1 Yoh. 1:1-4
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, biasanya kalau kita masuk ke dalam momen Natal, kita berbicara mengenai fakta-fakta yang terjadi pada Hari Natal, yaitu kelahiran dari pada bayi Yesus Kristus. Tapi pagi ini saya mau ajak kita melihat kepada sesuatu yang lain yang berbicara mengenai makna Natal di dalam kehidupan kita; apa sesungguhnya arti natal itu menurut versi daripada 1 Yohanes 1:1-4; dan ini menjadi dasar, mungkin, kenapa setiap tahunnya ketika orang Kristen masuk ke dalam Bulan Desember maka gereja-gereja dan orang-orang Kristen itu biasanya bersukacita, bergembira, bahkan bisa merayakan suatu perayaan Natal dalam kehidupan kita. Apa yang mendasari semua itu dilakukan? Mengapa seorang bayi yang lahir dalam dunia dari keluarga yang miskin yang tidak memiliki kekayaan apa pun, orang tuanya bekerja sebagai seorang tukang kayu, dan bahkan ketika lahir ke dalam dunia, masyarakat yang ada di Betlehem menolak Dia, dan Dia harus lahir di dalam kandang domba; dan bukan hanya di kandang domba, untuk baringkan Dia saja tidak punya tempat yang cukup baik sehingga harus dibaringkan di dalam palungan tempat makanan hewan; itu menjadi bayi yang selalu kita peringati setiap tahun dan mungkin bahkan dikatakan mayoritas dunia itu memperingati hari kelahiran dari pada bayi Yesus ini, apa yang membuat kelahiran bayi ini begitu istimewa, bahkan lebih istimewa daripada semua kelahiran anak-anak yang ada di dalam dunia ini? Nah ini yang menjadi pembahasan yang akan kita lihat, yang membuat, mungkin saya harap, suatu gambaran mengenai Hari Natal, makna Natal, itu boleh menjadi sesuatu yang kita hidupi dalam kehidupan kita. Karena apa? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya lihat banyak sekali orang Kristen sekarang ketika masuk ke dalam Hari Natal, yang diingat itu mungkin bukan mayoritas mengenai apa yang sudah dilakukan Allah bagi kita di dalam Kristus, tetapi yang menjadi tokoh utama yang selalu disebarkan dan lebih populer daripada Yesus Kristus adalah Santa Clause. Jadi di mana-mana kalau kita dengar lagu Natal bukan lagu-lagu mengenai kelahiran Kristus dalam dunia, tetapi Santa is coming to town; itu yang diberitakan. Ketika kita datang melihat kehidupan Natal yang dilihat adalah tokoh orang yang berpakaian merah dan putih dengan tubuh yang gemuk dengan bawa kain karung yang berisi, apa ini, hadiah yang banyak untuk dibagikan kepada orang-orang, seakan-akan dia merupakan orang yang begitu baik hati, orang yang suka memperhatikan orang lain, dan membagi-bagikan hadiah sehingga makna natal yang sesungguhnya dari pada Kristus datang ke dalam dunia itu sepertinya menjadi agak kabur atau bahkan terkesampingkan daripada berita natal itu sendiri yang seharusnya disampaikan pada tanggal 25 Desember. Memang 25 Desember bukan hari kelahiran Kristus, tapi kita menjadikan itu sebagai suatu hari untuk memperingati kalau Yesus pernah lahir di dalam dunia ini.
Nah Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apa makna Natal sesungguhnya? Kenapa orang Kristen itu begitu meriah sekali di dalam menyambut bulan Desember? Apa sesungguhnya kepentingan dari pada kelahiran Kristus yang kita peringati setiap tahunnya dalam kehidupan kita? Nah di dalam perikop ini saya lihat ada 3 hal yang paling tidak yang harus kita renungkan. Pertama adalah, berita natal itu menyatakan kalau keselamatan dan hidup kekal yang kita miliki itu bukan sesuatu yang kita bisa usahakan dengan kekuatan kita, tetapi itu adalah anugerah dan karunia dari pada Tuhan Allah bagi kehidupan kita. Hal pertama yang harus ditekankan oleh Yohanes adalah, Natal mengingatkan kita kembali akan anugerah hidup kekal dari Tuhan Allah, bukan dari sesuatu yang kita bisa usahakan dari pada tindakan kita. Di sini, di dalam ayat pertama, pada waktu kita melihat Yohanes langsung mengajak kita melihat bahwa pribadi yang namanya Yesus Kristus, itu adalah suatu pribadi yang ketika lahir ke dalam dunia memang kelihatan seperti seorang bayi kecil, tidak ada bedanya dengan bayi-bayi yang lain; nggak bisa berbicara, tidak bisa melakukan suatu mukjizat, belum bisa berdiri, belum bisa berjalan, masih membutuhkan ketergantungan dari pada ibunya untuk bisa makan, untuk bisa hidup, untuk bisa membersihkan diri dan lain-lainnya. Tapi pada waktu Dia lahir ke dalam dunia ini, titik permulaan kelahiran-Nya itu dalam dunia itu bukan titik permulaan dari pada keberadaan Dia di dalam dunia ini. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ketika kita lahir dalam dunia, ketika orang tua kita menikah, terjadi konsepsi di antara mereka, maka benih sperma itu membuahi benih dari pada sel telur itu. Pada waktu itu terjadi, maka manusia baru ada di dalam dunia ini, baru Allah mencipta jiwa kita dan menempatkan kita ada di dalam tubuh bayi kecil itu yang terbentuk di dalam rahim dari pada ibu kita; dan saat itulah kita baru dikatakan ada di dalam dunia ini. Tetapi pada waktu kita berbicara mengenai bayi Yesus Kristus, Alkitab menyatakan keberadaan dari pada bayi Yesus itu bukan keberadaan yang ada pada waktu Maria mengandung bayi itu dalam perutnya, tetapi keberadaan bayi Yesus itu adalah suatu keberadaan yang sudah ada sejak di dalam kekekalan. Nah ini dikatakan oleh kalimat, “apa yang telah ada sejak semula.” Apa yang telah ada sejak semula, bukan permulaan dari pada Yesus ada di dalam dunia ini, bukan dari permulaan bahwa Dia melayani dalam dunia ini, tetapi keberadaan Yesus yang sejak semula itu adalah suatu keberadaan yang berkaitan erat dengan Yohanes 1:1.
