Vik. Leonardo Chandra, M.Th.
Flp. 2: 10-13
Dalam bagian ini kita menemukan di dalam ayat 10, 11, itu berbicara suatu nuansa eskatologi, suatu nuansa berbicara akhir zaman nanti seperti apa. Dan di bagian ini dikatakan bahwa pada akhirnya nanti, semua lutut akan bertelut, segala yang ada di langit, yang ada di bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa. Bagian ini bicara akhir zaman dan ada suatu kepastian dalam iman kita. Iman kita itu bukan cuma suatu pengandaian, iman kita itu berdasarkan pada suatu fakta, kepada suatu fakta yang riil dan suatu fakta yang nyata yang bisa dipegang. Ini yang membedakan iman Kristen dari pada banyak iman, berbagai macam iman yang di dunia ini, bahkan sampai di zaman sekarang. Seperti andai kata misalnya kalau anda pergi ke Tangkuban Perahu lalu ada, cerita legenda, hikayat dulu seperti ini. Gitu ya. Oh kejadiannya kayak gini. Lalu ada juga cerita seperti Sangkuriang dan segala macamnya, terus ini batunya, ya, bagian itu kita mau percaya nggak percaya kita pikir, ya pokoknya ada batunya itu. Tapi cerita itu lebih kayak seperti suatu cerita ya, legenda, dan cuma ditangkap makna moralnya. Kira-kira seperti itu. Entah beneran atau nggak, oh pokoknya ya kira-kira gitu. Tapi iman kita tidak seperti itu. Iman kita itu berdasarkan suatu bukti yang nyata, yaitu kejadian yang benar terjadi, yaitu bicara 2 aspek yang di masa lampau, yaitu yang terjadi dalam Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru, dan juga yang berbicara yang akan datang, yang pasti akan terjadi itu di akhir zaman nanti. Dan itu posisi iman kita, sehingga iman kita itu berdasarkan sesuatu fakta, bukan cuma suatu legenda, juga bukan suatu angan-angan. Bukan cuma suatu cita-cita yang sepertinya, ya mudah-mudahan akan seperti itu. Tapi memang berdasarkan suatu kepastian, memang berbicara yang akan datang, Kristus kelak pasti akan datang. Dan patokannya yang akan datang itu adalah karena seperti dia sudah pernah datang di masa lampau itu.
Jadi kalau kita melihat, memperhatikan ya, iman Kristen itu justru sangat kuat secara kesejarahannya, secara bukti nyatanya. Iman kita itu justru berlandaskan pada apa yang konkret, bukan suatu ide, suatu angan-angan. Kembali lagi ya, itu kalau kita memperhatikan ada banyak iman-iman, kepercayaan-kepercayaan di dalam zaman sekarang itu ada banyak macam rupanya, tapi itu kebanyakan adalah suatu pemikiran atau renungan dari para pendiri agama itu sendiri, dan suatu ide dan cita-cita ataupun refleksi dari seorang pendiri agama akan suatu hal dalam kehidupan, baik dalam kehidupannya pribadi maupun pikir untuk umatnya dan pengikutnya seperti itu. Tapi iman kita bukan seperti itu. Iman kita bukan suatu pengandaian, tapi sesuatu berdasarkan sesuatu yang konkret, yang riil, yang nyata. Dan ini kita melihat dasar iman kita makanya itu sangat kuat di situ. Kalau kita melihat sendiri dasar bagaimana Kristus bangkit meski kita tidak melihatnya secara langsung, tapi itulah yang tercatat dalam Perjanjian Baru. Kenapa Perjanjian Baru itu orangnya itu berjuang dengan begitu giat, dengan begitu rupa, para murid yang tadinya sudah tercerai-berai, para murid yang tadinya sudah ketakutan dan pergi terserak ke mana-mana, kok bisa begitu maju berani dan berjuang habis-habisan? Tidak lain yaitu karena mereka lihat secara riil itu. Memang faktanya adalah Kristus bangkit, dan mereka lihat secara nyata. Dan mereka adalah saksi mata, dan mereka mencatatkan itu dalam Perjanjian Baru. Secara aspek manusia itu mereka adalah saksi mata dan tentu secara dari aspek Allah, Allah Roh Kudus memimpin para penulis Alkitab sehingga menuliskan bagian itu. Sehingga itu dasar iman kita itu pada bagian itu, ada suatu yang riil dan bukan saja yang terjadi riil di masa lampau, tapi juga yang di akan datang itu lebih pasti lagi. Karena sudah pasti yang masa lampau, maka yang di depannya itu pasti. Ya? Itu bukan suatu pengandaian, kembali lagi ya bukan suatu perenungan reflektif seorang pendiri agama, tapi sesuatu yang bukti riil, yaitu Kristus mati, lalu yang sebelum Dia mati, Dia sendiri ngomong, “3 hari kemudian, Aku, pada hari yang ketiga Aku akan bangkit.” Benar-benar Dia bangkit. Sehingga itu punya kekuatan yang sangat riil ya, sangat konkret dalam kehidupan ini. Dan itu adalah suatu, kembali lagi bukan cuma suatu cita-cita, bukan cuma suatu hanya angan-angan atau khayalan, juga bukan suatu mitos, tetapi adalah sesuatu yang berdasarkan bukti nyata.
Dan di bagian sini kembali, bagian sini mengatakan di akhir nanti semua lidah akan mengaku dan semua lutut akan bertelut bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Dan inilah bagian menarik karena kalau kita pikirkan bahwa semua akan bertekuk lutut, semua lidah akan mengaku, ini berarti bicara semuanya itu tanpa kecuali. Dan di bagian ini memang berapa commentary itu jelas dan mereka sepakat mengatakan bahwa di akhir zaman nanti, di kiamat nanti, semua ini berbicara semua makhluk itu akan bertekuk lutut mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan. Dan kalau bicara semua itu baik orang yang percaya kepada Kristus maupun yang tidak. Ini saya rasa ini, kalau kita renungkan baik-baik, semuanya ini ya semuanya tanpa kecuali, di bagian ini. Itu bukan cuma, oh orang Kristen akan mengakui Yesus Kristus itu adalah Tuhan. Tapi juga orang yang tidak percaya, dan bahkan iblis, setan dan antek-anteknya pun akan bertekuk lutut, akan mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan itu. Ini bagian yang menarik kalau kita pikirkan bahwa di bagian sini itu ada bicara mereka pun akan ngaku, karena akan riil, nyata bahwa tibalah penghakiman dan Kristus akan datang dengan segala kemuliaan-Nya itu. Di dalam kedatangan pertama Kristus, Dia datang dalam kedatangan pertama itu di dalam rupa seorang hamba ya, ya itu sudah dibahas di sebelumnya itu Dia mengambil rupa seorang hamba, Dia mengosongkan diri-Nya, tentu bukan kehilangan ke-Allah-annya, tapi Dia menahan kemuliaan-Nya dan kuasa-Nya itu, Dia mengambil rupa seorang hamba, Dia menjadi manusia bahkan sampai mati di kayu salib seperti itu. Tapi nanti kedatangan kedua Dia datang dengan penuh kemuliaan-Nya, dengan kemuliaan yang dimiliki sebelum dunia dijadikan itu. Dan di situ, di saat itu akan nyata dan orang akan mengaku sungguh Dia adalah, Yesus Kristus adalah Tuhan. Bahkan para musuh pun akan ngaku sungguh Dia adalah Tuhan. Tapi tentu kita bukan mengerti bahwa ketika mereka ngaku itu mereka diselamatkan. Bukan. Bukan seperti itu. Tapi mereka terpaksa mengaku seperti itu, ya.
Bagian sini saya kasih contoh saja sama seperti kalau kita pernah ada kesempatannya misalnya dua orang, sederhana saja misalnya, dua orang sahabat lalu mereka itu nonton pertandingan bola. Tapi si teman yang A ini menjagokan klub yang A, lalu yang si B ini menjagokan klub yang B. Ya kan? Pertandingan sepak bola itu kan dua klub, dua klub atau dua negara seperti itu, bertanding. Berbeda. Lalu yang pertama itu menjagokan A, yang kedua menjagokan yang B. Lalu sudah nonton, nonton, wah ini pertandingannya seru sekali, seperti itu, lalu pada akhirnya wah sampai di terakhir injury time, wah gol dari yang A. Lalu akhirnya menanglah klub yang A. Maka semua, hore, tepuk tangan. Yang pertama ini senang, wah yang menang ini yang A. Yang B itu akhirnya juga kan akan mengaku ya memang yang juara itu A bukan B, meskipun yang dia jagokan klub B. Bisa nangkap ya? Di bagian itu bukan karena dia senang oh iya saya senang A. Bukan, karena memang faktanya tidak terbantahkan lagi, memang juaranya A, gitu ya. Itu sama nanti juga ketika kita akan pemilu ke depan itu ya, yang mana pun kita jagokan itu , pada akhirnya entah kita mau akal-akalin quick count segala macam itu tetapi pokoknya pada akhirnya pasti cuma satu paslon yang akan menang gitu. Kita jagokan yang mana pun entah yang kita pilih atau yang kita nggak pilih itu ternyata yang menang, ya fakta realitanya ya itu. Itulah presidennya dan itulah wakil presidennya. Dan di saat itu akhirnya pihak yang kalah mau nggak mau mengaku. Tapi bukan karena kerelaan, tapi karena dengan satu posisi yang terpaksa tapi memang itulah realitanya. Nah gambaran seperti itu adalah kita melihat bahwa pada akhirnya itu seperti itu. Pada akhirnya semua akan mengaku dan berlutut bilang, memang Yesus Kristus itu sendiri adalah Tuhan. Dan ini justru ketika di dalam kacamata masa depan seperti itu, kita yang di masa kini, kita yang percaya pada Kristus, itu justru punya suatu pengertian yang riil, kenapa kita mengaku percaya kepada Kristus ini. Dan ini adalah aspek justru kitalah yang bersyukur di bagian ini Tuhan membukakan kacamata eskatologi itu pada kita, membukakan kebenaran firman itu pada kita sehingga kita justru mengaku dulu sekarang sebelum nanti dipaksa untuk mengaku berlutut itu.
