggak ada yang lebih bijak. Yang pertama jadi dia raja paling bijak, sehingga dia berkualifikasi, dia memenuhi syarat untuk kita dengar. Tapi yang kedua justru kebalikannya, walaupun dia yang paling bersyarat untuk menuliskan mazmur ini, dia paling bersyarat untuk mengajar kita semua, dia justru gagal melakukan hikmat yang Tuhan berikan kepadanya. Kan lucu ya Bapak Ibu. Jadi kadang-kadang orang memiliki semua kualifikasi tapi dia gagal untuk melakukan apa yang dia tahu sendiri. Sekarang kalau begini jadi rada-rada putus asa lho ya. Salomo pun begitu, bagaimana kita? Kalau ini betul ditulis sama Salomo, dia berkualifikasi, dia raja paling bijaksana, tapi di sisi lain dia gagal melakukan hikmat yang Tuhan berikan kepadanya.
Nah Salomo seorang arsitek yang membangun dengan luar biasa, tapi dia seorang yang gagal secara relasi. Jadi ada dua: bangunan gedung sama relasi. Nah ini boleh dilihat ya, 1 dan 2 itu bangunan gedung, 3 sampai 5 itu bicara relasi. Dia membangun dengan sangat baik tapi sia-sia, ayat 1 dan 2, 3 sampai 5 kalau relasi sia-sia enggak ada gunanya. Salomo bangun Bait Suci, Salomo bangun istana bagi dirinya, dia bangun istana lain, dia bangun istana bagi istrinya, dia bangun istana bagi para istrinya, dia bangu kota Hazor, Megido, Gezer, Bet-Horon, dan banyak yang lain Bapak Ibu. Jadi orang ini adalah orang yang building spree, dia bangun dengan uang, dia pengusaha property. Dan nanti kalau kita lihat kehancuran Kerajaan Israel itu dimulai dari hal ini, Israel menjadi terpecah dua, Israel utara dan selatan, karena terlalu banyak tenaga pekerja yang dipaksa oleh Salomo untuk membangun. Sampai nanti mereka berteriak kepada anaknya Salomo, yaitu Rehabeam, “Kami ditindas terlalu lama, tolong ringankan beban kami,” begitu kan? Tapi Rehabeam justru bukannya bijaksana melihat rakyat sudah tertekan, dia cari bukan cari nasihat sama orang tua, orang tua bilang, “Dengerin mereka. Kamu akan jadi raja. Baru mulai, jangan keras-keras!” Tapi yang kedua bilang, “Bilang,” kata anak muda, “biar kamu punya kuasa. Jadi kalau papaku pake cambuk, aku pakai cambuk besi, kelingkingku lebih besar daripada pinggang bapakku.” Maka mereka marah dan terpecahlah kerajaan itu. Gara-gara apa? Gara-gara Salomo bangun terlalu banyak dan menghabiskan tenaga dari orang yang mengikuti dia itu terlalu besar. Jadi sia-sia semua yang dia bangun. Jadi, dia gagal untuk mendengarkan nasihatnya sendiri. Jadi di dalam relasi, Bapak Ibu, siapa di sini yang punya 700 istri? Nggak ada ya? Tambah 300 gundik. Seribu! Ya, kalau satu tahun dia keliling 1 ya, berarti 1 hari harus ketemu 3, Bapak Ibu. Betapa repotnya ya, 8 jam kali 24. Mana mungkin dia istirahat 8 jam, 16/3. Ini merepotkan sekali, betul-betul. Tambah lagi dia harus membangun kepada istrinya. Seorang hamba Tuhan mengutip Socrates, filsuf Yunani itu mengatakan begini, Socrates ngomong sama para muridnya, “By all means, get married! If you get a good wife, you live a happy life. If you get a bad wife, you become a philosopher!” Jadi, Socrates nasihati, “Murid-muridku, sebisa mungkin menikahlah. Kalau kamu dapat istri baik, kamu hidupmu bahagia. Kalau istrimu jelek, kamu jadi filsuf. Jadi nggak ada ruginya, kan?” Lha bagaimana Salomo nggak jadi filsuf, Bapak Ibu? Istrinya 1000 bikin masalah. Satu aja sudah masalah, kan? Hayo di sini siapa yang pernikahannya nggak bermasalah? Wah ini susah. Pasti pernah ribut, kan? Ini 1000, Bapak Ibu. Makanya dia punya kualifikasi, nggak, buat mengajar kita tentang rumah tangga? Oh sangat, Bapak Ibu, istrinya 1000. Tapi Bapak Ibu, awas ya jangan ngomong, “Pak, puji Tuhan, saya mau jadi filsuf, saya mau istri lebih dari 1!” – nah itu ngawur lagi, gitu ya. Tidak demikian ya Bapak Ibu. Justru karena begitu dia merusak relasi dia sendiri. Jangan salah, ada perkataan Tuhan seorang raja tidak boleh punya banyak istri. Istri-istri yang berasal dari dewa dewi, yang menyembah dewa-dewi yang banyak, itu akan mencondongkan kecenderungan hati suaminya untuk tidak lagi menyembah Tuhan. Nggak usah yang nggak seiman, yang seiman aja kadang-kadang bisa mencodongkan suaminya nggak menyembah Tuhan, ya nggak? Iya kan? Nggak usah yang beda iman, yang seiman aja bisa. Ini apalagi 1000 yang beda. Jadi kalau mau betul-betul, kalau kita baca, wah saya nggak tahu sakit hati dia dan betapa banyak kesulitan yang dia timbulkan, ya? Punya banyak bangunan, punya banyak istri. Kalau punya banyak bangunan dan punya banyak istri, percayalah pasti ada 1 hal Bapak Ibu, maintenance fee, biaya perawatan. Betul, Bapak Ibu! Iya, kan? Yang ketawa punya pengalaman, yang belum nanti tanya yang ketawa, apa maksudnya gitu? Maintenance fee, Bapak Ibu, biaya-biaya.
