Yak. 1:12-18
Pdt. Dr. Stephen Tong (VCD)
Saudara-saudara, minggu yang lalu, kita telah membicarakan tentang hidup tidak bergantung kepada situasi lingkungan dan keadaan di dalam dunia ini, khususnya keuangan, karena ada yang mendadak menjadi kaya, ada yang mendadak menjadi miskin. Jikalau kita melihat orang yang miskin menjadi kaya, kita harus bersyukur, harus berterima kasih kepada Tuhan, dan harus bersukacita bersama dengan dia. Tetapi bagaimana jikalau diantara kita ada orang yang kaya menjadi miskin? Kita tetap harus bersyukur kepada Tuhan, karena apa? Orang kaya menjadi miskin, sama dengan orang miskin menjadi kaya, hanyalah mengalami perubahan di dalam dunia sementara yang fana. Sehingga pada terjadinya hal yang merubah kita, hal yang berubah di dalam diri kita dan di dalam kekayaan kita, kita disadarkan bahwa dunia ini adalah dunia yang hanya sementara saja dan segala sesuatu yang kita miliki itu adalah bersifat fana, bukan kekal adanya. Itu sebab kita diingatkan, disadarkan supaya kita tidak tergantung kepada dunia di luar ini. Diri kita dan segala sesuatu yang dimiliki oleh diri kita harus dipisahkan. Saya tidak identik dengan harta saya. Harta saya tidak identik dengan saya. Saya boleh hidup pada waktu harta saya, seluruh dirampas. Saya boleh mati meskipun saya memiliki seluruh dunia. “Apa gunanya seorang memiliki seluruh dunia, memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” – demikianlah tantangan dari Yesus Kristus untuk segala zaman, untuk segala orang di dalam dunia. Itu mengakibatkan orang Kristen sadar: saya adalah saya, harta saya bukan saya. Ada orang karena beberapa ratus ribu saja berani mencuri atau membunuh orang lain. Ada orang karena kehilangan berapa juta akhirnya menggantung diri karena dia tidak mengerti teori, mengerti kebenaran bahwa hidup dan segala kekayaan yang menunjang hidup itu adalah sama sekali berbeda.
Itu sebab di sini dikatakan bahwa orang kaya mendadak menjadi miskin tetap harus bersukacita dalam hatimu. Meskipun itu tidak gampang tetapi ini menguji kerohanian kita bagaimana, sebab segala sesuatu yang diberikan oleh Tuhan, Tuhan mungkin mengambil kembali. Orang yang bersyukur kepada Tuhan dengan pengertian: Dia yang memberi dan Dia yang mengambil kembali – adalah orang yang stabil dan orang yang bersukacita hanya di dalam Tuhan. Saudara-saudara, sukacita di luar Tuhan tidak boleh menjadi utama. Sukacita di luar Tuhan tidak boleh menjadi sesuatu yang berpengaruh paling dalam di dalam hidup kita masing-masing. Dengan demikian orang tidak bersandar kepada harta benda, dan orang tidak dimiliki oleh harta benda, dan orang tidak diperalat oleh harta benda, dan orang tidak dimatikan oleh harta benda. Saudara-saudara, barulah kita menjadi pemilik harta, penguasa harta, kita menjadi pengalat harta, tapi bukan menjadi alat dari harta itu. itulah satu pengajaran yan penting sekali, kita hidup di dalam dunia ini.
Saudara-saudara, sesudah itu maka ada satu kalimat yang penting tapi langsung pakai 2 istilah yang berbeda dan berkontra di bawah ini: “Berbahagialah orang yang mengalahkan pencobaan karena setelah diuji, dia akan mendapatkan pahala hidup dari Tuhan.” Nah Saudara-saudara, ayat yang sama ini, mengapa memakai 2 istilah yang berbeda? Dan ini diterjemahkan ke dalam banyak Bahasa, sama: pencobaan – uji, uji – pencobaan. Apakah sebenarnya di dalam seluruh Kitab Suci memberitahu kepada kita bahwa prinsip dicobai sama diuji itu sama? Justru tidak. Di dalam seluruh Kitab Suci kita melihat pencobaan itu pencobaan, ujian itu ujian. Pencobaan bukan ujian, dan ujian bukan pencobaan. Tetapi satu-satunya tempat pencobaan dan ujian dipaparkan di dalam satu ayat, di seluruh Kitab Suci, hanya ayat ini, “Jikalau ada orang mengalahkan pencobaan, dia menang, berbahagiala dia, karena setelah diuji dia akan mendapatkan pahala, yaitu mahkota dari hidup.”
Mengapakah Yakobus seolah-olah kurang jelas perbedaan antara pencobaan dan ujian? Mengapakah Yakobus mempersatukan 2 istilah ini di dalam 1 ayat? Mengapa Yakobus tidak memberikan penjelasan, tidak memisahkan? Tetapi dia seperti campur baur, dia sendiri seperti kacau balau, seperti dia confused. Mengapa dia memakai istilah 2 ini dalam 1 ayat? Ada orang mengatakan: kalimat “pencobaan” di sini kurang tepat diterjemahkan. Ada orang yang mengatakan: memang ini mempunyai suatu rahasia, dimana kita perlu mengerti lebih dalam daripada pengertian penggalian seluruh Kitab Suci. Saudara-saudara, temptation is not test or examination – ujian dan pencobaan itu berbeda. Di dalam khotbah yang pertama, saya sudah berkata kepada Saudara, ujian dan pencobaan mempunyai 3 perbedaan. Perbedaan pertama: ujian mempunyai sumber yang berbeda dari pencobaan. Perbedaan kedua: yaitu mempunyai sifat yang berbeda antara ujian dan pencobaan. Dan ketiga: ada tujuan yang berbeda antara pencobaan dan ujian. Apakah beda 3 hal ini? Ujian dari Allah, pencobaan dari setan. Ujian bersifat baik, pencobaan bersifat jahat. Dan ujian akan meneguhkan, menyempurnakan, melengkapi orang-orang yang dimiliki Tuhan, sebab pencobaan adalah yang merusak, menggoda, membawa kita menuju kepada kejatuhan di dalam dosa. Maka sumbernya berlainan, sifatnya berlainan dan tujuan berlainan. Allah bertujuan baik untuk setiap orang yang dimiliki oleh Dia, setan bertujuan jelek untuk setiap orang yang dimiliki oleh Tuhan. itu sebab kita harus membedakan pencobaan dan ujian, sehingga pada waktu kita berada di dalam pencobaan, kita jangan mencela Tuhan. Waktu kita di dalam ujian, kita lebih tidak boleh mencela Tuhan.
Saudara-saudara sekalian, mengapakah banyak orang Kristen yang kelihatan cinta Tuhan, yang kelihatan rohaninya baik, menjadi sama sekali gagal, pada waktu situasi berubah? Karena mereka tidak bisa membedakan 2 ini. Dan mereka tidak mau dengar khotbah dengan baik-baik, atau mereka mendengar tapi yang khotbah tidak mengkhotbahkan dengan baik-baik. Saudara-saudara, berbeda sekali engkau mengerti kebenaran dan tidak, berbeda sekali engkau mengerti kebenaran dengan benar dan mengerti kebenaran dengan tidak mengerti dengan benar. Berbeda sekali antara engkau mengerti dan engkau salah mengerti kebenaran. Yang ini akibatnya adalah disebabkan pengkhotbah yang sendiri tidak mengerti lalu berani naik mimbar. Itu sebab di dalam gereja ini kita banyak menegur mereka yang sembarangan naik mimbar, gereja yang sembarangan pasang plang gereja tapi tidak berfungsi dan berbobot gereja, itu menghancurkan banyak orang secara tidak sadar. Di dalam dunia Akademik, kita mengetahui, orang yang tidak belajar dokter, tidak boleh sembarangan pasang (plang) dokter. Orang yang tidak mengerti Alkitab, boleh sembarangan pasang gereja dan menjadi pemimpin, itu kekacauan dan standar yang rendah, yang berbeda dengan apa yang dituntut oleh dunia, yang terjadi di dalam yang disebut tubuh Kristus atau gereja.
