Ef. 3: 14-20
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam Amsal ada satu kalimat, di mana dikatakan: “Hati manusia itu memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.” Apa yang dipikirkan oleh manusia, apa yang dirancang oleh manusia, apa yang dipikir manusia sebagai sesuatu yang bijaksana, yang baik, tetapi itu belum tentu adalah hal yang bijaksana, yang baik, yang dirancangkan Tuhan juga dalam kehidupan daripada diri kita. Seringkali dalam kehidupan kita itu, terjadi hal-hal yang berbeda dari harapan yang kita inginkan, yang kita ingin capai, atau ambisi yang kita ingin kejar dalam kehidupan kita. Sebabnya karena apa? Pertama, mungkin itu adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan rencana Allah atau rancangan Allah yang baik dalam kehidupan kita. Tetapi di sisi lain, hal itu juga mungkin diakibatkan oleh keadaan yang ada di sekitar kita, yang ada di dalam dosa, yaitu adanya kejahatan, adanya ketidakadilan, adanya kesulitan yang bisa menimpa kehidupan manusia, adanya penyakit, adanya sesuatu kebencian yang dialami oleh orang-orang Kristen, diakibatkan kita adalah orang yang percaya kepada Kristus dan kita berpegang kepada kebenaran. Semua itu adalah hal-hal yang bisa menimpa kehidupan kita sebagai orang-orang yang percaya, sebagai manusia yang hidup di dalam dunia ini. Nah di dalam keadaan seperti ini, kita biasanya akan mengalami satu pergumulan dalam kehidupan kita, satu tekanan yang berat yang menimpa hidup kita, yang tidak sesuai dengan harapan kita. Tetapi di dalam keadaan seperti ini, bagaimana kita bisa tetap hidup di dalam satu ketabahan, satu kekuatan, sebagai orang yang percaya, yang tidak melupakan iman, tidak melupakan firman Tuhan dan prinsip kebenarannya, dan tetap bisa hidup sebagai orang Kristen yang memuliakan nama Tuhan. Saya percaya di dalam Alkitab juga banyak contoh-contoh dari peristiwa-peristiwa di mana orang-orang yang dicatat memiliki rencana, planning tertentu, tetapi ternyata tidak terjadi seperti yang mereka kehendaki. Sehingga pada waktu mereka mengalami pergumulan itu, mereka mengalami satu kesulitan, mungkin satu kekecewaan, karena mereka belum bisa melihat apa yang menjadi rencana Tuhan di balik peristiwa yang mereka alami tersebut.
Misalnya peristiwa yang terjadi pada kehidupan daripada keluarga Naomi. Alkitab mencatat, pada waktu mereka hidup pada zaman itu, Hakim-hakim, terjadi kelaparan yang begitu hebat di negeri Israel, dan daerah Betlehem, Yehuda. Pada waktu mereka mengalami kekeringan yang begitu hebat itu, yang Naomi dan keluarganya, kelihatannya adalah orang-orang yang tidak terlampau bisa menerima keadaan tersebut. Mereka tahu, ketika Tuhan bekerja, menghukum atau memberikan kekeringan bagi bangsa Israel, itu berarti ada satu dosa yang tinggal di dalam kehidupan daripada orang-orang Israel. Dan Tuhan ingin mereka untuk mengalami pertobatan daripada dosa tersebut. Karena di zaman Hakim-hakim, itu mereka hidup sesuai dengan keinginan mereka sendiri, cara mereka sendiri yang mereka anggap itu adalah hal yang baik dan benar untuk dilakukan, dan tidak kembali kepada apa yang Tuhan kehendaki. Dan pada waktu Naomi dan keluarganya mengalami kelaparan yang begitu hebat, di antara orang-orang Israel yang lain, mereka kelihatannya tidak bisa menerima keadaan itu, mereka sulit hidup dalam kesulitan sehingga mereka kemudian memutuskan untuk pergi ke daerah Moab. Tujuannya untuk apa? Karena mereka merasa daerah Moab lebih diberkati, daerah Moab memiliki satu kehidupan yang lebih baik daripada di dalam Israel sendiri, di dalam Tanah Perjanjian. Di daerah Moab, mereka bisa memiliki satu kehidupan yang lebih nyaman, yang lebih mapan, yang lebih menyenangkan, yang bisa membawa kebahagiaan bagi kehidupan keluarga mereka. Sehingga akhirnya keluarga ini memutuskan untuk pergi ke daerah Moab dan tinggal di daerah Moab tersebut. Padahal kalau Bapak, Ibu pelajari dari silsilah yang dicatat di dalam Kitab Kejadian, Moab sebenarnya adalah satu bangsa yang dilahirkan dari keturunan Lot dan anak putrinya sendiri. Pernikahan antara Lot dengan anaknya melahirkan bangsa Moab tersebut.Dan akibat dari pernikahan ini, Tuhan menghukum keluarga dari keturunan Lot ini sehingga mereka tidak boleh masuk ke dalam umat perjanjian.
Tapi pada waktu Naomi, Elimelekh dan kedua anaknya mengalami satu kesulitan kelaparan dalam kehidupan, mereka memilih untuk pergi ke daerah Moab dan tinggal bersama-sama dengan orang Moab tersebut. Karena apa? Karena masalah materi dan mungkin karena kenyamanan hidup dan kebahagiaan hidup yang diukur daripada materi. Salah tidak? Kalau kita melihat daripada perjanjian Tuhan, mungkin kita bisa katakan: Ini salah! Sesuatu yang membuat mereka menolak untuk tinggal di dalam Tanah Perjanjian, lalu pergi ke dalam tanah lain yang bukan merupakan perjanjian daripada Tuhan Allah. Tapi dalam kehidupan kita, ada satu hal yang kita bisa petik juga. Seringkali dalam kehidupan kita, kita ditekan oleh keadaan yang begitu menyulitkan sekali. Mungkin ekonomi yang parah, pekerjaan yang tidak ada, sehingga itu mendesak kita untuk pergi dan berpindah mencari tempat lain yang lebih baik kelihatannya. Tapi kita tidak mempertimbangkan, bagaimana pertumbuhan rohani kita di tempat itu? Bagaimana pengenalan kita, ibadah kita kepada Tuhan Allah? Apakah itu ke tempat yang baru, tempat di mana kita mendapatkan uang yang baik, pekerjaan yang lebih layak, mungkin ekonomi yang bisa lebih baik itu, bisa memberkati kita – atau justru membuat kita berada di dalam kesulitan? Khususnya di dalam hal rohani.
