2 Tim. 3:10-17
Pdt. Ir. Andi Halim, M.Th.
Saudara, 2 Timotius ini ditulis oleh Rasul Paulus dalam keadaan yang sangat memprihatinkan sebenarnya, dan sangat menegangkan juga karena ini adalah tulisan, ditafsirkan, tulisan terakhir dari Rasul Paulus sebelum dia mati, dihukum mati, dan dia sedang dipenjara. Nah dalam keadaan seperti ini tentunya sangat menegangkan sebenarnya karena Rasul Paulus juga adalah rasul ya, dan dia juga sangat didambakan oleh jemaat yang dia layani, dan sedang dipenjara. Nah itu bagai, bayangkan aja gitu ya, ketegangannya bagaimana gitu. Jadi misalnya ketegangannya itu kalau zaman kita sekarang ya misalnya Pak Tong dipenjara gitu ya, dan mau dihukum mati. Gimana semua jemaat Reformed? Pasti tegang semua ya? Sedih semua, atau down semua, gitu, atau gimana gitu. Nah itu lah keadaan jemaat yang dilayani oleh Rasul Paulus, dan Timotius adalah anak rohaninya. Dan tentunya kalau bagi anak rohani berarti hamba-hamba Tuhan, misalnya di-compare-kan dengan sekarang berarti hamba-hamba Tuhan yang di bawahnya Pak Tong ya juga sedih semua. Tapi yang lebih khusus lagi adalah, Timotius ini bukan sekedar hamba Tuhan tapi masih muda sekali. Timotius ini anak yang masih muda sekali dan masih baru, baru dibimbing oleh Rasul Paulus dan, istilahnya ya, jauhlah gitu lho.Jauhlah, antara Timotius dengan Paulus itu jauh sekali. Ya sama seperti Pak Tong dan anak buahnya, orang selalu bilang,“Kalau Pak Tong sudah nggak ada gimana nanti ya? Siapa penggantinya?”Selalu bolak balik tanyanya itu-itu aja. Ya memang pasti sulit sih, karena siapa yang bisa menyamai Pak Tong. Ya maksudnya yang punya otoritas, kharisma yang besar, yang hebat. Nah itu seperti ini Rasul Paulus dengan Timotius. Jadi suasana tegang, suasana sedih, mungkin, Timotius juga sangat-sangat ketakutan karena yang lebih mengerikan zaman itu adalah Kekristenan dikejar di mana-mana dan dibunuh oleh, dibantai oleh Kaisar Romawi dan juga dimusuhi oleh oang-orang Yahudi, Yudaisme, ya, dan dimusuhi juga oleh orang-orang kafir, penyembah berhala. Jadi musuhnya sangat banyak sekali, padahal Kekristenan itu baru berkembang. Jadi kelihatannya ini masa-masa yang demikian hebat sulitnya dan ancaman hukuman mati kepada siapa saja yang tidak mau menyembah Kaisar sebagai dewa, sebagai allah. Waktu itu Kaisar memang menuntut semua orang harus mau menyembah dia sebagai dewa, kalau nggak bantai habis. Nah, dalam kondisi seperti ini Paulus akan dihukum mati, dan ini contoh seorang pemimpin Kristen yang akan dibantai. Bukankah itu akan membuat down seluruh pengikutnya, membuat bahkan ancaman yang mengerikan sekali bahwa Kristen itu bisa punah. Ya kan? Kalau ini dihitung secara perhitungan manusia, Kristen waktu itu ancamannya bisa punah. Jumlahnya cuma berapa. Dan Paulus keliling, keliling, keliling, keliling, semua jemaat baru. Dan jemaat baru nggak bisa jadi pegangan. Kalau seperhitungan secara manusia, ini bisa habis, ini bisa punah. Pemimpinnya saja ditangkapi semua, dan murid-murid Tuhan Yesus juga semuanya mati sebagai martir, kecuali Yohanes, ya kan? Rasul Yohanes mati di Pulau Padmos itu pun dalam tempat pembuangan. Jadi bagaimana bisa bertahan? Dan bagaimana bisa berkembang? Ini udah madesu, istilahnya. Tahu ya, madesu? Masa depan suram. Ya, jadi udah nggak ada harapan, sudah hopeless, sudah orang-orang yang mau mengganti Paulus itu siapa, Timotius sendiri nggak bisa diandalkan karena terlalu muda dan sebagainya. Oke, inilah latar belakang peristiwa ini.
Nah sekarang mari kita lihat apa yang ditekankan Rasul Paulus di dalam konteks ayat yang baru kita baca. Nah di sini tertulis ya, saya mungkin tidak bisa khotbahkan semua karena terlalu banyak penekanan-penekanannya, jadi saya akan secara detil sedikit atau juga secara garis besar saya akan bahas. Di ayat 10 dikatakan, “Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku,cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku.”Artinya di dalam menghadapi kesulitan, penderitaan, dan masalah-masalah, kalau kita lihat ayat-ayat sebelumnya, juga ada orang-orang yang sudah mulai meninggalkan Paulus dan mulai mengkhianati Paulus, dan tidak setia kepada ajaran Rasul Paulus. Jadi Rasul Paulus ini masalahnya hebat sekali, selain serangan dari luar, serangan juga dari dalam. Dan banyak orang yang bilang serangan dari luar itu nggak seberapa mengerikan dibandingkan serangan dari dalam. Serangan dari dalam itu paling bahaya, paling bahaya. Makanya muncul ada istilah musuh dalam selimut, ya toh? Saudara bayangkan satu selimut tapi di dalam satu selimut itu ada musuh anda. Itu mengerikan sekali. Nah itulah yang terjadi kepada Rasul Paulus. Waduh, benar-benar kalau kita lihat Rasul Paulus ini hidupnya tidak lancar, secara ukuran duniawi dia tidak mulus, tidak semuanya oke, tidak semuanya beres, banyak sekali masalah. Nah karena itu sangat salah kalau kita bilang orang yang disertai Tuhan pasti jalannya mulus terus. Nggak dijamin memang orang yang disertai Tuhan pasti nggak ada masalah, nggak ada jaminan itu. Kita jangan punya teologia seperti teologia karismatik. Nah itu teologia karismatik itu, kalau Tuhan sertai pasti semua beres, kalau Tuhan sertai pasti semua lancar, semua oke, semua sukses. Nah kalau kita sudah pandangan seperti itu ya kita orang kayak model karismatik justru.