Saudara-saudara sekalian, sekarang kembali kepada ayat ini: “Berbahagialah mereka yang mengalahkan pencobaan, karena setelah diuji. – Apakah sebabnya Yakobus mencampurkan kedua istilah ini di dalam 1 ayat? Apakah sebabnya permulaan mengatakan: Barangsiapa yang mengalahkan pencobaan, yaitu mereka yang sudah menang karena sudah diuji.” Bolehkah kedua hal ini dicampur menjadi satu? Apa karena terjemahan kurang jelas? Apa karena yang mau diartikan di dalam pencobaan ini, lain dengan pencobaan yang bersumber dari setan? Saudara-saudara, memang di dalam Alkitab, Tuhan pernah mengatakan Dia mencoba Abraham, apakah dia saat itu taat dan sungguh-sungguh berjalan di kehendakNya dan berkata kepada dia: “Bawa anakmu, anak yang kau kasihi, anak yang tunggal, anak yang namanya Ishak, naik ke atas bukit, dan di situ engkau menyembelih dia, persembahkan dia kepada Saya.” Itu pencobaan atau ujian? Saudara-saudara sekalian, Allah mencoba dan di dalam pencobaan itu disebut ujian. Jadi pencobaan yang datang dari Allah, itu adalah ujian. Tetapi kebanyakan istilah pencobaan-pencobaan itu sudah di dalam seluruh Kitab Suci, berasal dari iblis. Sehingga kita melihat ada satu hal yang sangat komplikasi, atau sangat kompleks di dalam hubungan antara ujian dan pencobaan.
Contoh yang kedua, yang kita lihat, yaitu dari kasus dari Ayub. Ayub diizinkan Allah untuk dicobai oleh iblis. Dan izin Allah untuk Ayub dicobai iblis ini, itu sekaligus menjadi ujian langsung dari Allah. Engkau bilang kalau begini, Allah sama setan komplotan dong? Allah memperbolehkan setan mempermainkan anak-anakNya, sehingga setan mempunyai kesempatan untuk mencobai orang-orang yang dikasihi Tuhan. Dan itulah caranya Allah memperalat setan untuk menguji anak-anakNya seperti benar. Tetapi Saudara-saudara, ini adalah satu hal yang kita perlu mengerti secara tuntas karena Tuhan Allah mempunyai rencana yang baik kepada diri setiap orang yang mencintai Dia. Dan setan mempunyai rencana yang buruk untuk merusak rencana Allah yang baik itu. sehingga terjadi di dalam seorang diri, maka orang diri itu harus mengalami kedua hal yang campur menjadi satu. Tetapi tidak ada kaitannya Allah harus memperalat setan untuk menggenapi rencana Dia sendiri. Tidak ada ada motivasi Allah membiarkan orang yang dimiliki dan orang yang mengasihi Dia harus melewati kejahatan, baru bisa baik. Jikalau kita mempunyai pikiran: Allah dikaitkan dengan motivasi yang jahat, maka kita sudah bersalah, kita sudah masuk ke dalam jerat daripada setan. Tetapi, yang mengerti dengan benar adalah Allah mengalahkan setan, dan Allah boleh menyatakan kemenanganNya melalui diizinkannya anak-anakNya dicobai oleh iblis. Nah ini ajaran yang benar.
Perbedaan sedikit menjadikan pengertian konsep wawasan kita kacau, perbedaan sedikit menjadikan kita tafsiran kacau, perbedaan sedikit menjadikan kita meragukan motivasi Tuhan Allah dan kerohanian kita menjadi kacau. Sekali lagi, saya membedakan situasi ini, Allah tidak perlu memperalat setan untuk menggenapi rencana Allah di dalam diri manusia. Tetapi Allah boleh membiarkan setan yang jahat mengacaukan segala sesuatu, akhir Dia tetap menang adanya. Nah ini berbeda sekali. Ini beda apa? Beda motivasi. Allah tidak bermotivasi yang jelek, Allah tidak pernah mempunyai niat yang tidak baik untuk setiap orang yang mengasihi Dia. Mengapa kalau Allah tidak berniat, jikalau Allah tidak bermotivasi yang jelek, mengapa Allah membiarkan sehingga kita sebagai orang Kristen, kadang-kadang mengalami kesulitan yang besar? Air mata kita berlinang-linang, pengeluhan kita tidak habis-habis, dan kita terus kecewa, putus harapan: “Mengapa Tuhan membiarkan aku di dalam kesulitan seperti ini?”
Saudara-saudara, manusia memang dicipta di dalam proses waktu. Manusia dicipta dengan mengalami detik-detik, jam-jam yang harus lewat, untuk mengukir, untuk menggarap dan untuk membentuk hidup kita daripada original perfection toward the perfected perfection. Dan mengenai hal ini, saya pernah berkhotbah 4x di Amerika, dan kaset itu dikejar-kejar oleh Bob Jones University, mereka mau mengetahui pikiran saya, begitu banyak hal yang berbeda dengan konsep Kristiani yang sudah selama ini berjalan di dalam gereja di Amerika.
Original perfection – created.
Perfected perfection – after examined.
Saudara-saudara, pada waktu Adam dicipta, sempurna. Pada waktu Yesus lahir ke dalam dunia, sempurna. Sebagai manusia yang paling sempurna. Tetapi Adam dicobai, dan dia gagal, sempurnanya hilang. Yesus sudah sempurna, dicobai, Dia menang, Dia menuju kepada kesempurnaan yang lebih sempurna. Nah ini yang menjadi heran: sempurna ada yang lebih sempurna. Apa artinya sempurna yang lebih sempurna? Yaitu sempurna secara proses. Sempurna setelah proses, itu adalah sasaran yang terakhir. Itu sebab Yesus, sebagai Anak pun, Dia tidak boleh ada hak istimewa. Sebagai Anak Allah yang tunggal di dalam dunia, Firman menjadi daging, Dia tetap harus diuji. Dia harus dicobai, baik oleh Allah, maupun oleh setan. Ini adalah suatu hal yang “no exception, no exemption.” Saudara-saudara, ini adalah suatu hal yang harus, “the absolute necessity of to be tempted” – sesuatu keharusan dicobai, sesuatu keharusan diuji, biarpun Dia Anak Allah yang tunggal.
Semua keluarga yang kaya gagal karena menganggap anaknya adalah lebih dari orang lain, boleh melewati, boleh tidak usah, boleh terkecuali tidak usah melewati kesulitan. Maka keluarga Presiden gagal, keluarga bangsawan gagal, anak-anak orang kaya banyak yang gagal, anak-anak pendeta banyak yang rusak, karena apa? Karena dikira. Ini anak istimewa, ini anak yang mempunyai kelas berbeda, ini anak orang kaya, boleh tidak usah susah. Yang mengerti teori dan mengerti prinsip ini, berbahagia. Tetapi terlalu banyak orang tidak mengerti, maka generasi pertama susah sekali cari duit sampai besar berjuang, sukses, lalu semua uang yang banyak dikasihkan anak, nggak usah kerja, nggak usah kerja, lalu merusak anak. Hanya itu saja. Saudara-saudara, mengapa hidup kita rusak? Karena kita terlalu enak. Jangan mencintai anakmu lebih daripada seharusnya! Jangan memberikan uang lebih banyak daripada seharusnya! Jangan merebut hak dia sebagai pemuda, sebagai remaja yang harus berjuang. Jangan membikin dia sebagai setangkai bunga yang berada di dalam vas, karena sudah dipotong akarnya dan dikasih air yang cukup, sehingga lingkungannya enak. Bunga di dalam vas adalah bunga yang tidak ada gunanya selain untuk pajang dan difoto saja. Karena setelah dia layu, dia akan dibuang. Jadikan anak-anakmu suatu bibit, yang harus ditanam di dalam tanah, yang harus diinjak, yang harus berjuang, yang harus mengeluarkan akar sendiri dan harus bertumbuh dengan tunas sendiri, tidak bisa dibantu. Nggak ada gunanya dibantu! Karena setelah kita mati nggak mungkin membantu dia lagi. Yang paling penting dia sendiri harus berjuang, harus mengerti, harus berani melawan kejahatan, harus menangkas segala kesulitan, angina topan. Setelah kita mati, dia harus hidup terus, dan cara dia untuk mendidik anak, bukan karena dia mempunyai bahan banyak daripada buku. Cara dia bisa mendidik anak, hak dia bisa mendidik anak, kualifikasi dia cukup mendidik anak, karena dia sendiri pernah mengalami, mengalami, mengalami kesulitan-kesulitan hidup. Sehingga daripada perjuangan, daripada pengalaman itu, dia memberikan kristalisasi ajaran itu untuk menjadi kata-kata yang dikatakan kepada Allah.
