Ef. 6:15
Pdt. Dawis Waiman, M. Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita berbicara mengenai kehidupan Kristen, maka berulang-ulang saya sudah sampaikan kalau kehidupan Kristen itu adalah suatu kehidupan yang ada di dalam peperangan, suatu kehidupan yang tidak statis, tidak ada di dalam kondisi yang damai, atau status quo dalam hidup kita, tetapi di dalam peperangan. Lalu siapa yang menjadi musuh kita? Alkitab berkata yang menjadi musuh kita itu adalah setan, yang menjadi musuh kita itu adalah makhluk yang bersifat spiritual atau yang bukan merupakan makhluk fisik di dalam dunia ini. Tetapi Alkitab juga berkata bahwa pada waktu makhluk itu bekerja, dia bekerja melalui manusia, dia berkerja melalui instansi-instansi pemerintah, penguasa-penguasa, orang-orang yang ada di sekitar kita yang menolak kepada injil Kristus. Melalui keberadaan mereka, melalui sistem yang ada di dalam dunia ini, maka iblis berusaha untuk menghancurkan pekerjaan Tuhan di tengah-tengah dunia ini. Itu sebabnya pada waktu kita melakukan perlawanan melalui kehidupan kita atau peperangan, kita ndak perlu terlalu memikirkan bahwa perlawanan itu adalah harus sesuatu yang bersifat supranatural dalam kehidupan kita, tetapi yang kita perlu pikirkan adalah bagaimana kita bisa melawan iblis itu di dalam kondisi kita yang kita hidupi di tengah-tengah dunia ini dengan tubuh fisik yang kita miliki ini. Soal urusan setan itu adalah urusan dari Tuhan yang menghadapi diri dia, tetapi bagian kita adalah bagaimana kita bisa berdiri teguh, tetap di dalam iman kita kepada Kristus, itu yang menjadi hal yang penting dan bagaimana kita bisa menang terhadap pencobaan yang kita terima di dalam atau kita alami di dalam kehidupan kita yang berusaha untuk menghancurkan iman kita.
Nah untuk bisa memiliki kekuatan itu, Alkitab menyatakan ada beberapa hal yang harus kita ketahui terlebih dahulu, yang kita bisa simpulkan dari Efesus 1-6 yaitu pertama adalah kita harus mengenal siapa Allah itu yang dan apa yang Allah telah kerjakan di dalam kehidupan kita. Saya percaya ini adalah unsur yang penting sekali. Kita harus mengenal Allah itu secara pribadi dalam kehidupan kita, kita harus mengenal karakter Dia, kita harus mengenal Dia di dalam relasinya dengan diri kita dan apa yang Dia sudah kerjakan di dalam kehidupan kita. Dan di dalam Efesus 1 dikatakan Dia adalah Allah Tritunggal yang telah menebus kita. Dia adalah Allah yang telah menyelamatkan kita. Kita adalah milik Tuhan. Kita adalah milik Tuhan yang pasti, yang terjamin, karena ada Allah Roh Kudus yang telah dimateraikan dalam kehidupan kita. Dan bukan itu saja, Alkitab berkata bukan hanya Dia sudah memenangkan diri kita saja, tetapi di dalam Alkitab juga dikatakan Dia tinggal di dalam diri kita. Saya percaya ini adalah hal yang penting. Pada waktu Allah berkata bahwa Allah telah menebus kita, Dia telah menyelamatkan kita, kita adalah milik Allah, tapi kalau kita tidak memiliki suatu jaminan atau suatu pemahaman bahwa Dia telah tinggal juga di dalam diri kita, roh-Nya yang kudus itu tinggal di dalam diri kita, saya yakin kita akan senantiasa ada di dalam suatu ketakutan, keraguan, atau merasa lemah di dalam menghadapi pencobaan daripada iblis karena kita merasa bahwa kita tidak punya kuasa untuk menghadapi iblis itu dalam kehidupan kita. Tetapi di dalam Alkitab ada kalimat misalnya Roh yang tinggal di dalam dirimu itu jauh lebih besar daripada roh dunia ini. Saya percaya itu menjadi satu kekuatan yang harusnya kita miliki dalam kehidupan kita ketika kita menghadapi pencobaan karena kita tahu bahwa ada kuasa Tuhan yang bekerja di dalam diri kita. Tetapi Alkitab tidak stop di 2 hal ini saja. Kalau kita teruskan baca di dalam surat Efesus, maka ketika kita masuk ke dalam Efesus 4 terus sampai kepada Efesus 6, di situ dikatakan kita perlu berjuang, kita perlu melawan setan itu. Kita harus tidak boleh berdiam diri tetapi kita harus mengenakan perlengkapan senjata Allah di dalam kehidupan kita. Saya kira ini adalah bagian yang menjadi tanggung jawab kita. Kalau kita sungguh telah mengenal Allah itu, apa yang Allah kerjakan dalam hidup kita, kita sudah mengetahui bahwa kita memiliki semua sarana kekuatan militer untuk menghadapi serangan daripada setan itu, maka kita pasti akan pergi melawan setan itu, melawan keadaan atau pencobaan yang ada di dalam dunia ini, terus berusaha berdiri teguh di dalam iman kita kepada Kristus atau terus untuk menyaksikan injil Tuhan di dalam dunia ini, itu adalah hal yang penting sekali.