Dan di bagian sini, selama kita hidup di dunia ini justru kita belajar untuk rela dan untuk percaya meninggikan Kristus sebelum memang pada akhirnya akan begitu. Dan di bagian sini kita melihat ya, justru posisi kita sebagai orang Kristen ini adalah bagian yang kita berhikmat, berbijaksana, ya. Justru berbijaksana kita mengakunya dari sekarang dan kita belajarnya sekarang. Kalau sama kalau kita memilih itu memilihnya yang benar, dan itu yang nantinya terpilih kita lihat ya kita sudah berjalan di dalam arus yang seharusnya, di dalam jalur yang seharusnya. Sehingga di bagian sini ketika selain juga tentu memang ada aspek already and not yet, yaitu apakah Kristus sudah jadi raja? Sudah. Dari sejak Dia datang dan penuntasan tugas dalam kedatangan pertama-Nya, Dia sudah menjadi raja. Bahkan sebelum Dia naik, terangkat naik ke sorga, Dia sendiri mengatakan di dalam Matius 28 bagian akhir itu mengatakan segala kuasa baik di sorga dan di bumi itu telah diberikan pada-Nya. Berarti sudah. Sudah diberikan pada Kristus. Already. Tapi juga ada aspek not yet, yaitu belum diakui oleh semua orang. Jadi iman kita itu punya ada aspek itu. Tapi aspek kembali lagi iman kita itu bukan suatu khayalan, bukan suatu, oh mudah-mudahan nanti Dia jadi raja. Bukan. Karena memang exactly Dia sudah jadi Raja. Itulah kenapa kita ngerti kenapa kita percaya pada Kristus dan kita tunduk meninggikan Dia, karena memang Dia Raja. Karena Dia sudah menjadi Raja atas segala raja, dan kemudian Dia akan nyatakan kelak itu kepada semua. Di dalam contoh juga yang lain ya, kalau kita mempelajari sejarah Indonesia, kemerdekaan Indonesia, itu kita merdekanya kapan? 17 Agustus 1945 ya. Masih ingat, oke, itu artinya di sini masih sadar semuanya. 17 Agustus 1945. Tapi lalu kemudian di dalam kalau kita mempelajari sejarah dengan detil, kita akan ketemu bahwa mula-mulanya ketika dicetuskan oleh pendiri negara kita lalu dengan para orang-orang pemuda di awal itu ya bahwa kita merdeka itu 17 Agustus 1945, itu belum diakui secara internasional. Ini ada yang tahu nggak ya? Jadi mulanya itu cuma secara aspek lokal aja kita bilang kita ini merdekanya tahun ini. Dan karena itu lalu ada yang pernah ada yang meneliti bilang, oh akhirnya itu baru diakui secara internasional itu belakangan ya, tahun 1950, sekitaran situ kalau saya nggak salah ya. Berarti sekitaran sana baru diakui. Nah itu ada yang pakai istilah itu aspek de jure dengan aspek de facto. Jadi ada yang mulanya itu ketika kita sudah merdeka tahun 1945, itu belum diakui oleh orang lain. Lalu akhirnya ada yang bilang, oh baru diakui belakangan, ya. Tapi di bagian situ baik kalau mau bilang de jure dan de facto-nya, tapi pada akhirnya juga memang akan nyata secara riil, memang ini sudah jadi negara. Entah memang ada yang already and not yet-nya makanya itu sama juga ya, kemerdekaan kita kapan, ya itu ada aspek already and not yet-nya waktu yang 17 Agustus tahun 1945 itu. Sudah merdeka, tapi kemudian secara bertahap baru akan diakui negara lain. Dan kalau cek lagi terakhir itu akhirnya sih secara internasional sudah, oke mengakui yang sah, meski cuma aspek legal tapi itu sudah sah diakui 1945 itu tahun kemerdekaan Indonesia. Dan itu kita melihat, cepat atau lambat itu seperti itu. Negara saja bisa mengalami demikian dan lebih-lebih lagi Kristus. Lebih-lebih lagi Kristus saat pada akhirnya nanti mereka semua akan mengakui itu, bahwa memang, suka nggak suka, Yesus Kristus adalah Tuhan. Dan itu adalah akhir dari segala sesuatunya. Dan kalau orang mengaku di saat itu, itu sudah terlambat, karena itu sudah posisinya terpaksa. Bukan karena iman, bukan karena kerelaan memang mau memper-Tuhan-kan Kristus tapi ya memang faktanya sudah begitu.
Dan ini kita melihat iman kita itu justru bersandar ada aspek itu ya, aspek masa lampau, suatu kepastian dalam kebangkitan Kristus dan juga ada aspek masa depan, eskatologis, bahwa memang akan demikian. Justru orang berbijaksana mengakuinya sekarang, tunduk kepada Dia sekarang, sebelum nanti memang akan nyata seperti itu. Itulah di posisi iman kita. Lalu kemudian dikatakan, kita semuanya ini adalah bagi kemuliaan Allah Bapa. Jadi kita melihat di dalam seluruh pekerjaan Kristus, dalam semua ini, ketika kita tunduk pada Kristus, ini adalah bagi kemuliaan Allah Bapa. Ini bicara adalah goal-nya, tujuannya adalah bagi kemuliaan Allah. Sehingga seluruh iman kita di dalam aspek semua yang kita kerjakan, baik juga seperti kita ibadah hari ini, tujuannya itu, goal-nya itu adalah bagi kemuliaan Allah. Saya sendiri terus terang sebenarnya bukan background orang yang suka olahraga ya. Tapi suatu saat itu saya pernah dapat kesempatan itu terutama kayak kadang-kadang kalau nonton pertandingan olahraga gitu terus terang saya sebenarnya tidak terlalu tertarik, terutama ada olahraga cabang tertentu, bukan diskriminasi ya, tapi seperti sepak bola itu saya terus terang malas nontonnya dibanding kalau misalnya kayak badminton atau basket, kenapa? Ya bagi saya simpel aja, skornya sedikit. Nanti bolanya ke kiri, ke kanan, keluar, offside, bolak-balik. Pernah saya ingat itu suatu kali saya nonton satu, karena diajak teman saya, nonton satu pertandingan sepak bola. Klub A lawan klub B, lalu sudah nonton, lama sekali, sampai akhirnya gol itu yang klub A, 1-0. Terus nonton seperti itu lalu ya sudah toh jalan babak pertama skornya 1-0. Sudah sampai babak kedua, kira-kira 2/3 itu tetap skornya 1-0. Saya bilang sudahlah nggak usah lagi nonton, ini sudah jelas pemenangnya, sudah 1-0 kok, pertandingan sudah mau habis. Lalu teman saya pakai suatu istilah, “jangan salah, dalam pertandingan bola itu bundar,” maksudnya bisa berubah situasinya. Ah masak sih? Nonton sambil ngantuk-ngantuk sampai akhirnya benar ada cetak gol itu dari yang satunya, akhirnya skor jadi 1-1, sudah menjelang akhir. Terus sampai di injury time-nya akhirnya klub B itu cetak gol lagi sehingga skor akhirnya jadi 1-2, dan memang berbalik posisi seperti itu. Saya jadi kaget, kok bisa begitu ya, berubah situasi. Lalu teman saya bilang, “Nah ini makanya bola itu bundar jadi bisa berubah situasi.” Saya melihat permainan bola itu bolak-balik, bolak-balik tapi mereka bermain seperti itu, dan apalagi kalau kita tahu ya, para pelatih, para atlit itu berlatih habis-habisan lho untuk itu. Mungkin kita seperti pagi ini ada yang bangun siang, atlit itu berlatih keras habis-habisan bisa bangun lebih pagi dari kita, latihan fisik habis-habisan untuk pertandingan itu. Lalu pertandingan itu bolak-balik ngapain sih tendang-tendang bola? Tujuan mereka sebenarnya itu adalah gol nya itu lho.
Untuk mencapai golnya itu segala jerih lelah mereka. Ketika akhirnya gol dan menang, itulah semua jerih lelah mereka pay off, semua terbayar, akhirnya semuanya worthed dikerjakan ketika mencapai gol itu. Dan berapa banyak kita pikir juga kehidupan kita itu seperti demikian ya, bukan untuk sekedar masukkan bola ke dalam satu gawang, tetapi gol kehidupan kita adalah bagi kemuliaan Allah. segala sesuatu yang kita kerjakan dalam kehidupan ini, jerih lelah kita, selalu kita pakai kacamatanya apa? Untuk kemuliaan Allah, itulah yang kita sasar. Segala hal yang kita kerjakan baik dari hal besar sampai hal kecil semuanya golnya, sasarannya untuk kemuliaan Allah. Dan bagian ini, kalau itu saja nyata jelas di dalam kehidupan Kristus, Sang Anak Tunggal Allah, apalagi kita yang sudah ditebus, diselamatkan, dijadikan anak-anak Allah, sama, kita punya misi, punya suatu tujuan dalam hidupan ini adalah untuk kemuliaan Allah. Kadang-kadang saya mendengar ada orang yang bilang, “Oh Pak, saya suka sih dengar khotbah di Reformed tapi nggak suka misalnya musiknya, lagu himne nggak suka.” Kenapa nggak suka? “Ya kurang asik, kurang seru, kurang menyenangkan.” Tapi kalau kita pikir ya, kembali pada basic-nya, memang kita beribadah itu untuk menyenangkan manusia atau menyenangkan Allah? Untuk menyenangkan diri kita ataukah menyenangkan Tuhan? Justru kita belajar, kembali dalam musik-musik, lagu-lagu yang kita pilih, memang juga kita tidak sempurna dalam banyak hal tapi kita berjuang dengan kita memilih lagu-lagu ini adalah kita pikir selalu dalam teks-nya dan nadanya semuanya adalah bagi kemuliaan Allah. Memang bukan untuk menyenangkan diri sehingga jangan heran ketika kita nyanyi kesan pertama tidak tentu kita langsung rasa asik. Kalau ada lagu yang kita dengar pertama kali langsung rasanya asik, justru memang jelas lagu itu dirancang untuk menyenangkan anda, menyenangkan manusia. Tapi saya rasa kalau kita mengerti ini bagi kemuliaan Allah maka justru memang kadang dan mungkin justru lebih umum natur kita manusia yang berdosa justru menolak, nggak suka. Tapi justru kita mengerti kita menyanyi bukan untuk menyanyi menyenangkan diri tapi untuk menyenangkan Tuhan, sehingga golnya adalah di sana.
Contoh lain, saya pernah dengar di dalam suatu kesempatan seorang hamba Tuhan kita, dia menceritakan waktu dia dulu masih muda dan dia pacaran, pacarnya yang kemudian menjadi isterinya. Dia bilang suatu ketika pacarnya ini ulang tahun, lalu dia pikir kasih kado apa. Dia ini orang yang background-nya IT, lalu di zaman itu yang paling bagus kado untuk pacarnya ini peralatan elektronik yang paling canggih di zaman itu, adalah printer. Dikasih printer tercangggih, yang baru, yang bisa nge-print banyak hal. Lalu si cowoknya ini pikir : “OK, inilah saya kasih hadiah yang terbaik,” dikasih ke pacarnya ini. Pacarnya ini lihat : ini barang apa gitu ya…. Kembali ya, itu sudah memang berapa dekade lalu gitu ya. Lalu pacarnya pikir ini barang apa gitu ya, terus : “ooo, oke ya, terima kasih ya untuk kadonya ini’’ . Oke, terus dikasih. Terus pacarnya ini, yang si cewek ini mendapat ini, dibuka : “Ooo printer ya, nge-printnya gimana ?”, nggak ngerti. “Ooo dicolok ini ke komputer. Terus installnya gimana ?”. Ooo ya udah cowoknya yang praktekin : “Ooo, ini lho harus install softwarenya begini gini gini..”. Oke, “ Terus cara pengoperasiannya gimana ?”. Ooo ceweknya juga nggak ngerti. Pokoknya cowoknya ini yang ajarin- ajarin. Ujung-ujungnya, yang pake printer itu siapa ? Si cowok ya. Si cewek ini pikir, ‘’Kamu ini, kasih hadiah untuk saya atau untuk kamu sih sebenernya?” Simpel ya, dalam kehidupan ini sebenarnya kalau kita mau kasih seseorang, itu kita pikir untuk dia, bukan menurut kita. Apa yang baik bagi kita belum tentu sesuai dengan baik bagi dia. Kita harus cari yang sesuai kepada siapa yang ingin kita berikan ini, dan yang terbaik itu adalah yang menurut definisi dirinya. Meski secara manusia tentu orang bisa salah, tapi Allah tidak pernah salah. Allah tidak pernah salah, dan di dalam hal ini apakah kita juga renungkan dan gumulkan, ketika hidup kita itu mau memuliakan Tuhan, berarti mengikuti maunya Dia, dan menurut versi Dia, dan bukan menurut mau kita, dan menurut versi kita. Dan seringkali juga keinginan kita itu justru sangat jauh dari kehendak Allah, karena Allah itu kudus adanya, dan kita ini adalah manusia berdosa, dan keinginan kita itu sangat banyak bercampur dengan motivasi-motivasi yang berdosa juga yang tidak murni.
