Menghidupi Manusia yang Baru, 18 Maret 2018

Ef. 4:17-19

Pdt. Dawis Waiman, M.Div.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita membahas ayat 17-19 ini, waktu minggu lalu kita sudah melihat bahwa ada kaitan yang begitu erat sekali antara doktrin dengan praktek atau kehidupan praktis dari orang Kristen. Kita tidak mungkin bisa memisahkan doktrin dari kehidupan Kristen. Kalau kita memisahkan doktrin dari kehidupan Kristen, maka itu hanya menunjukkan kalau kita tidak memiliki doktrin dalam kehidupan kita. Kalau itu hanya menunjukkan kita tidak pernah memiliki suatu pengenalan akan Allah di dalam kehidupan kita karena kita hanya menekankan perbuatan dan perbuatan, sedangkan Alkitab menekankan bukan hanya perbuatan, tetapi juga pengenalan akan Kristus melalui firman atau doktrin yang diajarkan oleh Kitab Suci. Kita juga telah melihat pada suatu kehidupan orang Kristen, antara yang ada di dalam gereja, dengan ada yang di rumah, maupun yang ada di luar daripada rumah: dengan lingkungan kerja dan tempat-tempat kita bergaul, harus ada satu kesinkronan, harus ada kesamaan antara apa yang kita nyatakan di dalam gereja, maupun apa yang kita nyatakan di luar daripada gereja. Kita nggak bisa menjadi orang yang begitu baik, begitu mengasihi, begitu pemurah sepertinya, begitu suka melayani, tetapi di luar dan di rumah kita kelihatan sebagai orang yang begitu egois, yang menuntut diri untuk dikasihi, diperhatiin, dan tidak mempedulikan orang lain. Kita tidak bisa menjadi orang yang begitu, sepertinya, baik hati di dalam gereja, tetapi di luar kita makan orang satu per satu. Tetapi kita harus memiliki satu kesamaan di dalam kehidupan kita sebagai orang yang sudah ditebus oleh Kristus, baik di dalam, maupun baik di luar daripada gereja Tuhan. Jadi harus ada kesamaan, harus ada keterkaitan antara apa yang kita kenal dalam kehidupan kita, melalui doktrin maupun apa yang kita lakukan dari perbuatan dan prilaku yang kita lakukan dalam kehidupan kita. Ini adalah 2 hal yang kita nggak mungkin bisa pisahkan, atau tidak boleh sama sekali kita pisahkan daripada kehidupan kita.

Nah, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, dan ini juga membuat kita boleh mengerti, pada waktu kita hidup sebagai orang Kristen, maka kehidupan kita sebagai orang Kristen, Alkitab juga nyatakan, adalah suatu kehidupan yang tidak hanya berpusat kepada perbuatan dan prilaku yang kita lakukan. Banyak orang Kristen, mungkin, dalam menjalani kehidupan ini, hanya berpusat pada, “Oh, kalau Alkitab bilang: tidak boleh berbohong, saya tidak berbohong. Kalau Alkitab bilang: kita harus mengasihi, kita harus mengasihi. Kalau Alkitab bilang: kita harus berbuat baik kepada orang lain, kita harus berbuat baik. Kalau Alkitab bilang: kita tidak boleh berkata kotor, maka kita tidak boleh berkata kotor. Kalau Alkitab bilang: saya harus setia kepada istri, satu istri saja, maka tidak boleh cerai, saya harus setia dalam kehidupan saya dengan pasangan itu satu-satunya.”Tapi Saudara, kita pada waktu diminta Tuhan untuk melakukan hal itu, Alkitab juga berkata: kita perlu mengerti apa yang menjadi dasar kenapa kita melakukan itu dalam kehidupan kita. Pengertian doktrin perbuatan itu menyatakan perbuatan saja itu sesuatu yang memang dituntut oleh Alkitab. Tetapi perbuatan, prilaku, yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Kitab Suci itu harus didasarkan dengan pengertian yang benar: kenapa kita harus melakukan itu dalam kehidupan kita. Dan Kitab Suci menyatakan itu bagi diri kita dan mengkhendaki kita mengerti kebenaran ini.

Nah saya percaya, pada waktu kita memiliki suatu kehidupan yang mengerti dengan tidak mengerti apa yang kita perbuat, itu punya dampak yang besar sekali terhadap kehidupan dari dua kelompok orang ini. Kira-kira apa yang menjadi dampak itu? kalau kita menjadi orang Kristen yang tahunya hanya melakukan ini, tuntutan ini dan tuntutan itu, harus begini dan harus gitu. Tetapi dengan orang Kristen yang lain adalah, kita harus lakukan ini dan itu tetapi saya tahu kenapa saya lakukan ini dan itu. Kira-kira apa dampak dan perbedaan yang akan timbul dalam kehidupan kita? Kira-kira apa dampaknya? Saya pikir kalau orang hidup di dalam suatu kehidupan yang melakukan satu tanggung jawab, tuntutan, tanpa mengerti kenapa dia melakukan hal itu, maka itu akan memberikan suatu kehidupan yang menderita. Itu akan memberikan suatu kehidupan yang tanpa kesenangan. Itu akan memberikan suatu kehidupan yang terasa begitu berbeban berat di dalam diri kita yang kemudian mengakibatkan suatu keputusasaan dalam kehidupan kita. Karena yang kita ketahui adalah harus ini, harus itu; tidak boleh ini, tidak boleh itu. Dan kenapa tidak boleh ini dan tidak boleh itu? mungkin salah satu dasar yang ada di balik pengertian harus ini dan harus itu adalah, kalau saya tidak lakukan ini dan itu, maka ada hukuman yang akan menimpa hidup saya karena saya melanggar hukum Tuhan. Akibatnya bagaimana? Yang ada adalah mungkin suatu beban, suatu keputusasaan, karena saya harus lakukan, saya terpaksa lakukan, kalau tidak saya akan dihukum. Jadi konsekuensinya adalah penghakiman. Namun kalau kita adalah orang yang mengerti, kenapa kita hidup di dalam suatu kehidupan yang tidak boleh ini dan tidak boleh itu, mungkin, atau kita mengerti, ada satu gaya hidup tertentu yang Tuhan inginkan untuk kita tampilkan sebagai orang yang percaya di dalam Kristus, maka itu akan membuat kita ketika menjalani itu semua, ada sesuatu ucapan syukur yang muncul dari kehidupan kita, ada sesuatu pengharapan yang bisa menguatkan kita melakukan hal itu, dan ada sesuatu kebahagiaan dan sukacita yang ada di dalam hati kita ketika kita melakukan apa yang dipandang dunia sebagai hal yang berbeda daripada yang mereka lakukan di dalam kehidupan mereka. Jadi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mengerti apa yang Tuhan nyatakan, dan mengerti kenapa kita harus melakukan hal itu, itu akan menolong kita untuk bisa lebih ringan di dalam kehidupan kita di tengah-tengah dunia ini. Jadi, jangan jadi orang Kristen yang hanya melakukan sesuatu karena orang Kristen lain melakukan hal itu. Jangan menjadi orang Kristen yang tidak melakukan sesuatu karena orang Kristen yang lain tidak melakukan itu dalam kehidupan mereka. Tetapi kita betul-betul mengerti dan bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang kita lakukan dalam setiap keputusan yang kita ambil di dalam kehidupan kita. Ini Alkitab kehendaki dari diri kita.

