Memandang Bulu, 3 April 2022

Yak 2:1-4

Vik. Nathanael Marvin, M. Th.

Puji Tuhan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita sudah memasuki Yakobus pasal yang ke-2, kita sudah membahas Yakobus pasal pertama, menyelesaikan pasal yang pertama, dan kita akan masuk terus membahas di dalam pasal yang ke-2, pasal yang selanjutnya. Di dalam pasal yang pertama Yakobus sudah menjelaskan bahwa penulis surat ini adalah Yakobus sendiri, yang merupakan seorang penatua, atau pemimpin gereja di Yerusalem, dan juga dia adalah saudara dari Yesus Kristus, anak dari Yusuf dan Maria. Ini adalah Yakobus, penulis surat Yakobus. Di dalam pasal yang pertama juga, dia sudah jelaskan betapa pentingnya kita beriman kepada Tuhan, betapa kita penting menyerahkan hidup kepada Allah yang hidup, menyerahkan diri untuk menaati Firman Tuhan. Iman begitu penting untuk bisa melewati apa? Melewati pencobaan, melewati ujian, melewati kesulitan-kesulitan yang akan kita hadapi. Maka ada lagu yang berjudul “Faith is the Victory.” Ini bicara soal iman yang membawa kemenangan di dalam kehidupan. Kita harus menjadi orang Kristen yang beriman. Orang yang beriman itu berdoa, dan orang yang berdoa itu mampu melewati setiap pencobaan-pencobaan.

Dan Yakobus juga di pasal 1 menekankan bahwa hikmat Tuhan begitu penting untuk kita miliki. Kita minta hikmat Tuhan untuk bisa menjalankan perintah-perintah Tuhan. Yakobus menekankan bahwa kehidupan Kristen adalah kehidupan yang penuh dengan iman, penuh dengan kasih, itulah yang menjadi ciri orang-orang Kristen. Itulah yang menjadi ciri anak-anak Allah, yaitu kehidupan yang beriman dan penuh kasih. Dan ini akan terwujud di dalam keseharian orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh menjadi pelaku firman Tuhan. Di dalam pasal kedua Yakobus ini, Yakobus membicarakan soal dosa memandang muka, atau terjemahan lain di dalam Alkitab adalah memandang bulu, memandang bulu. Kenapa ada peribahasa seperti itu, ada istilah dalam bahasa Indonesia “memandang bulu.” Bulu itu berbeda dengan rambut. Saya pernah diajarkan oleh seorang guru itu, antara bulu dan rambut itu bedanya adalah kalau rambut itu cuma 1 rambut, 1 helai, kaya, tapi kalau bulu itu ada tangkainya, terus kemudian ada bulu-bulunya, ada rambut-rambutnya. Jadi ada tangkai, ada bulu-bulu.

Nah memandang bulu, itu berarti apa Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Memandang bulu adalah memandang yang di permukaan, yang kelihatan. Bulu ayam itu seperti apa, bulu burung tersebut seperti apa, itu memandang yang di permukaan saja. Yakobus katakan kalau kita memandang muka, itu adalah perbuatan dosa. Memandang bulu, itu adalah perbuatan dosa, maksudnya apa? Sederhananya memandang muka atau memandang bulu adalah bicara soal favoritisme, bagaimana kita memihak, bagaimana kita suka tanpa penilaian yang objektif, penilaian yang baik. Bukan itu.

Kita tau kisah klasik di Perjanjian Lama, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yaitu tentang Ishak dan Ribka yang sudah menikah, kemudian mereka punya anak. Setiap orang tua yang punya anak itu adalah pengalaman pertama bagaimana mereka belajar mengasihi darah dan dagingnya sendiri. Dan akhirnya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita tau Ribka melahirkan anak kembar, Esau dan Yakub. Di dalam kisah ini, terjadi apa? Terjadi favoritisme, terjadi memandang muka. Ishak suka, bukan saja suka, lebih suka dari Yakub, adik dari Esau. Kenapa? Karena Ishak melihat Esau itu secara permukaan saja. Esau ini macho, berbulu badannya, berambut, sebenarnya lebih tepat lebih banyak berambutnya, dia suka berburu, suka mengambil binatang-binatang yang enak ketika dimasak, Esau ini betul-betul menyukai ayahnya juga, dia mencari muka juga kepada Ishak.

Nah Ishak seneng sama Esau, “Dia sering kasih saya daging, Yakub ngapain? Yakub senengnya di rumah, bantuin mamahnya, nggak bisa berburu, nggak macho, anak rumahan. Ini Esau ini anak luaran, suka pergi-pergi terus. Wah hebat, ini laki-laki.” Nah itu kan Ishak itu sedang, sedang melihat permukaannya Esau saja. Kemudian dia lebih suka kepada Esau. Demikian juga mamahnya, mamahnya dari Esau dan Yakub, yaitu Ribka, memandang muka dari Yakub. “Yakub ini bantuin saya di rumah, nggak suka keluar-keluaran sama kaya Esau. Bantuin saya di rumah, saya waktu kesepian bisa ngobrol sama Yakub. Saya lebih suka Yakub daripada Esau.” Bukan saja itu, Ribka adalah seorang istri yang ingat janji Tuhan juga, bahwa berkat Tuhan itu akan diberikan kepada Yakub, bukan Esau, sehingga Ribka lebih senang kepada Yakub, secara apa? Secara permukaan.

Akibat favoritisme ini, akibat memandang muka ini, yang dilakukan oleh orang tua, relasi anak, antara Esau dan Yakub semakin tajam, semakin tidak suka. Anak itu dipengaruhi banyak oleh orang tua nya. Orang tuanya suka apa, anak juga bisa melihat, bisa mengikuti. Orang tuanya tidak suka apa, anak juga bisa mengikutinya, mengimitasi, itulah anak. Dan akhirnya, Yakub dan Esau juga pernah bertengkar luar biasa. Nah ini menjadi salah satu faktor, akhirnya hubungan kakak beradik itu renggang, karena apa? Orang tua favoritisme.