Kalau Bapak Ibu perhatikan gaya penulisan dari pada Rasul Yohanes di dalam 1 Yohanes dengan injil Yohanes 1:1, itu punya kemiripan sekali, yaitu adalah di dalam Yohanes 1:1 dikatakan, “Pada mulanya adalah Firman. Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah”; dan di dalam 1 Yohanes 1:1 dikatakan, “Apa yang telah ada sejak semula.” Jadi di sini Yohanes mau berkata, ketika Yesus Kristus lahir, permulaannya itu adalah permulaan yang sudah ada di dalam kekekalan, sejak purbakala, sejak dahulu kala, sejak segala sesuatu belum ada dalam dunia ini, Dia telah ada terlebih dahulu. Dan ini dikatakan dengan istilah-istilah seperti, “Dia telah ada sejak semula,” lalu di situ dikatakan, “Dia adalah Firman,” dan “Dia adalah Firman yang hidup.” Saya pikir ini adalah istilah-istilah yang khusus hanya bisa diberikan kepada Yesus Kristus. Dan di dalam sini mengandung satu unsur yang bernilai kekal yang Yohanes ingin kita mengerti ketika dia menyatakan itu semua. Ambil contoh seperti ini. Pada waktu Yohanes berkta, “Dia adalah Firman.” Firman itu apa? Firman itu dalam budaya Yunani itu hanya sebagai sesuatu pemikiran atau pengutaraan kata-kata yang kita sampaikan, sesuatu kata-kata dan tidak lebih dari pada itu. Tetapi pada waktu kita kembali kepada Perjanjian Lama, di dalam tradisi orang-orang Yahudi maka kata Firman itu bukan hanya sekedar kata-kata yang diucapkan, tetapi firman itu berkaitan dengan suatu pribadi kedua dari pada Allah Tritunggal. Firman itu adalah pribadi yang mencipta alam semesta ini. Kalau Bapak-Ibu melihat di dalam Mazmur misalnya, di situ dikatakan, Allah menjadikan langit dan bumi ini dengan firman-Nya, dengan nafas-Nya Dia mencipta segala sesuatu. Jadi pada waktu Yohanes berkata Dia adalah pribadi yang sudah ada sejak semula, Dia adalah Firman, Yohanes mau berkata kalau Dia adalah yang menjadikan segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini, tapi yang dirinya sendiri tidak dijadikan oleh sesuatu apa pun yang lain; atau istilah lain yang dipakai oleh orang filsuf adalah, Dia adalah unmoved mover, Dia adalah pribadi yang menggerakkan yang lain, tetapi Dia sendiri tidak bergerak, atau tidak berubah, tapi yang lain yang dibuatkan itu adalah yang diciptakan, yang bergerak, dan terus menerus bergerak.
Nah Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, siapa Yesus? Yohanes berkata, Dia adalah Firman. Dia adalah Pencipta. Dia sudah ada sebelum segala sesuatu ada, Dia menyebabkan segala sesuatu ada, tetapi Dia pada diri-Nya sendiri tidak disebabkan oleh sesuatu apa pun. Tetapi bukan hanya itu, Yohanes juga berkata Dia adalah Firman yang hidup. Firman yang hidup kalau kita kaitkan dengan penciptaan, Dia yang menyebabkan adanya makhluk yang hidup; tetapi juga bukan hanya itu, Alkitab berkata, Dia adalah hidup itu sendiri. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya ini adalah istilah-istilah yang kita tidak akan temukan di dalam pengajaran agama apapun. Ini adalah istilah-istilah yang hanya bisa diberikan kepada Tuhan Allah sendiri, yang membuat Yohanes mau berkata, kita bisa mengerti kalau Yesus yang diperkenalkan oleh Yohanes itu adalah Allah sendiri yang datang ke dalam dunia untuk lahir sebagai seorang bayi. Dia adalah Allah yang kekal. Dia adalah pribadi yang kekal, yang masuk ke dalam dunia yang sementara ini. Inilah hari Natal yang Yohanes sedang beritakan bagi diri kita. Dan ini juga yang menjadi satu dasar fundamental yang membedakan iman Kristen dari semua iman agama lain apa pun. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ketika kita kembali pada pengajaran agama-agama dalam dunia ini, semua pemimpin agama akan berkata, “kalau engkau mau memperoleh hidup yang kekal, kalau engkau mau memperoleh keselamatan dalam hidupmu, maka yang engkau lakukan adalah lakukan ini dan itu dalam kehidupanmu;jaga kehidupanmu, lakukan kebaikan, lakukan sedekah, berdoa, lakukan puasa, dan yang lain-lain; maka, pada waktu engkau melakukan itu jalan menuju kepada Allah itu akan terbuka bagi engkau, maka engkau bisa mendekatkan diri kepada Tuhan Allah, maka engkau bisa mendapatkan suatu kehidupan kekal dalam dirimu.” Tapi, pada waktu kita kembali kepada Alkitab, maka Alkitab menyatakan sesuatu yang bebeda sekali daripada pandangan dan pengajaran agama, yaitu pada waktu kita ingin memperoleh hidup yang kekal, hidup kekal itu bukan sesuatu yang kita bisa usahakan darikekuatan kita tapi hidup kekal itu terletak atau terdapat di dalam diri Yesus Kristus.