Hal berikutnya daripada kita mengerti tentang doktrin dan perbuatan atau prilaku praktis adalah ketika Tuhan ingin kita mengerti doktrin dan prilaku praktis, itu berarti penekanan hidup orang Kristen itu bukan hanya terletak kepada moralitas saja. “Oh, saya menjadi orang yang harus lebih baik lagi dalam kehidupan saya. Saya ketika mentaati hukum Tuhan, tujuannya untuk apa? Saya menjadi orang yang berkarakter lebih benar, lebih baik, lebih mungkin memiliki kehidupan dan penerimaan yang lebih baik daripada orang lain, dari orang lain dalam kehidupan saya.” Kalau kita memiliki pengertian: saya lakukan kebaikan dan perbuatan hanya dalam tuntutan moralitas, supaya kita dipandang benar, supaya kita bisa diterima oleh orang lain, supaya kita menjadi pribadi yang lebih benar dan lebih berkarakter yang baik dalam kehidupan kita, saya percaya ini juga bukan sesuatu yang Alkitab kehendaki atau Tuhan kehendaki dalam kehidupan kita. Dan bahkan mungkin, kita sedang menurunkan derajat kita ke dalam posisi yang lebih rendah daripada posisi yang Tuhan pandang daripada kehidupan kita sendiri.Kenapa begitu? Karena kita hanya melihat manusia berdasarkan prilaku yang dilakukan, – Oh kalau dia baik, dia benar, perbuatannya menyenangkan, dia layak untuk diterima. Kalau dia perbuatannya jelek, nggak baik, dia kita singkirkan daripada kehidupan kita. Padahal ketika Tuhan melihat kehidupan dari orang Kristen, Tuhan bukan hanya melihat prilaku-prilaku yang dilakukan oleh manusia, apakah itu benar atau jahat, baik atau tidak baik, tetapi Tuhan melihat pada pribadi daripada masing- masing manusia yang melakukan hal itu.

Nah ini yang menjadi hal yang perlu kita perhatikan. Pada waktu kita ingin memiliki satu kehidupan yang berkenan di hadapan Allah, maka perbuatan yang kita lakukan itu, perkenanan itu bukan hanya dilihat dari perbuatan yang kita lakukan tetapi identitas orang yang melakukan perbuatan itu, itu pun dilihat oleh Tuhan Allah daripada kehidupan kita. Makanya di dalam Kitab Suci, atau di dalam khotbah yang Bapak, Ibu, Saudara suka dengar di dalam gereja Reformed, selalu dikatakan: ketika orang itu bukan anak Tuhan, ketika seseorang itu bukan di dalam Kristus, dan memiliki perbuatan-perbuatan yang kelihatannya baik dalam kehidupan mereka, tetap Allah perhitungkan diri dia sebagai orang yang berdosa yang harus menerima hukuman daripada Tuhan Allah. Karena Alkitab tidak pernah menekankan hanya pada perbuatan. Alkitab menekankan pada siapa pribadi yang melakukan perbuatan itu. Dan siapa Pribadi yang melakukan perbuatan itu adalah orang-orang yang sudah ditebus oleh Allah di dalam Yesus Kristus. Nah ini adalah suatu kebenaran yang membuat kita baru bisa melakukan suatu prilaku yang berkenan di hadapan Allah, yang diterima oleh Tuhan Allah sebagai prilaku yang benar.

Dan Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, tapi pada waktu kita mengerti pribadi itu yang penting, prilaku juga penting, tetapi kita harus lebih tekankan pada pribadi itu, maka ini akan membawa kita kepada suatu kehidupan, yang saya percaya, tidak gampang berkompromi dengan dunia. Pada waktu kita berelasi dengan masyarakat, umumnya yang menjadi dasar di dalam kita mengambil suatu keputusan adalah, bagaimana sanksi sosial yang akan diberikan dalam kehidupan kita. Oh teman saya berkata mengenai saya bagaimana, lingkungan saya melihat saya seperti apa orangnya, kelihatannya orangnya begitu kaku, mungkin, kelihatannya orangnya tidak bisa diajak kompromi dalam kehidupan kita, kelihatannya orang ini adalah orang yang harusnya kita jauhi daripada kehidupan kita karena dia tidak seperti kita. Maka, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita mengerti, “pribadi” itu yang menjadi penekanan utama yang juga penting yang harus kita perhatikan, saya pikir, konsekuensi sosial yang kita alami dalam kehidupan kita, itu tidak menjadi soal yang terlalu signifikan untuk kita hadapi. Kalau apa yang kita lakukan, itu membuat orang menolak kita, bukan karena kita nyari-nyari persoalan untuk ditolak orang ya, tapi kalau kita melakukan suatu kebenaran karena kita adalah orang Kristen dan kita tahu ini adalah sesuatu yang diperkenan oleh Tuhan Allah, apa pun yang menjadi pandangan orang dan penilaian orang, termasuk permusuhan dan putus hubungan sekalipun, saya percaya kita akan lebih memilih kebenaran daripada kita diterima oleh manusia, karena prilaku kita atau perbuatan yang kita lakukan.

Di dalam Alkitab banyak sekali contoh dari hal-hal seperti ini ya, misalnya pada waktu Yohanes Pembaptis menghadapi Herodes  yang merebut istri orang lain. Kalau dia adalah orang yang cari aman, saya percaya, dia akan diam, nggak akan bicara sama sekali. Tapi pada waktu dia tahu, Herodes itu mengambil Herodias, istri dari saudaranya sendiri, dia langsung teriak: itu bukan suatu perbuatan yang halal. Dan bahkan ketika Herodes tahu dia adalah nabi Tuhan, dia bahkan datang untuk bercakap-cakap dengan Yohanes, karena apa, dia tahu Yohanes adalah kebenaran yang tidak dikompromikan, tetapi memang berujung kepada konsekuensi dia harus dipenjara lalu dihukum penggal oleh Herodes.Yesus Kristus bagaimana? Kalau kita adalah orang yang menekankan pada tatakrama, saya pikir, Yesus menjadi orang yang bisa dikatakan kurang bertatakrama, karena Dia kadang-kadang, ketika orang mencari Dia, Dia tinggalkan orang itu, menemui orang itu pun nggak mau. Waktu orang-orang ingin mendapatkan kesembuhan dari Dia, bahkan ada orang-orang yang… memang tidak semuanya Yesus tolak, orang yang datang kepada Dia, Dia akan layani, Dia akan sembuhkan, tetapi penekanan utama Yesus bukan pada kesembuhan itu. Pada waktu Dia menghadapi Pilatus, menghadapi orang-orang petinggi yang ada di tempat Dia, yang menangkap Dia dan menahannya dan ingin menjatuhkan hukuman bagi Dia, yang Dia lakukan adalah seringkali Dia diam dan tidak terlalu banyak jawaban yang Dia berikan kepada orang-orang itu. Pada waktu orang-orang Farisi mau menuduh Dia, Dia bisa berkelit dan bahkan Dia bisa menyerang balik orang-orang Farisi yang menuduh Dia, yang membuat muka mereka mungkin hati mereka begitu marah sekali kepada Yesus Kristus.Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apakah Yesus adalah orang bertatakrama? Mungkin bagi orang Jawa, Dia kurang bertatakrama, tetapi Dia bukan hanya mementingkan perbuatan, tapi yang Dia pentingkan adalah Pribadi Dia, kebenaran yang ada, yang harus ditegakkan dalam kehidupan Dia, sebagai Anak Allah, itu harus seperti apa, dan ini yang menjadi suatu penekanan yang Kristus lakukan dan jalankan dalam kehidupan diri Dia.