Maka di sini dikatakan ada 3 sia-sia, yaitu sia-sia yang pertama bahwa sia-sia orang membangun rumah kalau nggak ada Tuhan. Yang kedua, sia-sia orang mengawal kota. Yang ketiga, sia-sia kerja keras sampai lembur. Itu bahasa sekarang kalau ayat tiga ya. Jadi, sia-sia orang bangun rumah, sia-sia orang mengawal kota. Rumah setelah dibangun, perlu dirawat dijaga kan? Kemudian yang kedua, kota, perlu dijaga. Rumah dibangun, kota dijaga, dan kemudian kerja untuk mengisi. Kerja sampai larut malam, dan dikatakan, makan roti yang diperoleh susah payah, atau bread of sorrows – roti air mata. Jadi, bekerja keras sampai nangis-nangis untuk memperoleh uang. Seorang hamba Tuhan kasih nasihat begini, kalau uda membaca apa yang diajarkan di sini ya, “Kita perlu mengubah gedung menjadi rumah. Gedung itu hasil kerja keras, tapi rumah tuh tempat tinggal yang bisa dinikmati. Gedung itu hasil kerja kita, kita bangun dengan uang dsb. tukang. Tapi rumah itu menjadi tempat tinggal yang bisa dinikmati.” Bapak Ibu, nggak tentu lho waktu kita punya makin banyak kita bisa menikmati makin banyak. Jadi kebahagiaan itu tidak berbanding lurus dengan kepemilikkan. Tidak selalu. Dan celakanya, pendidikan kita itu suka ngajarin begitu. Anak-anak suruh sekolah yang pinter, lulus kenapa? Bisa masuk universitas yang bagus. kemudian apa? Cari kerja dengan posisi bagus, supaya apa? Nanti kamu bisa punya banyak uang, punya istri yang cantik, rumah yang bagus, dan sebagainya, gitu ya. Punya anak yang sehat, punya istri yang cantik… tapi kadang itu nggak berbanding lurus. Justru Salomo mengajarkan ini. Tidak demikian.
Dengar nasihat seorang dokter mengatakan, “Pertama tolak semua yang nggak berguna. Tolaklah semua yang tidak berguna.” Nah, sia-sia di sini muncul 3x. Kalau muncul sampai 3x, berarti itu adalah sesuatu yang sangat penting. Sia-sia. Kita diminta bedakan antara yang sia-sia dan yang tidak sia-sia. Yang berharga dengan yang tidak. Gedung perlu dibangun, rumah perlu dibangun, kota perlu dijaga, dan orang perlu cari kerja untuk makan, untuk hidup. Sekarang segala sesuatu butuh uang, dst. Salomo sadar memang, memang ada kebutuhan mendasar bagi kita untuk mencapai sesuatu, untuk berprestasi, betul kan Bapak Ibu ya? Kalau kita ketemu orang, atau temen kita ya, yang reuni gitu, lama nggak ketemu. Pas ketemu, pertanyaannya, mesti antara 2 itu kan? Uda nikah belum? Anak berapa? Terus, kerja apa? Gitu kan? Mesti di antara itu kan? Jarang tanya, “Kamu sudah saat teduh belum tadi pagi?” Nggak ada lah… nggak ada orang yang tanya, “Kamu sudah doa belum tadi pagi?” Nggak! Pertama kali orang nanya, “Anak sudah? Sudah sarapan belum, uda makan belum?” Terus tanya, “Kamu kerja apa?” Dua ini, ini kan? Kalau bukan kerja, bangun kota dsb. Jadi Salomo juga sadar, untuk mencapai sesuatu berprestasi, itu orang bekerja melakukan satu bangun sesuatu. Jadi, setelah itu dia perlu pemeliharaan, maintenance fee Bapak Ibu, maintenance fee. Perlu dia bangun, dan dalam kasus Salomo dia bangun habis-habisan, betulan, dengan dana besar, ternyata kerjanya memeras orang. Salomo membangun itu dicatat di Alkitab 20,5 tahun, jadi 13 tahun dia bangun bangunan pribadi istana dan sebagainya, 7,5 tahun dia bangun rumah Tuhan. Jadi untuk membangun rumah sendiri hampir dua kali lipat waktu untuk membangun rumah Tuhan. Oh Bapak Ibu, saya itu bagaimana ya, kalau kadang-kadang, saya kemarin baru dengar kesaksian ada seorang hamba Tuhan ya di salah satu cabang di GRII kita gitu ya, kan kita ada berapa puluh cabang ya. Hamba Tuhan ini waktu ada rencana pembangunan gedung, saya nggak sebut ya yang mana ya, mungkin Bapak Ibu juga kenal hamba Tuhannya, dia kumpulin duit buat bangun rumah, Bapak Ibu, dia relain itu uangnya nggak jadi beli rumah, untuk kasih persembahan pembangunan rumah Tuhan. Wah beda jauh dengan Salomo, Salomo terbalik, 13 tahun bangun rumah sendiri, 7 tahun dia bangun buat rumah Tuhan. Kita suka begitu ya Bapak Ibu, “Entarlah kalau mau persembahan, pelayanan sama Tuhan nanti dulu.” Kita selalu pakai prinsip penerbangan. Tahu Bapak Ibu? Kalau masker oksigen jatuh, pakai dulu atau pakai yang buat anak dulu? Kalau masker penerbangan yang oksigen itu jatuh, apabila nanti ada .. pakailah terlebih dahulu baru menolong anak anda. Jadi gitu, sebelum bangun rumah Tuhan, bangun rumah sendiri dulu. Amin? Itu kan kayak masker penerbangan. Kalau kita nggak bangun rumah kita bagaimana bangun rumah Tuhan gitu kan? Saya terharu waktu saya dengar ada hamba Tuhan kayak begitu. Kadang-kadang saya pikir, saya hamba Tuhan atau bukan, gitu ya. Kita mesti mikir lho. Salomo nggak gitu, Salomo nggak mengerti ini padahal dia pintar bijaksana, tapi dia bangun rumah Tuhan sama buat kepentingan dia sendiri, meskipun rumah Tuhan, bait suci Salomo itu megah, bagus.
Nah Bapak Ibu, Tuhan pernah memberikan peringatan setelah Salomo bangun rumah Tuhan. Saya bacakan 1 Raja-raja 9:6-10 ya. Tuhan bilang kayak begini sama Salomo, “Keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel. Tetapi jika kamu ini dan anak-anakmu berbalik dari pada-Ku dan tidak berpegang pada segala perintah dan ketetapan-Ku yang telah Kuberikan kepadamu, dan pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya, maka Aku akan melenyapkan orang Israel dari atas tanah yang telah Kuberikan kepada mereka, dan rumah yang telah Kukuduskan bagi nama-Ku itu, akan Kubuang dari hadapan-Ku, maka Israel akan menjadi kiasan dan sindiran di antara segala bangsa. Dan rumah ini..” – bait suci Tuhan ya – “akan menjadi reruntuhan, sehingga setiap orang yang lewat akan tertegun, bersuit, dan berkata: Apakah sebabnya TUHAN berbuat yang demikian kepada negeri ini dan kepada rumah ini? Maka orang akan berkata: Sebab mereka meninggalkan TUHAN, Allah mereka, yang membawa nenek moyang mereka keluar dari tanah Mesir dan sebab mereka berpegang pada allah lain dan sujud menyembah kepadanya dan beribadah kepadanya. Itulah sebabnya TUHAN mendatangkan segala malapetaka ini ke atas mereka.” Bapak Ibu, Salomo betul-betul tinggalkan Tuhan, dan semua yang dia bangun itu jadi puing reruntuhan, sia-sia. Ini kata sia-sia muncul tiga kali di sini ya tapi nanti muncul lagi di dalam tulisan Salomo yang lebih jelas, Kitab Pengkhotbah. Itu muncul 22 kali kata sia-sia di dalam Kitab Pengkhotbah. Banyak yang dia lakukan tapi semua jadi nggak berbuah. Wah Bapak Ibu, ini menakutkan lho. Lihat dirimu sekarang, terus kita berani ngomong sama Tuhan ya, “Tuhan, berapa banyak yang saya lakukan? Berapa banyak yang sia-sia?” Wah itu menakutkan. Bayangkan, kerja sampai pensiun, puluhan tahun, dan semua yang kita bangun jadi puing. Wah itu menakutkan. Ada orang kerja keras cari uang begitu banyak, begitu dia dipanggil Tuhan, pecah keluarganya, anaknya rebutan. Ya kan? Warisan. Karena bapaknya nggak pernah meninggalkan yang lebih penting daripada uang, itu menakutkan, Bapak Ibu, sangat-sangat menakutkan. Kita mesti berpikir ya, kita diam diri sejenak, setiap hari kita sibuk kan? Kita mesti pikir, yang saya lakukan ini sia-sia atau berguna? Mesti ada waktu untuk tenang, waktu untuk pikir, untuk doa.