Yang paling cilaka adalah kebenaran itu diterima dari pada quotation, lalu diutarakan dari pada composition. Paling cilaka adalah pengertian-pengertian hidup itu hanya ditiru daripada pengertian menghafal teori-teori lalu meneruskan secara mulutmu itu adalah suatu speaker dari tape recorder saja.
Ini kali saya design gereja, karena tuntutan terlalu tinggi, sendiri tidak puas diri, berubah lagi, berubah lagi, berubah lagi. Kemarin dulu kita sampai hampir jam 1 lalu kedua arsitek yang membantu saya itu, sama Benny, sama Devi, sama Alwi pulang, hampir jam 1 mereka sudah pulang, saya tidur di kantor dan saya pikir lagi sampai setengah lima pagi belum tidur, jam 6 kemarin saya bangun, ikut kebaktian doa, tidur tidak sampai satu jam setengah, lalu Pak Aurelius khotbah saya terus ngantuk; kemarin kita terus kerja lagi. Tuntutan-tuntutan itu adalah sesuatu semangat Reformed, no compromise, do your best; you are doing it for God, not for men. Karena saya tidak percaya ada orang mau memakai waktu begitu banyak, pikir begitu tuntas, untuk sebaiknya untuk Tuhan, maka saya tidak serahkan kepada company yang paling besar manapun di Indonesia untuk bangun gedung gereja itu, Saudara-saudara sekalian. Dan ada orang bilang sama saya ada gereja lain yang besar, arsiteknya boleh mengeluarkan confidential, mereka punya cara desain untuk kita; saya bilang, “Jangan ambil,” jangan-jangan mereka kira kalau besok kita gereja sudah jadi itu adalah tiru atau curi ide mereka. Selama ini saya tidak ambil buku apapun, setiap inchi, setiap centi, setiap angle menetapkan sendiri di hadapan komputer dengan semua arsitek yang membantu saya; karena kita mau betul-betul bertanggung jawab kepada Tuhan.
Saudara sekalian, selama berpuluh-puluh tahun mengamati akan semua bangunan, setiap sudut, setiap pelosok, dan semua kesalahan, kita harap membikin sesuatu yang terbaik untuk Tuhan. Nah ini adalah kebenaran dan pengalaman kebenaran. Kalau saya mengajar anak saya dengan teori-teori buku, Saudara-saudara, itu untuk hal-hal seperti kimia, fisika, dan lain-lain boleh, tapi kalau saya mengajar anak-anak saya melalui pengalaman hidup dan kebenaran firman maka paling penting adalah prinsip-prinsip Alkitab, dan ujian-ujian yang pernah saya alami, dan pencobaan-pencobaan yang pernah saya kalahkan di dalam hidupku, itu menjadi bobot pendidikan karakter untuk anak-anakku. Itu sebab Saudara-saudara, kenapakah banyak keluarga yang kaya anaknya gagal? Karena tidak dididik dari kecil mendengar kebenaran, tidak dididik dari kecil menggumulkan akan cara karakter hidup dan bagaimana ambil keputusan di dalam pencobaan-pencobaan yang sulit, sehingga dikira, “Oh nanti besar tahu sendiri, anak-anak kalau besar nanti akan pintar sendiri,” nggak ada itu. Orang Tionghoa mengatakan umur 3 menetapkan 80, dari umur 3 arahkan yang benar karena arah itu kalau beda 1 centi, waktu umur 80 bisa beda 100 km; kalau masih kecil itu ditentukan arah yang benar, dia akan menuju kepada yang benar, seumur hidup itu akan beres. Kemarin ada seorang majelis berkata kepada saya, “Bolehkah saya membawa anak saya yang belasan tahun ikut kebaktian sini tapi bukan ikut remaja?” Saya bilang, “You tentukan sendiri, kalau anak itu memang daya pikirnya cukup kuat, biar dia ikut kebaktian dewasa nggak apa-apa, dari kecil ikut kebaktian dewasa nggak apa-apa, kalau ada kesempatan ikut kebaktian remaja baik,” karena manusia mempunyai potensi pikiran yang berbeda-beda. Mimbar ini adalah disediakan bagi orang yang berpotensi pikiran dan mau belajar kebenaran, jujur dan sungguh-sungguh. Mereka yang datang ke gereja hanya mempamerkan model, mempamerkan baju yang baru, silakan pergi gereja lain. Ini adalah gereja dimana engkau dilatih pikiranmu, engkau bertanggung jawab dan engkau menngerti dengan hati yang belajar firman.
Jikalau engkau dicobai, engkau harus kalahkan. Jikalau engkau mempunyai kesempatan dicobai, engkau bersyukur kepada Tuhan. Di dalam proses dicobai, bersandar kepada Tuhan dan pegang kepada prinsip firman Tuhan. Ini semua adalah hal yang mutlak. Tidak ada satu orang yang bisa mengalahkan pencobaan hanya dengan pikiran dan kepandaian otak yang dicipta, karena we were created, we have been polluted, and we by nature are limited. Ini 3 –ted, –ted, –ted; created, limited, polluted. Ini yang tidak diketahui oleh psikologi sekular, maka mereka kira, “Nggak usah Allah, psikolog bisa membantu orang.” Itu kosong. Nggak ada satu manusia berdosa bisa membereskan persoalan manusia berdosa yang lain secara tuntas, karena bagaimanapun engkau pintar, engkau created, engkau limited, engkau polluted, sehingga orang berdosa menolong orang berdosa. Sama seperti orang pintar yang ada di dalam penjara, dia tukang kunci tapi tidak bisa buka kunci sebelahnya karena dia sendiri dikunci. Itu sebab prinsip yaitu berpegang kepada Allah, pegang prinsip firman Allah, dan perasaan takut kepada Allah, ini adalah cara-caranya untuk mengalahkan pencobaan. Pada waktu kita dicobai, kita bersyukur kepada Tuhan karena waktu kita dicobai, kita sudah dianggap siap cukup.
Pada waktu Ayub diizinkan Tuhan untuk dicobai oleh Setan karena Tuhan mengetahui Ayub sudah siap, Ayub sudah cukup, dan persiapan-persiapan itu hanya dirimu sendiri, diketahui oleh Tuhan Allah, dan tidak diketahui oleh siapapun termasuk suamimu, nyonyamu, anakmu, atau orang lain. Itu sebab pada waktu Ayub dicobai oleh iblis dia begitu tangguh, begitu kuat, dan isterinya langsung gagal. Pada waktu 10 anak itu mati dalam satu hari dengan niat Setan supaya dia membuang iman kepada Tuhan, tetapi Ayub tetap begitu tangguh, begitu kuat, dia mengatakan, “Tuha yang memberi, Tuhan juga yang menerima, terpujilah nama-Nya, Dia patut dipuji.” Dia sudah siap, dia sudah siap untuk diuji, sudah siap untuk dicobai; baik diuji dari Tuhan maupun dicobai dari Setan, dia sudah siap. Tetapi nyonya Ayub tidak siap, nyonya Ayub langsung mencela, “Mengapa engkau mencintai Tuhan? Apa gunanya melayani Dia? Jikalau engkau melayani Tuhan setiap hari dari dulu sampai sekarang, sekarang apa yang engkau terima dari Tuhan? Percuma!” Jadi majelis, anakmu mati; engkau menjadi pendeta, keluargamu itu begitu rusak; “percuma engkau melayani Tuhan.” Nyonya Ayub dan Ayub mempunyai reaksi yang berbeda pada waktu mengalami pencobaan dan pengalaman yang sama. pengalaman yang sama bagi orang tertentu menjadi pengujian yang melengkapi dia, tetapi pengalaman yang sama bagi orang yang lain, sama pengalaman, menjadi satu sebab dia boleh mencela Tuhan. Itu sebabnya agama timbul dan atheis timbul pada dunia yang sama. Itu sebabnya orang memuji Tuhan timbul, dan orang yang mencela Tuhan timbul, pada gereja yang sama karena pengalaman yang sama.