Hal yang lain, mungkin kita bisa lihat, pada waktu kita mengutamakan doktrin dan prilaku praktis dan dua hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa dikesampingkan. Maka, kita bisa melihat, kegagalan seseorang di dalam mentaati hukum Tuhan, atau jatuh di dalam dosa, umumnya karena apa? Orang Kristen suka jatuh dalam dosa. Kalau kita jujur, mungkin kita akan berkata seperti itu. Pada waktu kita jatuh dalam dosa, umumnya faktornya karena apa? Hm? Karena apa? Daging lemah, walaupun roh penurut, begitu? Mungkin ada sisi itu. Tapi ada sisi lain, sisi lain adalah, mungkin karena kita tidak mengerti apa yang menjadi kehendak Allah untuk kita lakukan, dan kita tidak mengerti bahwa kita adalah anak Allah dalam hidup kita. Misalnya, kenapa kita marah-marah kepada orang, kenapa kita tidak punya pengendalian diri, kenapa kita kadang mengalami kepahitan dalam kehidupan kita, kenapa kita lebih memilih bertikai dengan orang daripada menjaga suatu hubungan yang baik dengan seseorang? Kenapa kita memfitnah orang lain dengan segala kejelekan mereka supaya orang itu dikucilkan oleh orang lain? Kenapa kita lakukan itu semua? Kenapa? Alkitab bilang sebabnya karena kita tidak mengerti atau lupa kalau ada Roh Kudus yang tinggal di dalam diri kita dan tindakan kita tersebut menyedihkan Roh Kudus yang ada di dalam diri kita tersebut.

Saya pikir ini hal yang serius ya, dan saya pikir ini adalah hal yang benar. Pada waktu kita melakukan suatu perbuatan, kalau kita sungguh-sungguh mengerti bahwa saya adalah saksi Tuhan, saya ada kebenaran Tuhan yang ingin disampaikan kepada orang lain, untuk dipertontonkan kepada orang lain, maka hal itu akan membuat kita lebih berjaga-jaga di dalam kehidupan kita, nggak sembarangan melakukan sesuatu tindakan. Di dalam persekutuan di Magelang Senin lalu saya senang sekali ada satu Ibu yang berkata seperti ini, saya godain dia karena dia waktu itu bicara soal relasi di pelayanan dan segala macam kayak gitu, lalu Ibu ini bilang seperti ini, “Jadi orang Kristen itu ya, kadang-kadang waktu lihat orang lain melakukan sesuatu yang mengesalkan hati, mau marah nggak bisa marah.” “Lho, enak enggak bu kayak gitu? Susah ya hati kayak gitu ya? Lihat orang lain lakukan kesalahan kita mau marah nggak bisa, atau orang lain buat jahat pada diri kita kita mau marah nggak bisa marah. Akhirnya makan hati, nahan diri, seperti itu ya Bu?” Dia bilang, “Nggak kok, saya nggak lakukan itu karena saya tahu saya pada waktu menghadapi orang yang berbuat jahat kepada saya, saya ini anak Tuhan, sehingga pada waktu orang melakukan suatu kejahatan, bagi saya saya harus menahan diri saya untuk membalas itu kepada mereka supaya orang lihat saya bukan seperti mereka, supaya mereka bisa melihat aneh ya jadi anak Tuhan? Kalau orang lain, kalau diri mereka sendiri dijahati oleh orang maka mereka akan membalas dan segera membalas dan nggak mungkin bisa menerima keadaan tersebut; tapi saya tidak seperti itu.” Nah Saudara, saya pikir ini adalah suatu contoh yang baik. Kalau kita mengenal identitas kita, kalau kita mengenal kita adalah orang Kristen yang sudah ditebus oleh Kristus; dan setiap hari kita punya kesadaran yang begitu besar akan keadaan ini, saya yakin kita nggak mudah menjadi orang yang melakukan dosa, jadi orang yang melampiaskan kemarahan kita, menjadi orang yang melampiaskan napsu kita dalam melakukan segala sesuatu yang kita inginkan, tapi kita akan belajar untuk hidup terpisah dari dunia dan hidup kudus di hadapan dari pada Tuhan Allah.

Selain dari pada ini, maka kehidupan Kristen juga adalah suatu kehidupan yang harus tidak boleh berpusat pada diri. Setiap kali kita melihat bahwa ada doktrin dan perbuatan, doktrin dan perbuatan, maka ini menjadi hal yang mungkin dilupakan oleh anak-anak Tuhan juga, yaitu di dalam kita melakukan suatu kehidupan yang menjadi fokus utama adalah diri menjadi pusat pertama kita melakukan atau mengambil suatu keputusan. Selain dari lingkungan, itu berbicara mengenai apa yang aku inginkan yang menjadi dasar kita melakukan suatu perbuatan. Di dalam Persekutuan Doa 2 Rabu yang lalu kita membahas Doa Bapa Kami di situ, dan di dalam Doa Bapa Kami ada suatu pembahasan: kenapa Tuhan Yesus ketika memberikan pola di dalam doa Tuhan Yesus itu berkata yang pertama adalah “Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga” baru setelah itu “berikanlah kami makanan kami yang secukupnya, ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami, janganlah membawa kami ke dalam pencobaan tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.” Kenapa di dalam Doa Bapa Kami urutannya seperti itu ya? Kenapa di dalam Doa Bapa Kami urutannya bukan “Berikanlah kami makanan kami yang secukupnya, ampunilah kami akan kesalahan kami, janganlah membawa kami ke dalam pencobaan tapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat,” baru di situ bilang “datanglah Kerajaan-Mu, dikuduskanlah nama-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga,” kenapa nggak dibalik seperti itu?

Nah pada waktu membahas hal ini kita menemukan satu prinsip di balik Doa Bapa Kami yang penting. Permasalahan yang dialami oleh orang-orang Kristen umumnya adalah bukan melupakan Tuhan, karena kita sudah ditebus kita pasti mengingat Tuhan ada, tetapi kita menempatkan Tuhan di urutan kedua, atau ketiga, keempat, dan seterusnya dalam kehidupan kita. Kita jarang sekali menempatkan Tuhan dalam urutan pertama dalam kehidupan kita. Yang selalu menjadi penentu dalam suatu perbuatan adalah saya ingin lakukan itu, ini yang saya senangi, ini adalah hal yang membuat saya berbahagia, dan jarang sekali kita berpikir terlebih dahulu apa yang Tuhan kehendaki, apa yang mendatangkan sukacita di hadapan Tuhan dan sesuatu kemuliaan bagi nama Tuhan Allah, sampai kita kepentok baru kita pikir, “Jangan-jangan ini bukan kehendak Tuhan ya untuk kita lakukan, jangan-jangan Tuhan marah saya melakukan hal ini,” baru kita mulai mikir “kalau begitu apa yang menjadi kehendak Tuhan ya?” Setelah tahu mau melakukan nggak? Umumnya juga sulit.