Justru ketika kita mengerjakan misalnya dalam pelayanan atau apapun yang kita kerjakan, kita ngerti pertama itu sesuai standar prinsipnya ini adalah sesuai dengan Firman Tuhan, tetapi kita tidak suka, ya sudah. Berarti ini kita belajar menundukkan diri kita mengikuti kehendak Tuhan. Saya justru melihat ya, ketika kita kerjakan pelayanan, ‘’Ooo, kenapa kerjakan pelayanan ini ?” ‘’Saya suka Pak.” Itu jangan-jangan kita melayani diri lho, dan mungkin cuma aktualisasi diri. Saya pernah kasih contoh, di sini atau di Solo ya, apa sih bedanya ketika misalnya paduan suara nyanyi di sini atau para pemain musik nyanyi di sini dengan misalnya mereka pergi ke apa ya, Indonesia’s Got Talent, atau Indonesian Idol, dan yang lainnya? Sama-sama nyanyi, ada bedanya. Yang pertama, memang tidak dibayar, ya itu satu. Dan yang kedua adalah memang ketika mereka nyanyi di sana, pentas di sana adalah untuk menunjukkan kehebatan dirinya kan? Ya, selain memang mereka dapat keuntungan dari situ, dapat popularitas dan segala sesuatunya, itu mereka nyanyi untuk menyenangkan diri, ya kan ? Makanya jangan heran kadang-kadang kapan itu ya, juga pernah ada, konser si artis ini akan datang ke Indonesia. Jarak berapa, ehh, batal konser, kenapa ? Ya kalau artisnya lagi nggak mood, batal aja. Tapi coba ya pelayanan di sini kalau lagi nggak mood mau gimana, nggak bisa batal toh ? Kenapa ? Karena itulah artinya kita belajar melayani. Bukan melayani menurut perasaan saya. Bukan melayani perasaan kita, tapi melayani Tuhan. Kadang kita mood atau nggak mood, ya kita tetap kerjakan, kenapa ? Saya tahu, saya kerjakan ini untuk kemuliaan Tuhan. Belum lagi kalau kita konflik, ‘slek’ dengan satu sama lain, sesama pelayan. Kalau para artis itu diundang, wah konflik dengan yang di lokal, ya tolak, udah bubar aja, ndak usah datang. Lho Kenapa ? Karena memang itu menunjukkan ego dia kok. Ya kan, kalau apa, panitianya itu, wah artisnya ini nggak, kalau itu, kalau ada yang tahu itu ya, kalau artisnya datang wah disambut, dijamu habis-habisan, pokoknya dibikin dia itu senang luar biasa. Kenapa ? Karena memang fokusnya itu ke egonya sang artis itu dan karena para panitianya juga tahu kalau artisnya nanti ngambek, heh nggak jadi nyanyi, atau konsernya jelek, atau dia cuma nyanyi sebentar terus ditinggal. Karena memang itu fokus untuk menyenangkan manusia, bahkan fokus menyenangkan artisnya itu. Tapi bedanya ketika kita pelayanan, kita bukan fokus pada diri, bukan fokus untuk menyenangkan sesama kita, dan bahkan ketika kita bisa konflik satu sama lain ya, karena nggak lepas kita adalah sesama manusia berdosa, tapi ketika kita tetap mengerjakan pelayanan itu, itu riil bahwa kita bergumul, kita nyanyi bukan menyenangkan Tuhan, bukan untuk dilihat orang, juga bukan menyenangkan diri, tetapi menyenangkan Tuhan.
Itulah kenapa kita mengerti bahwa ada semua kita kerjakan, apa artinya kita hidup memuliakan Tuhan ini, ya. Dan saya rasa dalam pembentukan dalam pelayanan, kembali lagi, saya bukan senang ketika orang konflik satu sama lain di dalam pelayanan. Tetapi ketika kita lihat itu terjadi, biarlah kita sedang bergumul apa artinya kita tetap fokus memuliakan Tuhan. Mengerjakan terbaik yang kita bisa kerjakan untuk memuliakan Tuhan. Dalam baik situasinya, kita sedang baik satu sama lain relasinya, maupun tidak, kembali lagi saya bukan mau singgung atau apa ya, di dalam konteks kehidupan itu kadang banyak hal bisa terjadi kok, ya, apalagi di dalam keluarga kita, atau relasi kita satu sama lainnya. Ada kalanya kita relasinya itu baik satu sama lain, kadang ada kalanya jadi renggang, apalagi ada konflik. Tapi pertanyaannya, kita tetap kerjakan pelayanan atau tidak ? Justru situ baru start kita belajar, apa artinya kita melayani dan apa artinya kita hidup memuliakan Tuhan. Kalau orang pelayanan, kembali lagi, meski saya bukan suka di dalam gereja itu saling ribut satu sama lain, tapi kalau di dalam pelayanan, kalau semuanya senang, semuanya akrab, ya jangan-jangan kita lebih mirip pelayanannya itu dengan sifatnya ke nightclub ya. Klub itu kan sesama senang, satu hobi, satu kesenangan, senang ngumpul bersama. Tapi di dalam pelayanan, justru kita lihat, ketika ada hal yang ketidaknyamanan terjadi, ataupun ada kesulitan yang kita alami, ataupun kesibukan kita yang lebih padat dari sebelumnya, kalau kita tetap mau tunduk kerjakan pelayanan, itu justru jelas, kita tahu kita ini memuliakan siapa, kita sedang menyenangkan siapa. Dan di bagian inilah kita belajar, apa artinya kita memuliakan Allah itu dalam hidup kita, bukan cuma ucapan, bukan cuma suatu omongan lip service, tetapi memang riil, kita nyata. Justru saya percaya ya, ketika kita dalam pelayanan itu, ada bagian yang kita bergumul, sulit untuk melayani, itulah bagian kita sadar, ini mengikuti keinginan diri, atau keinginan Tuhan ?. Keinginan diri atau keinginan Tuhan ? Dan di dalam pergumulan yang tipis itu, yang sangat dalam, yaitu yang di dalam diri kita sendiri yang tahu. Itu artinya kita belajar mau taat atau tidak ? Mau taat atau tidak ?
Karena itulah di bagian ini ketika setelah berbicara aspek eskatologis di ayat 10 dan 11, di ayat 12 itu muncul “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir.” Disini kita melihat di dalam pengajaran Paulus itu selalu bukan cuma aspek teologis, bukan cuma aspek ortodoksi ajaran, tapi masuk pada otopraksi, kepada praktek kehidupan. Dari indikatif kepada imperatif. Dari doktrinal, fakta obyektif kebenaran itu kepada apa yang dikerjakan Allah kepada apa yang harus kita kerjakan dalam kehidupan kita. Itu tidak pernah dilepaskan. Karena itulah masuk ke poin ke dua yaitu bicara tentang obedience, tentang ketaatan itu. Ada elemen yang penting dalam kehidupan ini. Tentu pertama-tama kembali saya tegaskan dan ingatkan bahwa kita diselamatkan oleh anugerah saja melalui iman. Kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik kita. Perbuatan baik kita selalu penuh cacat cela, penuh kelemahan, dan tidak pernah mungkin sempurna untuk menyelamatkan kita. Kita diselamatkan sepenuhnya oleh karya dari Yesus Kristus dengan Dia mati di atas kayu salib dan sudah genaplah keselamatan itu. Ya kan diatas kayu salib Yesus berkata kan “tetelestai,” bukan “setengah jalan.” Sudah selesai kan? Sudah genap. Sudah genap keselamatan itu. Bukan “Sudah setengah jalan sih, sisanya kamu jalanin.” Ya nggak. Makanya kental doktrin Reformed justru disitu ya, kita diselamatkan sepenuhnya oleh anugerah yaitu melalui karya Yesus Kristus, itu saja, dan kita terima melalui iman. Dan di dalam bagian Efesus 2:8-9 itu justru mengatakan bahkan iman itupun adalah pemberian Allah, itu bukan hasil usaha kita ya. Jadi kita diselamatkan sepenuhnya oleh karya dari Allah bukan karena pekerjaan kita, bukan karena karya kita. Kita diselamatkan sepenuhnya oleh anugerah. Ya kan. Kalau misalnya kita saja melihat ya ada ya suatu kapal yang karam lalu dia tenggelam lalu orangnya teriak-teriak, “Tolong, tolong.” Lalu ada orang yang di atas kapal yang utuh, yang tidak karam, lalu dia oh ada orang mau tenggelam disana. Yang dilakukan kira kira apa? “Oh lempar nih pelampung sama tali, kamu capai aja pelampungnya lalu kamu berenang kesini ya”? Oh nggak. Orang yang setengah mati kayak gitu ya yang kita lakukan apa? Loncat terjun. Masa iya dikasih setengah-setengah? Justru baywatch-nya itu mereka akan loncat situ, meresikokan dirinya, nyawanya, demi menyelamatkan yang di bawah itu. Itu orang yang masih hidup aja begitu apalagi kita manusia yang sudah mati di dalam dosa. Kristus itu ketika mengerjakan keselamatan itu tuntas, bukan setengah jalan. Tuntas, genap menyelamatkan kita.