Begitu banyak rintangan, begitu banyak masalah, begitu banyak problem, begitu banyak kesulitan, begitu banyak penderitaan, sampai-sampai kalau kita lihat di ayat yang 12 itu, itu kesimpulan Rasul Paulus di dalam dia mengalami itu. Yang ayat 12, “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.” Ini udah, fakta ini justru ini bonusnya. Bonusnya itu Kristus. Kamu akan menderita. Nggak usah jauh-jauh. Di zaman kita ini ada Ahok. Dan Ahok jelas orang yang jelas-jelas ikut Kristus, jelas-jelas mau mempertahankan kebenaran, kejujuran, keadilan di tengah-tengah bangsa ini dan dia sangat mencintai bangsa ini. Tapi apa balasannya? Penjara. Dan ini yang kita sekarang ini riil sekali. Kita bilang ya itu tadi, kalo bilang orang ikut Kristus pasti mulus semua, orang ikut Kristus pasti lancar semua, orang ikut Kristus semua musuhnya pasti dilenyapkan Tuhan semua. Nggak lah. Itu ajaran yang keliru. Saya juga tidak pernah bahas sebaliknya, maksudnya orang yang ikut Kristus pasti, apa, disiksa semua. Ada yang tidak juga, cuma kalau menderita pasti. Saya yakin orang yang menegakkan kebenaran di tengah-tengah dunia yang tidak benar ini pasti menderita. Nggak ada orang yang menegakkan kebenaran lalu santai-santailalu tidak ada masalah. Iya nggak? Pasti ditempa, pasti dimusuhi. Dimusuhi oleh siapa? Oleh orang yang tidak suka kebenaran. Iya dong. Ahok benar, dimusuhi siapa? Dimusuhi orang-orang yang suka korupsi. Dimusuhi orang-orang yang suka melakukan ketidak adilan. Sekarang Jokowi aja bukan Kristen, tapi juga mau menegakkan kebenaran, keadilan, juga dimusuhi, juga bagaimana orang-orang tertentu mau menjatuhkan Jokowi. Nah itu juga. Jadi Jokowi ini semua juga kita percaya dalam kedaulatan Allah. Pemeliharaan Allah. Kalau Tuhan mau pelihara ya nggak ada yang bisa menjatuhkan ya. Sekarang Ahok dipenjara bukan nggak dipelihara Tuhan. Dipelihara juga. Tapi itu kasih karunia, makanya Alkitab juga bilang, kalau kamu menderita penderitaan yang tidak sepatutnya kamu terima, artinya bukan penderitaan karena kesalahanmu, karena kamu jadi maling, karena kamu jadi perampok kamu menderita, bukan, tapi karena kebenaran kamu menderita, itu adalah kasih karunia. Itu adalah berkat yang datang dari Tuhan.
Nah itu yang sudah saya bilang, justru penderitaan itu adalah, penderitaan karena Kristus, itu adalah bonus. Bonus. Mungkin banyak orang yang menganggap penderitaan itu sial. Tapi menderita karena Kristus itu adalah kasih karunia. Itu adalah kemuliaan yang Tuhan percayakan kepada Saudara dan saya. Dan bagaimana penderitaan jadi kemuliaan? Ya saya cuma kasih contoh aja ya, contohnya gini. Ini contoh di dunia persilatan, karena dulu saya masih kecil sering nonton film silat jadi kira-kira tahu dunia persilatan. Misalnya ada musuh, dunia persilatan selalu ada seorang guru yang terkenal di satu kota, lalu datanglah musuh mau melawan guru yang terkenal di kota itu. “Siapa guru terkenal di kota ini? Saya mau lawan.” Lalu akhirnya dia mau mendatangi perguruan silat ini, lalu waktu dia mau menghadap guru ini.Lalu ada murid yang datang ke gurunya. Lalu muridnya bilang, “Guru, saya mohon, serahkan lawannya guru ini kepada saya. Saya akan lebih dahulu menghadapi orang ini.” Nah, kalau muridnya berani ngomong itu, berarti murid ini siap menderita, siap mati demi gurunya. Tapi kenapa murid ini berani berbuat seperti itu? Karena bagi dia itu adalah kemuliaan kalau sampai gurunya bilang, “Silahkan.”Berarti dia rela menderita atau rela siap menghadapi musuh gurunya, itu adalah suatu kemuliaan bagi murid ini. Itu suatu penghargaan dari gurunya. Karena gurunya mempercayakan kepada muridnya. Ya toh? Kalau gurunya bilang,“Jangan, kamu pasti nggak bisa,” Itu berarti kan gurunya masih memandang dia, “Wah kamu terlalu rendah lah,”tapi kalau gurunya bilang, ”Silahkan,” wah itu berarti suatu kepercayaan. Iya kan? Kristus bukan kayak silat gitu ya, ini hanya analogi saja, bahwa kalau kita menderita bagi Kristus, itu adalah kemuliaan, itu adalah privilege, itu adalah hak istimewa kepada Saudara dan saya untuk menderita bagi Dia. Jadi, itu penderitaan bukan suatu yang hina, penderitaan bukan sesuatu yang rendah. Penderitaan adalah kemuliaan, karena kita mau menderita bagi Dia, bagi Kristus. Oke, itu spiritnya. kita menangkap spiritnya dari pada rasul Paulus dan saya melihat rasul Paulus memang luar biasa sekali jadi teladan bagi orang-orang dijaman itu.
Nah, lalu yang mau saya tekankan di ayat ke-10 ini adalah teladan. Di sini, dengan kata lain, Paulus bilang,“Engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, penganiayaanku, imanku, teladanku, kasihku dan ketekunanku.” Ini antara lain, kalau mau disingkat bahwa engkau ini, harap engkau ini mengikuti teladanku, ya, teladanku. Nah, spirit teladan itu bagaimana ya? Saya terus terang dari dulu juga menggumulkan tentang namanya teladan. Ada seorang jemaat yang datang kepada saya dan dia share kepada saya dari hati ke hati, dia bilang, “Pak, saya ini mau tanya sama pak Andi. Bagaimana saya seharusnya mencari seorang yang bisa menjadi teladan bagi hidup saya?” Lalu dia cerita, dia ke pendeta A, dia ikuti teladannya, eh tau-tau pendeta A sangat mengecewakan, karena ada masalah atau apa. Lalu dia akhirnya pindah ke pendeta B, saat pendeta B wah, dia berharap dia pasti bagus, ini pasti sungguh-sungguh dan sebagainya lalu dia ikuti teladannya semua. Eh, kecewa lagi, karena ternyata dia tahu pendeta ini seringkali marah-marah sama istrinya, tidak menghargai istrinya, dan sebagainya. “Aahh, cuma ngomong doang ini pendeta ini y tapinggak cocok ni untuk jadi teladan.” Lalu ke pendeta C,eeh, pendeta C yang diharapkan juga jadi teladan baik-baik, ahh ternyata juga nggak benar, dia sama anak buahnya terlalu merendahkan dan sebagainya, tidak bisa kerja sama, ahh dia kecewa lagi. Lalu dia tanya sama saya, “Pak, tolong tunjukan sama saya Pak, kira-kira hamba Tuhan yang bisa jadi teladan dalam hidup saya yang mana?” Kira-kira kalau Saudara yang ditanya begitu jawabnya apa? “Oh iya, pak Dawis aja. Oh iya, Pak Tong, Pak Tong paling hebat, luar biasa itu teladannya.” Tapi saya tidak ngomong gitu sama dia. Saya bilang, “Kamu yang sudah salah.” “Loh, salahnya dimana pak?” “Karena kamu nggak mengikuti Alkitab,” saya bilang. “Loh, maksudnya bapak bagaimana mengikuti Alkitab?” Karena Alkitab bilang semua manusia berdosa, jadi kamu kalau mau mencari suatu teladan, orang yang sempurna, orang yang nggak ada cacatnya, orang yang tidak ada kelemahannya, iya tohh? Orang yang benar-benar perfect dalam hidup di semua bidang? Ya, nanti tunggu kalau ke Surga aja, baru ketemu, tapi kalau selama di dunia ini, mana ada orang sempurna. Saya sendiri pun tidak sempurna.Saya bilang,“Kalau kamu ikuti teladan saya, sekarang kamu lihat saya yang baik-baiknya, kamu belum lihat yang jeleknya saya, begitu kamu lihat jeleknya saya. Ahhh, pendeta Andi Halim juga gak beres.” Loh semua pasti gitu, nggak ada orang yang nggak ada kelemahan, iya toh? Hamba Tuhan siapa pun, siapa pun, jangan pake pengecualian.Oh kecuali cuma satu, Tuhan Yesus. Nah, jadi kalau kamu menuntut suatu teladan yang sempurna? Sudah nggak ada.