Banyak orang Kristen ketika menghadapi setan atau menghadapi pencobaan atau menghadapi lawan di dalam dunia ini, ketika dia memegang sebuah pedang, maka pada waktu musuhnya itu mulai mengejek dirinya, mungkin kalau kita bisa ibaratkan seperti Goliat sama Daud, pada waktu Daud melihat bahwa tidak ada satu orang Israel pun tentara dari yang prajurit sampai kepada raja yang berani menghadapi Goliat, lalu dia kemudian datang kepada Saul dan berkata, “Aku akan pergi melawan Goliat itu.” Lalu ketika Saul melihat keberanian dari seorang anak muda ini, lalu dia kemudian mengenakan segala perlengkapan perang dari Saul kepada Daud untuk pergi menghadapi Goliat tersebut. Lalu ketika Daud mulai mengenakan baju perang, memegang pedangnya Saul, lalu mengenakan helm pengaman daripada Saul itu, segala perlengkapan senjata yang dimiliki oleh raja diberikan kepada Daud, Daud langsung sadar satu hal kalau dia ndak mungkin bisa pergi perang dengan keadaan seperti itu, dengan pakaian yang lengkap seperti itu, karena tubuh dia masih kecil, masih muda, kalau dia pakai pakaian perang yang begitu lengkap sekali maka itu berarti dia bunuh diri di dalam tugas melawan Goliat tersebut. Akhirnya dia bilang, “Sudah aku ndak mau pakai itu semua, aku akan pergi melawan Goliat dengan caraku sendiri.” Lalu dia dengan pakaian dia yang biasa, dia membawa ketapel, lalu dia memilih batu-batu yang bulat-bulat dari sungai, itu batu yang keras sekali lalu dia masukan ke dalam kantong, lalu dia pergi menghadapi Goliat yang merupakan raksasa yang besar dengan pakaian perang yang lengkap, dengan pedang yang begitu berat, yang orang biasa sendiri akan kesulitan untuk mengangkatnya. Tapi pada waktu Daud berdiri di hadapan Goliat, apa yang Goliat katakan? Goliat tidak memandang serius Daud, dia memandang Daud dengan sebelah mata. “Israel mengutus seorang anak kecil menghadap aku, prajurit yang terlatih dan gagah terpaksa, prajurit yang paling hebat diantara semua prajurit yang ada bangsaku, seorang anak kecil, ini penghinaan,” Goliat berpikir seperti itu. Tetapi pada waktu Daud melihat kepada Goliat yang menghina dan bahkan mungkin Goliat menyindir, “kamu pikir kamu bisa mengalahkan aku dengan sebuah ketapel?” apa yang dilakukan oleh Daud, mundur tidak? Enggak mundur, dia tetap. Ada ganti senjata tidak? Juga enggak ganti senjata kan? Dia tetap memegang senjatanya yaitu ketapel itu dan dia melawan Goliat dengan ketapel itu.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini seharusnya yang dilakukan orang-orang Kristen. Pada waktu kita menghadapi musuh kita, saya percaya musuh kita akan mengejek kita, musuh kita akan mulai menghina kita atau merendahkan kita atau bahkan bisa memandang kita sebagai orang yang bodoh di dalam menghadapi mereka. Ketika kita tetap berpegang teguh kepada iman, berpegang tegung kepada Firman dalam kehidupan kita, akibatnya adalah banyak orang Kristen yang belum berperang sudah melepaskan senjatanya terlebih dahulu, karena mereka tidak percaya senjata yang Tuhan berikan bagi diri mereka itu kuat dan mampu berkuasa untuk mengalahkan musuh di dalam kehidupan mereka. Saya pikir banyak contoh yang kita bisa ambil di dalam hal ini, tapi saya pikir kita enggak usah terlalu banyak bicara contohlah hari ini ya. Tetapi satu hal yang kita bisa pegang misalnya, ambil saja contoh, pada waktu kita menghadapi kasus corona, saya bukan memandang corona itu dengan iman yang gegabah atau iman yang tanpa perhitungan, saya pikir kita semua disini mempunyai pemahaman sama ketika kita menjalankan ibadah di sini. Terus terang itu menjadi suatu pergumulan yang berat sekali di dalam hati saya untuk memutuskan kebaktian atau streaming dengan segala resiko yang harus dihadapi, dengan segala hal yang menjadi mungkin prosedur pemerintah, lalu larangan yang mulai muncul di berbagai kota yang ada di Indonesia ini. Lalu pada waktu kita baca renungan-renungan yang diberikan oleh para pendeta-pendeta atau hamba Tuhan di dalam internet atau di dalam WA, maka kita akan menemukan bahwa rata-rata mereka berkata misalnya bahwa kita harus menjadi orang yang bijak, kita tidak boleh mencobai Tuhan, kita harus menjadi orang yang mendahulukan keselamatan dari manusia yang lain, kenapa? Mungkin bukan karena kita takut mati, tetapi karena mungkin kita bisa menjadi carrier, karena di dalam penyakit ini selama masa inkubasinya adalah 14 hari, dan 14 hari itu bisa tanpa menunjukkan gejala sama sekali atau tanda-tanda kita ada gejala suatu kondisi yang sakit sama sekali, tetapi virus itu sudah bisa menular, kalau kita adalah carrier. Jadi pada waktu kita mengira kita adalah orang yang sehat, pada waktu yang sama kita mungkin sedang membawa penyakit dalam hidup kita kepada orang lain, itu sebabnya kita perlu menjaga social distancing, suatu jarak antara satu dengan yang lain, kita harus menghindari pertemuan dengan orang lain sebanyak mungkin dalam hidup kita. Tapi di dalam pegumulan seperti ini apa yang kita putuskan? Akhirnya saya di dalam pergumulan, selama belum ada surat dari pemerintah daerah secara jelas tertulis untuk menyatakan kita tidak beribadah, kita tetap beribadah di hadapan Tuhan. Saya pikir itu adalah bukan keputusan yang diambil karena sesuatu yang tak diperhitungkan sama sekali, karena saya terus terang berusaha berkonsultasi dengan dokter, dengan segala orang yang mengerti mengenai kasus-kasus seperti ini, dan apa yang harus menjadi langkah yang kita ambil di dalam kehidupan kita. Ini salah satu kasus misalnya apakah kita mengabaikan satu bagian dari perintah Tuhan karena ada satu virus kecil yang ukurannya begitu kecil sekali yang Tuhan izinkan menimpa hidup manusia, yang ukurannya tidak mungkin dilihat dengan sebuah mikroskop biasa tetapi harus dilihat dengan sebuah mikroskop elektron? Itu berarti makhluk itu kecil sekali bisa mengacaukan seluruh dunia, tetapi Alkitab berkata makhluk itu tetap berada di bawah kontrol Tuhan. Saya pikir ini mungkin adalah hal yang mungkin dianggap sebagai sesuatu yang ekstrim dari kehidupan kita, tapi saya yakin kita semua datang ke tempat ini bukan tanpa perhitungan terlebih dahulu dalam kehidupan kita ketika kita tetap berpegang dalam beribadah untuk bersaksi bagi Tuhan.
