Jangan Lupa Memberi Bantuan, 14 Agustus 2016

Ibr 13:15-16


Saudara-saudara, kita sudah dua kali membicarakan tentang korban kebajikan. Korban-korban yang berada di Yerusalem sudah stop, mezbah sudah dihancurkan, kaki dian dari pada lampu-lampu itu sudah ditawan, sudah diambil ke luar dari bait Allah dan menjadi sesuatu tawanan yang dibanggakan oleh orang-orang Romawi ke Roma. Saudara-saudara, mulai tahun 70 tidak ada lagi pelayanan mezbah, mulai tahun 70 Anno Domini tidak ada lagi seorang imam yang bisa memberikan korban bakaran kepada Tuhan di bait Allah. Saudara-saudara, ini merupakan satu sindiran besar sekali, apa artinya bangsa Tuhan. Pada waktu Daud memegang, memelihara akan tabut tempat peti perjanjian Saudara-saudara, dan dia berdansa-dansa di hadapa Tuhan Allah, ditertawakan oleh nyonya-nya akhirnya Tuhan menghukum nyonya-nya untuk seumur hidup mandul dan tidak melahirkan anak. Daud begitu hormat kepada Tuhan, begitu bersukacita sehingga dia lupakan gengsi sebagai seorang raja, dia bertari-tari. Ini satu-satunya ayat yang dipakai orang Karismatik kalau nyanyi mesti tari-tari, padahal di dalam seluruh Perjanjian Baru tidak pernah satu ayat mengatakan nyanyi bertari-tari. Orang yang comot ayat bikin doktrin sendiri seenak saja adalah orang yang tidak mengerti seluruh Kitab Suci. Daud, dia begitu bersukacita dan pada saat itu dia mempunyai tabut tapi belum ada bait Allah. Lalu dia mengatakan, “Tuhan, saya mau mendirikan bait Allah, membangun satu bait yang agung, yang mulia dan hormat bagi-Mu,” Tuhan mengatakan, “Sudahlah,ndausah doa, Saya tidak akan memakai engkau, sampai mati tanganmu tidak berhak membikin bait untuk Aku, engkau tidak akan melihat bangunan itu terjadi karena tanganmu penuh dengan darah, engkau berperang selalu berdarah tanganmu, Saya akan pakai anakmu Solomon, Solomon akan membangun bait itu karena dia adalah raja damai.”

Saudara-saudara, Daud adalah seorang raja yang paling berkenan kepada Tuhan tetapi dia tidak diperkenan untuk membangun bait Allah yang besar. Dia mempunyai tabut, dia tidak mempunyai bait Allah. Sampai pada Nebukadnezar membakar habis bait Allah itu, tabut itu dirampas, diambil dan tidak pernah ketemu lagi dimana sampai hari ini. Lalu Saudara-saudara, pada waktu Herodes membbangun bait Allah yang paling besar dengan menempuh lebih dari 60 tahun itu adalah bait Allah yang tidak ada tabutnya. Begitu berbeda, zaman Daud ada tabut tidak ber-bait Allah, zaman Herodes ada bait Allah tidak ada tabut, tetapi masih ada mezbah, masih ada persembahan, masih ada imam, masih melakukan pengorbanan-pengorbanan yang diberikan kepada Tuhan. Sampai 70 tahun setelah Masehi, Saudara-saudara, Tuhan membiarkan gedung itu hancur. Tuhan tidak mementingkan gedung, gedung yang indah itu hanyalah karunia yang paling kecil, satu berkat paling kecil dari gereja untuk jemaatnya. Saudara-saudara, Daud ber-tabut tidak ber-gedung, Herodes ber-gedung tidak ber-tabut, 70 tahun kemudian setelah Yesus lahir Jenderal Titus membasmikan seluruh Yerusalem, menghancurkan bangsa Yahudi, memporak-porandakan kota itu dan sesudah itu orang-orang Yahudi tidak mempunyai negara, menjadi orang yang binasa sampai pada tahun 1948 bulan Agustus baru negara Israel didirikan kembali. Tahun 70 SM kota Yerusalem dihancurkan dan bait Allah dibakar habis, dan satu batu tidak berada di atas batu yang lain persis seperti apa yang dinubuatkan oleh Yesus Kristus: “Jangan engkau kira bait Allah ini agung, dengan sesungguhnya Aku berkata kepadamu pada suatu hari tidak ada satu batu yang akan berada tinggal di atas batu yang lain, akan turun semua,” dan, “Yerusalem, Yerusalem, engkau akan menjadi reruntuhan, engkau tidak tahu nasibmu, Aku menangisi kamu, berkali-kali Aku ingin mengumpulkan engkau seperti seekor ayam yang mau membawa ayam-ayam kecil semua di bawah naungannya, tetapi engkau tidak rela.” Mereka tidak sadar berapa cilaka, berapa rusak iman mereka. Dan 3 tahun kemudian, tahun 73 setelah Masehi lebih hancur lagi, semua tentara dari orang Israel yang sisa 1000 lebih orang semua bunuh diri di bukit Masada, di dataran tinggi Masada, sehingga orang Romawi bertahun-tahun menemukan alat perang yang paling canggih sepanjang sejarah sampai hari itu, mereka masuk ke dalam Masada menemukan tidak ada satu orang yang masih hidup, semua sudah potong tubuh sendiri, semua sudah mencecerkan darah. Lebih 1000 orang tentara terakhir yang sisa dari bangsa Israel sudah semua membunuh diri karena mereka tidak ada satu mau menyerahkan diri. Sesudah itu tentara tidak ada, imam tidak ada, nabi tidak ada, raja tidak ada, bait Allah tidak ada, tabut tidak ada, mezbah tidak ada, kaki dian tidak ada, tempat suci tidak ada, tempat maha suci tidak ada, tempat pembersihan tidak ada, Israel hancur.