Lalu sekarang pertanyaannya kan, kalau begitu siapa yang bisa diteladani? Ya Kristus. Tapikan kita tidak bisa lihat Kristus. Orang semua lihat orang Kristen, orang Kristen ini bagaimana, teladan Kristen itu yang kayak apa. Kalau semua Kristus, Kristus, Kristus, berarti Kristen ini cuma omong kosong aja karena semua kan Kristus bukan saya, itu. Nah, jadi kembali lagi, spirit teladan itu apa? Saya pernah masukkan di status facebook saya tentang jadi teladan. Sering kali kesalahan orang di dalam menjadi teladan itu adalah orang itu berbuat baik sedemikian rupa dan sehebat mungkin berbuat baiknya untuk jadi teladan, sehingga kesalahannya adalah semua orang akhirnya menyoroti hidupnya dia yang jadi teladan. “Oh betapa hebatnya orang ini, betapa luar biasanya orang ini, betapa benar-benar sempurnanya orang ini, betapa orang ini gak ada cacatnya, betapa ini, betapa,betapa,” akhirnya kita terjebak apa? Terjebak memberhalakan manusia. Makanya, ini sudah salahkan. Alkitab tidak pernah mengajarkan Saudara dan saya untuk memberhalakan manusia. Saudara kalau memberhalakan hamba Tuhan, entah itu siapa pun, Saudara sudah melakukan hal kesalahan yang besar, karena itu larangan keras di dalam Alkitab untuk memberhalakan manusia, siapa pun hamba Tuhannya, termasuk hamba Tuhan Reformed, itu semua orang-orang berdosa juga, termasuk saya, saya juga orang berdosa, saya bukan orang sempurna. Jadi, kalau sudah paham bahwa semua orang berdosa, semua orang nggak boleh diberhalakan, lalu kembali lagi teladan itu apa? Saya lihat ada ekstrem lain lagi. Ekstrem lain lagi adalah hamba Tuhan pun manusia biasa, ya memang manusia biasa, jadi, hamba Tuhan itu tidak perlu berakting untuk hidupnya dia berbeda dengan orang lain. Memang betul juga, kita kalau beraktingkan, orang sandiwarakan, ‘Nih lho hidup saya baik, hidup saya sempurna,”tapi akting ini, ini bukan sungguh-sungguh saya, saya cuma mau tunjukkan bahwa saya orang yang bisa jadi teladan dan saya bisa jadi sempurna, tapi itu sekedar akting,” nah itu nggak boleh. Lalu, ekstrem lainnya bilang, kita tidak perlu akting, kita apa adanya aja, kita hamba Tuhan juga orang berdosa, berarti, misalnya “merokok juga nggak apa-apalah, hamba Tuhankan juga orang biasakan. Kita juga merokok, lalu nonton blue film juga nggak apa-apa, kan biasa.Jangan sok alimlah, kita ini manusia biasa, kita sama-sama rusaknya, jemaat juga rusak, hamba Tuhan juga rusak. Jadi, hamba Tuhan juga boleh main judi, main apa gitukan.” Bagaimana? Setuju? Saya yakinlah Saudara pasti tidak setuju apalagi orang Reformed,iya toh?Nah ini juga ada ekstrem lagi: hamba Tuhan tidak boleh merokok, kalau merokok masuk neraka, Nah itu juga ajaran yang salah. Merokok masuk neraka itu tidak ada di Alkitab ya.Saya dulu pertama kali, ya ini cerita sedikit, saya pertama kali kerja praktek, kerja praktek saya di Surabaya, di suatu perguruan tinggi dan disitu banyak pendeta-pendeta yang liberal waktu itu. Saya satu-satunya yang dari SAAT yang kerja praktek disitu dan itu pendeta-pendeta senior. Lalu lihat saya, “Oh kamu, dari mana kamu?” “Dari SAAT.” “Wah dari SAAT ya,” saya diketawa-ketawain. “Katanya di SAAT itu kalau merokok masuk neraka ya?”Lalu semua ketawa, mengtertawakan saya, yaa saya diam saja. Saya pikir “Kamu ini menghina-menghina, kamu tidak tahu SAAT itu bagaimana.”Tapi setelah saya dekati, sudah semua pulang tinggal satu pendeta senior, saya bilang, “Pak, maaf ya, tadikan bapak mentertawakan SAAT, katanya SAAT itu terlalu sempit pandangannya, lalu merokok masuk neraka, saya bilang itu adalah fitnah,” saya bilang,“SAAT tidak sesempit itu.” Nah, waktu itukan saya memang lulusan SAAT ya. Jadi, saya tekankan bahwa SAAT itu tidak sebodoh itu ajarannya. Dia agak kaget dengan jawaban saya. Bagi saya biar itu membuat dirinya lain kali nggak sembarangan mau menghina dan merendahkan.