Nah Saudara, pada waktu mereka pindah ke situ, harapan mereka kebahagiaan. Lalu apa yang terjadi? Alkitab bilang, mereka bukan mengalami satu kebahagiaan, apa yang mereka pikirkan dan rancangkan, ternyata menjadi satu musibah yang besar sekali dalam kehidupan Naomi. Suaminya meninggal, anak-anaknya meninggal, satu persatu, yang membuat Naomi hanya bisa tinggal bersama dua orang menantunya, yaitu Rut dan Orpah. Ini yang menjadi kehidupan Naomi. Jika pada waktu dia mengalami kesulitan itu, dia mengalami kesedihan itu, itu membuat dia melihat kembali ke dalam Tanah Perjanjian. Lalu pada waktu dia melihat kembali kepada Tanah Perjanjian, dia melihat Tuhan sudah mulai memberkati lagi Tanah Perjanjian tersebut, sehingga ia pulang dari tanah Moab menuju kepada Tanah Perjanjian, dengan membawa Rut bersama dengan diri dia.Bapak, Ibu yang dikasihi Tuhan, apakah rancangan Naomi adalah satu rancangan yang terjadi seperti yang dia inginkan? Apakah harapan kebahagiaan yang dia harapkan terjadi seperti keinginan yang dia inginkan? Saya percaya, di dalam pemikiran Naomi saat itu, dia tidak mendapatkan kebahagian itu, yang dia dapatkan adalah kepahitan di dalam kehidupan daripada diri dia. Karena itu dikatakan, “Jangan sebut aku lagi – Naomi, tapi panggilah aku dengan sebutan – Mara.” Karena betul-betul menyedihkan. Pergi satu keluarga, pulang seorang diri, membawa seorang anak, itupun bukan anak, itu adalah menantu sendiri. Tapi dalam keadaan seperti ini, dia tidak bisa melihat, bahwa anak ini ternyata adalah seorang yang akan dipakai oleh Tuhan untuk memberkati orang-orang Israel dengan satu keturunan daripada Yesus Kristus sendiri. Salah satu leluhur daripada Yesus Kristus, terlahir dari Rut yang menikah dengan Boas, yang akhirnya melahirkan cucunya yaitu Raja Daud. Dan akhirnya dari Raja Daud, itu melahirkan keturunan daripada Yesus Kristus.
Saudara, di antara setiap kegiatan kehidupan kita, anak-anak Tuhan, kita memiliki satu kehidupan yang belum tentu baik, apa yang kita rancangkan, apa yang kita rencanakan, belum tentu terjadi seperti apa yang kita harapkan. Ini mungkin dikarenakan kesalahan kita sendiri, perlawanan kita terhadap Tuhan, mungkin juga karena bukan kesalahan kita, tapi karena bencana Allah yang menimpa kita, atau orang-orang yang melakukan kejahatan dalam kehidupan kita seperti itu. Tapi pada waktu kita mengalami keadaan seperti ini, bagaimana kita bisa memiliki satu kekuatan, satu pengharapan, satu ketidakputusasaan di dalam keadaan yang sulit, yang menimpa kehidupan kita itu? Nah Paulus di bagian ini, itu mengatakan, bahwa apa yang bisa memberikan kita petunjuk, apa yang bisa menjadi kekuatan bagi kita untuk menghadapi segala situasi yang ada di luar daripada kontrol dan kemampuan kita untuk mengendalikan keadaan tersebut.
Nah salah satu dari beberapa poin yang dikatakan. Yang pertama adalah, pada waktu kita mengalami kesulitan itu, Paulus berkata, hal yang penting adalah bagaimana keadaan manusia rohani yang ada di dalam diri kita. Saudara, bagaimana keadaan manusia batiniah kita – itu menjadi satu dasar untuk kita memiliki kekuatan di dalam menghadapi keadaan sekitar kita yang tidak bisa kita kuasai atau kendalikan, atau kontrol dalam kehidupan kita. Karena itu Paulus dalam ayat yang ke-16 berdoa minta Tuhan memberikan kekuatan bagi manusia batiniah kita. Satu hal yang kita harus perhatikan, kekuatan manusia batiniah, keadaan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia rohani, itu bukan sesuatu yang bisa muncul dari diri kita sendiri. Alkitab menyatakan, itu semua adalah anugrah daripada Tuhan Allah di dalam kehidupan kita. Saudara kita harus ingat, manusia batiniah kita sebenarnya dalam keadaan yang mati sebelum kita ada di dalam Yesus Kristus. Manusia batiniah kita itu adalah manusia yang tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa merasakan, tidak bisa menjamah Tuhan dalam kehidupan kita. Saya bukan berkata bahwa manusia kita itu adalah secara tubuh, itu buta tuli tidak bisa merasakan indra perasa atau meraba atau menjamah seperti itu. Bukan seperti itu. Tetapi ketika kita berbicara mengenai manusia batiniah, Alkitab berkata, walaupun kita bisa melihat, walaupun kita bisa mendengar, semua organ kita dalam keadaan baik, walaupun kita bisa merasakan sesuatu, tetapi kita tidak bisa melihat, kita tetap tidak bisa mendengar, kita tetap tidak bisa menjamah Tuhan, atau kita tetap tidak bisa merasakan Tuhan dan menginginkan Tuhan di dalam kehidupan kita.
Saudara, ini adalah keadaan manusia yang mati rohani. Dari mati rohani, bukan berarti kita tidak punya agama. Manusia bisa memiliki agama di dalam keadaan mati rohani. Tetapi agama yang mereka miliki bukan adalah agama yang menyembah kepada Allah yang sejati, bukan menyembah kepada Allah yang benar, yang sungguh-sungguh mencipta alam semesta dan hidup daripada manusia. Alkitab menyatakan, manusia mencipta allahnya sendiri untuk beribadah kepada allah itu karena hatinya tidak mau Allah yang benar. Itu adalah keadaan daripada manusia yang mati secara rohani. Makanya Paulus berkata, “Kamu dahulu, seakan-akan beribadah kepada Tuhan tetapi sebenarnya kamu tidak memiliki Allah di dalam kehidupan.” Saudara, ini kenyataan yang bukan merupakan sudut pandang manusia tetapi merupakan sudut pandang Allah terhadap manusia yang sudah jatuh dalam dosa. Kita seringkali merasa terlalu confident, merasa kita adalah orang yang benar, kita beribadah kepada Allah dan menilai diri kita baik. Tapi Saudara, ingat penilaian itu bukan sepihak dari diri kita sendiri tapi penilaian yang benar adalah bagaimana Allah menilai kehidupan kita. Allah menilai apakah kita benar, Allah menilai apakah kita berbakti kepada Tuhan ataukah Allah menilai kita tidak berbakti dan hidup di dalam dosa dan perlawanan terhadap diri Tuhan. Karena itu kita butuh Kitab Suci untuk menuntun kehidupan kita, untuk menjadi satu cerminan melihat keadaan kita sesungguhnya itu seperti apa, apakah kita sudah menjadi orang yang hidup dengan Allah dalam kehidupan kita atau tidak memiliki Allah dalam kehidupan kita. Jadi Saudara, pada waktu kita mati rohani, kita bisa menjadi orang yang hidup secara rohani, kita bisa memiliki sifat-sifat rohani dalam kehidupan kita, kita bisa melihat kebenaran Allah, kita bisa merasakan kebenaran Allah, kita bisa menjamah Allah sendiri dan kita bisa hidup di dalam pimpinan Tuhan, itu semua adalah karunia Tuhan dalam kehidupan kita. Jangan pikir itu adalah sesuatu yang kita bisa capai dengan kekuatan sendiri. Makanya Paulus di dalam bagian ini berdoa meminta kepada Tuhan untuk memberikan kekuatan dari pada manusia batiniah yang kita miliki.