Nah Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, hidup orang Kristen kalau kita mengerti dari doktrin ke perbuatan, doktrin dan perbuatan, saya percaya yang kita harus pahami adalah yang pertama: kita ketika melakukan suatu tindakan yang kita harus pikirkan adalah perbuatanku dan tindakan itu adalah sesuatu yang akan mengecewakan Tuhan atau tidak; kedua: pada waktu aku melakukan suatu tindakan, tindakan dan perbuatanku itu akan membuat gereja Tuhan dipermalukan atau tidak; dan ketiga adalah: pada waktu saya melakukan suatu tindakan maka tindakan saya itu akan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan atau penghinaan bagi nama Tuhan Allah? Kita nggak bisa menghadapi orang sebagai pribadi, personal diri kita saja yang menghadapi seseorang, tapi setiap kali kita melakukan sesuatu tindakan orang akan melihat siapa kamu, apa imanmu, siapa Allahmu, bagaimana teman-temanmu yang memiliki iman yang sama dengan dirimu yang adalah saudara seimanmu, apakah perbuatanmu mewakili mereka semua? Dan bagi mereka itu memang mewakili. Konsep tubuh menggambarkan keberadaan dari orang Kristen yang adalah tangan, kaki, dan yang lainnya, itu menyatakan kita adalah kesatuan yang utuh dan nggak mungkin dipisahkan. Gambaran ada satu bagian yang sakit dari pada anggota tubuh yang mempengaruhi seluruh dari tubuh itu menyatakan sesuatu perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi seluruh tubuh tersebut. Dan Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, perhatikan baik-baik, saya harap kita mulai menggumulkan, pada waktu kita hidup sebagai orang Kristen tolong perhatikan Tuhan Allah, perhatikan perbuatanmu akan mengecewakan Dia atau tidak? Perhatikan keberadaanmu itu akan membuat Gereja Tuhan yang kudus dihina oleh orang atau tidak? Perhatikan perbuatanmu itu akan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan Allah atau tidak?

Dan ini juga membuat kita mengerti pada waktu kita hidup di dalam suatu kehidupan yang masih bisa jatuh dalam dosa, cara mengatasi dosa itu bukan hanya berdoa minta Tuhan tolong jauhkan saya dari dosa, “Tuhan tolong bebaskan saya dari pada dosa,” tetapi cara untuk bisa menghadapi dosa adalah hidup terus menerus memikirkan Tuhan. Kalau kita memikirkan dosa, dosa, dan dosa, itu hanya akan membawa kita masuk ke dalam pemikiran yang negatif terus, yang akhirnya tidak mengeluarkan kita dari perbuatan dosa. Tapi kalau kita berpikir secara positif, “Oh, ketika saya mau lakukan ini kira-kira membawa pujian bagi nama Tuhan atau tidak? Ketika saya melakukan hal ini, apakah itu adalah sesuatu yang bersumber dart terang atau dari dosa? Ketika saya melakukan semua perbuatan ini itu akan membawa orang-orang melihat nama Tuhan dipermuliakan atau justru gereja dan orang Kristen lain dihina oleh orang?” Saya yakin itu akan membuat kita lebih berhati-hati dalam melakukan dosa, dan membuat kita terlepas dari kehidupan yang selama ini kita sulit sekali melepaskan diri dari perbuatan yang mengecewakan Tuhan Allah. Jadi jangan hanya fokus kepada perbuatan, perbuatan, perbuatan itu; coba lihat apa yang Tuhan kehendaki, coba fokus kepada kehendak Tuhan, fokus kepada identitasmu sebagai manusia yang baru, fokus pada perbuatanmu yang apakah akan mencemarkan orang lain, membawa sesuatu yang memalukan keluargamu atau tidak. Saya pikir di dalam kehidupan keluarga kita juga punya prinsip yang sama. Seorang anak kalau tahu perbuatannya itu akan membuat muka orangtuanya betul-betul dicoreng, kalau dia sungguh-sungguh mengasihi orangtuanya, dia akan pikir dua-tiga kali atau mungkin 100 kali sebelum dia lakukan perbuatan tersebut. Nah ini yang Kitab Suci ingin kita lihat, sebelum melakukan coba lihat Bapa kita di Sorga muka-Nya akan dicoreng atau tidak? Dan itu akan menolong kita keluar dari semua kesulitan tersebut.

Nah Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, setelah berbicara mengenai doktrin, perbuatan, doktrin, perbuatan, Paulus kemudian masuk kepada suatu pengertian di dalam ayat yang ke-18. Di dalam bagian ini saya mau ajak kita lebih fokus melihat pada perkataan Paulus di dalam aspek ini: apa yang membuat kita harus memiliki suatu kehidupan yang tidak lagi sama dengan orang dunia? Apa yang membuat kita harus memiliki kehidupan yang terbebas dari kebodohan orang dunia dan hidup dalam kegelapan? Jawabannya adalah pada waktu kita ditebus oleh Kristus maka kita telah dijadikan Tuhan sebagai manusia yang baru. Siapa orang Kristen? Orang Kristen bukan manusia lama, orang Kristen bukan seperti manusia dunia yang belum mengenal Kristus, orang Kristen bukan seperti diri dia lagi sebelum dia mengenal Yesus Kristus. Orang Yahudi membagi orang itu menjadi 2 macam orang, orang non-Yahudi mungkin membagi orang itu menjadi berbagai macam orang; tetapi Alkitab membagi orang menjadi 3 macam orang. Kalau orang Yahudi melihat orang lain adalah: orang Yahudi dan non-Yahudi, semua orang non-Yahudi bukan umat Allah, semua orang non-Yahudi adalah orang kelas dua. Orang Kristen harus melihat keberadaan dari manusia dalam 3 pengertian: pertama adalah dia orang Yahudi; kedua adalah dia bukan orang Yahudi; dan ketiga adalah dia adalah orang Kristen. Dan kita harus memiliki kehidupan yang berbeda dari mereka, sebagai orang yang sudah ditebus oleh Kristus. Apa yang membuat kita harus berbeda? Jawabannya adalah kita adalah orang yang sudah menjadi manusia baru. Manusia baru itu apa? Lawannya bukan manusia lama. Manusia baru itu apa? Saya pikir salah satu bagian yang mengungkapkan ini adalah pengertian dilahirbarukan, diciptabarukan. Siapa kita? Kita adalah orang yang sepenuhnya sudah diciptabarukan, orang yang baru, bukan orang yang lama yang kemudian ditambahi sesuatu yang baru dalam diri kita. Bedanya apa kalau kita adalah orang yang sepenuhnya baru dan orang yang lama yang ditambahkan sesuatu natur yang baru bagi diri kita? Saya pikir perbedaannya besar sekali. Kalau kita adalah orang yang lama kemudian ditambah sesuatu yang baru, kita bisa berkata seperti ini, “Saya terdiri dari 2 natur, pertama adalah natur saya yang lama, orang yang berdosa, lalu yang kedua adalah natur saya yang baru, orang yang sudah dikuduskan oleh Tuhan Allah.” Sehingga pada waktu kita mengalami kehidupan kita, yang terjadi adalah ada mungkin peperangan diantara 2 kekuatan ini yang selalu berebut siapa yang akan menang, siapa yang akan lebih berkuasa terhadap yang lain, dan kita mungkin bisa seringkali berdalih, “O natur manusia lamaku lebih kuat maka aku jatuh dalam dosa, maka aku melakukan suatu tindakan yang melawan Tuhan Allah,” karena apa? “Natur lamaku masih ada dalam kehidupanku sehingga aku tidak bisa hidup kudus di hadapan Tuhan.” Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita mengerti manusia Kristen adalah manusia baru, manusia yang sudah diciptabarukan, atau istilahnya ditransformasi oleh Tuhan Allah menjadi seutuhnya manusia yang baru, maka saya percaya tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tetap hidup di dalam dosa. Ini banyak sekali ayat Alkitab yang bicara soal kita adalah manusia baru. Kita buka 2 ayat saja ya, pertama 2 Korintus 5:17; lalu yang kedua adalah dari Galatia 2:20.