Lalu Ayub mengatakan kepada isterinya, “Jangan menjadi orang bodoh.” Apakah isteri itu mau taat? Tidak mau. Semua orang yang sudah menetapkan sesuatu pendirian dengan alasan yang dia kira sudah cukup tidak mau dianjurkan orang lain. Semua orang yang anggap diri sudah pintar tidak mau dinasehati orang lain, “Siapa kamu? Itu pengalamanku, nggak usah banyak bicara.” Itu sebab Ayub dan isterinya menjadi berbeda pendapat terus menerus, dan isteri cari alasan mulai meninggalkan dia hanya karena mulutnya bau. Saudara-saudara, alasan-alasan sepele-sepele dari hidup sudah menutupi, menudungi pengertian kebenaran yang dimiliki oleh Ayub; Ayub bagaimana mengerti Tuhan tidak ada gunanya, isteri cuma lihat “abab-mu bau,” meninggalkan dia, “aku nikah sama kamu percuma karena sudah melahirkan 10 anak susah-susah, katamu itu pemberian Allah, sekarang semua mati.” Maka Ayub tidak bisa apa-apa karena pengertian sudah berbeda, tanggapan sudah berbeda. Jadi ada yang mengalahkan pencobaan, ada yang dikalahkan oleh pencobaan. Maka di sini Yakobus mengatakan, “Berbahagialah mereka yang mengalahkan pencobaan, berbahagialah mereka yang sudah dicobai dan akhirnya menang,” hanya satu, engkau dimenangkan Setan ataukah engkau mengalahkan Setan. Engkau mengatakan mengalahkan Setan, Setan begitu besar, Setan begitu berkuasa, Setan begitu agung, bagaimana mengalahkan dia? Nggak ada cara lain engkau mengalahkan Setan kecuali engkau berfihak kepada Tuhan Allah, dan jangan minta Tuhan berfihak kepada kamu. Ini perbedaan sikap berdoa: “Oh Tuhan tolong aku, tolong aku,” aku, aku penting, Engkau penolong; aku penting, Engkau pembantu. Banyak orang berdoa maunya Tuhan menjadi pembantu dia, Tuhan menjadi jongos dia, Tuhan menjadi yang menolong dia, membantu dia supaya kehendak dia dan rencana dia yang selesai dan Tuhan yang menjadi pembantu dia. Jangan minta Tuhan memfihak kamu, tetapi minta engkau memfihak Tuhan.
Waktu Jenderal Lee dan jenderal yang lain di Utara berperang, Grant sama Lee berperang dalam civil war tahun 1812-1814. Orang di Selatan mau membela sistem boleh memakai budak, orang di Utara mengatakan, “tidak, hak asasi manusia, orang negro jangan dijadika budak, itu harus dihormati.” Orang Amerika pecah menjadi 2, yang membela perbudakan dan yang melawan sistem perbudakan berperang, dan masing-masing mempunyai militer, mempunyai senjata, masing-masing orang Amerika mempunyai kekuatan; maka pertama kali peperangan sipil terjadi di Amerika zaman Presiden Abraham Lincoln. Pada waktu itu Lincoln membela hak asasi manusia, tidak boleh memperbudak orang negro. Maka orang Amerika sampai sekarang, termasuk orang putih, orang hitam, semua menghormati Abraham Lincoln nggak habis-habis. Dia adalah presiden yang paling agung sepanjang sejarah Amerika, yang memiliki lebih dari 40 presiden, karena keagungan moral dan imannya. Pada waktu itu seorang menteri dari kabinet Lincoln mengatakan, “Puji Tuhan ini kali perang kita menang karena Tuhan memfihak kita, tidak memfihak bagian Jenderal Lee; Grant yang menang, Lee yang kalah; Utara yang menang, Selatan yang kalah; sistem perbudakan dikalahkan, kita yang melawan sistem perbudakan kita menang perang; karena Tuhan memfihak kita.” Setelah menteri itu, seorang jenderal yang besar juga dia mengatakan kalimat itu, Lincoln langsung memegang pundaknya dan berkata, “That is wrong. You do not say God is stand with us. Kita menang bukan karena Tuhan memfihak kita, kita menang karena kita memfihak Tuhan.” Saudara-saudara, berobahlah dalam sikap berdoa. Mulai hari ini jangan lagi minta Tuhan tolong kamu, jangan minta Tuhan memfihak kamu, jangan minta Tuhan menjadi pembantu kamu; minta engkau menjadi orang yang taat kepada Tuhan, memfihak Tuhan, dengan sendirinya Tuhan menjadi pertolonganmu otomatis; dengan sendirinya Tuhan tidak meninggalkan kamu. “Tuhan, aku hanya hamba-Mu, aku hanya anak-Mu, biar aku taat, aku berjalan sesuai kehendak-Mu dan senantiasa berjalan di samping-Mu, di belakang-Mu, bukan mendahului Engkau. Aku selalu berjalan untuk memfihak-Mu, bukan Engkau memfihak aku.” Itu rahasianya.
Setelah engkau mendapatkan kemenangan, bagaimana? Menang pencobaan, di dalam pencobaan yang belakangnya ada tujuan Tuhan menguji engkau, engkau menang; di dalam cara Tuhan menguji engkau, di belakangnya ada siasat Setan untuk mencobai engkau, engkau tetap menang. Nah ini sesuatu yang dobel. Pada waktu Tuhan mau menggarap, mau menyempurnakan seorang anak, Setan pakai kesempatan itu merongrong supaya anak Tuhan gagal. Pada waktu Setan merongrong, merusak anak Tuhan, Tuhan langsung memberikan kekuatan dan rencana lebih tinggi dari Setan untuk menjadikan itu suatu ujian untuk membikin engkau lebih sempurna. Saudara-saudara, Setan setiap kali melihat Allah sedang menguji orang, dia pakai kesempatan itu menjadi pencobaan; tetapi sebaliknya, setiap kali Setan mau mencobai kita, Allah akan menyatakan kuasa lebih tinggi dari Setan untuk merobah itu menjadi suatu situasi ujian. Sehingga di dalam keadaan yang kompleks ini, kita yang direbut-rebut ini, kita berada di tengah-tengah yang baik dan jahat, itu memang posisi kita dicipta. Neutrality in position. Saudara-saudara, kita dicipta di tengah-tengah hidup dan mati, kekal dan sementara, Allah dan Setan, baik dan jahat. Ini pengertian yang penting sekali untuk bagaimana kita hidup sebagai orang bersifat kemanusiaan sesuai kehendak Allah. Ini sangat penting di dalam kita boleh melihat segala sesuatu dari sesuatu keadaan yang lebih superior.
Saudara-saudara, setiap kali kalau kita di dalam kemacetan itu jengkel sekali, iya kan? Apalagi mobil yang pendek-pendek, mobil depan tinggi-tinggi; di depan itu ada mobil apa lagi, ada apa, ada apa, ada accident, atau ada polisi, atau rasia, atau ada kemacetan, atau lampu rusak, nggak tahu; kita berada di mobil yang pendek-pendek, depannya mobil yang gede-gede, kita jengkel luar biasa, Maka saya ingin menemukan semacam lensa yang bisa.. [peragakan lensa naik ke atas], engkau pijit lalu dinamo jalan, lensa di atas mobil itu naik 5 meter lalu kasih gambar bisa lihat di depan itu apa, macetkah, polisikah, atau apa. Dari kecil banyak ide ku yang belum diwujudkan, salah satunya ini, lensa yang bisa tinggi. Lalu engkau naik Mercy, naik BMW, depannya truk nggak apa. Lalu lensa itu zoom, engkau tahu, “O.. saya tahu 3 km di situ ada tabrakan,” maka ada lensa itu engkau kembalikan, langsung engkau belok kiri, nggak usah macet. Nah lensa tinggi itu saya anggap sebagai pengertian untuk melihat kemungkinan kemenangan. Kita selalu tidak bisa menang, karena apa? Kita terlalu pendek, kita tidak lihat dari atas, nggak tahu situasi. Mengapa anak kecil itu kadang-kadang ngomel, “Pa, pulang”? Karena dia tidak tahu 2 hal: mau kemana, juga tidak tahu berapa lama lagi. Nah orang dewasa kalau shopping bawa anak-anak, dia tahu kira-kira setengah jam saya mau pulang, kira-kira mau kemana habis ini, habis ini kemana, dia tahu. Tapi anak yang dibawa itu terus ikut, terus ikut, dan dia tidak tahu 2 hal: nggak tahu kemana, nggak tahu kapan; itu problema ruang dan waktu. Maka “Pa, pulang.. Pa, pulang.” Memang susah anak kecil itu, kenapa kalau susah kok dia mau ikut? Kalau nggak ikut ketinggalan, kalau ditaruh di rumah lebih sepi nggak tahu siapa datang; anak kecil itu kasihan. Jadi dia tidak tahu pergi kemana, tidak tahu berapa waktu, maka dia ngomel. Demikian juga hidup kita, pada waktu diuji, waktu dicobai, kita tidak tahu ini ujian sampai kapan ini? Ini pencobaan sampai kapan ini? Terus diganggu Setan berapa lama ini? Saya akan miskin berapa lama tahun, saya akan susah berapa lama? Maka, “Tuhan, Tuhan,” sama, anak kecil ngomel karena Papa bawa mereka shopping tidak tahu kemana, tidak tahu sampai kapan; kita di hadapan Tuhan juga sama. Tetapi kalau Papa bilang, “Tunggu lagi ya, setengah jam kita pulang.” “Oh iya iya,” apalagi kalau dia mengerti jam, setengah jam dia terus hitung-hitung, senang. Kadang-kadang Tuhan membiarkan kita dalam pencobaan nggak tahu berapa waktu, nggak tahu kemana, susah; maka kita perlu apa? Perlu lensa tinggi. Kalau lensa sudah dinaikkan, “O.. begitu, ya sudah tenang.” Kalau lensa tingggi ada, itu tenang; lensa tinggi itu adalah iman yang bisa melihat jauh.
