Jangan Memberhalakan Uang, 25 Juni 2023

Jangan Memberhalakan Uang

Vik. Nathanael Marvin

Yak. 5:1-6

 

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, manusia memang butuh uang untuk bisa hidup, tetapi manusia bukan butuh kaya raya supaya bisa hidup di bumi ini. Kita memang butuh uang, tapi kita tidak boleh diperbudak oleh uang, bahkan uang itu menjadi tujuan utama di dalam kehidupan kita, waktu kita bekerja sehari-hari atau melakukan aktivitas sehari-hari. Uang tidak boleh menjadi tujuan hidup kita, meskipun kita memang butuh uang. Uang tidak boleh kita cintai, meskipun kita membutuhkannya. Tapi, Tuhanlah yang harus kita cintai. Tujuan hidup kita harus jelas, yaitu memuliakan Tuhan dan menikmati selama-lamanya. Ketika tujuan utama ini jelas, jadi, uang itu bukan menjadi tujuan utama dalam hidup kita, kalau kita sudah tahu tujuan hidup kita yang jelas, yaitu harus menyembah Tuhan, memuliakan Tuhan, dan menikmati Tuhan selama-lamanya. Uang bukanlah menjadi tujuan utama dalam hidup kita. Tetapi uang bisa menjadi instrumen untuk menggenapkan tujuan utama di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Dengan uang, kita bisa memuliakan Tuhan. Dengan uang, kita bisa menikmati Tuhan.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, presiden ke-45 dari negara Amerika, yaitu siapa? Mungkin tidak banyak yang tahu ya. 45 presiden. Sekarang presiden yang ke-46. presiden yang ke-45 adalah Donald Trump. Negara Amerika sudah begitu lama berdiri, sudah begitu maju sampai bisa ada presiden 46 presiden. Bayangkan ya, 46 presiden! Indonesia, tahun depan baru memasuki periode beberapa presiden, tetapi kalau kita lihat sejarah Indonesia itu tokohnya itu presiden ada 8 nama. Ada 8 nama saja. Kita boleh terus berdoa untuk negara ini. Tetapi kita lihat ya, Donald Trump itu pernah membuat buku berjudul “The Art of the Deal” atau seni kesepakatan. Ia mempublikasikan bukunya tahun 1987. Waktu itu, saya belum eksis dalam bumi ini. Belum dilahirkan, 1987 ya. Tahun itu, Donald Trump membuat bukunya sudah eksis. Seperti itu ya. Dia jelaskan tentang pengalaman pribadinya. Bagaimana cara-cara menjadi pebisnis yang berhasil. The Art of the Deal. Seni bersepakat. Seni bekerja sama dengan orang. Seni menghasilkan uang bersama-sama. Mencari keuntungan. Siapa sih yang nggak suka uang? Nah, ini! Kalau mau cepat kaya, baca buku ini. Bercanda ya ini. Ya ini tentu Donald Trump menulis buku ini supaya banyak orang kaya raya, tapi kurang lebih ketika saya coba review-review lah ya, saya nggak baca bukunya ya. Harus baca buku-buku Momentum, teologi reformed, itu yang harus saya baca ya. Kalau buku untuk jadi kaya, nggak usah baca.

Tetapi saya kurang lebih tahu lah, apa sih inti dari tulisan dari Donald Trump di buku tersebut. Yaitu apa? Berani berpikir besar. Jangan suka putus asa. Harus menjadi golongan yang senang berjuang. Fighting spirit. Wah, ini nasehat seperti Pdt. Stephen Tong ya. Punya fighting spirit. Jangan golongan putih. Ada yang menyebut golongan putih. Golongan putih itu apa? Golput ya. Golongan putus asa. Jangan golongan putus asa. Kita harus golongan yang semangat. Ya, kita bisa katakan juga sih, kalau tahun depan kita memilih presiden, wakil presiden, jangan golongan putih ya, baik golongan putih beneran atau golongan putus asa. Jadi kita nggak milih lah. Semuanya jelek! Misalkan seperti itu ya. Lho, justru ada pilihan, kita pilih yang lebih kurang jelek di antara yang jelek. Gitu aja kan ya? Kalau memang ada yang bagus, ya kita pasti pilih itu. Tapi kalau di antara 3 yang jelek? Ya udah, pilih yang kurang lebih jelek dibandingkan yang lain. Sederhana. Golongan putih bukan pilihan bagi orang yang menjadi warga negara di negara tersebut. Nah kemudian, Bapak, Ibu, Saudara, punya niat yang besar. Tapi ini nasehatnya apa? Untuk menjadi besar dan kaya. Ya ini tentu ya. Ya itu perlu hati-hati. Tetapi prinsip dari buku tersebut, The Art of the Deal adalah giving the best in everything. Kita lakukan yang terbaik dalam segala sesuatu. Wah, ini seperti firman Tuhan. Sepertinya datang dari firman Tuhan, nasehat ini. Yaitu apa? “Lakukanlah segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Maka, kalau kita melakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia, kita akan giving the best. Kita akan memberikan yang terbaik.

Pada kenyataannya, mungkin kita tidak bisa jadi yang terbaik, tetapi arah hati, motivasi untuk memberikan yang terbaik harus kita miliki. Pikiran yang ideal. Sesuatu yang ideal itu harus kita kejar dulu. Meskipun kita tahu, pada kenyataannya kita nggak mungkin kok menjadi orang yang ideal, bumi ini menjadi ideal, atau semua pengharapan kita terkabul, tapi minimal kita punya konsep tersebut. Ingin yang terbaik. Nah, itu yang kita kejar. Sudah punya konsep yang ideal saja, hidup kita tidak bisa ideal, apalagi nggak punya konsep yang ideal. Justru harus mulai dari konsep yang ideal itu seperti apa. Cari di Alkitab. Cari di firman Tuhan. Misalnya ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bila kita sebagai orang tua punya motivasi atau komitmen seperti ini, yaitu “Saya ingin menjadi orang tua yang terbaik untuk anak-anak saya.” Minimal itu saja. Komitmen dulu. “saya ingin yang terbaik bagi anak-anak saya.” Cari jawabannya di dalam Alkitab. Kita sebagai suami dan istri pengen menjadi suami atau istri yang terbaik. Yang ideal itu seperti apa? Seperti Tuhan mau. Kita cari di Alkitab, terus kita mau mengerjakannya. Kita ingin menjadi seorang jemaat yang terbaik. Seperti apa jemaat yang terbaik itu? Kejar! Seorang hamba Tuhan yang terbaik. Giving the best in everything. Ini mindset yang perlu kita pikirkan dan kalau kita betul-betul pikirkan hal tersebut, segala sesuatu kita lakukan yang terbaik seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia, jawabannya apakah orang itu akan berhasil atau gagal? Ya paling tidak berhasil lah ya. Ia lakukan terbaik sesuai yang Tuhan berikan padanya, sesuai talenta yang Tuhan berikan. Berhasil! Meskipun dianggap orang juga mungkin tidak berhasil karena standar keberhasilan orang itu berbeda-beda.

Nah kemudian, Donald Trump pernah katakan bahwa “Saya telah menghabiskan 20 tahun pertama kehidupan kerja saya dalam membangun, mengumpulkan, dan menyelesaikan hal-hal yang dikatakan banyak orang tidak dapat dilakukan.” 20 tahun, dia kerja. Kerja untuk hal besar yang orang lain mengatakan, “Tidak bisa kamu lakukan!” Mungkin, salah satunya jadi presiden, atau menjadi orang yang kaya, pebisnis yang berhasil. Dia kerjakan selama 20 tahun. Dan dia melihat tantangan terbesar yang dilihat 20 tahun ke depan adalah bagaimana menemukan beberapa cara kreatif untuk mengembalikan sebagian dari apa yang telah dia dapatkan. Itu Donald Trump katakan ya. Yang saya maksudkan bukan berarti hanya uang, meskipun uang adalah bagian dari hal itu. Ketika sudah kerja 20 tahun, inginlah dapat kembaliannya. Maksudnya, kembali dari jerih payahnya, yaitu uang. Tapi dia katakan, “Saya tidak pernah terlalu tertarik pada uang. Saya tidak tertarik kepada bagaimana orang itu memberi, karena motivasi mereka itu jarang seperti yang kelihatan.” Orang memberi uang seperti itu ya. Motivasi mereka jarang seperti yang kelihatan dan hampir tidak pernah murni altruisme atau mengasihi sesama. Mungkin seperti itu ya. Kemudian, bagi Donald Trump berbuat sesuatu dan memberi waktu jauh lebih berharga daripada sekedar memberi uang. Dia katakan, berbuat sesuatu yang baik melalui uang, kemudian memberi waktu kepada orang lain atau memberi kesempatan kepada orang lain, jauh lebih berharga daripada uang.

Nah, saya cerita Donald Trump bukan berarti menasehati Bapak, Ibu sekalian, ”Ayo, beli bukunya!” Bukan ya. Atau, “Ayo, suka sama Donald Trump!” Bukan seperti itu, tetapi sedikit kisah tentang Donald Trump ini agar membuat kita bisa melihat ada perspektif lain dalam melihat harta atau uang bagi orang pada umumnya. Donald Trump Kristen. OK. Tapi nggak tahu, betul-betul Kristen nggak? Cuma, kalau kita lihat dalam posisi dia, dia itu bukan menomorsatukan uang. Dia memberi uang itu bukan yang utama, tetapi melakukan sesuatu dengan uang, memberi perhatian melalui uang, kemudian memberi waktu dan kesempatan kepada orang lain itu jauh lebih berharga daripada memberikan uang kepada orang lain. Itu dari sisi dia.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dari kisah singkat ini, kita bisa melihat bahwa hidup kita memang bukan sekedar materi saja. Baik uang, harta, makanan, dan minuman. Hidup itu jauh lebih besar dan jauh lebih indah daripada kita melihat nilai uang saja atau harta yang kita miliki. Hidup manusia seharusnya hidup di dalam kerajaan Allah. Kita konsepnya dari Alkitab justru kita harus hidup di dalam kerajaan Allah. Memberikan orang kerajaan Allah itu jauh lebih mulia, jauh lebih indah dibandingkan memberikan uang, seperti itu ya. Alkitab katakan, sebab kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus. Jadi, kita konsepnya lebih tinggi lagi dibandingkan hal-hal yang materi, yaitu bicara soal kingdom of God. Soal kebenaran dari Allah Bapa, damai sejahtera dari Yesus Kristus, dan juga sukacita dari Roh Kudus. Uang bukanlah segalanya. Ada yang lebih berharga daripada uang, yaitu soal menggunakan waktu dengan bijaksana. Yaitu soal bagaimana pencarian hidup kita itu dengan baik, dengan benar, yaitu mencari kerajaan Allah, bukan cari-cari uang terus dalam hidup kita. Maka, lagu sekolah Minggu itu mengingatkan kita ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, “Apa yang dicari orang? Uang, uang, uang.” Bukan Tuhan. Bukan kerajaan Tuhan. “Apa yang dicari Tuhan? Orang, orang, orang.” Jiwa manusia. Nah, pernahkah kita memikirkan, bahwa di dalam kehidupan kita, kita itu harus cari jiwa, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Atau harus cari uang? Uang harus dicari. Betul, karena kita butuh uang untuk bisa hidup, tetapi yang lebih besar dan lebih indah adalah mencari kerajaan Allah. Bagaimana kita bisa menaati firman Tuhan, mencari jiwa yang terhilang, mengajak orang ke gereja, mengasihi orang yang membutuhkan, bahkan juga menolong mereka yang dalam kebutuhan. They are in needs. Mereka dalam kebutuhan. Itu yang kita berikan, kita tolong, kita lakukan.

Nah, inilah yang melatarbelakangi nasehat Yakobus bahwa, “Hai orang-orang kaya, jangan terikat dan terjebak dalam uang atau hartamu.“ Justru harus bersikap benar terhadap uang, harta, dan kekayaan yang Tuhan berikan. Kamu sudah kaya. Kaya, betul. Entah kekayaan itu dari mana. Entah dari warisan orang tua, entah dari bisnis orang tua, atau kamu kejar sendiri dari nol, kamu berusaha, akhirnya bisa menjadi kaya. Kurang lebih seperti itu ya. Atau bahkan ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini adalah kekayaan yang berdosa. Yaitu apa? Kaya dari ketidakjujuran. Di dalam renungan voices from the past kemarin ini ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu kalau kita menerima kecukupan, kekayaan, atau providensi Allah dalam materi itu karena ketidakjujuran atau korupsi, itu bukanlah hal yang baik, atau itu sedang menyangkali providensi Allah. Kita sedang memuja setan ketika kita mendapatkan kecukupan, tapi dari hasil yang tidak jujur. Itu pemujaan kepada setan. Keras sekali. Dan siap-siap, neraka di depan kamu. Itu yang dikatakan oleh para penulis puritan itu. Wah, mengerikan ya. Nah maka dari itu, orang yang kaya, dia sudah kaya, maka harus ngapain? Harus menggunakan uang dengan bijaksana. Yakobus memberi perhatian lebih kepada orang-orang yang kaya. Karena apa? Karena orang-orang kaya banyak sekali godaan dari kekayaan tersebut. Ya, jadi nasehat kepada orang kaya biasanya lebih keras. Karena apa? Godaan untuk melakukan dosa cukup banyak. Ya, mungkin lebih bervariasi dibandingkan orang yang miskin, seperti itu ya. Nasehat Yakobus ini tentu untuk semua orang yang memiliki harta, supaya tidak terikat dan kecanduan, terjebak di dalam harta kekayaan, tetapi lebih khusus kepada orang kaya. Dan bukan saja kepada orang kaya pada umumnya, sebenarnya nasehat Yakobus ini kepada orang kaya yang sudah terjebak atau terikat pada kekayaannya sendiri. Maka, nasehat Yakobus itu begitu keras di dalam perikop yang tadi baru saja sudah kita baca. Jadi, orang-orang yang kaya, tapi cinta akan uang. Nah, inilah menjadi nasehat khusus dari Yakobus.

Pdt. Stephen Tong pernah memberi nasehat bahwa orang Kristen boleh kaya, tetapi bahkan harus kaya. Hanya saja, kaya tapi tidak cinta akan uang. Kayanya untuk apa dulu? Untuk memuliakan Allah? Ya bagus! Kamu kejar kekayaan untuk bisa memuliakan Allah. No problem. Kekayaan sendiri, harta sendiri itu sifatnya baik. Itu adalah berkat Allah, kalau memang betul-betul dari Allah. Kalau kita mendapatkan kekayaan dari dosa, korupsi, mencuri, berbohong, nah itu ya, itu sedang menyangkali providensi Tuhan. Menyangkali pemeliharaan Tuhan atas hidup kita. Jadi, tidak ada yang salah menjadi kaya, tetapi yang salah adalah menuruti godaan dari kekayaan itu. Jadi, tujuan, motivasi kita memiliki kekayaan itu perlu benar. Untuk apa dulu? Jangan sampai kita menjadi kaya karena cinta akan uang. Jadilah kaya karena tidak cinta akan uang. Jadilah kaya karena cinta akan Tuhan, maka mau menggunakan seluruh kapasitas hidup yang Tuhan berikan kepada saya untuk bisa memuliakan Tuhan dan termasuk menjadi orang yang kaya. Nggak semua harus menjadi kaya, nggak semua juga harus miskin ya, tetapi kita lakukan kapasitas kita di hadapan Tuhan. Nah maka dari itu, kita tidak boleh punya sifat atau hasrat cinta akan uang. Itu hati-hati. Nah, nasehat kepada orang-orang kaya, kamu sudah melihat kekayaan, kamu sudah bergaul dengan kekayaan, godaan terbesarmu adalah apa? Kamu cinta kepada kekayaan itu. Kamu cinta kepada kekayaan itu sudah mulai awal dari kejatuhan.

Dapat dikatakan bahwa harta atau kekayaan atau uang sebenarnya berhala yang paling favorit ya di seluruh kehidupan manusia. Ya kan? Orang semua butuh uang. Karena butuh, jadi suka. Kalau tidak butuh, ya mungkin tidak suka ya. Tapi karena butuh uang, akhirnya itu bisa menjadi berhala. Hati kita diikat oleh berhala dan ciri-ciri berhala adalah berhala itu menghalangi kita untuk datang kepada Tuhan. Kita tidak bisa mengenal Allah lebih jelas karena ada berhala di depan kita. Yakobus memperingati orang-orang kaya atau disebut sebagai yang lebih jelas ya adalah para pemilik tanah. Pada waktu itu, orang kaya identik dengan orang yang punya banyak tanah. Yakobus mengatakan, “Jadi sekarang kamu, hai orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu.” Orang-orang yang kaya yang cinta akan uang. Ini lebih tepat. Bagaimana mungkin kalau orang yang kaya itu sudah sungguh-sungguh, sudah takut akan Tuhan, disuruh nangis? Ngapain ya? Tapi kalau orang kaya sudah cinta akan uang, nah itu disuruh menangis dan merataplah. Karena apa? Dikatakan, “Sengsara yang akan menimpa kamu.” Ini adalah seperti nubuatan juga. Ya, Yakobus mengatakan demikian. Supaya apa? Orang yang kaya, yang cinta akan uang itu berhati-hati. Jangan cinta akan uang atau kekayaan.

John Calvin mengatakan bahwa bagian ini bukanlah suatu seruan agar orang kaya tersebut itu bertobat. Bukan, “Ayo, bertobat! Jangan cinta akan uang!” Bukan sekedar itu sebenarnya pada mulanya, tetapi yang dimaksudkan Yakobus, John Calvin menafsirkan bahwa ini adalah ke arah “Celakalah!” Jadi, lebih ke menghakimi. “Kamu celaka lho, cinta akan uang! Kamu celaka lho, berpusatkan kepada uang, kekayaan di dalam kehidupan kamu sendiri! Kaya demi dirimu sendiri. Nanti pasti sengsara menimpa kamu. Ayo, sadarilah kamu itu sedang dalam kecelakaan! Sengsara sudah di depan mata. Kamu masih bebal dan cinta akan uang, kamu akan binasa di dalam berhalamu.” Itu dikatakan demikian oleh Yakobus. Maka dari itu, pertama-tama Yakobus katakan, “Ayo, bersedihlah! Kenapa sih kamu punya berhala lain selain harusnya menyembah kepada Tuhan saja, tapi kamu punya berhala menyembah kepada uang. Bersedihlah karena dosa-dosamu dan juga siap-siaplah terhadap konsekuensi dosa-dosamu. Tuhan bisa mendisiplin kamu yang berdosa. Tuhan juga bisa menghukum kamu yang berdosa, tetapi kamu pun bisa mendapatkan konsekuensi atas dosa-dosamu itu, atas perbuatan pemberhalaan kepada materi.

Dan jika kita bisa bersedih akan dosa-dosa kita, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita disebut sebagai orang yang berbahagia. Kalau kita sadar, ada berhala dalam hati kita, terus kita bersedih, kemudian kita sudah sadar itu salah, di situ Yesus katakan, berbahagialah kamu karena kamu itu poor in spirit. Kamu itu sedih akan kerohanian kamu yang tidak kaya, tidak melimpah. Kamu itu bersedihlah. Nah, di situ awal mulanya orang tersebut harus mulai berbahagia. Aneh ya? Paradoks. Kamu sedang bersedih karena kerohanian kamu, karena relasi kamu yang buruk dengan Tuhan, eh disuruh berbahagia! Jadi, ada kesedihan sekaligus bahagia di dalam Tuhan. Itu bercampur. Kita sedih terhadap dosa-dosa kita. Kita menyesal. Tapi di satu sisi, ini hal yang baik kok. Ini adalah persembahan hidup kita kepada Tuhan. Kita bersukacita. Berbahagialah karena mereka yang empunya kerajaan Allah. Yesus sendiri katakan, “Berbahagialah orang-orang yang miskin di hadapan Allah.” poor in spirit, yang sedih kan. Tetapi kamulah yang empunya kerajaan Allah. Dari situ, ada kebahagiaan, ada penghiburan, ada sukacita. Setelah menyadari bahwa dirinya betapa sedih dan sengsara, barulah mula-mula muncul pertobatan. Jadi, dimulai dengan hati yang hancur. Nah, itu persembahan yang pertama yang harus kita berikan kepada Tuhan. Bukan uang dulu, bukan kekayaan, bukan tenaga, bukan waktu kita dulu. Ada persembahan yang jauh lebih besar yang kita bisa berikan kepada Tuhan, yaitu apa? Hati yang hancur, hati yang patah, hati yang sedih karena menyadari dosa-dosa kita. Menyadari penyembahan berhala kita. Di situ, kita persembahkan hati yang hancur kepada Tuhan. Tuhan senang. Tuhan akan memberikan pertobatan. Tuhan memberikan penghiburan dan bahagia. Di situlah baru muncul pertobatan. Kalau disuruh bertobat, bertobat! Nggak sedih-sedih, nggak menyesal-menyesal, nggak sadar-sadar akan dosanya. Ya nggak bisa! Itu hanya pertobatan perilaku, tapi hatinya tidak berubah. Itu hanya perubahan perilaku saja dari buruk jadi baik, tapi tidak ada sungguh-sungguh pertobatan yang dari hati sendiri.

Maka dari itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, jangan sampai kita pikir kita itu sudah menyembah Yesus Kristus dengan setia, tapi ternyata ada berhala yang lain. Alkitab mengatakan, kita nggak bisa seperti itu. Kalau kita masih ada berhala yang lain, ada Tuhan Yesus, kita nggak mungkin menyembah Yesus. Itu menyembah berhala. Pilihannya cuma 2 ya, Tuhan Yesus atau berhala ya. Mamon. Kalau menyembah dua-duanya, Yesus katakan, kamu akan membenci yang satu dan mengasihi yang lain. Berarti pilihannya adalah kamu itu menyembah Yesus yang membenci berhala. Mamon. Tapi kalau kamu bilang, “Saya menyembah Yesus, tapi saya juga cinta akan uang.” Itu kamu cinta akan uang, bukan cinta akan Yesus Kristus. Itu Alkitab sendiri mengatakan demikian.

Perkataan Yakobus seperti perkataan Yesus Kristus dalam Lukas 6:20-26. Mari kita sama-sama baca, Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya. Lukas 6:20-26. Nah, ini adalah bicara tentang ucapan bahagia dan juga peringatan gitu ya. “Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.”  Yang Yesus katakan adalah sebuah peringatan, teguran, dan juga anjuran kepada orang-orang yang memiliki 2 jenis kehidupan ini ya. Kalau dikatakan yang bagian pertama, berbahagialah kamu. Ayo berbahagia, meskipun kamu menderita, kamu dikucilkan karena iman kamu, kamu susah waktu menaati firman Tuhan, kamu susah waktu ke gereja, mendengarkan firman Tuhan mungkin berat, tetap kamu harus berbahagia karena itu yang dikehendaki Allah. Tetapi, kamu itu celaka. Kamu itu dalam kondisi celaka, kalau kamu mengandalkan kekayaan kamu. Kamu sudah mendapatkan penghiburan dari kekayaan kamu sehingga kamu melupakan Tuhan, maka celakalah hidupmu yang tidak berpusat kepada Tuhan. Nah, pada bagian ini kita bisa melihat Allah yang menghakimi. Allah yang menghakimi adalah Allah yang menghukum dan mendisiplin mereka yang berdosa, tetapi juga Allah yang menghakimi adalah Allah yang memberkati mereka yang taat. Ketika Tuhan melihat orang tersebut layak untuk diberkati, dikatakan, “berbahagialah”, tetapi ketika Tuhan melihat orang itu begitu jahat, begitu menyembah berhala, Allah katakan, “celakalah.”  Tuhan itu Allah yang adil. Allah yang menghakimi dengan adil. Yang berdosa, sedihlah. Yang taat, berbahagialah. Jangan kebalikannya ya. Yang berdosa bahagia, sukacita. Yang taat, aduh menderita, sedih gitu ya. Jangan! Kita kalau sudah taat, harus punya sukacita, harus punya semangat. Karena apa? Anugerah dari Tuhan. Penyertaan dari Tuhan. Itu yang perlu kita lakukan.

Lalu di ayat 2 sampai 3, Yakobus menjelaskan tentang sengsaranya orang-orang yang berpusat pada kekayaan. Di ayat 2 sampai 3 itu menjelaskan bahwa kamu kalau sudah cinta akan uang, apalagi kamu orang-orang kaya, apa yang terjadi pada hidupmu? Kekayaanmu sudah membusuk. Pakaianmu telah dimakan ngengat. Itu dikatakan demikian. Sudah membusuk. Berarti sudah mengalami kebusukan, tetapi masih ada kekayaan. Pakaianmu telah dimakan ngengat. Ya sia-sia! Kekayaan pada zaman itu tidak selalu uang, emas, perak, seperti itu ya, tetapi juga gandum, jagung, makanan yang bisa disimpan dalam waktu lama. Itu disimpan. Dan akhirnya kekayaan itu kalau disimpan, nggak dibagikan, sudah mau expired gitu ya. Disimpan-simpan ya membusuk. Sia-sia. Kekayaanmu itu sudah membusuk. Kalau kamu cinta akan uang, “Ah nggak, ini punya saya! Orang lain nggak boleh mendapatkannya!” Akhirnya membusuk. Pakaian disimpan di lemari. Begitu banyak disimpan begitu saja. Satu minggu kita pakai pakaian itu berapa sih? Ya disimpan-simpan terus, akhirnya jamuran, ngengat, mungkin ada binatang-binatang yang bisa memakan pakaian tersebut, kain tersebut, kayak gitu ya. Emas dan perak, itu juga bisa menjadi alat investasi pada zaman itu, tetapi Yakobus katakan bahwa emas dan perakmu itu sudah berkarat. Ya meskipun kita tahu, emas itu tidak bisa berkarat, tapi maksudnya adalah betul-betul sia-sia. Kita banyak investasi emas, perak, itu pun tidak digunakan dengan baik, bijaksana ya akhirnya sia-sia. Percuma. Kalau sudah karatan kan percuma, tidak bisa digunakan dengan baik, kotor, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api akan menjadi sia-sia. Intinya adalah bila hidup berpusat pada kekayaan, maka mendapatkan kecelakaan. Yang pasti kecelakaan di dalam apa yang dimiliki, maupun di dalam hatinya sendiri.

Intinya, orang harus cinta akan Tuhan, jangan cinta akan uang. Justru cinta akan uang tidak memperoleh kedamaian dari Tuhan, tapi orang yang cinta akan Tuhan, dia akan memperoleh damai sejahtera dari Yesus Kristus. Ini masalah hati. Kembali ya. Yakobus menasehati para pembacanya itu. “Ayo, tiliklah hatimu!” Ada berhala lain nggak? Ada berhala-berhala yang begitu banyak? Cuma jumlahnya berapa? Coba teliti baik-baik. Atau kamu betul-betul hanya menuhankan Yesus Kristus? Kalau sudah menuhankan Yesus Kristus, bagus! Puji Tuhan! Kamu akan mendapatkan kedamaian. Tetapi kalau orang itu cinta akan uang, justru akan kehilangan manfaat dari apa yang bisa diberikan kekayaan. Tetapi kalau kita cinta akan Yesus sungguh-sungguh, uang sedikit pun, itu bisa jadi berkat yang besar karena kita cinta Yesus sungguh-sungguh.

Saya ingat kisah seorang janda miskin yang sudah tua ya. Ketika semua orang memberikan persembahan yang banyak-banyak, bunyi koin yang begitu limpah, yang sengaja dikerasin jatuhnya supaya krincing! Begitu ya. Tapi, janda yang miskin ini cuma kasih ya cuma 2 keping perak gitu ya. Sederhana. Dua dinar ya. Pokoknya, jumlah yang sangat kecil. Tapi Tuhan katakan, ”Ini persembahan yang paling besar.” Paling berharga. Tuhan Yesus katakan demikian. Kenapa? Dia cinta Tuhan sepenuh hati. Dia nggak cinta akan uang. Ketika dia mempersembahkan 2 koin itu ya. Dia harus berpuasa 2 hari, atau sehari. Karena apa? Cintanya akan Tuhan. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, beberapa waktu lalu, banyak berita juga ya yang seperti ini, yaitu seorang warga di Solo mengalami kesedihan karena uang kertas yang ditabung dalam celengan plastik ternyata dimakan oleh rayap. Ya itu mungkin kita dengar juga bukan hanya warga di Solo, tapi juga warga di tempat lain ya. Terus, mereka ingin menukarkan uangnya ke Bank Indonesia, tapi Bank Indonesia sendiri ada syarat menukarkan uang. Ya nggak bisa, uang yang betul-betul rusak itu ditukarkan. Nggak bisa. Akhirnya, kemana? Hilang. Uang itu hilang karena dimakan rayap. Dikatakan dalam berita tersebut, uangnya sudah ditabung sekitar 2.5 tahun. Menabung uang 2.5 tahun itu cukup lama ya, sampai 50 juta, kemudian lenyap begitu saja. Dia seorang pekerja biasa. Dia menabung sebulan berarti saya hitung-hitung ya Bapak, Ibu, Saudara, kalau 2.5 tahun dapat 50 juta, berarti sebulan itu 1,6 juta. Ya dia menabung. Ini bukan berarti kita lihat dia, kemudian kita menghakimi bahwa dia cinta akan uang ketika dia menabung, terus hilang uangnya karena rayap. Bukan ya. Namanya menabung itu sah-sah saja, bahkan harus. Apalagi kalau kita lihat background dari seorang bapak ini yang menabung 2.5 tahun, sedikit demi sedikit. Yaitu tujuannya apa? Tujuannya sangat mulia. Ya ini mulia dalam konteks mereka. Yaitu supaya bisa apa? Bisa umroh. Ya ziarah. Umroh itu ziarah ke Mekkah. Sifatnya rohani banget. Menabung untuk ziarah rohani. Karena bagi mereka, umroh itu bisa menghapus dosa, umroh itu bisa memperoleh ketenangan hati, umroh itu meningkatkan iman dan ketakwaan. Umroh juga bisa doanya dikabulkan ya dan juga bahkan ya, umroh itu bisa memperoleh surga. Maka, semangat ya nabungnya. Nabung untuk hal-hal yang seperti itu.

Nah point-nya Bapak, Ibu, Saudara sekalian adalah harta kekayaan itu bisa lenyap dimakan rayap atau ngengat. Itu betul seperti yang Alkitab katakan, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” Kalau orang-orang di luar sana yang belum mengenal Yesus tapi hatinya itu ingin mengumpulkan harta di sorga, ingin mendapatkan sorga bahkan, apalagi harusnya orang Kristen. Orang Kristen sudah mendapatkan sorga lho, tapi hatinya masih duniawi. Kita lebih kalah daripada orang-orang yang belum kenal Yesus Kristus. Jangan-jangan kita belum kenal Yesus Kristus, bayangkan ya! Karena kita sudah dapat sorga, sudah dapat Yesus Kristus, sudah tahu dunia ini diciptakan bukan tercipta sendiri, masih kita suka sama materi, cinta akan uang. Itu bahaya sekali. Itu dosa besar sekali.

Di Persekutuan Pemuda di GRII Solo kemarin, itu saya membahas tentang mujizat. Apa sih mujizat yang terbesar yang pernah Allah kerjakan di dalam bumi ini? Biasanya kita akan berpikir, “Oh kebangkitan orang mati.” Kemudian apa? Yang sakit sembuh. Yang sembuh sakit mujizat bukan ya? Yang sehat sakit mujizat bukan ya? Atau kutukan ya? Bisa juga, bingung-bingung. Itu mujizat atau gimana? Efek dosa itu memang sakit dan kematian. Tapi kemudian kita pikirkan lagi Bapak, Ibu, Saudara sekalian, sebenarnya dunia ini pun dimulai dengan mujizat, namanya creation. Itu salah satu mujizat terbesar di seluruh dunia, yaitu namanya penciptaan. Dari tidak ada menjadi tidak ada. Dan yang terbesar yang selanjutnya adalah orang yang rohaninya mati kemudian bangkit. Itu adalah mujizat terbesar. Kalau kita sudah menerima 2 mujizat ini, kita percaya penciptaan dan juga percaya Yesus Kristus, perlu cari mujizat apa lagi sih dalam hidup kita? Orang mati bangkit itu tidak lebih besar daripada rohani kita mati kemudian bisa kenal Tuhan yang sejati. Orang mati bangkit? OK itu memang besar, bagaimana orang yang sudah mati kemudian bangkit. Tapi mujizat yang besar itu adalah bicara soal penciptaan dan juga regenerasi. Creation and regeneration. Itu adalah sudah mujizat terbesar dalam hidup kita. Maka dari itu orang Kristen tidak harus cari-cari mujizat, karena mujizat terbesar sudah kita terima. Bukan berarti kita menolak mujizat ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Mujizat itu adalah suatu hal yang bertentangan dengan hukum alam tapi Tuhan bekerja akhirnya kita terima. Tentu itu semua mujizat yang baik. Tapi kita tidak boleh mencintai mujizat lebih daripada Tuhan-nya sendiri. Tuhan yang memberikan mujizat.

Maka sebagai orang Kristen kita harus menabung hal-hal sorgawi, bukan hal-hal duniawi. Nabung uang boleh, sangat boleh untuk persiapan ke depan, menghadapi masa depan. Tetapi jangan lupa juga menabung hal-hal sorgawi. Itu yang jauh lebih utama dibandingkan menabung hal-hal materi di bumi ini. Lakukanlah hal yang bersifat kekal, yaitu kebenaran firman Tuhan. Ketika kita melakukan kebenaran firman Tuhan, firman Tuhan itu kekal. Di situlah kita menabung harga sorgawi di sorga. Lalu nanti waktu kita sudah tabung, kumpulkan harta di sorga, upahnya apa sih? Apa yang kita dapat? Waktu kita masuk sorga, kita tanya Tuhan, “Tuhan, mana tabunganku? Tabunganku apa sih yang aku dapatkan di sorga itu?” Tidak ada yang tahu persisnya apa yang Tuhan akan berikan kepada kita di sorga, upah apa, tetapi yang pasti ada upah. Para teolog mendefinisikan atau mengartikan upah itu apa sih? “Upahmu besar di sorga” kaya gitu kan ya. Biasanya kalau pelayanan, “Wah saya dapat apa?” Becandain ya, “Habis pelayanan dapat apa sih saya?” gitu. Kemudian orang itu mengatakan, “Upah! Upahmu besar di sorga!” Nggak dapat apa-apa maksudnya di bumi ini. Kemudian apa sih upahnya itu? Para teolog sudah memikirkan upah yang kita dapatkan di sorga adalah apa? Pujian dari Tuhan. Itu bisa berbeda-beda. Kemudian sukacita ketika bertemu dengan Tuhan. Mungkin bisa berbeda-beda juga. Yang pasti kita nggak bisa iri hati, karena iri hati adalah dosa di sorga. Tapi intinya ada perbedaan, masa orang Kristen yang membunuh dengan tidak membunuh sama-sama masuk sorga upahnya sama? Itu tidak adil. Orang Kristen yang membunuh dan tidak membunuh upahnya harusnya lebih kecil yang membunuh, pernah membunuh orang. Tapi orang Kristen yang takut akan Tuhan, sungguh-sungguh, upahnya betul-betul besar di sorga. Itu beda, entah itu pujiannya, sukacitanya, dan lain-lain ya. Tuhan bisa menyatakan keadilan-Nya di dalam upah yang Tuhan berikan.

Kemudian Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Yakobus menjelaskan 4 dosa yang dilakukan oleh orang yang kaya tapi cinta akan uang. Yang pertama apa? Kita bisa lihat ya di dalam perikop itu, yaitu dia hanya peduli urusan menimbun kekayaan pada hari-hari terkahir. Jadi sukanya itu cari uang, simpan. Sudah. Bahkan dia nggak gunakan lho ya. Dia cuma cari, simpan, cari, simpan. Pokoknya banyak, sudah selesai. Itu demi kepuasan diri saja. Padahal kalau kita sudah tahu menjelang hari-hari terakhir hidup kita, harusnya kita ngapain? Harusnya kita melakukan hal-hal yang bermanfaat, hal-hal yang bersifat kekal. Tetapi mengumpulkan harta di sini, dikatakan dia cuma mau menimbun harta kekayaan, padahal kehidupannya sudah cukup sehari-hari. Bahkan sudah cukup mungkin bertahun-tahun ke depan juga sudah cukup, tapi dia pengen terus timbun harta. Bukannya menjadi berkat dengan hartanya tersebut. Bahkan dia memuaskan hawa nafsu demi kesombongan karena punya banyak uang.

Di Alkitab, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang Farisi pernah disebut oleh Lukas sebagai hamba-hamba uang. Orang Farisi lho. Orang Farisi memangnya banyak uang? Nggak. Tapi orang yang nggak banyak uang pun bisa sebagai hamba uang. Karena apa? Sukanya ngumpulin uang, nggak suka berbagi. Sukanya mengumpulkan harta, terus disimpan baik-baik, terus puas. Punya banyak tabungan. Seperti itu saja ya. Dia dikatakan oleh Lukas hamba uang, bukan hamba Tuhan. itu betul-betul ya, kita harus memikirkan hati kita itu bagaimana. Di zaman akhir ini, janganlah sampai kita diperbudak oleh materi. Apalagi kalau kita tahu hidup kita tinggal sedikit lagi lah. Hidup kita sudah sedikit lagi, mau apa lagi sih? Mau cari uang terus? Simpan yang banyak, yang kaya, akhirnya ingin mendapatkan pujian dari orang, “Wah orang ini kaya raya”, apakah seperti itu? Ataukah yang mau diingat, “Orang ini melayani Tuhan dengan setia”?

Ada seorang pengurus di Semarang ya, beberapa tahun lalu meninggal dunia. Memang sudah cukup tua ya, sudah umur 70-an tahun. Apa sih yang diingat orang tentang kehidupannya? Saya sendiri ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, apa sih yang diingat ketika merenungkan tentang seorang pengurus GRII Semarang itu yang baru meninggal? Oh dia sudah tua, dia pernah sakit jantung tapi dia suka olahraga, dia suka jalan. Dan yang mendekati akhir hidupnya itu yang sering dia lakukan adalah suka jalan pagi kan, jalan pagi terus sambil dengar khotbah Pak Tong. Sudah jalan pagi sehat 1 jam, dengar 1 khotbah, selesai 1 jam. Sehat jasmani, sehat rohani. Kadang-kadang dia juga dengar khotbah itu sambil cukup keras, jadi orang-orang di sekitar juga mendengarkan suara khotbah. Dan itulah salah satu yang kita bisa wariskan kepada orang. Waktu kita lagi nge-gym, ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, lagi cardio, lari-lari, 1 jam, daripada dengerin lagu, dengerin khotbah. Sehat jasmani dan rohani. Itu mengumpulkan harta di sorga seperti itu ya.

Kemudian kemarin waktu PI Rumah Sakit di Solo, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, saya kunjungan kepada pasien ya, kemudian ada ibu mertuanya di sana. Ibu mertuanya cerita, ngobrol-ngobrol, dan dia mengatakan bahwa, “Saya sudah 59 tahun. Saya sudah pensiunan. Kegiatan saya ngapain aja? Yaitu sibuk-sibuk pelayanan saja. Sudah nggak ada kerjaan lagi. Sudah pensiun” – mungkin sudah dihidupi oleh anak-anaknya – “apa sih yang bisa saya lakukan? Cari uang lagi?” Anak-anak yang cari uang. Dia ngapain? Pelayanan. Sibuk di gereja, ini dan itu, pelayanan, melayani Tuhan. Dia sedang mengumpulkan harta di sorga dengan pelayanan yang dilakukan. Makin tua makin tahu bahwa harta itu tidak bisa kita bawa mati kok. Makin tua harusnya kita semakin bijaksana, sehingga bisa menggunakan waktu dengan maksimal untuk hal-hal yang kekal. Tetapi ini juga menjadi nasehat untuk kita yang masih muda. Justru masih muda, tekun, menekuni satu hal yang memang bisa memuliakan nama Tuhan. Salah satunya adalah di dalam gereja Tuhan. Semangat melayani, tekun. Ada kalanya kita mau melayani pun tidak bisa kok. Lho kalau kita bisa melayani kenapa kita tolak? Ada kalanya kita mau melayani, kita bisa, tapi kesempatan tidak ada. Nah lebih baik kan kita mumpung masih ada, kita bisa melayani dengan sungguh-sungguh.

Ada seseorang mengatakan definisi mengumpulkan harta di sorga yaitu apa? Yaitu melakukan apapun di bumi, yang pengaruhnya itu bertahan selamanya, dalam jangka waktu yang cukup lama. Melakukan apa pun di bumi yang pengaruhnya itu bertahan selamanya, kalau bisa itu lama di bumi ini. Maka ini adalah ciri-ciri orang yang berhati besar. hidup kita cuma 80 tahun, bagaimana apa yang kita perbuat itu bisa bertahan, mungkin, 80 x 8 tahun. Atau 80 x 2 tahun lah, 160 tahun kemudian masih bertahan. Salah satunya apa? Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita membuat sekolah, kita membuat institusi. Membangun gereja juga itu bertahan bisa puluhan tahun setelah kita meninggal ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian. GRII Yogyakarta sedang membangun gedung bernilai mungkin hampir 20 milyar ya, kira-kira. Pembangunan gedung gereja adalah salah satu mengumpulkan harta di sorga. Kenapa? Karena lewat gedung gereja yang kita bangun, kita dukung, dan orang-orang yang beribadah di dalam gedung gereja itu bisa kekal. Gedung gereja itu coba kita lihat, gedung gereja yang ada di Yogyakarta, ada gedung gereja yang mungkin sudah ratusan tahun, 200 tahun ada. Itu kan sifatnya apa? Mendekati kekal. Lama. Itu yang dimaksudkan kita mengumpulkan harta di sorga, yang sifatnya di bumi ini lama, tetapi juga berkenan kepada Tuhan di sorga. Maka bersyukurlah kalau kita boleh berbagian di dalam pembangunan rumah Tuhan. Ya itu sesuatu mengumpulkan harta di sorga.

Matthew Henry menulis bahwa manusia bersusah payah untuk menimbun kekayaan, dan kekayaan itu seperti tumpukan kotoran di ladang. Tidak ada gunanya maksud Matthew Henry. Kalau kita kumpulkan kekayaan, itu seperti mengumpulkan kotoran di ladang. Nah bagaimana kotoran di ladang itu bisa menjadi bermanfaat? Matthew Henry katakan disebarkan. Bukan disebarkan kotorannya ya, tapi sebarkan uangnya untuk pelayanan sosial, untuk sesama yang membutuhkan, bukan yang menginginkan ya. Karena banyak orang juga menginginkan pemberian orang lain. Kepada yang membutuhkan kita beri dengan murah hati. Kepada pelayanan sosial kita beri. Kepada gereja Tuhan, nggak masalah, kalau Tuhan gerakkan kita memberikan persembahan, berikan. Itu dosa pertama yang kaya yang cinta akan uang, yaitu peduli menimbun kekayaan pada hari-hari terakhir.

Yang kedua, yaitu apa? Menahan atau menekan upah para pekerjanya. Namanya juga para pemilik tanah ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Tanah saja dimiliki kok ya, begitu besar, banyak mungkin. Nah maka ada pekerja-pekerja yang menjaga tanah tersebuh, apalagi belum digunakan. Maka dari itu, si orang kaya ini, namanya cinta akan uang ya, dia kasih upah pegawainya itu sedikit saja. Di bawah UMR, kalau bisa gratis. Pokoknya nggak usah bayar, diperbudak. Apalagi zaman itu masih ada perbudakan. “Ya, kamu jadi budak saya, yang penting saya berikan makanan dan tempat tinggal cukup.” Nggak dikasih uang, nggak dikasih tambahan, bonus. Wah, kasihan dia sudah bekerja siang malam, dia punya keluarga sendiri, si majikannya tidak memikirkan kehidupan pegawainya, maka ini adalah sebuah perbuatan yang kejam, yang menindas orang-orang yang miskin memang. Namanya pegawai, namanya budak yang bisa cuma menjaga tanah, gitu ya, ya namanya miskin mereka. Mereka tidak dapat kesempatan banyak untuk bekerja yang lain, tetapi orang kaya itu malah memanfaatkan dengan seenaknya. Itu dikatakan orang kaya yang kejam. Mereka tidak peduli kepada orang yang marginal dan dengan sengaja menyengsarakan mereka. Sudah kerja puluhan tahun, gaji nggak naik. Terus kemudian waktunya dikasih gaji, sengaja ditelat-telatin biar pegawainya tahu, “Saya ini nggak kaya-kaya banget. Nggak bisa on time. Sudah ditelat-telatin.” Telat berapa minggu, setengah minggu. Bahkan ada juga yang memang memperbudak pegawai itu. Disuruh kerja berbulan-bulan nggak dikasih uang. Terus sudah, nggak ada uang, akhirnya ngambek kan pegawainya, pergi. Dia untung, dia nggak usah kasih uang. Bayangkan ya orang kaya itu bisa sangat kejam kepada orang-orang yang miskin, yang tidak punya uang. Bukannya harusnya murah hati ya sebagai orang kaya? Tapi malah makin pelit, makin tidak memberi. Kita belajar bahwa jika ada di antara kita sebagai pemimpin bisnis atau perusahaan, jangan sampai lah, minimal jangan telat membayar gaji pegawai atau menetapkan gaji lebih kecil dari seharusnya padahal kita mampu memberikannya.

Di dalam kitab Ulangan 24:14-15, mari kita baca, ini betul-betul teguran dari Tuhan sendiri. “Janganlah engkau memeras pekerja harian yang miskin dan menderita, baik ia saudaramu maupun seorang asing yang ada di negerimu, di dalam tempatmu. Pada hari itu juga haruslah engkau membayar upahnya sebelum matahari terbenam; ia mengharapkannya, karena ia orang miskin; supaya ia jangan berseru kepada Tuhan mengenai engkau dan hal itu menjadi dosa bagimu.” Doa orang yang ditindas itu malah bisa menjadi dosa orang yang menindasnya. Unik ya, dosanya ini unik. Dikatakan di kitab Ulangan 24:14-15, kalau orang yang ditindas berdoa kepada Tuhan, “Tuhan, majikan saya ini kejam, pelit minta ampun deh. Mati saja dia!” Sampai kaya gitu, si majikan itu juga berdosa di hadapan Tuhan. Ya si orang miskin juga berdosa kali ya, karena emosi, benci sama majikannya. Dua-duanya berdosa. Karena apa? Pengakuan si pegawai itu kalau memang tulus. Bukan memang menjelek-jelekkan majikannya, tapi tulus. Secara objective memang seharusnya begini dan begini, mungkin HAM juga mengaturnya, tapi tidak dilakukan. Nah itu merupakan dosa di hadapan Tuhan. Nah orang kaya perlu hati-hati.

Dosa yang ketiga, hidup berfoya-foya atau menceburkan diri kepada kesenangan duniawi. Ini seperti perumpamaan anak yang hilang ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Anak yang hilang itu serakah, dia cinta akan uang, minta warisan kepada orang tua sebelum orang tuanya mati. Dia ingin cinta akan uang, pergi berfoya-foya. habiskan uang, mabuk-mabukkan, hidup bebas. Dan akhirnya jatuh miskin. Anak yang hilang ini serakah, inilah dosa keserakahan. Orang kaya yang cinta akan uang bisa jatuh ke dalam dosa berfoya-foya atau materialisme. Orang yang tidak kaya juga sama, bisa juga berfoya-foya atau materialisme. Bahkan hamba Tuhan pun sama. Berdasarkan ayat ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian, maka seorang hamba Tuhan yang hidup mewah-mewahan, yang menghabiskan banyak uang untuk kepentingan dirinya sendiri pasti salah, pasti berdosa. Karena apa? Karena hamba Tuhan itu tidak boleh demikian, dan juga hamba Tuhan itu justru harus menunjukkan kemurahan hati kepada banyak orang. Para hamba Tuhan yang suka barang-barang ber-merk demi kesombongan diri misalkan ya, bukan demi seni, mengajarkan seni kepada orang lain, suka barang-barang yang mahal, suka transportasi yang mahal-mahal, suka dilayani dengan fasilitas bintang 5, dan lain-lain, itu hamba Tuhan yang berdosa. Tidak boleh hamba Tuhan demikian. Kita sudah juga melihat teladan dari Pdt. Stephen Tong ya, baju Pdt. Stephen Tong yang biasa aja, nggak mahal-mahal jas-nya. Kalau transportasi, itu pakai yang kelas nya bisnis saja sebisa mungkin. Tapi jemaatnya justru yang mungkin, ini demi kenyamanan, mungkin sedikit meningkat kelasnya. Tapi Pak Tong itu sederhana sekali. Karena apa? Seorang hamba Tuhan, dia itu kalau kaya pun nggak bisa kaya. Karena apa? Uang yang dia atur, maksudnya di dalam gereja itu kan dia mengatur, mengarahkan, anggap gerejanya kaya raya, banyak uang, dia bisa mengalokasikannya untuk pelayanan yang lain yang juga membutuhkan banyak uang. Maka bisa kaya gitu? Nggak bisa! Hamba Tuhan itu pasti tidak bisa kaya. Karena apa? Kalau dia kaya pun, dari persembahan orang, baik yayasan maupun gerejanya, dia akan alokasikan untuk yang lain; untuk pendidikan sekolah, untuk seni, untuk budaya, untuk rumah sakit. Nggak bisa kaya! Maka hamba Tuhan yang bisa kaya raya, yang mewah-mewahan pasti berdosa. Pasti! Karena berarti dia tidak mengalokasikan persembahan orang untuk kepentingan umum. Padahal itu firman Tuhan katakan. Pasti itu berdosa karena dia fokus kepada pribadi diri sendiri.

Bukan berarti hamba Tuhan nggak boleh memiliki fasilitas yang layak. Beda lho ya. Kalau presiden dikasih mobil Agya misalkan, layak gitu? Presiden lho mobilnya Agya. Nggak kan ya. Dikasih yang layak-layak, memang jabatannya demikian, dikasih yang layak. Nggak masalah kalau memang layak. Tapi kalau sudah berlebihan, hamba Tuhan harus punya jet pribadi. Nah itu kan berlebihan. Presiden saja kagak punya, hamba Tuhan mau punya jet pribadi, mau punya rumah mewah. Presiden saja nggak banyak seperti itu. Yang layak, itu beda ya. Yang layak, yang adil, dengan yang berlebihan. Itu nggak boleh berfoya-foya. Orang yang kaya, yang cinta akan uang harus, itu dosanya.

Dosa ke-empat, yang terakhir, yaitu bahkan orang yang kaya yang cinta akan uang bahkan membunuh orang-orang yang benar, yang baik. Dia rela membunuh polisi, misalkan, yang baik, demi kekayaan. Dia rela bunuh musuhnya, orang yang benar, orang yang baik. Rela membunuh. Bayangkan ini adalah dosa cinta akan uang. Dan apalagi dia kaya, dia bisa menggunakan uangnya untuk membuat hakim itu mati, polisi itu mati, hamba Tuhan itu celaka. Itu bisa lho ya. Itu orang kaya yang sudah terpikat hatinya akan uang, dan dia sudah terjebak. Maka 1 Timotius 6:10 mengatakan, “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” Maka dari itu doa dari firman Tuhan ini sangat menghibur kita. Tuhan, janganlah berikan aku kekayaan, sehingga aku melupakan Tuhan. Tuhan juga jangan berikan aku kemiskinan sehingga akhirnya aku melakukan dosa atau mencuri. Berikanlah makanan kami yang secukupnya. Tapi Tuhan bilang katakan, “Aku ingin kamu kaya!” ya jangan tolak. Tapi kalau Tuhan bilang, “Aku ingin kamu nya miskin kok.” Ya jangan tolak juga, terima juga. Baik kekayaan maupun kemiskinan yang datangnya dari Tuhan kita harus terima. Tetapi doa kita adalah berikanlah yang secukupnya untuk bisa hidup sehari-hari dan untuk bisa melayani Tuhan.

Terakhir, mari kita ikuti nasehat dari John Wesley. Itu adalah pendiri dari gereja Methodist Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Dia pernah berkata kalimat bagus sekali. “Gain all you can. Save all you can. Give all you can!Gain, save, give. “Dapatkan apapun yang kamu bisa dapatkan. Simpan apapun yang kamu bisa.” Ini hati-hati ya jangan seperti orang kaya yang cinta akan uang simpan doang. Tapi yang selanjutnya adalah “Give apapun yang kamu bisa berikan.” Coba berikan kepada Tuhan, kepada sesama. Terus John Wesley bisa memberikan kalimat itu prakteknya apa? Ini kan hamba Tuhan susahnya jadi hamba Tuhan kalau sudah khotbah bagus-bagus, benar semua, lihat hidupnya dulu. Kita pasang CCTV di dalam kehidupannya. Itu kalau jemaatnya yang terlalu ingin menghakimi ya. Tapi kalau kita lihat John Wesley melakukan apa yang dia berikan, semboyan itu. Gain all you can, save all you can, give all you can. Komitmen Wesley adalah dia salah satu orang yang konsisten sepanjang hidupnya. Waktu dia sebagai siswa di Oxford, dia hidup menghabiskan, ini nggak tahu ya berapa tepatnya, tapi dari data adalah dalam 1 tahun itu dia menghabiskan sebagai mahasiswa itu 28 pounds. Ketika penghasilannya meningkat menjadi 30 pounds setahun, akhirnya menjadi 120 pounds per tahun, dia terus hidup dengan 28 pounds yang sama. Coba kita lihat ini ya. Dia dalam 1 tahun pertama kehidupan siswanya dia dapat 30 pounds, income-nya ya. Nah living expense nya, biaya hidup sehari-hari itu dalam 1 tahun itu 28 pounds. Dia kasih 7% to the poor, yaitu 2 pounds di dalam 1 tahun. Nah second year, dia dapat penghasilan lebih banyak, 60 pounds. Living expense dia nggak nambah, dia tetap hidup itu 28 pounds saja, sederhana. Terus yang dia bisa berikan itu lebih banyak juga ya, daripada biaya hidup dalam 1 tahun itu, 32 pounds dia berikan. 53% to the poor. Tahun ketiga, meningkat lagi 90 pounds. Tahun keempat 120 pounds. Dia living expense nya tetap sama, 28 pounds dalam 1 tahun. Tetapi to the poor, dia kasih 92 pounds dalam 1 tahun, 77% dari apa yang dia dapatkan.

Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bagi John Wesley, perpuluhan itu nggak seberapa. Perjanjian Baru mengatakan bahwa persembahkanlah seluruh tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, yang berkenan kepada Tuhan. berarti persembahannya itu 100% harus untuk Tuhan. perpuluhan itu nggak seberapa, cuma 10% kok. Apakah 10% kita sudah bangga? “Sudah kasih 10% untuk Tuhan.” Tidak! Kita itu harusnya kasihnya 100%, tapi Tuhan kasih aturan supaya kamu yang berdosa, yang lemah ini tidak menjadi-jadi semakin parah pengaturan uang, 10% sudah bagus perpuluhan. Terus persembahan pun suka rela. Bahkan kita nggak ada aturan untuk seperti John Wesley, harus kasih to the poor. Kita nggak ada kan alokasi budget itu untuk orang-orang yang membutuhkan, yang miskin, ke panti asuhan. Mungkin kita nggak ada. Mungkin kita nggak pernah buat budget itu demikian. Kita budget-nya apa? Perpuluhan, persembahan, kebutuhan sehari-hari, kebutuhan ini dan itu. Sudah. Tetapi untuk sosial belum ada. Maka kita perlu ya terus menyempurnakan diri. Nah ini jadi pelajaran bagi kita saja. Bukan berarti kita harus seperti John Wesley, harus punya alokasi yang seperti itu, menyangkal diri luar biasa. Saya juga belajar, seiring berjalannya waktu, cobalah hidup itu secukupnya, sederhana. Makan itu secukupnya, sederhana. Bukan berarti penghasilan makin banyak, kita makin banyak juga biaya yang harus digunakan untuk kepuasan hidup kita. Sederhana saja.

Dia mengatakan ya, John Wesley mengatakan, kepada orang-orang, “Jika pada saat kematian aku, aku memiliki lebih dari 10 pounds saja, dalam kepemilikannya, maka silahkan panggil aku perampok.” Dia katakan demikian. “Kalau saya punya 10 pounds dalam saldo saya waktu saya mati, kamu boleh sebut aku perampok.” Wah ini hati yang bagaimana dai mengatur keuangan betul-betul untuk Tuhan. dia hamba Tuhan, dia biasa saja. Dia mungkin bukan hamba Tuhan yang bisa mendapatkan banyak uang juga. Tapi dia living expense nya biasa saja.

Mari Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita jangan sampai cinta akan uang. Jangan materialistik, jangan diperbudak oleh uang atau harta. Kita punya uang segini, “Ah beli ah, kan saya punya.” Bukan seperti itu. Kita gunakan untuk kemuliaan nama Tuhan. Boleh menikmati Tuhan lewat uang yang kita miliki, tapi jangan sampai menikmati uang itu sendiri demi diri kita sendiri. Kita gunakan uang dengan bijaksana untuk mengumpulkan harta di sorga. Kita sisihkan alokasinya dengan baik, bijaksana. Dan jangan menjadi orang-orang yang rela berbalik untuk melihat kekayaan dan mengambil kekayaan. Kita orientasinya adalah di dalam pilihan hidup kita semua ini adalah orientasinya uang. “Kalau itu lebih menguntungkan secara materi, saya pilih. Kalau tidak menguntungkan secara materi, saya tidak pilih.” Jangan berbalik karena uang! Nanti seperti istri Lot. Ketika istri Lot sudah meninggalkan Sodom dan Gomora, dia masih ingat kekayaan, harta benda dia masih tertinggal di Sodom dan Gomora kemudian dia berbalik karena uang. Bukan berbalik kepada Tuhan, dia berbalik karena uang. Pilihannya karena uang, uang, uang. Akhirnya dia mati menjadi tiang garam. Banyak orang-orang seperti itu juga ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, pilihan karena uang. Mungkin kita juga pelayanan itu yang penting hemat, jangan sampai rugi. Bukan soal itu, bukan soal uang. Kita memberikan pelayanan kepada Tuhan itu yang terbaik. Rugi pun, anggap memang rugi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu melayani di dalam gereja Tuhan atau dalam konteks pelayanan apa pun, kalau memang itu kehendak Tuhan ya sudah. Kan yang punya uang Tuhan kan, pekerjaan Tuhan, Tuhan yang ngatur juga. Kalau memang harus begitu, terpaksa begitu, ya sudah. Bagi kita rugi, bagi Tuhan nggak. Masalah uang bagi Tuhan itu begitu kecil, begitu sepele. Tapi masalah membersihkan hati kita dari cinta akan uang, ini yang susah, pergumulan mungkin seumur hidup ya. Tapi kiranya kita bisa terus mengalahkan godaan-godaan untuk cinta akan uang. Kita harus murni, kita tidak boleh cinta akan uang, tetapi kita cinta akan Yesus. Dan kemudian ketika ada godaan akan cinta akan uang, kita langsung tolak, kita menghindarinya. Kiranya kita boleh senantiasa bertumbuh menyikapi apa yang Tuhan percayakan pada kita. Mari kita sama-sama berdoa.

Bapa kami yang di sorga, terima kasih untuk nasehat dan juga peringatan kepada kami semua supaya kami tidak cinta akan uang melainkan kami seharusnya mencintai apa yang Tuhan cintai, mencintai Tuhan Yesus Kristus, mencintai pekerjaan Tuhan, mencintai firman Tuhan, mencintai hal-hal baik, perintah Tuhan dalam kehidupan kami. Supaya kami menjalani kehidupan kami di bumi ini kami bisa terus menyenangkan Tuhan. Tolonglah Tuhan, ampuni atas segala dosa-dosa, kelemahan kami, yang seringkali kami melupakan Tuhan atau lebih cinta hal lain selain Tuhan. Tolonglah kami supaya kami boleh bertumbuh dalam Tuhan saja. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami sudah berdoa. Amin (HSI)