Makanya pada waktu Yesus datang ke dalam dunia ini, Dia berkata seperti ini, “Aku adalah kebangkitan dan hidup.” Pada waktu Marta datang dan menangis di hadapan Kristus karena saudaranya Lazarus sudah mati 4 hari dan dikuburkan, Marta berkata, “Guru, kalau seandainya Engkau datang lebih awal, maka dia tidak akan mati, dia pasti akan tetap hidup,” tapi Martha berkata, “aku tetap percaya, apa yang Engkau minta kepada Bapa, pasti Bapa akan mendengarkan.” Lalu Yesus berkata kepada Marta, “Marta, percayakah engkau bahwa Aku adalah kebangkitan dan hidup, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, walaupun ia telah mati tetapi dia hidup.” Ini adalah suatu statement yang begitu berani sekali untuk dikatakan kepada Marta ataupun kepada orang yang mendengar perkataan itu dari Yesus Kristus sendiri, mengapa? Karena memang Dia adalah hidup itu sendiri dan Dia adalah Sumber Kehidupan itu. Kalau kita ingin mendapatkan kehidupan, kehidupan-kehidupan yang kita miliki sekarang ini bukan ada pada diri kita sendiri, tapi kita mendapatkan itu dari Tuhan Allah.Tapi akibat dosa, kehidupan kita yang sepertinya hidup ini padahal mati itu sebenarnya sudah terpisah dari Sumber Kehidupan. Makanya, walaupun kita kelihatannya hidup, kelihatannya kita baik-baik, seberapa panjang usia Bapak, Ibu, Saudara, ujungnya adalah kematian. Sebabnya karena apa? Kita sudah terpisah dari Sumber Kehidupan ini. Jadi, kalau kita ingin memiliki kehidupan kembali, caranya bukan bagaimana berusaha dengan kekuatan kita untuk memperoleh kehidupan itu. Caranya adalah kita datang kepada Sumber Kehidupan itu, dari situ kita bisa memperoleh kehidupan yang kekal. Kristen tidak pernah mengajarkan kehidupan kekal bisa diusahakan oleh manusia, Kekristenan selalu mengajarkan yang benar adalah kehidupan kekal adalah sesuatu yang diberikan oleh Allah di dalam Kristus bagi manusia berdosa.
Nah, ini membuat pada waktu kita berbicara mengenai perbedaan fundamental ini, setiap orang Kristen harusnya tidak boleh berkata apa yang engkau percayai itu menjadi sesuatu yang penting dibandingkan dengan perbuatan yang engkau lakukan. Saya heran sekali kadang-kadan saya bertemu dengan orang-orang Kristen yang berkata seperti ini, ‘”Sudahlah nggak usah permasalahin apa yang engkau percayai, yang penting adalah apa yang engkau lakukan dalam kehidupanmu. Yang kau lakukan itu yang bernilai, yang menentukan kehidupanmu. Yang kau imani itu nggak masalah, mau iman apapun, pengenalanmu kepada Allah yang seperti apa itu nggak penting, yang penting perbuatanmu yang penting.” Bapak-Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita mempunyai konsep seperti ini, sebenarnya kita sedang berkata-kata yang menentukan keselamatan itu adalah pebuatan, bukan iman. Karena pada waktu kita berbicara keselamatan itu adalah sesuatu yang dianugerahkan Allah bagi kehidupan kita, maka yang menjadi poin penting dibalik penganugerahan itu adalah kita mengenal tidak siapa Allah yang kita sembah itu dan dibalik itu?Kita mengerti tidak kalau Allah yang kita sembah itu adalah Allah yang sejati atau tidak? Sehingga, pada waktu kita berbicara mengenai iman keselamatan itu adalah yang Tuhan anugerahkan kepada engkau, maka iman menjadi hal yang utama dan bahkan lebih utama daripada perbuatan yang kita lakukan. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya harap, apa yang menjadi pemandangan dunia, pemikiran dunia, itu bukan sesuatu yang menjadi apa yang kita pegang dalam kehidupan kita. Kita sebagai orang-orang yang mengerti kebenaran, harus bisa membedakan mana yang merupakan pengajaran firman dari Allah yang sejati, mana yang bukan daripada Allah tetapi dari usaha manusia. Dan kalau kita berpengang pada perbuatan yang penting, sebenarnya kita sedang mengajarkan perbuatan yang menentukan orang untuk diselamatkan, bukan iman, bukan kepercayaan kita kepada Allah yang sejati yang membuat kita bisa diselamatkan.