Semua orang ngomel karena imannya tidak lihat jauh, cuma lihat dekat. Semua orang ngomel, semua orang tidak puas, semua orang bersungut-sungut kepada Tuhan, karena tidak ada lensa tinggi. Dia tidak lihat apa yang terjadi, tidak tahu apa yang mungkin dikerjakan, maka dia terus ngomel. Di dalam lembah-lembah bayang-bayang maut, bedanya lembah sama bukit, bedanya lembah sama puncak, di puncak lihat kanan kiri selatan utara, tahu, di lembah, celaka saban hari dikelilingi oleh gunung-gunung yang puncaknya begitu tinggi. Maka kadang-kadang menjadi majikan sama menjadi pegawai bedanya di sini. Majikan tahu setelah ini akan apa, pegawai nggak tahu, cuma disuruh kerja saja nggak tahu hari depannya bagaimana. Bedanya seperti itu. Kita sebagai anggota tubuh Kristus, sebagai anak-anak Tuhan, mari kita minta Tuhan kepada kita mempunyai iman yang bisa lihat jauh, mempunyai lensa yang tinggi yang bisa melihat jauh dan mengerti bagaimana putar arah, situsi, kondisi, sikon dari Allah itu menuju ke mana.
Jikalau engkau mengalahkan pencobaan, engkau akan mendapatkan mahkota kehidupan. Nah Saudara-saudara, mahkota kehidupan ini adalah suatu mahkota yang membikin hidupmu bernilai setinggi mungkin, itu artinya. The crown of life make your life to the outmost valuable situation, make your life to be honored in the highest possibility. Hidup mempunyai mahkota berarti hidup ditingkatkan menjadi nilai yang tertinggi. Nah ini namanya menggali potensi, mencapai potensi, mencapai possibility. Saudara-saudara, Norman Vincent Peale memberikan satu istilah yang namanya positive thinking, lalu ditiru oleh Robert Schuller muridnya untuk memperkembangkan adalah possibility thinking. Tetapi di dalam pikiran saya dari kecil anggap dua ini belum terlalu penting. Positive thinking hanya satu arah. Possibility thinking hanya satu tempat. Saya memakai istilah lain, potential thinking. Gali potensi, gali potensi, dan maksimalkan potensi sampai setinggi mungkin baru engkau adalah orang yang setia kepada Tuhan. Itu yang saya kerjakan untuk diri saya sendiri. Di dalam diri saya masih ada apa? Di dalam hidup saya masih mungkin apa? Dengan waktu yang sedemikian sedikit, saya boleh kerja apa? Dengan bakat yang diberikan, saya bisa mencapai apa? Itu tuntut terus nggak habis kepada diri, untuk menggali potensi, potensi, potensi, potensi, semaksimal, itu namanya setia kepada Tuhan.
Istilah setia sudah menjadi istilah yang begitu rendah, yang begitu gampang dimengerti tapi tidak pakai pikiran Alkitab. Bagi saya setia adalah menggali dirimu semaksimal mungkin sehingga Tuhan menciptakan engkau, Tuhan mengaruniakan bakat kepada engkau, Tuhan memberi kesempatan kepada engkau, bukan untuk sia-sia. Kita tidak boleh hidup sia-sia. Kita tidak boleh belajar sia-sia. Kita tidak boleh makan nasi sia-sia. Kita tidak boleh mendengarkan firman sia-sia. Dengar firman untuk memperalat Tuhan, ikut kebaktian untuk mencari kekayaan, engkau menjadi orang Kristen supaya dihormati oleh masyarakat, itu semua motivasi kuburkan. Kita menjadi orang Kristen karena tahu ini kebenaran. Kita beriman karena kita harus setia kepada kebenaran. Kita harus bersaksi karena ini tugas kita adalah saksi kebenaran. Itu sebabnya kita dicipta, dan kita harus bekerja sebaik-baik mungkin karena kita menurut prinsip Reformed: bekerja untuk Tuhan, bekerja hanya untuk Tuhan, dan bekerja dilihat oleh Tuhan. Tidak peduli orang appreciate atau tidak, tidak peduli orang mengerti atau tidak, tidak peduli orang memberikan imbalan, bayaran yang sesuai atau tidak. Itu urusan mereka. Saya harus menggali potensi.
Saudara-saudara, menurut psikologi manusia mempunyai potensi 100% sampai mati yang digali belum 5%, termasuk orang yang hebat-hebat seperti Einstein. Berarti, manusia terlalu banyak memendam, terlalu banyak menguburkan anugerah Tuhan. Itu yang saya tidak rela. I’m not willing to live like that. Saya mau hidup bagaimana menggali, bagaimana mencapai, bagaimana meraih sesuatu potensi yang sudah ditanam oleh Tuhan semaksimal mungkin. Sampai pada waktu kita berjumpa dengan Tuhan, Tuhan akan tanya, karunia yang kuberikan kepada engkau, kenapa engkau tanam dan engkau simpan di dalam tanah? Engkau akan dihakimi. Engkau akan dihukum. Dan Tuhan akan berkata, “Berbahagialah mereka yang sudah menggali potensi dan sudah mempergunakan dengan baik, dan sudah betul-betul memperkembangkan sesuai dengan rencana-Ku sehingga sebelum engkau mati engkau sudah beres menjadi orang yang disebut setia.” Setia itu harus dimengerti bukan saban hari masuk kantor jam 9 pulang jam 5 satu menit pun hilang, itu namanya setia; yang kau kerjakan itu bagaimana? Hasilnya apa? Potensinya bagaimana? Sudah gali belum? Setiap anak itu mempunyai potensi yang banyak. Nah potensi-potensi selalu dipendam oleh ibu bapaknya karena kompromi dan membiarkan engkau hidup terlalu enak. Saudara-saudara, saya seumur hidup tidak membikin saya terlalu enak. Saya seumur hidup bergali terus akan potensi. Bukan positive thinking, bukan possibility thinking. Itu too shallow. Biarpun Norman Vincent Peale, biarpun Robert Schuller, apa lagi Cho Yonggi. Terlalu dangkal. Mari kita kembali kepada Tuhan. Tuhan yang Kau berikan kepadaku, harus kita menangkan; yang diberi seribu menangkan seribu; yang diberi 2 ribu menangkan 2 ribu; yang diberi 5 ribu menangkan 5 ribu kembali. Itu mencapai potensi yang diinginkan oleh Tuhan, mencapai kesempurnaan yang digarap oleh Tuhan.