Mungkin masih banyak kasus lain, misalnya tentang Alkitab adalah firman Tuhan. Bapak Ibu bisa pegang tidak bahwa ini adalah kebenaran firman yang memiliki nilai yang mutlak, yang tidak bisa kita ganggu gugat kebenarannya? Ketika kita menghadapi perkataan firman, yang harus kita ubah itu adalah keberadaan diri kita dan sudut pandang kita, konsep nilai kita, perasaan kita untuk menyesuaikan dengan kebenaran firman. Atau ketika kita mendengar orang mulai berkata, “Itu firman Alkitab? Kamu masih percaya itu Alkitab kebenaran? Bukankah itu dalam tulisan manusia? Kalau kamu pelajari sejarah bukankah itu adalah sesuatu yang disahkan oleh gereja sebagai firman Tuhan di dalam Perjanjian Baru khususnya 27 buku itu dan itu adalah sesuatu yang manusia sendiri tulis, bukan seperti kami punya diberikan oleh Allah. Kamu masih percaya enggak ada kesalahan di situ? Kamu masih percaya itu adalah suatu kebenaran yang kamu bisa pegang dan trust 100% dalam hidupmu?” Ditambah lagi tekanan sosial yang kita alami dalam hidup kita. Masih kah kita berani berpegang untuk mempertahankan iman kita, kebenaran yang diajarkan oleh Kitab Suci? Kadang-kadang itu bisa membuat kita langsung goyang. Belum apa-apa kita langsung menanggalkan pedang atau senjata yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita dan kita mengaku kalah atau berkompromi dengan iman kita karena tekanan sosial atau pencobaan yang begitu berat yang kita alami di dalam kehidupan kita. Tapi saya percaya bagian pertama dari senjata Allah yang dikenakan, yaitu berikat pinggangkan kebenaran, itu menunjukkan kita tidak boleh lepaskan senjata ini, tapi kita harus berkomitmen untuk berpegang teguh untuk tetap menjalankan kebenaran Tuhan dalam kehidupan kita, atau berpegang teguh kepada kebenaran itu, mengakui bahwa itu adalah suatu kebenaran di dalam kehidupan kita. Lalu itu menjadikan kita masuk ke dalam tahap ke dua kemarin, bahwa bukan hanya berkomitmen saja terhadap kebenaran itu, bukan hanya mengakui saja bahwa itu adalah suatu kebenaran, tapi kita harus menjalankan kebenaran dalam kehidupan kita. Kita harus mengakui bahwa itulah suatu kebenaran yang bisa membuat diri kita benar. Dan ketika kita menjalani kebenaran itu, itu adalah suatu kebenaran yang pasti benar ketika kita jalankan. Kita harus melindungi pikiran kita, kita harus melindungi perasaan kita berdasarkan kebenaran yang Tuhan firmankan dalam kehidupan kita. Kita tidak boleh izinkan kedagingan untuk menguasai diri kita, kita tidak boleh mengijinkan tipu muslihat mata atau godaan mata untuk mempengaruhi apa yang kita putuskan dalam kehidupan kita, kita tidak boleh hidup di dalam suatu ke-arogan-an yang mengandalkan kemampuan diri kita untuk bisa berjalan di tengah-tengah dunia ini. Saya percaya pada waktu kita berbicara mengenai berbajuzirahkan keadilan, di situ kita sudah melihat sebelumnya secara begitu detail sekali bahwa apa yang Tuhan kerjakan itu yang membenarkan kita. Dan apa yang sudah Tuhan berikan dalam kehidupan kita, yaitu kebenaran itu yang kita jalankan dan kita mampu untuk menjalankannya. Itu berarti bahwa kita berbajuzirahkan kebenaran dalam hidup kita.