Kesia-siaan di zaman sekarang itu sangat banyak, Bapak, Ibu. Distraction, distraksi sangat tinggi. Alat komunikasi, HP dan sebagainya itu lebih banyak. Kadang-kadang, Bapak Ibu ya, kita punya HP itu buat komunikasi atau untuk hiburan ya? Saya tidak pernah mengerti sekarang dijual paket game, Bapak Ibu. Zaman saya nggak ada. Mama saya agak larang saya main game karena dianggap kurang butuh. “Oh oke boleh main game tapi ya kalau bisa jangan beli, pinjam dari teman.” Mama juga pintar ya, Chinese kan gitu, kalau bisa jangan beli, pinjam dari teman. Kalau beli juga jangan yang mahal-mahal. Saya lihat, itu sangat mewah bagi saya lho Bapak Ibu. Orang main Nintendo, tanda segi empat terus empat tombol itu, betapa happy-nya lihat mereka main game gitu. Sekarang hiburan di mana-mana di HP lho. Distraction. Hal yang sia-sia. Dan banyak hoaks, banyak berita-berita yang nggak penting untuk hiburan. Jadi HP kita itu lebih banyak kita pakai untuk kepo daripada untuk belajar gitu. Pengen tahu, apakah betul Song Joong Ki dan Song Hye Kyo rujuk kembali, saya tahu dari mana Bapak Ibu? Bukan karena saya pengin tahu. Begitu buka Google langsung muncul headline-nya, apa nggak tergoda? Walaupun saya hamba Tuhan, susah Bapak Ibu. Sulit lho itu, nanggung nih, nanggung. Distraction. Banyak hal-hal yang nggak berguna yang muncul gitu. Kita mau tahu urusan rumah tangga orang, gitu ya. Ngapain coba? Dijual. Atau mungkin, oke itu tipe-tipe orang yang kurang kerjaan, gitu ya. Atau orang yang ada kerjaan tapi mengurangi pekerjaannya dengan cara-cara seperti itu. Tapi ada juga orang-orang yang workaholic, kerja nggak habis-habis. Berhentilah yang sia-sia. Nah kalau kita pakai kalimat zaman sekarang, jikalau bukan Tuhan membangun rumah, sia-sialah orang bangun, sia-sia kamu makan roti bangun susah payah, karena Tuhan kasih virus corona. Selesai semua impor nggak ada lagi gitu ya dari Cina. Bisa kan kayak gitu? Selesai lho semua yang dilakukan. Lantas orang ngomong, coba kita perlu ngetes ya, apa yang kita lakukan ini, bernilai atau sia-sia itu dengan cara begini: tiga usulan. Pertama, kira-kira talenta paling besar apa yang Tuhan berikan Bapak Ibu dan saya secara unik, artinya saya punya itu dan saya tahu saya punya itu, untuk bisa dipakai memenuhi kebutuhan orang lain? Coba Bapak Ibu pikir, saya punya talenta paling unik apa yang bisa saya pakai untuk memenuhi kebutuhan orang lain? Talenta paling besar apa yang Tuhan berikan pada saya secara unik untuk memenuhi kebutuhan orang lain? Oke musik, berarti punya kemampuan berbicara kan? Misalnya sudah beritakan injil belum? Memenuhi kebutuhan orang lain kan?
Yang kedua, bagaimana saya menggunakan talenta itu seturut dengan rencana Tuhan dalam hidup saya? sudah dipakai belum? Jadi talenta paling besarnya apa, kedua, sudah dipakai belum? Nah ketiga, pertanyaannya sekarang ini apakah saya sedang membangun sesuatu yang Tuhan memang ingin saya lakukan atau saya miliki? Ada lho orang yang sangat bela-belain beli. Kalau namanya diskon namanya apa dia kejar. Indonesia adalah sangat suka diskon, wah apapun dia lakukan itu sia-sia atau enggak. Semoga nggak ada pemiliknya di sini ya, suatu saat saya pergi ke restoran, Bapak Ibu pasti pernah lihat tulisan “Mutu bintang lima, harga kaki lima,” tahu ya? Mungkin di Surabaya atau yang di Jogja atau di Solo ada itu. Suatu saat ada diskon berdasarkan umur di KTP, bayangin. Stok lama keluar semua. Bapak-bapak, nenek-nenek umur 90 tahun muncul Bapak Ibu. Mau makan apa itu nenek, kolesterol semua kan? Dia muncul sebagai kepala rumah tangga yang KTP dipinjam diskon 90%. Antrinya panjang lho Bapak Ibu, dan itu mobil merk Mercedes saya ndak tahu. Saya bilang gila, mau makan kayak gini, siapa yang tertua di rumah tangga itulah yang dikeluarkan. Biasanya nggak dihargai, kali ini dikeluarin Bapak Ibu. Bapak Ibu lihat ya, jadi kadang-kadang ya jeleknya kita ini manusia, orang Indonesia khususnya, sangat lucu. Kalau sudah bicara tentang diskon, kejar. Bukan di sini, Jogja sini enggak, maksudnya mungkin bisa lebih parah, juga bisa sih ya bukan lebih baik. Ini, Bapak Ibu itu jadi pertanyaan ya, talenta apa yang Tuhan kasih, Itu Tuhan kasih kita baik begitu, terus sudah kita gunakan belum? Terus kira-kira kalau apa yang mau kita bangun tadi salah satu contoh ya itu soal kecil ya soal cari makan, apakah itu sudah membangun sesuai yang memang Tuhan ingin? Kadang kita itu hidup berdasarkan nafsu bukan berdasarkan tuntunan Tuhan. Kalau nggak sekarang kapan lagi, kalau nggak di sini di mana lagi, kalau bukan saya siapa lagi? Ya kan? Kadang-kadang kita pikirnya begitu kan? Lihat diskon apapun di-embat walaupun setelah beli, pulang, nggak tentu dipakai. Kebanyakan kita mungkin tanpa sadar kita bangun Tuhan pakai itu.