Itulah sebabnya Tuhan memberikan ujian, memberikan pencobaan, memberikan kesulitan-kesulitan kepadamu supaya engkau menggali potensi. Engkau kalau sudah mengalahkan pencobaan, supaya mengalahkan ini, melalui ujian oleh Tuhan, engkau diberikan mahkota kehidupan. The crown of life. Mahkota kehidupan. Hidupmu ada mahkotanya. Saudara-saudara, orang yang hidup ada mahkota adalah orang yang hidupnya dihormati, disegani, betul-betul dikagumi karena ada mahkota, dan mahkota hidup itu bukan dibikin dari berlian, bukan dibikin dari pada intan, bukan dibikin dari emas. Dibikin dari pada kemenangan pencobaan. Ini ajaran Alkitab. Not by gold, by diamond. Saudara-saudara, engkau pergi London Tower, engkau pergi ke museum yang besar, kadang kala engkau bisa melihat mahkota-mahkota yang pernah dipakai oleh raja yang batu-batunya besar mengkilat luar biasa; itu kemuliaan apa? Kemuliaan materi. Kemuliaan materi itu ada tidak ada ndakpapa. Kalau engkau saya tanya, Queen Victoria sama Abraham Lincoln engkau menghormati mana? Pasti menghormati lebih tinggi kepada Abraham Lincoln. Dia ndak pernah pakai mahkota, tapi dia mempunyai mahkota hidup. Dia mahkota menghargai sifat manusia, menghargai orang miskin, menghargai seluruh dunia, dan diingat selama matahari masih berputar, Abraham Lincoln salah satu orang yang paling agung. Karena apa? Memang dia agung, karena dia adalah orang yang pernah miskin, pernah susah, dan akhirnya dia mempunyai hati yang boleh bagi-bagikan cita-cita yang besar untuk seluruh umat manusia. Saudara-saudara sekalian, lain dengan Martin Luther King yang juga berjuang untuk orang hitam, tapi hidupnya tidak karu-karuan. Saudara-suadara, jangan hanya memiliki kehormatan dunia. Kalau engkau nikah pakai pakaian yang 1 Milyar, nggak mulia. Itu hanya menyatakan engkau lebih kaya daripada orang lain lagi. Tapi kalau engkau nikah engkau tidak ada uang yang banyak tetapi setelah nikah hidupmu menjadi berkat bagi ratusan ribu orang, engkau hidup yang betul-betul bernilai.
Saudara-saudara, tadi Daniel Ling datang ke Hongkong mengajar berapa minggu tidak dibayar. Praktek, tidak ada bayaran, dia mau. Karena keluarga ini dari kecil, papanya tanya sama saya bagaimana mendidik anak. Saya memberikan prinsip-prinsip, semua dijalankan. Kakaknya, adiknya, kakaknya pernah satu kali sedikit berontak, tapi akhirnya menjadi baik luar biasa. Saudara-saudara, mereka bukan orang yang miskin. Papanya satu kali conduct bisa 20 ribu dollar, tapi anaknya diperketat, diajar dengan baik, harus miskin, harus apa, harus apa. Dari Amerika vakansi ngajar di Hongkong berminggu-minggu pergi cari bus sendiri, sesudah ngajar tidak dibayar. Anak institut kalau pergi praktik masih dikasih uang sangu, ini tidak. Mau? Dan orang yang Harvard University yang tinggi sekali harus mulai belajar miskin, belajar susah. Itu penting sekali. Saudara-saudara sekalian, saya kadang-kadang kira, mengapa banyak keluarga pendeta kalah sama keluarga biasa? Mengapa banyak orang keluarga Kristen, anak-anaknya kalah baik sama keluarga Buddha, keluarga Islam? Kenapa? Kenapa orang banyak dengar khotbah, dia punya karakter, dia punya watak kalah sama mereka yang belum pernah dengar khotbah? Something wrong. Karena tidak ditemukan prinsip Alkitab. They should return to the bible, go back to the word of God. Engkau telah dapatkan mahkota hidup, bukan mahkota kehidupan. Mahkota rohani, bukan mahkota jasmani. Mahkota kekal, bukan mahkota sementara. Mahkota yang tidak kelihatan, bukan mahkota berlian. Semua orang ingin anaknya baik. Semua orang ingin anaknya kaya. Semua orang ingin anaknya beres, hebat. Tetapi hidup itu mencapai bermahkota, the crown of life, itu harus melalui pencobaan, harus melalui ujian.
Ini ayat pendek sekali tapi jauh lebih tinggi dari perkataan Socrates. Socrates pada waktu paling hebat cuma katakan, unexamined life is not worth living. Hidup yang tak pernah diuji tidak layak hidup di dunia. Itu negatif. Tapi di sini katakan, hidup yang mengalahkan ujian mendapatkan mahkota hidup. Coba lihat. Setiap kali ada kalimat yang agung, saya bandingkan. Kalimat seperti ini, konsep ini, pernah dikatakan oleh siapa? Socrates? Kong Hu Cu? Tennyson? Robert Brown? atau pernah dikatakan oleh Byron, Shakespeare, atau dikatakan Wittgenstein, atau dikatakan oleh siapa? Semua perkataan yang sama, mirip, mirip, mirip saya bandingkan, lalu saya lihat selalu tertinggi Alkitab, the word of God. Saudara-saudara, sekali lagi, kalimat seperti ini saya kutip beberapa orang. Saya kutip Mencius, saya kutip Socrates, dan banding dengan ini. Mensius mengatakan kalau sorga memberikan mandat yang besar kepada seseorang, dikasih kesulitan-kesulitan termasuk tidak ada pakaian, kurang makanan, dan miskin luar biasa. .. itu Mensius. Kalimat seperti ini dari pada Socrates, unexamined life is not worth living. Kalau engkau mau hidup, hidup itu menjadi layak, harus menerima ujian. Kalimat seperti ini dari Yakobus, orang yang mengalahkan pencobaan, mengalahkan ujian, dia akan mendapatkan mahkota hidup. Coba lihat. Ini banyak orang di luar menghina Alkitab, mereka goblok. Bodoh, karena ini yang paling tinggi, paling berharga dibuang-buang, lalu kira mereka baca buku orang dunia itu namanya akademik. Goblok. Saudara-saudara, nggak ada sayings from a sinner can be compares with a saying from God, the Holy One. Nggak ada kalimat-kalimat dari manusia yang bisa dibandingkan dengan kalimat dari Tuhan yang suci. Tuhan dengan mulut yang suci, dengan kalimat yang suci, telah mengajar kepada kita hal yang paling tinggi, tapi kita abaikan, kita anggap sepi, itu sebab kita terus muter di dalam lumpur dosa ndak habis-habis.
Sekali lagi, barang siapa yang mengalahkan ujian, barangsiapa yang sudah diuji, mengalahkan pencobaan, dia adalah orang yang patut menerima mahkota hidup. The crown of life, dipasang oleh Tuhan sendiri, engkau mencapai hidup yang tinggi, hidup yang hormat, hidup yang mulia, karena engkau sudah mengalahkan pencobaan. Saudara-saudara, apakah Saudara masih di tengah-tengah pencobaan, atau sedang dicobai, atau sedang akan dicobai, atau akan dicobai tetapi belum dicobai, saya tidak tahu. Tetapi nggak ada orang yang tidak ada air mata, nggak ada orang yang tidak ada pengeluhan, tidak ada orang tidak pernah patah atau sakit hati, nggak ada orang tidak mempunyai pengalaman kepahitan, kesulitan. Waktu engkau mengalami kepahitan, kesulitan, sengsara, penderitaan, jangan lupa firman Tuhan. Everything done by You, God, is good. Segala sesuatu yang Engkau kerjakan itu pasti baik. Nothing wrong, nggak ada yang salah, Tuhan tak mungkin salah, Tuhan tak mungkin jahat, Tuhan tak mungkin mempunyai motivasi yang jelek untuk melakukan sesuatu diizinkan dalam hidup saya. Everything happen in my life is not just happen, everything happen in my life is already planned by You, God.