Pada waktu kita menentukan perbuatan yang utama, yang menyatakan kita, umumnya manusia itu akan jatuh ke dalam 3 kondisi: pertama adalah, dia akan merasa kalau dia tidak punya sekuritas dalam hidup dia; dia merasa kalau diri dia terlalu terancam, tidak aman, ada hal yang kurang dari kebaikan-kebaikan yang dia lakukan dalam kehidupan dia. Dia merasa apa yang dia lakukan tidak mungkin bisa membuat diri dia benar dihadapan Tuhan Allah. Saya suka mengambil contoh dari orang muda yang kaya yang datang kepada Yesus Kristus. Pada waktu dia datang kepada Kristus, dia meminta kepada Yesus, mengajukan pertanyaan kepada Yesus: “apa yang harus aku perbuat Guru, untuk memperoleh suatu kehidupan yang kekal?” lalu Yesus berkata apa? “lakukan semua bagian ke-2 dari hukum Taurat, maka kamu akan memperoleh hidup yang kekal.” Tapi, pemuda ini berkata kemudian, “Guru, aku sudah lakukan semua itu dari aku masih muda..” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kenapa kalau dia sudah lakukan itu dari muda, dia masih datang kepada Yesus dan bertanya “Guru, perubatan apa yang harus aku lakukan untuk memperoleh hidup yang kekal?” Itu berarti,Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, walaupun dia berusaha baik, berapapun dia berusaha untuk hidup benar dihadapan Tuhan, walaupun dia berusaha menggantungkan segala sesuatu potensi yang baik dalam diri dia, untuk membuat diri dia bisa dibenarkan dihadapan Tuhan Allah, tetap di dalam diri dia tidak ada sekuritas. Dia tetap merasa bahwa ada yang kurang, ada bagian dalam diri dia yang salah, yang membuat dia nggak mungkin diterima oleh Tuhan, tapi dia nggak mengerti itu. Makanya dia datang kepada Kristus dan ingin mendapatkan jawaban itu, tapi pertanyaannya salah, “apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal.” Dan dari situ Yesus mengajak dia untuk melihat “perbuatanmu tidak mungkin bisa menyelamatkan.” Darimana? Jual seluruh hartamu? Tapi tidak cukup, datang dan ikutlah Aku. Itu yang Yesus Kristus ajarkan. Bapak-Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau engkau kurang sekuritas dalam hidupmu, datanglah kepada Yesus maka Yesus akan memberikan sekuritas khususnya di dalam kehidupan yang kekal itu. Orang yang berusaha berjuang dengan kekuatan sendiri, dia akan jatuh pada kekuatan insecurity dalam kehidupannya, itu yang pertama.
Yang kedua adalah, kalau dia tidak merasa memiliki keamanan, maka yang kedua adalah dia akah lari ke dalam bandul yang sisi satunya lagi, ekstrem satunya, dia akan merasa diri dia itu benar. Pada waktu dia mementingkan kebaikan-kebaikan dalam hidup dia, maka dia akan merasa bahwa dia adalah orang yang cukup baik. Maka dia adalah orang yang benar, bahkan orang-orang yang lain itu adalah orang yang salah. Dia lebih baik daripada orang lain. Saudara, sungguhkah dia adalah orang yang benar, sungguhkah dia adalah orang yang baik? Saya yakin pada waktu Yesus datang ke dalam dunia dan berkata; “Aku datang bukan untuk mencari orang yang benar, tetapi orang yang berdosa.” Itu bukan berarti di dalam dunia ada 2 kelompok orang; satu orang benar, satu orang bedosa; tetapi, di dalam dunia ada kelompok orang yang mengira diri dia benar dihadapan Allah, padahal dia tidak benar. Tahu darimana? Pada waktu mereka merasa diri mereka benar, pada waktu mereka merasa diri mereka tidak membutuhkan Kristus atau Tuhan Allah, pada waktu mereka merasa bahwa diri mereka lebih baik dari orang lain, saat itu sebenarnya mereka sudah jatuh dalam kesombongan. Dan kesombongan itu adalah suatu dosa, yang menyatakan bahwa mereka sebenarnya ada di dalam kecemaran dosa. Jadi, nggak mungkin seseorang itu bisa hidup di dalam kebenaran dihadapan Allah. Pada waktu kita, bahkan merasa diri kita benar, sebenarnya kita sudah melakukan suatu kesalahan fatal di hadapan Tuhan, yaitu kita merasa diri lebih benar dan lebih baik, dan bahkan tidak membutuhkan Tuhan Allah, Juruselamat dalam kehidupan kita. Yang ketiga adalah kita akan jatuh di dalam suatu kemungkinan merusak diri. Apa yang saya lakukan tidak ada gunanya. Apa yang saya lakukan tidak bisa memperbaiki keadaan. Apa yang saya lakukan, tetap menyatakan bahwa saya salah. Saya berdosa, saya tidak bisa memperbaiki dan saya tidak punya kemampuan untuk memperbaiki diri, lalu apa yang saya lakukan? Kemungkinan ketiga adalah dia mulai merusak diri dan hidup dalam dosa karena nda ada pengharapan sama sekali untuk mengubah diri.