Nah kalau ketiga pertayaan ini kita bisa jawab, kita akan tahu untuk apakah kita kerja keras dan kita bisa jaga-jaga kira-kira apa yang kita kerjakan itu jangan sampai sia-sia. Ada satu pengakuan bahwa tanpa pemeliharaan Tuhan, nggak ada gunanya; tanpa pertolongan Tuhan, nggak bisa dikerjakan; tanpa kesalehan, tanpa kesalehan, semua yang kita kerjakan itu sia-sia tanpa kesalehan. Entah Bapak Ibu miskin atau kaya tapi kalau tanpa kita hubungkan itu dengan apa yang Tuhan mau, ya sudah kita cuma kerja cari uang, nggak ada beda dengan orang nggak percaya. Terus apa gunanya saya cari uang? Sia-sia? Untuk mengumpulkan kekayaan supaya saya hidup bahagia? Lho memang kekayaan diperoleh dari banyak uang? Itu mungkin kesalahan pengajaran Robert Kiyosaki Bapak Ibu. Dia bilang, “Akar dari segala kejahatan itu adalah kekurangan uang.” Kata siapa, yang berani ganti Alkitab? Akar segala kejahatan itu cinta akan uang bukannya kekurangan uang. Banyak orang-orang yang kita lihat yang cinta Tuhan nggak punya banyak uang, nggak melakukan kejahatan, ada. Saya punya teman ya, dia seorang yang bukan orang kaya Bapak Ibu, dia hamba Tuhan. Tapi dulu waktu kami kuliah sama-sama jadi mahasiswa, saya bongkar sedikit dosa saya, jemaat paling suka kalau dengar hamba Tuhan bongkar dosanya di depan, saya dulu punya ini, seingat saya dia punya uang cuma seratus ribu per bulan uang dia. Dia tinggal di rumah sekretariat Perkantas itu kayaknya dikasih free deh. Seratus ribu itu uang dia per bulan. Dia pakai untuk hidupi adiknya dan pacarnya. Tapi mereka pacaran ya yang resmi, pacaran diumumin di gereja lho, saya aneh Bapak Ibu. Sampai mereka nikah dan tidak putus-putus, wah itu luar biasa. Pacarnya kuliah, dia kuliah, untuk biaya mereka makan, ini semoga saya nggak salah, betul lho seratus ribu. Saya lihat sendiri tiap hari makan apa, rebus air sama sawi lho Bapak Ibu. Nasi putih, telur itu kalau bisa dimakan seminggu sekali itu merupakan suatu kemewahan. Saya dapat uang bulanan itu kira-kira 5 kalinya itu, dan biasanya saya sudah habis itu di tengah bulan, itu dosa saya. Dia makan, saya datang ke sana, “Bang udah makan belum? Yuk makan.” Mana berani saya. Makan sawi pakai nasi putih, bukan karena makannya nggak enak, saya makan jatah mereka ya nggak bisa dong. Jadi Robert Kiyosaki salah Bapak Ibu. Akar segala kejahatan bukan kekurangan uang, ini lho orang kekurangan uang kayak gini masih bisa baik sama orang. Sekarang ini jadi hamba Tuhan, jadi dosen di salah satu STT di Lampung atau di mana gitu. Saya respek sama hamba Tuhan ini. Dia bikin skripsi tentang predestinasi di tengah sekolah yang liberal, dia orang Reformed sendiri. Wah itu saya, saya mengasihi teman seperti ini. Nggak sia-sia.
Jadi Bapak Ibu, hidup kita bernilai apa nggak, kaya apa nggak, itu nggak tergantung berapa banyak kepemilikan kita lho, serius. Tapi kalau kita punya Tuhan kita bisa berbahagia, wah itu Tuhan memberkati dan hasil jerih payahnya tidak sia-sia. Apa yang dia lakukan dengan hidupnya itu kebaikan dia, dia tahu talenta dia, dia gunakan untuk pekerjaan Tuhan dan dia bangun apa yang Tuhan mau. Kalau kita mungkin nggak ya? Bapak, Ibu, dan saya mungkin masa bodoh amat maunya Tuhan apa, yang penting saya tahu mau saya apa dan saya bangun apa yang saya mau. Saya lihat ada orang-orang yang demikian rohani, demikian cinta Tuhan, demikian berkorban dan tidak memikirkan diri sendiri, Tuhan memberkati orang seperti ini.
Itu bagian pertama, lalu bagian yang kedua, itu hamba Tuhan mengatakan pertama hindari yang sia-sia, kedua hindari kecemasan yang enggak perlu. Jadi kenapa orang kerja keras dari pagi sampe malam lembur? kurang kan uangnya makanya dia itu mesti cari lagi kan, jadi dia lembur sampai enggak habis-habis nambah kecemasan lagi, eating bread of sorrows, makan roti yang diperoleh dengan susah payah atau makan roti yang diperoleh dengan kesedihan dengan air mata, karena apa? Karena Tuhan berikan pada orang dikasihi pada waktu tidur, pada waktu tidur, Bapak Ibu, Tuhan berikan kepada orang yang dikasihi pada waktu tidur. Makanya kita mesti tanya, siapa yang dikasih Tuhan? Yang dikasih Tuhan itu yang diampuni dosanya, kenapa diampuni? Karena dia sudah ditanggung sama Yesus Kristus dosanya makanya dia diampuni, dia bisa dikasihi. Kedua, orang yang dikasihi Tuhan itu adalah orang yang diberi hati yang baru, yang kudus, yang benci dosa, yang terus bergantung pada kasih Kristus, intinya orang yang sudah diselamatkan, orang sudah percaya Yesus Kristus. Bapak Ibu, izinkan saya tanya, Bapak Ibu dikasihi Tuhan enggak? Sudah terima Yesus Kristus belum? Sudah diampuni belum dosanya? Sudah dapat hidup baru, hati yang kudus, terus bergantung pada kasih Kristus, itu orang yang dikasihi Tuhan. Tuhan berikan kepada orang semacam ini, itu orang yang cari dahulu kerajaaan Tuhan, Tuhan tambahin semuanya pada waktu dia tidur. Bukan berarti dia enggak bekerja keras lho, Bapak Ibu, jangan kebalik, “Puji Tuhan ah, mulai sekarang, saya pulang, saya tidur, karena Tuhan berikan pada orang yang dikasihi,” ndak ya Bapak Ibu, bukan jalan yang baik begitu, bukan seperti itu cara bacanya. Tetaplah berkerja keras, tapi kecemasannya ndak perl. Ada yang mengatakan kecemasan itu enggak produktif, sia-sia. Ada penelitian dari University of Wisconsin, enggak tahu tahun berapa, penilitian itu bilang begini: 40% yang dikhawatirkan itu ndak pernah terjadi, 30% berasal dari masa lalu yang enggak bisa berubah, jadi dikhawatirkan juga buat apa, oke kita pernah bersalah, ya akuilah, sudah harus terima konsekuensi, dikhawatirkan enggak ada gunanya lagi, sudah terjadi. Kita semua punya masa lalu dan kadang-kadang masa lalu yang bodoh, yang buruk, yang berdosa, yang memalukan, kalo diputar kita enggak mau dijadiin film lho, kita enggak mau orang lain tahu kan, tapi itu enggak ada gunannya, kita bertobat. 40% enggak pernah terjadi, 30% di masa lalu, lalu katanya 12% khawatir atas kritik yang belum tentu terjadi. “Ini orang ngomongin saya apa ya dibelakang? Jangan-jangan pak Dawis lagi ngapain saya,” misalnya begitu ya. Misalnya setelah dipikir-pikir sesuatu yang misalnya, misalnya ya, yang tidak pernah terjadi, “Ini kenapa saya sudah lama saya enggak diajak-ajak ngomong,ini pasti lagi benci sama saya,” misalnya kayak gitu. Ada banyak khawatir kritikan orang di sebelahnya gitu ya. Lalu 10% khawatir masalah kesehatan, dan ternyata setelah diperiksa malah lebih buruk karena kekhawatiran kan, darah tingginya naik, apanya naik gitu. Dia khawatir, diperiksa, dan katanya dari seluruh kekhawatiran kita cuma 8% yang sah, yang betul-betul terjadi. Jadi enggak ada gunanya orang khawatir.