Saudara, sekali lagi saya mau katakan, ini bukan berbicara mengenai satu keadaan pertobatan dari orang tidak percaya menjadi orang yang percaya, karena pada waktu Paulus berdoa meminta suatu kekuatan batiniah bagi jemaat Efesus, memang di satu sisi kita bisa mengerti itu adalah sesuatu yang tidak mungkin dikerjakan oleh diri orang berdosa untuk bisa percaya dan datang kepada Allah yang sejati, tetapi ingat satu hal, pada waktu Paulus menulis surat kepada jemaat Efesus mereka bukan orang-orang tidak percaya, mereka adalah orang-orang yang sudah bertobat, mereka adalah orang-orang yang memiliki kasih kepada Kristus dan kasih kepada sesama orang percaya, mereka adalah orang-orang yang dikatakan sebagai orang-orang kudus, karena itu mereka adalah orang yang sudah menjadi orang Kristen dan hidup di dalam iman kepada Yesus Kristus. Lalu kenapa Paulus berdoa meminta Tuhan memberikan kekuatan batiniah di dalam kehidupan dari pada setiap orang percaya, maksudnya apa? Saya percaya kekuatan batiniah itu berbicara mengenai bagaimana Allah berkuasa dalam kehidupan kita untuk memimpin kehidupan kita sehingga kkta memiliki satu kehidupan yang sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki. Itu berarti di dalam kita menginginkan suatu kehidupan yang sesuai dengan keinginan Tuhan dan kehendak Tuhan, kita butuh bisa melihat kebenaran dari pada Tuhan, kita butuh bisa menyadari bahwa ini adalah satu kebenaran yang mutlak, yang tidak bisa ditawar-menawar, yang harus kita taati dalam kehidupan kita. Dan untuk bisa mengerti kebenaran itu kita butuh relasi yang makin mendalam dengan Tuhan Allah. Tanpa ada suatu relasi yang dekat, tanpa ada suatu persekutuan yang dekat dengan Tuhan Allah maka kita tidak mungkin bisa melihat pada setiap kata-kata firman Tuhan sebagai suatu kebenaran dalam kehidupan kita. Saudara, untuk bisa melihat itu sebagai suatu kebenaran kita butuh karunia dari Tuhan Allah, untuk bisa menjadikan Tuhan itu Pemimpin dalam kehidupan kita, kita betul-betul menyerahkan kehidupan kita keseluruhannya ke dalam tangan pimpinan Tuhan, pimpinan dari pada Roh Kudus dalam kehidupan kita, kita butuh bisa melihat bahwa ini semua adalah suatu kebenaran dan apa yang Tuhan rencanakan dalam kehidupan kita pasti adalah suatu rencana yang baik.
Saudara, tadi saya ada kutip, di dalam kehidupan dari pada Naomi tersebut. Menurut Bapak-Ibu, pada waktu Naomi pergi itu sesuatu yang baik atau tidak? Seperti kita pergi ke suatu tempat karena mungkin di dalam tempat kita berada sekarang ini tidak bisa memberikan suatu kehidupan yang cukup mapan, kita ingin cari sesuatu yang lebih baik lagi, itu baik atau tidak? Mungkin dalam pemikiran kita itu adalah baik, tetapi pada waktu kita pergi ternyata apa yang menjadi tempat baru tidak sesuai dengan harapan kita, itu sesuatu yang baik atau tidak? Harusnya kita melihat itu sebagai satu hal yang baik dalam kehidupan kita, bukan hal yang buruk. Allah tidak pernah mengekang kita untuk kebebasan dan kemauan kita, sesuatu yang baik, Allah tidak pernah menghambat kita untuk mencapai sesuatu yang baik, Allah pasti akan memberikan hal yang baik yang sungguh-sungguh baik bagi kehidupan kita, tetapi yang baik ini seringkali definisinya berbeda dengan definisi yang kita miliki. Jadi pada waktu Allah memberikan suatu kesulitan, kita mengalami suatu masalah, itu bukan berarti Allah ingin menjahati kita atau berlaku curang terhadap diri kita dan tidak ingin melihat kita hidup dalam bahagia, tapi justru Dia ingin melihat kita hidup di dalam suatu kebahagiaan yang sesunggguhnya maka Dia memberikan hal itu dalam kehidupan kita.
Nah Saudara, pada waktu kita menjalani kehidupan sebagai manusia batiniah itu, kita bisa melihat tidak ini sebagai suatu hal yang baik? Kita bisa melihat tidak pimpinan Tuhan pasti tidak mungkin bersalah dalam kehidupan kita? Itu semua adalah karunia Tuhan, tetapi ketika Tuhan karuniakan itu dalam kehidupan kita bukan berarti kita menjadi orang yang pasif, kita menjadi orang yang tidak perlu bertindak apapun untuk bisa bertumbuh di dalam kekuatan dari manusia batiniah ini. Saudara, kita perlu melatih kerohanian kita. Paulus berkata di dalam Surat Timotius, latihan jasmani itu adalah suatu latihan yang terbatas manfaatnya tetapi latihan ibadah itu lebih besar manfaatnya bagi kehidupan kita orang-orang percaya. Nah maksud latihan ibadah itu apa? Saya percaya latihan ibadah itu bukan hanya sesuatu yang bersifat “Oh saya puasa, saya mengekang diri, saya menyiksa diri, saya melakukan ritual-ritual keagamaan tertentu, saya melakukan suatu pemandian, saya melakukan meditasi dalam kehidupan saya,” bukan seperti itu, tetapi latihan di dalam mendekatkan diri kepada Tuhan supaya kita memiliki suatu kekuatan di dalam batiniah kita untuk bisa hidup sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki dan Tuhan pimpin dalam kehidupan kita. Itu membutuhkan perenungan akan firman, doa yang kita lakukan di hadapan Tuhan, dan bergaul dengan firman atau hidup taat kepada kebenaran firman tersebut. Saudara, ini menjadi kekuatan satu-satunya bagi manusia untuk bisa hidup di dalam menghadapi keadaan yang ada di luar kendali kita. Masalahnya kita bisa melihat itu atau tidak, dan Paulus berkata kita perlu memiliki kekuatan itu demi kita bisa menghadapi keadaan yang ada di sekitar kita. Itu yang pertama: jadilah engkau kuat di dalam manusia batiniah mu, aku minta kepada Tuhan untuk mengaruniakan itu kepada dirimu.
Hal yang kedua adalah untuk bisa memiliki kekuatan di dalam menghadapi kehidupan ini, yang tetap menjaga kemuliaan nama Tuhan dan kekudusan dari pada kehidupan kita, Paulus katakan dilihat dari apakah Kristus berdiam di dalam diri kita. Sekali lagi, ‘berdiamnya Kristus di dalam diri kita’ yang dimaksud Paulus bukan berbicara mengenai orang yang belum bertobat lalu percaya kepada Kristus dan Kristus diam dalam kehidupan kita. Kita di dalam dua minggu yang lalu telah melihat, berdiamnya Kristus di dalam diri kita itu berarti Tuhan diam secara terus menerus, di dalam bahasa aslinya, atau istilah lainnya adalah Tuhan nyaman tinggal di dalam hati kita, Tuhan senang tinggal di dalam hati kita dan Dia menjadikan hati kita sungguh-sungguh suatu rumah yang nyaman, yang menyenangkan, yang enak untuk ditinggali. Nah Saudara, ini adalah hal yang Alkitab seringkali kutip, baik itu di dalam Perjanjian Lama ataupun di dalam Perjanjian Baru. Dan ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus, jangan pikir bahwa kita secara otomatis akan membuat Tuhan senang tinggal di dalam diri kita, itu belum tentu. Di dalam Perjanjian Lama ada contoh seperti misalnya kehidupan dari pada Abraham dan Lot. Pada waktu Bapak-Ibu melihat kehidupan dari pada Abraham dan Lot, ada perbedaan yang besar dalam kehidupan mereka. Abraham dikatakan sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, Abraham dikatakan sebagai orang yang selalu taat kepada Tuhan, Abraham dikatakan sebagai orang yang begitu Allah berkata sesuatu dia langsung pegang perkataan Allah dan lakukan perkataan Allah dalam kehidupan dia, karena itu dia dikatakan sebagai bapa orang beriman.