Oke, kembali lagi ke sini. Jadi, sebenarnya teladan itu bagaimana? Nah, saya renungkan, contohnya di Alkitab ya, di Alkitab itu kalau Saudara mau sebut yang jadi teladan itu siapa? Ya, okelah rasul Paulus ini yang menjadi teladan, tapi kita coba lihat Perjanjian Lama dulu, kira-kira di Perjanjian Lama yang jadi teladan siapa? Paling yang bisa di sebut orang-orang, tokoh-tokoh hebat seperti Yusuf, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego ya kan, atau nabi-nabi seperti Yesaya atau apa gitu, ya itu yang jadi teladan. Tapi, itu bagi saya hidup mereka yang sebenarnya tidak terungkap.Tapi yang terungkap dengan sebenarnya seperti contohnya Abraham ya, contohnya Yakub, itukan terungkap, contohnya Daud, contohnya Salomo, bagaimana? Saudara bisa menganggap hidup mereka sebenarnya jadi teladan? Abraham terkenal dengan bapak orang beriman, lalu bagaimana? Benar-benar beriman? Maksudnya waktu dijanjikan anak, tapi tidak punya-punya anak, lalu akhirnya apa? Akhirnya ragu-ragukan? Lalu akhirnya Sarah menawarkan siapa? Hagar, “Ini lho ada gendukku, budakku yang mungkin siapa tahu Tuhan mau pakai dia.” Abraham pikir-pikir, boleh juga ya, lah mestinyakan orang beriman nggak begitukan? Kenapa kok Abraham akhirnya juga mau, dimana imannya? Nah, memang dari sisi lain ada contoh-contoh iman Abraham. Tapi benar-benar jadi teladan, apakah bisa jadi teladan? Lalu Yakub misalnya, apa teladan Yakub?Yang terkenal Yakub itu sebagai apa? Penipu ya, suka bohong, itu Yakub. Apa teladannya? Tapi Tuhan mengasihi Yakub. Tuhan mengasihi Abraham. Daud, bagaimana Daud? Terkenal apanya? Sampai dibuat filmnya toh, Daud dan Batsyeba, ada filmnya kan? Lho bagaimana Daud dengan Batsyeba, apakah bisa jadi teladan? Apakah kehidupannya keseluruhannya menjadi teladan? Lalu Salomo, bagaimana dengan Salomo? Istrinya berapa? 700, gundiknya? 300. Genap 1000. Bagaimana seperti ini?
Nah Saudara, kalau saya paparkan seperti ini, Saudara mesti akan kecewa. Kristen kok gini? Betul nggak? Ah, Pak Andi Halim ini merusak iman. Jangan cerita yang gitu-gitu, Pak! Cerita yang indah-indah saja. Kalau saya cerita yang indah-indah, saya lalu menyembunyikan peristiwa-peristiwa ini, saya berarti menutup hal-hal yang sebenarnya kenyataan, realita, tapi saya tutup itu, saya sembunyikan itu di hadapan anda. Seolah-olah, “Oh, tidak ada, Kristen selalu bagus. Kristen tuh indah. Kristen itu teladan nomor 1. Nggak ada cacatnya.” Nah, begitu anda ketemu hal-hal seperti ini, Saudara singkirkan, “Ah, saya nggak mau itu, itu nggak usah diberitakan. Yang diberitakan yang baik-baik saja.” Nah, itu berarti kita menutup mata terhadap realita. Ya itu tadi saya bilang, setiap orang pasti ada sisi buruk, ada sisi baik. Termasuk orang Kristen. Karena apa? Karena Alkitab yang bilang, Saudara dan saya, meskipun sudah di dalam Kristus, Saudara dan saya ini tetap ada 2 hal, yaitu apa? Manusia baru, selain ada manusia baru ada manusia lama. Manusia lama belum mati. Makanya jangan kaget, kalau ada orang Kristen yang memang masih ada sisi manusia lama, yang masih nempel tuh dalam hidup Saudara dan saya. Dan ini yang perlu diproses, ini yang perlu digarap, dikikis hari demi hari. Makanya hidup orang Kristen itu hidup perjuangan. Saya dulu mikirnya gini: Begitu terima Kristus, langsung semua suci, hidup saya semua beres, hidup saya semua putih bersih seperti salju, nggak ada lagi dosa. Saya pikir gitu. Dan saya merasa saya sudah begitu sucinya, saya sudah begitu bersihnya, pertama kali bertobat tuh, lalu lihat orang-orang Kristen yang senior-senior, waduh ternyata kok banyak kelemahannya, banyak kekurangannya, banyak di sana sini kesalahan dan sebagainya, saya menjadi orang yang sok suci dan sok mengkritik senior-senior saya.“Senior sama senior nggak bisa rukun, nggak bisa saling mengasihi, nggak bener ini! Semua harus saling mengasihi!” Ya toh? Itu dulu saya, masih nggak ngerti realita yang sebenarnya. Sekarang saya sudah tahu, memang manusia semua sedang diproses dan dididik dan dihajar Tuhan.
Maka, kesimpulan saya dalam hal ini, orang Perjanjian Lama yang kelihatannya banyak buruknya, lalu pertanyaannya: orang Perjanjian Baru lebih baik, atau sama buruknya, atau lebih jelek dari Perjanjian Lama? Hayo? Ini soal ujian. Ya, kalau Saudara lihat penampilan Perjanjian Baru, nggak pernah ada melihat keluarganya Petrus bagaimana, Petrus kalau marah-marah sama istrinya bagaimana, Paulus keluarganya juga bagaimana. Pernah lihat? Nggak pernah kan? Nggak pernah tahu kan Paulus dengan istrinya bagaimana? Suka ninggal-ninggal atau istrinya nggak dipedulikan atau bagaimana? Atau ada yang menafsirkan: Paulus sudah nggak punya istri. Ya, okelah. Yang lain kan juga punya, Petrus juga punya, atau Andreas, atau termasuk Filipus dan sebagainya. Bagaimana mereka dengan keluarga mereka? Apakah mereka juga pernah menyeleweng, atau apa, ada istri lain atau apa? “Waduh pak, jangan gitu pak! Itu nanti kan menjelek-jelekkan orang Perjanjian Baru.” Saya nggak mau mengajar Saudara untuk berpikir yang jelek-jelek tentang Perjanjian Baru, tapi maksud saya begini, tadi ada yang bilang “sama” ya?Ya Saudara bilang sama karena Saudara sudah saya ajak berpikir tentang kebenaran ini. Saya memang akan jawab: “Sama, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sama.” Kenapa sama? Ya sama orang berdosanya. Orang Perjanjian Lama juga berdosa, orang Perjanjian Baru apa nggak berdosa? Berdosa! Tapi kalau Saudara bilang, ‘Oh Perjanjian Lama nggak ada Roh Kudus, Perjanjian Baru ada Roh Kudus.’ Ah itu sudah salah doktrinnya. Orang Perjanjian Lama juga dipimpin Roh Kudus dong. Orang Perjanjian Baru juga dipimpin Roh Kudus, sama! Tapi orang Perjanjian Baru itu memang, istilahnya, lebih diperketat. Kalau mau jujur sih, kecondongannya sama, betul nggak? Apakah orang Perjanjian Baru sudah nggak ada yang nyeleweng? Nggak ada punya WILatau PIL? Nggak ada kasus, nggak ada problema? Pasti ada. Apakah keluarga Saudara nggak ada problema? Apakah keluarga Saudara sempurna semua? Pasti hebat, pasti nggak ada kekurangan, nggak ada kelemahan? Pasti ada! Termasuk keluarga Hamba Tuhan. Saudara jangan pikir keluarga hamba Tuhan tuh sempurna banget ya, bagus banget ya, hamba Tuhan juga manusia, keluarganya juga pasti ada problem. Namanya hidup kok. Kita menikah juga bisa berkelahi, bisa salah paham, bisa sakit hati, juga bisa!