Cemas, kedua, enggak sehat, makan bread of sorrows, makan roti kesedihan. Kecemasan itu merusak kesehatan membuat orang sakit. Ada yang mengatakan orang yang punya masalah penglihatan katanya ya ada yang berhubungan langsung dengan masalah cemas dan stress, terus cemas dan stress juga mengurangi produksi air liur di dalam mulut. Jadinya mulai mikir ya, saya mulai ngerasa sendiri gitu ya, produksi air liur dalam mulut, dimana produksi air liur itu perlu untuk menangkal keasaman dalam mulut, kalau enggak gigi jadi lebih mudah busuk. Lalu katanya ada yang tes 5000 mahasiswa dari 21 perguruan tinggi di Amerika, yang stress cemas itu nilainya jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang enggak stress. Jadi Bapak Ibu, pertama sudah kerja kerasnya sia-sia, kedua ditambah kecemasan lagi. Nah jangan kayak begitu, jalani happy. Dulu belum punya HP rasanya hidup lebih tenang gitu ya, kita dicari orang enggak ketemu ya sudah, oh sekarang wah dicari itu, di-WA, ditelpon, sms, WA, ping, zaman dulu ada BBM gitu ya, dan seterusnya, orang lebih tidak tenang. Pertama tidak produktif, kedua tidak sehat.
Yang ketiga, kecemasan itu enggak layak bagi Anak Tuhan, karena Tuhan berikan kepada orang yang dikasihi pada waktu tidur. Nah orang yang cemas itu tidak percaya pada pengaturan dan penyediaan Tuhan. Akhirnya Bapak Ibu, kita mesti mengakui apa sih di dalam pekerjaan kita yang bisa sukses kalau Tuhan enggak pimpin? Sukses itu bukan berarti harus kaya ya, kaya tapi kalau enggak ada hubungan dengan kesalehan, dengan Tuhan, juga sia-sia enggak ada gunanya. Jadi kalau enggak ada pengaturan, itu bukan penyediaan Tuhan kamu dapat, kamu dapat, kamu kaya dengan itu, tapi kamu sudah banyak injak sana, injak sini, kamu lakukan hal yang enggak baik, itu sia-sia. Lalu Tuhan berikan itu secukupnya pada orang yang kasihiNya pada waktu dia masih tidur, sudah cukup. Artinya waktu kita tidur Tuhan bekerja, Dia seven eleven Bapak Ibu, 24 jam. Itu adalah toko yang paling aneh, buka 24 jam tapi pintunya ada kuncinya, gitu kan aneh. Tuhan terus bekerja dan Dia terus bekerja, kita tidur pun Dia bekerja, kita berkerja pun Dia bekerja. Kita bekerja keras Tuhan berkati atau tidak itu terserah Tuhan, benar-benar terserah Tuhan. Ada hamba Tuhan yang mengatakan bahwa jika kita mengerti teologi Reformed ini ya kita enggak menjadi cemas kita menjadi bergantung, kita menjadi tenang. “Okelah betul, ada banyak hal yah kalau menurutku ini dalam kedaulatan Tuhan.”
Enggak ada untungnya semua kecemasan itu, dan ini bukan cuma berbicara kecemasan soal kerja ya Bapak Ibu ya, kadang-kadang termasuk kecemasan soal apa yang akan terjadi pada hidup kita. Saya kalau boleh sedikit sharing ya. Pada waktu istri saya ketahuan breast cancer 2017, muncul ketakutan. Diobati, sembuh 2018, mulai senang lagi. Terus setelah diobati eh tiba-tiba relapse 2018, dan saya muncul lagi ketakutan. Operasi lagi kali kedua lalu chemotherapy, kelihatan ada perbaikan, muncul lagi di sana. Terus 2019 dokter kasih tahu, setelah siklus chemo berakhir, kasih foto by CT scan terlebih dahulu, sudah menyebar kemana-mana, muncul lagi ketakutan. jadi kayak roller coster, naik-turun, naik-turun, naik-turun. Sampai yang terakhir waktu Tuhan panggil, saya lihat lagi satu hal, kita ya meminta sesuatu kepada Tuhan tidak harus dijawab iya dan kita bisa tetap menerima hal itu tanpa kecemasan.