Tuhan saya bersyukur kepada-Mu, Engkau sudah merencanakan segala sesuatu yang diizinkan timpa kepada saya, yang diperbolehkan dialami oleh saya, termasuk diganggu oleh setan. Kau tahu, Kau melebihi, dan saya tidak akan diganggu, saya tidak akan dijatuhkan, karena saya mempunyai lensa yang tinggi. Saya melihat dengan cara Engkau melihat. Saya mengerti dengan sudut pengertian-Mu, saya meninjau, dengan berada di takhta-Mu. Bersama dengan takhta Tuhan. “Oh, begitu. Kalau begitu nggak apa-apalah, tahanlah.” Bedanya orang bisa tahan uji dan tidak bisa tahan uji, adalah beda pengertian akibat. Saudara-saudara, kalau engkau mengerti akibatnya bagaimana, dan engkau mengerti ini cara Tuhan, dan setelah cara ini selesai sesuatu akan diberikan oleh engkau, engkau berkata kepada Tuhan, “Kalau begini saya ngerti. Kalau saya sudah ngerti, saya terima. Saya terima; saya sekarang bersukacita,” stabil jiwanya. Tetapi, kalau engkau tidak mengerti apa yang terjadi akibatnya apa, engkau terus bersungut-sungut marah-marah, terus menangis dan terus tidak puas kepada Tuhan. Orang yang terus hidup di dalam ketidakpuasan, apa senangnya sih? Saya tanya lagi sekali. Orang yang tidak puas, tidak puas, apa senangnya hidup di dalam dunia? Engkau mengapa hidup tidak puas? Karena engkau mempunyai sasaran liar, ambisi yang tidak layak, yaitu tidak seimbang, antara berkewajiban dan berkehasilan. Yang tidak mau sekolah ingin lulus; yang nggak mau kerja ingin kaya; yang tidak berbuat baik ingin mendapatkan anugerah; yang tidak menanam ingin menuai. Maka engkau tidak puas, tidak puas, tidak puas. Mari kita balik tanya kepada diri sendiri: berapa banyak yang saya tanam? Berapa banyak yang sudah saya tabur? Kenapa sampai hari ini, saya tidak menuai? If you are not satisfied with your present, you should remember, you did nothing before. If you want to have a better moral now why expect something to come? Ingat kalimat-kalimat ini: Kalau engkau tidak puas dengan situasi hari ini, harus tahu, karena engkau dulu belum kerja apa-apa. Hak apa engkau minta menuai banyak, kalau engkau nggak pernah menanam? Berbuah banyak, jikalau belum pernah menabur, mau salahkan siapa? Salahkan Mama, salahkan Papa, salahkan suami, salahkan keluarga, salahkan akan pemerintah, salahkan Tuhan ALLAH; itulah cara orang yang berada di neraka. Di neraka nggak ada kerjaan lain kecuali mencela Tuhan dan manusia yang lain. The only thing you can do is to blame God, to blame others in eternal hell.
Saudara, dengar ya: Jikalau engkau tidak puas dengan keadaan sekarang, jangan marah-marah, ingat kau dulu tidak berbuat apa-apa, kau dulu tidak bertanam, tidak menabur, tidak bekerja, tidak melakukan kewajiban; sekarang, engkau menjadi begini jangan salahkan orang lain, salahkan dirimu. Engkau bilang “Kalau begini saya mengharap, mengharap hari depan lebih baik.” Kalau mengharap hari depan lebih baik, kenapa sekarang tidak tanam? Kenapa sekarang tidak menabur? Kenapa sekarang tidak kerja berat? Kalau engkau tetap malas, tetap tidak bekerja berat, kau tidak berhak untuk menuai sesuatu pada hari depan. Unsatisfying life, hidup yang dibuat tidak puas ini, tidak puas ini, murmuring, terus bersungut-sungut, mengomel-ngomel, mau apa? Mengapa hidupmu terus tidak puas-puas? Karena engkau tidak seimbang di dalam berkewajiban dan kenikmatan. “Paling baik nggak usah kerja, pokoknya nikmat. Paling baik nggak usah tanam, pokoknya menuai.” Tidak,
Saudara-saudara, kalau saya tidak mengabar Injil, lalu saya mengharap menjadi pendeta gereja besar, semua orang datang dengar khotbah saya karena saya pintar, itu adalah menuai atas penaburan orang lain. Seorang tanya kepada pendeta Niko, “Kenapa engkau musti di tengah-tengah jalan menginjili orang-orang?” Dia bilang, “MRII di sini anggotanya dari mana kalau saya tidak menginjili? Saya mengajar, pintar, teologinya baik, mengajar siapa? Mengajar anggota yang sudah dimenangkan oleh orang lain? Atau mengajar orang Kristen yang sudah dilahirkan dalam keluarga Kristen? Harus mengabar Injil.” Saya 100% setuju itu. Saudara-saudara, kenapa banyak gereja sesudah besar, sesudah sukses, diserahkan pendeta yang pintar mulai gagal? Karena pendeta yang pintar itu pintar khotbah tapi tidak mencari jiwa. Tahunya cuma jiwa-jiwa yang sudah dicari orang lain; “Saya yang ngajar, saya yang khotbah; you yang dengar”. Nggak bisa. Kalau tidak ada penginjilan, tidak ada perkembangan. Tidak penginjilan, tidak ada hari depan. Kalau engkau hari ini tidak tabur, besok minta tuai, engaku hanya bisa tuai di ladang orang lain. Kalau engkau hari ini tidak puas, karena dulu belum kerja apa-apa. Kalau dulu ndak kerja apa-apa hari ini bisa makan, you mesti tahu, you makan nasi yang belum pernah engkau masuk dalam sawah. You pakai pakaian yang belum pernah masuk pabrik tenun. You pakai sepatu yang belum pernah engkau tahu bagaimana jahit. Hanya karena engkau punya uang saja. Itu sebab coba pikir kesusahan orang lain sudah kau injak-injak. Engkau sekarang hanya menikmati kesusahan banyak orang. Engkau harus puas, harus bersyukur kepada Tuhan.
Saudara-saudara kita harus puas. Kita jadi manusia ini, telah menikmati terlalu banyak atas kesusahan orang lain. Orang lain bikin, tanam pohon cotton, lalu menjadi tenunan, menjadi baju; kita nggak berbagian. Kita makan kepiting, yang tangkap orang lain. Kita makan nasi, yang tanam orang lain. Kita masuk gereja, yang bangun orang lain. Kita pakai kamar AC yang enak, itu yang bikin betul orang lain. Kita saban hari, menikmati, harus puas, puas terus. Dengan perasaan puas, puas, kita hidup lebih bersuka cita. Dan kalau ada kesulitan datang, “Ah, sekarang giliran saya. Ya sudah. Banyak waktu giliran orang lain. Hari ini giliran saya, fair dong,” betul nggak? Fair dong. Kenapa 3 hari nggak ada AC sudah seperti neraka, ngomel-ngomel mau mati? Besok ke neraka baru tahu di situ lebih panas. Saudara-saudara, belajar puas, belajar bersyukur, belajar mengerti banyak orang lebih susah dari kita. Belajar kita menahan uji. Belajar mengalahkan ujian, dan belajar kalau tidak mengalahkan ujian tidak berhak pakai mahkota hidup.
Saudara-saudara, sekalian, kita membaca lagi ayat ini dan teruskan. Nah, Saudara-saudara, kalimat terakhir ini mirip dengan kalimat yang ditulis Paulus dalam Roma 8:28, “Saudara-saudara, Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu untuk mendatangkan faedah bagi semua orang yang mengasihi Dia.” Nah, ini rahasianya. Saudara-saudara, kalimat ini di akhiri dengan istilah “yang mengasihi Dia.” Yang di sini “mahkota kehidupan” saya tadi katakan mahkota hidup lain dengan mahkota kehidupan. Di sini terjemahan Indonesia adalah “kehidupan,” terjemahan lain adalah mahkota hidup. Apa itu? The Crown of Life; not The Crown of Living. Life itu hidup, living itu kehidupan. Life itu hidup di dalam, dan kehidupan itu adalah sesuatu ekspresi dan sesuatu execution dari pada hidup yang abadi di dalam. Mustinya mahkota hidup diberikan kepada siapa? Yang mengasihi Dia. Nah, di sini kita melihat, kemenangan dan juga pemberian Tuhan Allah, hadiah, hanya terjadi pada satu macam orang, yaitu hatinya mengasihi Tuhan. Saudara-saudara, jikalau engkau kerjakan segala sesuatu dengan motivasi yang berbeda, maka engkau akan mendapatkan perasaan hidup yang berbeda juga. Maksudnya apa? Maksudnya kalau engkau sama-sama kerja, kerja berat, tapi yang kerja berat itu ada sesuatu emosi yang ditambahkan atas pekerjaan itu, emosi itu adalah emosi yang meringankan pekerjaannya. Nah ini psikologi. Sama-sama gendong anak, yang gendong itu motivasinya lain beratnya anak menjadi lain. Engkau bilang, “Enggak, berat,” anak itu ditaruh di atas timbangan 13 kilo, ditaruh lagi di timbangannya orang lain juga 13 kilo; sama. Engkau nggak ngerti. Engkau kalau menggendong anak, umpama anaknya udah lumpuh, atau anak itu sakit, engkau mesti gendong dia, gendong dia ke dokter atau gendong ke rumah sakit. Waktu engkau gendong itu sangat berbeda perasaan ringan-berat. Bukan ringan-berat itu sendiri; perasaan ringan-berat. Kalau itu anakmu, engkau akan menggendongnya penuh dengan kasih. Waktu engkau menggendong penuh dengan kasih, engkau tidak rasa berat. Tapi kalau anak itu adalah anak musuhmu, huuuh, geregetan ya! “Papamu kurang ajar sama saya.” Di pinggir sungai engkau ingin lempar dia supaya mati saja. Kalau itu menjadi berat luar biasa, waktu ditimbang di atas timbangan sama. Waktu digendong lain. Karena apa? Emosi subjektif, itu menjadi perubahan psikologi, menjadi kekuatan. Nah, ini bedanya.