Dan kalau seperti itu, lalu apa yang namanya teladan? Kembali lagi, apa yang dimaksud dengan teladan? Yang dimaksud dengan teladan adalah justru tunjukkan memang saya bukan manusia sempurna, tunjukkanlah, nggak usah pura-pura. Saya paling nggak suka tuh jadi hamba Tuhan yang cuma action-action aja, cuma pamer-pamer kehebatan dan kebaikan, seolah-olah nggak punya kejelekan sama sekali. Saya juga nggak takut kalau ada orang tanya sama saya, “Pak, bapak ini pernah berkelahi sama istrinya nggak?” “Ya pernahlah, masa jadi orang nggak pernah berkelahi sama istrinya?”Masa saya bilang, “Oh, nggak pernah sama sekali. Itu nggak pernah. Itu haram bagi saya. Saya selalu baik-baik sama istri saya,” itu perkataan-perkataan yang terlalu menipu dan terlalu berpura-pura. Nggak usah, apa adanya aja. Lalu kembali lagi, teladanya itu bagaimana? Teladannya adalah: saya manusia berdosa, dan Tuhan sudah mengubahkan hidup saya. Nah itu teladannya. Artinya, teladannya adalah bukan saya ini teladannya, teladannya adalah karya Allah dalam hidup saya, itu teladannya. Saya ini orang nggak layak, tapi Tuhan mau pakai saya menjadi alat bagi pekerjaanNya. Itu teladannya. Artinya, teladannya itu berorientasi kepada kasih karunia Allah, itu teladannya. Teladannya bukan orang lalu menilai anda: “Hebat, luar biasa hamba Tuhan itu!” itu salah besar. Kalau anda memuji-memuji hamba Tuhan, dan memuliakan hamba Tuhan hebat, besar, luar biasa; anda sudah melakukan kesalahan besar karena yang seharusnya, sepatutnya dipuji dimuliakan itu hanya Allah, bukan manusia.
Nah ini pergumulan saya tentang menjadi teladan. Bagaimana saya juga mengalami jatuh bangun, saya juga manusia yang ada kelemahan, kekurangan, dan Tuhan tegur saya, ingatkan saya untuk saya selalu belajar setia kepada panggilanNya di dalam jatuh bangun saya. Teladannya apa? Teladannya: Tuhan yang setia. Tuhan yang setia, yang selalu mendidik saya, menghajar saya. Kemuliaan hanya tetap bagi Allah, dan bukan bagi saya. Mari itu menjadi perenungan bagi Saudara dan saya untuk semua hal yang kita sedang lihat, siapapun itu. Kesalahan besar dari jemaat adalah mendewa-dewakan hamba Tuhan. Kalau sudah mendewakan hamba Tuhan, lalu menghina hamba Tuhan yang lain. Betul kan? Itu selalu kecondongannya begitu. Kalau anda sudah mendewakan satu hamba Tuhan, anda pasti merendahkan hamba Tuhan yang lain dan menghinanya, “Oh ini nggak seperti ini, oh itu nggak seperti itu,”bahaya Saudara-saudara! Mendewakan itu sesuatu hal yang sudah sama seperti orang menyembah berhala. Ya ini contoh saja, tapi contoh ini sih saya cuma lihat ada bahayanya.Saya nggak menghakimi, cuma saya lihat kalau kita nggak realize, kita bisa terjebak dalam bahaya ini. Ini contoh ya, tapi contoh ini jangan dijadikan patokan. Ini bukan patokan. Ini cuma sekedar warning, warning! Saya pernah ketemu seorang jemaat dari Jakarta. Lalu dia pas di Surabaya, karena melayat ada keluarga dekat yang meninggal, lalu ketemu saya di tempat melayat itu, tempat duka itu. Lalu ngobrol-ngobrol, itu Hari Sabtu. Lalu dia bilang, “Hari Sabtu ini saya harus pulang ke Jakarta.” Lalu saya tanya, “Lho kenapa?”“Lho, ya ibadah dong,” dia bilang begitu, “besoknya kan ibadah, Hari Minggu.” Lalu saya bilang lagi, “Oh, di Surabaya juga ada kok ibadah di Reformed, ada di Surabaya.” “Oh nggak bisa, lain, lain, harus Jakarta!” Wah, jadi ibadah di Surabaya ini nggak di anggap ibadah ini. Saya sampai, ya ketawa aja sih, cuma saya lihat waduh hebat sekali ini komitmennya, pokoknya namanya ibadah harus di Jakarta, tidak boleh di tempat lain. Nah bagi saya berat ini, jadi yang lain itu bukan ibadah, yang lain ini, yang hamba Tuhan kerucukan ya gimana gitu, yang nggak bisa di dengar gitu. Yah itu hanya, hanya sekedar praduga saya, mungkin dia juga nggak sampai se-ekstrim itu. Cuma kalau sampai benar-benar orang sudah saking mendewakan lalu menghina hamba Tuhan lain, hamba Tuhan lain dianggap itu bukan firman, yang firman hanya hamba Tuhan yang dia idolakan, itu sudah mengerikan sekali. Nanti kalau hamba Tuhan itu mati, ya mau dengar siapa lagi? Ya sudah nggak bisa dengar firman lagi. Karena yangada firman cuma Hamba Tuhan itu, yang lain bukan firman. Nah ini semua adalah refleksi supaya kita hati-hati, kita jangan terjebak kepada Iblis.
Besok saya mau bikin seminar Iblis. Iblis itu memang pintar sekali, luar biasa sekali. Dan tingkat pencobaan yang dia berikan kepada manusia itu tingkatnya mulai dari tingkat paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi, dia sangat hebat. Mencobai Tuhan Yesus dan mencobai Petrus beda, ya kan. Mencobai Yudas juga beda lagi. Jadi tingkat-tingkat pencobaan Iblis itu luar biasa, sangat luar biasa, kita jangan bilang “Saya tidak mungkin dicobai, saya tidak mungkin tergoyahkan, saya sudah kuat, saya sudah hebat.” Hati-hati ya, tingkat paling tinggi itu juga pencobaannya paling hebat. Nah itu kita perlu hati-hati dalam hal ini. Makanya jadi teladan ini pun, saya juga merenungkan benar-benar, bagaimana sih jadi teladan itu.