Seorang kasih saya satu kutipan yang bagus ya karena mungkin melihat saya membutuhkan, “Pak, ini rasanya cocok.” Apa? Saya kutip dari Charles Spurgeon. Dia bilang begini kalimatnya, “When you go through trial the sovereignty of God is the pillow upon which you lay your head.” Waktu kamu mengalami suatu pencobaan, kesulitan, kedaulatan Allah adalah bantal yang diatasnya kamu meletakkan kepala. Bapak Ibu, kalau kita orang percaya ya, percayalah Tuhan tidak akan melepaskan kita dari pencobaan, dan kadang-kadang pencobaan yang berat dijawab tidak sama Tuhan waktu kita berdoa. When you go through trial the sovereignty of God is the pillow upon which you lay your head. Kamu bisa tahu kepalamu diatas kedaulatan Tuhan. Kadang kita belajar itu dengan cara yang susah lho Bapak Ibu. Cara susahnya bagaimana? Tuhan tidak jawab doa kita. Pada waktu itu kan kita bisa belajar enggak perlu ada kecemasan karena Tuhan pelihara, Tuhan jaga. Tenang sudah, terima itu. Bisa ada kesedihan, bisa ada rasa tidak terima dan sebagainya pada waktu itu terjadi, tapi itu akhirnya melatih kita punya kepercayaan bahwa kalau enggak dalam pertolongan Tuhan semua itu sia-sia, semua itu sia-sia. Percayalah akan datang masa-masa yang sukar tapi kita enggak perlu cemas, “Tuhan memberikannya kepada orang yang dikasihi pada waktu dia tidur,” itu kalimat firman Tuhan. Dan Tuhan enggak tentu melepaskan kita dari pencobaan, enggak, Dia akan kasih kita pencobaan dan bahkan kadang kita enggak dilepaskan dari pada itu padahal kita sudah berdoa puasa. Tapi Dia bilang, “Dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Dan Tuhan Yesus ngomong dari injil Matius kan, “Marilah kepadaKu yang letih lesu dan berbeban berat, I will give you rest.” Satu hal Bapak Ibu ya, kita ini susah datang sama Tuhan. Kita ini susah datang sama Tuhan, makanya kita enggak dapat rest upon the pillow of His sovereignty. Kita enggak bisa rest, karena kita susah datang, datang aja enggak mau. Kadang kadang, C.S. Lewis ngomong ya, megaphone-nya Tuhan ya, untuk teriak supaya kita datang pakai apa? Penderitaan. Kita enggak mau datang sih, Tuhan pakai penderitaan, Dia teriak di kuping kita, “Ayo datang!” Karena kalau hari-hari biasa kita enggan. Itu menjadi hal yang sia sia. Jadi yang pertama hindari semua yang sia sia, yang kedua hindari kecemasan yang enggak perlu. Ini memang butuh latihan ya. Setelah dengar firman ini kita akan dibawa latihan, mulai dari kehilangan-kehilangan, mulai dengan ketakutan akan penyakit dan kehilangan, tapi kita dipakai untuk melakukan apa yang Tuhan mau.
Sekarang yang ketiga, nah ini yang menarik, kembangkan prioritas dalam relasi. Sekarang ayat ketiga dan seterusnya mulai bicara bukan tentang gedung, kota, tapi membangun relasi di dalam rumah Tuhan. Ada kata ‘Tuhan,’ ada kata ‘kandungan.’ “Diberkatilah buah kandungan,” milik pusaka dari Tuhan itu anak-anak laki laki dan buah kandungan, ini mengacu pada ibu di rumah. Nah ini adalah hal yang paling penting, relasi dengan Tuhan, relasi dengan istri dan anak-anak. Tuhan ciptakan kita untuk punya keterkaitan dan komunikasi. Kira-kira seminggu lalu ada pasangan suami istri datang pada saya konseling, lalu dia bilang begini, “Pak, saya stress.” Istri, punya anak masih kecil, dia punya anak lagi, dan suami kerja, dia setengah mati ngurusin anak. Terus suaminya kalau pulang dia merasa dia kena marah tapi anak dibaik–baikin. Lalu ibunya ngomong begini, “Dia nakal, saya bisa setengah mati kerjaannya.” Saya tanya sama suaminya, ini di sini ada anak-anak enggak ya, ini soalnya ini agak disclaimer ini, enggak boleh dengar. Saya tanya, “Bapak Ibu ya, kapan terakhir berhubungan suami istri?” “Sudah lama.” Nah itu masalahnya. “Bapak kalau pulang kerja langsung cari istri enggak?” “Enggak, cari anak.” Saya pernah dengar dari salah satu podcast konseling ya, concern orang begini, masalah di dalam rumah tangga, masalah soal anak yang enggak mau taat, yang banyak aneh-aneh, itu kebanyakan terjadi karena dia enggak merasa secure. Kenapa dia enggak merasa secure? Dia enggak melihat khususnya papanya itu pulang mencintai mamanya. Menarik. Jadi nanti kalau pulang kerja sibuk, jangan langsung buka koran, taruh di atas kaki, nonton, atau main sama anak. Pulang ke rumah peluk istri, amin Bapak Ibu? Siapa yang sudah lama enggak dipeluk? Wah jangan sampai jadi jablai, jarang dibelai, waduh repot kalau gitu. Ini Bapak Ibu boleh ketawa ya tapi beneran lho. Pulang ya, suami istri ya, suami itu cium peluk istri dulu, amin? Istri bilang, “Yes Pak, sudah lama saya merindukan hal seperti itu.” Itu betul lho. Jadi katanya itu banyak sekali keluarga broken, anak-anak yang enggak beres, itu [karena] anak-anaknya enggak lihat papa mamanya saling mencintai. Oh Bapak Ibu, kalau saya ngomong ini saya ngomong dalam kesedihan, istri saya sudah enggak ada. Tapi pulang ya kiss your wife, amin? Jadi saya bilang, “Pak, pulang jangan cari anak. Kalau perlu bilang, “tunggu nak, papa mau sayang mama dulu, mama lagi capek, mama sudah kerja di rumah seharian ngurusin anak pontang panting, pakai baju daster sampai muka aneh-aneh,”” gitu ya. Papa begitu pulang, “Ma, capek ya?” Pijetin. Saya kayak konselor kalau ngomong begini. Ini Salomo gagal Bapak Ibu, Salomo gagal. Ini makanya satu sampai dua itu yang sia sia, tiga sampai lima yang bernilai. Itu yang bernilai.
Go home and love your spouse. Saya ngomong ini dari hati saya yang terdalam lho, saya sudah enggak punya lagi sekarang. Kasihi pasanganmu baik-baik dan buat dia merasa dikasihi. Yang istri ngomong, “Amin Pak. Betul Pak. Sudah lama suami saya perlu ditegur seperti itu.” Ya memang betul, memang kesalahan nya kaum pria itu seperti itu, gitu ya, terlalu mechanical. Kita bukan cuma butuh uang ya Saudara, bukan cuma akal budi, tapi perasaan. Perlu digandeng, kadang-kadang digendong. Ya betul lho, betul, itu supaya anak-anak tahu. Nah kalau anak-anak tahu papa mamanya setia saling mengasihi, itu nanti akan mempengaruhi hidup pernikahan mereka lho. Tapi kalau papa mamanya berantem, jamin besok kalau anak-anak nikah, ada masalah cari hamba Tuhan, siapa penyebab nya? Orang tua. Tapi kadang-kadang mengkonseling orang-orang yang baru nikah sudah minta cerai. Satu mau jadi prince, satu mau jadi princess. Dua-dua minta dilayani, karena enggak pernah lihat papa mamanya saling mengasihi, melayani. Ini yang berharga yang tiga sampai lima lho. Pahami khotbah itu enggak doctrinal, doctrinal firman Tuhan. Firman Tuhan ini, “suami kasihilah istrimu seperti Kristus,” Efesus, iya kan? “Istri, kasihilah suami.” Nah itu di rumah tangga banyak enggak ada lho Bapak Ibu. Bukan di Jogja sih, Jogja sih baik-baik, amin?