Dan itulah sebabnya sama, penjahat disamping Yesus katakan ketika dia percaya kepada Kristus bilang, “Kristus ingatlah akan aku ketika Engkau datang dengan kerajaanmu, ketika Engkau datang sebagai Raja.” Kristus langsung mengatakan, “Pada hari ini juga engkau akan bersama dengan Aku di firdaus.” Bukan, “Saya masuk firdaus, hari ini juga kamu di purgatory ya, dibakar-bakar dulu sampai matang nanti nyusul gitu ya. Setelah cukup suci baru Saya tolong nanti baru up.” Nggak ya. “Hari ini juga engkau akan bersama dengan Aku di firdaus.” Karena apa? Kristus sudah tuntas bayar penebusan dosa kita melalui darahNya yang suci itu, yang teralirkan oleh karena kita. Tapi setelah kita percaya maka pasti akan ada respon kita kalau kita memang memiliki suatu genuine faith. Suatu iman yang asli, iman yang sejati. Maka iman yang sejati itu pasti akan menghasilkan sesuatu perbuatan baik, akan nyata, akan menunjukan efek keluarnya, itu efeknya kita melakukan perbuatan baik. Kita diselamatkan hanya karena melalui iman pada Kristus, tapi kemudian iman itu bukan iman yang mati tapi iman yang hidup dan yang akan menghasilkan perbuatan-perbuatan baik itu. Secara alamiah di dalam proses pengudusan kita menghasilkan ketaatan-ketaatan itu. Kembali lagi ketaatan ini bukan untuk keselamatan, justru ketaatan ini karena kita sudah selamat. Saya ulangin ya. Kita melakukan ketaatan bukan supaya selamat tapi justru karena sudah pasti selamat itu, justru karena sudah pasti selamat itu kita melakukan ketaatan. Karena apa? Karena kita sebagai respon kita bersyukur akan anugerah Tuhan. Tuhan sudah selamatkan kita. Kita baik kan kalau kita seperti orang yang tadinya hampir tenggelam itu lalu diselamatkan sama baywatchnya. Sudah diselamatkan, ditariknya keatas kapal, kira-kira responnya apa? “Oh puji Tuhan, bagus ya kamu selamatin saya,” apa gitu? Apa akan sangat admire dan sangat bersyukur kepada orang yang menyelamatkannya? Dia pasti akan sangat bersyukur. Dia akan sangat mengikuti kalau baywatchnya bilang disuruh, “Oh kamu duduk sini ya. Kamu tunggu disini ya.” Pasti dia akan taati itu. Lah iya kok. Itu sudah suatu hal yang lumrah. Hal yang alami kok. Dia selamatkan kita. Dia yang selamatkan nyawa kita masa kan kita tidak mau taat kepada dia. Dan apalagi terus terang itu adalah bagian yang justru itulah hidup baru yang diberikan kepada kita. Ketika kita mengerti kita sudah diselamatkan. Apa sih artinya kita mengalami kelahiran baru? Apa sih artinya kita mengalami hidup yang baru itu setelah kita diselamatkan? Yaitu kita menjalin suatu misi yang baru, yang berbeda dari sebelumnya. Kalau orang cuma menjalankan apa yang sama dari kehidupan baik sebelum Kristen dan setelah Kristen maka bagi saya itu belum bertobat. Oh kalau dia bilang saya sudah mengerti iman sejati itu question mark, tanda tanya. Sudah mengerti nggak? Sungguh mengalami nggak kehidupan yang baru ini? Karena sepertinya tidak ada efek apa-apa. Orang saja dalam kehidupan mengalami near death experience ya, suatu pengalaman hampir mati itu life changing, merubahkan kehidupan orang itu. Apalagi kalau kita mengerti tadinya harusnya kita hidup dalam neraka karena dosa-dosa kita, lalu kemudian kita diselamatkan dan bukan diselamatkan dengan murah tapi melalui pengorbanan darah Kristus yang begitu mahal itu yang tak terkira harganya, masakan kita tidak mau berkorban bagi Dia? Masakan tidak ada yang kita mau belajar berikan kepada Dia? Dan Itu kita mengerti itulah artinya belajar taat karena kita mau menyenangkan Tuhan yang sudah lebih dahulu mengasihi kita.
Orang saja yang kalau berpacaran itu akan memberi kan hadiah yang terbaik yang diinginkan pacarnya. Kadang-kadang kalau pacar kita minta sesuatu yang nggak bener. Kita kasih nggak? Ya jujur aja kadang ada kita kasih toh. Mulai yang gak bener aja kita kasih. Kalau diminta yang bener? Oh pasti kasih Pak. Lah lalu kalau untuk Tuhan, kita kasih nggak? Kalau kita masih hitung-hitungan berarti kita sebenernya belum mengerti apa artinya mengasihi Tuhan. Kalau dalam keluarga ya, untuk anak apa aja minta kita nggak tahan untuk kita nggak kasih, kenapa kalau untuk Tuhan kita hitung-hitungan? Dan saya pikir itu sebenarnya kenyataan dalam kehidupan itu banyak kita nggak sadar itu ya. Kita itu termanipulasi dengan keinginan kita sendiri. Makanya itu ada yang bilang “kalau ya memang cinta seribu jalan akan dilalui, tapi kalau memang tidak cinta ya sudahlah seribu alasan dikasih.” Ya toh? Datang ibadah, “Oiya nantilah, nantilah.” Ya banyak alasan ya kalau memang tidak cinta ya udah itu aja. Tapi ya kalau memang cinta ya Akan datang. Dan memang cintamu itu bukan cinta sana sini tapi cinta akan Tuhan, itulah yang mendorong kita untuk mentaatiNya. Kalau anak kita minta sesuatu aja, orang tua itu akan selalu berjuang begitu rupa untuk memberikan yang terbaik untuk anak. Seorang pemuda aja akan berjuang setengah mati untuk memberikan yang terbaik, apa yang diinginkan oleh kekasihnya. Pertanyaannya Tuhan itu jauh lebih besar dari pasangan kita, jauh lebih besar daripada anak kita, adakah kita memperTuhankan Dia juga dan bukan hanya bilang, “Oh saya apa adanya Pak, yang penting Tuhan tahu isi hati saya”? Selalu bikin begitu ya. Tuhan selalu tahu isi hati saya. Kalau Tuhan bisa muncul, “Rupamu, saya tahu isi hatimu penuh dosa. Kamu memang tidak mau memberikan saya yang terbaik. Kamu memang tidak mengasihi Saya. Buktinya pasanganmu, atau orang lain, atau orang dunia atau kalau ada untung kamu akan berjuang habis habisan.” Kenapa kita masih hitung-hitungan? Kenapa kita tidak mau taat? Dan di bagian ini kembali saya berharap ini mengingatkan kita apa artinya kita hidup mentaati Tuhan itu. Taat itu bukan cuma sekedarnya tapi memang sepenuh hati kita. Karena itulah artinya ketika kita mentaati Tuhan. Sebagaimana dalam sepuluh hukum Taurat diringkasnya menjadi apa? Dua hukum kan. Sepuluh hukum Taurat menjadi apa? Yaitu Kasihilah Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budi mu, dan kasihilah sesamamu seperti kamu mengasihi dirimu sendiri.” Lho kok dari perintah jangan, jangan, diringkasnya menjadi kasih Tuhan? Karena itulah esensinya. Ketika kita mentaati ini semua perintah, perintah, itu artinya kita mengasihi Tuhan dengan segenap tenaga kita itu. Dan ketika kita mengasihi Tuhan itu berkaitan dengan ketaatan. Di bagian ini kita melihat kasih di dalam Alkitab, mengasihi Tuhan itu ada aspek akurasi dan ada aspek relasi. Yaitu ada aspek ketepatan yang sesuai dengan yang memang Tuhan mau, dan ada aspek kita relasi nya kita wujudnya itu kita di dalam relasi kita secara interpersonal dengan Tuhan. Tidak mungkin ada orang katakan “Oh saya mengasihi pacar saya tanpa ada akurasi, keakuratan ketepatan mengenal pribadi itu kesukaannya apa, senangnya apa”? Ya kan? Nggak ada bedanya Juga sebaliknya, nggak ada yang “Oh saya cuma tahu ini data-datanya, dia sedang ini, ini,” tapi tidak pernah berelasi. Kita itu justru seperti Calvin katakan itu ya, justru di dalam mengenal Allah, pengenalan akan Allah yang benar itu ada aspek relasi dan aspek akurasi, ada ketepatan setepat mungkin apa yang Tuhan katakan dan kita mengikuti. Yang Dia mintapun tidak mungkin salah, dan Dia tidak berbohong, dan dia Maha bijaksana. Dan di dalam efek kedepannya Itu pun baik bagi pertumbuhan iman kita. Ya Meski itu bukan sebagai golnya tapi sebagai efek dari ketika kita mentaati Tuhan dan mempermuliakan Tuhan. Itu menjadi yang baik dalam kehidupan kita.
Saya lanjut ya. Di bagian ini, di dalam aspek obedience, di dalam aspek ketaatan, yaitu pertama kali mentaati Tuhan itu secara alamiah secara lumrah. Orang yang sudah hidup baru akan menjalani kehidupan yang demikian. Lalu juga di bagian ini kalau dalam terjemahan Indonesia itu kurang clear ya tapi kalau terjemahan Inggris itu jelas, itu bukan “kerjakan keselamatanmu” itu mengerjakan keselamatanmu, tapi dalam bahasa inggris itu bukan work for salvation but work out your own salvation, yaitu work out. Mengerjakan, mengkaryakan keluar keselamatan itu. Berarti keselamatan yang sudah kita alami dalam diri kita itu perlu dinyatakan keluar. Bukan kita work for salvation but work out your own salvation yaitu mengkaryakan keluar apa yang keselamatan sudah diberikan. Kembali lagi, makanya bagian ini doktrin Reformed itu jelas sekali. Kita bukan bekerja, berbuat baik untuk keselamatan tapi karena sudah diselamatkan kita menyatakan itu keluar. Orang yang hidup akan menunjukan ciri kehidupan, orang yang pernah lama sakit di rumah sakit sampai akhirnya dia sembuh sehat yang dia pikir apa? “Ooh setelah saya sehat saya mau kerja.” Kenapa? Setelah sembuh pulang dari rumah sakit ini apa iya saya mau tidur-tiduran di rumah. Ya mana ada? Yah sudah bosan toh. Di rumah sakit itu sekian lama itu cuman bisa baring lama. Orang yang sehat aja akan otomatis kita nggak usah perintahkan lho. Kamu setelah pulang dari rumah sakit harus kerja ini ini ya. Nggak. Dia akan otomatis akan menjalankan seperti orang yang hidup. Bukan cuma berbaring begini akan mengerjakan sesuatu. Karena memang natur kita itu memang untuk bekerja. Dan kembali di dalam bagian ini kita bicara secara rohani kita sudah dihidupkan, kita sudah dilahirbarukan, maka kita menyatakan kehidupan yang baru ini, menyatakan apa yang sudah Kristus kerjakan dalam diri kita dalam secara kerohanian kita. Apalagi kita ngerti Dia sudah mati bagi kita maka kita akan berjerih lelah, berjuang untuk menyenangkan Dia karena Dia sudah menyelamatkan kita.