Sampai hari ini orang Israel tidak ada raja, tidak ada nabi, tidak ada imam, tidak ada pelayanan mezbah, tidak ada korban yang bisa diberikan kepada Tuhan. Tetapi penulis Ibrani mengatakan, “Mari kita memberikan korban, pertama, syukur, kedua berbuat baik, ketiga, menolong orang lain,” inilah korban yang diperkenan oleh Tuhan. Saudara-saudara, jangan kita membanggakan diri dengan jubah agama, dengan upacara yang besar, dengan bangunan yang tinggi, lalu kita menganggap kita anak-anak Tuhan. Tuhan mengatakan, “Mari sekarang, berilah kepada-Ku korban-korban yang berkenan kepada-Ku.” Korban bersyukur, bersyukur saat engkau menderita bagi Tuhan. Bersyukur pada waktu engkau harus menderita sengsara karena firman. Bersyukur karena engkau disiksa pada saat engkau melakukan kebenaran. Bersyukur pada waktu mulutmu mengaku Kristus sebagai Tuhan dan engkau harus dipenggal kepala, ini iman Kristen yang sejati, ini korban, korban syukur. Tuhan terus menginginkan memperoleh korban syukur melalui bibir-mulut setiap orang yang mengaku diri sebagai orang Kristen. Apakah kita menjadi orang Kristen yang selalu bersungut-sungut, selalu ngomel, selalu tidak puas, selalu maki-maki, selalu mengatakan ini tidak beres, itu tidak beres. Siapakah diantara Gereja Reformed Injili Indonesia yang senantiasa bersyukur, bersyukur, bersyukur. Saudara-saudara, engkau biasa melihat orang lain kurang baik engkau marah-marah? Engkau lebih baik karena engkau memang lebih baik? Kita lebih baik hanya karena kita menerima anugerah, orang lain kurang baik seperti kita karena belum menerima anugerah seperti engkau banyaknya. Mari kita syukuri. Bersyukur kepada apa yang sudah kita terima, berdoa bagi mereka yang belum menerima. Bersyukur kepada segala sesuatu yang Tuhan sudah karuniakan dan menolong mereka yang belum menerima karunia yang kita sudah terima. Ini korban pertama yang Tuhan mau.

Korban kedua, melakukan kebajikan. Melakukan kebajikan saya sudah dua kali khotbah disini. Dua minggu yang lalu kita berkhotbah apa itu kebajikan, itu menurut Mikha 6:8, “Hei umat manusia, Tuhan Allah sudah menunjukkan kepadamu apa itu kebajikan.” Kebajikan belum pernah menjadi satu penyebab atau suatu benih, dimana melalui benih yang kita terima kita boleh melakukan sesuatu untuk memperoleh hidup yang kekal, itu adalah ajaran dari semua agama. Agama-agama menganggap kebajikan itu berasal dari manusia, agama-agama menganggap diri manusia ada benih kebajikan, agama-agama menganggap orang berdosa masih bisa melakukan sesuatu kebajikan untuk menutup dosanya, untuk mengganti anugerah keselamatan dari Tuhan Allah. “Apakah yang seharusnya aku perbuat supaya aku memperoleh hidup yang kekal?” Inilah pertanyaan, pertanyaan, pertanyaan yang tidak habis-habis, berulang-ulang kali, 3 kali dicatat di dalam Alkitab. Satu-satu kalinya seseorang mengatakan, “apa yang harus aku perbuat?” tetapi tidak ada embel-embel kalimat selanjutnya itulah Paulus maka Paulus dipakai Tuhan secara besar-besaran. Apakah yang harus aku lakukan? Ditanya setelah dia tahu, dia sadar dia tidak layak menerima anugerah tetapi dia sudah dianugerahi keselamatan. Setelah menerima keselamatan apa yang harus aku lakukan. Perbuatan di dalam kekristenan selalu buah, bukan benih; bukan menanam benih berbuat baik mendapatkan buah keselamatan, sebaliknya menanam benih anugerah oleh Tuhan sendiri, mendapatkan buah dari pada kebajikan yang menjadi tugas kita.