Lalu kita masuk ke dalam poin yang ketiga, yaitu Paulus berkata, “Kakimu harus berkasutkan kerelaan untuk memberitakan injil damai sejahtera.” Pada waktu kita berbicara mengenai kasut. Kasut itu adalah suatu sepatu yang menjadi milik tentara Romawi. Kalau Bapak Ibu bisa lihat di gambar di depan, nama sepatu ini adalah Caligae. Caligae itu adalah sebuah sepatu dengan alas, sol ya, alas sepatu dari kulit yang keras sekali. Lalu di situ ada tali yang mengikat, menutupi kaki lalu mengikat di pergelangan kaki supaya itu membuat seorang prajurit bergerak dengan leluasa sekali. Lalu di alas sepatu itu ada? Kayak duri-duri, tonjolan-tonjolan, spike.Supaya apa? Saya percaya itu memiliki tujuan tertentu, pertama sol yang begitu tebal dan keras, itu untuk membuat mereka bisa menempuh perjalanan yang jauh tanpa ada sesuatu yang bisa melukai kaki mereka. Kalau kita melihat di dalam perjalanan zaman dulu itu bukan seperti di zaman kita di mana seluruh daerah hampir semuanya di aspal lalu kita masuk ke dalam toko-toko atau mall-mall semuanya punya lantai yang begitu baik sekali, tetapi di dalam zaman dulu, ketika mereka menempuh perjalanan, apalagi Alexander Agung ketika mereka mengadakan kampanye untuk menaklukkan daerah-daerah atau negara lain, mereka bisa menempuh berpuluh-puluh mil atau berpuluh-puluh kilometer di dalam perjalanan yang mereka lakukan, dan mereka ndak tau situasi medan yang harus mereka tempuh itu seperti apa. Kadang-kadang mungkin batu-batu yang runcing, yang tajam, pegunungan, tempat yang lumpur, lalu mungkin pasir, padang pasir, atau tanah yang berumput atau ladang, begitu banyak medan yang harus mereka lalui. Dan untuk bisa melalui keadaan seperti itu, mereka membutuhkan sebuah sepatu yang bisa menopang mereka. Dan itulah sebabnya mereka membuat sepatu seperti ini ya. Terutama lagi, ketika mereka berperang. Saya percaya, memiliki pedang di tangan itu penting, memiliki helm pelindung itu penting, memiliki baju zirah yang melindungi tubuh itu penting sekali, tetapi yang lebih penting juga, yang tidak kalah dari semua itu adalah memiliki sepatu yang benar. Sebabnya karena apa? Pada waktu kita masuk ke dalam medan peperangan, mungkin kalau kita bicara konteks di Indonesia, kadang-kadang orang kasih ranjau-ranjau kan, di tanah untuk peperangan itu, di dalam peperangan itu, yang musuh ndak tau, ketika mereka jalan mendadak ada mungkin ada bambu runcing, atau ada paku, ada sesuatu senjata tajam yang disembunyikan di lantai, dan kalau itu terinjak, saya yakin orang itu sudah ndak bisa perang kan lagi, karena kaki mereka sudah terluka, dan mereka tidak bisa berdiri lagi dengan kokoh untuk menghadapi musuh. Tubuh boleh terluka, tangan boleh terluka, pundak boleh terluka, bagian yang lain mungkin boleh tergores, tetapi begitu kaki kita terluka, saya yakin kita ndak punya kekuatan untuk berdiri, menghadapi musuh dalam kehidupan kita. Makanya mereka merancang sebuah sepatu yang begitu kuat dan begitu bisa melindungi para prajurit itu, dan itu membuat prajurit dari pada Romawi selain dari pada ketangkasan dan strategi perang mereka yang luar biasa, tapi mereka dikenal sebagai prajurit yang tidak pernah mundur di dalam medan peperangan. Ditopang dengan sepatu yang kokoh itu yang membuat mereka lebih gesit lagi di dalam peperangan yang mereka lakukan dalam hidup mereka.
Nah sekarang menjadi pertanyaan adalah apa yang dimaksudkan dengan kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera? Pada waktu berbicara mengenai hal ini, banyak dari orang-orang yang menafsirkan, umumnya orang-orang itu menafsirkan kalau berkaki yang berkasutkan kerelaan untuk mengabarkan Injil damai sejahtera, bahkan mungkin kita waktu kita membaca ini sekali pintas, maka kita akan langsung menangkap adalah pergi, memberitakan Injil, begitu ya? Saya pikir ada bagian itu di dalam kehidupan kita, dan gambaran dari pada kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil. Karena pada waktu berbicara mengenai sepatu, satu sisi sepatu itu adalah alat untuk mempertahankan diri, alat untuk bisa membuat kita berjalan menopang, untuk tidak jatuh, atau tergerlincir dan yang lain-lain nya, tetapi, sepatu juga digunakan untuk berjalan, untuk pergi, untuk berperang misalnya, pada zaman Romawi itu. Jadi di satu sisi, kalau kita berkata, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera, maka kita bisa berkata, setiap orang yang mengenakan senjata Allah, dia tidak hanya bersikap defensif saja untuk melindungi diri dia dari serangan musuh dalam hidup dia, tetapi, dia juga bisa pergi untuk memberitakan kebenaran di dalam kehidupan mereka, khususnya Injil damai sejahtera Kristus. Ayatnya di mana? Banyak sekali ayat kalau Saudara lihat di dalam bagian ini ayat yang ke-15, maka Saudara akan menemukan, kalau itu berkaitan dengan Yesaya 52 ayat 7. Yesaya 52 ayat yang ke 7, “Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: “Allahmu itu Raja!”, lalu ini dikutip oleh Paulus di dalam Roma 10 ayat nya yang ke 15, lalu kemudian juga dikatakan dikutip dalam Roma 6:15, di dalam Roma 10:15, ini adalah ayat yang terkenal sekali, yang berkata, yang berbunyi sebagai berikut, “Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, atau memberitakan Kristus, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!” Jadi ketika mereka berbicara mengenai kakimu berkasutkan kerelaan, maka di situ mereka kemudian mengaitkan dengan memberitakan Injil damai sejahtera atau Injil damai sejahtera maka dari situ mereka kemudian berkata, “O ini pasti berarti, kita sebagai orang Kristen, kita bukan hanya defense tetapi kita harus juga pergi untuk memberitakan Injil damai sejahtera dalam kehidupan kita.” Saya percaya, ini ada benarnya. Misalnya di dalam Injil Lukas, di situ dikatakan setelah murid-murid diutus oleh Tuhan, pergi mengabarkan Injil, mereka pulang dengan suatu sukacita di dalam hati mereka dan mereka berkata : “Guru, kami bisa menyembuhkan orang sakit, kami bisa mengusir setan, kami memiliki kuasa itu dan setan-setan lari dari pada hadapan kami.” Lalu Yesus berkata : “Aku melihat iblis jatuh dari langit.” Jadi dengan Injil, mungkin kita bisa memenangkan peperangan. Memberitakan Injil Kristus, kuasa jahat ditaklukkan di dalam kehidupan kita. Lalu Yesus memang ada suatu catatan: “Jangan kamu bersukacita karena setan takluk kepada engkau tapi bersukacitalah karena namamu dicatat di dalam Kerajaan Sorga.” Engkau ada di dalam Kerajaan Sorga, itu yang harusnya membuat kita lebih bersukacita. Jadi di satu sisi kita bisa berkata, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera, yaitu pergilah hai orang-orang Kristen, engkau yang sudah mendapatkan kasih Kristus, damai sejahtera di dalam Kristus, pergi dan kabarkan itu kepada dunia, dan itu menunjukkan engkau juga turut berperang melawan kejahatan atau melawan iblis di dalam kehidupan.