Sehingga di bagian sini seperti Gordon Fee katakan bahwa bagi Paulus iman dalam Kristus itu pada ultimatenya itu terekspresikan di dalam ketaatan pada Kristus. Ini menarik karena kadang kita pikir iman dan ketaatan itu aspek yang berbeda tapi justru iman tidak pernah tanpa perbuatan, iman yang sejati itu pada akhirnya akan terekspresikan di dalam ketaatan. Dan di dalam bagian ini untuk mentaati perintah Tuhan, Gordon Fee katakan untuk tunduk dibawah Ketuhanan Kristus dan sepenuhnya berdevosi kepada Dia. Kadang-kadang makanya, saya ingat sekali bagian ini tuh Pak Dawis kadang suka ngomong gitu ya, “Ingat ya, kadang-kadang orang itu cuma percaya Yesus, cuma sebagai Juruselamat, bukan sebagai Tuhan. Tapi kita harusnya beriman kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.” Apa maksudnya di sini? Yaitu kalau cuma bilang Juruselamat, ya cuma untuk antar kita masuk Sorga. Ya kan? Contoh saya misalnya, seperti kalau saya, kemarin perjalanan dari Solo ke Jogja sini. Misalnya, “Wah saya ketinggalan Kereta Prameks.” Ketinggalan Kereta Prameks, yang harusnya saya naik misalnya serinya, apa itu, 253, misalnya gitu. Terus kira-kira yang saya lakukan apa? Saya kejar lari Prameks itu? Ya nggaklah, selain memang nggak mungkin kecepatannya, ngos-ngosan kali. Yang saya lakukan apa? Cari aja kereta lain toh? Karena itu cuma sarana kok. Saya ketinggalan itu, saya cari aja kereta berikut. Itu cuma alat. Saya cuma capai tujuan saya: Jogja. Whatever kek, naik apa, pokoknya sampai. Nangkep ya? Kalau orang cuma melihat Kristus sebagai Juruselamat, itu mirip kaya gitu saja. Yang penting Dia antar saya ke sana. Kalau nggak sampai, ya saya cari dukun lain kek, atau tukang tenung yang lain, pokoknya bisa antar saya sampai Sorga. Saya cuma mau sampai sana. Tapi kalau kita ngerti Dia bukan cuma Juruselamat, Dia adalah Tuhan kita, Dia adalah our Lord, He is our Lord – Dia adalah Tuan kita, kita justru hamba-Nya, tunduk taat pada Dia, mengikuti maunya apa. Dan di dalam bagian ini, seperti pernah teolog itu ngomong, di dalam ketika kita mengikut Tuhan, kita itu justru sepenuhnya taat kepada Dia. Karena kita bukan memberi nasihat kepada Dia, Tuhan nggak butuh co-pilot, kita itu justru cuma peserta dan ikut di sana, Dia bawa kita ke mana. Dan itu adalah bagian kita justru percaya kepadaNya, mendevosikan seluruh hidup kita kepada Dia dan taat kepada KetuhananNya. Dan apalagi kalau kita ngerti dalam konteks Perjanjian Baru, kehidupan mereka ketika mereka ngaku: Yesus Kristus adalah Tuhan – Jesus Christ is my Lord, itu justru bahasanya sangat subversive karena sekaligus mereka menyatakan: mereka itu tidak mau taat kepada lord yang di dunia ini, tuan-tuan yang ada di dunia ini, dan terutama itu adalah tuhan Kaisar dari Romawi itu. Karena Kaisar juga diakui sebagai tuhan, sebagai tuan di situ makanya lord itu. Sebagai tuan itu. Sebagai kurios, sebagai tuan, itu ya orang Romawi ya taat sepenuhnya pada tuan itu. Ya memang di dalam konteks zaman sekarang, apalagi negara yang relatif kita cukup demokrasi sih, kita memang mungkin kurang paham, gitu ya. Tapi konsep ketuhanan itu adalah mutlak tunduk kepada sang tuan itu. Tanpa kecuali.
Kalau kita sempat ada pengalaman, oh mungkin kalau kita nonton sajalah, film sistem kerajaan. Kerajaan. Kerajaan-kerajaan seperti itu, itu kalau ada yang di bawah itu melawan mau apa, protes, demo, gitu ya? Oh nggak ada. Kamu protes, ya mati. Atau kalau nggak ya, kalau mau lebih ringan ya kamu minggat lah, minggat ke negara lain. Jangan di negara sini. Karena ini rajanya jelas, siapa, dan kamu harus tunduk mutlak kepada raja ini. Kembali lagi, kenapa kita tidak lagi memilih raja manusia? Karena justru, exactly kita tahu, Tuhan kita, Raja kita hanya satu yaitu Tuhan Yesus Kristus. Dan kita tahu kita taat pada Dia sekarang, dan kelak kita akan mentaatiNya, dan semua akan mentaatiNya itu nanti di langit dan bumi yang baru. Kita hanya belajar, sebagai orang percaya, sebagai orang beriman, kita justru bersyukur menyadarinya lebih awal daripada yang lain. Sebelumnya memang itu sudah terlambat. Dan itu bagian kita tunduk kepada Dia. Lalu kemudian ada ketika kita mengerjakan keselamatan ini, di dalam bahasa Inggris juga kurang clear ya, karena cuma bilang: work out your own salvation. Tapi istilah “your” nya itu, istilah “mengerjakan keselamatanmu ini”, di dalam teks aslinya itu bentuknya jamak. Ya karena di dalam Bahasa Inggris juga Indonesia itu, “kamu”nya itu bentuk karena nggak jelas ya, ini tunggal atau jamak. Tapi di dalam Yunani-nya itu bicara bentuknya itu jamak. Artinya apa? Saya mulai di sini, ketika kita kerjakan keselamatan kita itu bukan saya kerjakan sendiri, saya taat, taat sendiri. Justru memang ada aspek kita kerjakan keselamatan di dalam suatu komunitas, di dalam umat Tuhan. Jadi our working salvation as believer in community. Jadi kita kerjakan keselamatan ini memang, pertama-tama memang keselamatan itu: Salvation is personal but is not meant to be individual, but rather to be communal. Jadi keselamatan itu memang suatu hal yang personal kita alami secara pribadi. Tapi kemudian ketika dikerjakan, itu nyatakan keluar, bukan untuk kita nyatakan sendiri, tapi sebagai suatu komunitas umat Tuhan. Dan apalagi kita ngerti, justru memang di dalam kehidupan umat Tuhan itulah kita saling menajamkan satu sama lain. Karena di dalam irisan dan gesekan karakter satu sama lain, di situ kita dibentuk sebenarnya.
Kembali ya, keselamatan itu personal tapi ada efeknya itu secara relasi sosial kita. Keselamatan itu adalah pribadi, tetapi kemudian ketika kita nyatakan keluar, itu bukan untuk: pokoknya saya taat Tuhan, taat Tuhan gimana? Sendirian aja, saya di rumah ibadah di rumah. Ya nggak begitu. Saya lihat Reformed 21, gitu ya. Ya nggak begitu. Tapi memang di dalam suatu komunitas di dalam gereja Tuhan, dan saya tahu memang sedikit banyak bisa ada plus minus yang kita rasakan, ada ketidaksukaan yang kita bisa alami. Mungkin pilihan lagunya, mungkin posisinya, tempatnya, dan apanya. Tapi itulah bagian kita ngerti, kita memang beribadah itu, yang Tuhan inginkan adalah sebagai suatu umat Tuhan, bukan sendirian. Tapi sebagai umat Tuhan, dan di dalam bentukan umat Tuhan itulah menjadi alat yang dipakai Tuhan seringkali ada untuk mengasah kita, menajamkan kita, yaitu membentuk iman kita semakin serupa Kristus, untuk kerohanian kita itu semakin kita serupa dengan Kristus. Dan itu memang asahannya, itu di dalam relasi pribadi lepas pribadi. Di dalam kehidupan kita, memang tidak selalu berjalan itu secara mulus, tetapi itulah terjadi gesekan itu. Dan gesekan itu, kembali lagi, bukan untuk kita cari gara-gara dan cari masalah ya, tapi ketika terjadi dan memang itu adalah, saya pikir secara sederhana itu memang tak terhindarkan. Kita ini sentuhan dengan manusia lain, sentuhan dengan orang lain, karakternya berbeda, latar belakangnya beda, budayanya beda, bahasanya beda, karakternya beda, pasti ada gesekan. Tapi ketika terjadi, kita justru lihat ini berarti bentukan Tuhan untuk mengasah kemurnian kita. Dan terutama justru banyak ego kita justru diasah itu lho, dipangkas-pangkas, lapisan demi lapisan. Apa sih bedanya kalau kita ibadah di rumah dengan ibadah di sini? Kalau ibadah di rumah tuh bener-bener ya, ya tentu kalau ada orang yang nggak bisa lagi gerak, sudah tua nggak bisa gerak ke mana-mana, ya sudahlah lebih baik ibadah di rumah daripada nggak sama sekali. Tapi kita yang masih kuat, masih cukup sehat, diberikan kesempatan ibadah pada Tuhan, biarlah kita beribadah secara rutin di dalam rumah Tuhan. Di dalam ibadah, seperti kita bersama di tempat ini. Kenapa? Di dalam bagian ini kita tahu, kita sedang berfokus melayani Tuhan dan sedang beribadah kepada Tuhan dan tidak mengikuti ego kita. Kalau di rumah kan, kita punya ada suatu tools yang paling order itu kan, kalau misalnya ibadah di rumah. Apa? Remote TV itu kan? Ah ini yang khotbah ini lagi keras suaranya, gua kecilin. Ah gua pause. Yang kontrol kita kan? Remote nya di kita kan? Atau kalau Anda pakai layar laptop segala macam, tombol pause nya itu bisa di Anda kan? Tapi ini Hamba Tuhan khotbah kan Anda nggak bisa pause. Lho iya nggak bisa pause kan? Biar berapa lama mati, Tuhan ini orang khotbah, gitu ya. Ya akan ngikut. Itu adalah bagian kita belajar taat justru. Bisa nangkap ya bagian sini ya? Itu adalah bagian kita belajar taat. Ada yang nyanyi seperti ini, ada yang pelayanan gini terus, tadi sempat ada masalah juga di dalam bagian sound, itu tentu harus diperhatikan dan diperbaiki. Tapi ada bagian-bagian itu kenapa tidak berjalan smooth semuanya? Karena memang ini bukan rekaman. Kalau mau semuanya baik, ya stel rekaman aja. Ya itu smooth semuanya itu. Besok-besok kita misalnya pelayanan itu, oh mau bagus semua, dari awal itu semua pemain musiknya, udahlah rekaman aja, jadi bagus nyanyinya. Iya kan? Apalagi rekamannya itu dari hasil studio, wah sudah diulang-ulang, diedit, itu pasti bagus sekali. Jauh lebih bagus dari kita nyanyi. Tapi, biarlah kita tahu, yang Tuhan mau dengar itu bukan rekaman dari para expert yang di dalam menyanyi, tapi lidah dari setiap umat Tuhan yang memang memuji Dia. Meski misalnya suara kita agak fals, meski kita tidak terlalu pandai menyanyi. Tuhan ingin dengar suara kita. Saya kadang-kadang bertemu orang bilang: Wah pak, kalau kita nyanyi puji Tuhan, ya saya di gereja itu, saya nggak tau nyanyinya pak. Ngakunya fals, fals. Gitu ya. Fals, saya nggak tahu nyanyilah, saya nggak nyanyi. Gitu.
Saya kemudian tanya karena si bapak itu sudah menikah, gitu ya. Saya tanya: “Pernah nggak diminta sama pasangannya itu untuk nyanyiin, nyanyi lagu karena ulang tahunnya mungkin atau apa. Nyanyi nggak?”
“Oh nyanyi, Pak! Pernah, Pak!”
Oh iya toh, untuk pacar mau nyanyi toh? Nanyi Happy Birthday-lah, belajar gitar lah agak gimana-gimana. Setengah salah-salah kuncinya. Bukan kan, “Oh ini pacarku, inilah Happy Birthday ini ya, stel di Youtube, play. Tuh denger, bagus kan?”