Bukan hanya itu ketika Yakub sudah besar, Ishak dan Ribka juga sudah meninggal dunia, sekarang Yakub menjadi bapak, sekarang Yakub menjadi ayah dari banyak anak, 12 suku Israel. Yakub ketika sudah jadi orang tua, ternyata, tidak belajar dari kesalahan orang tuanya, yaitu apa? Yakub sendiri favorit kepada Yusuf, Yusuf. Yakub memberikan fancy coat atau jubah yang indah kepada Yusuf. Padahal kakak-kakaknya begitu banyak tapi kakak-kakaknya tidak diberikan jubah, karena apa? Karena Yakub memandang muka, kepada siapa? Kepada Yusuf, anaknya. Sehingga terjadi apa? Kita tau, terjadi, bahwa kakak-kakaknya ini begitu benci sama Yusuf sehingga Yusuf akhirnya di-bully sampai mau dibunuh oleh kakak-kakaknya. Karena apa? Cuma sederhana, pemberian jubah yang indah kepada Yusuf, karena Yakub favorit kepada Yusuf.

Nah kenapa Yakub bisa memandang Yusuf secara spesial dibandingkan anak-anaknya yang lain begitu banyak? Ada beberapa alasan Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yang tercatat di dalam Alkitab kenapa Yakub itu begitu favorit sama Yusuf, karena Yusuf itu lahir di masa tua Yakub. orang yang berumur sangat tua, ketika punya anak itu suatu anugerah, seperti itu. Dia jadi lebih suka, entah kenapa. Alasannya yang dicatat oleh Alkitab adalah karena Yusuf lahir di masa tuanya Yakub. Ini memandang muka.

Kemudian yang kedua, ada pendapat bahwa Yusuf itu lahir dari istri yang dicintai oleh Yakub. Yakub cinta kepada Rahel tapi tidak cinta kepada Lea. Tapi yang seringkali memiliki anak adalah Lea. Rahel sulit untuk punya anak, berkali-kali tidak bisa, mandul, tetapi ketika Tuhan beranugerah kepada Rahel, Tuhan membuka kandungannya sehingga punya anak, yaitu Yusuf. Jadi, “Wah, ini anak dari perempuan yang aku cintai, aku jadi suka pada Yusuf. Ini harus dijaga, apalagi sudah berumur tua, aku ini sudah mau mati, tapi Yusuf ini bisa lahir. Luar biasa.” Nah ini kan memandang muka ini kan melihat yang se-permukaan saja, yang dangkal saja. Kenapa suka? Karena begini. Dangkal sekali, dangkal sekali melihat permukaan itu.

Dan yang kemudian yang ketiga alasannya, berdasarkan sumber bacaan Rabi Yahudi mengatakan memang Yusuf itu adalah orang yang terpelajar, dibandingkan saudara-saudara kandungnya. Memang orang pintar, memang orangnya hormat orang tua, dia juga pintar, nurut, dan yang lain-lain, mudah di komunikasi dengan orang tua, dan yang lain-lain. Tapi ini sebatas catatan-catatan dari luar. Nah inilah kenapa Yakub bisa mem-favorit kan Yusuf, yaitu salah satunya adalah kelemahan terlalu melihat permukaan, dan memang dia memandang muka melihat fenomena yang ada di dalam diri anak-anaknya, kemudian menjadi suka. Rasa suka yang subjektif, dia favorit kepada Yusuf, sehingga terjadi pertengkaran juga.

Favoritisme, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu berarti secara literal, kata tersebut adalah face taking, atau mengambil muka. mengambil muka, terus kemudian memandang muka, dan hidup berdasarkan yang fenomena yang terlihat. Favoritisme juga dikaitkan dengan respect of person. Maksudnya apa respect of person? Itu berarti menghormati orang tertentu saja, “Kalau dia saya hormati.” karena yang hal yang permukaan, “Kalau orang lain tidak saya hormati.” Padahal kan tidak demikian, “Kasihilah sesamamu manusia.” Yesus katakan, bukan berdasarkan yang terlihat, bukan berdasarkan permukaan saja, tetapi perintah Tuhan dan hati orang tersebut. Favoritisme juga berarti adalah showing partiality, yaitu menunjukkan keberpihakan, “Saya mem-pro dia, saya memihak kepada orang-orang tertentu.” Nah tiga definisi ini melihat muka, memandang bulu, melihat permukaan saja, kemudian menghormati orang tertentu saja, dan juga menunjukkan keberpihakan kepada orang tertentu saja.

Definisi umum dari favoritisme adalah sifat yang memihak, atau bias. Bias. Bias ini apa Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Kita sering kali katakan , “Oh pemandanganmu itu bias, salah, tidak seperti itu.” Nah bias ini adalah sebuah penilaian, betul, sebuah prasangka terhadap orang, tetapi dengan penilaian yang tidak adil, atau tidak objektif. ketemu satu orang, ketemu orang itu sedang dalam keadaan baik, langsung dicap, “Baik, dia baik.” padahal baru sekali ketemu. Padahal untuk bisa menilai orang itu baik atau tidak, itu sebenarnya sulit di dalam pertemuan pertama, perlu pertemuan-pertemuan yang selanjutnya, baru kita bisa simpulkan, “Orang itu baik, orang itu kurang baik, orang itu tidak baik.” Sama seperti kita menilai orang itu jujur atau nggak, bukan karena dia satu kali jujur, tetapi karena dia 10 kali jujur, dan mungkin dia pernah satu kali bohong. Tetapi waktu kita menilai orang itu pembohong, penipu, karena apa? 10 kali menipu. Dia pernah jujur nggak? Pernah, tapi cuma sedikit, 1 kali. Nah itu menilai.

Sedangkan kalau ada bias, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, penilaiannya itu begitu dangkal. Kita melihat hanya sebatas mata melihat. Ini juga menjadi orang, membawa orang kepada diskriminasi. Diskriminasi ini sangat ditentang di dalam moralitas, diskriminasi karena apa? Bentuk kelas sosial. Diskriminasi karena apa? Kekayaan. Diskriminasi karena apa? Budaya, suku, ras. Diskriminasi karena apa? Karena yang sebatas terlihat. Seorang teolog mengatakan bahwa favoritisme merupakan pelanggaran iman, bukan hanya karena membuat seseorang melanggar hukum kasih, tetapi juga memang tidak sesuai dengan karakter Tuhan sendiri. Ini adalah pelanggaran iman. Favoristism, memandang muka.