Maka menjadi seseorang, yang kerja dengan rela , dan yang kerja dengan tidak rela, akibatnya lain. Melayani dalam pekerjaan Tuhan, melayani dengan sukacita, melayani dengan tidak sukacita, akibatnya lain. Melayani dengan cinta kepada Tuhan, melayani dengan tidak cinta kepada Tuhan, akibatnya lain. Memberikan persembahan uang, engkau bilang “Tuhan, ini uang kupersembahkan kepada-Mu karena memang ini dari Engkau. Saya kembalikan kepada Engkau”. Setiap Minggu, Nyonya saya kasih $20 Singapore di kantung saya. Untuk kalau sampai Singapore, naik taksi supaya nggak cari-cari uang di mana lagi. Nah, Saudara-saudara, begini ini uang saya serahkan kepada Engkau, aku rela. Waktu engkau serahkan persembahan ini dengan cinta kasih kepada Tuhan, itu tidak rasa berat. Mengapa ada orang yang mengatakan, “Saya mau memberikan berapa ratus juta untuk pembangunan gereja,” tapi ada orang Kristen lama, saya lihat, cuma tulis selama 2 tahun memberikan dua puluh ribu? Saya nggak ngerti loh. Orang Kristen yang sudah lebih 10 tahun Kristen, berjanji “Saya memberikan 2 tahun, 20.000.” Bukan 20.000 Dollar, 20.000 Rupiah. Untuk lima kali tol, untuk parkir kira-kira 10-20 kali itu tok, untuk membangun gereja yang besar. Apakah engkau pengemis? Saya nggak tahu. Saya nggak ngerti engkau mengapa miskin seperti itu, karena apa? “Wih, uang banyak untuk itu, kan uang saya habis, uang saya kurang.” Karena engkau tidak mengerti, engkau tidak cinta Tuhan. Masa 2 tahun bangun gedung gereja besar, janjinya 20.000 Rupiah? Saya nggak ngerti. Bukan saya menghina. Saya tidak akan menghina orang miskin. Tapi saya berkata janda yang memberikan 2 keping uang itu, itu nilainya sepeti hari ini kira-kira uang lebih daripada 50.000; cukup untuk menghidupkan keluarga di dalam satu hari. Satu hari. Masa ada anggota GRII memberikan persembahan 20.000 untuk bangun gedung gereja yang akan datang? Saya nggak ngerti. Karena apa? Berat? Lebih dari 20.000 berat? Tapi ada orang, tidak. Kalau perlu kerja lebih berat. Kalau perlu jual apa saja untuk bisa jadikan pekerjaan Tuhan. Karena apa? Karena rela. Rela ndak rela, beda. Kasihi Tuhan, nggak kasihi Tuhan, beda. Kalau engkau mempunyai motivasi, emosinya ditambah ke situ, ringan jadi berat, berat jadi ringan. Kalau yang engkau senang, engkau cintai, engkau rela, berapa ratus juta pun engkau mau jual rumah. Kalau engkau rasa berat, engkau tarik 1 bulu pun sakitnya teriaknya 3 bulan. Saudara-saudara, bedanya apa? Cinta Tuhan atau tidak.
Mahkota hidup itu diberikan kepada orang yang mengasihi Dia; For those who loves God, all things work together. Segala sesuatu bekerja bersama. Dan Alkitab mengatakan “Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu”. Wah, ini terjemahan Indonesia luar biasa bagusnya untuk ayat itu. Karena kita tahu, Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu untuk mendatangkan faedah bagi orang yang mencintai Dia. Saudara-saudara, mencintai Tuhan dan tidak mencintai Tuhan, lain. Mencintai Tuhan segala menjadi ringan, segala menjadi rela, segala menjadi licin, enak. Meski pun banyak air mata, air mata pun menjadi oli yang melubrikasikan perjalanan kita. Meski pun banyak gangguan, gangguan-gangguan itu menjadi bahan untuk melatih kita, makin lengkap dan sempurna kepada Tuhan. Meski pun diejek, ejek-ejekan itu tidak mengganggu.
Saudara-saudara, kita tidak akan mengerti tuntas; pada waktu Yesus dipaku di atas kayu salib, sudah begitu sakit, sudah begitu pedih, darah mengalir terus, fisik-Nya turun terus, dan jantung-Nya makin debar karena harus memompa darah yang sisa yang sedikit untuk seluruh tubuh. Dan di dalam keadaan begini, sakit, tidak ada orang yang mengerti, dimaki-maki. Setiap maki-maki, setiap maki-caci, setiap kutukan, air ludah yang dibuang kepada Dia; ini semua menyakiti lebih dalam. “Saya turun dari Surga mencintai engkau. Saya mati begitu susah untuk engkau. Saya digantung di atas paku untuk engkau. Saya ditusuk, tubuh menjadi rusak seperti ini untuk engkau. Engkau bukan saja tidak mengerti, engkau masih marah-marah Saya.” “Turun! Jikalau Engkau tabib, bisa menyembuhkan orang lain. Sekarang sembuhkan Diri-Mu sendiri. Turun! Jikalau Engkau Anak Allah, biarlah Allah berkenan kepada Engkau; lolos dari kecilakaan.” Mereka meludahi Dia. Waktu Yesus menderita dan menerima segala ejekan seperti ini, Saudara-saudara, kita ndak mengerti sesungguhnya bagaimana bisa tahan. Dan Yesus bukan saja tahan; Yesus tidak pernah balas satu kali pun. Saudara bandingkan pada waktu orang disiksa, orang lain mati, sama waktu Yesus mati reaksinya bagaimana. Hanya poin ini saja engkau mesti jadi orang Kristen, because if He is not God it is impossible. He’s God became Man. He suffered so deep, so terrible, because of you.
Cinta kasih, membikin segala menjadi ringan. Cinta kasih, menjadikan segala sesuatu menjadi gampang, menjadi bisa tahan. Cinta kasih kepada Tuhan, menjadikan kita menghina penghinaan. Hinalah penghinaan! Ejeklah pengejekan! Ringankan orang yang meringankan kamu. Jangan diganggu. Jangan mau dirongrong dan akhirnya menyerah. Jangan mau kalah karena engkau diserang. Jangan mau karena engkau cinta Tuhan, diejek, lalu engkau membalas. Biar engkau mempunyai sesuatu hubungan kepada Tuhan yang tidak diganggu oleh sekitar, tidak diganggu oleh musuh. Engkau mengabarkan injil. Engkau mengasihi Tuhan. Engkau menjalankan Firman. Engkau setia memperkembangkan segala potensi secara optimal untuk membalas cinta kasih Tuhan dengan cinta kasih, dengan motivasi yang benar, lalu diejek, biarin. Biarin. Karena mahkota hidup hanya diberikan kepada orang-orang yang mengasihi Dia. Saudara-saudara, mengasihi Dia. Pelayanan karena mengasihi Dia; ujian, tahan, karena mengasihi Dia; menjadi pertolongan, menjadi manfaat, menjadi berkat bagi orang lain, hanya satu sebab: Karena mengasihi Dia, tidak ada motivasi lain. Dengan demikian Tuhan tidak meninggalkan engkau. Tuhan terus memberkati engkau.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]