Pada waktu Allah melihat Abraham, memanggil Abraham, lalu Allah kemudian suatu hari berjanji kepada Abraham Dia akan memberikan seorang anak bagi Abraham. Dan waktu itu, Alkitab mencatat, Allah sudah akan memberikan janji-Nya itu kepada Abraham. Pada waktu dia sudah tua, Sara sudah mati haid dan tidak mungkin memiliki seorang anak lagi, Alkitab mencatat Allah datang ke kemah Abraham dengan disertai dua orang malaikat. Pada waktu Allah datang disertai oleh dua orang malaikat ini, Abraham melihat kehadiran Allah, lalu dia menghampiri Tuhan dan kedua malaikat ini dan mengundang Tuhan dan malaikat datang ke kemahnya untuk dijamu makan bersama-sama. Nah pada waktu Tuhan datang, menerima tawaran itu, duduk di dalam kemah itu, makan bersama, berbicara, minum bersama, lalu disitulah Tuhan memberikan janji-Nya: “Tahun depan Abraham, kamu akan memiliki seorang anak laki-laki.” Nah Saudara, pada waktu Tuhan datang ke kemah Abraham tersebut Dia menjadi seorang Pribadi yang sendiri hadir di tengah-tengah umat-Nya ini, Dia sendiri tinggal di tengah-tengah umat-Nya. Dan kenapa Dia mau duduk makan? Karena Dia merasa nyaman untuk tinggal bersama dengan Abraham di dalam kemahnya tersebut.
Tapi Alkitab mencatat pada waktu hal itu terjadi ternyata Tuhan bukan hanya bertujuan untuk datang memberitahukan Abraham akan memiliki seorang anak, tapi juga dikatakan Tuhan datang bersama dua malaikat-Nya untuk melihat apakah Sodom-Gomora itu melakukan kejahatan seperti yang didengar oleh Tuhan Allah yang dikeluhkan oleh manusia. Sehingga pada waktu itu setelah Dia dijamu oleh Abraham, Allah kemudian pergi mau menuju Sodom-Gomora, untuk apa? Untuk melihat dosa-dosa tersebut. Dan di dalam perjalanan itu Allah kemudian dikatakan berhenti di tengah jalan dan berbicara kepada Abraham. Lalu yang pergi ke Sodom-Gomora itu siapa? Saudara, Alkitab tidak pernah mencatat yang pergi ke Sodom-Gomora itu Tuhan dengan kedua malaikat, tetapi yang pergi ke Sodom-Gomora hanya dua malaikat saja yang diutus oleh Tuhan Allah. Yang kemudian datang ke Sodom, lalu kemudian disambut oleh Lot pada waktu Lot melihat mereka. Sebenarnya malaikatpun tidak mau tinggal di rumah Lot, tetapi Lot memaksa untuk tinggal di rumahnya dan menginap semalam. Dari situlah kita bisa melihat kejahatan Sodom-Gomora yang begitu jahat sekali, termasuk di dalamnya adalah dosa homoseksual yang mereka lakukan dalam kehidupan mereka.
Saudara, pada waktu Tuhan lihat Abraham dengan Lot, Alkitab mencatat, dua-duanya adalah umat Tuhan, dua-duanya adalah orang benar. Di dalam Ibrani kita bisa melihat Lot dikatakan sebagai orang yang beriman, orang yang benar, Abraham juga orang yang benar. Tapi Saudara, pada waktu dua orang ini dikatakan sebagai orang benar, kenapa Abraham, Tuhan mau datang ke kemahnya sendiri, lalu duduk di situ makan bersama Abraham, tetapi kepada Lot, Tuhan tidak mau datang ke kemah dia sama sekali? Dia hanya mengutus malaikat-Nya untuk pergi ke sana dan tinggal dan memberi tahu Lot untuk pergi keluar dari pada Sodom Gomora karena Tuhan akan membinasakan Sodom dan Gomora. Saya percaya, keadaan kita sebagai anak Tuhan tidak menjamin Tuhan akan nyaman tinggal di dalam tubuh kita. Kalau dulu, kemah itu digambarkan sebagai satu tenda yang ada di luar diri di mana Tuhan tinggal bersama-sama dengan umat-Nya. Tetapi di dalam Perjanjian Baru, kemah itu, rumah itu adalah diri, pribadi dari pada orang-orang percaya. Saudara, pada waktu kita menjadi orang Kristen, orang yang percaya kepada Tuhan, apakah Tuhan nyaman untuk tinggal di dalam diri kita, di dalam hati kita, seperti halnya Tuhan nyaman tinggal duduk bersama-sama dengan Abraham, berbincang-bincang dengan Abraham, dan makan minum bersama-sama dengan Abraham? Atau Dia justru seperti dengan Lot yang Dia hanya utus malaikat-Nya untuk pergi dan menemani, tapi Dia sendiri tidak nyaman tinggal dengan Lot tersebut. Saudara, ini adalah satu realita yang bisa terjadi dalam kehidupan kita sebagai orang-orang yang percaya kepada Tuhan Allah.
Satu lagi peristiwa yang kita bisa lihat adalah, pada waktu Israel dibawa keluar dari Tanah Perjanjian, dari Mesir menuju kepada Tanah Perjanjian, di tengah jalan kita pernah tahu, Israel jatuh dalam dosa penyembahan anak lembu emas. Pada waktu mereka menyembah anak lembu emas, sebelum itu, siapa yang menuntun Israel keluar dari tanah Mesir? Allah sendiri yang menuntun Israel keluar dari tanah Mesir. Tapi pada waktu mereka jatuh dalam penyembahan lembu emas, apa yang terjadi dalam kehidupan Israel? Saat itu memang Allah begitu murka sehingga 3.000 orang mati pada hari itu juga. Tetapi yang lebih utama adalah, apa yang terjadi setelah peristiwa kematian daripada 3.000 orang dari pada orang Israel yang menyembah berhala itu? Alkitab mencatat, terjadi satu percakapan antara Allah dengan Musa, dan di dalam percakapan itu Allah berkata, “Aku memang akan memimpin bangsa Israel menuju kepada Tanah Perjanjian itu. Tetapi Musa, ketahuilah, Aku tidak akan berjalan di depan mereka sendiri untuk memimpin mereka menuju Tanah Perjanjian. Tapi Aku akan mengutus seorang malaikat-Ku untuk pergi menemani Israel pergi menuju Tanah Perjanjian tersebut.” Dan pada waktu mereka pergi dipimpin oleh malaikat, yang mereka alami adalah, mereka akan mengalahkan semua musuh yang akan mereka hadapi di tengah-tengah perjalanan itu, dan mereka sungguh-sungguh akan menduduki Tanah Perjanjian itu yang penuh dengan susu dan madu yang seperti Tuhan janjikan kepada Abraham, Ishak, dan Yakub. Pada waktu Musa mendengarkan perkataan Tuhan ini: “Aku tidak akan pergi bersama dengan bangsa ini, Aku akan menyuruh malaikat pergi dengan mereka, memimpin kalian,” Musa bilang apa? Saya pikir ini adalah doa yang sungguh-sungguh agung sekali ya, selain dari pada sebelumnya, Musa berkata, “Tuhan, lebih baik aku yang binasa dari pada Israel umat-Mu ini yang binasa.” Tapi Tuhan berkata kepada Musa, “siapa yang salah dia harus dihukum. Kamu tidak bersalah kepada Aku, maka namamu tidak akan dicoret dari pada kitab kehidupan.” Selain itu, pada waktu Musa melihat Tuhan tidak mau memimpin Bangsa Israel, Musa berkata apa kepada Tuhan? Musa bilang, “Tuhan, sekiranya aku mendapat perkenanan dari pada Engkau, tolong beri tahu siapa yang akan memimpin. Engkau tidak memberi tahu siapa yang akan memimpin, jangan suruh kami pergi berjalan menuju ke Tanah Perjanjian.” Lalu Tuhan berkata kepada Musa, “Aku memiliki perkenanan terhadap dirimu, Aku berkenan dan ingin memimpin dirimu.” Tapi Musa bilang apa? “Tuhan, seandainya kalau bukan Engkau sendiri yang memimpin kami untuk berjalan, jangan suruh kami pergi.”