Tuhan bukanlah orang yang takut sama manusia. Tuhan bukanlah Pribadi yang memandang muka Tuhan itu betul-betul objektif, penuh kasih, dan penuh keadilan. Bukan berarti Tuhan itu buta pokoknya Dia kasih, maka mengasihi semua manusia. Dia adil, maka Dia mengadili semua manusia. Bukan demikian. Tuhan pun memandang, tetapi bukan memandang bulu, bukan memandang muka. Yang Tuhan lihat adalah dua-duanya, memandang muka iya, tetapi yang lebih penting adalah memandang hati. Kemudian dari hati orang tersebut baru ada penilaian dari Tuhan sendiri. Memandang hati. Yakobus 2:9, “Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran.” Seorang teolog tadi itu mendefinisikan favoritisme, atau memandang muka dari ayat ini. Apa sih memandang muka itu? Apa sih favoritisme itu? Ini adalah pelanggaran iman. Yang Tuhan pandang dari manusia itu bukan permukaan saja, tetapi hati. Dan hati yang menjadi utama yang dilihat oleh Tuhan.

Ulangan 10:17 mengatakan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, “Sebab Tuhan, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu.” Not partial. Dia itu tidak memihak, pro ini, pro itu. Karena apa? Penilaian yang sederhana, permukaan. Ataupun Tuhan itu tidak menerima suap. Nah menerima suap, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini juga menunjukkan bahwa dia itu favorit terhadap orang itu, karena apa? Karena orang itu baik, dia memberikan uang. Berarti relasinya, atau penilaian kepada orang tersebut itu berdasarkan apa? Berdasarkan uang. Nah ini adalah memandang muka, memandang bulu. “Orang itu kasih uang saya, saya memang cinta akan uang dia memenuhi keinginan saya, maka saya pro dia, pro dia.” Nah Tuhan tidak menerima suap, Tuhan juga tidak memberikan suap, bribing, tidak pernah. Tuhan itu tidak memandang bulu. Kalau memang orang itu layak dihukum, Tuhan hukum. Kalau orang itu layak dikasihi Tuhan kasihi. Tuhan itu melihat hati.

Kisah Para Rasul 10:34, di situ juga dikatakan, “Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: ”Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang..”” Allah tidak membedakan orang. Meskipun orang-orang secara fisik, itu memang berbeda, tapi di mata Tuhan, semua orang itu sama berharga nya, manusia yang diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Nah konteks Kisah Rasul 10:34 ini bicara soal bagaimana Kornelius, sebagai orang Romawi, akhirnya menerima Yesus Kristus, dibaptis oleh Roh Kudus, dan akhirnya menjadi seorang Kristen. Orang Kristen pertama, orang Romawi yang menjadi orang Kristen pertama adalah Kornelius, dari penginjilan Rasul Petrus. Dan Petrus berpikir bahwa keselamatan itu seharusnya pada suku Yahudi saja. Nah ini kan memandang muka lagi.

Kalau kita lihat Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di dalam Perjanjian Lama, Tuhan itu tidak memandang muka. Memang Tuhan pilih bangsa Israel, tapi apakah keselamatan itu hanya di dalam bangsa Israel saja? Tidak, Tuhan bisa pilih kok orang yang di luar bangsa Israel bisa selamat, tidak harus menjadi orang Israel. Orang Israel dipilih, tapi ada nggak yang di mana orang Israel itu tidak menyembah Tuhan? Ada. Ada orang Israel, sudah dipilih menjadi suku Israel itu, dia bukan orang pilihan, dia tidak percaya kepada Allah yang hidup.

Tafsiran dalam Perjanjian Lama, di mana orang Israel itu berjalan di padang gurun, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu ada seorang teolog menafsirkan bahwa angkatan pertama bangsa Israel selama 40 tahun itu, itu semua tidak masuk ke tanah Kanaan, itu berarti mereka tidak masuk itu sebagai simbol, lambang, tidak masuk ke dalam Kerajaan Surga. Mereka semuanya itu binasa. Orang yang, bangsa yang Tuhan pilih, ternyata bukan orang pilihan. Dengan demikian, ini juga bisa kita tafsirkan bahwa ada orang-orang pilihan di luar bangsa Israel. Nah itu memang tidak jelas di dalam Perjanjian Lama, karena Perjanjian Lama itu bayang-bayang. Tetapi di dalam Perjanjian Baru, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di sini jelas Petrus diubah pola pikirnya, bahwa Petrus pikir keselamatan hanya ada di dalam bangsa Yahudi saja, tetapi kemudian Kornelius, orang Romawi itu menjadi percaya, menjadi orang Kristen, bahkan dibaptis. Ini berarti Tuhan itu tidak memandang muka, Tuhan itu tidak memandang suku. Suku lain pun bisa jadi Kristen. Suku lain pun Tuhan kasihi, suku lain pun Tuhan selamatkan.

Roma 2:11 mengatakan, “Sebab Allah tidak memandang bulu.” Efesus 6:9 mengatakan “Dan kamu tuan-tuan, perbuatlah demikian juga terhadap mereka dan jauhkanlah ancaman. Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia tidak memandang muka.” Allah itu tidak favoritisme. Allah kita bukanlah Allah yang memandang kalau orang kaya berarti Tuhan lebih senang, kalau persembahannya banyak di gereja, Tuhan lebih senang, kalau persembahannya sedikit di gereja, Tuhan tidak senang. Itu manusia, kedagingan manusia itu sangat mudah. Orang yang baik sama kita, senang, wajar. Orang yang menjahati kita, kita nggak senang, wajar. Tapi perintah Tuhan adalah kasihilah mereka, tetap mengasihi mereka terlepas dari pandangan kita, perasaan kita. Kita belajar mengasihi mereka. Tuhan memperlakukan semua orang itu dengan penuh kasih dan keadilan. Maka dari itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita pun sama, kita tidak boleh favoritisme, kita tidak boleh memandang muka.

Di dalam Yakobus 2:1 dikatakan, “Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman,” Yakobus menekankan kalau kamu memang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia itu, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. Iman yang diamalkan, yang ditunjukkan dengan cara memandang muka. Kalau kita sebagai orang Kristen masuk di dalam gereja, tempat ibadah orang Kristen, kita bertemu dengan Allah, kita jangan memandang muka. Kita sudah orang Kristen kok, kita sudah orang yang sungguh-sungguh mau mengikuti teladan Yesus Kristus, jangan memandang muka.