Tuhan sudah menyatakan kepadamu apa itu kebajikan: lakukan keadilan, cintailah kemurahan, dan rendah hati, berjalan dengan Tuhan. Saya tidak mau ulangi lagi. Saudara-saudara, kedua hal di depan ini merupakan keseimbangan yang menjadikan engkau dianggap baik oleh Tuhan. Jikalau seseorang menjalankan keadilan, keras, tegas, tetapi tidak mempunyai kemurahan, dia belum melakukan kebajikan yang cukup. Jikalau seorang penuh dengan kemurahan, selalu kasihan sama orang lain, tapi kompromi dengan dosa dan tidak pernah melakukan keadilan, dia belum pernah melakukan kebajikan sesuai standar Tuhan Allah. Dua-dua itu dilakukan, engkau mempunyai keadilan, engkau mempunyai kemurahan. Engkau tegas dan tidak kompromi, tapi engkau simpati kepada orang berdosa. Dua-dua itu diseimbangkan, itu memerlukan bijaksana yang luar biasa sulitnya, tapi itu menghasilkan kuasa yang luar biasa ajaibnya. Saudara-saudara, orang yang mempunyai keadilan tanpa kemurahan, ini akan menjadi orang yang kejam, orang yang ganas, orang yang kurang berperikemanusiaan. Sebaliknya, orang yang mempunyai kemurahan tidak mempunyai keadilan, dia akan berkompromi, dia akan berjalan di dalam perjalanan berdosa dan melawan kesucian Tuhan Allah. Keadilan, kemurahan sudah digabung dengan bijaksana sorgawi, kita akan memperoleh kuasa yang ajaib untuk mempengaruhi, untuk membawa orang, untuk bertobat kembali kepada Tuhan. Sesudah dua ini diseimbangkan lalu engkau bukan menjadi sombong, coba lihat betapa sulit saya bisa menjalankan, saya adil dan saya murah. Sesudah dua dijalankan Tuhan berkata, rendah hati. Rendah hati. Dan saya tidak mengulangi lagi apa itu rendah hati. Rendah hati adalah tidak merasa diri layak, dan penuh kesadaran anugerah, dan engkau berjalan dengan Tuhan. Saudara-saudara, ini korban kedua. Korban pertama orang Kristen adalah bersyukur. Korban kepada Tuhan yang diperkenan yang kedua pada orang Kristen adalah berbuat baik.

Dan korban yang ketiga, di sini dikatakan, jangan lupa engkau suka membantu orang lain. Saudara-saudara, bantuan kepada orang lain. Nah di sini saya sangat tertarik karena Paulus tidak menggunakan istilah-istilah yang sembarangan. Dia memilih istilah yang paling tepat. Saudara-saudara, janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan. Untuk memberi bantuan biasanya itu adalah diakonia, tapi di sini bukan diakonia, yang dipakai oleh dia adalah koinonia. Ini sangat heran sekali. Saudara-saudara, menolong orang, memberi pertolongan, memberi bantuan kepada orang lain, itu bukan diakonia, tapi koinonia. Apa artinya? Ini mengandung arti yang sangat-sangat dalam sekali, berarti jangan membantu orang lain dengan perasaan engkau lebih tinggi dari orang lain. Jangan memberi bantuan kepada orang lain dengan merasa mereka lebih rendah dari engkau. Jikalau kita mempunyai sesuatu sikap:“Saya menolong engkau, saya membantu engkau karena engkau jauh lebih bawah dari saya, engkau lebih rendah dari saya,” engkau sambil membantu dia secara fisik sambil menyiksa dia secara jiwa. Inilah kelemahan-kelemahan dermawan, ini kelemahan-kelemahan orang yang memberi pertolongan kepada orang lain. Sambil menolong, sambil cari jasa. Sambil menolong, sambil menumpuk nama, reputasi yang baik dari diri sendiri. Sambil menolong, sambil menyiksa jiwa orang lain.

Saudara-saudara, 2400 tahun yang lalu ada satu cerita di dalam Zhan Guo Ce, yaitu kira-kira sesudah zamannya Kong Hu Cu ada kiasan-kiasan terbentuk daripada satu cerita seorang yang miskin pada waktu lapar luar biasa berjalan di tengah-tengah satu kamp di mana banyak orang meminta bantuan di situ. Lalu ada seorang kaya mengatakan, “Hei, makan!” Waktu dia teriak, “Hei, makan!” orang itu mengatakan, “Sampai mati pun aku tidak mau makan.” Lalu kawannya menanya kepada dia, bukankah engkau lapar sekali? Engkau disuruh makan tidak mau makan.” Dia menjawab, “Aku tidak makan makanan yang diteriak-teriak seperti anjing, karena saya manusia tidak menerima makanan yang diteriak-teriak seperti memanggil orang yang rendah. Saya adalah manusia.” Saudara, jangan lupa orang miskin pada waktu miskin, cuma kantongnya kempes, tidak tentu jiwanya kempes. Saudara, jangan lupa, orang miskin sekarang miskin, 30 tahun kemudian mungkin dia jadi kaya, anakmu jadi pengemis. Jangan berusaha sambil membantu orang miskin, sambil menghina orang miskin. Amin? Engkau yang sekarang kaya, mungkin cucumu pengemis. Jangan sombong. Engkau yang sekarang konglomerat, mungkin 3 generasi lagi anakmu dipenjara atau pengemis. Jangan sombong. Engkau melihat sekarang pembantu-pembantu yang miskin, jangan lupa, mungkin cucu mereka akan menjadi presiden. Tidak ada satu orang berhak menghina orang lain.