Bapak-Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini adalah 3 akibat daripada kalau kita melihat kebenaran itu adalah sesuatu yang bisa kita usahakan dan manusia akan jatuh ke dalam suatu kondisi yang menyatakan bahwa dia tidak mungkin dibenarkan oleh keadaan itu sendiri. Alkitab menyatakan beda, pada waktu Yesus Kristus datang ke dalam dunia, Allah inkarnasi jadi manusia. Yesus mengatakan, kalau keselamatan itu bukan dari usaha tetapi dari karunia dari Tuhan Allah dan kelahiran Kristus itu bukan suatu kelahiran yang diada-ada oleh manusia. Kelahiran Kiristus itu bukan suatu kelahiran yang merupakan karangan daripada manusia, tapi kelahiran Kristus itu adalah suatu kelahiran yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan sejarah manusia. Bapak-Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, sejarah dunia ini adalah suatu sejarah yang dicipta oleh Allah,tapi ketika Yohanes mengatakan di dalam ayat yang pertama, “Apa yang kami dengar, apa yang kami lihat dengan mata kami, apa yang kami saksikan, apa yang kami raba dengan tangan kami, itu yang kami beritakan, itu yang kami kabarkan.” Yohanes mau berkata bahwa, ketika Allah mencipta sejarah dunia ini, Allah yang adalah Pencipta sejarah dunia ini masuk ke dalam sejarah dunia ini untuk hidup bersama-sama dengan makhluk ciptaanNya tersebut dalam dunia ini, untuk menyelamatkan kita dari dalam dosa ini. Dan ini adalah sesuatu bahasa yang dipakai, bukan sebagai satu kata-kata saja, ini bukan sesuatu argumentasi yang Yohanes katakan saja kepada orang mengenai siapakah Kristus,tetapi bahasa yang dipakai oleh Yohanes dengan mengatakan, “Apa yang kami dengar, apa yang kami lihat dengan mata kami, apa yang kami saksikan, apa yang kami raba dengan tangan kami…” – itu adalah suatu bahasa yang memiliki hukum kesaksian, bahwa apa yang mereka saksikan berani dipertanggungjawabkan sebagai satu kebenaran. Ini bukan suatu bahasa biasa, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, tetapi istilah lainnya adalah, Yohanes bersama semua rasul yang lain bersumpah demi atas nama Tuhan, bahwa apa yang mereka katakan itu adalah suatu kebenaran, bahwa Yesus sungguh-sungguh adalah Allah yang inkarnasi menjadi manusia, dan pernah hidup dalam dunia ini selama 33.5 tahun dalam kehidupan Dia, dan untuk menebus dosa manusia, “dan kami berani menyaksikan itu.”
Makanya, pada waktu Paulus menulis surat 1 Korintus, Paulus berkata seperti ini: Kalau andaikata, Kristus tidak sungguh-sungguh mati dan bangkit daripada kematian, maka sia-sialah iman kami, iman kamu. Kalau Yesus tidak sungguh-sungguh mati dan bangkit daripada kematian, maka dosa yang kamu miliki tetap ada pada dirimu, dan itu menjadikan kami adalah para pendusta yang memberitakan kebohongan kepada kamu, sesuatu yang tidak benar, tapi kami seolah-olah kabarkan sebagai suatu kebenaran supaya kamu percaya kepada Yesus Kristus, dan itu membuat kami adalah pendusta di hadapan Tuhan Allah. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, bagaimana orang yang begitu jelas sekali dengan apa yang dia percayai, begitu jelas sekali dengan apa yang menjadi fakta yang dia lihat dan raba, mengerti itu menjadi satu kesaksian yang harusnya kita bisa lihat sebagai kebenaran dan bukan sebagai satu kebohongan. Yesus sungguh-sungguh datang ke dalam dunia, Yesus sungguh-sungguh lahir sebagai seorang bayi, sama seperti kita. Yesus sungguh-sungguh dibesarkan seperti manusia biasa, lalu mati, hari ketiga bangkit dari kematian lalu Dia naik ke Sorga duduk di sebelah kanan Allah Bapa, sampai hari ini. Dan ini semua adalah suatu cerita, bukan cerita mitologi, bukan cerita dewa-dewa yang menikah dengan seorang perempuan lalu melahirkan demigod–demigod dalam dunia ini, tapi Yesus sungguh-sungguh adalah Allah yang lahir dalam dunia ini, sebagai seorang bayi manusia, demi untuk menebus dosa manusia.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau andaikata di dalam dunia ini ada secercah harapan keselamatan melalui perbuatan yang dilakukan oleh manusia, saya yakin Tuhan Allah tidak perlu lahir dalam dunia ini. Tapi kalau Allah sendiri datang ke dalam dunia, Pencipta manusia datang ke dalam dunia untuk menebus dosa manusia, itu hanya membuktikan satu hal, bahwa Yesus sungguh-sungguh hanya satu-satunya jalan untuk bisa diselamatkan. Tanpa Yesus, di luar Yesus Kristus, tidak ada mungkin jalan lain untuk seseorang bisa diterima oleh Tuhan Allah. Saya harap ini menjadi satu kebenaran yang kita lihat dalam kehidupan kita. Nggak ada satu manusia yang bisa mengusahakan keselamatan dia sendiri. Alkitab berkata: Keselamatan hanya bisa diusahakan oleh Tuhan Allah sendiri dan diberikan kepada manusia yang Dia pilih dan karuniakan keselamatan itu.Nah ini berita pertama daripada Hari Natal. Pada waktu kita merayakan Natal, saya harap selalu mengingatkan kita kembali, “Tuhan, keselamatanku bukan hasil usahaku, tapi keselamatanku adalah anugrah yang Engkau berikan dalam kehidupanku. Dan saya yakin, kita akan menjadi orang yang betul-betul hidup di dalam kerendahan hati di hadapan Tuhan dan memiliki satu belas kasih kepada orang lain kalau kita mengerti prinsip ini dalam kehidupan kita.