 

 

Saya baca ayat 19 lalu ayat 20 kita baca bersama-sama. “Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus,” bersama-sama, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” Di Korintus, Paulus bilang kita adalah ciptaan baru; kalau kita adalah ciptaan baru, yang lama sudah berlalu, yang baru sudah datang. Di dalam Galatia Paulus berkata, pada waktu kita menjadi ciptaan baru yang hidup dalam diri kita bukan lagi diri kita, tetapi Kristus yang hidup dalam diri kita. Itu berarti yang kita lakukan itu bukan lagi kehendakku dan keinginanku yang berdosa, tetapi keinginan dan kehendak Kristus yang kudus, yang benar itu, yang kita lakukan dalam kehidupan kita. Lalu di mana “aku”-ku? Apakah “aku”-ku itu ditutupi atau dihapus oleh keberadaan “Aku”-nya Kristus dalam kehidupan kita? Jawabannya bukan. Pada waktu Kristus berkuasa atas hidup kita, kita tetap kita, aku tetap aku, tetapi “aku”-ku adalah aku yang ditundukkan kepada keinginan Kristus dalam kehidupanku, maka itu menjadikan kita orang Kristen yang bisa memuliakan Tuhan Allah. Jadi “aku”-ku menjadi aku yang tidak lagi menginginkan suatu kehidupan yang berdosa, yang lama, yang jauh dari Tuhan, tapi “aku”-ku menjadi aku yang mengingini apa yang Kristus kehendaki untuk aku lakukan dalam kehidupanku. Itu adalah manusia yang baru.

Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, bicara mengenai manusia baru itu seperti tadi yang saya katakan, bukan hanya bicara mengenai perilaku yang kita lakukan di luar, tapi kita berbicara mengenai siapa identitas kita, kemauan hati seperti apa yang ada di dalam diri kita? Dan apa yang menjadi tujuan kita melakukan itu semua itu menjadi hal yang penting yang Tuhan lihat sebagai orang yang memiliki kehidupan yang baru dalam kehidupan mereka atau kehidupan kita. Dan kalau ini menjadi suatu kebenaran, siapa saya? Saya manusia baru. Saya ciptaan baru, yang lama sudah berlalu, sekarang yang baru ada. Pertanyaannya sekarang adalah, kita masih berdosa tidak? Masih kan? Lalu apa yang Kitab Suci katakan benar tidak? Kita kan manusia baru, manusia baru seharusnya tidak berdosa lagi, tapi kenapa kita masih jatuh dalam dosa dan masih jatuh dalam dosa dalam kehidupan kita? Persoalannya di mana? Apakah ada natur yang lama yang memiliki kekuatan yang sama dengan kehidupan kita yang baru itu, yang membuat kita diseret ke dalam dosa? Bagaimana? Saya percaya ini adalah hal yang serius sekali dan kita perlu pahami ya. Jawabannya bukan karena ada natur yang lama yang tetap berkuasa dalam kehidupan kita, tetapi sebagai orang yang baru yang sudah diperbarui oleh Tuhan Allah, itu masih ada sisa-sisa mungkin dosa atau kehidupan lama yang melekat kepada diri kita; sesuatu yang melekat, bukan bagian dari diri kita lagi, yang kadang-kadang masih bisa muncul ke permukaan dan itu yang kemudian kita tunjukkan dalam perbuatan dosa.

Di dalam Katekismus Westminster, dia gambarkan seperti dua lingkaran. Ada lingkaran dalam, ada lingkaran luar. Orang yang belum percaya kepada Tuhan, itu adalah orang yang lingkaran dalamnya, naturnya itu gelap, hitam, berdosa. Tetapi dia bisa sepertinya menampilkan atau mengenakan sesuatu yang putih dan baik, yang bersih. Padahal, di dalam ini adalah semuanya kejahatan atau dosa, tetapi dia menampilkan perilaku seperti orang yang benar dan baik. Tapi ini bukan diri dia. Ini namanya kemunafikan dalam kehidupan. Kalau orang Kristen bagaimana? Orang Kristen adalah orang yang dalamnya ini sudah menjadi putih, yang Tuhan sudah bersihkan dan kuduskan dan lahir barukan.. Tetapi di luarnya masih bisa mengenakan suatu kehidupan atau perilaku yang kelihatannya berdosa yang kemudian dilihat oleh orang. Tetapi sebenarnya di dalamnya adalah orang yang sudah baru. Itu orang Kristen. Atau kalau saya pakai ilustrasinya yang mungkin pakaian yang dikenakan dan dicopot, orang Kristen itu adalah orang yang dalamnya sudah bersih tetapi dia mengenakan jubah yang kotor. Itu orang Kristen. Dan tugas kita apa? Tugas kita adalah bukan menguduskan yang dalam ini, karena Tuhan yang bisa mengerjakan untuk menguduskan  dan menjadikan kita manusia yang baru. Itu hanya darah Kristus yang bisa lakukan. Agama berusaha membersihkan yang dalam ini dengan perbuatan yang mereka lakukan di luar atau dengan memakai jubah yang kelihatannya putih tetapi dalamnya. Atau mungkin saya ambil contoh kayak gini ya, orang kulit hitam ingin jadi putih, caranya gimana? Nggak bisa kan? Dia mungkin bisa, saya bukan untuk bicara rasis ya, tapi dia mungkin bisa menutupi diri dia dengan pakaian yang putih atau dia mungkin bisa urapi vaseline bagi tubuh dia seperti itu, supaya dia menjadi ornag yang lebih bersih kulitnya, lebih halus, lebih putih, seperti itu. Tapi dia putih nggak? Nggak bisa. Bagaimana pun dia berusaha, dia nggak mungkin bisa putih, kecuali dia dilahirkan Tuhan dari keluarga yang putih, baru dia bisa putih. Nah pada waktu kita menjadi orang yang dicipta barukan, Tuhan membuat kita baru, yang hitam itu menjadi sesuatu yang baru, tetapi yang baru ini tetap masih mengenakan sesuatu yang lama tapi yang lama ini bukan natur kita lagi. Dan tugas kita sebagai manusia yang baru itu adalah harus melepaskan yang lama ini, membuang yang lama ini, mengikis yang lama ini sehingga natur baru kita yang ada, yang baru, yang Tuhan ciptakan itu makin muncul dan makin jelas ke permukaan. Itu manusia baru.