Ini berapa bulan saya sangat bersyukur kepada Tuhan, karena pekerjaan Tuhan saya harus sering tidak ada di rumah. Bukan berapa bulan, berapa puluh tahun. Tapi berapa bulan ini khusus karena apa? Mertua saya sudah meninggal. Dulu saya pikir kalau mertua saya meninggal, rumah sama sekali tidak ada orang, apalagi kalau nyonya saya harus pergi. Nah berapa bulan ini nyonya saya harus ke Amerika, begitu sampai di Amerika mengajar dua minggu, mamanya meninggal, dia pulang, lalu kembali lagi ke situ membantu saya. Dan rumah siapa? Ndak ada orang. Anak-anak cuma sisa satu. Anak ini yang terakhir pergi sekolah lagi, sekarang rumah saya tidak ada, nyonya saya tidak ada kadang-kadang. Mertua sudah tidak ada, anak sudah tidak ada, hanya serahkan pembantu. Dan rumah saya barang cukup banyak, buku banyak dan barang-barang banyak, perabot banyak, banyak, banyak, banyak, banyak. Saudara-saudara, tetapi setiap kali saya pulang, boleh saya katakan tidak ada satu barang yang hilang. Lalu saya tanya, pembantu-pembantu ini sebenarnya karakter mereka itu sangat tinggi. Mereka adalah orang yang anggun, cuma orang miskin. Lalu saya tanya apakah kita lebih tinggi derajat secara manusia daripada mereka? Tidak tentu. Saudara-saudara, banyak jenderal yang korupsi, banyak pembantu yang bersih. “Korupsi” sama “bersih” dua-dua “si,” bagus si yang mana? Saudara-saudara, saya salut, saya melihat mereka kerjanya baik, jujur, segala sesuatu dibikin yang bersih dan ndak ada satu tempat yang saya taruh barang itu dipindah sembarangan. Kalau sudah bersih dikembalikan, tidak ada yang hilang. Nyonya saya baru hampir 3 minggu berada di Amerika, saya sendiri tidak ada di Indonesia, sering pergi. Setiap sabtu pulang, Minggu pergi lagi. Kamis pulang, Minggu pergi lagi. Dan mereka teratur kerja segala sesuatu. Saya nda pernah teriak-teriak tidak karuan pada pembantu saya. Saya selalu menganggap mereka itu manusia yang hormat, dicipta menurut peta teladan Allah, cuma belum menjadi orang Kristen saja. Mereka adalah orang yang dicipta menurut peta teladan Allah, yang mungkin hari depan mereka cerah, hari depan mereka mulia, meskipun kantong kempes, meskipun pakaian biasa, tapi mereka mungkin mempunyai jiwa yang sangat tinggi, sangat anggun, sangat hormat. Itu sebab kalo membantu orang lain, ingat, engkau membantu orang lain harus dengan rendah hati.

Membantu orang lain dengan koinonia. Koinonia seperti sesuatu persekutuan antara saudara, saling mengasihi seperti saudara memelihara saudara. Saudara-saudara, jikalau engkau menganggap orang itu lebih remeh, lebih rendah dari kamu, lalu engkau membantunya dengan ingin mereka mengingat jasamu besar, engkau sedang berdosa karena Tuhan membantu engkau dengan mati di atas kayu salib, bukan membantu engkau dengan berada di takhta daripada istana lalu suruh engkau lutut lalu baru memberikan makan kepada engkau. Tidak. Pada waktu Yesus Kristus mau membantu seorang Farisi, Yesus membantu seorang Samaria perempuan, Saudara-saudara, Dia duduk di pinggir perigi itu dan Dia merendahkan diri, “tolong memberikan aku minum.” Padahal yang perlu minum air hidup adalah perempuan itu, bukan Yesus. Dan Yesus memang haus, pada waktu itu Dia letih, lesu, capek, laper, Dia perlu minum. Dia suruh itu rasul-rasul pergi beli roti makanan di kota dan Dia minta minum kepada perempuan itu, tetapi kalau engkau memperhatikan dari ayat pertama sampai akhir, Yesus tidak minum satu kali pun air itu. Dan melalui kalimat itu mengkaitkan dengan air hidup, sampai perempuan itu tanya, kalau engkau mempunyai air hidup, berikan kepadaku sehingga aku tidak perlu susah payah setiap pagi datang ke sini mencari air. Saudara-saudara, baru Yesus mengatakan, “Engkau mau air hidup? Panggillah suamimu.” “Aku tidak mempunyai suami.” Oh, kalo mengatakan kalimat bohong dengan separuh kejujuran, Tuhan Yesus mengatakan, “Memang engkau tidak ada suami, karena engkau sudah ada 5 suami, yang sekarang ini kongsian, ini bukan suamimu sendiri.” Dia baru sadar, yang bicara sama dia adalah Mesias. Dia baru sadar, meskipun dia mengelabuhi orang lain, dia baru berani siang bolong datang menimba air di perigi, tapi ada Tuhan yang mengetahui isi hatinya.