Yang kedua apa? Kalau yang pertama itu adalah anugrah Tuhan. Yang kedua, Yohanes katakan, di dalam ayat ke-3, di situ dikatakan, ayat yang ke-2 dan ayat ke-3, yaitu Natal seharusnya membawa kita mengingat kembali kalau Allah ingin memiliki persekutuan dengan kita dan kita bisa memiliki persekutuan dengan Allah melalui Hari Natal tsb. Di dalam ayat 2, itu dikatakan, “Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami. Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.”Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita mengingat Hari Natal, hal kedua yang Yohanes ajarkan adalah, Natal membuat dimungkinkannya adanya persekutuan antara manusia dengan Tuhan Allah. Pada waktu Allah datang ke dalam dunia ini, Allah hidup sebagai seorang manusia yang sama seperti diri kita yang adalah manusia. Itu menunjukkan bahwa Allah mengkhendaki sesuatu yang lebih di dalam relasi kita dengan diri Dia. Natal bukan hanya bertujuan untuk mengingatkan bahwa kita ditebus oleh Kristus, tetapi penebusan yang dilakukan oleh Kristus menuntut sesuatu yang lebih lagi. Dan lebih itu daripada apa? Lebih itu adalah lebih daripada sesuatu ibadah yang kita berikan kepada Tuhan Allah dengan suatu penyembahan kepada Allah yang berkuasa, yang telah mencipta langit dan bumi ini.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Allah tidak akan puas kalau engkau hanya datang beribadah kepada Tuhan Allah dan sujud menyembah kepada Tuhan Allah dalam kehidupanmu. Allah tidak akan puas kalau engkau memiliki suatu pengetahuan tentang Allah saja dalam kehidupanmu, seperti engkau baca buku-buku teologi dalam kehidupanmu. Baca buku teologi, mengerti tentang Tuhan, itu penting, itu baik dan itu harus, tetapi Tuhan bukan hanya sebagai satu Pribadi untuk kau pelajari dalam kehidupanmu, sebagai suatu ilmu, seperti engkau sedang ujian untuk menjawab soal-soal kelas yang diberikan oleh guru. Dan Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Tuhan itu bukan tempat pelarian dirimu dari rasa bersalah. Ada orang-orang yang ketika merasa satu kesalahan dalam hidup dia, caranya bagaimana membuang kesalahan itu? Datang ke gereja, lakukan kebaikan, berikan persembahan, dan beribadah seolah-olah menjadi orang yang baik di hadapan Tuhan, supaya apa? Dia dihilangkan daripada rasa bersalah. Kalau engkau beribadah kepada Allah dengan tujuan seperti ini, Allah nggak akan suka. Tujuan Kristus datang ke dalam dunia, bukan hanya supaya kita menyembah Dia, bukan hanya supaya kita tahu tentang Dia, bukan hanya supaya kita bisa melarikan diri dari kesalahan, tapi supaya kita menjalin suatu persekutuan dengan Dia, suatu relasi yang dekat dengan Dia dalam kehidupan kita.
Ini saya harap menjadi sesuatu yang kita kejar dalam kehidupan kita, dan Musa sangat paham mengenai kebenaran ini. Di dalam Keluaran dikatakan, ketika Israel menyembah patung lembu emas, 3000 orang mati dihukum oleh Tuhan Allah. Tapi setelah itu Tuhan berkata seperti ini, “Musa, silahkan sekarang kamu jalan sendiri, masuk ke dalam Tanah Perjanjian, Aku akan berikan malaikatKu memimpin engkau di depan daripada umat Israel, sampai engkau menaklukkan seluruh bangsa Kanaan dan memiliki Tanah Perjanjian itu.”Pada waktu Musa dengar kalimat Tuhan ini, dia nggak senang, dia nggak puas, dia nggak mau terima itu. Dia tahu, Tuhan punya rencana lain dan bukan hanya sekedar memberikan berkat kepada Israel. Tuhan punya keinginan, Israel memiliki persekutuan yang erat dengan Tuhan Allah. Apa gunanya jika kita memiliki seluruh Tanah Perjanjian, jika Tuhan tidak beserta dengan Israel? Apa gunanya kita memiliki seluruh kekayaan dalam dunia ini, jika Tuhan tidak beserta di dalam kehidupan daripada Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan? Dan Musa mengerti ini, makanya pada waktu Tuhan mengatakan: “Aku akan mengutus malaikat-Ku berjalan didepan engkau dan memberikan semua yang Kujanjikan.” Musa mengatakan: “Jangan Tuhan, kalau bukan Kau sendiri yang memimpin kami, menuntun dan membimbing kami, jangan suruh kami pergi dari tempat ini.” Musa sungguh-sungguh berdoa dihadapan Tuhan, meminta penyertaan Tuhan, dan Tuhan berkata kepada Musa, “Apa yang engkau minta, akan Aku dengarkan, dan akan Aku lakukan.” Dan pada waktu Musa dengar perkataan itu, ia berkata dengan keberanian, “kalau begitu, aku minta Engkau sendiri yang memimpin kami. Tuhan, kalau Engkau telah janji kepada kami, aku mau minta janji yang telah Engkau katakan dan aku akan berpegang teguh dengan perkataan Engkau.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, seharusnya kita bersyukur sekali memiliki Allah seperti ini. Apa yang membuat Musa itu begitu berani memegang janji Tuhan dan berharap pada Tuhan Allah? Sebabnya hanya satu: Allah kita itu Allah yang setia, Allah yang tidak pernah berubah; itu yang menjadi dasar keteguhan kita berpegang pada perkataan Dia dan bisa berharap kalau perkataan Dia tidak pernah dipungkiri; apa yang Tuhan katakan iya pasti iya, apa yang Tuhan katakan tidak pasti tidak terjadi dan tidak akan Dia lakukan. Ini yang menjadi dasar harapan Musa. Waktu Tuhan berkata, “Aku akan membimbing kamu,” Musa berkata, “Iya Tuhan, aku mau Engkau bimbing sendiri, jangan suruh kami pergi kalau Engkau tidak membimbing kami.” Lalu Tuhan berkata, “Ya Aku akan bimbing kamu.” “OK, kalau Engkau memang akan bimbing kami, sekarang saya minta lagi Tuhan, tunjukkan kemuliaan-Mu di hadapan kami.”