Makanya di dalam Roma 7 kalau Saudara baca, Paulus bilang, “aku adalah orang yang berdosa, tapi bersyukur kepada Kristus, maka dengan tubuhku aku melayani dosa tetapi dengan pikiranku aku melayani Kristus.” Kita buka saja ya, Roma 7. Saya baca aja dari ayat, kita baca satu perikop aja ya supaya lebih jelas. Lalu ayat 25 dan 26 kita baca sama-sama. Saudara, ini adalah suatu ayat yang saya lihat kita perlu perhatikan. Pada waktu kita ada di dalam Kristus, maka Tuhan memberikan satu hati yang baru, keinginan baru dalam diri kita, sehingga pada waktu kita lakukan satu dosa, kita pasti nggak akan suka dosa itu untuk kita perbuat dalam kehidupan kita. Itu adalah manusia yang baru, karena Tuhan buat dari dalam, perubahan dari dalam. Tapi di luar kita masih bisa lakukan suatu perbuatan yang berdosa dalam kehidupan kita. Nah di dalam Efesus 4 ini ayat 17, 18, 19 dan seterusnya, Paulus mau memberitahu kita, sebagai orang yang hidup sebagai manusia yang baru, bagaimana kita bisa terlepas dari pada tubuh atau manusia lama ini, atau pakaian yang lama yang kotor yang ktia kenakan dalam kehidupan kita? Bagaimana mengikis itu semua? Tetapi sebelum Paulus mengatakan kita harus mengikis itu semua, Paulus juga memberitahu kepada kita, kita sebagai manusia yang baru tidak boleh lagi hidup seperti manusia lama kita yang ada di dalam dosa itu. Dan bedanya di mana? Ada beberapa hal yang menjadi prinsip besar yang membedakan itu, yang tadi saya mungkin katakan sudah sedikit singgung di awal. Hal pertama adalah, yang membedakan, siapa yang menjadi fokus utama kita di dalam melakukan suatu perbuatan? Apakah Tuhan atau diri kita? Kalau kita adalah orang yang sudah diperbarui hati kita, maka yang menjadi fokus utama lagi bukan lagi “aku”-ku, tetapi justru Tuhan yang menjadi fokus utama dan Tuhan yang menggerakkan kita di dalam melakukan segala sesuatu. Center kita, tujuan kita itu adalah kemuliaan Tuhan Allah, bukan kepada kemuliaan diri kita. Ini hal yang pertama yang membedakan kita dari manusia lama dengan manusia yang baru.

Saya percaya setiap anak Tuhan itu akan mengerti perkataan ini karena di dalam hatinya dia tahu, ada keinginan Tuhan yang baru yang membuat dia ingin menyenangkan Tuhan, bukan lagi menyenangkan apa yang dia kehendaki dalam kehidupan dia. Dan ini dikatakan oleh Paulus sebagai orang yang tidak lagi hidup menurut pikiran mereka yang sia-sia, dalam ayat 17. Pikiran yang sia-sia itu bukan sesuatu yang hanya berbicara mengenai pengetahuanku, cara berpikirku, seperti yang mungkin istilah pikiran yang sia-sia itu. Karena pada waktu kita bicara pikiran yang sia-sia, berbicara mengenai pikiran, maka di ayat 18 itu berbicara mengenai pengertian. Jadi pikiran yang sia-sia itu tidak harus hanya bicara mengenai knowledge, karena di ayat 18 baru bicara mengenai knowledge. Lalu pikiran yang sia-sia itu apa? Pikiran yang sia-sia itu berbicara mengenai apa yang kita ketahui, apa yang kita inginkan, apa yang kita kehendaki, apa yang kita rasakan, apa yang menjadi keseluruhan dari natur kita, itu harus berfokus kepada Tuhan Allah. Kalau kita adalah orang yang masih hidup dalam manusia lama yang kita ingini, yang kita pikirkan, yang kita kehendaki, yang kita kejar itu semuanya adalah jauh dari pada perkenanan Tuhan Allah. Ini namanya pikiran yang sia-sia. Saudara, salah satu aspek yang membuat kita bisa hidup berkenan di hadapan Allah adalah kalau kita bertumbuh di dalam pengertian kita, tetapi pertumbuhan dalam pengertian juga harus disertai dengan pertumbuhan di dalam keinginan dan di dalam kelakuan kita. Itu baru membuat kita menjadi orang yang diperkenan oleh Tuhan Allah. Orang berdosa beda, arahnya sudah beda, bagaimana dia bisa menjadi orang yang diperkenan oleh Tuhan Allah? Dan saya lihat ini adalah satu aspek yang hanya diajarkan oleh orang Kristen atau Alkitab. Saudara nggak akan bisa menemukan itu di dalam ajaran agama mana pun.

Pada waktu kita berbicara mengenai dosa, maka dosa itu bukan hanya terbatas pada perilaku-perilaku jahat dan perbuatan yang melanggar hukum yang kita lakukan, tetapi dosa yang kita lakukan juga bicara mengenai arah hidup kita. Pada waktu kita punya arah yang salah maka di situ Tuhan lihat, engkau bukan anak Tuhan yang diperkenan oleh Tuhan. Saya pernah ambil contoh mungkin kayak gini ya, bekerja itu baik atau tidak? Baik. Mengumpulkan harta itu boleh atau tidak? Boleh. Baik atau tidak? Ngomong mengumpulkan harta boleh, tapi mengumpulkan harta baik atau tidak, agak ragu ya? Kayaknya serakah gitu ya? Mengumpulkan harta jadi orang Kristen orang yang kaya itu boleh nggak? Mengejar kekayaan boleh nggak? Nggak boleh? Mengejar profit boleh nggak? Boleh nggak? Boleh sih. Calvin yang jadi pencetusnya. Kalau kamu bekerja ndak dapat keuntungan itu hanya menunjukkan kamu nggak diberkati. Jadi kalau orang Kristen bekerja baik-baik, dengan tekun, dengan rajin seperti itu, dengan jujur dan segala macam, dia pasti diberkati oleh Tuhan Allah kok. Jadi untuk mendapatkan keuntungan itu boleh. Itu bukan sesuatu kesalahan, bukan sesuatu dosa. Bahkan Calvin bilang, memperoleh bunga dari modal usaha atau yang dari uang yang orang lain pinjam dari kita untuk orang itu berusaha untuk pekerjaan, itu juga diperbolehkan. Jadi mendapatkan keuntungan itu boleh, segala sesuatu. Punya anak boleh nggak? Boleh. Membahagiakan keluarga boleh nggak? Boleh. Sesuatu yang salah nggak? Nggak salah kan, tapi bisa nggak menjadi sesuatu yang salah? Kalau apa? Fokus kita ditujukan kepada mereka dan hanya untuk mereka, maka itu salah. Nah, ini namanya berhala.