Saudara, saya lihat ini juga satu doa yang begitu agung sekali dari seorang pemimpin. Pada waktu Tuhan berkata kepada Musa untuk memimpin, membimbing, kepada siapa Tuhan ingin memimpin dan membimbing? Kalimat yang muncul itu adalah kepada pribadi Musa, “Aku akan membimbing kamu.” Tapi Musa jawab apa? Kita buka aja ya, Keluaran 33:13-15, “Maka sekarang, jika aku kiranya mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, beritahukanlah kiranya jalan-Mu kepadaku, sehingga aku mengenal Engkau, supaya aku tetap mendapat kasih karunia di hadapan-Mu. Ingatlah, bahwa bangsa ini umat-Mu.” Lalu Ia berfirman: “Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu.” Berkatalah Musa kepada-Nya: “Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini.” Saudara, jawaban Musa bagaimana? Perkataan Tuhan bagaimana? Tuhan berkata seakan-akan Dia hanya ingin bimbing satu pribadi, tetapi Musa bilang,“Nggak, Kamu harus bimbing satu umat.” Saya percaya ini adalah satu tipologi daripada Yesus Kristus seorang diri yang akan mewakili seluruh umat. Tapi saya juga lihat, dibalik dari pada tindakan Musa, kita bisa mendapatkan satu prinsip seorang pemimpin yang baik atau gembala yang baik itu seperti apa. Dia bukan orang yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Dia bukan hanya orang yang memikirkan keuntungan diri, keselamatan diri sendiri, tetapi dia akan selalu memikirkan apa yang terbaik bagi domba-domba yang digembalakan keseluruhannya. Dan dia demi untuk domba itu dia rela untuk menyerahkan nyawanya sendiri demi untuk menggantikan posisi dari pada domba yang digembalakan. Itu adalah seorang gembala yang baik atau pemimpin yang baik. Jadi kalau menggunakan istilah Pak Tong:“pemimpin yang baik akan berdiri di depan ketika bahaya tiba, dan berdiri di belakang ketika berkat tiba. Tapi pemimpin yang tidak baik akan berdiri di depan ketika berkat tiba dan berdiri jauh-jauh ketika bahaya tiba.”
Saudara, Musa adalah seorang pemimpin yang begitu agung sekali dan begitu baik, dan begitu mencintai Bangsa Israel. Tapi pada waktu dia mencintai Bangsa Israel, apa yang dia minta bagi Bangsa Israel itu? Hal apa yang paling berharga yang dia minta bagi Bangsa Israel, karena begitu cintanya kepada Bangsa Israel? Apakah dia minta Tuhan, “biarkan Bangsa Israel itu menempati Tanah Perjanjian. Yang penting janji-Mu terjadi, bangsa Israel tinggal di dalam Tanah Perjanjian yang penuh dengan susu dan madu, semua musuh-musuhnya dikalahkan, mereka tidak akan mengalami musuh dalam hidup mereka, mereka tidak akan mengalami ancaman, mereka tidak akan mengalami satu hukuman, yang penting adalah mereka menikmati Tanah Perjanjian seperti yang Engkau janjikan,” seperti itu? Penuh dengan berkat?“Tuhan, siapa pun yang memimpin tidak masalah, yang penting Tanah Perjanjian menjadi milik mereka”? Atau Musa berkata, “Tuhan, memang itu satu hal, seperti yang Engkau janjikan. Tetapi kami tidak mungkin mau melangkah ke situ kalau Engkau sendiri tidak membimbing kami”? Saudara, kalau kita di dalam posisi Musa, kita akan pilih yang mana? Saudara bisa lihat perbedaannya. Kalau Tuhan tidak memimpin, apa yang terjadi? Kita buka sajalah, baca supaya ini bisa terlihat jelas ya. Kejadian 33:1-2,lalu ayat 5, “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Katakanlah kepada orang Israel: Kamu ini bangsa yang tegar tengkuk. Jika Aku berjalan di tengah-tengahmu sesaatpun, tentulah Aku akan membinasakan kamu. Oleh sebab itu, tanggalkanlah perhiasanmu, maka Aku akan melihat, apa yang akan Kulakukan kepadamu.”” Saudara bisa lihat, Tuhan bilang kepada Musa, “silahkan pergi, kamu akan Aku berikan semua yang menjadi janji-Ku kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, kamu akan memiliki Tanah Perjanjian, dan semua musuhmu akan dikalahkan. Tetapi Aku tidak akan berjalan di depanmu,” karena apa? “Kalau Aku jalan di depanmu maka Aku pasti akan marah terhadap dosa yang kamu lakukan sehingga Aku akan mendatangkan celaka atau hukuman kepada engkau.” Satu sisi, Tuhan janjikan itu. Di sisi lain, Musa waktu mendengar ini, dia nggak rela. Dia bilang, “Tuhan, tidak bisa, Kamu sendiri yang harus membimbing kami ke Tanah Perjanjian itu.” Tetapi kalau Tuhan membimbing Israel sendiri dan ada di tengah-tengah Israel, tinggal di tengah-tengah Israel, atau istilah lainnya, kalau Tuhan ingin nyaman di tengah-tengah Israel, apa yang akan terjadi? Pasti hukuman tiba kepada Israel, pasti ada hal-hal yang membuat Israel resah, gelisah, takut, khawatir dalam kehidupan mereka untuk melanggar apa yang menjadi hukum Tuhan dan kekudusan dari Tuhan Allah. Makanya di dalam catatan dari pada peristiwa sejak dari Gunung Sinai itu menuju kepada Tanah Perjanjian, satu generasi tidak ada satupun yang masuk ke dalam Tanah Perjanjian, karena apa? Karena Tuhan berjalan beserta dengan orang Israel dan ada di tengah-tengah orang Israel, hanya generasi kedua yang masuk ke dalam Tanah Perjanjian.