Lho pasangan kita aja lebih suka dengar suara kita sendiri lho, meski tahu keterbatasan kita nyanyi. Tapi kenapa? Karena dia tahu itu terbaik yang kita bisa lakukan, ya suara kita dong. Dan berapa banyak kita pikir ketika kita memuji Tuhan juga demikian. Suara kita di mana? Dan ini bukan, habis ini Anda teriak-teriak begitu semuanya, bukan. Tapi ada bagian kita mempersembahkan terbaik bagi Tuhan. Dan segala kemampuan kita. Bukan cuma secukupnya, bukan cuma sekedar. Tapi seluruh diri kita. Karena itu artinya kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap pikiran, dengan segenap kekuatan kita, seluruh daya usaha kita itu. Yang terbaik kita bisa lakukan dan bukan secukupnya. Karena Tuhan pun selamatkan kita bukan cuma kasih secukupnya, tapi sampai habis-habisan, sampai titik darah habis-habisan. Sampai darahnya tercurai dari AnakNya yang Tunggal, Yesus Kristus, itu berikan pada kita.
Biarlah kita ngerti apa artinya kita kerjakan itu. Dan ketika kita kerjakan ini, dikatakan dengan takut dan gentar. Di bagian ini, kerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Ya bagian ini “takut dan gentar” itu sebenarnya bicara adalah bukan kita ketakutan ibadahnya gitu, tapi dengan suatu perasaan hormat, ada suatu kekaguman dan ketakjuban yang kudus. Karena ini adalah istilah yang sama diungkapkan dalam Perjanjian Lama. Di sini makanya ada suatu takut dan gentar itu harus ada dalam ibadah kita. Kembali ya, bukan nuansa horor, tapi ini bicara ada suatu kehormatan, suatu kekaguman ketakjuban di dalam ibadah. Ibadah yang baik itu bukan kita “Yay, rame loncat-loncat gitu,” nggak. Tapi ada suatu hikmat, ada suatu adoration, ada suatu penghormatan kepada Tuhan yang kita berikan. Dan karena itu memang fokusnya, itu memang kepada kita menyembah Tuhan dan bukan menyenangkan diri kita. Itulah ibadah yang justru berjalan sesuai kehendak Tuhan. Tuhan ingin disembah itu di dalam suatu ibadah yang hikmat. Di dalam suatu fokus yang jelas itu kepada Tuhan, kepada yang di atas, dan bukan kepada kita yang di bawah. Dan itu harusnya kita mengerti apa artinya kita beribadah kepada Tuhan itu sebagai suatu komunitas itu lebih dengan takut dan gentar. Kenapa sih kita nggak pasang, misalnya, bola kristal di sini, adanya lampu seperti ini. Terus bikin gelap-gelap, terus pakai lampu sorot, yayy.. terus misalnya saya naik sini naik sepeda motor, gitu ya, Harley gitu ya. Wah keren juga kan? Karena itu akan fokus pada manusia. Di mana unsur hikmatnya dalam ibadah itu? Di manakah di dalam ibadah itu ada suatu unsur bawa suatu kekaguman kepada Tuhan dan bukan kepada manusia. Dimanakah unsur di mana itu, istilah itu, tetap kita ibadah itu dengan takut dan gentar itu. Ada suatu penghormatan kepada Tuhan dan bukan keenakan menurut manusia.
Dan harusnya yang kita ngerti ibadah yang sejati itu justru sini. Ibadah yang sejati memang bukan untuk menyenangkan diri kita, juga bukan untuk mengalami semacam ekstase secara rohani, seperti itu: “Oh persekutuannya saya puas.” atau seperti katarsis gitu, “Wah nangis berseru-seru” seperti itu. Tidak harus seperti itu! Karena memang tujuannya bukan untuk memuaskan Anda. Dan itu banyak yang praktek-praktek zaman sekarang itu justru permainan psikologis massa gitu, untuk menyenangkan dan puas.
“Saya rasanya plong, Pak! Puas!”
“Kenapa?”
“Sudah nangis. Sudah lompat-lompat.”
“Ya kalau gitu nangis lompat-lompat di rumah saja!”
Orang kalau mau nangis lama-lama itu ya di rumah saja ya, nyanyi stel sendiri karaoke saja sendiri, jangan di gereja. Gereja bukan tempat itu. Ibadah itu fokusnya jelas kepada Tuhan. Kembali, fokusnya itu, seperti Pak Tong katakan, focal point, titik fokus di dalam ibadah itu ada di mimbar. Karena mimbar ini bukan masalah bicara manusia yang berdiri tapi terutama firman Tuhan disampaikan, words of God, perkataan Tuhan itu yang mau kita dengarkan. Dan di bagian sini, tanggung jawab juga sebagai hamba Tuhan itu selalu memikirkan apa yang Tuhan sampaikan kepada umatNya bukan agenda diri dia sendiri. Tidak boleh ada agenda manusia di dalam penyampaian firman, tapi agendaNya Tuhan. Dan di situ bagian kita belajar menaatiNya, ketika kita hadir di dalam ibadah-ibadah ini kita tahu sungguh firman Tuhan yang sejati diberitakan.
Kemudian di bagian berikutnya lagi, yang ketiga, ini saya pikir ayat menarik, di ayat 13 dikatakan karena “Allah lah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun perkerjaan menurut kerelaanNya.” Ya ini adalah bagian yang dulu saya pernah baca dan lalu saya pikir, “Oh Allah mengerjakan dengan hati saya, lalu gimana itu artinya Allah mengerjakan dalam hati saya, berarti saya ingin apa itu sesuai yang Tuhan mau”? Oh nggak tentu, bukan seperti itu ya. Kalau gitu ya “ikuti kata hatimu, selalu ikuti kata hatimu,” oh kata hati kita bisa salah. Tapi maksud di sini adalah saya jelaskan pernah dulu secara teologis itu di dalam statement dari Calvin, di dalam bukunya institute, Institute buku pertama di poin ke-18 yang ke poin ke-3 ya, 1.18. 3 itu bicara ketika bicara kehendak Allah, itu dia bagi di dalam dua tingkatan ya. Karena ini bagian yang cukup rumit ya, kalo kita pikir o Allah mengerjakan dalam hatimu, berarti Tuhan kerjakan dalam isi hati kita, lalu berarti kita ikuti saja semua kata hati kita. Loh bagian Alkitab lain mengatakan isi hati kita justru penuh dengan dosa, tapi maksudnya di sini adalah di dalam relasi yang memang paradoks antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia itu. Saya kembali apa yang Calvin katakan, Calvin di dalam bukunya institute itu mengatakan bicara kehendak Tuhan dia pahami dengan dua jenis, dua tingkatan yang berbeda, yang pertama Calvin mengertinya dengan secara di dalam doktrin Reformed itu mengerti sebagai God’s hidden decriptive will yaitu suatu kehendak penetapan Allah yang tersembunyi. Jadi itu segala sesuatu yang terjadi di dalam penetapan perencana Allah, dan hal ini terjadi itu seluruh kehendakNya tersembunyi itu dan kita tidak tahu sampai itu terjadi, dan ini ada bagian penetapan Allah, penetapan Allah itu adalah suatu yang ditetapkan Allah dari permulaanya sebelum dunia dijadikan, segala sesuatu sudah ditetapkan Dia. Tidak ada terjadi itu Tuhannya kaget-kaget “Waa Adam jatuh dengan Hawa, haa kacaulah,” gitu ya, “kacaulah Saya punya rencana, saya maunya gini kok Adam gini, kok melakukan dosa ini,” nggak, Dia itu sudah semuanya dalam penetapan perencanaanNya yang tidak pernah gagal. Itu karena itu bagian aspek kehendak penetapanNya yang tersembunyi yang kita tidak bisa tahu sampai itu terjadi.
Di bagian ini ya sama seperti dalam pernah James White katakan, ya saya tidak tahu kenapa saya lahir bisa di tahun ini, keluarga ini, dan sebagaimana macamnya, saya juga tidak tahu karena saya terlahir laki-laki dan seterusnya, ada ras, saya lahir sebagai rasa apa, suku apa di dalam kehidupan seperti apa, itu adalah bagian dari kehendak Allah yang tersembunyi yang kita tidak tahu sampai terjadi, bisa nangkap ya ini? Itu semua dalam penetapanNya, kita lahir sebagai setiap kita di sini muka kita begini dan bentuknya sperti ini, rambutnya entah lebih banyak atau lebih sedikit, itu semua bagian penetapan Allah, yang kita tidak tahu sampai itu terjadi dan bagian sini memang tidak bisa kita pahami sedalam-dalamnya. Calvin mengatakan karena tidak terlepas kita adalah mahkluk yang lemah, terbatas, dan bahkan berdosa. Calvin pakai suatu anologi itu sama seperti kita itu mau mengerti matahari. Kita bisa jelasin matahari itu seperti apa, tapi kalau kita pelajari itu tidak bisa terlalu dekat karena kalo kita dekati sekali, maka kalo kita terlalu mendekati, terlalu dalam maka kitapun akan terbakar, tapi kita bisa pahami kan, bisa dijelaskan, o matahari itu panas terangnya gini ya coba aja kamu dekatin sampai dekat sekali, belum terlalu dekat saja , kita keluar mendekatin sana sudah terbakar habis, itu analoginya calvin bicara kedaulatan kehendak Allah yang tersembunyi itu.
Tapi kemudian ada aspek kedua dari kehendak Allah yaitu adanya God’s revealed preceptive will, yaitu kehendak Allah, perintah Allah yang dinyatakan. Dan di bagian ini kita mengerti sebagai Kitab Suci itu, yaitu Tuhan memberikan Kitab Suci sebagai perintah yang kita taati. Hal ini dinyatakan dan dikemukakan sebagai kehendak Tuhan juga untuk kita jalankan. Kembali ada kehendakNya yang tersembunyi kita tidak bisa selami tapi kita tahu kita bisa pelajari itu, kita ngerti itu tidak bisa kita ee ketahui sampai itu terjadi, sampai sudah terjadi baru kita tahu, oo ini penetapan Allah dan James White katakan kita tidak bertanggung jawab untuk kehendak Allah yang level pertama tapi kita bertanggung jawab pada kehenda Allah pada level ke 2 yaitu di dalam perintahNya itu. Karena bagian ini adalah justru adalah bagian yang jelas untuk kita jalankan, untuk kita hidupi, untuk kita gumulkan, karena bagian inilah yang Tuhan bukakan dalam kehidupan kita. Tapi kenyataannya kita lebih sering itu mengabaikan yang tingkatan kedua ini. Dan tentu bagian sini Calvin juga dalam bukunya mengatakan ada unity of the will yaitu ini dua kehendak Allah yang bukan terpisah tetapi inilah cara terbaik kita menjelaskannya, yaitu Dia mengerjakan segala sesuatu dalam hati kita, dan dia mengerjakan segala sesuatu menurut kehendakNya dan semua berjalan tidak pernah gagal. Itu karena bicara di kalo yang pertama kehendak Allah itu, tapi bukan berarti kita menjadi fatalisme, oo pokoknya terjadilah menurut Tuhan apa yaitu aja yang saya jalani , engga, ada kehendak perintahNya yang justru kita gumulkan dan jalani. Manusia itu memang suka cari yang tersembunyi-tersembunyi itu ya, yang tidak dikemukakan itu di cari –cari tho, Tuhan kehendakNya apa sih, kehendak Nya apa sih, ini loh yang terbuka di alkitab jalankan itu dulu, yang dibuka kan kita ga mau jalankan, kita cari yang tersembunyi-tersembunyi itu, cari yang owh , kayaknya apa gitu ya, tentu ada bagian kita menggumulkan panggilan Tuhan dalam kehidupan kita , tapi kita ngerti panggillan Tuhan dalam kehidupan kita itu justru akan dinyatakan seturut waktunya Tuhan juga. Kita tidak usah cari yang tahu yang tersembunyi –tersembunyi yang memang Tuhan belum buka kan, kita justru kalau melihat ada kehendak Tuhan yang sudah dibukakan yaitu perintahNya, ya itu kita jalankan. Di bagian sini kita mengerti dalam bicara kedaulatan dan tentu kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia. Ini ada berjalan secara paradoks, yaitu dua-duanya benar dan tidak saling meniadakan, dan berjalan bersama-sama di dalam sejarah dunia ini. Dan disitu kita melihat kita memang manusia yang terbatas kita terus bergumul mentaati perintahNya yang dibukakan itu. Berapa banyak dari kita bergumul itu mentaati kehendakNya yang dibukakan itu bukan menurut kemauan kita tapi menurut apa yang sudah Tuhan bukakan dalam diri kita? Pak Tong kembali mengingatkan bahwa dalam kehidupan kita, kita ini hanya mahkluk ciptaan, kita bukan Pencipta, pengetahuan kita memang terbatas. Karena memang kita limited, created, polluted; kita itu dicipta , kita itu terbatas, dan bahkan kita sudah terpolusikan oleh dosa, sehingga pengetahuan kita nggak pernah sempurna, tapi justru kita belajar mentaati apa yang Tuhan bukakan itu, apa yang Tuhan bukakan kita taati, apa yang Tuhan bukakan kita taati. Apa yang Tuhan tidak bukakan ya, itu adalah bagian Tuhan, hal-hal yang tersembunyi adalah milik Tuhan, tapi hal-hal yang dibukakan adalah untuk kita taati dari generasi ke generasi kita, seperti di katakan dalam Ulangan 29: 29.