Akhirnya Rasul Paulus mengatakan bahwa hidupnya dia itu hidup menderita dan Timotius sudah mengikuti teladan penderitaannya, tentunya sebagian yang Paulus kasih peringatan kepada Timotius, hal yang paling penting di dalam menjalani penderitaan dan juga teladan yang Paulus bagikan kepada Timotius. Jadi apa yang paling penting? Yang paling penting adalah kalau kita lihat mulai ayat ke 14, “Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu.” Diteruskan ayat 15, “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.” Artinya apa? Artinya untuk berpegang kepada tindakan menghadapi berbagai pencobaan, berbagai kesulitan, penderitaan dan menekuni keteladanan, semuanya supaya kembali kepada Kitab Suci. Back to the bible. Ah jadi, pegangan satu-satunya bagi orang percaya, tentunya selain Yesus Kristus, pimpinan Roh Kudus, selain Allah Tritunggal, itu adalah Kitab Suci. Makanya saya sangat bersyukur sekali ya, di Reformed ini selalu semboyannya back to the bible, back to the bible, back to the bible. Bukan back tohamba Tuhan yang hebat, bukan back tohamba Tuhan yang pintar khotbah, bukan back tohamba Tuhan yang sangat berkharisma dan sangat luar biasa sehingga di dewa-dewakan, bukan!Back to the Bible. Kembali kepada Alkitab.
Nah disini saya juga merenungkan, orang-orang Reformed mungkin sangat kurang, artinya jemaat maksudnya, hamba-hamba Tuhan banyak yang hebat, kita perlu bersyukur; hamba Tuhan Reformed banyak yang menyampaikan firman dengan berbobot dan berkualitas, kita bersyukur; hamba Tuhan menyampaikan kebenaran Alkitab dengan luarbiasa berkualitas dan sebagainya, kita bersyukur. Tapi itu bisa mengakibatkan ekstrim lain, yaitu apa? Jemaat cuma bergantung kepada hamba Tuhan dan tidak pernah mau belajar sendiri, akhirnya menunggu hamba Tuhan aja. Hamba Tuhan ini datang, wow semua langsung berebut, semua langsung ingin baca, wah hamba Tuhan hebat luarbiasa. Saya tidak mengatakan tidak perlu belajar kepada hamba Tuhan, perlu, tetapi itu jangan membuat Saudara dan saya kemudian akhirnya menjadi bergantung kepada hamba Tuhan terus, kalau tidak ada hamba Tuhan tidak pernah belajar, kalau tidak ada hamba Tuhan tidak pernah mandiri untuk meneliti Kitab Suci sendiri. Selalu terperangah melihat hamba-hamba Tuhan yang begitu hebat menggali Kitab Suci, dan Saudara selalu merasa nggak bisa apa-apa menggali sendiri, hanya bergantung sama hamba Tuhan terus. Nah itu jadi ekstrim yang lain lagi. Itu yang saya rasa ini warning besar dan bahaya besar kalau jemaat cuma menggantungkan imannya kepada hamba Tuhan. Paulus bilang, kembali ke Kitab Suci,bukan kembali kepada hamba Tuhan, kembali ke Kitab Suci. Dan yah itu adalah semboyan kita,back to the bible, back to the bible, iyatho? Bukan back to hamba Tuhan ya. Kita musti sadar benar.
Rasul Paulus hampir mati ini. Rasul Paulus mengajari Timotius apa? Tidak mengajari “bergantunglah kepada saya, bergantunglah kepada saya.” Waduh kalau bergantung kepada saya, lalu Paulus mati, habislah Timotius, sudah tidak ada lagi yang dia bisa bergantung, iya kan? Habis tho, begitu Paulus mati, Timotius collapse. Tetapi Paulus sudah menyiapkan, “Kamu harus bergantung kepada Kitab Suci,”back to the bible, puji Tuhan,“Sambil mengingat orang yang telah mengajar kepada kamu.”Mengingat saja. Artinya mengingat ajaran yang pernah kita terima, ajaran yang kamu pernah pelajari, pelajaran yang pernah kamu dapatkan, itu membuat kamu lebih sungguh-sungguh belajar Kitab Suci. Sebenarnya Saudara, fungsi saya apa? Fungsi saya adalah mengajar Saudara untuk Saudara lebih mengerti Kitab Suci, lebih bersungguh-sungguh belajar Kitab Suci, bukan lebih bersungguh-sungguh mendengarkan saya. Kalau dengarkan saya, dengarkan saya, saya juga akan cuma tiga tahun sekali kesini. Jadi ingat, tidak bisa mengandalkan saya terus toh. Nah kalau Pak Dawis lebih banyak disini dan Saudara bisa mendengarkan, tapi mau sampai kapan? Saudara tiba-tiba pindah kota misalnya, nggak ketemu lagi sama hamba Tuhan seperti Pak Dawis, Saudara langsung collapse. Lalu sudah, imannya tergoyang-goyang,sudah kemana-mana tidak jelas. Kenapa? Karena tidak pernah belajar sendiri. Saya prihatin dengan ini.Satu hal yang saya salut sebenarnya, orang-orang seperti di Perkantas, karena saya pernah ikut Perkantas. Saya dulu mahasiswa, saya dibimbing Perkantas. Saya dibimbing banyak saudara-saudara, Karismatik iya, Perkantas iya, lalu yang lain-lain juga banyak. Saya juga ikut ajaran-ajaran Pantekosta apa segala macam. Lalu organisasi-organisasi lain saya juga ikut, tujuh organisasi saya ikut. Itu masa-masa saya waktu masih di universitas itu. Nah, tapi sebetulnya semua itu tidak bisa menjadi satu pegangan dalam hidup ya. Akhirnya saya menemukan Reformed, saya benar-benar terberkati di Reformed ini karena saya diajar untuk menggali Alkitab secara bertanggungjawab.