Tapi di sisi lain, pada waktu kita berbicara mengenai ayat ini, ada yang juga menafsirkan bahwa itu secara konteks, sebenarnya tidak berbicara mengenai pemberitaan Injil, tetapi secara konteks itu berkaitan dengan kita sedang bertahan menghadapi serangan iblis di dalam kehidupan kita. Jadi ini bukan berbicara mengenai offensive, pergi menyerang, tetapi ini berbicara mengenai defensive. Misalnya di dalam ayat yang ke-11, “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat iblis.” Lalu kemudian ayat 13, “Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.” Lalu ayat 14, “Jadi berdirilah tegap,” ini berbicara mengenai sesuatu pertahanan yang harus kita lakukan atau berikan di dalam kehidupan kita. Karena itu ketika kita berbicara mengenai ayat ke-15, pengertian yang kedua bisa berarti bahwa kita bukan pergi memberitakan injil tetapi kita harus bisa berdiri teguh. Dan untuk bisa berdiri teguh menghadapi serangan iblis, kalau yang pertama adalah kita harus memiliki komitmen terhadap kebenaran, yang kedua kita bukan hanya dibenarkan tetapi kita harus menjalankan kebenaran itu dalam kehidupan kita, yang ketiga apa? Kita bisa berdiri teguh dengan memiliki suatu kesadaran akan injil damai sejahtera, bahwa kita memiliki damai sejahtera dengan Tuhan Allah. Karena istilah ‘kerelaan’ di situ sebenarnya tidak harus dimengerti sebagai kerelaan tetapi bisa dikatakan sebagai suatu meng-equip diri, memperlengkapi diri kita dengan injil damai sejahtera. Dan saya percaya ini juga adalah suatu dasar yang kuat sekali. Kalau kita berbicara mengenai kehidupan manusia, Alkitab selalu mengatakan manusia itu bukan berada di dalam kondisi yang benar, bukan berada dalam kondisi yang kuat, bukan berada dalam kondisi yang memiliki damai sejahtera bersama dengan Tuhan, tetapi kita ada di dalam kondisi yang melawan atau peperangan, bukan terhadap iblis ketika kita jatuh dalam dosa, tetapi terhadap Allah sendiri. Dan itu membuat kita ada di dalam kondisi yang sangat berbahaya sekali, yang sebenarnya tidak ada damai sejahtera sama sekali di dalam kehidupan kita. Saudara boleh baca itu di dalam Roma pasal 3, Roma pasal yang ke-5, dan itu banyak sekali berbicara mengenai apa yang menjadi kondisi kita ketika kita jatuh di dalam dosa.
Dan saya percaya, seperti yang saya tulis di dalam grup sebelumnya, itu seperti seorang yang mengira mereka kuat, Firaun di Mesir, dan mengira dengan kekuatan dia dan posisi dia yang tinggi dan kepercayaan bahwa dia adalah dewa tertinggi saat itu, semua bangsa yang memiliki dewa-dewa itu takluk di bawah kekuasaan dari Firaun, dan bahkan Israel pun tunduk di bawah Firaun, itu pasti bisa menang melawan Allahnya orang Israel. Makanya ketika Musa diutus oleh Tuhan malam itu datang kepada Firaun, dia berkata, “Siapa Allahmu? Aku ndak kenal Dia, kok berani-beraninya datang meminta untuk membebaskan umat-Nya dari Mesir? Mereka sudah diperbudak sekian lama. Saya ndak akan takut kepada Allah itu,” karena apa? Mereka ada di bawah penjajahan dari Mesir dan itu berarti Allah mereka tunduk di bawah allahnya orang-orang Mesir. Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu dia menyombongkan diri seperti itu, dia mengira dia punya kekuatan, Alkitab berkata, dia justru sedang melawan Allah Pencipta, Allah yang memiliki dunia ini, yang kuasaNya tidak terbatas. Dan itu menunjukkan akhirnya mereka ada di bawah kehancuran, ndak ada satu anak sulung pun yang bisa selamat dari kondisi itu. Saya percaya, bukan karena Tuhan punya keterbatasan kuasa maka hanya anak sulung saja yang mati, tetapi di dalam anugerah dan belas kasih Tuhan Dia masih membuat Mesir bisa tetap ada kelanjutan dan hanya mematikan anak sulung saja; walaupun itu memiliki juga makna teologis di baliknya, yaitu Israel adalah milik Tuhan yang sulung itu, karena yang berani bermain-main dengan Israel yang sulung-Ku itu akan dihabisi semua anak sulungnya. Saudara, orang berdosa, sehebat apapun itu, dia adalah musuh Tuhan. Dan sehebat dan seberkuasanya diri dia, dia tetap pasti akan kalah di hadapan Tuhan dan pasti akan dihukum. Buktinya apa? Saya dengar, presiden China pun yang memiliki jumlah penduduk paling besar di dunia, dengan ekonomi yang begitu kuat sekali, begitu dengar ada virus corona yang begitu kecil, dia langsung melindungi diri dia dengan bermacam pembatas ketika orang menemuinya, dia ketakutan. Siapa yang bisa bertahan kalau Tuhan murka? Ndak usah utus malaikat-Nya yang banyak, pernah ada satu peristiwa ada tentara datang ingin menyerang Elisa, lalu hambanya sudah ketakutan dan dikepung lalu bilang, “Ndak usah takut, kamu lihat ini semua keliling malaikat yang menjaga kita,” lalu dia punya keberanian. Tapi ndak usah seperti itu , dengan sebuah virus yang begitu kecil saja Tuhan bisa hancurkan kok semua manusia, dan bahkan orang yang paling berkuasa sekali pun. Jadi saya harap pada waktu kita menjalani hidup kita, kita punya suatu kesadaran bahwa kita adalah orang yang berdosa, kita adalah orang yang pasti harus menerima murka Allah, tetapi karena kasih karunia Kristus itulah yang membuat kita bisa ada di pihak Allah atau Allah ada di pihak kita. Allah berdiri bersama dengan diri kita. Kalau Allah berdiri bersama dengan diri kita, siapa musuh yang boleh kita takuti? Jawabannya tidak ada. Musa pun akhirnya berani menghadapi Firaun, penguasa yang terbesar saat itu.