Saudara-saudara sekalian, cara Tuhan menolong orang lain, bukan cara: “Aku konglomerat, aku orang kaya, kasih apa? Ini, ambil uang ini, pergi!” Tidak! Tuhan Yesus mau menolong dia, mempunyai sikap seperti ini, rendah hati. Maka penulis daripada Ibrani tidak salah, dia mengatakan jikalau engkau memberikan, maka memberikan secara koinonia. Memberikan bantuan dengan persahabatan, memberikan bantuan dengan penuh perasaan menghormati orang lain.

 

Pada tahun 1979, saya terbang dengan Jahja Ling dari San Fransisco, sampai di Manila. Begitu turun daripada lapangan kapal terbang Manila, mereka bilang, “Hari ini kedua Saudara kita hantar bukan ke Manila, langsung 1.5 jam ke Batakan.” Batakan itu adalah tempat di mana pengungsi-pengungsi Vietnam ditampung. “Dan malam ini engkau harus nginap di situ.” Oh saya bilang, Nggak papa. Saya kira kalau saya ditaruh di tempat pengungsi, juga saya sudah siap. Anak Allah boleh lahir di palungan, Stephen Tong boleh tinggal di tempat mana saja, di gubuk pun nggak papa. Saya senantiasa bersiap. Di hotel 7 bintang, juga tidak sungkan karena Tuhanku Raja di atas segala raja kok. Kalau ditaruh di tempat gubuk kecil, juga nggak marah karena Tuhanku pernah tinggal di palungan. Saya bersiap kepada apa saja. Tapi mereka taruh kita di satu tempat penginapan yang sederhana sekali, lalu bawa kita pergi ke tempat Batakan. Sebelum khotbah, lalu mereka bawa kita melihat tempat-tempat pengungsi. Wah… saya belum pernah mengetahui orang jadi sarden. Setiap 1.20meter itu satu kotak, susun sampai 4 orang tidurnya berbarisan. Satu meter 20, orang tidur, satu meter 20… jadi satu lantai itu kira-kira 5 meter, 4 kali engkau naik sampai atas, masuknya begitu tidur, turunnya berangkang. Ratusan orang berada di situ. Pengungsi, refugee.

Saudara-saudara, dan pada waktu saya melihat mereka berangkang keluar, jamnya sudah sampai mau ikut kebaktian, Pak Stephen Tong mau berkhotbah, hati saya ngeres sekali, kotor… sederhana… hanya paku, dipaku di atas kayu-kayu papan yang sangat kasar, dikasih plastik tidur di situ. Pengungsi. Lalu, mereka kumpul bersama. Orang yang membawa mengatakan, “Coba lihat, kapal yang pecah ini.” Inilah kapal yang kecilnya kira-kira antara saya sampai Pak Harsis ini. Ini tempat kapal yang mereka keluar dari Vietnam, dan kapal yang kecil, yang kira-kira 6meter, 3meter panjangnya, 60 orang yang tinggal di dalamnya. Sesek-sesekdi dalam. Bukan saja demikian, sebelum naik kapal bayar 400gram mas, baru dapat jatah. Mereka mau melarikan diri daripada Vietnam, mereka mau keluar dari Vietnam musti bayar 400gram mas. Jadi yang bisa naik kapal itu adalah orang yang sudah bayar 400gram mas, masih ada berapa ratus gram diikat di sini [di ketiak] supaya ini tempat yang agak aman, tidak bisa diambil orang, karena paling dekat badan, diikat di sini. Tetapi setelah sampai di Malaysia, mereka menemukan pakaian-pakaian yang kotor, dalamnya ada emas, diganti pakaian yang baru, pakaian kotor diambil, emas sisanya semuanya dirampas, lalu dinaikkan lagi ke kapal, didorong ke laut, dan perempuan-perempuan yang cantik diperkosa dulu. Lapor kepada PBB: “kita sudah memberikan makanan, kita memberikan minuman, kita sudah memberikan pakaian yang baru, dan kita hantar mereka ke laut lagi.” Mereka nangis-nangis, sampai di Filipina, tengah-tengah jalan ada kapal yang tenggelam mati. Berapa yang masih hidup di situ, kita ketemu dengan dia. Saya melihat kapal itu, melihat tempat pengungsi itu, saya ingin menangis. Dan saya tanya, “Tuhan, malam ini saya mau khotbah apa kepada orang yang begini?” Tuhan mencintai engkau… tidak mungkin mereka terima. Bukan bisa khotbah, bisa teologi, apa berita yang mereka perlu? Apakah firman Tuhan yang kalimat itu diperlukan mereka pada saat seperti itu? Itu yang bagi saya tidak membuang kebaktian-kebaktian. Setiap kebaktian kalau tidak cocok firman, tidak cocok beritanya, itu kebaktian yang dihamburkan, yang diboroskan. Tapi kebaktian-kebaktian yang tepat waktu, tepat orang, tepat berita, tepat kehendak Tuhan, itu kebaktian yang menciptakan momen, bukan waktu. Turn time into moment, turn the kronos into kairos. Saya berdoa, “Tuhan, satu jam lagi saya mau berkhotbah kepada orang-orang pengungsi. Saya harus khotbah apa?”