Saudara, kalau kita menjadi Musa kita milih yang mana? Ingin hidup ikut Tuhan dan penuh dengan berkat, tidak ada masalah dalam kehidupan, tetapi Tuhan tidak nyaman tinggal di dalam hati kita; atau ingin Tuhan nyaman tinggal di dalam hati kita tetapi hidup kita penuh dengan masalah dan kesulitan atau ujian, pilih yang mana? Susah ya pilih dua-duanya, antara itu. Saya pingin milih hidup enak, tidak ada sakit, tidak ada kesulitan, tapi Tuhan bersama dengan diri kita, begitu ya? Masalahnya Alkitab tidak pernah memberikan alternatif ketiga, tidak mungkin ada alternatif ketiga karena kita manusia berdosa, dosa itu membuat Tuhan tidak mungkin nyaman tinggal di dalam hati kita yang penuh dengan kebusukan. Saudara senang tidak tinggal di dalam rumah yang ada bau bangkai tikus? Pasti tidak senang, kita pasti ingin cari bangkai itu cepat-cepat bagaimana membuang bangkai itu, setelah dibuang tempatnyapun kita usap dengan obat atau pembersih yang membuat baunya itu hilang, satu detikpun tidak boleh ada bau yang busuk itu di dalam rumah kita. Kita tahu ini. Kalau Tuhan ingin tinggal di dalam hati kita yang berdosa, Dia yang kudus mau tidak Dia tinggal di dalam hati yang berdosa, yang tidak mau ada ketaatan, tidak ada suatu penyerahan diri ke dalam tangan Tuhan dan pimpinan Tuhan dalam kehidupan kita, kita masih ingin mengenakan mahkota kita sendiri dan tidak mau menyerahkan mahkota itu ke dalam tangan Tuhan? Pasti tidak mungkin Tuhan akan nyaman tinggal di dalam hati kita. Karena itu Saudara, kalau Tuhan ingin memimpin kita pasti ada masalah dengan hidup kita, pasti ada koreksi yang Tuhan lakukan dalam kehidupan kita, pasti ada pengikisan dari hal-hal, karakter yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi karakter Tuhan dan sifat Tuhan yang Tuhan ingin singkirkan dari kehidupan kita, seperti halnya yang terjadi dalam kehidupan orang Israel. Saudara, milih yang mana kalau cuma ada dua alternatif ini: Tuhan tidak tinggal nyaman tapi kita nyaman hidup, atau Tuhan tinggal nyaman tapi kita kurang nyaman hidup, pilih yang mana? Saya harap kita sebaggai anak-anak Tuhan mau melihat yang utama itu bukan berkat-Nya, yang utama itu bukan kita menerima segala sesuatu dalam hidup kita, tetapi yang utama itu adalah Pribadi Tuhan sendiri yang kita terima hidup dalam diri kita dan menerima keberadaan kita dan nyaman tinggal di dalam diri kita. Karena apa? Karena ini yang dikehendaki Tuhan dari anak-anak-Nya, dari kita. Dia ingin jadikan kita Tubuh-Nya, bait-Nya dan Dia tinggal bersama dengan kita supaya kehidupan kita sungguh-sungguh membawa suatu kemuliaan bagi nama Tuhan Allah. Saudara, saya harap kita sebagai anak-anak Tuhan melihat ini sebagai hal yang penting. Apa yang Musa doakan itu adalah hal yang terbaik bagi umat Tuhan. Apa yang Paulus doakan disini itu adalah hal yang terbaik bagi umat Tuhan. Apa yang Kristus rancangkan dalam kehidupan kita, ketidaknyamanan dalam kehidupan kita karena Dia tinggal nyaman dalam kehidupan kita, itu adalah hal yang terbaik dalam kehidupan kita. Kita harus bisa melihat itu semua. Dan bisa melihat itu bagaimana? Karena batin kita adalah batin yang kuat di hadapan Tuhan, manusia rohani kita adalah manusia yang bertumbuh di dalam kekuatan itu. itu yang kedua yang Paulus katakan.
Yang ketiga adalah terdapat di dalam ayat selanjutnya, di dalam ayat yang ke-17 dan 18, “sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih. Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus. Saudara, poin ketiga yang bisa membuat kita hidup di dalam suatu kebenaran yang kudus di hadapan Tuhan, yang membawa kemuliaan bagi nama Tuhan tetapi memiliki kekuatan untuk hidup menghadapi keadaan yang tidak menentu dalam kehidupan kita, adalah apakah kita berakar dan berdasar di dalam kasih Kristus atau tidak. Saudara, saya percaya ini adalah satu poin yang penting di dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen yang tidak boleh diabaikan tapi seringkali kita abaikan. Kita seringkali, walaupun hidup dan mengatakan diri kita telah menerima cinta kasih Tuhan dalam kehidupan kita, tapi umumnya kehidupan kita tidak pernah menyatakan cinta kasih Tuhan. Kita sulit untuk menyatakan cinta kasih Tuhan dalam kehidupan kita pada orang yang berbuat salah kepada kita atau orang yang menyakiti hati kita, mungkin juga terhadap pasangan kita sendiri. Saudara, padahal Alkitab bilang dasar orang Kristen dikatakan sebagai orang Kristen, pengikut dari Yesus Kristus, adalah apakah dia hidup di dalam cinta kasih atau tidak. Di dalam 1 Yohanes 4:8 ini dikatakan oleh rasul Yohanes ya, “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” Kalau kita ingin dikatakan sebagai orang yang mengenal Allah maka kita harus hidup bagaimana? Di dalam kasih. Kenapa kita harus hidup di dalam kasih? Karena Allah adalah kasih. Karakter Allah yang begitu menonjol sekali yang orang nyatakan adalah Allah adalah kasih, selain dari pada keadilan ya. Nah kalau Allah yang adalah kasih itu tinggal dalam diri kita, bagaimana sifat kita, apa yang menjadi karakter dasar yang harusnya kita nyatakan dalam kehidupan kita sebagai orang-orang Kristen? Saya percaya yang menjadi karakter dasar itu pasti adalah kasih, bukan kemarahan, bukan kebencian yang muncul, bukan penolakan, bukan keegoisan diri, tetapi kasih yang akan muncul dalam kehidupan kita. Ini adalah hal yang paling mendasar dan kita harus bertumbuh dan berakar dan mendasar di dalam hal kasih itu.
Dan bagaimana berakar dan mendasar di dalam kasih itu? Paulus berkata kita harus bertumbuh di dalam kasih baik itu di dalam panjang, lebar, tinggi, dan dalam menurut cinta kasih dari Tuhan Allah sendiri. Itu berarti, Saudara, kalau Tuhan Allah tinggal dalam diri kita yang adalah Allah kasih dimana kasih-Nya itu tidak terbatas dan tidak terukur maka salah satu ciri khas dari anak-anak Tuhan dia harus memiliki suatu cinta kasih yang tidak terbatas dan tidak terukur panjang, lebar, dalam, dan tingginya. Satu cinta kasih yang sulit untuk dipahami oleh manusia duniawi tetapi kita mengerti ini adalah cinta kasih Allah dalam kehidupan kita dan kita tahu ini adalah cinta kasih yang benar yang seharusnya kita miliki sebagai orang-orang percaya. Sulit tidak? Saudara, di dalam Tuhan tidak ada yang sulit, walaupun mungkin butuh pergumulan. Maksudnya, mungkin lebih tepat di dalam Tuhan kita pasti rela untuk menempuh sesuatu yang sulit. Karena apa? Kita lebih mencintai keberadaan Tuhan dan pribadi Tuhan sendiri yang ada di dalam kehidupan kita yang harus kita nyatakan karena kita mendapatkan cinta kasih itu daripada kesulitan, egoisme diri kita, yang tidak mau menyatakan cinta kasih kepada orang lain. Makanya di dalam Injil Matius, Petrus ketika datang kepada Yesus Kristus dan tanya kepada Dia, “Guru, berapa kali kami harus mengampuni?” Tuhan Yesus berkata, “70 x 7 kali.” 490 kali. Jadi mulai hari ini saya hitung, “Oh kamu buat salah sama saya,” dia datang minta ampun, “Satu, masih kurang 369 kali.” Dua kali dia datang, saya conteng satu lagi, “Oh, 368 kali lagi saya harus mengampuni.” Sampai akhirnya nol baru saya bilang, “Cukup, Tuhan bilang 70×7 maka saya tidak perlu mengampuni lagi.” Saya pikir itu bukan yang menjadi maksud Tuhan, tapi Tuhan mau mengatakan, “kamu harus mengampuni dengan begitu limpah, dengan begitu kaya, dan tidak terbatas.” Setiap kali orang bersalah padamu, datang meminta pengampunanmu, engkau harus mengampuni diri mereka. Harus mengampuni setiap kali mereka datang untuk meminta pengampunan. Kalau mereka tidak datang meminta pengampunan bagaimana, mengampuni tidak? Juga harus mengampuni ya, bukan tidak menngampuni. Orang tidak datang kepada kita itu bukan berarti kita boleh menyimpan dendam dan kebencian kepada orang tersebut, yang rugi nanti diri kita sendiri, seperti menyimpan bangkai dalam hati kita.
Saudara, karena jiwa kita, semangat kita, karakter kita itu adalah mengasihi bukan memusuhi orang, seperti Allah yang penuh dengan cinta kasih yang tinggal di dalam diri kita yang menyatakan cinta kasih-Nya kepada menusia berdosa itu betapa limpah dengan satu cinta kasih yang tidak mungkin dapat dimengerti oleh kemampuan pikiran manusia yang paling pintar sekalipun. Kalau saya merenungkan cinta kasih dari Tuhan Allah, sampai hari ini saya tetap tidak bisa mengerti kenapa Tuhan begitu besar dan mengasihi saya dengan mau mati di atas kayu salib. Siapa saya sehingga Tuhan mau begitu mengasihi diri saya? Saudara inilah cinta kasih Tuhan, lalu di dalam kita berelasi dengan orang lain bagaimana?Saya harap kita menjadi orang yang menyatakan cinta kasih dan bertumbuh di dalam cinta kasih yang tidak terbatas yang tidak mungkin kita bisa mengerti sepenuhnya, tapi kita tahu itu adalah satu kebenaran. Dan demi untuk bisa bertumbuh di dalam cinta kasih itu, Tuhan memberikan sarana, Tuhan memberikan satu wadah bagi diri kita. Pertama itu adalah mungkin persahabatan, persekutuan yang ada di antara orang percaya, ini menjadi sarana Tuhan untuk mendidik kita di dalam satu cinta kasih, seperti cinta kasih Tuhan yang Tuhan karuniakan bagi diri kita. Yang kedua adalah yang saya lihat sesuatu sarana yang khusus yang nggak mungkin ada tandingannya, saingannya, yang betul-betul Tuhan pakai untuk membentuk cinta kasih kita adalah keluarga, suami istri di dalam wadah pernikahan. Kenapa bisa begitu?
Sebelum saya masuk situ ya, saya ingin kutip sedikit dari perkataan doa Musa itu. Hidup kita sebagai orang Kristen bukanlah hidup yang bersifat personal untuk diri kita sendiri, Tuhan tidak pernah memanggil kita hanya untuk kepentingan diri kita dan keselamatan diri kita. Ingat doa Paulus, doa daripada Musa, Musa berdoa untuk keseluruhan umat.Saudara kita di panggil untuk ada di dalam jemaat, kita dipanggil untuk ada dalam satu komunitas daripada orang-orang Kristen. Karena apa? Karena Tuhan tidak pernah merancang kita untuk hidup secara personal untuk diri kita sendiri dengan Tuhan Allah saja, tapi kita harus bisa menyatakan berkat dan cinta kasih kita kepada orang Kristen yang lain di dalam satu komunitas, atau cinta kasih Tuhan melalui diri kita kepada satu komunitas itu. Makanya tadi saya katakan, salah satu sarana untuk membentuk cinta kasih adalah kalau kita ada di dalam satu persekutuan dengan orang-orang percaya. Pada waktu kita ada dalam persekutuan itu, dari situ ujian yang Tuhan berikan melalui karakter-karakter yang berbeda, sifat-sifat yang berbeda, yang saling tidak mau tunduk satu dengan yang lain, saling sepertinya mau mementingkan diri, ada ya bagian itu, tapi juga dari situ kita belajar untuk saling mengerti, saling sabar, saling mengasihi orang yang berbeda dengan diri kita. Kita harus belajar melihat persekutuan adalah satu alat Allah untuk membentuk cinta kasih, seperti cinta kasih Kristus yang ada di dalam kehidupan kita.
Tapi apa bedanya dengan pernikahan? Cinta kasih di dalam satu persekutuan, walaupun kita akrab dengan teman kita, tetap bisa putus kan? Kalau kita tidak setuju dengan dia, kita bisa ngomong, “ya sudah kalau tidak setuju, aku pergi kesitu, kamu pergi kesana, kita jalan masing-masing. Urus urusan kita sendiri-sendiri.” Nah ini yang seringkali terjadi dalam kehidupan orang Kristen dan persekutuan orang Kristen. Saudara, salah satu yang membuat saya sedih adalah kenapa kita tidak mau belajar untuk mengasihi saudara seiman kita yang ada di samping kita, depan, kiri, dan belakang kita? Karena ini adalah karakter Tuhan yang harus ada di dalam diri anak-anak Tuhan, tapi kita lebih suka berkata, “kamu bukan saudaraku, kamu tidak ada ikatan sama sekali dengan diriku, karena itu ya sudah silahkan kamu putusin hidupmu sendiri, saya putusin hidup saya sendiri, saya tidak perlu harus mengasihi kamu, kamu juga tidak harus mengasihi saya kok.” Lalu bagaimana kita bisa menyatakan cinta kasih Tuhan yang sudah kita terima, yang tidak terpikirkan itu?Dan bagaimana kita bisa menyatakan cinta kasih Tuhan kepada orang lain dan bertumbuh di dalam cinta kasih itu?Itu tidak mungkin. Jadi Saudara, saya ingatkan, kalau Saudara masih punya suatu kebencian terhadap seseorang, ingat suatu hari nanti Saudara akan ketemu orang itu di Sorga 24 jam sehari dan Saudara nggak bisa ngomong ‘saya membenci kamu.’Kalau kita ketemu dengan orang itu sendiri terus menerus, saya pikir kita akan malu dan sungkan sekali karena kita membenci dia terus menerus dalam dunia, kalau kita orang percaya yang masih orang pilihan. Tapi Alkitab berkata di dalam Yohanes, orang yang hidup di dalam kebencian, dia bukan hidup di dalam terang tapi justru hidup dalam kegelapan, masalahnya di situ. Jadi Saudara hidup dalam terang atau Saudara hidup dalam kegelapan ditandai dari bagaimana Saudara belajar mengasihi orang yang Saudara benci atau menyakiti hati daripada diri kita.