Iman itu bahasa Ibraninya itu bicara soal kesetiaan dan bicara soal kebenaran. Bila seorang beriman kepada Yesus, maka dia tidak mau menjalankan hal yang tidak benar dan tidak setia kepada Kristus, yaitu apa? Memandang muka. Penilaian terhadap diri orang yang memandang muka itu penilaiannya itu salah, penilaiannya itu tidak setia kepada Tuhan sendiri. Yesus tidak favoritisme, Yesus tidak membeda-bedakan orang, tidak ada diskriminasi, semua orang Yesus anggap sama martabatnya dan mereka adalah manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dalam pembacaan Alkitab bersama, kita sudah masuk ke kitab 1 Samuel. Dan di situ juga ada satu kisah tentang Raja Saul yang akhirnya dihukum Tuhan dan Tuhan tidak berkenan kepada Saul karena Saul itu sudah seringkali tidak taat, seringkali tidak dengar suara Tuhan dengan tepat, seringkali tidak fokus mendengarkan suara Tuhan sehingga Saul itu melakukan hal yang melenceng di hadapan Tuhan, akhirnya jabatan Saul itu digantikan oleh Daud nantinya. Ketika akhirnya Samuel diminta pergi ke Betlehem, di Betlehem ada satu keluarga Isai dan juga istrinya beserta dengan delapan anak laki-lakinya. Anak laki-laki yang paling bungsu yaitu Daud. Akhirnya Samuel pergi ke Betlehem, Samuel diperintahkan Tuhan untuk mengurapi raja yang akan menggantikan Saul di sana. Kemudian Samuel bertemu dengan Isai dan Samuel menjelaskan bahwa ada orang yang akan diurapi dari anak Isai yang akan menjadi seorang raja menggantikan Raja Saul, seorang raja Israel.

Kemudian Isai menyuruh anak-anaknya yang paling kelihatan cocok jadi raja. Nah ini memandang muka. Isai memunculkan siapa yang paling keren, paling tinggi, paling ganteng, paling kuat yaitu Eliab. Eliab ini nantinya juga akan menjadi prajuritnya Saul. Nah Eliab maju ke depan. Ini raja yang begitu tinggi. Kurang lebih kalau raja itu harusnya mirip-mirip kayak Raja Saul lah. Raja Saul kan tinggi, besar, tegap. Raja Saul juga dari suku Benyamin, suku Benyamin ini terkenal dengan orang yang pintar mengumban atau memainkan ketapel, umban, tali, terus kemudian ada batunya. Orang-orang Benyamin ini sering berlatih demikian. Dan kemudian siapa yang dipilih? Eliab. Terus kemudian Isai suruh, “Eliab, maju.” Samuel juga melihat Eliab, begitu gagah, kokoh, pintar berperang. Terus Samuel berkata-kata di hadapan Tuhan, “Sungguh sekarang ini berdiri yang diurapi oleh Tuhan. Firman Tuhan langsung meng-counter pikiran Samuel yang sebatas memandang muka. “Sungguh orang ini itu diurapi Tuhan, sungguh gereja ini diurapi Tuhan,” kurang lebih kayak gitu. Berdasarkan apa? Berdasarkan fenomena yang kelihatan, bukan berdasarkan iman.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di pikiran Samuel, di hatinya itu Tuhan berbicara bahwa jangan pandang parasnya atau perawakan yang tinggi sebab Tuhan telah menolak Eliab, bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah, tetapi Tuhan melihat hati. Sampai tujuh anak lewat, diperlihatkan semuanya yang kira-kira cocok jadi raja itu siapa, sampai Samuel tanya lagi Isai. Samuel dan Isai itu karena pengalaman sebagai orang tua, mereka itu memandang yang fenomena saja, bukan memandang hati. Terus Samuel tanya, “Ada lagi kah anakmu?” Dan akhirnya dipanggillah anak yang menggembalakan kambing domba di sana. Masih muda, belasan tahun, kulitnya kemerah-merahan, nggak terlalu macho, nggak terlalu kekar. Akhirnya Daud dipanggil dan Daud diurapi sebagai raja yang akan menggantikan Raja Saul.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, seringkali manusia memang memandang muka. Nabi saja bisa memandang muka. Seorang ayah saja bisa memandang muka kalau kita lihat dari kisah Samuel ini. “Siapa yang jadi raja, siapa yang boleh kita hargai, siapa yang boleh kita dukung?” Itu berdasarkan hal yang terlihat. Ini tidak boleh. Siapa yang boleh bergabung dalam komunitas kita? Tidak usah pilih-pilih orang. Semua orang itu bisa bergabung di dalam komunitas gereja, beribadah bersama-sama. Kecuali memang dalam konteks pelayanan, pelayanan kan Tuhan memang memberikan kirteria-kriteria tertentu untuk bisa melakukan pekerjaan Tuhan, itu lebih khusus, ada kriteria selanjutnya. Tapi untuk masuk dalam komunitas, beribadah, itu siapapun boleh. Jangan memandang muka. Tuhan itu melihat hati orang bagaimana kalau memang hatinya layak, hatinya bersih, jujur, Tuhan terima dan hargai, Tuhan berkati. Kalau Israel menyembah Allah yang sejati, Tuhan pelihara mereka. Tetapi kalau Israel menyembah ilah-ilah palsu, Tuhan juga hukum. Supaya apa? Supaya Israel bertobat. Ketika Tuhan memandang hati itu Tuhan memberikan penilaian yang adil. Tidak sebaliknya.

Dalam Yudas 1:16 Dia juga menegur orang yang favoritisme, Dia katakan orang yang favoritisme ini bicara soal orang yang menjilat demi dapat keuntungan. Ini bicara soal penjilat. Istilah penjilat, istilah yang mau mengambil keuntungan dari orang sehingga dia mengubah sikapnya. Yakobus 2:2 di situ dikatakan, “Sebab jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah, dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk,” atau lusuh di sini. Di sini Yakobus masuk ke dalam konteks yang terjadi sehari-hari baik di tempat ibadah Yahudi maupun tempat ibadah orang Kristen. Yakobus jelaskan dosa memandang muka dalam konteks perkumpulan atau ibadah. Kata “perkumpulan” di dalam ayut 2 ini, kumpulan ini kata Yunaninya adalah synagogue, atau sinagoge bahasa Indonesianya, itu adalah tempat ibadah orang Yahudi. Dan synagogue juga sinagoge ini terjemahannya adalah perkumpulan. Jadi tempat ibadah orang Yahudi adalah sebuah tempat ibadah yang dinamakan perkumpulan, memang, untuk berkumpul. Berkumpul untuk apa? Untuk membicarkan firman Tuhan, untuk mengenal Tuhan, untuk beribadah kepada Tuhan. Ini memang arti kata dari sinagoge.