Saudara-saudara, saya terus pikir, lalu saya mempersiapkan khotbah yang cocok dengan mereka. Saya cuma ada 2 hari di situ, saya harus khotbah 4 kalikepada mereka sampai men-tenangkan mereka, memberi iman yang cukup, meneguhkan rohani mereka, sesudah itu saya pergi. Saya berdoa… berdoa… berdoa… dan Jahja Ling, seorang musikus yang besar, di situ tidak ada gunanya karena tidak ada piano, tidak ada organ, tidak ada alat musik. Dia tidak bisa main apa-apa, cuma dengar khotbah saya. Dan dia mengatakan, “Tidak apa-apa, nanti sesudah hari ke-3 sampai di Manila, saya boleh main musik yang agung, untuk memuliakan Tuhan. Tapi di pengungsi, saya cuma mau lihat. Saya seumur hidup tidak pernah melihat orang susahnya seperti ini. Ini pertama kali.” Wah dia dapat kesadaran, dapat kepuasan luar biasa, baru tahu hidup kita terlalu enak. Saat saya menemukan akan orang-orang pengungsi itu, lalu saya mulai berkhotbah. Sebelum saya berkhotbah, ada orang-orang dari Manila yang membagi pakaian lama, bagi sandal yang lama kepada mereka. Lalu mereka itu duduk di kursi yang pendek-pendek, ribut-ribut, dimarahin sama orang-orang majelis, “Diam! Kalau tidak diam, tidak dibagikan!” Aduh… waktu itu hati saya sakitnya seperti ditusuk oleh pisau. Engkau bagikan pakaian yang lama, lho! Pakaian yang jelek-jelek, sandal yang bau-bau, itu aja masih pakai sifat: “Kalau tidak diam, saya tidak bagikan!” Seolah-olah orang itu seperti anjing, yang perlu sekali baju pakaianmu yang lama. Dan Saudara-saudara, pada waktu saya diam-diam melihat mereka membagi dengan cara yang sombong, saya mengingat kalimat-kalimat Alkitab, “membantu orang lain dengan rendah hati, menolong orang miskin dengan penuh hormat kepada dia.” Ini harus kita belajar. Saya minta Tuhan ampuni mereka, dan saya minta Tuhan persiapkan hati saya untuk berkhotbah.

Saudara-saudara, saya tidak sadar. Sebelum saya mau khotbah, seorang gemuk di barisan pertama datang… [tepuk tangan Pak Tong], “You Stephen Tong ya?”

Saya bilang, “Iya.”

“Ingat saya, nggak?”

“Nggak”

“Nggak ingat saya? Ingatlah engkau pernah khotbah di Saigon?”

“Oh ya, tahun ’74 saya di Saigon.” Ini tahun ’79, 5 tahun yang lalu. Saya di kota Saigon berkhotbah di gereja terbesar di seluruh Saigon. Dan saya tidak puas: Kenapa pakai tempat kecil ini? Cuma bisa 1000 orang. Pendeta Paul Contento dari Italia, dengan kacamata dimelorotkan, tanya saya, “Tempat 1000 orang kurang besar? Engkau mau berapa besar? Tahu tidak, seluruh kota Saigon, orang Kristen cuma 1200.” “Oh,” saya bilang, “kalau gini cukup.. cukup.. 1000 orang sudah cukup.” Itu gereja paling besar, namanya Quang Dung Tang (?).

Saudara, dia bilang, “Pak Stephen Tong ingat saya?”

Saya bilang, “Nggak ingat.”

“Waktu engkau di Saigon, orang yang gemuk duduk di sebelah kiri paling depan 3 hari, itu saya.”

Yah… seperti ada sedikit ingatan, “Itu kamu, ya?”

“Betul. Saya.” Siapa, tahu? “Saya orang mempunyai pabrik kertas terbesar di seluruh Vietnam. Saya konglomerat. Tapi hari ini saya menjadi pengungsi, istri saya ditaruh di kapal lain, anak saya di kapal yang lain, mungkin sudah mati 2. Istri saya di mana, saya tidak tahu. Saya orang Kristen pernah dengar khotbahmu, saya konglomerat. Sekarang saya tinggalnya di tempat seperti kandang sapi. Saya pengungsi.”

Saya jadi tidak tahu harus ngomong apa sama dia. Saudara, pengalaman-pengalaman seperti ini, bagi saya, jauh lebih penting daripada membaca buku teologi yang pinter-pinter, yang hanya bikin diri pinter tapi tidak membikin diri agung. Saya mengingat seorang konglomerat yang dulu duduk di gereja, di tempat barisan paling depan yang begitu bangga. Sekarang duduk juga di depan, tapi di kursi yang hanya 40cm tingginya dengan kaki yang pakunya nggak karu-karuan, tempat pengungsi.