Saudara, suatu permintaan yang berani sekali dari pada Musa. Tetapi ketika dia meminta Tuhan tunjukkan sendiri kemuliaan di hadapan Musa yang mewakili seluruh umat Israel, itu sebenarnya suatu permintaan yang sungguh-sungguh mengerti isi hati Tuhan, yang ingin berjalan memimpin bangsa Israel masuk ke dalam Tanah Perjanjian, Musa tahu itu dan Musa ingin melihat Tuhan Allah sendiri yang berjalan di depan dia. Karena itu pada waktu Tuhan mendengar Musa berkata seperti ini, Tuhan berkata, “Baik, Aku akan memperlihatkan diri-Ku pada engkau tetapi bukan dengan segenap kemuliaan-Ku karena pada waktu engkau melihat dengan segenap kemuliaan-Ku engkau pasti mati, karena itu Aku akan taruh engkau dibalik goa di gunung, Aku akan menudungi engkau dengan tangan-Ku, setelah Aku lewat dan segala kemuliaan-Ku lewat di hadapanmu, Aku akan membuka tudung itu dan engkau akan melihat belakang-Ku, dan engkau akan melihat Aku berjalan, jejak kaki-Ku untuk memimpin kamu.” Ini yang terjadi pada Musa, dia sungguh-sungguh melihat Tuhan hadir di situ menyertai dia, menyertai bangsa Israel; dan persekutuan dengan Tuhan Allah seharusnya membawa kita memuliakan Tuhan Allah kita. Dan ini yang terjadi dalam kehidupan kita ketika Kristus inkarnasi dalam dunia ini. Pada waktu Yesus inkarnasi dalam dunia ini apa yang tidak bisa dilihat oleh Musa itu bisa dilihat kita sebagai orang percaya. Waktu Musa ingin menatap wajah Allah, dia nggak bisa menatap wajah Allah itu, tetapi pada waktu Yesus inkarnasi ke dalam dunia kita bisa menatap wajah Yesus Kristus dan kita sendiri bisa bergaul dengan Kristus karena Kristus hidup dan tinggal bersama dengan umat Allah pada waktu itu. Nah ini adalah sesuatu yang saya percaya sebagai karunia yang begitu besar sekali.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau Tuhan tidak pernah turun ke dalam dunia, kalau Tuhan tidak pernah inkarnasi menjadi manusia, kalau Tuhan tidak pernah tinggal bersama manusia sebagai Imanuel, kita nggak mungkin bisa memiliki persekutuan dengan Tuhan Allah; itu semua adalah karunia Tuhan yang Tuhan kerjakan terlebih dahulu dalam kehidupan kita. Tapi pertanyaannya adalah setelah Tuhan turun dalam dunia, engkau hargai tidak tindakan Allah untuk datang ke dalam dunia ingin membangun persekutuan dengan engkau? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk baca, belajar, instagram, facebook, koran, dan yang lain-lain hobby kita yang kita habiskan, dibandingkan dengan waktu kita untuk bergaul dengan Tuhan melalui firman Dia? Apakah kita menghargai tindakan Tuhan yang inkarnasi menjadi manusia? Kalau kita sungguh-sungguh menghargai itu, dan tanggung jawab kita setelah Allah menyatakan diri-Nya kepada kita adalah kita mendekatkan diri kepada Tuhan Allah, saya harap kita belajar untuk menyediakan waktu bagi Dia dalam kehidupan kita; kita belajar untuk mengubah gaya hidup kita yang mungkin nggak disiplin supaya kita bisa bergaul dengan Dia; dan kita belajar untuk menempatkan Kristus sebagai pusat dalam kehidupan kita. Jangan pernah bilang, “saya nggak punya waktu untuk Tuhan”; tahu tidak, waktu yang kita hidupi adalah dari Tuhan. Berani-beraninya kita berkata, “Tuhan, aku nggak punya waktu untuk belajar firman, aku nggak punya waktu untuk bersekutu dengan orang Kristen,” padahal Tuhan kasih waktu untuk bisa belajar firman dan bersekutu dengan orang Kristen yang lain, dan mendekatkan diri kepada Tuhan Allah. Ini adalah sesuatu tindakan yang saya pikir orang buta sekali melihat anugerah Tuhan yang begitu besar dalam kehidupan dia. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mari kita sebagai orang yang sudah ditebus oleh Kristus, yang mendapatkan damai Natal melalui suatu persekutuan yang dipulihkan dengan Bapa, bisa melihat persekutuan yang dikehendaki oleh Bapa di dalam Anak-Nya itu adalah persekutuan yang memiliki nilai kekal yang sangat berharga sekali yang harusnya kita bangun dalam kehidupan kita berelasi dengan Tuhan Allah.