Jadi Bapak Ibu, itu yang pertama, jadi itu soal ini ya, mengasihi ya. vanity dan value. Nah di rumah, cara pandang dunia terhadap anak-anak sama Alkitab terhadap anak-anak itu beda. Dunia ya kita merasa anak-anak itu gangguan. Banyak orang sekarang itu nikahnya tua dan enggak mau punya anak. Iya enggak? Apalagi yang Kristen, karir gitu ya. Waduh, sorry to say Bapak Ibu, di GRII, yang Reformed, itu banyak yang 30 tahun ke atas jomblo. Entah dewasanya terlambat, atau enggak pengin nikah punya anak, saya enggak mengerti itu. Nah apa yang terjadi gitu lho? Tuhan bilang, “Beranak cuculah, penuhi bumi.” Pak Tong bilang, “Lu penginjilan males, nikah punya anak sedikit, mau apa lu?” Anak-anak itu adalah milik pusaka, treasure. Seorang hamba Tuhan ngomong ya, nanti kita ke surga itu property kita kita enggak bawa lho Bapak Ibu, deposito kita tinggal, emas semua kita tinggal, yang kita bawa apa? Anak. Kalau anak kita cinta Tuhan, anak-anak rohani, maupun anak-anak jasmani, kita bawa kepada Tuhan, itu harta kita di surga, amin? Bapak Ibu, ini ya, anak-anak itu milik pusaka Tuhan, buah kandungan, upah. Jadi cara dulu Tuhan memberkati seseorang salah satu itu memberikan anak, itu milik pusaka. Dia enggak bilang tanah lho, Dia enggak bilang property, Anak. Milik pusaka. Sayangnya banyak orang enggak menghargai anak.
Terus yang kedua, anak itu dikatakan “seperti anak panah di tangan pahlawan.” Anak panah di tangan pahlawan itu ada beberapa pengertian. Protection. Jadi, kalau kita punya anak, dan anak itu baik dididik, besok waktu kita sudah tua, enggak bisa bekerja, dia yang jadi provider–nya kita. Ini provider bukan internet ya maksud nya. Provider yang menyediakan sesuatu bagi orang tuanya, waktu dia sudah dewasa. Jadi, orang tua nya sudah tua, dia bisa kasih, merawat papa mamanya, bisa memperhatikan, anak kalau dididik dengan baik jadi protection. Terus yang kedua menjadi pertolongan dalam peperangan hidup. Anak panah kan dipakai untuk berperang. Anak yang baik, menghadapi musuh-musuh kehidupannya, misalnya apa? Ketidakkudusan. Bapak Ibu yang punya anak pasti pernah punya pengalamannya. Anak itu yang kadang bisa dipakai Tuhan negur kita, benar enggak, benar kan? “Pa, sudah doa belum?” Nah itu anak panah itu. “Pa, kok papa sudah lama enggak peluk mama, papa kapan terakhir peluk mama, kok enggak pernah liat papa cium mama?” Anak saya pernah tanya saya begitu, itu kan mengingatkan kan? Itu menjadi anak panah dalam musuh kehidupan kita. Kalau di jaman dulu, punya banyak anak, waktu orang tua nya diserang, Yakub punya 12 anak, itu bisa menjaga dia. Menjadi protection, help in a battle, perlindungan, dan pertolongan dalam perang. Lalu karena itu namanya anak panah, panah kan harus tajam, harus dipersipakan, harus lurus, mesti di persiapkan dengan baik-baik. Mesti dipersiapkan dengan baik-baik. Anak, enggak bisa dibiar-biarin, enggak bisa Bapak Ibu. Waktu terbanyak yang dimiliki anak, adalah di rumah, bukan di Sekolah Minggu. Tapi sayangnya, sampai sekarang ya, di berbagai Sekolah Minggu ya, ada lho orang tua yang terus, “Anak saya kenapa jadi begini? Bapak ajarin apa di sekolah minggu?” Kalau saya tanya, “Siapa bapaknya? Tanyain bapaknya dong, kan lebih lama di rumah sama Bapak.” “Ya tapi kan kami kan, 2 jam kan, waktu kebaktian itu kan tempat penitipan anak yang kami enggak bayar, kecuali persembahan.” Kurang ajar gitu lho, aduh orang tua, orang tua. Yang patut ditanya untuk taat sama Tuhan baca Alkitab itu orang tua. Kalau anak enggak lihat papa mamanya rajin baca Alkitab, mana mau dia baca. Anak panah mesti dipersiapkan baik-baik, anak panah mesti dibikin penuh, artinya itu ada banyak aspek. Kalau mau jadi orang tua itu harus siap repot Bapak Ibu. Enggak ada orang tua yang enggak repot. Kalau enggak mau jadi orang tua yang enggak repot, ya jangan jadi orang tua Bapak Ibu, jadilah tempat penitipan anak, day care, bisa dapat duit sekalian kan. Ya kalau kita jadi orang tua kita mesti repot lho. Saya sih enggak setuju, paling nangis dibiarin, didiemin, tinggal, enak aja. Itu anak mesti kita yang gendong. Saya enggak pakai pembantu sih ya, gendong. Ada seorang dokter Kristen, dokter anak, dan dia juga anak-anaknya dokter anak gitu, banyak, dia enggak setuju, anak itu mesti sering digendong, nangis cepat diangkat, bukan karena kita mau buat dia manja, dia akan jadi aman. Anak-anak saya, ada kecenderungan begitu. Saya berharap ini didikan yang benar, jadi setelah digendong, dia ada bangun apa pakai digendong dengan baik. Anaknya jadi lebih mandiri, anaknya jadi lebih tenang ya. Bisa tenang karena dia secure. Orang tua membutuhkan itu, mesti warm, mesti kita bacain Alkitab, mesti kita bacain buku, jangan dikasih tab Bapak Ibu, biarpun repot, dampingi. Bapak Ibu kasih dia gadget, matanya bisa rusak, otaknya bisa rusak, cahaya itu lho, keluar blue light filter, dan itu enggak baik. Kita mesti ada waktu lebih banyak, bukan masalah quality time, quantity time, punya waktu lebih banyak. Ini sekarang saya mulai rindukan, saya di Jogja berapa jam, saya ninggalin anak nih Bapak Ibu. Saya perlu lebih banyak untuk ngobrol sama mereka, kasih tahu, dengan hati yang berjaga-jaga, kuatir, cemas, besok mereka berimannya benar atau enggak, mesti ada perasaan begitu Bapak Ibu, enggak bisa kita biarkan.