Lalu saya berkata, “Saudara-saudara, Tuhan mengizinkan penderitaan kepada manusia, karena tanpa penderitaan, tak ada ujian. Tanpa penderitaan, tidak ada kemahiran. Tanpa penderitaan, tidak ada kemantapan iman yang sungguh-sungguh menang.” Itu sebabnya saya berkata kepada Saudara, saya juga pernah menjadi orang kaya. Papa saya kekayaan betapa besar sampai rumahnya 24 yang tiga susun, yang besar-besar di kota Amoy. Saya mempunyai apotik yang besar, mempunyai toko yang besar, di jalan yang paling penting di Amoy. Papa saya adalah Direktur Jendral daripada Maskapai Quei Ho Tong (?)yang keliling pada ada cabangnya di 13 kota dari Semarang sampai Shanghai, tetapi akhirnya pada umur saya umur 3 menjadi piatu, mama saya menjadi janda dan kita sekeluarga mengalami kesulitan di dalam peperangan Jepang. Saya sambil bicara, sambil bicara dengan kasih, Allah mengapa memberikan penderitaan dan mereka mulai tergerak, hati mereka tenang, mata mereka konsentrasi mendengarkan apa yang saya khotbahkan. Di dalam sejarah banyak orang-orang yang agung justru pernah mengalami kesulitan, banyak orang yang rusak justru tidak pernah mengalami kesulitan, itu sebab jangan mengeluh, jangan marah kepada Tuhan. Dan saya mengharap 50 tahun kemudian anakmu, cucumu menjadi orang yang sukses lebih dari orang lain, saya harap besok-besok saya ketemu engkau di Kanada, di Amerika, di Prancis, di Jerman, di Inggris, di Australia karena belum dibagikan naik kapal apa, diterima oleh pemerintah apa, pengungsi-pengungsi semua tumpuk di dalam gudang-gudang pengungsi itu. Banyak yang cucurkan air mata, banyak yang menerima Tuhan Yesus dan banyak yang orang Kristen dikuatkan.

Saudara-saudara, malam itu saya nda bisa tidur terus mikir, terus mikir hari ini kaya besok apa, hari ini miskin besok apa.Yang kaya jangan menghina orang miskin, yang miskin jangan mengiri orang kaya.Yang miskin jangan membenci orang kaya, yang kaya jangan mengejek orang miskin karena kita hanya menjadi tamu di dunia saja. Sekali lagi 50 tahun kemudian mungkin cucumu pengemis, jangan sombong. 50 tahun kemudian pembantumu, sopirmu, mungkin anaknya, keturunannya menjadi orang hebat. Dunia ini tidak menentu, tidak ada kekayaan yang lewat 3 generasi, fu kwei pu ku san tai (?), itu adalah satu pepatah Tionghoa.Generasi pertama mati-matian bekerja cari uang, jadi kaya. Banyak orang kaya sekarang waktu kecil miskin sekali, sudah kaya memanja anaknya ndausah sekolah, pakai seenaknya, kasih barang yang paling baik, nda usah berjuang maka generasi pertama tahunya cari uang, generasi kedua tahunya pakai uang, generasi ketiga tahunya minta-minta uang, ini pepatah, ini sesungguhnya. Saya kadang-kadang tanya anak saya, “Masih ada berapa banyak uang?””Masih sekian.” “Jadi masih cukup 3 bulan?” “Iya.” Terlalu enak. Ibu saya pada waktu muda membesarkan saya selalu tidak cukup 3 hari makan, dihitung-hitung hari ketiga sudah tidak ada makanan, lalu bersandar kepada Tuhan, pernah kaya tapi menjadi miskin lalu menjadi cukup lagi. Caranya Tuhan melatih sehingga saya melihat anak-anak saya sekarang anak saya terlalu enak, meskipun mereka dilatih untuk berjuang, kerja setengah mati tetapi masih terlalu enak.

Saya masih ingat pada waktu saya umur 18 mengajar satu sekolah selesai naik sepeda pergi mengajar sekolah yang lain sampai malam jam 10, di tengah-tengah perjalanan menuju sekolah yang lain hujan keras seluruh badan basah lalu tidak bisa pulang lalu musti masuk kelas lagi. Saya berusaha cari tempat yang angin besar untuk dikeringkan, tidak tahu sakit tidak sakit, akhirnya sesudah begitu masuk kelas masih basah. Dengan begini bertahun-tahun menjadi orang yang pernah mengetahui kesusahan. Itu sebab kalau sekarang saya membantu orang lain, saya membantu dengan cara sukacita, membantu dengan tidak dikasih tahu sama orang lain, membantu supaya orang lain itu juga tidak rasa dihina, inilah ajaran Alkitab. Jangan lupa lakukan kebajikan dan memberi bantuan! Memberi bantuan dengan persaudaraan, memberi bantuan dengan pertolongan kepada saudara kita, setulang, sedaging, memberi bantuan dengan sukarela, inilah korban kepada Tuhan. Dan saya berkata kepada Saudara justru di dalam Ibrani begitu banyak bicara mengenai korban korban korban tetapi di dalam pasal ke-13, 3 macam korban yaitu korban syukur, kedua, korban berbuat baik, dan ketiga, korban memberi bantuan kepada orang lain.