Dan menariknya lagi, kalau kita baca cerita-cerita peperangan di dalam Kitab Suci, mereka menang, menang dan menang itu sebabnya karena apa? Karena Allah ada di pihak dari pada umat Allah. Pada waktu Allah meninggalkan umat Allah, di situlah maka umat Allah mengalami kekalahan di dalam peperangan mereka. Pernah suatu peritiwa ketika Israel menghadapi orang Filistin, lalu mereka di dalam peperangan itu Saul menghadapi orang Filistin, mereka ada di dalam kondisi yang begitu sulit sekali dan mereka tidak pernah bisa menang melawan orang Filistin. Lalu kemudian mereka memerintahkan, itu waktu zaman Hakim-hakim, imam Eli untuk membawa Tabut Perjanjian ke dalam medan peperangan. Pada waktu mereka membawa Tabut Perjanjian itu, semua orang Israel itu langsung bersorak-sorai merasa diri pasti menang, karena apa? Karena Allah mereka sudah hadir. Itu sendiri sudah konsep yang salah. Mereka mengira bahwa selama mereka berperang kalau tabut tidak ada beserta mereka maka mereka kalah, karena apa? Karena Allah mereka tidak ada bersama dengan diri mereka. Padahal Tuhan tidak pernah mengajarkan itu. Jika mereka membawa Tabut Perjanjian untuk hadir bersama-sama dengan mereka di medan perang dan mereka bersorak begitu heboh sekali, sampai katanya bumi bergetar, sampai Filistin bergetar. Ndak pernah hari ini terjadi seperti itu kan ya, tapi pada waktu itu mungkin Filistin ndak bisa mundur lagi, lalu mereka maju berperang dan akhirnya Israel kalah dan Tabut Perjanjian direbut bangsa Filistin. Nah pada waktu itu terjadi di mana Allah? Allah bukanlah Allah yang kalah, tetapi oleh karena Israel berdosa, maka Allah tidak ada di pihak mereka. Itu sebabnya Allah menyerahkan mereka ke dalam tangan musuh mereka dan mereka mengalami kekalahan ini. Tetapi di sisi lain ada peristiwa misalnya Gideon, Gideon pada waktu pergi berperang sedang mengumpulkan massa atau prajurit terkumpul 32,000 orang, lalu pada waktu mau pergi berperang Tuhan ngomong, “Tunggu dulu, tunggu dulu, Saya ndak setuju 32.000 orang, sekarang seleksi siapa yang minum ambil air dengan tangan itu yang kamu pilih, yang langsung minum dengan mulut itu kamu suruh pulang.” Lalu yang tersisa tinggal 300 prajurit. Dan Tuhan baru ngomong, “Ini yang Aku mau, kamu sekarang pergi berperang dengan 300 prajurit.” Musuhnya berapa? Jauh lebih banyak Saudara, dan Alkitab mencatat apa? Mereka menang. Kenapa mereka menang? Karena Allah ada di pihak mereka.