Tapi Yakobus sekarang sedang menegur orang Yahudi kah? Bukan. Yakobus dalam suratnya itu sedang menegur orang-orang Kristen. Berarti memang di situ ada perkumpulan orang Kristen yang berbeda dengan perkumpulan dengan perkumpulan orang Yahudi. Orang Yahudi sudah punya sinagogenya sendiri, tempat ibadah orang Yahudi. Tapi orang Kristen berkumpulnya bukan di hari Sabtu, orang Kristen berkumpulnya di hari Minggu karena mengingat kebangkitan Yesus Kristus, dan juga karena hari Sabtunya sudah dipakai oleh orang Yahudi sehingga orang Kristen terbiasa hari Minggu, dan karena kebangkitan Yesus Kristus juga mereka berkumpul untuk bersukacita sehingga kita beribadah berkumpul itu di hari Minggu. Nah ketika orang-orang Kristen berkumpul, Yakobus menegur satu hal. Di dalam perkumpulan ini ada orang yang datang seperti orang kaya yang terlihat orang kaya dan memang orang kaya, dan juga orang miskin.

Gambar dari sinagoge orang Yahudi itu adalah suatu tempat yang terbuka. Di Kapernaum di mana Yesus pernah mengajar banyak orang di sana. Jadi Yesus itu mengajar di sinagoge ketika Yesus belum menyelesaikan karya keselamatan yang sudah dilakukan oleh Yesus Kristus. Yesus masuk ke tempat ibadah orang Yahudi. Dan salah satu sinagoge kuno, ancient synagogue, itu adalah sinagoge Kapernaum di mana Yesus pernah mengajar banyak orang di sana, dan akhirnya sinagoge itu tetap dirawat sampai sekarang. Dan sinagoge itu penggambarannya adalah seperti lapangan, kemudian ada tiang-tiang, ada batu-batu, itu outdoor. Jadi lapangan yang terbuka. Itu dekat dengan rumah-rumah orang di sekitar sana dan lain-lain. Itu adalah bangunan yang terbuka, yang dipakai untuk belajar firman dan ibadah. Tempat itu jarang ada kursinya. Kalau ada kursi itu pun bati-batu.

Ini adalah salah satu contoh sinagoge di Kapernaum. Jadi demikian saja tidak ada atap, terus tiang-tiang, batu untuk duduk juga sedikit, jadi mungkin mereka duduk di bawah atau ada yang berdiri juga. Dalam kondisi yang seperti itu, itu salah satu sinagoge kuno. Bangunannya sederhana sekali, bukan yang tertutup ada AC, bukan. Belum ada AC pada waktu itu, belum ada kipas angin juga. Panas panas, mereka berkeringat. Dan mereka pada waktu itu bisa saling melihat satu dengan yang lain begitu dekat. Sudah tidak ada social distancing Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Kita ada social distancing, tapi pada waktu itu betul-betul orang Yahudi beribadah itu bisa berbondong-bondong berkumpul di sana. Termasuk orang-orang kaya, termasuk pengemis, masuk saja nggak ada pintu. Pintunya ada kecil tapi sangat mudah lah orang masuk. Bahkan ada juga yang tidak ada pintunya. Bisa saja masuk ke tempat perkumpulan tersebut. Di situ akhirnya orang bisa melihat satu dengan yang lainnya. Dan akhirnya orang melihat apa? Belajar memandang muka. “Oh ini orang kaya, oh ini orang miskin. Nggak mau dekat-dekat orang miskin,” karena mereka memang harus desak-desakan seperti itu.

Ini beda dengan sinagoge zaman now orang-orang Yahudi. Saya pernah melihat juga di Youtube, ibadah orang Yahudi juga seperti ibadah kita lah, ibadah orang Kristen nyanyi. Itu perkumpulan. Namanya ngumpul itu harus dekat, tidak ada social distancing. Itu mimbarnya di bawah, mereka nyanyi, mendengarkan firman. Ini modern, belakangnya ada desain bagus. Seperti gereja. Jadi sinagoge orang Yahudi zaman modern ini bisa dibilang seperti tempat ibadah gereja ini. Suasananya dapat. Yaitu apa? Ngumpul. “Mau ke mana kita?” kalau orang Yahudi mau ibadah. “Mau ke perkumpulan, sinagoge.” Sinagoge berarti perkumpulan. “Mau ke mana kita?” kalau orang Kristen, “Ke gereja.” Apa gereja? Bangunannya kah? Bukan. Ini bukan gereja bangunannya. Gereja itu adalah ketemu orang-orang Kristen yang lainnya, ngumpul sama mereka, ngobrol sama mereka, belajar firman bersama-sama dengan mereka, menyembah Tuhan bersama-sama. Itu gereja, bukan sekedar perkumpulan.

Kemudian, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Yakobus menjelaskan hal umum bahwa di suatu perkumpulan gereja maupun sinagoge Yahudi ada 2 jenis orang yang berbeda yaitu orang yang kaya maupun orang yang miskin. Orang yang kaya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, mereka pada waktu itu pakai cincin emas. Kalau sekarang Bapak, Ibu, Saudara sekalian, cincin emas kita pakai itu bisa sangat murah. Di mana-mana kita bisa beli, itu tidak menunjukkan kita kaya kalau pakai cincin emas saja. Kecuali kita teliti wah ternyata memang harganya mahal, mungkin memang dia orang kaya.

Kemudian pakaian yang indah. Sekarang semua orang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bisa memakai pakaian yang indah, kita nggak tahu, kita nggak bisa menilai mana orang yang miskin mana orang yang kaya. Tapi pada waktu itu sangat terlihat. Pakai cincin ditunjuk-tunjukkan. Jubah pada waktu itu kalau kita lihat di film-film atau memang pada waktu itu mereka kan tidak ada pewarna itu sangat jarang. Produksi warna untuk baju itu sangat jarang jadi orang yang kaya itu bisa memiliki jubah yang berwarna. Dan biasanya orang yang berjubah ungu itu adalah orang yang kaya karena dia bisa beli jubah yang mahal. Jadi ketika ada dalam satu perkumpulan ada yang berwarna, bagus dan langka, wah ini orang kaya. Dan akhirnya di dalam perkumpulan Yahudi itu ada juga yang seperti itu, “Dekat-dekat ah siapa tahu bisa dapat keuntungan, coba kenal, ngobrol, siapa tahu dapat pekerjaan, siapa tahu dapat berkat, uang, dan lain-lain.” Tapi juga orang miskin pada waktu itu banyak juga, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Banyak juga orang-orang miskin di zaman itu yang pakaiannya biasa saja bahkan bolong-bolong, dan lain-lain.