Poin yang terakhir, membantu siapa? Kita harus membantu siapa? Apakah membantu semua orang? Apakah membantu semua kesulitan, membantu semua orang yang perlu? Pertama tidak mungkin, kedua tidak perlu, ketiga tidak baik. Kita melakukan kebajikan bukan untuk semua orang, kita membantu bukan bantu semua orang, asal miskin dibantu, asal kesulitan dibantu, asal ada perlu dibantu, tidak! Kalau kita hanya tahunya bantu bantu bantu, pada satu pihak kita melakukan kebajikan, tetapi karena tidak berbijaksana di dalam membantu kita akan merusak orang yang kita bantu, itu menjadi bahaya, itu menjadi sesuatu jerat yang merusak orang lain juga. Saudara-saudara yang malas tidak dibantu, yang berbuat jahat tidak dibantu, yang tidak melakukan kewajiban tidak dibantu, bantulah mereka yang rajin bekerja masih kurang, bantulah mereka yang berkeinginan tapi tidak mempunyai kemungkinan fisik, bantulah mereka yang mempunyai tanggungan lebih dari pada kesanggupan mereka setia kerja sampai mati. Saudara-saudara, tidak perlu membantu semua, tidak baik membantu semua, tidak mungkin membantu semua, karena kita semua terbatas.Uang yang kita miliki terbatas, kemungkinan kita bantu orang terbatas, kemungkinan kita mengetahui siapa yang perlu itu terbatas, sehingga dengan mata yang cerdik kita melihat siapa yang perlu sesudah itu kita betul-betul berdoa minta Tuhan memberikan kekuatan kepada kita, kita memakai dana, memakai uang yang terbatas untuk disalurkan kepada yang benar.

Saudara-saudara sekalian, jikalau anakmu adalah anak yang kurang ajar, tidak mau belajar tetapi terus menghamburkan uang, berhenti membantu dia, singkirkan, sisihkan uang, bantu anakmu yang menjadi rusak untuk membantu orang yang lebih perlu. Saya berkali-kali bicara sama anak saya, “Jikalau engkau tidak mau sekolah, tidak mau sungguh-sungguh studi, uang untuk engkau studi akan saya tahan untuk menolong orang yang pintar sekolah tapi tidak ada uang.Hak apa engkau boleh memakai uang sebanyaknya untuk studi tapi engkau tidak mau sekolah?” Saya berkhotbah di luar negeri, kepada banyak anak-anak yang belajar, di Indonesia beribu-ribu ratus ribu orang yang sekeluarga hanya hidup dengan berapa juta, engkau hak apa memakai ratusan juta di luar negeri hanya karena engkau anak orang kaya? Saya tahu ada anak yang berada di Boston setiap tahun dikirim 52.000 dollar, satu anak 52.000 dollar. Kemarin malam Pdt. Johanes Lilik telepon kepada saya, “Mungkin tahun depan saya akan pindah ke New Zealand”, saya tanya kenapa, “Karena dosen yang satu yang baik sekali ada di situ, dia seorang yang betul-betul Reformed dan baik.” “Alasan apa lagi?” “Karena di situ bisa lebih murah dan bisa lebih cepat saya dapat Ph.D.” “Sekolahnya bagus nda?” “Bagus sekali.” Saya bicara sama dia berapa banyak uang engkau harus pakai 1 tahun lalu engkau sekarang ada uang berapa. Ada orang yang susah payah kumpulkan uang untuk studi, ada orang dibantu cuma sebagian dia pikir setengah mati. Jangan kira kalau menjadi pendeta di sini nanti semua ditunjang 100% tidak, saya lihat belajarmu bagaimana, hatimu mau kembali dimana, betul-betul engkau bisa dipakai di sini lagi atau tidak, kalau tidak, tidak, kalau sudah betul fix saya tunjang penuh. Jikalau anak saya sendiri tidak mau sekolah, mau pakai uang banyak, saya tidak akan kirim karena engkau tidak sekolah dengan baik uang itu saya pakai untuk orang lain. Orang lain itu adalah orang, orang itu adalah anak Tuhan, orang itu mempunyai peta teladan dari Allah yang harus kita kasihi juga.

Saudara-saudara, jadi baik di gereja ini maupun di dalam institusi kita tidak akan menolong mereka hanya karena mereka miskin, harus ditolong tetapi mereka ditolong untuk berjuang, ditolong untuk belajar, ditolong untuk sungguh-sungguh berbanting tulang itu penting. Saudara-saudara, jangan karena kesulitan dan ketakutan ditipu sehingga engkau tidak menolong dan jangan karena menolong, menolong orang-orang yang tidak beres. Di Jakarta ada gereja yang mempunyai dana penginjilan, dana penginjilan tidak dipakai terus akhirnya beberapa majelis meninjau lapangan penginjilan pakai uang itu, pergi ke sini sana, pergi sini sana naik kapal terbang lalu uangnya dipakai untuk tinggal di hotel yang mewah, itu berdosa. Sampai hari ini sebagai pimpinanmu, saya pergi ke seluruh dunia tidak ambil uang kapal terbang dari gereja, saya sebagai hamba Tuhan saya sebisa mungkin pilih hotel yang murah, makan yang paling sederhana. Saudara-saudara, kita harus mempunyai jiwa bagaimana menahan diri, jiwa bagaimana menolong orang lain, jiwa bagaimana mengatur segala sesuatu karena ini korban, korban syukur, korban berbuat baik, korban memberi bantuan.

[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]