Berhala itu bukansesuatu yang harus berwujud patung, yang dengan nama-nama seperti Artemis, lalu Euphrodite, dan yang lainnya. Di zaman Paulus, berhala itu mungkin wujudnya patung. Dan apalagi yang kalau kita lihat, sejarah dari pada kehidupan orang Efesus, maka mereka sangat menyembah Dewa Artemis. Siapa dia? Itu adalah dewa kesuburan. Dewa yang betul-betul jelek rupanya, hitam legam seperti itu, tapi punya buah dada yang banyak sekali supaya bisa memberikan asupan minuman atau memberikan suatu kesuburan bagi orang-orang yang menyembah dewa tersebut. Itu orang zaman dulu. Tetapi yang menarik adalah ketika Alkitab berbicara mengenai penyembahan berhala, ilah dalam kehidupan manusia, ilah tidak harus digambarkan sebagai patung seperti itu tapi ilah juga bisa digambarkan mengenai sesuatu yang ada di dalam hati manusia. Misalnya, ini dikatakan oleh Yehezkiel dalam Yehezkiel 14 ayat ke-3. Pada waktu Tuhan meminta Yehezkiel menegur umat Israel yang ada dalam pembuangan, Yehezkiel bilang pada mereka: “Kamu penyembah berhala”, mereka akan berkata: “Tidak, kami nggak menyembah berhala. Di mana berhala dalam kehidupan kami?”. Yehezkiel kemudian berkata, “Memang kamu tidak memiliki patung-patung berhala dalam hidupmu, tetapi kamu memiliki berhala di dalam hatimu. Itu yang membuat engkau dihukum oleh TUHAN Allah.”

Bapak-Ibu Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita mengerti berhala itu ada di dalam hati kita, dan kalau kita mengerti berhala itu adalah sesuatu yang dikatakan dalam Keluaran 20, Saudara, itu bisa dalam wujud segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini, maka itu bicara mengenai sesuatu yang bisa bersifat karir, sesuatu yang bisa bersifat keuntungan, sesuatu yang bersifat keluarga, sesuatu yang bersifat pekerjaan atau studi dan yang lain-lain yang kita lakukan dalam hidup ini. Dan termasuk mungkin olahraga dan kecantikan atau kebugaran yang kita lakukan di dalam kehidupan kita; itu bisa jadi berhala. Dan kalu dulu adalah orang-orang yang datang ke kuil-kuil berhala, yang di mana tepat mereka menyembah sebuah dewa, zaman kita bagaimana? Kita juga harus hati-hati sebenarnya nggak jauh berbeda, tetapi mungkin bentuknya lebih friendly. Kalau dulu, misalnya, kita pergi ke tempat rumah duka, tempatnya menakutkan sekali, gelap, suram. Sekarang, kalau kita ke rumah duka, tempatnya bagaimana? Terang-benderang, bersih, ber-AC, nyaman sekali duduk di situ; menyenangkan sekali. Dan orang mau lama-lama di situ.  Kalau dulu pingin cepat-cepat pergi. Kalau dulu orang bisa menyembah berhala pergi ke kuil masing-masing, dewa-dewa itu, tapi sekarang kuilnya bagaimana? Nggak ada kuil bukan berarti tidak ada penyembahan itu dan tempat itu ada, mungkin, tapi wujudnya bisa beda, misalnya kantor, gym, apalagi?Kampus, dan yang lain-lain, itu bisa menjadi kuil-kuil di mana kita menyembah berhala. Kalau dulu orang menyembah Dewi Artemis untuk kesuburan, sekarang orang menyembah apa untuk kesuburan? Berkat? Mungkin pekerjaan mereka yang menjadi, atau karir yang mereka kejar mati-matian. Kalau dulu orang menyembah dewi siapa yang dewi kecantikan? Aphrodite, dewi kecantikan; sekarang masih menyembah kecantikan nggak? Ayo, Ibu-Ibu, nyembah kecantikan ga?  Mungkin bisa dengan cara bagaimana? Pergi ke gym, olahraga, pokoknya harus punya penampilan yang super, yang bagus, yang cantik, seperti itu dan bahkan kalau ada sedikit penambahan berat tubuh sudah stres sekali, kayaknya nggak bisa hidup lagi, harus segera diturunkan. Bisa seperti itu.

Saudara, berhala nggak harus dalam wujud rupa, benda. Tetapi berhala bisa dalam wujud spa yang ada di dalam hati kita yang begitu kita pentingkan dan utamakan dan tempatkan di dalam posisi Tuhan. Dan kita kejar seperti kita mengejar Tuhan Allah, itu berhala, dan Tuhan nggak mau itu. Fokus hatimu di siapa? Apakah fokus hatimu pada Diri-Ku, keinginan-Ku, atau fokus hatimu, pada sesuatu yang lain yang bersifat duniawi, yang menggantikan tempat Tuhan dalam kehidupanku. Saya pikir di dalam kehidupan sebagai anak Tuhan, harus ada batas, harus ada jarak, antara kita dengan materi, antara kita dengan diri kita, antara kita dengan keluarga, dan yang lain-lain. Maksidnya adalah, di dalam kita menjalani suatu kehidupan kita, kita harus menempatkan diri kita secara benar di posisinya masing-masing, dan kita harus tahu tempat kita ada di bawah Allah tetapi di atas semua yang lain, yang membuat kita tidak boleh ikatkan diri kepada semua yang lain yang ada di dalam dunia ini. Itu anak Allah. Konsep nilai berbeda, bagi orang dunia, melihat ibadah kepada Tuhan mungkin baik, tapi selama itu memberikan profit bagi diri mereka. Lalu kita sebagai anak Allah ketika beribadah kepada Allah, kita pasti juga akan mengatakan baik. Tetapi tujuan kita beribadah untuk profit diri atau bukan? Kalau itu berbicara mengenai profit diri, apa beda kita dengan cara orang dunia di dalam beribadah kepada Tuhan? Termasuk di dalamnya juga adalah, bagaimana kita menghidupi atau menguasai diri kita, mendisiplin diri kita di dalam hal hawa nafsu. Saya percaya sekali, ketika kita diberikan suatu hati yang baru, maka kehidupan kita bukan hanya mengejar hal-hal yang duniawi, yang berguna untuk memuaskan apa yang menjadi nafsu dan keinginan kita. Tetapi kita mulai belajar untuk memuaskan apa yang kudus, mencari yang kudus, mengejar itu, menghidupi itu, walau pun itu bagi orang dunia sesuatu yang bodoh; karena kita lihat inilah yang bernilai dan berharga, karena dibalik itu ada kekekalan, ada penghargaan dari Tuhan Allah, ada sesuatu yang pasti. Bukan sesuatu yang memperbudak kita, tetapi membebaskan kita daripada perbudakan, keterikatan. Jangan pikir, hal-hal yang kita kejar dalam dunia itu bisa memberikan keamanan. Jangan pikir segala-sesuatu yang kita ingini di dunia itu bisa memberikan sesuatu pembebasan kebahagiaan dalam kehidupan Saudara. Itu nggak mungkin. Satu-satunya yang bisa memberikan kebebasan, keamanan, yang sesungguhnya itu hanyalah Kristus, dan Tuhan Allah. Tanpa Dia, Saudara hanya akan terjerumus di dalam mengikatkan diri kepada sesuatu yang Saudara tidak mungkinbisa lepaskan sendiri.