Kalau ciri-ciri orang zaman sekarang bagaimana? Sangat sulit menilai. Orang-orang miskin juga sangat sulit kita nilai. Apalagi kita sudah banyak barang KW, barang tipuan, barang replika, sudah mudah dibeli jadi kita tidak bisa juga menilai berdasarkan hal yang terlihat saja. Inilah hal yang perlu kita pelajari, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita tidak boleh memandang orang berdasarkan status sosial maupun ekonomi orang tersebut. Di sini Yakobus menegur orang-orang Kristen. Yakobus menyoroti penampilan luar yang terlihat di suatu perkumpulan ibadah orang Kristen. Ada yang seperti itu. Bukan berarti kita tidak boleh saling mengasihi Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Saling mengasihi kan berarti kita memang menolong, ada yang diuntungkan, ada yang ditolong, mengucap syukur kepada Tuhan. Bukan berarti kita tidak boleh saling tolong menolong. Tapi kalau sebatas, “Saya mau berkenalan dengan dia supaya dapat keuntungan,” kita memandang muka. “Saya tidak mau berkenalan dengan dia karena orang itu merugikan saya,” orang miskin misalkan, itu penilaian yang sederhana, dangkal, dan itu dilarang oleh Tuhan.

Ayat 3, “Dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: “Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!” sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: “Berdirilah di sana!” atau: “Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!”” Yakobus menasehati kepada orang-orang Kristen yang suka memandang muka, salah satunya adalah ketika orang tersebut menghormati orang kaya saja. Ini diberikan contoh yaitu masuk ke tempat ibadah langsung kita sambut, usher langsung menyambut dengan tersenyum, meskipun nggak kelihatan ada masker tapi tetap senyum karena ini orang kaya. Terus disambut, “Mau, maju ke depan. Ini ada kursi jenis lain, kursi very important person, kursi VIP silahkan duduk paling depan supaya kamu bisa dilihat orang, bisa diakui bahwa kamu orang kaya.” Itu kan sebuah sikap yang penjilat, sebuah sikap yang memandang muka, sebuah sikap yang tidak terhormat, sebuah sikap yang berdosa di hadapan Tuhan. Begitu ada orang miskin bagaimana? “Jauh-jauh yuk, ada bau yang tidak sedap, kayaknya aneh,” kabur, tinggalkan saja. Suruh berdiri di sana, berdiri bayangkan padahal ada kursi, berdiri. Kejam sekali orang seperti ini. Terus kemudian kalau duduk okelah duduk tidak apa-apa tapi duduk di sini di tempat yang hina dekat kaki orang.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian ini bicara bukan saja yang terlihat secara fisik, ini yang terlihat secara fisik ada? Ada. Tetapi juga bicara soal perlakuan kita secara hati, secara hati kita tidak mau orang-orang yang lain dengan kita itu ada bersama-sama dengan kita. Ini namanya dosa-dosa nge-geng. “Nge-geng saja sudah yang lain nggak boleh yang lain kita nggak mau, oke kita sama sekumpulan orang ini saja sekumpulan orang yang lain tidak mau.” Ini adalah sifat dosa memandang muka.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian ketika saya merenungkan dosa ini dosa memandang muka ini, itu seperti pedang yang bermata dua tajam, pedang yang bermata dua yang pisaunya bemata dua itu, itu melukai banyak pihak berdosa kepada dua pihak karena apa? Karena dia memihak salah satu saja, saya fokus kepada orang kaya saja tetapi sebenarnya dia sedang melukai orang kaya tersebut dan juga melukai orang yang miskin. Jadi karena dia memihak kepada satu pihak, dia berdosa kepada dua pihak yang lainnya. Kenapa? Waktu dia berpihak kepada orang kaya dia sedang menjilat orang kaya supaya orang kaya itu semakin sombong, semakin layak untuk dihormati, semakin merasa diri itu punya hak, semakin merasa hebat memang saya harus begini, saya harus dilayani, saya harus diperlakukan dengan spesial, orang kaya itu terluka dan kemudian ada seorang penjilat yang menjilat orang kaya dan dia juga melakukan luka kepada orang yang miskin sehingga orang yang miskin itu dijauhi, dihina, dan dicela menghina orang miskin nah inilah bahaya dosa favoritisme. Ketika kita berpihak kepada salah satu saja kita melukai dua pihak tersebut, ketika Ishak memihak Esau saja, Ishak itu melukai Esau dan Yakub juga. Ketika Ribka memihak Yakub saja, itu melukai Yakub dan Esau juga. Ini adalah dosa yang berbahaya, dosa yang betul-betul melukai banyak orang.

Orang Kristen, Yakobus katakan sebagai orang yang katanya beriman kepada Yesus Kristus yang begitu mulia itu, maka kita tidak boleh favoritisme, kita tidak boleh memihak dalam konteks ini juga perlu disoroti Bapak, Ibu, Saudara sekalian bahwa orang-orang miskin ini adalah kelompok orang yang menderita dan memiliki penghasilan yang sedikit, di zaman itu orang yang memiliki penghasilan sangat sedikit itu sangat banyak. Misalnya petani sampai sekarang pun mungkin petani itu penghasilannya sedikit pakaiannya pun tidak banyak mungkin tidak punya jas, kemeja, itu mungkin juga. Petani zaman itu juga sangat miskin sekali jadi pakaiannya itu itu lagi mungkin habis bertani di pagi hari terus dia tahu ada jadwal kumpul di sinagoge mereka pakai pakaian yang sudah berkeringat, “Saya mau kumpul ah.” Itu adalah orang yang miskin buruh harian, para janda-janda, anak-anak yatim piatu, budak maupun orang-orang asing yang tinggal di sana mereka itu pakaiannya sederhana semua jadi mayoritas juga banyak juga pada waktu itu orang miskin dan akhirnya terlihat orang-orang tersebut memihak orang kaya dan menjauhi orang miskin.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian Alkitab mengatakan bahwa orang yang miskin ini orang yang miskin yang marginal, yang tertindas, orang yang dianggap berdosalah para pemungut cukai di zaman Yesus, orang-orang wanita-wanita yang berdosa seperti itu ketika mereka menjalani hidupnya itu banyak diskriminasi. Kasihan kan Zakheus, Zakheus itu kena diskriminasi terus bukan hanya karena tubuhnya pendek tetapi karena pekerjaannya sebagai pemungut cukai mengkhianati bangsa Yahudi padahal dia orang yang dalam komunitas Yahudi. Mereka itu mengalami ketidakadilan, dikucilkan, bukan saja itu kemiskinan secara natur secara natur itu bisa membuat orang itu ditinggal oleh keluarga maupun teman-teman karena dia miskin udah nggak ada yang mau berteman dengan dia, karena dia lemah akhirnya teman-teman meninggalkan dia, karena tidak bisa apa-apa nggak punya teman, karena tidak bermanfaat bagi keluarga nggak punya teman, banyak juga orang-orang seperti itu ditinggalkan karena kemiskinannya.