Maka saya anjurkan Saudara-saudara sebagai jemaat harus ada “bible study” secara pribadi. Bible study pribadi itu memang ada positif dan negatif. Negatifnya, jadi penafsirannya liar, lalu kemana-mana, nggak karu-karuan lalu nafsir-nafsirkan sendiri, menyimpulkan sendiri yang tambah sesat. Nah itu, akhirnya makanya muncul ajaran-ajaran sesat itu dari sini, dari mau mengembangkan batas diri, terlalu kreatif, ya tho? Terlalu kreatif sampai jadi sesat. Tapi kalau terlalu begantung sama hamba Tuhan, lalu nggak pernah menggali sendiri juga salah. Makanya jangan ekstrim kiri, ekstrim kanan. Kita musti menggali dengan benar tapi tetap mengingat ajaran yang benar. Makanya ini disini dikatakan, hendaklah kamu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepada kamu, tapi belajar Kitab Suci. Nah, jadi disini mari Saudara punya komitmen belajar Kitab Suci. Saya juga sedih kalau saya melihat jemaat yang cuma menggantungkan diri kepada hamba Tuhan. Saya sedih, kalau masih tidak punya komitmen belajar Kitab Suci sendiri. Nah di Perkantas sebetulnya kita diajak untuk menggali sendiri, itu bagi saya, saya salut dengan Perkantas, LPMI, kampus fellowship, semuanya mengajak orang untuk self–study. Cuma maaf ya, saya sebut ini bukan saya mau melemahkan, cuma memang doktrinnnya nggak sepenuhnya Reformed. Saya dulu di Perkantas juga doktrin saya kiri-kanan. Saya tanya pembimbing saya, “Pak, yang benar yang mana pak ya? ‘Sekali selamat tetap selamat,’ atau ‘keselamatan bisa hilang’? Yang mana yang benar?” Lalu pembimbing saya mengatakan, “Ya dua-duanya benar.” Ya bingung bicara seperti itu, dua-duanya benar, dua-dua juga pakai Alkitab. Lho ya memang dua-duanya pakai Alkitab, tapi yang benar yang mana? Kalau dua-dua bener saya ikut yang mana ini, ikut yang kiri apa yang kanan? “Ya, dua-dua bisa.” Lho kok dua-dua bisa sih?Saya sampai nggak ngerti.Makanya saya mau masuk Sekolah Alkitab Saudara-saudara,untuk supaya saya lebih jelas ajaran yang benar yang bagaimana. Ya Puji Tuhan ya, Saudara benar-benar sudah dibimbing hamba Tuhan yang luarbiasa, yang komitmen, yang mengajarkan kebenaran, membuat Saudara tidak ragu-ragu.Dulu saya nggak ketemu itu guru yang benar-benar membuat saya kembali kepada Alkitab, tapi diajar menggali, menggali, menggali. Kalau di-combine bagus, anda punya doktrin Reformed yang jelas, anda juga belajar sendiri dan anda juga menggali kebenaran-kebenaran Alkitab yang luarbiasa.
Nah itu yang diajarkan oleh Rasul Paulus di dalam mengikuti teladan. Mengikuti teladan berarti tidak menggantungkan diri kepada hamba Tuhan tetapi menggantungkan diri kepada kasih karunia Allah, karena memang itu yang menjadi poin utama. Nah lalu di ayat yang ke-16, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar,” mengajar ini mengajar apa? Mengajar doktrin Saudara,“untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Ini benar-benar sangat lengkap sekali. Jadi yang pertama mengajar, saya lihat ini bukan kebetulan Saudara-saudara ya kalau Paulus bilang firman Tuhan untuk mengajar. Saudara perhatikan di ayat yang ke-10 tadi, ayo coba balik ayat 10, “Tetapi engkau telah mengikuti,” yang pertama itu adalah,“ajaranku,” ajaranku, berarti doktrin itu sangat basic dan doktrin itu sangat penting. Saudara jangan cuma ikut teladan-teladan perbuatan, karena kalau penekanannya cuma pada perbuatan, perbuatan itu semua orang bisa berbuat baik. “Wah orang Kristen ini jujur luar biasa,” lho yang bisa jujur luar biasa itu bukan hanya orang Kristen, orang Islam yang jujur juga ada, orang Budha yang jujur juga ada. “Wah orang Kristen ini sangat setia suami-isteri bergandengan tangan terus, itu ciri khas Kristen, suami-isteri bisa bergandengan tangan,” lho apa orang kalau di luar Kristen tidak pernah gandengan tangan apa gimana? “Wah ini suami-isteri setia sampai mati atau sampai tua masih setia,” lho apa hanya orang Kristen aja yang setia sampai mati, orang yang tidak Kristen tidak setia sampai mati? Itu hanya perbuatan-perbuatan baik yang semua orang bisa lakukan, tetapi kalau kembali kepada Alkitab, sebetulnya penekanan utamanya yang menjadi pembeda antara kita dengan kepercayaan lain adalah ajaran, doktrin. Makanya saya benar-benar dari dulu tidak pernah lepas dari mengajar, hidup saya ini memang hidup yang istilahnya sudah mendarah daging di dalam mengajar. Saya mengajar doktrin 31 tahun Saudara-saudara, bayangkan, 31 tahun ngajar doktrin Allah, doktrin Alkitab, doktrin Roh Kudus, doktrin gereja, doktrin keselamatan, doktrin manusia dan dosa, semua saya ajarkan, 7 doktrin itu, tidak pernah bosan, tidak pernah malas, karena apa? Setiap kali mengajar bagi saya itu kasih karunia, setiap kali mengajar adalah kesempatan menjangkau jiwa-jiwa baru, karena banyak jiwa-jiwa yang tersesat, yang nggak mengerti kebenaran, ini saya harus rubah hidupnya, cara berpikirnya, dan sebagainya. Itu perjuangan hidup saya sampai hari ini, sampai detik ini. Termasuk orang-orang Reformed sendiri banyak yang masih keliru pengertiannya. Jadi ajaran ya, firman Tuhan bermanfaat untuk mengajar.
Lalu yang kedua adalah memang kalau mengajar thok, lalu nggak ada hubungannya dengan kehidupan itu ya pasti salah, 100% saya katakan ajaran, doktrin itu bukan terpisah dari kehidupan. Banyak orang diajari doktrin malas, “Ahh, itu kan teori-teori thok,” siapa bilang? Justru doktrin itu sangat mempengaruhi kehidupan, ini doktrin yang benar lho ya, kalau doktrin cuma sampai di otak aja ya memang cuma teori thok. Tapi kalau doktrin itu anda benar-benar menghayati, anda benar-benar merenungkan, di dalam kehidupan anda itu menjadi mendarah daging, itu berpengaruh dalam hidup sangat besar. Saya percaya juga seperti Ahok itu, kenapa dia bisa berjuang mati-matian seperti itu? Itu karena doktrinnya sudah ditanamkan dalam pikirannya dia bahwa dia hidup harus siap berkorban, hidup siap menderita, hidup siap menerima segala resiko, itu ditantang sama dia. Kenapa seperti itu? Punya doktrin, sudah diajarkan sejak kecil oleh orangtuanya, dia juga bilang, dia ngaku sendiri dia banyak belajar dari Pak Tong. Jadi doktrin itu mempengaruhi hidup sekali Saudara-saudara. Jadi pertama doktrin, yang kedua, doktrin itu menyatakan yang salah, di sini dikatakan “menyatakan kesalahan,” dalam bahasa Inggris “reproof.” Jadi doktrin itu mengoreksi-mengoreksi hal yang salah, hal yang nggak benar, pikiran-pikiran yang keliru entah tentang Allah, entah tentang Roh Kudus, entah tentang Kristus, entah tentang keselamatan, dan sebagainya, tentang juga yang salah dalam hidup saya, itupun dikoreksi. Nah setelah dikoreksi, menyatakan yang salah, lalu memperbaiki yang rusak. Di sini dikatakan “untuk memperbaiki kelakuan.” Memperbaiki itu maksudnya memperbaiki yang sudah rusak-rusak ini lho diperbaiki. Jadi kalau saya sudah pikiran salah, hidup saya rusak, itu perlu diperbaiki, itu namanya correction, bukan hanya reproof, reproof itu hanya menunjukkan kesalahan, “Salahnya ini, ini,ini,” setelah tahu salah bagaimana memperbaiki. Nah itu juga penting bagi Saudara dan saya, hidup setelah belajar kebenaran, bagaimana saya perlu dikoreksi, bagaimana saya perlu diperbaiki, bagaimana saya perlu diubahkan.