Saya contoh sederhana saja di bagian sini, ketika kita gumulkan ya kehendak Tuhan apa, kalau kita pikir mengikuti kemauan kita, itu salah sekali, tapi di dalam bagian ini Tuhan mengerjakan dalam diri kita itu nanti saya jelaskan di bawah, berarti Tuhan akan memberikan arahan dalam diri kita apa kehendak rencanaNya itu. Contoh saja misalnya kita mencari pekerjaan, kalau kita cari kehendak Tuhan kira-kira cari pekerjaannya itu bagaiamana? O cari kehendakNya yang tersembunyi? Oo saya tunggu, saya berdoa pikir kapan Tuhan ngomong? Misalnya, misalnya di sini Yudha, “O Yudha kamu kerjanya in iya nak. Yudha jodoh kamu ini ya,” ya nggak bisa gitu, karena itu ada bagian secretive will , yaitu ada kehendak Allah yang tersembunyi , itu rahasia terpendamnya , dan kita akan mencari pekerjaan itu adalah, kita menggumulkan bagian kehendak Tuhan sesuai dengan apa yang dibukakan dalam kehidupan ini ya. Juga bukan semacam kita langsung lempar aja, “Pokoknya saya apply di sepuluh tempat nanti yang terima mana, ya itu jadi kehendak Tuhan,” nggak tentu seperti itu. Tapi adalah kita gumulkan dari berbagai macam pekerjaan yang ada, kita coba gumulkan yang terbaik sesuai dengan prinsip firman Tuhan yang sudah kita dapatkan, yang manakah yang kita pilih itu kita pikirkan situ, karena bagian revealed yang dibukakan itu. Prinsip-prinsip kebenaran firman yang sudah kita dapatkan melalui kotbah, melalui PA , melalui seminar-seminar yang ada, melalui perenungan firman Tuhan kita juga secara pribadi lepas pribadi, itu adalah bagian kita menggumulkan apa yang Tuhan nyatakan itu. Dan ketika memilih pekerjaan bisakah salah? Ya bisa saja, dan ada bagian kita mengkoreksi diri kita, tapi yang penting karena kita berdasarkan based on best understanding, berdasarkan pengertian kita yang terbaik berdasarkan yang Tuhan kemukakan kita memilih pekerjaan itu. Kita jangan berpikir itu kayak setengah ahli nujum begitu ya, cari wangsit atau apa gitu ya, bukan seperti itu, tapi kita itu bergumul sesuai dengan apa yang Tuhan bukakan dalam hidup kita, dan kita jalankan pekerjan itu. Ada begitu banyak perkerjaan di dunia ini yang bisa menghasilkan memang duit itu banyak sekali tapi sangat jauh dari kehendak Tuhan dan apalagi memang tidak terelakan ada pekerjaan-perkerjaan tertentu itu yang bilang ladangnya basah, sangking basahnya, basah dengan dosa. Ya kita nggak bisa naif, dalam kehidupan ini kita hidup di tengah dunia berdosa, kitapun orang berdosa dan kenyataannya memang ada tempat pekerjaannya itu menyuruh kita untuk korupsi.
Saya sambil pernah denger dari sharing dari teman ya, dari teman yang dia masuk pekerjaannya itu dengan best understanding, dia pikir ini kerjaan baik. Setelah masuk di dalam, kerja berapa lama, dia baru sadar,wah ini dalam sistem kerjanya ini, atas bawahnya memang suruh korupsi ya kadang-kadang memang ada perusahaan begitu. Ya kembali lagi ya, dosa itu tidak tentu cuma kejahatan sepihak , tapi memang dua pihak atau beberapa pihak, iya kan , itu –itu sharing dari teman saya, saya ingat sekali dia ngomong, iya dia juga terkagetkan ternyata atasannya pun memang membiarkan ada praktek-praktek itu ya, korupsinya itu, itu dia rubah angkanya , terus client nya juga memang suruh di maenin angkanya, angkanya harusnya gimana dirubah terus bilang oh ya nda papa pak semuanya juga prakteknya gitu, terus kita itu juga ngomong gapapa ya penting uang nya perbulan saya kasih ke gereja, dicuci gitu ya, memang money laundry di sini , ya , tapi justru kita kalau sadar, ada kerjaan-kerjaan tertentu ya, ada kerjaan tertentu itu memang ee satu sisi kita lihat, uang mu yang banyak , ladangnya basah tapi juga memang,banyak jerat dosanya disitu, dan seperti yang di dalam kadang posisi-posisi terkunci, terjepit atas bawah seperti itu, kita itu kayak tidak ada opsi selain ya memang ikuti kemauan nya itu memang membohongi seperti itu. Bagaimanakah dengan kerjaan-kerjaan yang memang menyuruh kita memang untuk memasukan angkanya di dalam pelaporannya, atau membuat beberapa kopian dokumennya yang berbeda-beda? Ya konon katanya itu di dalam perhitungan neraca perusahaan itu kadang-kadang itu buat bukan cuma satu buku, bisa buat dua buku, bukan cuma buat dua buku bisa tiga bisa empat. Loh kenapa? Yang satu lapor ke publik, satu lapor ke atasan, satu lapor ke BOD, dan satu punyanya owner, mungkin yang asli gitu ya, dan ada satu yang ke publik yang di lapor ke pemerintah. Beda-beda angkanya, neracanya. Loh memang sengaja dimaenin. Dan di bagian itu berapa banyak kita bergumul itu kita cari pekerjaannya itu adalah kita lihat ini sudah sesuai kehendak Tuhan engga, sesuai dengan prinsip firman Tuhan yang sudah Tuhan beritakan atau nggak? Atau justru kita lihat dalam pekerjaan itu terus menarik kita pada dosa , terus akan menarik kita sederhana saja kan itu berbohong kan, di bagian penipuan seperti itu. Berapa banyak kita berpikir lalu oh kalau sperti ini kita belajar untuk lepas dari padanya, kalau memang dari sebelumnya kita nggak tahu, lalu kita sudah masuk baru ke sana , ya ya okelah itu hal laen-laen kembali lagi ya karena kita ga pernah tau semuanya detail nya kan , tapi sudah masuk dalam kita tahu ada praktek dosa itu, sesuatu yang laten sesuatu yang memang stay didalam situ kita justru harusnya bergumul bagaimana menghadapi nya , andaikatapun harus pindah ke perusahaan lain yang mungkin gajinya bisa lebih kecil, kita belajar tapi disitu lebih baik, kenapa karena kita itu justru menjaga hati nurani kita tidak dicemari oleh dosa disini, di bagian situ lah kita belajar menggumulkan apa kehendak Tuhan dalam kehidupan kita itu justru sesuai dengan prinsip firman Tuhan yaitu tidak bercampur dengan dosa kalau sudah terkunci bolak balik itu memang terikat dengan dosa itu jangan mau kesitu, jangan mau kesitu, karena bagian kiita menolak bagian itu. Bukan karena bos kita ndak suka. Mungkin ya kalau kita dalam posisi itu kita mau keluar, bos kita akan berpikir, kenapa sih kamu mau keluar? Gajinya kurang ya? Saya tambahin ya. Bisa gitu lho. Tapi kalau kita tahu itu menjerat kita dalam dosa, lebih baik kita keluar.
Sama halnya mungkin dalam konteks ini ada beberapa pemuda gitu ya, kalau kita naksir seseorang lali menyatakan eee mau berpacaran dengan seseorang itu bukan cuman masalah saya suka dia, dia suka saya sama-sama terima lalu jadi, tapi kita gumulkan kehendak Tuhan. Bukan cuma asal sama-sama suka. Karena kalau kayak gini caranya cuman ngikutin ketetatapn nafsu bukan ketetapan Tuhan. Tapi kita belajar mengikuti kehendak Tuhan dan bukan kehendak kita. Kita harusnya timbang dulu bergumul melihat apakah ini sudah kehendak Tuhan atau tidak. Apakah ini sama-sama ini pasangan yang seiman? Itu kriteria pertama. Selain harus seharusnya memang harus lawan jenis. Ya okay lah. Bukan itu pertanyaannya. Harus seiman dan itu sepadan. Seimbang ini bicara komplementer di sini. Dan harus seimbang. Sama-sama bertumbuh. Di situlah kita bisa sama-sama bertumbuh. Di situlah digambarkan pasangan itu ya, cowok cewek itu bagaimana digambarkan seperti segitiga. Oo bertumbuh itu makin dekat kesini. Nggak. Justru kita memang berbeda tapi bagaimana kita bertumbuh kearah atas. Bertumbuh kepada Tuhan. Semakin kita bertumbuh kepada Tuhan maka justru relasinya semakin dekat. Kalau kita bertumbuh mendekat kesini, segitiganya terbalik. Kita justru makin jauh pada Tuhan. Tapi kalau kita bertumbuh makin ke atas makin kearah Tuhan, justru relasinya makin dekat. Di situ lebih seimbang. Di situ lebih baik. Dan lebih baik itu adalah tidak tentu lebih cantik, lebih ganteng dan lebih seterusnya, tetapi lebih sesuai dengan kehendak Tuhan. Nah itu kita harus gumulkan. Kenyataannya itu ada pasangan-pasangan eee ketika orang berpacaran itu mulai kelihatan baik. Ya selain memang tahu setiap manusia sudah jatuh kedalam dosa, tapi kita lihat kenyataan memang ada eee pasangan-pasangan yang justru menarik kita makin jauh dari Tuhan. Atau justru menarik kita makin dekat dengan dosa juga. Haiya to. Sederhana itu ya misalnya di sini ada beberapa perempuan oooh pertama saya lihat dia laki-laki baik-baik. Tapi bolak balik itu akhirnya mau suruh untuk melakukan hubungan seks sebelum nikah terus didorong seperti itu. Terus didorong seperti itu. Kita langsung bilang aja ini tolak ini dari setan ini. Lho orang dah tau hubungan di luar nikah apa free sex itu kan bukan cuman satu yang mau kan. Sama-sama suka kan. Ya nggak kalau nggak itu kan pemerkosaan ya. Ya orang kan nggak tahu kalau kita bermain terus kesana terus menjerumuskan kita masuk dalam dosa, lebih baik kita stop di sini. Stop disitu. Kenapa? Karena kita lebih memilih takut kepada Tuhan daripada takut kepada manusia. Kita lebih belajar mengasihi Tuhan daripada mengasihi sesama kita. Justru pasangan yang baik adalah pasangan yang lebih memngasihi Tuhan daripada mengasihi kita. Saya ulang statement ini ya. Mungkin beberapa anak muda ini, mungkin beberapa masih jomblo. Sedangkan kamu mau cari pasangan yang baik seperti apa? Yaitu yang mengasihi Tuhan yang lebih daripada mengasihi kamu. Ini sebenarnya prinsip firman Tuhan kok. Saya ndak ngawur di sini. Dan saya ndak bluffing di sini. Karena apa? Karena Tuhan sendiri menyatakan barangasiapa mengasihi ayahnya, ibunya, pasanganya, anaknya lebih daripada Aku, ia tidak layak.