Jangan bangun relasi dengan materi, jangan hanya bangun relasi dengan manusia lain, itu semua nggak akan membawa sukacita. Nah ini poin yang ketiga, Natal berarti seharusnya sukacita. Di dalam ayat 4 Yohanes berkata, “dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu supaya sukacita kami menjadi sempurna.” Di dalam ayat 3, “apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar, itu kami beritakan kepada kamu juga supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami, dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.” Semua manusia pasti punya kerinduan untuk memiliki kebahagiaan dan sukacita; dan semua manusia ingin hidup tidak ada suatu kesedihan dalam hati, tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, bagaimana engkau mendapatkan dan meraih sukacita itu? Apakah sukacita itu terletak dari keberhasilan usaha kita? Apakah sukacita itu terletak pada teman kita yang bisa memberikan penghiburan bagi kita? Apakah sukacita itu adalah sesuatu yang kita bisa dapatkan dari pada keberhasilan studi dan menggapai cita-cita yang kita inginkan? Apakah sukacita itu adalah sesuatu yang kita bisa dapatkan dengan suatu usaha dan materi yang melimpah dalam kehidupan kita? Kalau kita melihat sukacita kita terletak di dalam hal-hal yang bersifat materi, hal-hal yang bersifat ciptaan, saya yakin itu bisa memberikan sukacita tapi hanya dalam waktu yang sementara karena materi itu bersifat sementara; tetapi Tuhan memberikan kekekalan dalam diri kita yang nggak mungkin bisa dipuaskan dengan kesementaraan. Karena itu ketika kita meletakkan sukacita kita itu pada hobby, pada teman, pada keluarga, pada usaha, keberhasilan menggapai cita-cita, pada materi yang berkelimpahan, saya yakin, suatu waktu dipuaskan tetapi kemudian ada kekosongan-kekosongan yang tidak pernah mungkin bisa hilang dari kehidupan Bapak, Ibu, Saudara; karena Tuhan mencipta kita bukan untuk mendapatkan sukacita dari semua itu, tetapi Tuhan mencipta kita untuk mendapatkan sukacita dari pada Tuhan Allah sendiri.
Dan bagaimana kita dapatkan sukacita itu? Di dalam Yohanes 15 dikatakan kalau engkau ingin hidup dalam sukacita, hiduplah di dalam Tuhan, hiduplah di dalam kasih Tuhan, hiduplah di dalam ketaatan kepada perintah Tuhan dalam hidupmu, hiduplah di dalam menghasilkan buah-buah dalam kehidupanmu. Tapi Saudara, itu tidak cukup. Saya yakin pada waktu kita datang kepada Tuhan dan beribadah, berusaha mentaati perintah Tuhan, menjalankan Sabat, melayani Tuhan dalam gereja, saya yakin Bapak, Ibu, Saudara mungkin masih akan ada perasaan kekosongan dalam diri Bapak-Ibu, kenapa bisa begitu? Jawabannya karena satu hal yang mungkin seringkali kita abaikan dan lupakan, dan kita anggap kita bisa tutupi itu dengan hal-hal lain dalam bentuk ibadah. Tapi Yohanes di sini katakan untuk sukacita kita bisa menjadi sempurna adalah kita harus punya kerinduan untuk membawa orang di luar persekutuan dengan Allah masuk ke dalam persekutuan dengan Allah, dan hidup bersama-sama bersekutu dengan diri kita. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini panggilan Tuhan bagi kehidupan kita orang percaya. Kalau kita masih bisa senang hidup dengan segala kenyamanan kita, dan melihat orang di luar persekutuan dengan Allah dan tidak peduli dengan diri mereka, saya yakin tetap ada kurang dari sukacita yang Bapak-Ibu miliki dalam kehidupan ini; tapi kalau Bapak-Ibu ingin sempurna dalam sukacita itu, bawa mereka masuk ke dalam persekutuan seperti halnya Yohanes dan rasul yang lain membawa orang-orang yang berada di luar persekutuan ada di dalam persekutuan dengan Bapa dan Anak, dan persekutuan dengan orang percaya, saya yakin di situ sukacita kita akan melimpah dan kita akan bertumbuh dalam kesempurnaan sukacita. Mau Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan?
Saya harap ini menjadi makna Natal yang kita hidupi di tahun ini; sesuatu yang pada waktu kita memasuki tahun-tahun kehidupan kita kita terus dikenang dan diingatkan akan panggilan Tuhan dalam kehidupan kita dan karunia keselamatan, dan tujuan Tuhan menyelamatkan kita untuk apa. Mari Natal ini menjadi sesuatu yang lebih berarti dan kita bisa menggenapkan kehidupan kita sebagai orang Kristen sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]