Lalu dikatakan terakhir, “untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Nah saya lihat dalam terjemahan bahasa Inggris “instruction in righteousness,” artinya itu menjadi penuntun. Firman itu penuntun untuk anda, “ini lho yang benar, ini lho arahnya, kamu harus bagaimana,” nah itu firman Tuhan. Jadi apa yang kita kenal, kebenaran yang kita renungkan dan yang kita pelajari, doktrin-doktrin, semuanya akan membuat kita dinyatakan apa yang keliru, lalu dikoreksi, diperbaiki, lalu diarahkan menuju pada kebenaran dan kebenaran sesuai yang diajarkan oleh Alkitab. Itulah yang membuat Saudara bisa stabil, itulah yang membuat Saudara tidak tergoyahkan. Saudara tidak bergantung kepada hamba Tuhan dan terombang-ambing dengan si A, si B, si C, nggak usah terombang-ambing karena firman-Nya yang teguh itu menjadi landasan bagi hidup Saudara dan saya.
Dan, ayat 17, terakhir, “Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik,” puji Tuhan. Saudara dan saya tidak ditinggal sendirian, Saudara dan saya tidak dibiarkan begitu saja berjalan sendiri, Saudara dan saya diperlengkapi dengan perlengkapan yang sangat sempurna. Jadi tidak ada yang kurang lagi dalam hidup Saudara dan saya, jangan bilang kurang ini, kurang itu, “saya masih belum mendapatkan pimpinan Tuhan,” atau, “saya belum dapat tuntunan, saya belum jelas pimpinan-Nya,” nggak ada itu, semua sudah diberikan, tinggal Saudara meneruskan, tinggal Saudara belajar baik-baik, tinggal Saudara dengan serius mengikuti jalan Tuhan dan menjalani dengan siap menghadapi segala konsekuensi, segala resiko. Ya itu tadi saya bilang, kalau toh Tuhan memang menyiapkan saya untuk menderita saya seharusnya siap untuk menjalaninya, apapun itu, entah difitnah, entah dibuat isu-isu yang memperburuk kita, dan sebagainya. Artinya apa? Siap jalani semua. Saya belajar dari apa yang dinyatakan Alkitab, waktu Tuhan Yesus sudah saatnya untuk ke Yerusalem untuk menjalani penderitaan, Tuhan Yesus bilang sama murid-murid-Nya, “sudah saatnya Saya akan datang ke Yerusalem dan nanti Anak Manusia akan disiksa, akan menderita, dan akan dibunuh, dan pada hari yang ketiga akan bangkit.” Itu Tuhan Yesus kalau sudah ngomong kayak gitu Dia jalani, Dia tidak melarikan diri, Dia tidak menjauhkan itu, Dia malah datang. Kalau memang harus ke Yerusalem, Dia datang ke Yerusalem untuk menghadapi penderitaan itu. Demikian juga Paulus, Paulus bilang, “aku sudah saatnya ini, detik-detik terakhir dalam hidupku, darahku siap dicurahkan, dan aku sudah melakukan semuanya dengan sebaik-baiknya.” Nah ini semua adalah resiko mengikut Kristus. Banyak orang yang kepingin mengikut Kristus hanya pingin bahagianya, kepingin mengikut Kristus cuma kepingin berkatnya, kepingin mengikut Kristus kepingin kesembuhannya, kepingin mengikut Kristus kepingin bisa kaya raya, jalan sukses, tapi nggak ada kepingin mengikut Kristus mau menderita bagi Dia. Hari ini Saudara dan saya pun diubah konsepnya, saya mau ikut Kristus dan saya siap menderita bagi Dia, ini adalah untuk kemuliaan Allah, ini adalah untuk kebesaran, kemuliaan kerajaan-Nya, bukan untuk saya. Biarlah ini boleh jadi berkat bagi kita semua. Amin. Mari kita berdoa.
Bapa yang di Sorga, kami diingatkan, disadarkan bahwa hidup di dunia hanya sementara, dan hidup di dunia bukan untuk melakukan keinginan-keinginan pribadi kami. Tapi sebenarnya kami diberi hidup untuk kami melakukan apa yang menjadi kehendak-Mu dan rencana-Mu yang begitu indah, luar biasa, pelebaran Kerajaan Allah di muka bumi ini dan orang-orang yang belum mengenal kebenaran boleh diselamatkan. Terima kasih ya Tuhan, biarlah kami juga boleh dipakai menjadi alat-Mu bagi pelebaran kerajaan-Mu. Kebahagiaan yang paling bahagia adalah bila hidup kami boleh menjadi alat-alat bagi kemuliaan-Mu. Terima kasih ya Tuhan, kami mau serahkan doa kami, kami mau serahkan jemaat-Mu di sini semuanya boleh memuliakan nama Tuhan. Kami mau serahkan doa kami, dan kami serahkan juga hamba Tuhan di sini, Pak Dawis, Bu Dessy, dan semuanya, termasuk pengurus gereja, termasuk jemaat-Mu semuanya boleh bekerja sama dengan baik memuliakan nama Tuhan. Kami juga berdoa untuk seluruh gereja-gereja lain selain MRII Yogyakarta, juga di Solo, Surabaya, Semarang, di Malang, di Jakarta, di Bogor, dimanapun, di luar pulau, semuanya Tuhan berkati, semuanya juga bagi kemuliaan nama-Mu, karena hidup bagi diri sendiri semuanya tidak ada artinya, tetapi hidup bagi kemuliaan Allah itulah makna yang paling penting. Kami serahkan doa kami dalam nama Tuhan kami Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]