Jadi kalau dia menaati perintah Tuhan itu dia mengasihi Tuhan lebih daripada kita. Itu adalah pasangan yang sesuai dengan firman Tuhan. Dan kalau dia mengasihi Tuhan lebih daripada mengasihi kita, itu adalah pasangan yang sesuai dengan firman Tuhan. Dan kalau dia mengasihi Tuhan lebih daripada kita, maka dia akan menjaga kita sama-sama menjaga dalam kesucian hidup ini. Karena dia tahu, saya menjaga kesucian hidup kita ini karena saya ndak mau. Bukan karena saya tidak ada dorongan seks, ada. Tetapi saya lebih mengutamakan Tuhan menjaga kesucian hidup. Hidup saya di hadapan Tuhan sampai di pernikahan baru menikmati itu. Kenapa? Karena apa? Karena sama-sama menyenangkan Tuhan. Bukan menyenangkan diri saya. Juga bukan menyenangkan kamu. Itu baru kita belajar mentaati kehendak Tuhan. Dan ketika kita bergumul di dalam hal mengenai itu, itu kita belajar bagaimana singkron mengikuti kehendak Tuhan dengan membaca firman-Nya dengan berdoa senantiasa supaya hati kita bisa sungguh-sungguh terus singkron dengan isi hati Tuhan. Di bagian situlah ketika kita bisa mentaatinya. Ketika kita terus mengarahkan kesana. Kita tahu dalam bagian ini Tuhan lah yang mengerjakan terus dalam hidup kita. Menurut kerelaan dan kehendak Dia-Nya itu. Yaitu Tuhan lah yang menegerjakan dan memampukan kita itu melalui pertolongan dari Allah Roh Kudus yang berdiam dalam diri kita yang mengarahkan hati kita untuk terus hidup kudus dan suci. Dan di situ lah tandanya orang memiliki Allah Roh Kudus atau tidak. Ada satu dorongan saya mau berjuang untuk hidup suci. Saya mau berjuang untuk hidup suci. Saya mau berdoa untuk mentaati Tuhan dan bukan untuk mengikuti kemauan diri. Berapa banyak kadang-kadang ya, anak muda itu waktu, maaf kata saja ya, waktu single wwoooh rajin pelayanan. Udah pacaran ilang. Kalau ditanya kemana? Sibuk ka. Sibuk apa gitu ya. Yah sibuk dating. Ngapel ngapel atau apa gitu ya. Pergi terus gitu. Berapa banyak juga pasangan gitu ya waktu masih pacaran rajin pelayanan. Okay puji Tuhan. Setelah nikah langsung hilang. Diberkati mau diberkati gereja to? Diberkati mau diberkati hamba Tuhan to? Masak ke penghulu doang. Masak ke itu doang apa. Catatan sipil itu. Maunya diberkati di gereja kan di hamba Tuhan kan? Sudah diberkati hilang. Kita itu sebenarnya lebih mengutakan Tuhan atau lebih mengutamakan pasangan kita sih? Ataukah kita banyak bergumul terus sinkron dengan isi hati Tuhan. Terus sama-sama dengan pasangan kita itu kita bertumbuh untuk kita semakin serupa Kristus. Semakin kita mengasihi Dia lebih daripada apapun. Dan itu kita jalani.
Ketika kita bergumul seperti itu, bagian ini mengonfirmasi kita. Dan ketika kita merengungi hal itu bagian ini yang mengkonfirmasi bahwa Allah itu aktif. Dia yang mengaktifkan kita. Bukan kita pasif, tetapi Allah mengaktifkan kita di bagian sini. Allah mengaktifkan kita, menyediakan kekuatan untuk kita bisa mentaati kehendaknya itu. We can work out because God works in. Ini menarik ya. Seperti Graham Osbourne ini mengatakan kita bisa mengerjakan keselamatan ini karena Tuhan sudah mengejakan dalam diri kita keselamatan itu. Dan dalam bagian ini kembali lagi Allah Roh Kudus yang memampukan kita boleh terus menerus dikuduskan dan dimurnikan tindakan kita semakin serupa Dia. Di sini Allah yang bekerja di tengah-tengah komunitas ini membentuk kita dalam firman Tuhan yang diberitakan untuk kita memiliki kehendak Richard Miller mengatakan memiliki motivasi untuk kehendak Tuhan. Menyenangkan Tuhan. Allah adalah Allah yang cukup pada dirinya sendiri. Dia tidak membutuhkan siapapun dalam menjalankan pekerjaannya. Tapi Dia yang mampu mengerjakan semuanya itu. Dan Dia yang menggenapinya memakai kita dalam bagian pekerjaan-Nya. Memakai kita untuk berbagian di dalam karya-Nya. Ayat 12 13 itu jelas kalau kita selamat itu kembali lagi karena karya Kristus. Bukan pekerjaan kita tapi pekerjaan Kristus. Allah yang mengerjakannya dalam diri kita. Kita bekerja itu bukan karena kemampuan tetapi karena Tuhanlah yang menggerakkan kita, melahirbarukan kita sehingga kita bisa beriman kepada Dia. Dan itu bukan kekuatan iman kita sendiri. Tetapi Allah Roh Kudus yang terus topang sampai akhirnya kita terus bertekun beriman kepada-Nya untuk kita bisa melakukan pekerjaan-Nya untuk melakukan kehendak-Nya itu. Dan biarlah ketika kita dipakai di sini menjadi alat untuk pekerjaan-Nya itu adalah pembetukan Dia. Pembentukan dalam kehidupan pelayanan kita.
Saya tutup dalam bagian ini. Saya pikir itu sangat sama sederhananya di dalam kita mengerjakan pelayanan. Pelayan itu melayani. Pelayan dan pelayanan. Oo pelayan itulah yang menghidupkan atau mengerjakan pelayanan. Tapi saya rasa itu nanti akhirnya sama, bukan cuma pelayan itu mengerjakan pelayanan. Pelayan itu yang mengaktifkan pelayanan, tetapi pelayanan itu juga yang mengaktifkan, menumbuhkan para pelayan ini. Dalam kita mengerjakan pelayanan, kita bukan cuma saja menumbuhkan, mensukseskan pelayanan itu, tetapi dalam pelayanan itu juga membentuk kita. Menumbuhkan kita dan mensukseskan kita menggenapi kehendak Tuhan. Saling bertarik-tarikan seperti itu. Sampai ada yang berkat aoo say apelayanan kaau sudah dewasa rohani. Tapi kemudian pelayanan itu juga mendewasakan kita. Karena dalam pelayanan itu membentuk kita juga. Ini ketika kita bisa lakukan semuany aini, kita yakin itu semata-mata karena anugerah Tuhan. Allah yang bisa mengerjakan semua dengan sendirinya, tapi Dia mau memakai kita untuk berbagian di dalam karya keselamatan-Nya. Kalau kita melihat di bagian Alkitab dalam Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru, ketika Allah di dalam bekerja kalau bicara aspek penghakiman, oo Dia lakukan sendiri. Dan di dalam banyak kasus, sebagian besar penghakiman yang Allah lakukan itu Dia kerjakan sendiri, tidak pakai kita. Ketika Dia hantam Sodom-Gomorah ya Dia lakukan kan. Langsung saj akirim hujan api. Ketika Dia menghukum di zaman Nuh dengan membuka tingkap langit diberikan air bah, itu kan sepenuhnya Allah bekerja sendiri. Tapi ketika Dia mau menyatakan anugerahNya, menarik, Dia justru lebih banyak pakai agen, yaitu kita. Pakai umat Tuhan untuk memeberitakan injil. Kita lihat ya, sama-sama pekerjaan Allah. Ketika Allah memberikan penghakiman, Dia kerjakan sendiri. Bukan Dia nggak bisa kerjakan anugerah dengan sendiri, tapi Dia mau memakai kita memberitakan kabar keselamatan itu, memberitakan injil itu. Dan kita lihat adakah kita juga berbagian? O betapa indahnya langkah kaki orang yang datang untuk mengabarkan kabar baik ini. Karena memang Tuhan pakai kita terutama memberitakan injil itu. Kabar baik. Kabar keselamatan. Dan biarlah kita berjuang untuk mentaatiNya karena Allah mengerjakan dalam diri kita, baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Mari kita satu dalam doa.
Bapa kami dalam Surga, kami berdoa bersyukur untuk kebenaran-Mu pada siang hari ini. Kami berdoa bersyukur ya Tuhan karena iman yang kami miliki adalah iman yang nyata, berdasarkan fakta sejarah yang sudah Engkau nyatakan dalam anak-Mu yang Tunggal Tuhan Yesus Kristus pada kedatangan pertama. Dan kemudian akan nyata juga di dalam penghakiman yang kedua. Kami berdoa dan bersyukur ya Tuhan di dalam karya keselamatan-Mu yang Kau anugerahkan pada kami umat manusia . bukan saja utnuk kami nikmati tetapi juga untuk kami beritakan Engkau pakai kami menjadi agen-agen keselamatan. Agen-agen untuk menyatakan kabar baik itu. Bapa kiranya Engkau yang terus murnikan kami, terus bentuk kami mentaati kehendak rencana-Mu itu. Boarlah pekerjaan-pekerjaan di dalam konteks MRII Jogja maupun di dalam pelayanan dalam STEMI kiranya Engkau Allah yang berikan kekuatan untuk mentaati kehendak-MU. Dan biarlah ketika kami terlibat di dalam dunia ini, kami pun boleh didewasakan, dibentuk iman kami memalui pelayanan kami sampai kami bertemu dengan Kristus muka dengan muka.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]