Saya percaya, kalau kita ingin mengalami kemenangan di dalam menghadapi pencobaan, pertanyaan ketiga yang harus kita tanyakan adalah Allah ada di pihak siapa? Allah ada di pihak kita atau Allah tidak ada di pihak kita? Lalu apa buktinya kalau Allah ada di pihak kita? Sudahkah kita diperdamaikan dengan Allah itu di dalam Kristus? Sudahkah kita hidup di dalam kebenaran? Sudahkah kita memiliki komitmen di dalam kebenaran yang Tuhan nyatakan bagi diri kita? Itu yang membuat kita bisa memiliki keyakinan bahwa Allah ada di pihak kita. Tanpa itu, saya percaya, kita akan gagal di dalam peperangan yang kita lakukan. Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya hal ketiga, yaitu untuk bisa berdiri teguh di dalam menghadapi pencobaan iblis atau musuh kita, kita harus memiliki satu keyakinan akan damai sejahtera di dalam Kristus, dalam kehidupan kita. Itu penting. Dan saya percaya, cara iblis untuk mencobai itu begitu lihainya. Kadang-kadang dia bisa membuat kita begitu yakin kita nggak butuh damai sejahtera itu. Tetapi kadang-kadang, dia bisa membuat kita begitu tertuduh dan merasa bersalah, sampai kita merasa juga bahwa damai sejahtera itu, Kristus pun tidak bisa mengampuni kesalahan dan dosa yang kita lakukan. Dan dalam kondisi ini bagaimana? Paulus berkata, “Kamu jangan sampai goyah! Berdirilah teguh, percayalah bahwa Kristus bisa memberikan damai sejahtera itu. Dan ketika engkau datang kepada Kristus, maka Dia tidak akan menolak kita. Dan Dia akan tetap memberikan damai sejahtera itu dalam kehidupan kita.” Saya percaya ini adalah hal yang serius. Saya banyak melihat anak Tuhan ketika dicobai, itu seperti yang dialami oleh Daud ketika dia jatuh dalam dosa, cuma bedanya adalah, kalau Daud tetap berdoa kepada Tuhan, “Tolong jangan tarik Roh-Mu dari padaku. Jangan ambil Roh-Mu dari padaku.” Tapi kalau kita seringkali adalah sudah mulai jatuh, merasa kalah, mundur, karena kita merasa Tuhan tidak, mungkin Tuhan kurang cinta kasih, Tuhan kurang berkomitmen, Tuhan kurang berpegang kepada janjiNya, Tuhan mungkin kurang kuasa untuk mengampuni diri kita dari dosa kita. Saya percaya ini tidak boleh terjadi, dan perlu berpegang teguh pada injil.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya juga lihat kesadaran akan penebusan Kristus dan damai sejahtera itu adalah hal yang menentukan, penting di dalam menentukan respon ketika kita menghadapi pencobaan atau situasi yang tidak menentu dalam hidup kita. Di dalam Persekutuan Doa, saya bilang sebenarnya apa yang kita hadapi sekarang, itu tidak semenakutkan dibandingkan apa yang terjadi di dalam tahun 1357. Pada waktu itu ada wabah kematian hitam. Dan pada waktu wabah itu terjadi, sejarah mencatat, ada yang mencatat 50 juta, ada yang mencatat 75 juta orang yang mati waktu itu. Dan pada waktu itu terjadi, manusia hidupnya paling lama cuma 2 minggu saja, pasti mati. Ada yang dari 2 hari sampai 2 minggu, pasti mati. Tergantung, dia diserang bagian mananya terlebih dahulu. Di sini masih cukup banyak yang hidup, kan? Walaupun ter-infected-nya cukup tinggi, penularannya cukup tinggi tetapi masih ada orang yang bisa sembuh, masih ada orang yang bisa hidup. Kalau waktu itu, hampir semuanya mati. Menakutkan. Dalam hal-hal seperti ini, apa yang membuat kita bisa punya tetap ketenangan? Saya senang sekali tadi nyanyi lagu nomer 3:
Berdiamlah, Berdiamlah
Berdiamlah, berdiamlah, sembah sujud Dia
Berdiamlah, t’rimalah sabda yang mulia,
Berjalan, perlahan, Tuhan di sini
Berjalan, perlahan, sujud berbakti.
Berdiamlah, berdiamlah, di tempat kudus,
Dengarlah, firman Hu yang suci hidup.
Berjalan, perlahan, Tuhan di sini
Berjalan, perlahan, sujud berbakti.
Apa yang membuat kita bisa diam tenang sih? Saya percaya ibadah itu butuh ketenangan. Kalau kita nggak punya, kalau kita nggak bisa berdiam, kita nggak mungkin bisa beribadah kepada Tuhan. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang membuat kita bisa berdiam? Saya percaya kalau kita mengenal Tuhan itu. Kalau kita tahu Dia punya kuasa untuk memelihara kehidupan kita. Kalau kita tahu, Dia bukan hanya memiliki kuasa untuk memelihara kehidupan kita, tetapi Dia yang menjamin hidup kita setelah kematian, yaitu di dalam kekekalan. Kenapa orang panik? Saya bukan ngomong anak Tuhan nggak ada yang panik ya, banyak yang panik, banyak yang kuatir, ketakutan. Tetapi kenapa orang-orang umumnya mengalami kekuatiran dan ketakutan? Takut akan apa sih? Bukan men-simplified, tapi saya pikir ini adalah dasar yang esensi sekali, umumnya orang takut ini dan itu karena mereka takut mati. Tapi sekarang, ketakutan yang paling besar yang dihadapi oleh manusia, yaitu kematian, Tuhan sekarang bilang: “Kamu nggak usah takut! Kamu waktu mati, kamu ada damai sejahtera dengan Tuhan.” Mereka ketakutan kenapa? Ketika mereka mati, mereka nggak punya jaminan damai sejahtera bersama dengan Tuhan, di dalam Kristus. Tapi anak Tuhan punya jaminan damai sejahtera itu. Mungkin bisa takut, tapi saya pikir ketakutan itu nggak akan membuat kita mengalami kepanikan sehingga kita tidak punya kendali lagi atas hidup ini bahkan kehilangan iman kita ketika kita menghadapi ketakutan yang menimpa kita, karena apa? Kita tahu ada Tuhan yang memelihara, ada Tuhan yang menjamin, bukan hanya di dalam hidup ini, tetapi juga di dalam kehidupan setelah kematian kita, karena kita sudah diperdamaikan dengan Kristus.
Sekali lagi, mungkin saya pernah bicara minggu lalu, Saudara pada waktu mengalami kondisi seperti ini, saya yakin kita bisa melihat makna rohaninya itu, melalui virus yang begitu kecil kita tahu, ketika ada bahaya mengancam hidup kita, kita harus memproteksi diri dengan segala hal yang kita bisa lakukan untuk memproteksi diri. Dari jaga jarak, pakai masker, apa lagi? Bicara sama orang jaga jarak 2 meter, kurangi waktu kita keluar, kalau bisa sebanyak mungkin tinggal dalam rumah, makan vitamin C yang banyak, karena belum ada obat untuk menangani itu. Saya nggak tahu via obat dua itu bisa nggak tapi paling baik menghadapi virus adalah kekuatan dari antibodi kita mulai menjaga kesehatan, proteksi diri. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita menghadapi Tuhan yang murka, adakah proteksi diri? Pikir nggak proteksi itu bagi kerohanian kita dan kehidupan kekal kita seperti apa? Dan di mana kita bisa mendapatkan proteksi itu? Saya percaya kita bisa dapatkan itu hanya di dalam Kristus. Dan itu memberi jaminan. Dan saya yakin kalau yang paling mendasar yang kita takuti itu sudah diatasi oleh Tuhan di dalam Kristus, adakah hal dalam dunia ini yang bisa memberi ketakutan? Harusnya nggak, kecuali caranya. Banyak orang ngomong, caranya itu lho. Matinya saya nggak takut, tapi caranya itu lho. Saya percaya itu pun nggak sebenarnya, walaupun kita takut tapi kita harusnya tetap menyerahkan ke dalam tangan Tuhan.
Saya bersyukur sekali waktu nonton film mengenai redemption-nya Petrus, di situ dia punya kesempatan sebenarnya untuk melarikan diri, karena apa? Karena yang merawat dia itu adalah pembantunya permaisuri. Dia punya akses bebas sekali masuk ke dalam penjara. Lalu kepala penjaranya yang mengawal itu, yang menjadi orang yang mendampingi dia di penjara itu adalah orang kepercayaan, ini dalam filmnya ya, orang kepercayaan dari Nero. Lalu yang menjaga penjara itu teman baiknya dari pada orang kepercayaan pemimpin prajuritnya Nero ini. Kalau dia mau melarikan diri, itu gampang sekali. Sampai perempuan ini ngomong sama Petrus. Ini saya nggak tahu peristiwa ini benar-benar terjadi atau enggak, tapi mungkin ada momen itu. Dia ngomong, “Ayo kita melarikan diri.” Temannya dengar, tapi dia nggak nangkap perempuan ini, dia cuma lapor ke temannya itu, “temanmu itu ada rencana mau membawa Petrus lari lho.” Lalu si laki-laki ini ngomong sama perempuan ini, dia akhirnya kasih tahu, dia nggak nangkap kamu karena apa? Dia teman baik saya. Tapi perempuan ini ngomong, “Ayo kita bawa, kita pergi.” Ada kesempatan itu. Lalu Petrus bilang apa? “Aku nggak mau pergi.” Dia pikir sebentar, pikir sebentar, dia ngomong, “Aku nggak mau pergi.” Tapi bukankah waktu itu kamu juga pernah keluar dari penjara, menurut cerita? Lalu Petrus ngomong kayak gini, “benar aku pernah keluar penjara. Waktu itu aku ikut keluar penjara tetapi itu bukan karena keinginanku, tetapi itu adalah karena kuasa supranatural Tuhan.” Jadi pada waktu dia ada di dalam penjara, malaikat datang lalu membawa dia keluar, membukakan pintu penjara, dia melewati prajurit-prajurit penjaga. Dia bebas dari dalam penjara. Tapi sekarang nggak ada peristiwa itu terjadi. Itu berarti apa? “Mungkin Tuhan ingin saya di dalam penjara, dan waktunya saya mati.” Dan dia tetap stay di dalam penjara sampai akhirnya Nero memanggil dia lalu ingin menyalibkan dia, tapi dia minta satu permohonan untuk disalibkan terbalik, dan dia disalibkan terbalik dan mati. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kenapa Petrus begitu berani? Karena dia mengerti cinta kasih Kristus dalam hidup dia. Kenapa Petrus begitu berani? Karena dia mengerti bahwa hidup dia adalah suatu kesaksian yang Tuhan ingin pakai untuk menyaksikan kepada dunia akan cinta kasih Kristus. Kenapa dia berani? Karena dia punya jaminan, bahwa walaupun dia mati, dia memiliki hidup yang kekal. Saya pikir itu membuat nalar dia masih bisa berjalan dengan baik. Dia masih bisa mempertimbangkan segala sesuatu menurut bijaksana, hikmat Tuhan, dan kebenaran Tuhan dalam hidup dia. Dia tidak mengalami panic attack yang membuat mungkin pikiran dia menjadi mati dan nggak mikir lagi, menjadi stucked seperti itu, terkunci dan dia merasa akhirnya dia berusaha melakukan segala sesuatu walaupun itu melanggar firman Tuhan dan melanggar kepercayaan kepada Tuhan, dia langgar semua. Dia nggak belajar untuk bertumbuh melalui pergumulan yang Tuhan izinkan terjadi di dalam hidup dia.
Saya harap di dalam situasi seperti ini kita boleh terus menggumulkan firman, kita boleh terus menggumulkan apa yang terbaik yang Tuhan sedang rencanakan dan kerjakan di dalam kehidupan kita, dan teruslah menjadi berkat di dalam dunia ini. Mungkin sekarang Saudara milih isolasi diri di dalam rumah, jadilah berkat di dalam keluarga. Tetapi ketika ada kemungkinan Saudara juga menjadi kesaksian bahwa engkau memiliki damai sejahtera di dalam Kristus dalam hidupmu, dan orang dunia boleh melihat, bagaimana orang Kristen ketika menghadapi situasi yang sama dengan diri mereka, menghadapi situasi itu, saya pikir itu lebih penting untuk kita renungkan dalam hidup kita ketika kita mengalami situasi seperti ini. Dan kiranya nama Tuhan senantiasa boleh dipermuliakan. Mari kita masuk di dalam doa.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]