Terus ada dia bilang kan, waktu dia “anak panah” ya Bapak Ibu ya, dia perlindungan dari musuh dan jangan lupa, panah itu kan ada sasaran, kemudian harus tarik dengan tenaga yang kuat kan. Jadi kalau kita mau pakai ini, itu memang butuh kerja keras secara spiritual, kalau enggak ya, anak panah itu bisa membunuh, entah membunuh musuh-musuh kita yang tadi itu ya, yang tadi ya, anak-anak bisa ngingetin kita, menjauhkan kita dari dosa bahkan mengingatkan kita tentang keluarga; tapi jangan salah, anak panah itu bisa menusuk hati orang tua lho. Ada seorang hamba Tuhan ngomong, saya lupa umur-umurnya berapa, dia bilang, “Kalau loe punya anak sudah mulai remaja, dari masih kecil dia baik,” biasanya yang suka posting-posting di Instagram, anak-anak, itu biasanya anaknya masih kecil Bapak Ibu, dijamin. Anaknya sudah remaja, sudah kayak setan, enggak diposting lagi. Ayo siapa yang masih posting anak remaja? Kecuali yang cewek, yang manis-manis gitu ya, tapi yang nakal-nakal aduh susah. Sampai ada yang ngomong, “Itu anak ya kalau sudah,” saya lupa umurnya, “umur sebelas, masukin dalam tong, tutup, kasih lubang, kasih makan dari tong, sudah nakal. Begitu umur enam belas, bahkan lubang makanpun ditutup,” kata dia begitu. Ini saking sudah kayak setan. Tapi anak-anak itu warisan, maka itu mesti dididik baik-baik sampai waktu mereka remaja bagaimana hidup itu. Saya ngomong, saya takut ya, bagaimana waktu mereka remaja, mereka bisa percaya sama kita orang tuanya, bukan percaya sama temannya. Mereka masih mau ngobrol, aduh itu, itu kerja keras orang tua lho Bapak Ibu. Kerja keras kita itu bukan cuma cari uang, bukan, bukan, kerja keras kita itu bawa anak-anak takut akan Tuhan, cinta sama Tuhan, terus tahu menghormati. Itu penting sekali karena ada banyak orang kaya yang punya segala sesuatu, anaknya, sorry, kayak setan. Tapi ada orang-orang, dia enggak punya harta banyak, enggak, sederhana, tapi anak-anaknya Bapak Ibu, waduh cinta Tuhan, bisa saat teduh, bisa kebaktian, bisa hormat, bisa tahu apa yang baik apa yang benar, gitu. Itu kira-kira kalau ditanya, mana lebih bahagia ? Satu gelar tinggi, penghasilan besar, satu mungkin ya, dia universitas biasa-biasa, tapi dia bisa cinta orang tua, tahu menghargai, tahu melayani Tuhan, dia hidup baik-baik, dan Tuhan berkati yang seperti ini. Itu anak panah di tangan pahlawan, dan dia enggak akan dapat malu pada waktu duduk di gerbang karena berhadapan dengan musuh kan waktu itu anaknya bisa bantu dia. Saya lagi bayangkan ya, pendeta Stephen Tong kan punya anak, ada pendeta David Tong, Eunice Tong, Rebecca Tong, kira-kira bangga enggak ya? Saya tidak bilang kita seperti Pak Tong, setiap orang punya porsi beda-beda, cuma kalau kita bisa punya kayak begitu itu berkat.
Satu sampai dua itu sia-sia, jadi kerjalah, kerja keraslah, enggak perlu cemas, bergantunglah kepada Tuhan. Tiga sampai lima ini yang penting, hubungan dengan istri, cinta anak, cinta Tuhan, dan bawa mereka sampai besar, enggak sia-sia, Amin? Mari kita berdoa.
Tuhan, kami sering mengejar hal yang sia-sia karena jika bukan Tuhan yang bangun rumah, sia-sia kami bangun; kalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sia. Sia-sia kami bekerja dari pagi sampai malam dan kemudian kami makan roti yang penuh dengan air mata dan susah payah karena Tuhan memberikan kepada orang yang dikasihi pada waktu tidur. Kami tahu, kami yang sudah percaya Yesus Kristus kami dikasihi Tuhan, pasti Tuhan mengasihi kami, tetapi Tuhan, yang penting adalah anak-anak yang Tuhan karuniakan kepada kami, keluarga kami, pasangan kami, orang-orang yang Tuhan percayakan kepada kami untuk kami hidup bersama, bahkan mungkin anak-anak rohani kami bagi kami yang belum punya anak. Keluarga, dimana anak-anak menjadi milik pusaka dari pada Tuhan yang harus dididik, yang menjadi berkat dari Tuhan, mereka perlu dipersiapkan dengan baik, perlu ada usaha kerja keras, kami perlu menangisi, kuatir, cemas, berjaga-jaga atas kerohanian mereka. Tetapi pada akhirnya mereka tidak akan menjadi anak panah yang melukai hati orang tua, tetapi akan membunuh musuh-musuhnya khususnya musuh yang berkaitan dengan kerohanian. Tuhan, selamatkanlah kami dari kebodohan, dari kesia-siaan. Masih terlalu banyak yang harusnya dapat dibahas dari Mazmur 127 ini tetapi kami berhenti di sini, kiranya kesan atau apapun yang Roh Kudus telah tanamkan dalam hati kami tidak berhenti. Jikalau bukan Tuhan yang membangun MRII Yogyakarta, sia-sialah kami beribadah, sia-sialah pendeta Dawis menggembalakan dan sebagainya, tetapi Tuhan, tolonglah semua jemaat untuk bergantung kepada Tuhan. Kalau bukan Tuhan yang membangun rumah kami, pekerjaan kami, apapun yang kami lakukan, sia-sialah semuanya itu. Tuhan tolong kami. Tolong kami mengasihi pasangan kami, keluarga kami, istri kami, anak-anak kami, tolong kami didik mereka takut akan Tuhan. Tidak tentu kami punya waktu terus, itu yang berharga. Biarlah kami tidak mengejar uang dan mengejar semua hal lain yang sia-sia, Tuhan akan memberikan itu kepada kami. Hamba-Mu lemah dan terbatas sudah membagikan buat kami, mungkin ada kekurangan dan sebagainya, tetapi kiranya Tuhan yang telah menyelamatkan kami, telah mengasihi kami, menambahkan apa yang kurang dari firman-Mu. Dengarkan doa kami. Di dalam Tuhan kami Yesus Kristus yang telah membangun keluarga, yang mengasihi dan menyelamatkan kami, kami berdoa, kami mengucap syukur. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]