Maksud Tuhan adalah bagaimana kita itu memberikan kabar baik kepada orang-orang yang tertindas, orang-orang yang miskin yang memang bukan karena kemiskinannya tetapi karena efek-efek yang lain di sekitar orang karena orang tersebut miskin diskriminasi ketidakadilan dijauhi oleh komunitas dan lain-lain sehingga mereka dapat penghinaan, penindasan, maka dari itu Tuhan mengatakan, “Ayo kasihi, jangan memandang muka, kasihi semua orang, mau orang kaya, mau orang miskin dikasihi dengan hormat, tidak usah ada perlakuan yang berbeda, semua sama, perlu perlakuan yang adil dan penuh kasih.” Itulah kenapa Yakobus menegur orang yang memandang muka dalam konteks kaya miskin atau status sosial mereka di dalam perikop ini yang terakhir Bapak, Ibu, Saudara sekalian, pembahasan terakhir ayat 4, “Bukankah kamu telah melakukan atau membuat pembedaan,” distinctions bahasa inggrisnya, “di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?”

Terjemahan yang lebih tepat adalah plural pikiran-pikiran yang jahat. Yakobus menegur mereka yang favoritisme yang terhadap sosial ekonomi kaya, terhadap kekayaan atau pun kemiskinan orang dengan 3 sebutan. Kamu itu adalah orang-orang yang jahat, kamu itu orang-orang yang melakukan kejahatan, orang-orang yang jelas salah, salah dihindari perbuatan ini. John Calvin katakan menjelaskan bahwa, “Bukankah kamu itu sebenarnya berat sebelah? Kamu itu timbangannya tidak adil, tidak jujur kepada banyak orang, bukankah kamu tidak berlaku adil? Kamu itu sudah bersenang-senang dalam kejahatan, kamu itu adalah pembuat kejahatan, pembuat ketidakadilan.” Calvin katakan demikian.

Jadi Bapak, Ibu, Saudara sekalian kalau kita melihat timbangan, melihat timbangan itu hati kita ada unsur timbangannya juga. Kalau kita punya timbangan akhirnya ini adalah timbangan yang satu adalah orang kaya, timbangan yang kiri adalah orang yang miskin, orang yang kita suka atau orang yang marginal yang kita tidak suka kurang lebih kaya gitu lalu ternyata bobotnya itu lebih berat ke yang orang kaya atau orang yang kita suka. Ini berat sebelah, nggak boleh. Hati kita tidak seimbang, hati kita tidak seperti Tuhan, bobot orang tertentu itu lebih menarik, lebih berat, lebih kita sukai daripada orang yang lainnya. Kita membedakan orang.

Orang yang memandang muka juga disebut bukan saja sebagai pelaku kejahatan tetapi yang kedua juga adalah mereka sudah menjadi pelaku diskriminasi atau membeda-bedakan dengan tidak adil, misalnya Bapak, Ibu, Saudara sekalian yang sangat sulit hilang di negara barat adalah diskriminasi kaum putih dan juga kaum kulit hitam, kaum kulit putih maupun kaum kulit hitam diskriminasi yang begitu jelas sampai selalu ada kebencian terjadi hanya sebatas melihat kulit, hanya sebatas melihat perawakan tubuhnya saja. Ini adalah diskriminasi begitu mengerikan dosanya, diskriminasi pria dan wanita ini juga adalah suatu dosa. Orang bisa terpojok dan akhirnya menderita karena diskriminasi ini. Ini perlu kita jangan sampai membeda-bedakan orang, pergaulan, pergaulan itu jangan sampai kita membeda-bedakan.

Di dalam juga pasangan hidup memang sulit. Orang tua biasanya menasehati, “Ayo anak-anak kalau bisa dapat pasangan yang se-suku, lupa se-agamanya, se-suku dulu.” Kenapa? Terus anaknya tanya kenapa? Nggak ada sih dasar Alkitabiahnya, ini berdasarkan pengalaman orang tua, pengalaman orang-orang, betul itu perlu kita perhatikan sebagai para orang muda. Tetapi kalau sebatas itu saja, kita sedang memandang muka, kita sedang memandang muka. Tapi kalau kita sesuai dengan penilaian Tuhan, oke untuk memilih pasangan itu adalah seiman, sepadan, satu Tuhan dan juga beda gender jangan sama gender kan. Ini kita nggak papa, itu sesuai dengan yang Alkitab mau. Ini kita belajar, kita belajar bagaimana kita juga jangan membedakan orang. Perlu pertimbangan orang tua perlu, kita tanya, kita menghormati orang tua, perlu juga pertimbangan Alkitab untuk bisa hidup memilih teman-teman sesuai dengan aturan Alkitab. Tetapi bukan berarti kita membeda-bedakan, diskriminasi.

Yang ketiga sebutan bagi orang yang memandang muka adalah mereka itu menjadi hakim dengan banyak pikiran yang jahat. Pikiran kita itu lebih banyak yang baik atau yang jahat Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Orang yang memandang muka secara fenomena aja kaya, mereka itu menghakimi dengan banyak pikiran yang jahat bukan cuma satu. Dia pikirin itu banyak, ini orang yang mikir, orang yang memandang muka, melihat permukaan ini orangnya mikir tapi masalahnya dia menghakimi dengan pikiran-pikiran yang jahat, pikiran yang tidak adil, penghakiman yang dangkal, menghakimi berdasarkan fenomena saja tidak sungguh-sungguh mengenal orang yang ada di depannya.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian Alkitab menyatakan kita harus memandang seperti Tuhan memandang. Waktu Tuhan memandang manusia, Tuhan pandang hati manusia tersebut lalu berlaku adil terhadap orang tersebut. Tuhan memandang hati orang tersebut lalu Tuhan mengasihi orang tersebut yang jahat dihukum, diberikan sanksi. Yang baik diberkati, ada hukum tabur tuai, Allah itu tidak memandang muka. Ada anugerah umum, orang yang rajin akan diberkati misalnya seperti itu. Yang mau Tuhan berikan anugerah Tuhan berikan, yang Tuhan tidak mau berikan anugerah Tuhan biarkan karena apa? Tuhan berdaulat. Yang perlu ditolong Tuhan tolong, yang merasa diri hebat, sombong Tuhan tidak tolong. Penghakiman Tuhan itu berdasarkan hati bukan berdasarkan yang terlihat. Tuhan itu memandang dunia itu memang dari atas. Surga itu diibaratkan sesuatu tempat yang di atas, sesuatu yang posisinya itu di atas.