Yang kedua, sarana yang Tuhan berikan adalah pernikahan, kalau dari tadi kita bilang persahabatan itu bisa pisah bisa putus tapi pernikahan bagaimana? Allkitab berkata pernikahan itu tidak mungkin bisa diputuskan oleh manusia. Apa yang sudah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.Tapi kadang-kadang orang Kristen itu ya, keras hati, begitu keras, akhirnya memutuskan tetap mau cerai dengan pasangannya. Padahal Tuhan sebenarnya menggunakan pernikahan menjadi sarana membentuk cinta kasih kita untuk memiliki seperti cinta kasih Tuhan Allah. Saudara, kenapa yang sudah menikah, menikah? Atau kalau sudah mulai luntur, saya tanya yang baru mau menikah, atau baru menikah, kenapa Saudara memilih pasangan untuk menikah? Dasarnya karena apa? Cinta? Gitu ya? Saudara, sungguhkahSaudara mencintai pasangan Saudara? Yang baru nikah mungkin bilang, “iya sungguh saya mencintai pasangan,” gitu? Tapi Saudara, saya mau tanya lagi, apakah itu sungguh-sungguh merupakan cinta yang murni, yang tulus, yang tanpa imbalan sama sekali? Cinta yang tidak menuntut, apakah itu yang menjadi cinta kita, ketika kita menikah dengan pasangan kita? Rasanya begitu, tapi belum tentu kan? Kapan itu menjadi satu cinta kasih Allah yang agape yang diberikan dengan begitu limpah sekali, yang tanpa menuntut sesuatu “timbal balik”?Kapan cinta kasih itu menjadi suatu cinta kasih yang betul-betul kita berikan secara ikhlas, yang betul-betul murni cinta kasih kita kepada pasangan kita? Kapan itu terjadi? Kalau kita ada dalam masalah. Pada waktu pasangan kita membuat hati kita jengkel, pada waktu pasangan kita jatuh di dalam dosa, pada waktu pasangan kita seakan-akan mengingkari kesetiaannya dalam perjanjian pernikahan, komitmen pernikahan, Tuhan berkata:“kamu tidak bisa putus, kamu nggak bisa cerai.” Lalu solusinya apa? Kita belajar untuk mengampuni dan mengasihi pasangan kita kembali, kita belajar untuk menyatakan cinta kasih kita kepada mereka. Itu yang harusnya kita pupuk dalam kehidupan pernikahan. Kalau sama teman kita bisa bilang putus saja, tidak komunikasi dengan kamu tidak masalah, tapi dengan istri dan suami tidak bisa. Orang Kristen yang betul-betul baik, yang ingin hidup takut akan Tuhan, dia akan belajar untuk menjaga dan memelihara pernikahannya itu tetap utuh, apapun yang menjadi badai menimpa pernikahan mereka. Karena dia tahu inilah cara Allah untuk membentuk kerohanian dia, untuk memiliki cinta kasih Allah yang begitu panjang, lebar, tinggi dan dalam tersebut yang tidak terukur sama sekali. Saudara saya harap kita belajar membangun kehidupan keluarga Kristen yang sesuai dengan keluarga yang Tuhan inginkan. Saya harap kita membangun satu keluarga dengan satu cara pandang, bahwa keluarga kita selalu menjadi sarana Tuhan untuk mendidik kerohanian daripada diri kita. Kalau kita berkata, “kamu nggak aku cintai lagi, kamu menyakiti hatiku, lalu kita putus saja,” dimana cinta kasih Tuhan itu dalam kehidupan kita? Di mana pertumbuhan rohani, khususnya di dalam hal karakter Tuhan yang adalah kasih itu di dalam kehidupan kita? Kalau kita sendiri tidak pernah menghargai relasi pernikahan yang paling intim, yang paling dekat, yang paling erat itu, yang tidak bisa dikomparasikan dengan relasi yang lain dalam hal cinta kasih, mungkinkah kita bisa mencintai orang lain dalam kehidupan kita yang bukan merupakan suami atau istri kita? Saya bilang tidak mungkin. Bisa karena kita tidak punya relasi pribadi yang terlalu dekat dengan orang itu, tapi itu bukan cinta kasih yang telah teruji, itu belum teruji sama sekali.
Karena itu, kembali, Paulus berkata untuk bisa memiliki kekuatan di dalam menghadapi kehidupan badai kehidupan, kita perlu penuh di dalam cinta kasih Tuhan, dalam kehidupan kita. Coba lihat, pasangan yang penuh dengan cinta kasih, satu dengan yang lain, dengan cinta kasih yang tanpa syarat daripada Tuhan Allah itu, keluarga mereka akan baik nggak? Masalah bisa berlalu tidak? Masalah mungkin ada, tetapi masalah tidak akan pernah bisa menguasai kehidupan mereka, sehingga membuat mereka pecah, karena apa?Mereka dipenuhi dengan cinta kasih daripada Tuhan Allah. Makanya Paulus berkata kalau kita ingin hidup mengalahkan dunia, mengalahkan satu kehidupan yang penuh dengan badai dan tetap hidup menyatakan Tuhan dalam kehidupan kita, kita harus berakar dan mendasar di dalam kasih Tuhan Allah. Itu yang ketiga. Saya harus akhiri ditempat ini ya. Saya harap kita boleh memperhatikan apa yang Paulus ajarkan, dan kita juga boleh mulai memperhatikan dan mendoakan hal-hal tersebut dalam kehidupan kita sehingga kita boleh menjadi anak Tuhan yang sungguh membawa kemulian bagi nama Tuhan. Mari kita masuk ke dalam doa.
Kembali kami bersyukur untuk firman-Mu, kembali kami bersyukur untuk setiap kebenaran yang boleh engkau singkapkan bagi kami ya Bapa.Kembali kami bersyukur untuk melihat segala sesuatu hal yang boleh mengkoreksi kehidupan kami, dan kembali kami bersyukur untuk melihat bahwa cinta kasih-Mu, rancangan-Mu dalam kehidupan kami bukanlah satu rancangan yang jahat, bukan satu rancangan yang ingin menjatuhkan kami, atau menghancurkan diri kami, tapi satu rancangan yang membawa kami ke dalam satu kebahagian yang menurut kebahagiaan Tuhan, satu rancangan yang baik dalam kehidupan kami yang bersifat kekal, satu rancangan yang penuh dengan cinta kasih daripada diri Engkau sendiri. Kiranya Engkau boleh menolong kami untuk melihat kepada setiap kebenaran ini dan menghidupi kebenaran-Mu dan menghidupi kehidupan kami sebagai anak-anak-Mu yang dipenuhi dengan cinta kasih daripada Tuhan Allah sendiri. Terimakasih sekali lagi ya Bapa, kami mohon kiranya Engkau boleh menguduskan kehidupan kami, sehingga Engkau sendiri juga boleh nyaman tinggal di dalam hati kami melalui Roh Kudus-Mu yang Engkau berikan dalam kehidupan kami. Sekali kami serahkan waktu berikut ini hanya di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]