Dan Bapak-Ibu Saudara yang dikasihi Tuhan, saya bilang, jangan bermain-main terhadap dosa. Pada waktu seseorang melakukan dosa, umumnya pertama kali dia akan merasa bersalah. Saya KTB di Solo, ada namanya KTB “Cycling”, yang datang itu mayoritas orang yang bersepeda semua. Ada pemimpinnya yang suka kumpulin mereka untuk KTB. Dan kadang-kadang ada pertanyaan-pertanyaan konyol di situ tapi saya bilang pertanyaan konyol yang menarik dan baik. Ada orang nanya kayak gini, “Boleh nggak, ngisap marijuana?” Nanyanya kayak gitu. “Boleh nggak?” “Boleh nggak minum bir?”Waktu ngomong minum bir saya bilang, “Saya juga minum alkohol kok,” cuma tunggu dulu,saya kasih tahu, saya nggak minum bergelas-gelas dan berbotol-botol. Saya paling minum sedikit seperti itu. Di Pemuda kemarin kita ada bahas tentang hal ini. Saya ambil contoh kayak gini aja; saya tanya ya. Kalau Bapak-Ibu menduduki jabatan penting di dalam pemerintahan, yang memiliki posisi untuk membuat undang-undang, kira-kira Bapak-Ibu akan izinkan alkohol beredar atau tidak? Izinkan nggak? Kok diam semua? Kemarin menariknya di dalam diskusi adalah seperti ini ya: orang yang tidak minum alkohol ngomong ndak boleh, orang yang minum alkohol ngomong boleh. Dan standarnya apa? Standarnya aku lakukan itu atau tidak, ada yang ngomong itu bawa profit atau tidak. Kalau itu membawa profit dan keuntungan, ya boleh dilakukan, tetapi diarahkan dan dibatasi saja. Boleh nggak? Atau saya tanya gini saja. Saya ga akan jawab, saya cuma akan bilang seperti ini aja. Alkohol dilarang nggak di dalam Alkitab? Nggak ada larangan, alkohol bukan hukum moral. Alkohol memang sering dibilang jangan mabuk, kamu tidak boleh mabuk. Tetapi Paulus juga bilang kepada Timotius, “Jangan lagi minum air putih, minumlah minuman yang beralkohol; sedikit untuk kebaikan pencernaan.” Dan saya percaya Paulus juga minum alkohol. Jadi boleh nggak? Boleh yang diarahkan begitu ya. Intinya adalah kalau itu bukan hukum moral, Saudara berusaha memaksakan itu kepada orang lain, nggak mungkin Saudara bisa lakukan; yang bisa adalah diarahkan.

Dan orang ini nanya, “Marijuana boleh nggak?” Saya bilang, “Kenapa kamu isap itu?” “Ya, kan ada penelitian, kalau marijuana itu adalah sesuatu yang bisa memberikan, menolong orang mengatasi depresi hidup itu.” Jadi, secara medis baik nggak? Kayaknya baik, ya. Menolong seperti. Jadi boleh nggak? Saya cuma bilang ke dia kayak gini, “Pada waktu engkau pertama kali isap itu, ada perasaan bersalah tidak?” Dia bilang, “Ada,” “Tapi sekarang masih ada perasaan bersalah nggak?” “Nggak.” Saudara tshu, pada waktu kita bermain-main dengan dosa, hal yang mengerikan daripada perbuatan dosa itu adalah mematikan perasaan Saudara. Pertama kali kita melakukan dosa kita merasa bahwa itu adalah sesuatu yang mengerikan, menakutkan, salah, nggak boleh dilakukan. Tapi begitu Saudara hidup dalam situ, tekun lakukan itu, Saudara bukan disadarkan lagi untuk berhenti melakukan dosa, tapi Saudara akan merasa tidak apa-apa melakukan dosa, dan bahkan mungkin sesuatu yang nikmat, dan benar. Karena dosa akan mengeraskan hati kita, mengeraskan hati kita dari yang peka menjadi orang yang begitu kaku. Begitu membatu. Itu tidak lagi mempunyai kepekaan dan perasaan untuk meninggalkan itu. Makanya di sini Paulus bilang, kalau kita hidup dalam kehidupan seperti orang dunia, yang berdosa, itu berarti kita akan membuat diri kita kembali jatuh di dalam dosa. Kita akan membuat hati nurani kita mati, dan kita merasa tidak perlu lagi bertobat daripada dosa itu. Itu bahaya besar. Jangan biasakan diri hidup di dalam dosa. Segera bertobat kalau kita jatuh di dalam dosa.

Dan saya pesan terakhir, jangan biasakan diri mentertawakan firman atau mencandakan firman di dalam hidup Bapak, Ibu, Saudara. Bercanda boleh, tetapi jangan biasakan mencandakan firman dan menganggap enteng apa yang firman katakan. Kalau firman itu berbicara sesuatu yang benar, sesuatu yang menegur kita,anggap itu sebagai hal yang serius. Jangan sekali-sekali diringankan, dan berusaha membenarkan diri dengan mencandakan itu atau menutupi diri daripada dosa itu, nanti kita bisa menjadi orang yang perasaan dan kepekaan kita itu menjadi mati. Saya akan akhiri khotbah saya sampai di sini ya. Hiduplah sebagai manusia baru. Karena kita adalah memang ciptaan baru Tuhan, sudah dilahirbarukan menjadi betul-betul memiliki natur baru, dan natur yang baru tidak mungkin membawa kita masuk ke dalam natur yang lama. Karena kita sudah diberi natur yang baru. Dan hiduplah sebagai orang yang memiliki natur yang baru. Mari kita masuk di dalam doa.

Kembali kami bersyukur Bapa untuk firman-Mu, untuk penjelasan Kitab Suci-Mu; siapakah diri kami, dan apa yang Kau tuntut dari pada kehidupan kami sebagai orang-orang yang telah ditebus di dalam Kristus. Kami mohon kiranya kebenaran-kebenaran ini boleh menjadi sesuatu yang kami sungguh mengerti dan kami hidupi karena kami memang adalah orang yang sudah dilahirbarukan dan diciptabarukan oleh Tuhan. Jauhkan diri kami dari gaya hidup manusia lama kami, dan gaya hidup manusia di dalam dunia ini yang tidak berkenan di hadapanmu. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur dan berdoa. Amin.

[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]