Dari ketika kita memikirkan tentang surga Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita belajar juga memikirkan dunia yang di atas supaya turun ke bumi. Di bumi banyak sekali orang memandang muka berdasarkan penilaian yang dangkal, tetapi dari surga Tuhan memandang dengan cara pandang kacamata surgawi. Kita juga perlu memandang segala sesuatu itu berdasarkan kacamata surgawi, kita lihat berdasarkan perspektif Tuhan, Tuhan itu memandang hati orang. Kita belajar juga untuk memandang hati orang, mengenal dia, mengasihi dia seperti Tuhan mengasihi dia bukan mengasihi berdasarkan uangnya, bukan berdasarkan statusnya, sosialnya, bukan berdasarkan komunitasnya, bukan berdasarkan kemampuannya, tetapi berdasarkan kasih Tuhan, penglihatan atau perspektif dari Tuhan sendiri. Inilah bijaksana yang tertinggi.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian yaitu melihat segala sesuatu dari perspektif surga, melihat segala sesuatu dari perspektif Tuhan melihat. Maka kita akan memiliki kasih dan keadilan yang dari Tuhan sendiri bukan melihat sesuatu itu berdasarkan mata kita yang lemah ini. Alkitab katakan bahwa manusia itu memang mampu menilai, mampu menghakimi, tetapi apakah manusia itu sama sekali tidak boleh menilai, sama sekali tidak boleh menghakimi? Bukan demikian. Alkitab mengatakan boleh menghakimi tapi dengan mata Tuhan, dengan adil. Kalau nggak boleh menghakimi nggak ada pengadilan kalau nggak boleh sama sekali menghakimi kita nggak akan bisa menentukan apa yang harus kita perbuat.

Menghakimi orang itu dengan baik harus dengan mata Tuhan dan juga dengan intropeksi diri makanya Yesus pernah ajarkan bahwa kamu melihat kesalahan orang tapi selumbar di matamu sendiri kamu tidak lihat, kamu cabut dulu selumbar itu baru kamu bisa melihat orang lain dengan jernih. Kita lihat dulu dengan perspektif Tuhan, jangan berdasarkan perspektif kita. Ini kita mohon anugerah Tuhan supaya kita bisa menghakimi dengan adil. Imamat 19:15 mengatakan bahwa, “Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu, dengan apa, dengan kebenaran.” Truth. Penting. Kita menilai, menghakimi orang itu dengan kebenaran Tuhan. Kebenaran Tuhan itu mencakup banyak hal tentang Tuhan, tentang kasih dan keadilan Tuhan.

Jika kita melihat kisah Nabi Yunus Bapak, Ibu, Saudara sekalian Nabi Yunus juga adalah orang yang berpihak pada orang Israel, memandang muka juga. Ini bangsa Israel kok bangsa sendiri, oleh karena itu dia tidak mau ke Niniwe. Ngapain ke Bangsa Asyur, bangsa yang sudah mencelakakan bangsaku. Ngapain memberitakan firman? Tetapi perspektif Allah itu berbeda. Tuhan mengasihi Bangsa Israel tapi Tuhan juga mengasihi Bangsa Asyur yang begitu membuat orang Israel menderita. Allah mengasihi Niniwe, bangsa yang begitu kejam dan Tuhan menyatakan pengampunan-Nya.

Dari sini Bapak, Ibu, Saudara sekalian kita bisa lihat bahwa Tuhan itu tidak berpihak, Tuhan itu tidak pandang bulu, Tuhan itu begitu mengasihi semua orang. Kiranya kita juga memiliki hati yang besar hati yang besar dari Tuhan sendiri untuk bisa menerima siapa pun yang Tuhan kirim untuk kita layani, menerima sesama kita di dalam setiap komunitas yang ada, kita mau mengasihi dia bukan karena dia kaya, bukan karena dia miskin kita jadi tidak mengasihi, kita mau berelasi dengan mereka bukan karena dia seumuran sama saya saja, yang tua-tua jangan nanti ikut tua kaya, bukan. Kita berelasi sama siapa pun, ada anak kecil di gereja sudah boleh lah kita lihat, senyum gitu kalau kita tidak kenal kan. Orang tua kita hormati, jangan karena dia orang tua baru kita hormati, orang yang lebih muda cuek, itu memandang muka. Teman yang satu kampus wah kita senasib nih, teman yang beda kampus, musuh nanti jadi tawuran. Tawuran itu karena apa? Memandang muka, itu para pemuda tawuran di jalan-jalan karena dia sekolah ini sekolah itu berbeda. Kiranya kita bisa sungguh-sungguh memiliki hati yang memandang hati sesama berdasarkan kacamata surgawi. Mari kita sama-sama berdoa.

Bapa Kami yang ada di sorga kami bersyukur boleh mendengarkan firman Tuhan. Ajar kami Tuhan tidak memandang muka, ajar kami, Tuhan tidak memiliki hati yang favoritisme kepada orang-orang tertentu yang secara permukaan saja, ajar kami, Tuhan memiliki hati Tuhan yang mengasihi semua manusia yang sudah diciptakan serupa dan segambar dengan Tuhan. Ampuni jika kami seringkali menghakimi orang lain dengan tidak adil, seringkali kami menghina orang-orang yang marginal yang terlihat marginal di dalam dunia ini dan kami juga seringkali mungkin kami lebih suka kepada orang-orang yang menguntungkan bagi kami. Kiranya Tuhan boleh memberikan kami pertobatan, Tuhan memberikan kami bijaksana dari surga, Tuhan boleh memberikan perspektif Tuhan sehingga kami melihat dunia ini dengan cara yang berbeda. Kami melihat dunia ini berdasarkan wahyu Tuhan yang begitu limpah sehingga kami bisa menikmati apa yang kami lihat. Di dalam Nama Tuhan Yesus kami sudah berdoa dan mengucap syukur. Amin. (KS)

 

Transkrip khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah